Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KINERJA PETUGAS DALAM MENERAPKAN


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI UPT LABORATORIUM
KESEHATAN DAN LINGKUNGAN DINAS KESEHATAN PROVINSI

Ahmad Hanafi1), Misnaimah2)


1,2
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru
email: ah0540705@gmail.com

Diterima : Mei 2019, Diterbitkan : Juni 2019

Abstrak
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan pedoman untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai
dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator teknis, administrasif
dan procedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang
bersangkutan. UPT Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau, merupakan
salah satu laboratorium kesehatan yang ada di Kota Pekanbaru dan telah menerapkan SOP. Akan tetapi
masih banyak petugas yang tidak menjalankan tugas sesuai dengan SOP, hal ini berdampak pada mutu
pelayanan yang diberikan oleh laboratorium kesehatan kepada masyarat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas dalam menerapkan SOP di Unit Pelayanan
Terpadu Laboratorium Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan menggunakan desain Cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan November
tahun 2017 di UPT Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh petugas di UPT Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan Dinas
Kesehatan Provinsi Riau dengan jumlah sebanyak 52 orang atau dengan pengambilan sampel secara total
sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Analisa dilakukan secara univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara insiatif, kedisplinan, pelatihan
dan otoritas dengan kinerja petugas dalam menerapkan SOP di UPT Laboratoorium Kesehatan
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Diharapkan kepada petugas di UPT Laboratoorium
Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau agar dapat memperbaiki kinerjanya dan
meningkatkan kedisplinan dan motivasi petugas sehingga meningkatkan kualitas kerja.

Kata Kunci : Insiatif, Kedisiplinan, Pelatihan, Otoritas, Kinerja dan SOP.

Abstract
Standard Operating Procedure is a guideline for performing job tasks in accordance with the function
and tool of government performance appraisal based on technical, administrative and procedural
indicators in accordance with work procedures, working procedures and work system in the work unit
concerned. UPT Labor Health Environment Dinas Kesehatan Riau Province, is one of the health
laboratory in Pekanbaru City and has implemented Standard Operating Procedure. However, there are
still many officers who do not perform their duties in accordance, this affects the quality of services
provided by the health laboratory to the community. This study aims to determine the related factors
associated with the performance of officers in applying in the Integrated Service Unit of the
Environmental Health Laboratory of the Riau Province Health Office. This type of research is
quantitative using Cross-sectional design. The study was conducted on November 2017 at UPT Health
Laboratory of Health Department of Riau Province. Population in this research is all officer in UPT
Health Laboratory of Health Department of Riau Province with amount of sample counted 52 people and
sampling in total sampling. The measuring tool used is the questionnaire. The analysis was done


Healthcare: Jurnal Kesehatan 8 (1) Juni 2019 (1-10)

univariat and bivariate. The results showed that there was a relationship between the initiative,
discipline, training and the authority with the performance of the officers at UPT Environmental Health
Laboratory of the Riau Province Health Office. It is expected that the officers at UPT Environmental
Health Laboratory of the Riau Province Health Office Laboratoorium to improve their performance so
that improve the work quality.

Keywords : Initiative, Discipline, Training, Authority, Performance and SOP.

PENDAHULUAN

Pelayanan publik yang diberikan oleh
instansi Pemerintah (Pusat, Pemerintah inisiatif, pelatihan dan kedisiplinan
Propinsi, Kabupaten, Kota dan Kecamatan) mempengaruhi kinerja petugas dalam
kepada masyarakat merupakan perwujudan memberikan pelayanan kesehatan. Selain
dan fungsi aparatur negara sebagai abdi itu menurut penelitian Hermantyo (2009),
masyarakat. Pada era otonomi daerah, bahwa kurangnya otoritas dari pimpinan
fungsi pelayanan publik menjadi salah satu dapat berdampak pada kinerja pegawai
fokus perhatian dalam peningkatan kinerja yang ada.
instansi pemerintah daerah. Oleh karenanya Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
secara otomatis berbagai fasilitas pelayanan Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan
publik harus lebih didekatkan pada Dinas Kesehatan Provinsi Riau, merupakan
masyarakat, sehingga mudah dijangkau salah satu laboratorium kesehatan yang ada
oleh masyarakat (Wahab, 2011). di Kota Pekanbaru dan telah menerapkan
Berdasarkan kenyataan dilapangan SOP. Akan tetapi masih banyak petugas
masih banyak SOP yang tidak dijalankan di yang tidak menjalankan tugas sesuai
Unit Pelayanan Terpadu Laboratorium dengan SOP, hal ini berdampak dari mutu
Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan pelayanan yang diberikan oleh laboratorium
Provinsi Riau dan hal ini berkaitan dengan kesehatan kepada masyarat. Selain itu, dari
penilaian kinerja organisasi publik, Standar hasil survey awal yang dilakukan oleh
operasional prosedur (SOP) dan langkah peneliti melakukan wawancara terhadap
langkah menyusun SOP, serta peningkatkan salah satu petugas di Labor Kesehatan
akuntabilitas pelayanan publik melalui Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau
penerapan SOP (Kemenkes. RI, 2015). manyatakan bahwa pernah ada masyarakat
Ada banyak faktor tidak berjalannya yang tidak puas dengan pelayanan ditempat
SOP disuatu instansi salah satunya adalah terebut karena adanya keterlambatan
kinerja petugas. sampai saat ini masih pemberian hasil uji laboratorium. Selain itu
banyak petugas yang tidak bekerja sesuai petugas juga menyatakan bahwa mereka
dengan SOP, hal ini disebabkan karena tidak pernah mendapatkan pelatihan terkait
faktor pengetahuan petugas yang kurang masalah SOP. Berdasarkan uraian
sehingga berdampak pada kedisplinannya. permasalahan di atas, maka penulis
Faktor lainnya adalah monitoring dari melakukan penelitian dengan judul :
atasan. Jika tidak ada monitoring dari “Faktor Yang Berhubungan dengan
atasan maka petugas acuh tak acuh dalam Kinerja Petugas Dalam Menerapkan
menjalan tugas sesuai SOP (Waluyo, 2007). Standar operasional prosedur (SOP) di
Menurut penelitian Tiono, dkk (2011), UPT Laboratorium Kesehatan Dan
yang dilakukan di Puskesmas Nusadua Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi
Kabupaten Serang diketahui bahwa Riau”.

2
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Dalam…

METODE PENELITIAN Laboratorium Kesehatan Lingkungan Dinas


Jenis penelitian ini adalah kuantitatif Kesehatan Provinsi Riau dengan jumlah
dengan menggunakan desain Cross- sampel sebanyak 52 orang dan pengambilan
sectional. Penelitian dilakukan pada tanggal sampel secara total sampling. Alat ukur
4 hingga 14 November tahun 2017 di UPT yang digunakan adalah kuesioner. Analisa
Labor Kesehatan Lingkungan Dinas dilakukan secara univariat dan bivariat.
Kesehatan Provinsi Riau. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh petugas di UPT

HASIL PENELITIAN

Analisis Univariat

Tabel 1

No Variabel Dependen Hasil Ukur F Persentase (%)


1. Kinerja Kurang baik 22 42,3
Baik 30 57,7
Total 52 100
Variabel Independen
2. Inisiatif Rendah 20 38,5
Tinggi 32 61,5
2 Total 52 100
3. Kedisiplinan Rendah 25 48,1
Tinggi 27 51,9
3 Total 52 100
44 4. Pelatihan Tidak pernah 23 44,2
Pernah 29 55,8
Total 52 100
5. Otoritas Rendah 24 42,3
Tinggi 28 57,7
Total 52 100

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dalam bekerja, dan sebanyak 27 orang


disimpulkan bahwa : (51,9%) memiliki kedisiplinan yang tinggi
1. Kinerja : dari 52 responden 22 orang dalam bekerja.
(42,3%) memiliki kinerja yang kurang baik, 4. Pelatihan : dari 52 responden 23 orang
dan sebanyak 30 orang (57,7%) memiliki (44,2%) tidak pernah mengikuti pelatihan
kinerja yang baik. dan sebanyak 29 orang (55,8%) pernah
2. Inisiatif : dari 52 responden 20 orang mengikuti pelatihan.
(38,5%) memiliki inisiatif yang rendah 5. Otoritas : dari 52 responden 24 orang
dalam bekerja, dan sebanyak 32 orang (42,3%) menyatakan otoritas pimpinan
(61,5%) memiliki inisiatif yang tinggi dalam rendah, dan 28 orang (57,7%) lainnya
bekerja. menyatakan otiritas pimpinan tinggi.
3. Kedisplinan : dari 52 responden 25 orang
(48,1%) memiliki kedisiplinan yang rendah

3
Healthcare: Jurnal Kesehatan 8 (1) Juni 2019 (01-10)

Analisis Bivariat

a. Hubungan Inisiatif dengan Kinerja


Tabel 2
Inisiatif Kinerja P POR
Kurang Baik value (95%) CI
baik
n (%) n (%) N %
Rendah 14 70,0 6 30,0 20 100 0,004 7,000
Tinggi 8 25,0 24 75,0 32 100 (2,012-
Total 22 64,5 30 57,7 52 100 24,358)

Berdasarkan tabel 2 diatas, dari 20 Laboratoorium Kesehatan Lingkungan


orang yang memiliki inisiatif yang rendah Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Analisis
dalam bekerja, sebahagian besar (70,0%) keeratan hubungan dua variabel didapatkan
memiliki kinerja yang kurang baik dalam nilai Odss Ratio (OR) = 7,000 (2,012-
bekerja, sedangkan dari 32 responden yang 24,358) yang artinya responden yang
memiliki inisiatif yang tinggi dalam bekerja mempunyai inisiatif rendah 7 kali lebih
didapatkan sebahagian besar (75,0%) mungkin mempunyai kinerja kurang baik
memiliki kinerja yang baik. Hasil uji q=chi dibandingkan dengan responden yang
square didapat pvalue= 0,004 lebih kecil dari mempunyai inisiatif yang tinggi.
alpa = 0,05 hal ini berarti ada hubungan
signifikan antara inisiatif dengan kinerja
petugas dalam menerapkan SOP di UPT

b. Hubungan Kedisiplinan dengan Kinerja

Tabel 3
Kedisiplinan Kinerja P POR
Kurang Baik value (95%) CI
baik
n (%) n (%) N %
Rendah 15 60,0 10 40,0 25 100 0,028 4,286
Tinggi 7 25,9 20 74,1 27 100 (1,323-
Total 22 42,3 30 57,7 52 100 13.881)

Berdasarkan tabel 3 diatas, dari 25 orang kinerja yang baik. Hasil uji q=chi square
yang memiliki kedisiplinan yang rendah didapat pvalue= 0,028 lebih kecil dari alpa
dalam bekerja, sebahagian besar (60,0%) 0,05 hal ini berarti ada hubungan signifikan
diantaranya memiliki kinerja yang kurang antara kedisiplinan dengan kinerja petugas
baik. Sedangkan dari 27 responden yang dalam menerapkan SOP di UPT
memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam Laboratoorium Kesehatan Lingkungan
bekerja sebahagian besar (74,1%) memiliki Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Analisis
keeratan hubungan dua variabel didapatkan
nilai Odss Ratio (OR) = 4,286 (1,323-

4
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Dalam…

13.881) yang artinya responden yang dibandingkan dengan responden yang


memiliki kedisiplinan rendah 4 kali lebih memiliki kedisplinan yang tinggi.
mungkin memiliki kinerja yang kurang baik

c. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja

Tabel 4
Pelatihan Kinerja P POR
Kurang Baik value (95%) CI
baik
n (%) n (%) N %
Tidak pernah 14 60,9 9 39,1 23 100 0,033 4,083
Pernah 8 27,6 21 72,4 29 100 (1,270-
Total 22 42,3 30 57,7 52 100 13.131)

Berdasarkan tabel 4 diatas, dari 23 orang SOP di UPT Laboratoorium Kesehatan


yang menyatakan tidak pernah mendapatkan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
pelatihan selama bekerja dan 14 orang Analisis keeratan hubungan dua variabel
(60,9%) diantaranya memiliki kinerja yang didapatkan nilai Odss Ratio (OR) = 4,083
baik. Sedangkan dari 29 responden yang (1,270-13.131) yang artinya responden yang
menyatakan tidak pernah mendapatkan menyatakan tidak pernah mendapatkan
pelatihan selama bekerja didapatkan pelatihan, cenderung untuk memiliki kinerja
sebanyak 8 orang (27,6%) memiliki kinerja yang kurang baik dibandingkan dengan
yang kurang baik. Hasil uji q=chi square responden yang pernah mendapatkan
didapat pvalue= 0,033 lebih kecil dari alpa = pelatihan.
0,05 hal ini berarti ada hubungan pelatihan
dengan kinerja petugas dalam menerapkan

d. Hubungan Otoritas dengan Kinerja

Tabel 5
Otoritas Kinerja P POR
Kurang Baik value (95%) CI
baik
n (%) n (%) N %
Rendah 15 62,5 9 37,5 24 100 0,014 5,000
Tinggi 7 25,0 21 75,0 28 100 (1,522-
Total 22 42,3 30 57,7 52 100 16.425)

Berdasarkan tabel 5 diatas, dari 24 orang sebahagian besar (75,0%) memiliki kinerja
yang menyatakan otoritas pimpinan rendah yang baik. Hasil uji q=chi square didapat
sebahagian besar (62,5%) diantaranya pvalue= 0,014 lebih kecil dari alpa = 0,05 hal
memiliki kinerja yang kurang baik. ini berarti ada hubungan signifikan antara
Sedangkan dari 28 responden yang adanya otoritas pimpinan dengan kinerja
menyatakan otoritas pimpinan tinggi petugas dalam menerapkan SOP di UPT

5
Healthcare: Jurnal Kesehatan 8 (1) Juni 2019 (01-10)

Laboratoorium Kesehatan Lingkungan operasional prosedur (SOP) dan langkah


Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Analisis langkah menyusun SOP, serta
keeratan hubungan dua variabel didapatkan peningkatkan akuntabilitas pelayanan
nilai Odss Ratio (OR) = 5,000 (1,522- publik melalui penerapan SOP (Kemenkes.
16.425) yang artinya responden yang RI, 2015).
menyatakan kurangnya otoritas pimpinan 5 Inisiatif dapat menentukan kinerja
kali lebih mungkin mempunyai kinerja yang seseorang. Kinerja merupakan prestasi
kurang baik dibandingkan dengan responden kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja
yang menyatakan otoritas pemimpin yang dengan standar yang ditetapkan (Wahab,
tinggi. 2012). Kinerja adalah hasil kerja baik
secara kualitas maupun kuantitas yang
PEMBAHASAN dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab
1. Hubungan inisiatif dengan kinerja yang diberikan (Waluyo, 2007).
Berdasarkan hasil uji q=chi square Ada banyak faktor tidak berjalannya
didapat pvalue= 0,004 lebih kecil dari alpa = SOP disuatu instansi salah satunya adalah
0,05 hal ini berarti ada hubungan inisiatif kinerja petugas. sampai saat ini masih
dengan kinerja petugas dalam menerapkan banyak petugas yang tidak bekerja sesuai
SOP di UPT Laboratoorium Kesehatan dengan SOP, hal ini disebabkan karena
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi faktor kurangnya inisiatif dari petugas
Riau. Analisis keeratan hubungan dua dalam melakasanakan tugas saat bekerja.
variabel didapatkan nilai Odss Ratio (OR) Menurut asumsi peneliti adanya
= 7,000 (2,012-24,358) yang artinya hubungan antara inisitaif dengan kinerja
responden yang inisiatifnya rendah, 7 kali petugas disebabkan karena sebagian
cenderung memiliki kinerja yang kurang petugas tidak melaksanakan tugas sesuai
baik dibandingkan dengan responden yang dengan SOP. Hal ini sesuai dengan hasil
inisitaifnya tinggi. kuesioner dimana banyak responden yang
Hal ini sejalan dengan penelitian Urani menyatakan bahwa mereka tidak pernah
(2009), bahwa terdapaat hubungan antara berusaha untuk memberikan ide dalam
inifiatif dengan kinerja petugas di bekerja dan mereka baru akan menjalankan
Puskesmas Karyajaya Boyolali dengan nilai tugas dengan baik apabila diawasi dan
p = 0,009 < 0,05. dilihat atasan.
Inisiatif berkaitan dengan daya pikir
dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk 2. Hubungan kedisiplinan dengan
merencanakan sesuatu yang berkaitan kinerja
dengan tujuan organisasi (Adnani, 2010). Berdasarkan hasil uji q=chi square
Salah satu penyebab kurangnya kepuasan didapat pvalue= 0,028 lebih kecil dari alpa =
masyarakat berkaitan dengan SOP 0,05 hal ini berarti ada hubungan
pelayanan yang menyebabkan mutu kedisiplinan dengan kinerja petugas dalam
pelayanan menjadi berkurang. Berdasarkan menerapkan SOP di UPT Laboratoorium
kenyataan dilapangan masih banyak SOP Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan
yang tidak dijalankan di Unit Pelayanan Provinsi Riau. Analisis keeratan hubungan
Terpadu Laboratorium Kesehatan dua variabel didapatkan nilai Odss Ratio
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau (OR) = 4,286 (1,323-13.881) yang artinya
dan hal ini berkaitan dengan penilaian responden yang mempunyai kedisiplinan
kinerja organisasi publik, Standar

6
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Dalam…

yang rendah, 4 kali cenderung untuk yang menyatakan bahwa mereka jarang
memiliki kinerja yang kurang baik datang dengan tepat waktu, selain itu
dibandingkan dengan responden yang mereka menyatakan tidak pernah melakukan
memiliki kedisplinan yang tinggi. pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ada.
Hal ini sejalan dengan penelitian Urani
(2009), bahwa terdapaat hubungan antara 3. Hubungan pelatihan dengan kinerja
kedisiplinan dengan kinerja petugas di Berdasarkan hasil uji q=chi square
Puskesmas Karyajaya Boyolali dengan nilai didapat pvalue= 0,033 lebih kecil dari alpa =
p = 0,022 < 0,05. Menurut penelitian Tiono, 0,05 hal ini berarti ada hubungan pelatihan
dkk (2011), yang dilakukan di Puskesmas dengan kinerja petugas dalam menerapkan
Nusadua Kabupaten Serang diketahui bahwa SOP di UPT Laboratoorium Kesehatan
kedisiplinan mempengaruhi kinerja petugas Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Analisis keeratan hubungan dua variabel
Menurut Waluyo (2007), ada banyak didapatkan nilai Odss Ratio (OR) = 4,083
faktor tidak berjalannya SOP disuatu (1,270-13.131) yang artinya responden yang
instansi salah satunya adalah kinerja menyatakan tidak pernah mendapatkan
petugas. sampai saat ini masih banyak pelatihan, 4 kali cenderung untuk memiliki
petugas yang tidak bekerja sesuai dengan kinerja yang kurang baik dibandingkan
SOP, hal ini disebabkan karena faktor dengan responden yang pernah mendapatkan
pengetahuan petugas yang kurang sehingga pelatihan.
berdampak pada kedisplinannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Tiono,
Kedisiplinan merupakan suatu sikap dkk (2011), yang dilakukan di Puskesmas
menghormati, menghargai, patuh dan taat Nusadua Kabupaten Serang diketahui bahwa
terhadap peraturan-perturan yang berlaku pelatihanmempengaruhi kinerja petugas
baik tertulis maupun tidak tertulis serta dalam memberikan pelayanan kesehatan.
sanggup menjalankan dan tidak mengelak Pelatihan yaitu kegiatan yang melibatkan
sanksi apabila melanggar tugas dan karwayan untuk meningkatkan pengetahuan
wewenang yang diberikan. disuatu bidang pekerjaan. Pelatihan sangat
Untuk menjalankan suatu tugas penting dilakukan untuk menunjang kinerja
di suaatu organisasi, sangat dibutuhkan setiap karyawan (Adnani, 2010).
kedisiplinan kepada setiap petugasnya. Bila Pelayanan publik yang diberikan oleh
suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, instansi Pemerintah (Pusat, Pemerintah
kita boleh mengatakan bahwa kegiatan Propinsi, Kabupaten, Kota dan Kecamatan)
tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat kepada masyarakat merupakan perwujudan
yang tidak dicari kegiatan menilai yang dan fungsi aparatur negara sebagai abdi
penting dari hasil yang dicapai sehingga masyarakat. Pada era otonomi daerah, fungsi
mengakibatkan kepuasan walaupun efektif pelayanan publik menjadi salah satu fokus
dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila perhatian dalam peningkatan kinerja instansi
akibat yang dicari-cari tidak penting atau pemerintah daerah. Oleh karenanya secara
remeh maka kegiatan tersebut efesien otomatis berbagai fasilitas pelayanan publik
(Adnani, 2010). harus lebih didekatkan pada masyarakat,
Menurut asumsi peneliti adanya sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat
hubungan antara kedisiplinan dengan kinerja (Wahab, 2011).
petugas disebabkan karena sebagian petugas Prosedur kerja merupakan salah satu
tidak disiplin dalam bekerja, hal ini sesuai komponen penting dalam pelaksanaan
dengan kuesioner dimana banyak responden

7
Healthcare: Jurnal Kesehatan 8 (1) Juni 2019 (01-10)

tujuan organisasi sebab prosedur organisasi untuk membentuk kinerja yang


memberikan beberapa keuntungan antara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai.
lain memberikan pengawasan yang lebih (Adnani, 2010).
baik mengenai apa yang dilakukan dan Menurut penelitian Hermantyo (2009),
bagaimana hal tersebut dilakukan; bahwa kurangnya otoritas dari pimpinan
mengakibatkan penghematan dalam biaya dapat berdampak pada kinerja pegawai yang
tetap dan biaya tambahan; dan membuat ada. Otoritas adalah kapasitas, bawaan atau
koordinasi yang lebih baik di antara bagian- diperoleh untuk melaksanakan pengaruhnya
bagian yang berlainan. Untuk menjalan terhadap kelompok. Otoritas sering
suatu prosedur kerja yang baik, sangat disamakan dengan istilah 'kekuasaan',
dibutuhkan pelatihan bagi setiap petugas, padahal sebenarnya tidak sama, kekuasaan
agar mereka dapat menjalankan tugasnya lebih mengacu pada kemampuan untuk
sesuai dengan prosedur yang ada (Adnani, memerintah seseorang yang orang lain tidak
2010). memiliki kemampuan itu (Adnani, 2010).
Menurut asumsi peneliti adanya Standar Operasional Prosedur
hubungan antara pelatihan dengan kinerja merupakan pedoman atau acuan untuk
petugas. Kondisi ini disebabkan oleh karena melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan
banyak responden yang tidak mendapatkan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi
pelatihan. Hal ini sesuai dengan kenyataan pemerintah berdasarkan indikator indikator
dilapangan dimana responden mengaku teknis, administrasif dan procedural sesuai
yang mendapatkan pelatihan hanyalah dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem
orang-orang yang terpilih saja. Bahkan dari kerja pada unit kerja yang bersangkutan.
hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa Tujuan SOP adalah menciptakan komitment
mereka hanya kadang-kadang akan mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan
menerapkan pelatihan tentang SOP pada unit kerja instansi pemerintahan untuk
saat bertugas. mewujudkan good governance. Standar
operasional prosedur tidak saja bersifat
4. Hubungan otoritas dengan kinerja internal tetapi juga eksternal, karena SOP
selain dapat digunakan untuk mengukur
Berdasarkan hasil uji q=chi square kinerja organisasi publik, juga dapat
didapat pvalue= 0,014 lebih kecil dari alpa = digunakan untuk menilai kinerja organisasi
0,05 hal ini berarti ada hubungan pelatihan publik di mata masyarakat berupa
dengan kinerja petugas dalam menerapkan responsivitas, responsibilitas, dan
SOP di UPT Laboratoorium Kesehatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Dengan demikian SOP merupakan pedoman
Analisis keeratan hubungan dua variabel atau acuan untuk menilai pelaksanaan
didapatkan nilai Odss Ratio (OR) = 5,000 kinerja instansi pemerintah berdasarkan
(1,522-16.425) yang artinya responden yang indikator-indikator teknis, administratif dan
menyatakan rendahnya otoritas pimpinan 5 procedural sesuai dengan tata hubungan
kali lebih mungkin memiliki kinerja yang kerja dalam organisasi yang bersangkutan
kurang baik dibandingkan dengan responden (Kemenkes. RI, 2015).
yang menyatakan otoritas pemimpin yang Salah satu faktor penyebab kurang
tinggi. baiknya kinerja petugas dalam
Otoritas merupakan kapasitas, bawaan melaksanakan tugas sesuai SOP adalah
atau diperoleh untuk melaksanakan monitoring dari atasan. Jika tidak ada
pengaruhnya terhadap kelompok. Otoritas monitoring dari atasan maka petugas acuh
pimpinan sangat dibutuhkan dalam suatu

8
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Dalam…

tak acuh dalam menjalan tugas sesuai Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi
SOP (Waluyo, 2007). Riau.
Menurut asumsi peneliti adanya
hubungan antara otoritas dengan kinerja DAFTAR PUSTAKA
petugas disebabkan karena pimpinan yang
kurang melakukan monitoring pada petugas Aziz. E. (2011). Metode Penelitian
dalam bekerja, sehingga hal ini Kesehatan. Jakarta : Boduose Media
mempengaruhi kedisplinan mereka yang Jakarta
kurang dan juga mempengaruhi kinerja Adnani, H. (2014). Buku Ajar Manajemen
petugas untuk melaksanakan tugas sesuai Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
SOP. Akan tetapi dari hasil penelitian Anugrah, dkk. (2010). Hubungan Motivasi
sebagian petugas sudah menjalankan dengan Kinerja Petugas Kesehatan di
tugasnya sesuai dengan SOP, hal ini Puskesmas Batua Kecamatan
didukung dari hasil kuesiner dimana banyak Manggala Kota Makasa. Diakes dari:
responden yang menjawab bahwa pimpinan jurnal riset manajemen dan bisnis vol.2.
selalu mengingatkan petugas untuk no , Februari 2017.
melakukan tugas sesuai SOP. Dahlan, S. (2011). Statistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
KESIMPULAN Salemba Medika
1. Terdapat hubungan antara inisistif Hasugian. R & Lindawati. V, (2016). Peran
dengan kinerja petugas dalam Standar Operasional Prosedur
menerapkan standar operasional Penanganan Spesimen Untuk
prosedur (SOP) di Unit Pelayanan Implementasi Keselamatan Biologik
Terpadu Laboratoorium Kesehatan dan (Biosafety) Implementasi Kebijakan,
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi SOP Dan Pembinaan Aparatur. Diakes
Riau. dari: jurnal riset manajemen dan bisnis
2. Terdapat hubungan antara kedisiplinan vol.2. no , Februari 2017.
dengan kinerja petugas dalam Kemenkes. RI. (2016). Petunjuk Teknis
menerapkan standar operasional Penggunaan dana Alokasi Khusus
prosedur (SOP) di Unit Pelayanan Bidang Kesehatan, Serta Sarana dan
Terpadu Laboratoorium Kesehatan dan Prasarana penunjang Subbidang
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Sarpras Kesehatan.
Riau. ____________ (2015). Pedoman
3. Terdapat hubungan antara pelatihan Penyusunan Domkumen Akreditasi.
dengan kinerja petugas dalam ____________ (2013). Kurikulum Dan
menerapkan standar operasional Modul Pelatihan Teknis Tentang
prosedur (SOP) di Unit Pelayanan Pengelolaan Advokasi Kesehatan.
Terpadu Laboratoorium Kesehatan dan ____________ (2016). Buku Panduan
Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Instrumen Pemantauan Puskesmas
Riau. yang memberikan pelayanan sesuai
4. Terdapat hubungan antara otoritas standar.
pimpinan dengan kinerja petugas dalam Muhammad. I. (2012). Panduan
menerapkan standar operasional Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang
prosedur (SOP) di Unit Pelayanan Kesehatan Menggunakan Metode
Terpadu Laboratoorium Kesehatan dan Ilmiah. Jakarta: Citapustaka Media
Perintis

9
Healthcare: Jurnal Kesehatan 8 (1) Juni 2019 (01-10)


Muh Nawawi, (2012). Pengaruh Motivasi Sugiyono, (2014). Metode Penelitian
dan Kompetensi tenaga Kesehatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
terhadap Kinerja Pusat Kesehatan Bandung Alfabeta
Masyarakat. Diakes dari: jurnal Ilmu Purwandari. A. (2012). Ilmu Kesehatan
Sosisal dan Ilmu Politik vol.2. no , Masyarakat dalam Konteks Kebidanan.
Februari 2017. Jakarta: ECG
Nazvia,dkk. (2014). Faktor yang Waluyo, (2007). Manajemen Publik
Mempengaruhi Kepatuhan SOP Asuhan (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya
Keperawatan di RSUD Gambir Kota dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Kediri Diakes dari: jurnal administrasi Jakarta: Mandar Maju.
kesehatan Indonesia volume.XXVIII. Wahab, S. (2014). Analisis Kebijakan
no 1, Desember 2017. Publik. Jakarta: Bumi Aksara

10

Anda mungkin juga menyukai