Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

PENGARUH BEBAN KERJA, STRES KERJA TERHADAP

KINERJA PERAWAT DI RUANG ISOLASI COVID

RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA

Satuan Mata Ajar Filsafat Ilmu Prof. DR. Syafwandi, Msc

Di susun Oleh :

Wahyuni

20200920100026

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat merupakan sumber daya manusia yang ikut mewarnai pelayanan

kesehatan di rumah sakit, karena selain jumlahnya yang dominan, juga

merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus

selama 24 jam kepada pasien setiap hari (Depkes RI, 2009). Oleh karena itu,

layanan keperawatan memberi kontribusi dalam menentukan kualitas pelayanan

di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan

rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan salah satunya dengan peningkatan kinerja perawat (Mulyono, 2013).

Kinerja perawat sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap

kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Melalui

kinerja perawat, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara

nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan pada organisasi tempatnya bekerja,

dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat

(Mandagi et al, 2015).

Proses evaluasi kinerja perawat menjadi bagian terpenting dalam upaya

manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Penilaian kinerja

perlu dilakukan untuk berbagai hal seperti perbaikan kerja, penyesuaian

kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhan penelitian, pengembangan dan

lain sebagainya yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja personal (Suyanto,

2009 dalam Nurnaningsih et al, 2012).


Pekerjaan yang dimiliki oleh individu satu dengan individu lain tentu

berbeda. Masing - masing pekerjaan memiliki beban kerja dan karakteristik yang

berbeda - beda. Berat atau ringannya suatu pekerjaan dapat diukur dari deskripsi

pekerjaan yang dijalani namun dapat pula diukur dari tingkat stres dan kelelahan

emosional (emotional exhaustion) yang dialami oleh pekerja. Pekerjaan yang

dianggap sebagai sebuah tuntutan akan dirasakan menjadi sebuah beban akan

tetapi apabila sebuah pekerjaan dianggap sebagai sebuah hasil karya dan bagian

dari sebuah pelayanan maka pekerjaan tersebut akan dirasakan sebagai suatu hal

yang ringan. Beban kerja merupakan sejumlah tugas-tugas yang harus

diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.pada tenaga keperawatan beban kerja

dipengaruhi oleh fungsinya untuk melaksanakan asuhan keperawatan serta

kapasitasnya untuk melakukan fungsi tersebut. Beban kerja seorang perawat

dapat dihitung dari waktu efektif yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-

tugas yang menjadi bebannya. Sehingga dalam kapasitasnya sebagai perawat

yang melaksanankan tugas dan fungsi asuhan keperawatan serta waktu yang telah

digunakan (Depkes RI 2007).

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan berbagai macam faktor yang

mempengaruhi kinerja seorang perawat, pada dasarnya tingkat kinerja perawat

dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri perawat itu sendiri dan faktor luar diri

perawat. Faktor dari dalam diri perawat antara lain pengetahuan dan

keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja, dan

kepuasan kerja.Faktor dari luar diri perawat yaitu beban kerja dan gaya

kepemimpinan dalam 3 organisasi yang sangat berperan dalam mempengaruhi

kinerja perawat (Nursalam, 2007).


Stress kerja merupakan aspek yang penting bagi rumah sakit terutama

keterkaitannya dengan kinerja karyawan. Secara menyeluruh rumah sakit

seharusnya memiliki kinerja yang baik, kinerja yang baik dapat membantu rumah

sakit memperoleh keuntungan dan menjaga keberlanjutan bisnis, begitu juga

sebaliknya bila kinerja menurun tentu dapat merugikan rumah sakit. Oleh karena

itu kinerja karyawan perlu memperoleh perhatian antara lain dengan jalan

melaksanakan kajian berkaitan dengan variabel stress kerja. Bahaya stress

diakibatkan karena kondisi kelelahan fisik, emosional dan mental yang

disebabkan oleh adanya keterlibatan dalam waktu yang lama dengan situasi yang

menuntut secara emosional.

Perawat selalu dituntut untuk memberikan pelayanan terbaiknya meskipun

dalam tekanan yang tinggi dengan banyaknya jumlah kunjungan pasien dan

standar prosedur yang tidak boleh terlewatkan. Salah satu faktor kunci

keberhasilan dalam meningkatkan kinerja organisasi diawali dari kinerja individu

karyawan organisasi tersebut. Kinerja individu perawat yang semakin baik

diharapkan dapat membawa dampak yang positif bagi kinerja organisasi dalam

hal ini adalah rumah sakit itu sendiri. Kinerja karyawan dapat ditelusuri dari

sikap karyawan seperti kepuasan kerja. Kepuasan kerja dan komitmen organisasi

perawat ditemukan mempengaruhi kinerja dan produktifitas rumah sakit (Al-

Aameri, 2000).

Tenaga kesehatan khususnya perawat, dimana analisa beban kerjanya dapat

dilihat dari aspek - aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi

utamanya, begitupun tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus

dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, waktu

kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang
berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu

perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik. Banyaknya tugas tambahan yang

harus ditugaskan untuk perawat dapat mengganggu penampilan kerja dari

perawat. Akibat negatif dari banyaknya tugas tambahan perawat diantaranya

timbulnya emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan

berdampak buruk bagi produktifitas perawat (Irwandy, 2006).

Pembinaan dan pengembangan terhadap karyawan adalah salah satu kegiatan

yang dilakukan oleh kepala bangsal untuk emndukung kinerja karyawan atau

perawat, dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatan mutu pelayanan

keperawatan. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelayanan

keperawatan yang dilakukan. Melalui evaluasi ini akan diperoleh informasi

mengenai hasil yang tealah dicapai, fakor-faktor yang mendukung, dan hambatan

yang dihadapi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Keberhasilan dan

pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja para perawat. Oleh karena

itu, evaluasi terhadap kinerja perawat perlu dan harus selalu dilaksanakan melalui

suatu sistem yangterstandar sehingga hasil dan evaluasi lebih objektif (Kuntoro,

2010)

1.2 Identifikasi Masalah

Konsep identifikasi masalah (problem identification) adalah proses dan hasil

pengenalan masalah atau inventarisasi masalah. Dengan kata lain, identifikasi

masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting di

antara proses lain. Masalah penelitian (research problem) akan menentukan

kualitas suatu penelitian, bahkan itu juga menentukan apakah sebuah kegiatan

bisa disebut penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa
ditemukan melalui studi literatur (literature review) atau lewat pengamatan

lapangan (observasi, survey), dan sebagainya. Masalah yang di ambil dalam

penelitian ini adalah adanya beban kerja, stress kerja, yang dapat mempengaruhi

kinerja perawat di ruang isolasi covid RS Tk II Moh Ridwan Meuraksa.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penilitian ini hanya dibatasi dengan membahas beban kerja,

stress kerja, yang sangat mempengaruhi kinerja perawat ruang isolasi covid di RS

Tk II Moh Ridwan Meuraksa.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan untuk meningkatkan kinerja perawat, organisasi dituntut untuk lebih

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti beban kerja, stres

kerja dan kepuasan kerja perawat (Atmaji, 2011). Maka peneliti merumuskan

masalah “ Pengaruh beban kerja, stress kerja terhadap kinerja perawat di ruang

isolasi covid RS Moh Tk II Moh Ridwan Meuraksa.”

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Dapat mengetahui pengaruh beban kerja, stress kerja terhadap kinerja perawat

di ruang isolasi covid RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa

1.5.2 Tujuan Khusus :

1.5.2.1 Mengetahui pengaruh beban kerja terhadap kinerja perawat.

1.5.2.2 Mengetahui pengaruh stress kerja terhadap kinerja perawat.


1.6 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini mendapatkan literatur dari teori yang sudah ada sebelumnya

bermanfaat untuk pengembangan konsep penelitian ini, peneliti memberikan

bukti empiris tentang pengaruh beban kerja, stres kerja, terhadap kinerja

perawat di ruang isolasi covid RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pimpinan rumah sakit

untuk meningkatkan kinerja perawat dalam melayani dan bertugas pasif

sesuai asupan keperawatan sehingga menghasilkan kepuasan bagi pasien.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Konseptual

2.1.1 Kinerja Perawat

2.1.1.1 Pengertian Kinerja Perawat

Menurut Anwar (2001) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja

adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik / material

maupun non – fisik / non material (Nawawi, 2005). Menurut Wirawan

(2009) kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau

indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Kinerja dapat diartikan sebagai prestasi atau efektifitas operasional suatu

oganisasi dan karyawan yang didasarkan pada sasaran, standar dan kriteria

yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja mengacu kepada kadar

pencapaian tugas - tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan.

kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah

pekerjaan. Kinerja sering disalahtafsirkan sebagai upaya yang mencerminkan

energi yang dikeluarkan (Simamora, 2006).

Kinerja karyawan dapat meningkat atau menurun dipengaruhi oleh

banyak faktor. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja sangatlah penting agar dapat diketahui mana faktor-faktor yang

dibutuhkan sesuai dengan keadaan tertentu. Handoko (2008) menyebutkan

bahwa kinerja karyawan baik atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan
kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain

pekerjaan, aspek-aspek ekonomis dan teknis serta keperilakuan lainnya.

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang

peranan penting dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

Keberhasilan pelayanan kesehatan tergantung pada partisipasi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagia pasien (Potter dan

Perry, 2005).

Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam

mengimplementasikan sebaik - baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung

jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan pokok profesi dan terwujudnya

tujuan dana sasaran unit organisasi. Kinerja perawat sebenarnya sama dengan

prestasi kerja di perusahaan. Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan

standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat

diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, akan lebih terpacu

untuk mencapai prestai pada tingkat lebih tinggi (Faizin dan Winarsih, 2008).

2.1.1.2 Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat

Menurut Wirawan (2009) kinerja pegawai merupakan hasil sinergi

dari sejumlah faktor, yaitu:

2.1.1.2.1 Faktor Internal

Faktor - faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan

faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika pegawai

tersebut berkembang. Faktor - faktor bawaan, misalnya: bakat, sifat

pribadi, keadaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan faktor - faktor yang

diperoleh, misalnya: pengetahuan, ketrampilan, etos kerja,

pengalaman kerja, motivasi kerja.


Dalam melaksanakan tugas, pegawai memerlukan dukungan

organisasi. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi

rendahnya kinerja pegawai. Sistem kompensasi, iklim kerja

organisasi, strategi organisasi, serta dukungan sumber daya yang

diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan merupakan faktor

lingkungan internal organisasi yang mendukung pelaksanaan tugas.

Oleh karena itu, manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan

internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan

meningkatkan produktivitas karyawan.

2.1.1.2.2 Faktor Eksternal

Faktor lingkungan eksternal pegawai adalah keadaan, kejadian,

atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang

mempengaruhi kinerja karyawan. Misalnya, krisis ekonomi serta

budaya masyarakat. Karakteristik individu yang berhubungan dengan

kinerja perawat adalah pendidikan, pelatihan, promosi, jenjang karir,

lama bekerja, sistem penghargaan, gaji, tunjangan. Intensif dan

bonus.

Hasil penelitian Rahayu & Dewi (2009) menunjukkan bahwa

sistem penghargaan yang paling dominan berhubungan dengan

kinerja adalah gaji dan pengakuan. Isesreni (2009) tingkat pendidikan

perawat mempengaruhi kinerja perawat dan tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status perkawinan, serta

lama bekerja perawat dengan kinerja perawat. Kinerja merupakan

hasil kerja yang berbentuk kuantitatif maupun kualitatif yang telah

dicapai oleh karyawan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan


sesuai dengan tanggung jawab dan standar kerja yang telah ditetapkan

oleh perusahaan.

2.1.1.3 Indikator – Indikator Kinerja Perawat

Beberapa indikator untuk mengukur sejauh mana pegawai mencapai

suatu kinerja secara invidual menurut (Tsui et al., 1997 dalam Retnaningsih,

2007) adalah sebagai berikut :

2.1.1.3.1 Kuantitas Kerja Karyawan

Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dan dinyatakan

dalam istilah seperti jumlah unit atau jumlah siklus aktivitas

yang diselesaikan. Kuantitas yang diukur dari persepsi

karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta

hasilnya.

2.1.1.3.2 Kualitas Kerja Karyawan

Kualitas adalah ketaatan dalam prosedur, disiplin dan

dedikasi. Tingkat dimana hasil aktivitas yang dikehendaki

mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan bebrapa cara

ideal dari penampilan aktivitas, maupun memenuhi tujuan-

tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja

diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang

dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan

dan kemampuan pegawai.

2.1.1.3.3 Efesiensi Karyawan

Efesiensi karyawan adalah kemampuan karyawan untuk

memanfaatkan tiap sumber daya dengan baik secara

maksimal.
2.1.1.3.4 Usaha Karyawan

Usaha karyawan adalah kesadaran dalam diri karyawan untuk

bekerja dengan penuh dedikasi dan berusaha lebih baik lagi.

2.1.1.3.5 Standar Profesional Karyawan

Standar profesional merupakan ketaatan karyawan yang

bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan

perusahaan dimana karyawan itu bekerja.

2.1.1.3.6 Kemampuan Karyawan

Kemampuan yang dimiliki karyawan sesuai terhadap

pekerjaan inti, dan kemampuan karyawan dalam

menggunakan akal sehat.

2.1.1.3.7 Ketepatan Karyawan

Berkaitan dengan ketepatan karyawan dalam menyelesaikan

tugas. Karyawan harus memiliki kreatifitas untuk

memeberikan ide yang berkaitan dengan tujuan organisasi.

2.1.2 Beban Kerja

2.1.2.1 Pengertian Beban Kerja

Menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi

dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada

batas waktu tertentu. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam

beban kerja berlebih/terlalu sedikit ‟kuantitatif‟, yang timbul sebagai

akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada

tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja
berlebih/terlalu sedikit ‟kualitatif‟, yaitu jika orang merasa tidak mampu

untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan

ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja.

Beban kerja berlebih baik secara kuantitatif dan kualitatif dapat

menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat

banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres. Everly & Girdano

(dalam Munandar, 2001) menambahkan kategori lain dari beban kerja,

yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif.

Beban kerja berkaitan erat dengan kualitas kinerja tenaga kesehatan.

Analisa beban kerjanya dari tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan

fungsinya, tugas tambahan, jumlah pasien yang di rawat, kapasitas

kerjanya sesuai pendidikan perawat, waktu kerja sesuai dengan jam

kerja, serta kelengkapan fasilitas. Fluktuasi beban kerja perawat terjadi

pada jangka waktu tertentu, sehingga terkadang bebannya sangat ringan

dan saat-saat lain bebanya bisa berlebihan (Ilyas, 2004).

Kajian literatur menurut Titok (2013) menunjukan adanya

pengaruh yang signifikan beban kerja terhadap kinerja perawat di RS Tk

II Moh Ridwan Meuraksa. Studi lain menurut Nurnaningsih (2012)

menyatakan bahwa ada pengaruh hubungan beban kerja terhadap kinerja

perawat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja merupakan

sejumlah tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam jangka waktu

tertentu. Beban kerja pada tenaga keperawatan dipengaruhi oleh

fungsinya untuk melaksanakan asuhan keperawatan serta kapasitasnya

untuk melakukan fungsi tersebut. Beban kerja seorang perawat dapat

dihitung dari waktu efektif yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-


tugas yang menjadi bebannya. Sehingga dalam kapasitasnya sebagai

perawat yang melaksanakan tugas dan fungsi asuhan keperawatan serta

waktu yang telah digunakan (Depkes RI, 2007).

2.1.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja

dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut :

2.1.2.2.1 Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh

pekerja, seperti :

2.1.2.2.1.1 Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti

tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja,

sikap kerja, sedangkan tugas - tugas yang bersikap mental seperti

kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung

jawab pekerjaan.

2.1.2.2.1.2 Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu

istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model

struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

2.1.2.2.1.3 Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik,

lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan

kerja psikologis. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stresor.

2.1.2.2.2 Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut

Strain , berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif

maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis


kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor

psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

2.1.2.3 Indikator – indicator Beban Kerja

Indikator yang digunakan untuk melakukan analisis beban kerja

diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) antara lain

sebagai berikut:

2.1.2.3.1 Target yang harus dicapai

Pandangan individu mengenai besarnya target kerja yang

diberikan untuk menyelesaikan pekerjaannya, misalnya untuk

menggiling, melinting, mengepak dan mengangkut. Pandangan

mengenai hasil kerja yang harus diselesaikan dalam jangka waktu

tertentu.

2.1.2.3.2 Kondisi Pekerjaan

Mencakup tentang bagaimana pandangan yang dimiliki

oleh individu mengenai kondisi pekerjaannya, misalnya

mengambil keputusan dengan cepat pada saat pengerjaan barang,

serta mengatasi kejadian yang tak terduga seperti melakukan

pekerjaan ekstra diluar waktu yang telah ditentukan.

2.1.2.3.3 Standar Pekerjaan

Kesan yang dimiliki oleh individu mengenai pekerjaannya,

misalnya perasaan yang timbul mengenai beban kerja yang harus

diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Persepsi karyawan,

beban kerja merupakan penilaian individu mengenai sejumlah

tuntutan tugas atau kegiatan yang membutuhkan aktivitas mental

misalnya untuk mengingat hal-hal yang diperlukan, konsentrasi,


mendeteksi permasalahan, mengatasi kejadian yang tak terduga

dan membuat keputusan dengan cepat yang berkaitan dengan

pekerjaan dan kekuatan fisik untuk menggiling, melinting,

mengepak dan mengangkat yang harus diselesaikan dalam jangka

waktu tertentu. Apabila individu tersebut memiliki persepsi yang

positif maka akan menganggap beban kerja sebagai tantangan

dalam bekerja sehingga lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja

dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun

perusahaan tempat bekerja. Sebaliknya jika persepsi negatif yang

muncul maka beban kerja dianggap sebagai tekanan kerja sehingga

dapat mempengaruhi kinerja individu, memiliki dampak negatif

bagi dirinya maupun perusahaan tempat bekerja (Artadi, 2015).

Atas dasar pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan

hipotesis pertama :

H1 a : beban kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja

H1 b : beban kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat

2.1.3 Stress Kerja

2.1.3.1 Pengertian Stress Kerja

Munandar (2008) menyatakan bahwa stres yang dialami tenaga kerja

sebagai hasil atau akibat lain dari proses bekerja, yang dapat berkembang

menjadikan tenaga kerja sakit fisik dan mental, sehingga tidak dapat

bekerja lagi secara optimal. Stres menurut Robbins (2006) adalah kondisi

dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau

tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang
hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Ivancevich

(2006) memandang stres sebagai suatu respons adaptif, dimoderasi oleh

perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan,

situasi, atau peristiwa dan yang menempatkan tuntutan khusus terhadap

seseorang.

2.1.3.2 Faktor – Faktor Penyebab Stress

Penyebab stres, menurut Robbins (2006) juga menyatakan bahwa

ada banyak faktor organisasi yang dapat menimbulkan stres, diantaranya:

2.1.3.2.1 Tuntutan Tugas

Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan

seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu (otonomi,

keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak

kerja fisik.

2.1.3.2.2 Tuntutan Peran

Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan

pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan

dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan

yang barangkali sulit dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila

karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang

dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan

peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti

mengenai apa yang harus dikerjakan.

2.1.3.2.3 Tuntutan Antar Pribadi

Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh

karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan


hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang

cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki

kebutuhan sosialyang tinggi.

2.1.3.2.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam

organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan di mana keputusan

diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam

pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan

contoh variabel struktural yang dapat merupakan potensi sumber

stres.

2.1.3.2.5 Kepemimpinan Organisasi

Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial

eksekutif senior organisasi. Beberapa manajer menciptakan budaya

yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut, dan kecemasan

memberikan tekanan yang tidak realistis untuk berkinerja dalam

jangka pendek, memaksakan pengawasan yang sangat ketat, dan

secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikuti.

Tingkat Hidup Organisasi berjalan melalui siklus. Didirikan,

tumbuh, menjadi dewasa, dan akhirnya merosot. Tahap kehidupan

organisasi, yaitu pada siklus empat tahap ini menciptakan masalah

dan tekanan yang berbeda bagi para karyawan. Tahap pendirian dan

kemerosotan sangat menimbulkan stres. Pertama dicirikan oleh

besarnya kegairahan dan ketidakpastian, kedua lazimnya menuntut

pengurangan, pemberhentian dan serangkaian ketidakpastian yang


berbeda. Stres cenderung paling kecil dalam tahap dewasa di mana

ketidakpastian berada pada titik terendah (Atmaji, 2011).

Faqihudin dan Gunistiyo (2009) berpendapat bahwa stres kerja

mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kepuasan

kerja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat stres yang rendah akan

mempengaruhi pada tercapainya kepuasan kerja karyawan. Beban

kerja yang berlebihan mampu menimbulkan tekanan bagi karyawan

sehingga dibutuhkan jam kerja yang jelas sebagai pendelegasian

pekerjaan bagi karyawan sesuai dengan proporsinya. Konflik yang

terjadi dalam perusahaan juga dibutuhkan perhatian khusus, karena

memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.

Menurut Anitadewanti dan Nugraheni (2010) stres dan

kepuasan kerja mempunyai hubungan timbal balik. Kepuasan kerja

dapat meningkatkan daya tahan inividu terhadap stres dan dampak-

dampak stres dan sebaliknya, stres yang dihayati oleh individu dapat

menjadi sumber ketidakpuasan.

Menurut Putri (2013) stres kerja dapat menimbulkan dampak buruk

bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi. Individu yang tidak

dapat menanggulangi stres kerja, cenderung menjadi tidak produktif,

malas-malasan, bekerja dengan tidak efektif dan tidak efisien.

Adanya tekanan yang kuat untuk dapat berperan dengan baik

sebagai anggota keluarga serta adanya tanggunng jawab serta

komitmen untuk terus bekerja di perusahaan membuat wanita harus

berupaya lebih keras untuk menyeimbangkan peran baik sebagai ibu

rumah tangga maupun sebagai pekerja yang memiliki kinerja yang


baik bahkan memilliki prestasi dalam bekerja (Jimad, 2010). Hal ini

menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami karyawan dapat

memberikan dampak positif maupun negatif. Atas dasar pemikiran

tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis kedua :

H2 a : stres kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja

H2 b : stres kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat

2.2 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan unsur penelitian dimana cara mengukur suatu

variabel yang bertujuan untuk melihat sejauh mana variabel - variabel dari suatu

faktor berkaitan dengan faktor lainnya. Pada penelitian ini variabel penelitiannya,

adalah:

2.2.1 Beban Kerja

Menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari

pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu

tertentu. Beban kerja dapat diukur dengan indikator : target yang harus

dicapai, kondisi pekerjaan, standar pekerjaan. Skala yang digunakan dalam

pengukuran variabel menggunakan skala likert lima point.

2.2.2 Stres Kerja

Berdasarkan penelitian Manadar (2008), stress kerja bahwa stress yang

dialami tenaga kerja sebagai hasil atau akibat lain dari proses bekerja, yang

dapat berkembang menjadikan tenaga kerja sakit fisik dan mental, sehingga

tidak dapat bekerja lagi secara optimal, dapat diukur dengan indikator, yaitu :

tuntutan tugas, konflik peran, ambiguitas peran, pengembangan karier,

hubungan kerja, tuntutan di luar pekerjaan.


Skala yang digunakan dalam pengukuran variabel menggunakan skala likert

lima point.

2.2.3 Kinerja Perawat

Menurut Anwar (2001) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja Perawat

variabel kinerja diukur berdasarkan data penilaian kinerja yang dilakukan oleh

pihak RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Adapun unsur dari indikator kinerja

yang dilakukan, yaitu : kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan,

kejujuran, kerjasama, ketepatan karyawan. Skala yang digunakan dalam

pengukuran variabel menggunakan skala likert lima point

2.3 Kisi - Kisi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut

Husein Umar (2002) data primer merupakan data yang di dapat dari sumber

pertama baik dari individu atau perorangan,seperti hasil wawancara atau

pengisian kuesioner. Data primer dalam penelitian ini didapat dari tanggapan atau

jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dicantumkan dalam

kuesioner mengenai variabel beban kerja, stres kerja, kepuasan kerja, serta kinerja

perawat skala yang digunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi tentang fenominal sosial (Sugiyono,

2008). Skala likert biasanya di sediakan lima pilihan dengan format sebagai

berikut:
Tabel 1. Skala Likert

Taraf Persetujuan Skor

Sangat Setuju ( SS ) 5

Setuju ( S ) 4

Netral ( N ) 3

Tidak Setuju ( TS ) 2

Sangat Tidak Setuju ( STS ) 1

Sumber : Sugiono, 2008

2.4 Instrument / Kuesioner

Instrument yang di gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakkan kuesioner

yang di bagikan kepada para perawat yang ada di ruang rawat isolasi covid RS Tk

II Moh Ridwan Meuraksa Jakarta Timur.

Petunjuk Pengisian
Isilah dengan memberi tanda check list ( √ ) pada koesioner jawaban yang telah
tersedia di setiap pertanyaan tersebut.
STS : Sangat Tidak Setuju (1)
TS : Tidak Setuju (2)
C : Cukup Setuju (3)
S : Setuju (4)
SS : Sangat Setuju (5)
Identitas Responden

Nama : ...............................
Usia : ........…
Jenis Kelamin : a. Pria
b. Wanita (silang salah satu)
Pendidikan Terakhir : a. D3 keperawatan
b. S1 keperawatan
c. Ners (silang salah satu)
Lama Bekerja : ...........
NO Pertanyaan STS TS C S SS
1 Jumlah pegawai yang ada saat ini sudah cukup
untuk menangani pekerjaan yang ada
2 Target yang harus saya capai dalam pekerjaan sudah
jelas
3 Waktu untuk menyelesaikan pekerjaan saya sudah
cukup
4 Saya selalu mengerjakan pekerjaan yang sama tiap
harinya
5 Pada saat jam istirahat saya juga mengerjakan
pekerjaan saya
6 Pada saat - saat tertentu saya menjadi sangat sibuk
dengan pekerjaan saya
7 Saya dapat menikmati pekerjaan yang saya lakukan
8 Beban kerja saya sehari - hari sudah sesuai dengan
standar pekerjaan saya
9 Saya dapat meninggalkan rumah sakit ketika waktu
kerja telah selesai
Koesioner Beban Kerja

Koesioner Kinerja Perawat

NO Pertanyaan STS TS C S SS
1 Kuantitas kerja saya melebihi rata - rata perawat lain
2 Kualitas kerja saya jauh lebih baik dari perawat lain
3 Efisiensi kerja saya melebihi rata - rata perawat lain
4 Saya berusaha dengan lebih keras dari pada yang
seharusnya
5 Saya memegang standar professional yang tinggi
6 Saya mempunyai kemampuan yang baik untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai tugas saya
7 Saya memiliki ketepatan yang bagus dalam
melaksanakan pekerjaan sesuia tugas saya
8 Kreativitas saya dalam melaksanakan pekerjaan
utamanya adalah baik
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan kategori

penelitian asosiatif kausal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

survey, yaitu metode dengan mengambil sampel dalam populasi dan memakai

daftar pertanyaan sebagai alat pengumpul data yang pokok. Dalam hal ini peneliti

mengambil sampel dari seluruh perawat di ruang isolasi covid RS Tk II Moh

Ridwan Meuraksa, serta mengumpulkan data dari penyeberan kuesioner kepada

responden untuk di teliti.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penilitian ini dilakukan di ruang rawat isolasi covid RS Tk II Moh

Ridwan Meuraksa. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2020 dan

penilitian akan di lakukan bulan Januari 2020.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa,

hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat

perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah semesta

penelitian (Ferdinand, 2006). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh

perawat ruang isolasi covid di RS Tk II Moh Ridwan Meuraksa.


3.3.2 Sampel

Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota

populasi. Subset ini diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin

meneliti seluruh anggota populasi (Ferdinand, 2006). Sampel yang peneliti

gunakan sebagai obyek adalah seluruh perawat ruang isolasi covid di RS Tk II

Moh Ridwan Meuraksa. Pengambilan sampel populasi 100 sampel, karena

dilihat dari metode analisis faktor dimana nilai untuk loading factor sebesar

0,40.

3.4 Analisa Data

3.4.1 Pengujian Instrument Penelitian

3.4.1.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah butir-butir kuesioner

mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Oleh karena penelitian ini

menyangkut keperilakuan, maka uji validitas kuesioner menggunakan

metode analisis faktor. Validitas kuesioner diketahui dengan melihat nilai

loading factornya dalam tabel Rotated component matrix. Bila item

kuesioner mempunyai bobot faktor (factor loading) lebih besar dari 0,4

serta tidak mempunyai nilai ganda (cross loading) dalam kolom-kolom

yang ada, maka item kuesioner tersebut dikatakan valid.

3.4.1.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas instrumen menggambarkan pada kemantapan di alat

ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang

tinggi atau dapat dipercaya apabila alat ukur tersebut stabil sehingga dapat
diandalkan dan dapat digunakan untuk meramalkan (Gunawan, 2005). Uji

reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach alpha dari masing-

masing instrument dalam setiap variabel. Suatu konstruk atau variabel

dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Imam

Ghozali, 2005).

3.4.2 Teknik Analisa Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pemodelan

persamaan struktural (Structural Equation Modelling-SEM). SEM merupakan

kombinasi antara analisis faktor dan model persamaan simultan (Ghozali,

2005). Secara teknis, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

program AMOS versi 16 untuk menganalisis hubungan kausalitas dalam

model struktural yang diusulkan.

3.4.2.1 Asumsi dan pengujian Model Struktural. Ada beberapa asumsi yang

harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model struktural

dengan pendekatan SEM, yaitu: kecukupan sampel, normalitas data,

dan keberadaan autlier.

3.4.2.2 Asumsi Kecukupan Sampel. Ukuran sampel sebesar 200 responden

sesuai dengan facctor loading dalam skor validitas instrumen penelitian

(Hair et al., 2007).

3.4.2.3 Asumsi Normalitas. Bila model diestimasi dengan teknik maximum

likehood maka perlu penggunaan normalitas yang dapat diketahui dari

nilai critical ratio (C.R) lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga

distribusi data tidak normal. Nilai kritis ditentukan berdasarkan taraf

signifikansi 0,01 yaitu sebesar 2,58.


3.4.2.4 Asumsi Outlier. Outlier adalah observasi atau data yang memiliki

karakteristik unik yang terlihat berbeda jauh dari observasi-observasi

lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrimm. Keberadaan Outlier

dapat diuji dengan statistik chisquere (x2) terhadap nilai ekstrim

mahalnobis distance squere pada taraf signifikansi 0.01 dengan degree

of freedom sebesar jumlah indikator variabel yang di teliti.

3.4.2.5 Kriteria Goodnes of fit. Dalam analisis SEM, digunakan berbagai

indikator kesesuaian (fit index) yang berfungsih untuk mengukur

derajat kesesuaian antara model dengan data yang digunakan.

Indikator-indikator tersebut dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Goodness of fit

NO FIT INDEX OUTPUT NILAI

1 Chi square Diharapkan kecil

2 Goodness of Fit Index (GFI) ≥ 0,90

3 Root Mean Square Error of Approximation ≤ 0,08


(RMSEA)

4 Adjust Goddness Fit of Index (AGFI) ≥ 0,90

5 Tucker Lewis Index (TLI) ≥ 0,90

6 Normed Fit Index (NFI) ≥ 0,90

7 Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0,90

8 Normed Chi Square (CMIN / DF) ≤ 2,00

9 Root Mean Square Residual (RMR) ≤ 0,03

Penjelasan dari masing-masing kriteria goodness of fit tersebut sebagai berikut:

1) Chi-square. Alat uji fundamental untuk mengukur over all fit adalah likehood

ratio chi square statistic. Model dikategorikan baik jika mempunyai chi square

=0 yang berarti tidak ada perbedaan. Taraf signifikansi penerimaan yang


direkomendasikan adalah apabila α ≥ 0,05 yang berarti matriks input

sebenarnya dengan matriks input yang diprediksi tidak berbeda secara

signifikan.

2) Goodness of Fit Index (GFI). Index ini mencerminkan tingkat kesesuaikan

model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang

diprediksi dibandingkan dengan data yang sebenarnya nilai GFI biasanya

antara 0 dan 1. Semakin mendekati 1 makin baik. Hal ini mengindikasikan

model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Nilai GFI dikatakan baik

adalah ≥ 0,90.

3) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). RMSEA merupakan

index pengukuran yang tidak dipengaruhi oleh besarnya sampel sehingga

biasanya indeks ini digunakan untuk mengukur fit model pada jumlah sampel

besar. Persyaratan nilai RMSEA yang diminta adalah lebih kecil atau sama

dengan 0,08.

4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI). AGFI merupakan pengembangan

dari GFI yang disesuaikan dengan degree of freedom yang tersedia untuk

menguji diterima tidaknya model. Tingkat penerimaan yang

direkomendasikan adalah lebih besar atau sama dengan 0,9.

5) Tucker Lewis Index (TLI). TLI adalah sebuah alternatif incremental index

yang membandingkan sebuah model yang diuji dengan sebuah baseline

model. TLI merupakan fit index yang kurang dipengaruhi oleh ukuran

sampel. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya

sebuah model adalah lebih besar atau sama dengan 0,90.


6) Normed Fit Index (NFI). NFI merupakan ukuran perbandingan antara

proposed model dan null model. Nilai NFI bervariasi dari 0 sampai 1. Nilai

yang direkomendasikan adalah lebih besar atau sama dengan 0,90.

7) Comparative Fit Index (CFI). CFI merupakan indeks kesesuaian incremental

yang membandingkan model yang diuji dengan null model. Index ini

dikatakan baik untuk mengukur sebuah model karena tidak dipengaruhi oleh

ukuran sampel (Hair dalam Wijaya, 2006). Index yang mengindikasikan

bahwa model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik apabila CFI lebih

besar atau sama dengan 0,90.

8) Normed Chi Square (CMIN / DF). Normed Chi-square adalah ukuran yang

diperoleh dari hasil bagi chi-square dengan degree of freedom. Nilai

CMIN/DF yang direkomendasikan adalah lebih kecil atau sama dengan 2,0.

9) Root Mean Square Residual (RMR). RMR adalah residual rata-rata antara

metriks (korelasi dan kovarian) teramati dan hasil estimasi. Nilai RMR yang

bisa diterima adalah lebih kecil dari 0,03.

3.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variable yang satu

dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Kerangka konsep akan menggambarkan variable penelitian. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui beban kerja, stress kerja, serta kinerja perawat di

ruang isolasi covid di RS Tk II Moh Ridwan Meuraksa.

Hubungan antara beban kerja, stress kerja, dan kinerja perawat pada gambar 1

Variabel Independen Variabel Dependen

Beban Kerja
Kinerja
Perawat
Stress kerja

Variable confounding
Ruang Isolasi Covid
Gambar 1. Model Penelitian

Berdasakan skema di atas dijelaskan bahwa variable independen dalam penelitian ini

adalah beban kerja dan stress kerja, variable dependen dalam penelitian ini adalah

kinerja perawat. Model diatas menjelaskan bahwa beban kerja dan stress kerja sangat

berpengaruh langsung pada kinerja perawat, berdasarkan lama bekerja dan ruang

rawat isolasi covid.

Berikut penjelasan definisi operasional dalam penelitian :

Variabel Definisi Alat dan Hasil Ukur Skala


Operasional Cara Ukur
Variabel Independen
Beban Kerja Suatu kondisi Mengisi 0 = Kurang Baik bila Ordinal
dari pekerjaan kuesioner skala (0-55%)
dengan uraian
tugas yang 1 = Baik bila skor (56-
harus di 100%)
selesaikan
dengan batasan
waktu tertentu
Stress kerja Kondisi Mengisi 0 =Kurang Baik bila < Ordinal
dinamik yang kuesioner mean / median
di alami oleh
individu dalam 1 = Baik bila > mean /
menghadapi Median
suatu
pekerjaan,
dengan beban
kerja yang
berlebihan
Variabel Dependen
Kinerja Perawat Hasil kerja Lembar 0 =Kurang Baik bila < Ordinal
secara kualitas Observasi mean / median
dan kuantitas
yang dicapai 1 = Baik bila mean /
oleh seorang median
perawat dalam
melaksanakan
tugasnya

DAFTAR PUSTAKA

Al-Aameri, A.S., 2000, “Job Satisfaction and Organizational Cammitment fro

Nurses”, Saudi Medical Journal, vo.21, no. 6, pp. 531-535.

Anitadewanti, Hafni dan Nugraheni, Rini,. 2010. Analisi Hubungan Antara

Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Karyawan Berdasarkan

Gender (Studi pada PT Transindo Surya Sarana Semarang).

Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Anwar Prabu Mangkunegaran. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ashar Sunyoto Munandar. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta: UI

Press.

Atmaji, 2011. Pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja

perawat. Semarang: skripsi. Universitas Diponegoro.

Augusty Ferdinand, 2006, Metode Penelitian Manajemen: Pedoman

Penelitian untuk Skripsi, Tesis dan Disertai Ilmu manajemen,

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.


Brahmasari, I. A. dan Suprayetno, A., 2008. Pengaruh Motivasi Kerja,

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus

pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal

Manajemen Dan Kewirausahaan. 10 (2): 124-135.

Depkes RI., 2009. Standar Asuhan Keperawatan. http://www.depkes.co.id. Di

akses 19 April 2011.

Depkes RI. 2007. Tugas Dan Peranan Tenaga Kesehatan.

http://www.depkes .co.id. Diakses 19 April 2011.

Faizin A dan Winarsih. 2008. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Lama Kerja

Perawat Dengan Kinerja Perawat Di RSU Pandan Arang

Kabupaten Boyolali. BIK ISSN 1979-2697, 1(3): 137-142.

Faqihudin M dan Gunistiyo. 2009. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan

Kerja Dan Intensi Meninggalkan Organisasi Pada Bank-Bank

Milik Negara Di Kota Tegal.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai