Anda di halaman 1dari 9

Pengertian

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society).

Epidemiologi
Insiden asma dewasa di Indonesia 5-7%, anak 7%-30%.

Etiologi
Belum diketahui. Factor pencetus adalah alergen, infeksi (terutama saluran nafas bagian atas), iritan,
cuaca, kegiatan jasmani, refluks gastroesofagus, dan psikis.

Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan,
akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf
kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa
adrenergik).

Gambar 1 : tipe asma

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :


1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
· Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
· Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
· Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing
di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Gambar 2. mekanisme asma

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Gambar 3. Penyempitan saluran nafas

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan
ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Klasifikasi
Derajat Gejala Gejala malam Faal paru
Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Kurang dari 2 kali dalamAPE > 80%
Asimtomatik sebulan
Mild persistan -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang Lebih dari 2 kali dalam APE >80%
dari 1x/hari sebulan
-Serangan dapat menganggu Aktivitas dan
tidur
Moderate -Setiap hari, Lebih 1 kali dalamAPE 60-80%
persistan -serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari- seminggu
hari.
-menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu
Severe persistan - gejala Kontinyu Sering APE <60%
-Aktivitas terbatas
-sering serangan

Gejala Klinis
Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada
saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi. Penyakit ini
brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala.
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang
disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan
makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada
penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian
besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal.
Diagnosis banding
1. Bronkitis kronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling
sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada
penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama
disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan
sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.
2. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada
fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun,
suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.
3. Gagal jantung kiri
Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai
paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi
sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
kardiomegali dan udem paru.
4. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan
tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura,
keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi,
gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
Diagnosis asma bronkial
1. Anamnesa
a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak
kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman
dalam posisi duduk.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c. Paru :
· Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah.
· Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
· Perkusi : hipersonor
· Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE
b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden.
c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya penyakit lain
d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi, reversibilitas, variabilitas
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau
bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan.
Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu
pengamatan antara satu sampai dua jam.
Gambaran klinis status asmatikus
· Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
· Sesak nafas, bicara terputus-putus.
· Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam
dehidrasi berat.
· Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat
memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.

Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan asma
a. Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
d. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
e. Menghindari ESO
f. Mencegah airflow limitation irreversible
g. Mencegah kematian
2. Terapi awal
a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5.
b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat
diulang dalam 1 jam.
c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.
d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek
supresi profilaksis
e. Ekspektoran à adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran
pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus
diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih
(OBP), gliseril guaiakolat (GG)
f. Antibiotik à hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

Antibiotika yang efektif adalah :

1. Pengobatan berdasarkan saat serangan :


a. Reliever/Pelega:
· Gol. Adrenergik:
ü Adrenalin/epinephrine 1 : 1000 ? 0,3 cc/sc
ü Ephedrine: oral
· Short Acting beta 2-agonis (SABA)
ü Salbutamol (Ventolin): oral, injeksi, inhalasi
ü Terbutaline (Bricasma): oral, injeksi, inhalasi
ü Fenoterol (Berotec): inhalasi
ü Procaterol (Meptin): oral, inhalasi
ü Orciprenaline (Alupent): oral, inhalasi
· Gol. Methylxantine:
ü Aminophylline: oral, injeksi
ü Theophylline: oral
· Gol. Antikolinergik:
ü Atropin: injeksi
ü Ipratropium bromide: inhalasi
· Gol. Steroid:
ü Methylprednisolone: oral, injeksi
ü Dexamethasone: oral, injeksi
ü Beclomethasone (Beclomet): inhalasi
ü Budesonide (Pulmicort): inhalasi
ü Fluticasone (Flixotide): inhalasi
b. Controller/Pengontrol:
· Gol. Adrenergik
· Long-acting beta 2-agonis (LABA) à Salmeterol & Formoterol (inhalasi)
· Gol. Methylxantine: Theophylline Slow Release
· Gol. Steroid: inh., oral, inj.
· Leukotriene Modifiers: Zafirlukast
· Cromolyne sodium: inhalasi
· Kombinasi LABA & Steroid: inhalasi
2. Terapi serangan asma akut
Berat Terapi lokasi
ringannya
serangan
Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setia 1 Di rumah
jam
Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg
Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis - puskesmas
beta 2 inhalasi - klinik rawat jalan
Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin - IGD
subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb -praktek dokter umum
-rawat inap jika tidak ada
respons dalam 4 jam.
Berat Terbaik : - IGD
-Oksigen 2-4 liter/menit - Rawat inap apabila dalam 3
-agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali jam belum ada perbaikan
dalam 1 jam pertama -pertimbangkan masuk ICU jika
-aminofilin IV dan infuse keadaan memburuk progresif.
-steroid IV diulang tiap 8 jam
Mengancam Terbaik ICU
jiwa -lanjutkan terapi sebelumnya
-pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik
3. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk
a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit
asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asmamandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

4. Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
Rehabilitasi
1) Fisioterapi
Diberikan terutama untuk memobilisasi reak, bermanfaat pada penderita asma kronik
dengan produksi sputum yang kental. Fisioterapi juga dapat berbentuk latihan pernapasan/senam
pernapasan. Hal ini selain mengefektifkan kerja otot-otot pernapasan juga memberikan rasa percaya
diri yang besar para penderita.
2) Rehabilitasi psikis
Pendekatan psikis berguna untuk mengurangi stres dan menstabilkan emosi penderita.
Terutama pada penderita- penderita dengan emosi labil atau bila faktor emosi sangat berperan
dalam mencetuskan serangan.

Komplikasi
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis
3. Atelektasis
4. Gagal nafas

Lampiran 3. : Beberapa perbedaan antara bronkiolitis dan asma


  ASMA BRONKIOLITIS

Penyebab hiper reaktivitas bronkus virus             

Umur   > 2 tahun       6 bulan-2 tahun

Sesak berulang    Ya Tidak

Onset sesak                  akut    insidious

ISPA  atas + / -                    selalu +

Atopi keluarga sering jarang

Alergi lain                         sering          -

Respon cepat    lambat


bronkodilator                         

Eosinofil         meningkat   normal


 

Anda mungkin juga menyukai