Anda di halaman 1dari 9

MIKROEMULSI

A. Dasar Teori
Mikroemulsi telah dipelajari secara luas untuk meningkatkan
ketersediaan hayati dari obat yang kelarutannya buruk. Mikroemulsi memiliki
tegangan muka yang sangat rendah dan ukuran dropletnya kecil, yang mana
menghasilkan absorbsi dan permeasi tinggi. Formulasi mikroemulsi membuat
ketersediaan hayati dan profil konsentrasi plasma obat lebih reprodusibel, yang
mana secara klinis sangat penting dalam kasus obat yang memunculkan efek
samping serius. Hal ini merupakan kemajuan langkah yang sangat signifikan
dalam penghantaran obat berkelarutan buruk.
Mikroemulsi bersifat isotropik, sistem air, minyak, dan surfaktan yang
stabil transparan (tembus cahaya) secara termodinamika, seringkali
dikombinasikan dengan kosurfaktan, membentuk droplet yang ukurannya berkisar
20 – 200 nm. Sistem ini homogen, dapat dipreparasi dengan konsentrasi surfaktan
dan perbandingan air-minyak beragam menghasilkan aliran dengan viskositas
rendah.

Gambar 1. Struktur Mikroemulasi

Mikroemulsi sebagai sarana penghantaran obat memperlihatkan sifat-


sifat yang baik, seperti stabilitas termodinamika (waktu penyimpanan lama),
pembentukannya mudah (tegangan antarmuka nol dan pembentukkannya

Mikroemulsi 1
mendekati spontan), isotropik, dapat disterilisasi dengan filtrasi, daerah
permukaan luas (kapasitas kelarutan tinggi), dan ukuran droplet sangat kecil.
Mikroemulsi sangat mudah untuk diberikan kepada anak-anak dan orang yang
mengalami kesulitan menelan bentuk sediaan padat.
Self Microemulsifying Drug Delivery System (SMEDDS) merupakan
sistem mikroemulsi anhidrat. Hal tersebut juga dapat dimaksudkan sebagai
mikroemulsi pro konsentrat oleh beberapa peneliti. SMEDDS tersusun atas
minyak, surfaktan, dan kosurfaktan, memiliki kemampuan layaknya mikroemulsi
minyak dalam air ketika didispersikan dalam fase air melalui agitasi. Agitasi
dibutuhkan supaya SMEDDS sampai ke perut dan mengalami motilitas oleh usus.
Droplet ukuran nano memiliki permukaan sangat luas dibanding volumenya, yang
dapat melarutkan obat secara efisien. Obat yang dilepaskan dalam pola yang lebih
reprodusibel tidak akan bergantung pada keadaaan GI.
Mikroemulsi merupakan sistem dinamis yang antarmukanya berfluktuasi
secara spontan dan terus menerus. Menurut strukturnya, mikroemulsi dibagi
menjadi minyak dalam air (m/a), air dalam minyak (a/m), dan mikroemulsi
bikontinyu. Dalam mikroemulsi a/m, droplet air didispersikan dalam fase
kontinyu minyak, sementara mikroemulsi m/a terbentuk saat droplet minya
didispersikan dalam fase kontinyu air. Dalam sistem dimana jumlah minyak
sebanding dengan jumlah air, mikroemulsi bikontinyu akan dihasilkan. Pada
semua tipe emulsi, antar permukaan fase distabilkan oleh kombinasi surfaktan
dan/atau kosurfaktan. Campuran antara minyak, air, dan surfaktan dapat
membentuk bermacam struktur dan fase, bergantung dari proporsi tiap komponen.
Fleksibilitas lapisan surfaktan merupakan faktor penting untuk diperhatikan.
Lapisan surfaktan yang fleksibel dapat memperlebar beberapa hal yang berkenaan
dengan struktur, misalnya bentuk, agregat, dan struktur bikontinyu, sehingga
meningkatkan area mikroemulsi. Lapisan surfaktan yang sangat kaku tidak
memungkinkan adanya struktur bikontinyu sehingga akan menghalangi daerah
emulsi.

Mikroemulsi 2
Gambar 2. Mikroemulsi o/w (m/a), w/o (a/m), dan Bikontinyu.

Sebagai sistem penghantaran obat, mikroemulsi memiliki beberapa


keuntungan dan kekurangan sebagai berikut:
1. Keuntungan
a. Mikroemulsi merupakan sistem yang stabil secara termodinamika dan
stabilitasnya menyebabkan swaemulsifikasi sistem, dimana sifat-sifatnya
tidak bergantung pada proses yang dilalui.
b. Mikroemulsi bertindak sebagai pelarut obat super. Mikroemulsi dapat
melarutkan obat hidrofilik dan lipofilik, termasuk obat yang relatif tidak
larut dalam air dan pelarut hidrofobik. Hal ini disebabkan adanya
polaritas berbeda pada daerah mikro dalam satu fase solusio.
c. Fase terdispersi, lipofilik ataupun hidrofilik, dapat menjadi penampung
potensial untuk obat yang hidrofilik maupun lipofilik. Obat dipartisi di
antara fase terdispersi dan fase kontinyu, yang mana bila terjadi kontak
antara sistem dengan membran semi permeabel, obat akan
ditransportasikan menembus pelindung.
d. Diameter rata-rata droplet mikromemulsi berada di bawah ukuran 220
nm sehingga dapat disterilisasi dengan filtrasi.
e. Sama-sama dapat membawa obat yang lipofilik ataupun hidrofilik.

Mikroemulsi 3
f. Mikroemulsi mudah dipreparasi karena stabil secara termodinamika dan
tidak membutuhkan kontribusi energi yang terlalu banyak selama
preparasi.
g. Mikroemulsi memiliki viskositas yang rendah bila dibandingkan emulsi
lain.
h. Penggunaan mikroemulsi sebagai sistem panghantaran dapat
meningkatkan efikasi obat, termasuk mengurangi jumlah dosis dan
meminimalkan efek samping obat.
i. Pembentukan mikroemulsi bersifat reversibel. Mikroemulsi tidak stabil
pada temperatur rendah atau tinggi. Namun, ketika temperatur kembali
pada kisaran stabilitasnya, mikroemulsi akan terbentuk kembali.
2. Kekurangan
a. Menggunakan surfaktan dan kosurfaktan dalam konsentrasi tinggi untuk
menyetabilkan nanodroplet.
b. Kapasitas melarut yang terbatas untuk zat-zat yang mudah melebur.
c. Surfaktan tidak boleh toksik untuk aplikasi farmasetik
d. Stabilitas mikroemulsi dipengaruhi oleh parameter lingkungan, macam
ph dan temperatur. Parameter tersebut dapat berubah-ubah selama
penyampaian mikroemulsi kepada pasien.
Secara umum, perbedaan mikroemulsi dengan emulsi (makroemulsi)
adalah sebagai berikut:
N
Sifat Mikroemulsi Emulsi
o.

1. Gambar

2. Penampakan Transparan (tembus Berkabut (putih) karena


cahaya) karena diameter ukuran dropletnya lebih

Mikroemulsi 4
dropletnya kurang dari ¼ besar dibanding panjang
panjang gelombang gelombang cahaya dan
cahaya. Dapat hampir semua minyak
menghamburkan cahaya. memiliki indeks refraktif
lebih besar dibanding air.
3. Isotropi optis Isotropik Anisotropik
Tegangan Sangat rendah Tinggi
4.
antarmuka
Dinamis (antarmuka Statis
berfluktuasi secara
5. Struktur mikro
spontan dan terus
menerus)
6. Ukuran droplet 20 – 200 nm > 500 nm
Stabil secara Secara termodianmika
termodinamika, waktu tidak stabil (stabil secara
7. Stabilitas
penyimpanan lama kinektik, terkadang fase
memisah
8. Fase Monofasik Bifasik
Preparasi mudah, relatif Membutuhkan energi
9. Preparasi lebih murah untuk besar, harga lebih mahal
produksi komersial
10 Viskositas rendah Viskositas lebih tinggi
Viskositas
.

Tabel 1. Perbedaan Antara Mikroemulsi dan Emulsi.

Selama preparasi mikroemulsi, terdapat tiga kondisi yang penting yang


perlu diperhatikan, yakni:
1. Surfaktan harus dipilih secara hati-hati untuk menghasilkan tegangan
antarmuka yang amat rendah (< 10-3 mN/m) pada antarmuka minyak atau air.
Hal tersebut merupakan kebutuhan mendasar untuk memproduksi
mikroemulsi.

Mikroemulsi 5
2. Konsentrasi surfaktan harus cukup tinggi untuk menyediakan sejumlah
surfaktan yang dibutuhkan dalam menyetabilkan mikrodroplet sehingga dapat
menghasilkan tegangan antarmuka yang sangat rendah.
3. Antarmuka atau aliran harus cukup fleksibel memebentuk formasi
mikroemulsi.
Formulasi mikroemulsi memberikan sejumlah keuntungan dibanding
formulasi oral lainnya untuk pemberian obat secara oral, yang meliputi
peningkatan absorbsi, perbaikan potensi klinis, dan penurunan toksisitas obat.
Mikroemulsi dilaporkan telah menjadi sistem penghantaran obat yang ideal, untuk
steroid, hormon, diuretik, dan antibiotik.
Obat farmasetik peptida dan protein sangat poten dan spesifik dalam
fungsi fisiologisnya. Meskipun begitu, pemberiannya secara oral sangat sulit.
Pemberian oral secara konvensional (tidak berdasarkan mikroemulsi) hanya
menghasilkan ketersediaan hayai kurang dari 10% sehingga umumnya tidak aktif
secara terapetik bila diberikan secara oral. Akibat hal tersebut, sebagian besar obat
protein hanya tersedia dalam bentuk parenteral. Meskipun begitu, obat peptida
memiliki waktu paruh biologis yang sangat kecil bila diberikan secara parenteral
sehingga perlu diberikan dalam dosis ganda.

B. Review Jurnal
Isotretinoin merupakan sintesis asam retinoat, turunan dari retinoid, yang
secara luas digunakan sebagai jerawat parah yang membandel. Isotretinoin efektif
untuk perawatan kelainan keratinisasi, limfoma sel T kulit, leukoplakia, serta
pencegahan kanker kulit pasien yang mengidap xeroderma pigmentosum. Dalam
jurnal berjudul “Design and Development of Microemulsion Drug Delivery
System of Isotretinoin for Improvement of Bioavalability” (Perancangan dan
Pengembangan Mikroemulsi sebagai Sistem Penghantaran Obat Isotretinoin untuk
Meningkatkan Ketersediaan Hayati), digunakan Isotretinoin dalam bentuk
mikroemulsi untuk meningkatkan tingkat penyerapan dan menyelidiki
keseluruhan ketersediaan hayatinya. Penjelasan tentang sistem penghantaran obat
ini dilaporkan untuk meningkatkan kecepatan dan tingkat absorbsi obat lipofilik.

Mikroemulsi 6
Sebagai sistem penghantaran obat famasetik, mikroemulsi memiliki banyak
kelebihan, termasuk termasuk kejernihan, stabilitas tinggi, dan kemudahan
preparasi. Kelebihan lainnya dapat dilihat dalam teori dasar yang telah penulis
paparkan sebelumnya.
Berdasarkan teori dasarnya, mikroemulsi dipreparasi dengan konsentrasi
surfaktan dan perbandingan air-minyak beragam untuk menghasilkan aliran
dengan viskositas rendah. Dalam jurnal, disebutkan preparasi formulasi
mikroemulsi yang dibuat menggunakan surfaktan non ionik (Cremophor EL),
etanol sebagai kosurfaktan, minyak (Captex 355), dan air. Mikroemulsi cair
dipreparasi dengan melarutkan Cremophor EL (surfaktan non ionik) dalam etanol.
Isotretinoin dan Captex 355 kemudian ditambahkan dan dilarutkan, diikuti dengan
penyampuran langsung air suling. Formulasi monofasik akan terbentuk secara
spontan pada suhu ruang. Konsentrasi akhir Isotretinoin yang diinginkan dalam
mikroemulsi adalah 1%.
Diagram fase pseudoternary dibuat untuk mengetahui zona mikroemulsi
bila perbandingan antara surfaktan dan kosurfaktannya dibuat berbeda. Efek
variabel formulasi pada karakteristik kimia fisika yang berbeda, macam ukuran
globul, elektrokonduktivitas, dan viskositas, diamati dengan seksama. Pada studi
difusi duodenum, digunakan duoenum tikus dan farmakokinetik optimasi
mikroemulsi dievaluasi dengan pemberian secara oral kepada tikus.
Diagram fase pseudoternary dibuat untuk menguji pembentukan
mikroemulsi minyak dalam air menggunakan 4 komponen, yakni fase minyak,
surfaktan, kosurfaktan, dan air. Keempat komponen sistem terdiri dari:
1. Sebuah asam lemak dengan junlah rantai medium, berbasis trigiserida
(Captex 355);
2. Kosurfaktan (Etanol);
3. Surfaktan non ionik (Cremophor EL);
4. Air hasil penyulingan berganda (fase air).
Diagram fase pseudoternary dibuat berdasarkan perbandingan konstan Cremophor
EL dan etanol, kemudian divariasikan dengan komponen lain yang ada. Untuk
mempersingkat waktu, diagram fase dibuat dengan menggambar “garis dilusi air”

Mikroemulsi 7
yang merepresentasikan level surfaktan-kosurfaktan. Jika kekakuan timbul diikuti
oleh pemisahan fase, sampel dianggap bifasik. Namun, jika setelah digoyang-
goyang menjadi bersih dan transparan, sampel dianggap monofasik.
Evaluasi kimia fisika yang dapat dilakukan pada mikroemulsi ini
meliputi sebagai berikut:
1. Pengukuran ukuran partikel
2. Viskositas
3. Pengamatan elektrokonduktivitas
4. Persentase transmitan dan indeks refraktif
5. Studi permeabilitas intestinal in vitro
6. Studi absorbsi in vivo
7. Analisis HPLC sampel plasma
8. Analisis data farmakokinetik
9. Analisis statistik
Studi ini memperlihatkan bahwa formulasi mikroemulsi dapat dibuat
untuk meningkatkan ketersediaan hayati dari obat yang absorbsinya buruk.
Perbandingan Cremophor EL : etanol : Captex 355 memainkan peranan penting
dalam formulasi mikroemulsi. Formulasi mikroemulsi yang optimum
mengandung Captex 355 5%, Cremophor EL 28%, etanol 7%, dan air 60%,
dimana sistem akan terbentuk transparan dan tidak terlalu kental. Formulasi yang
demikian itu didapat setelah melakukan percobaan terhadap pemformulasian
mikroemulsi dengan perbandingan komponen yang berbeda-beda, lalu diambil
formulasi yang menghasilkan mikroemulsi paling optimum.
Secara teoritis, mikroemulsi memiliki viskositas amat rendah dan
transparan. Dengan berpatokan persyaratan teoritis tersebut, dipilih formulasi
yang hasilnya paling mendekati persyaratan tersebut sehingga diperoleh
formulasi mikroemulsi yang mengandung fase minyak (Captex 355) 5%,
surfaktan (Cremophor EL) 28%, kosurfaktan (etanol) 7%, dan air 60%.
Konsentrasi surfaktan yang digunakan cukup tinggi, yakni lebih dari seperempat
komposisi mikroemulsi. Namun, hal tersebut bukan masalah karena konsentrasi
surfaktan yang tinggi penting untuk menyediakan sejumlah molekul surfaktan

Mikroemulsi 8
yang dibutuhkan dalam menyetabilkan mikrodroplet sehingga dapat menghasilkan
tegangan antarmuka yang sangat rendah. Setelah diberikan secara oral pada tikus,
mikroemulsi Isotretionin memperlihatkan ketersediaan hayati absolut 29,7%, yang
14,6 kali lebih besar dibanding kapsul gelatin lunak komersil yang ada di pasaran
(Accutane® dan Sotret®).

C. Kesimpulan
Dari pemaparan sebelum-sebelumnya, mulai dari teori dasar sampai pada
perbandingan antara jurnal dengan teori dasar, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Mikroemulsi bersifat isotropik, sistem air, minyak, dan surfaktan yang stabil
transparan (tembus cahaya) secara termodinamika, seringkali dikombinasikan
dengan kosurfaktan, membentuk droplet yang ukurannya berkisar 20 – 200
nm.
2. Mikroemulasi merupakan sistem homogen, dapat dipreparasi dengan
konsentrasi surfaktan dan perbandingan air-minyak beragam menghasilkan
aliran dengan viskositas rendah.
3. Dalam preparasi mikroemulsi, perbandingan komponen dapat diubah-ubah
untuk mendapatkan bentuk sediaan mikroemulsi yang paling stabil.
4. Konsentrasi surfaktan harus cukup tinggi untuk menyediakan sejumlah
molekul surfaktan yang dibutuhkan dalam menyetabilkan mikrodroplet
sehingga dapat menghasilkan tegangan antarmuka yang sangat rendah.

Mikroemulsi 9

Anda mungkin juga menyukai