memilih alternatif solusi, lalu menerapkan solusi dari permasalahan (Alexander et al. 2016). Pemecahan masalah dapat diselesaikan menggunakan pendekatan sistematis yang terdiri dari beberapa tahap. Pertama menganggap objek permasalahan sebagai suatu sistem, mengenal sistem lingkungan, mengindentifikasi sub sistem, bergerak dari sistem ke sub sistem, menganalisis bagian-bagian sistem dalam suatu urutan tertentu, mengidentifikasi berbagai alternatif solusi pemecahan masalah, mengevaluasi berbagai alternatif solusi, memilih solusi lalu menerapkannya, dan membuat tindak lanjut untuk mengetahui solusi tersebut efektif atau tidak (Nafiudin 2019). Di sisi lain, konsep dekomposisi adalah memecah masalah atau sistem yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang lebih mudah dikelola dan dipahami. Bagian yang lebih kecil kemudian dapat diperiksa dan diselesaikan atau dirancang secara individual, karena lebih sederhana untuk dikerjakan (Rich et al. 2018). Penerapan konsep pemecahan masalah dalam agroindustri yang dilakukan pertama yaitu dengan mengenali masalah dan meneliti untuk memperoleh informasi mengenai masalah yaitu mencakup studi pustaka dan observasi lapang. Tahap selanjutnya yaitu mendapatkan gambaran permasalahan dalam persediaan bahan baku agroindustri udang beku vannamei di PT. XYZ yang kemudian dikembangkan untuk mengatasi hambatan, kebutuhan dan kesempatan sistem tersebut sehingga diharapkan dapat diusulkan perbaikan- perbaikan. Salah satu permasalahan yang terjadi di PT. XYZ adalah permasalahan persediaan dalam memenuhi permintaan pasar ekspor yang fluktuatif terutama pada hari-hari besar. Selanjutnya tahap pemodelan yaitu berupa rangkaian beberapa aktivitas yaang dilakukan dengan metode dan alat tertentu serta menghasilkan keluaran model (output) yang akan menjadi dasar dalam pengembangan model pengendalian persediaan bahan baku pada PT. XYZ. Pemodelan pengendalian persediaan baku dapat meliputi prediksi pasar dan model internal supply chain management. Tahap selanjutnya yaitu validasi model, membandingkan hasil simulasi dengan data aktual target, selain itu membandingkan hasil perhitungan supply chain dengan data kebutuhan bahan baku perusahaan. Hal tersebut bertujuan mendapatkan kecocokan dengan model dari perencanaan bahan baku agroindustri udang beku vannamei di PT. XYZ. Teknik ini diperlukan bantuan pakar produksi ataupun user pada posisi PPIC (production planing and inventory control) untuk menilai apakah logika model dan hasil yang dicapai dianggap mewakili sistem nyata yang ada. Dinyatakan valid apabila hasil data input yang dilatih sudah tidak fluktuatif terhadap target. Terakhir yaitu mencari solusi dari masalah tersebut, lalu menerapkannya (Mufaidah 2017). Konsep abstraksi dapat dimaknai sebagai suatu proses pemusatan perhatian pada hubungan-hubungan antara objek-objek, dan mengabaikan perbedaan kualitas dari objek-objek tersebut. Proses pemusatan perhatian ini dapat dijelaskan sebagai sebuah kontruksi dari sebuah objek mental yang dapat dipresentasikan sebagai sebuah model simbolik yang abstrak (Van Oers 2007). Abstraksi melibatkan generalisasi dan mentransfer proses pemecahan masalah ke masalah serupa. Abstraksi juga melibatkan pengembangan dan representasi model dunia nyata, seperti menggunakan model fisik yang mewakili tata surya kita atau simulasi yang menunjukkan bagaimana populasi menanggapi situasi seperti wabah penyakit (Barr dan Stephenson 2011). Contoh abstraksi dalam agroindustri yaitu komoditas tanaman perkebunan yang mempunyai perkembangan positif terhadap jumlah produksi dan luas lahan serta didasarkan pada komoditas yang mempunyai luas lahan yang relatif besar. Komoditas tersebut yaitu kelapa, sereh wangi, kenanga, melinjo, nilam cengkeh, kapuk, dan lada. Kriteria lain yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan komoditas tersebut dalam rangka pengembangan agroindustri tanaman perkebunan skala kecil adalah faktor penyebaran lokasi, resiko kegagalan, fluktuasi harga, nilai ekonomis bahan baku, dukungan lembaga koperasi, dan terakhir yaitu kebijakan pemerintah. Dengan demikian komoditas tanaman perkebunan yang akan dikembangkan di Kabupaten Cirebon dalam rangka pengembangan agroindustri tanaman perkebunan skala kecil ini adalah komoditas yang berorientasi pasar atau mempunyai respon yang baik dari pasar dan mempunyai daya saing yang tinggi baik itu pasar domestik maupun internasional. Dari gambaran tersebut secara sepintas menunjukkan bahwa jenis komoditas dalam pengembangan agroindustri tanaman perkebunan di Kabupaten Cirebon harus berorientasi pasar bukan produksi (Budirokhman 2006). Konsep pemodelan merupakan teknik untuk mengelola dan mendokumentasikan data suatu sistem yang mana hasil akhirnya diimplementasikan. Konsep ini mengacu pada pemodelan entitas dan relasinya yang merupakan representasi konseptual dari struktur yang dibutuhkan. Membuat pemodelan harus melalui beberapa tahap seperti seleksi (menentukan alternatif yang bermanfaat), rekayasa model (menghasilkan deskripsi dari model abstrak yang telah diuji validitasnya), implementasi komputer (diwujudkan model abstrak dalam berbagai bentuk persamaan), validasi (model telah mencapai status absah), analisa sensitivitas (menentukan variabel yang penting untuk ditelaah pada aplikasi model, analisa stabilitas (menggunakan teknik analisa berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem), aplikasi model (model dioperasikan untuk mempelajari secara terinci peraturan yang dipermasalahkan) (Yakubu et al. 2011). Pemodelan dapat dipandang sebagai abstraksi dari suatu objek atau situasi aktual, yang merupakan suatu prosedur yang diekspresikan dengan simbol atau fungsi tertentu (Lee at al. 1985). Pemodelan memperlihatkan hubungan-hubungan langsung atau tidak langsung serta kaitan timbal balik setiap aspek yang terkait, misal dalam pengembangan agroindustri teh (Eriyatno 1998). Internet of Things (IoT) merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari konektivitas internet yang tersambung secara terus- menerus yang memungkinkan untuk menghubungkan peralatan, dan benda fisik lainnya dengan sensor jaringan untuk memperoleh data dan mengelola kinerjanya sendiri (Arafat 2016). Konsep IoT ini cukup sederhana dengan cara kerja mengacu pada 3 elemen utama pada arsitektur IoT, yakni barang fisik yang dilengkapi modul IoT, perangkat koneksi internet, dan cloud data center tempat untuk menyimpan aplikasi beserta data base. Cara kerja IoT yaitu dengan memanfaatkan sebuah argumentasi pemrograman yang dimana tiap- tiap perintah argumennya itu menghasilkan sebuah interaksi antara sesama mesin yang terhubung secara otomatis tanpa campur tangan manusia dan dalam jarak berapa pun. Internetlah yang menjadi penghubung di antara kedua interaksi mesin tersebut, sementara manusia hanya bertugas sebagai pengatur dan pengawas bekerjanya alat tersebut secara langsung (Efendi 2018). Unsur pembentuk IoT yng mendasar yaitu Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) berarti IoT bisa meningkatkan segala aspek kehidupan, konektivitas memungkinkan untuk membuat atau membuka jaringan baru, sensor mampu mendefinisikan instrumen yang mengubah IoT dari jaringan standar dan cenderung pasif dalam perangkat, Keterlibatan aktif (mengenalkan paradigma yang baru bagi konten aktif, produk maupun keterlibatan layanan), perangkat berukuran kecil untuk memanfaatkan perangkat-perangkat kecil yang dibuat khusus agar menghasilkan ketepatan, skalabilitas, dan fleksibilitas yang baik (Rachmadi 2020). Contoh IoT pada bidang agroindustri yaitu untuk optimasi produksi pada pohon karet. Setiap produksi karet bisa dipantau menggunakan sensor yang terhubungan dengan PC untuk mencatat setiap jumlah produksi yang dihasilkan pohon karet. Dengan demikian terdapat pencatatan pada data base secara cepat dan tepat untuk menentukan langkah- langkah produksi secara efektif sehingga dapat meningkatkan produksi karet. Sehingga dengan terkoneksinya perangkat dan tersedianya data base yang terhubung secara real time antar stakeholder untuk menentukan kebijakan untuk optimalisasi produksi pada agroindustri karet (Ulum 2017).
Alexander P, Winne P, Anderman E, Corno L. 2006. Handbook of Educational
Psychology. New York (US): American Psychological Association. Arafat MK. 2016. Sistem pengamanan pintu rumah berbasis Internet of Things (IoT) dengan ESP8266. Technologia. 7 (4): 262–268. Barr V, Stephenson C. 2011. Bringing computational thinking to K- 12: what is involved and what is the role of the computer science education community?. ACM Inroads. 2 (1): 48–54. Budirokhman D. 2006. Kajian pengembangan agroindustri tanaman perkebunan skala kecil di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Jurnal Agrijati. 3 (1): 20-33. Efendi Y. 2018. Internet of Things (IoT) sistem pengendalian lampu menggunakan raspberry PI berbasis mobile. Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer. 4 (1): 19-26. Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor (ID): IPB Press. Lee SM, Laurence JM, Bernard WT. 1985. Management Science 2nd Edition. Dubuque (US): Brown. Mufaidah I. 2017. Model perencanaan persediaan bahan baku agroindustri udang beku vannamei (Litopenaeus vannamei sp.) di PT. XYZ Banyuwangi [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember. Nafiudin. 2019. Sistem Informasi Manajemen. Surabaya (ID): Qiara Media. Rachmadi S. 2020. Mengenal Apa Itu Internet Of Things. Jakarta (ID): Tiga Ebook. Rich K, Binkowski T, Strickland C, Franklin D. 2018. Decomposition: A k-8 computational thinking learning trajectory. California (US): ACM. Ulum MB. 2017. Desain Internet of Things (IoT) untuk optimasi produksi pada agroindustri karet. Jurnal Sebatik. 22 (2): 69-73. Van Oers K. 2007. The need for interdisciplinary research in personality studies. European Journal of Personality. 21 (5): 589-637. Yakubu F, Isma B, Omowumi, OM, Mngohol MA. 2011. Process and database Modelling of a University Bursary System : A Perspective of Cash Office. International Journal of Computer Science Issues (IJCSI). 8 (4) : 555–560.