Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

CORONAVIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

Disusun Oleh:
Ario Lukas
406182074

Pembimbing:
dr. Dessy Andriani, Sp.PD.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
PERIODE 2 MARET – 10 MEI 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan referat yang berjudul “Coronavirus Disease 2019
(COVID-19)”. Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari mengenai penyakit
menular dari virus Corona yang saat ini sedang menjadi pandemi global dan bagaimana cara
mencegah dan menanggulanginya.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Dessy
Andriani, Sp.PD., selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dan kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan referat ini.

Demikian yang penulis dapat sampaikan. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila
terdapat kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan referat ini. Semoga referat ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Semarang, 22 Maret 2020

Ario Lukas

2
HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini diajukan oleh

Nama : Ario Lukas

NIM : 406182074

Program Studi : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro,
Semarang

Judul : Coronavirus Disease (COVID-19)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro, Semarang.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing dan penguji : dr. Dessy Andriani, Sp.PD. ( )

Ditetapkan di : Semarang

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................3
DAFTAR ISI…….............................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................6
2.1 Virus Corona................................................................................................6
2.2 Faktor Resiko...............................................................................................7
2.3 Epidemiologi.................................................................................................8
2.4 Transmisi dan Patofisiologi.........................................................................9
2.5 Tanda dan Gejala.......................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................12
2.7 Tatalaksana................................................................................................14
2.8 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.....................................................15
KESIMPULAN…...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18

4
BAB 1

PENDAHULUAN

Virus Corona adalah salah satu jenis virus RNA beramplop yang tersebar diantara
manusia, mamalia lain, dan unggas; yang dapat menyebabkan kelainan di sistem respirasi,
digestif, hepatik, dan juga neurologik. Sudah ada enam spesies virus corona yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia. Empat virus diantaranya, yaitu 229E, OC43, NL63,
dan HKU1; adalah virus yang sering ada dan menyebabkan common cold pada individu yang
imunokompromais. Dua virus yang lain, yaitu severe acute respiratory syndrome
coronavirus (SARS-CoV) dan Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV)
adalah virus zoonosis dan mengakibatkan dampak yang fatal.1

Pada akhir Desember 2019, terdapat sejumlah pasien dengan pneumonia yang tidak
diketahui agen penyebabnya dan berhubungan dengan pasar penjualan makanan laut di
Wuhan, Cina. Dari penelitian ditemukan virus betacorona yang belum pernah ditemukan
sebelumnya pada pasien-pasien dengan pneuomonia tersebut. Sampel sediaan diambil dari sel
epitel pada jalur napas manusia, dan temuan ini dinamakan 2019-nCoV. 2019-nCoV ini
akhirnya menjadi subspesies virus ketujuh yang dapat menginfeksi manusia.1

Virus 2019-nCoV menyebabkan berbagai gejala penyakit yang dinamakan


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). COVID-19 diperkirakan berawal dari penularan
zoonotik yang akhirnya dapat menginfeksi manusia, dan akhirnya transmisi terbanyak saat ini
adalah penularan antar manusia. Pada tanggal 30 Januari 2020, telah dilaporkan 7734 kasus
positif COVID-19 di Cina dan 90 kasus terkonfirmasi lainnya tersebar di sejumlah negara,
yaitu Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura,
Republik Korea, Uni Arab Emirat, Amerika Serikat, Filipina, India, Australia, Kanada,
Finlandia, Prancis, dan Jerman. Angka kematian secara global mencapai 2.2% dari
keseluruhan kasus.2 Pada tanggal 2 Maret 2020, telah dilaporkan ada dua kasus terkonfirmasi
positif COVID-19 dari Indonesia. Saat ini, berdasarkan data dari World Health Association
(WHO) tanggal 19 Maret 2020, sudah ada 227 kasus positif COVID-19 dengan angka
kematian mencapai 19 korban jiwa (8.37%).3

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus Corona

Virus Corona adalah virus RNA untai tunggal positif beramplop berukuran sekitar
diameter 60-140 nm dengan proyeksi seperti duri pada permukaannya, sehingga
berbentuk mirip mahkota pada pemeriksaan mikroskop elektron (nama “corona” diambil
dari bentuknya yang mirip mahkota). Empat virus corona yang sudah ditemukan, yaitu
229E, HKU1, NL63, dan OC43; merupakan virus patogen pada manusia yang
menyebabkan kelainan pernapasan ringan. Dalam dua dekade terakhir ditemukan pula
virus betacorona yang lintas hewan dengan manusia dan berakibat menjadi penyakit
yang berat, yaitu virus severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) dan
Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV). Kedua virus ini diyakini
persebarannya berasal dari binatang kelelawar.4

Gambar 2.1 Morfologi virus Corona

Sumber:https://techcrunch.com/wp-content/uploads/2020/02/coronavirus.jpg?w=730&crop=1

6
Pada akhir Desember 2019, telah ditemukan sejumlah pasien dewasa dengan
pneumonia berat yang tidak diketahui penyebabnya di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Kebanyakan dari pasien tersebut memiliki kesamaan yaitu riwayat kontak dari pasar
makanan laut Huanan. Protokol surveilans diaktifkan (seperti saat wabah SARS) dan
pasien diambil sampel dari mukosa jalan napas. Pada tanggal 7 Januari 2020, agen
patogen diidentifikasi sebagai virus corona yang memiliki homolog lebih dari 95%
dengan virus corona dari kelelawar dan kemiripan lebih dari 70% dari virus SARS-CoV.
Sampel dari lingkungan pasar makanan laut Huanan juga memiliki hasil yang sama,
sehingga mengindikasikan virus tersebut datang dari pasar makanan laut Huanan.4

Virus 2019-nCoV termasuk kedalam subgrup genus beta. Virus ini masuk kedalam
sel inang diperantarai oleh duri-duri protein di permukaan sel virus. Duri-duri ini akan
berikatan dengan reseptor inang dan meleburkan membrannya ke membran sel inang.
Domain utama pengikatan reseptor virus ini adalah reseptor Angiotensin-Converting
Enzyme 2 (ACE2). Reseptor ACE2 banyak diekspresikan pada sel epitel paru-paru, usus
halus, ginjal, dan pembuluh darah. Setelah berikatan maka virus akan melanjutkan
infeksinya ke sel paru-paru inang.5,6

2.2 Faktor Resiko

Pasien yang terinfeksi COVID-19 kebanyakan memiliki beberapa faktor resiko


untuk mempermudah jalannya infeksi virus tersebut. Hampir setengah pasien yang
terinfeksi COVID-19 memiliki komorbid penyakit kronis lain, seperti diebetes mellitus,
hipertensi, dan kelainan kardiovaskular. Diyakini bahwa penyakit-penyakit ini
menurunkan sistem imunitas tubuh dan membuat pasien mudah tertular COVID-19. 2
Pada penelitian terhadap 1099 pasien yang positif COVID-19, 23.7% pasien memiliki
hipertensi, 16.2% memiliki diabetes mellitus, 5.8% memiliki penyakit jantung koroner,
dan 2.3% pasien memiliki penyakit serebrovaskular. Ekspresi reseptor ACE2 meningkat
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 yang menjalani pengobatan ACE
inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blocker (ARB). Pasien dengan hipertensi
yang diobati dengan ACE-I dan ARB juga akan mengalami peningkatan ACE2. Regulasi
ekspresi ACE2 juga dapat ditingkatkan dari efek obat tiazolidindion dan ibuprofen.
Diperkirakan pasien dengan pengobatan ACE-I dan ARB memiliki faktor resiko untuk
terkena infeksi COVID-19.6 Namun, belum ada bukti klinis yang benar-benar

7
membuktikan penggunaan ACE-I dan ARB meningkatkan angka kejadian infeksi
COVID-19. Dari American Heart Association (AHA), The Heart Failure Society of
America, dan American College of Cardiology mengatakan bahwa pasien yang sedang
menjalani pengobatan ACE-I dan ARB untuk tetap melanjutkan pengobatannya.7

Selain komorbiditas, faktor resiko yang penting lagi adalah riwayat kontak atau
paparan dengan orang atau lingkungan yang sudah terinfeksi COVID-19. Karena ini
merupakan penyakit infeksi dengan transimisi manusia-antar-manusia, makan jika ada
riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi COVID-19 atau diduga (suspek), serta ada
riwayat berpergian ke tempat endemis dalam 14 hari terakhir (yang paling umum adalah
Cina, namun dapat berkembang tergantung perjalanan penyakit), maka dikatakan pasien
tersebut sudah memiliki faktor resiko terjangkitnya COVID-19.1

2.3 Epidemiologi

Virus ini awalya ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019. Saat ini (per
bulan Maret 2020), kejadian infeksi COVID-19 sudah menyebar hampir ke seluruh
negara. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO secara resmi menetapkan status wabah
COVID-19 ini sebagai pandemi.3 Dari data epidemiologi, orang-orang yang positif
COVID-19 dan menunjukan gejala terutama adalah kelompok usia rerata 59 tahun, serta
tenaga kesehatan yang kontak dengan pasien positif COVID-19. Dari penelitian juga
terdapat hasil bahwa orang-orang yang kontak dengan hewan juga terinfeksi COVID-19.
Dari data yang dikumpulkan, per tanggal 19 Maret 2020 sudah ada 220994 kasus
terkonfirmasi positif COVID-19, 8990 angka kematian, dan angka kesembuhan sudah
mencapai 85782 kasus yang dinyatakan oleh ahli medis. Saat ini sudah ada 176 negara
yang melaporkan kasus positif COVID-19. Untuk Indonesia, dari Kementrian Kesehatan
Negara Republik Indonesia melaporkan setidaknya 309 kasus terkonfirmasi, 25 kasus
meninggal, dan 15 kasus yang sembuh, membuat Indonesia memiliki catatan salah satu
negara dengan angka mortalitas tertinggi di dunia.8-10

8
Gambar 2.2 Grafik peningkatan kasus positif COVID-19
Sumber: https://www.worldometers.info/coronavirus/

2.4 Transmisi dan Patofisiologi

Infeksi COVID-19 ditransmisikan melalui droplet yang dihasilkan dari batuk atau
bersin oleh orang yang simptomatik, asimptomatik, maupun orang yang belum masuk
onset simptomatik. Viral loads tertinggi ditemukan di cavum nasi dibandingkan dari
trakea, namun daya infeksi dari keduanya tetap sama. Pasien tetap dianggap infeksius
selama gejala berlangsung maupun pada tahap penyembuhan. Beberapa orang dapat
menjadi super-spreader, yaitu satu orang dapat menginfeksi lebih dari lima orang
lainnya. Di Singapura, sudah ditemukan satu orang dapat menulari sebelas orang lainnya.
Droplet yang terinfeksi dapat menyebar hingga 1-2 meter dan menetap di permukaan
benda. Virus dapat masih hidup di permukaan dalam beberapa hari tergantung
lingkungannya, namun dapat dibunuh hanya kurang dari 1 menit dengan disinfektan
seperti hipoklorit atau hidrogen peroksida. Infektan masuk ke tubuh melalui inhalasi atau
menyentuh benda yang terpapar kemudian menyentuh hidung, mulut, dan mata; karena
virus ini dapat masuk melalui epitel mukosa. Virus juga terdapat pada feses atau air yang
terkontaminasi. Masa inkubasi bervariasi dari dua hingga empat belas hari.4

Infeksi COVID-19 dimulai dari pengikatan virus 2019-nCoV terhadap reseptor


ACE2. Setelah pengikatan maka virus akan menyatukan diri ke membran sel inang. Dari
tahap ini sekuens infeksi akan berlanjut hingga timbul proses peradangan. Sekuens

9
transkripsi bekerja melalui kompleks replikasi-transkripsi. Unsur paling patogen dari
virus ini adalah struktur proteinnya yang terus berreplikasi. Pada pasien yang terinfeksi
COVID-19, akan ditemukan penurunan jumlah hitung leukosit, kelainan pada
pemeriksaan paru, dan peningkatan kadar sitokin proinflamasi pada plasma. Sitokin yang
berperan antara lain IL2, IL7, IL10, GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, dan TNFα.2,4,5,10

2.5 Tanda dan Gejala

Keluhan yang paling sering pada kasus COVID-19 ini adalah demam, diikuti
dengan batuk, nyeri tenggorokan, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, dan sesak napas.
Beberapa laporan juga mengatakan konjungtivitis dapat terjadi karena kontak dengan
mukosa mata. Keluhan-keluhan ini sulit dibedakan dengan infeksi respirasi lainnya,
bahkan beberapa orang bisa tidak menunjukan gejala apapun (asimptomatik). Pada
beberapa pasien, setelah onset satu minggu dapat berkembang menjadi pneumonia,
kemudian gagal, napas, hingga kematian. Progresi ini dikaitkan dengan peningkatan
eksesif dari sitokin-sitokin proinflamasi. Waktu rata-rata onset terjadinya dispneu adalah
5 hari, membutuhkan perawatan rumah sakit setelah 7 hari, dan timbul acute respiratory
distress syndrome (ARDS) setelah 8 hari. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
cedera paru akut, ARDS, syok, dan cedera ginjal akut (AKI). Pada beberapa pasien yang
sembuh, rata-rata dibutuhkan waktu 10 hari dalam perawatan di rumah sakit. Pada pasien
anak-anak rata-rata gejala yang ditunjukan lebih ringan dibandingkan dengan orang
dewasa.1,4

Center for Disease Control and Prevention (CDC) dari Cina mengategorikan
derajat COVID-19 bergantung pada tingkat keparahan, yaitu:10

- Ringan: non-pneumonik dan pneumonia ringan (81% kasus)


- Berat: dispnea, frekuensi pernapasan lebih atau sama dengan 30x/menit, SpO 2
dibawah atau sama dengan 93%, ratio PaO2/FiO2 dibawah 300, dan/atau
infiltrat paru lebih dari 50% dalam waktu 24 - 48 jam (14% kasus)
- Kritis: gagal napas, syok septik, dan/atau kegagalan / disfungsi multiorgan (5%
kasus)

10
Gambar 2.3 Kelainan yang dapat ditemukan pada penderita COVID-19
Sumber: Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus
disease (COVID-19) outbreak. Journal of Autoimmunity. 2020 Feb 26:102433.

Pada kasus ringan, biasanya gejala yang timbul mirip dengan infeksi saluran napas
atas, seperti demam ringan, batuk kering, nyeri tenggorokan, hidung mampet, malaise,
nyeri kepala, dan nyeri otot.10

Pada kasus pneumonia sedang, timbul batuk dan sesak napas tanpa tanda-tanda
pneumonia berat. Sedangkan pada pneumonia berat, yang paling umum adalah demam
disertai sesak napas berat, distres napas, takipnea (>30x/menit), dan hipoksia (SpO2 <
90% pada udara ruangan. Pada anak-anak bisa timbul sianosis.10

Pada tahap ARDS, pasien sudah membutuhkan bantuan napas ventilator. Parameter
derajat ARDS dinilai dari rasio PaO2 / FiO2. Dari gambaran radiologi, akan didapatkan
infiltrat bilateral >50%.10

Tahap akhir dari infeksi COVID-19 adalah sepsis, dimana sudah mulai terjadi
disfungsi organ. Tahap ini ditandai dengan sesak berat dan hipoksemia, kerusakan ginjal
dengan penurunan keluaran urin, takikardia, penurunan kesadaran, dan gangguan organ

11
lainnya yang ditunjukan dari hasil laboratorium yang abnormal, yaitu hiperbilirubinemia,
asidosis, peningkatan laktat, koagulopati, dan trombositopenia. Untuk menilai prognosis
dari sepsis, perlu menggunakan Sequential Organ Failure Assesment (SOFA) skor.10

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan skrining yang dapat dilakukan secara massal ataupun hanya untuk
orang-orang yang menunjukan gejala terkait dan/atau orang dengan faktor resiko. WHO
merekomendasikan spesimen diambil dari saluran napas atas (nasofaring dan orofaring)
dan saluran napas bawah (sputum, aspirat endotrakeal, atau bronchoalveolar
lavage/BAL). Khusus pada metode BAL, hanya boleh dilakukan pada pasien yang sudah
terpasang ventilator mekanik. Sampel harus disimpan pada suhu 4°C.3,10
Sampel yang diambil dari mukosa atau saliva akan diamplifikasi lewat reverse
polymerase chain reaction (RT-PCR), yang melibatkan sintesis dari untai ganda DNA
dari molekul RNA. Setelah itu baru bisa mengidentifikasi kode genetik dari 2019-nCoV.
Jika hasil tes positif, maka direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan ulang.1
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa didapatkan penurunan hitung leukosit dengan
penurunan limfosit. Dapat juga ditemukan peningkatan enzim hepar, LDH, enzim otot,
dan CRP. Kadar procalcitonin dapat normal. Pada pasien di fase kritis, terjadi
peningkatan D-dimer, penurunan persisten dari limfosit, dan ketidakseimbangan
elektrolit.10 Pada pemeriksaan radiologi foto polos thoraks, tampak gambaran pneumonia
pada pasien-pasien yang sudah dirawat inap.1

12
Gambar 2.4 Visualisasi virus 2019-nCoV dengan mikroskop elektron
Sumber: Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, Zhao X, Huang B, Shi W, Lu R,
Niu P. A novel coronavirus from patients with pneumonia in China, 2019. New England
Journal of Medicine. 2020 Jan 24.

13
Gambar 2.5 Gambaran foto polos thoraks pasien positif COVID-19
Sumber: Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, Zhao X, Huang B, Shi W, Lu R,
Niu P. A novel coronavirus from patients with pneumonia in China, 2019. New England
Journal of Medicine. 2020 Jan 24.

2.7 Tatalaksana

Pada dasarnya pengobatan terhadap COVID-19 pada saat ini bersifat suportif dan
simptomatis. Ketika sudah ada pasien yang dicurigai mengidap COVID-19, langkah
pertama adalah memastikan isolasi yang adekuat untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Pasien dengan gejala ringan yang belum terkonfirmasi positif dapat melakukan rawat
jalan dengan edukasi mengenai tanda-tanda bahaya. Prinsip yang dilakukan adalah
menjaga status hidrasi dan nutrisi serta mengendalikan demam dan batuk.4
Terapi oksigen adalah terapi yang paling dibutuhkan pada pasien dengan infeksi
berat. Ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan pada kasus-kasus gagal napas dan tidak
membaik dengan terapi oksigen konvensional. Koreksi hemodinamik juga penting untuk
mengendalikan syok sepsis. Terapi dengan kortikosteroid sistemik sangat tidak

14
direkomendasikan akibat sifat imunosupresan. Penggunaan antibiotik untuk mengobati
pneumonia bakterial sekunder sampai saat ini masih menjadi perdebatan.10
Beberapa agen-agen antiviral saat ini masih menjalani percobaan klinis untuk
melihat efektivitas dalam mengeradikasi virus 2019-nCoV. Antiviral yang sudah
menjalani uji klinis adalah kombinasi dari Lopinavir-Ritonavir. Uji dilakukan secara
acak dan terkontrol pada pasien dewasa yang positif COVID-19 dan dirawat di rumah
sakit. Dari hasil uji didapatkan tidak ada hasil atau progres yang signifikan serta tidak
menurunkan angka mortalitas dibandingkan dengan perawatan suportif saja. 11 Saat ini
obat lain yang sudah memasuki uji klinis adalah salah satu obat antimalaria yaitu
hidroksiklorokuin. Dasar pemikiran penggunaan hidroksiklorokuin adalah
kemampuannya dalam mengobati infeksi akibat mikroorganisme intraselular. Derivat
klorokuin mampu mengalkalinisasi enzim fagolisosom untuk menghancurkan virus.
Pemberian klorokuin dilakukan dua kali sehari dengan dosis 500 mg, namun dosis
terapeutik optimal masih dalam penelitian. Kini uji klinis hidroksiklorokuin memasuki
tahap 2.12

2.8 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Saat ini pencegahan dan pengendalian yang paling efektif adalah menerapkan
hidup higienis dan menurunkan angka penularan antara manusia. Perhatian khusus
diberikan untuk populasi yang rentan akan infeksi COVID-19, seperti lansia, anak-anak,
dan petugas medis. Penerapan hidup bersih dan sehat yang sederhana dapat dimulai
dengan cuci tangan atau menyediakan cairan disinfektan di tempat-tempat umum.
Pencegahan dalam bentuk skrining terhadap populasi massal dapat bermanfaat
mengendalikan infeksi. Beberapa negara sudah mencanangkan skrining perjalanan antar
negeri untuk mencegah infeksi. WHO juga merekomendasikan untuk mengurangi kontak
dengan hewan ternak atau liar. Saat ini menjaga jarak antar satu sama lain sangat penting
untuk menurunkan angka infeksi COVID-19. Untuk pasien yang sedang batuk atau pilek,
tindakan yang perlu adalah menutup mulut dengan lengan baju atau tisu ketika batuk
atau bersin.2

Untuk petugas kesehatan terutama yang merawat pasien-pasien positif COVID-19


ataupun pasien suspek COVID-19, harus dilengkapi dengan alat pelindung diri yang

15
adekuat seperti masker N95, goggles, gaun steril, dan sarung tangan untuk mencegah
transmisi virus.10

Saat ini belum ada vaksinasi yang spesifik yang sudah teruji klinis dapat mencegah
infeksi COVID-19. Beberapa negara seperti Amerika Serikat sudah memulai uji klinis
untuk mendistribusikan vaksin anti-COVID-19. Kini uji klinis sudah memasuki tahap 1.
Uji klinis dilakukan terhadap 45 orang dewasa yang sehat usia kisaran 18 sampai 55
tahun. Vaksin ini disebut mRNA-1273 dan dikembangkan oleh Kaiser Permanente
Washington Health Research Institute. Vaksinasi diberikan secara intramuskular selama
28 hari yang terbagi dalam dua dosis. Diharapkan vaksinasi ini dapat terbukti efektif
dalam mencegah infeksi COVID-19 dan dapat didistribusikan merata ke seluruh dunia.13

16
BAB 3

KESIMPULAN

COVID-19 adalah penyakit infeksi yang menyerang sistem pernapasan manusia yang
berasal dari virus 2019-nCoV. Virus ini ditemukan pertama kali pada Desember 2019 di
Wuhan, Cina. Virus 2019-nCoV diyakini berasal dari hewan (zoonosis) dan berkembang
sehingga dapat menginfeksi manusia. Virus ini merupakan bagian dari famili virus Corona.
Saat ini COVID-19 sudah menjadi pandemi global dan menginfeksi hampir seluruh negara.

COVID-19 memiliki rentang simptom yang sangat luas, mulai dari asimptomatik
hingga ARDS. Tanda dan gejala umum yang dialami berupa demam tinggi, batuk kering,
pilek, sesak napas, dan/atau diare. Penyakit ini dapat berkembang secara progresif menjadi
pneumonia, sepsis, hingga berujung ke kematian.

Untuk menegakan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan lengkap dimulai dari anamnesis


hingga ke pemeriksaan spesifik. Pasien tanpa gejala ataupun dengan gejala yang memiliki
faktor resiko seperti usia tua atau riwayat kontak dengan orang atau lingkungan yang terpapar
sudah bisa dicurigai terkena COVID-19. Diagnosis pasti ditegakan dari pemeriksaan
penunjang laboratorium definitif seperti PCR dengan sampel yang diambil dari bilasan
bronkoalveolar.

Hingga kini perawatan pasien COVID-19 masih berupa suportif dan simptomatik.
Tujuan utama dari pengobatan adalah menstabilkan tanda dan gejala pasien, mencegah
timbulnya komplikasi ataupun penyakit sekunder, dan menjaga kestabilan hemodinamik
pasien. Saat ini belum ada terapi definitif yang teruji klinis dapat mengeradikasi virus.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat
serta menjaga kontak dengan masyarakat sekitar, mengingat angka penularan antar manusia
sangat tinggi. Vaksinasi untuk saat ini belum ada yang teruji klinis, namun diharapkan
vaksinasi dapat segera terdistribusi untuk menekan angka persebaran virus dan mengakhiri
status pandemi dari COVID-19.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, Zhao X, Huang B, Shi W, Lu R, Niu


P. A novel coronavirus from patients with pneumonia in China, 2019. New England
Journal of Medicine. 2020 Jan 24.
2. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus disease
(COVID-19) outbreak. Journal of Autoimmunity. 2020 Feb 26:102433.
3. World Health Organization South-East Asia Indonesia. Coronavirus Disease (COVID-
19). Last updated: 2020 Mar 19. Available from:
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus
4. Singhal T. A Review of Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). The Indian Journal of
Pediatrics. 2020 Mar 13:1-6.
5. Wan Y, Shang J, Graham R, Baric RS, Li F. Receptor recognition by novel coronavirus
from Wuhan: An analysis based on decade-long structural studies of SARS. Journal of
virology. 2020 Jan 29.
6. Fang L, Karakiulakis G, Roth M. Are patients with hypertension and diabetes mellitus at
increased risk for COVID-19 infection?. The Lancet Respiratory Medicine. 2020 Mar 11.
7. American Heart Association, Heart Failure Society of America, American College of
Cardiology. Patients taking ACE-i and ARBs who contract COVID-19 should continue
treatment, unless otherwise advised by their physician. 2020 Mar 17. Available from:
https://newsroom.heart.org/news/patients-taking-ace-i-and-arbs-who-contract-covid-19-
should-continue-treatment-unless-otherwise-advised-by-their-physician
8. Worldometer. COVID-19 Coronavirus. Last updated: 2020 Mar 20. Available from:
https://www.worldometers.info/coronavirus/coronavirus-cases/
9. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, Liu L, Shan H, Lei CL, Hui DS, Du
B. Clinical characteristics of coronavirus disease 2019 in China. New England Journal of
Medicine. 2020 Feb 28.
10. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R. Features, Evaluation and
Treatment Coronavirus (COVID-19). InStatPearls [Internet] 2020 Mar 8. StatPearls
Publishing.

18
11. Cao B, Wang Y, Wen D, Liu W, Wang J, Fan G, et al. A Trial of Lopinavir–Ritonavir in
Adults Hospitalized with Severe Covid-19. New England Journal of Medicine. 2020 Mar
18.
12. Colson P, Rolain JM, Lagier JC, Brouqui P, Raoult D. Chloroquine and
hydroxychloroquine as available weapons to fight COVID-19.
13. Routh J. NIH clinical trial of investigational vaccine for COVID-19 begins. National
Institutes of Health. Last updated: 2020 Mar 16. Available from:
https://www.nih.gov/news-events/news-releases/nih-clinical-trial-investigational-vaccine-
covid-19-begins

19

Anda mungkin juga menyukai