Anda di halaman 1dari 15

PENUGASAN PADA PERTEMUAN KE 3

UNTUK DIBAHAS DAN DISEMINARKAN PADA PERTEMUAN KE 4


MODUL 3
FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ISLAMI

Kompetensi Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Karekter Islami


Agar Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami siapakah pada hakekatnya yang mendidik dirinya, memahami
pengertian dan tujuan pendidikan agama Islam yang sedang diikutinya serta proses pendidikan dalam pendidikan agama
Islam dalam kehidupan manusia. Memahami fungsi pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter Islamipada
dirinya serta memahami fungsi ilmu pengetahuan dalam pendidikan agama Islam yang diikutinya, agar mahasiswa
memiliki karakter Islami.

1. Hakekat dan Pengertian Pendidikan Agama Islam


1.1. Hakekat Pendidikan Agama Islam
Pada hakekatnya yang mendidik manusia adalah Allah SWT.. sebagaimana yang diisyaratkan
dalam Q.S. al-Fatihah (1):2, artinya: 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan pencpta (Yang ditaati, Yang
Maha Memiliki, Yang Maha Mendidik dan Maha Memelihara) semesta alam. Rasulullah Muhammad
SAW.. pernah mengungkapkan dalam hadis beliau, artinya: Yang mendidikku adalah Tuhanku. Dia-lah
yang menjadi pendidikku yang terbaik.
Berdasarkan makna yang terkandung dalam Q.S. 1:2 dan hadis Rasulullah di atas, jelaslah
bahwa yang mendidik manusia pada hakekatnya adalah Allah SWT., karena manusia diciptakan-Nya
mamiliki jasad (tubuh) untuk bertumbuh (Q.S.32:7-8) (Baca artinya dalam al-Qur’an dan
Terjemahannya). Manusia memilkii ruh (jiwa) untuk berkembang, yang tidak diberikan-Ny kepada
hewan dan tumbuhan, sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S.32:7-9 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan
Terjemahannya). Manusia dijadikan mampu mendengar, melihat, merasa, dan berfikir yang tidak
dmiliki oleh tumbuhan dan hewan, sebagaimana diisyaratkan dalam QS:32:7-9 (Baca artinya dalam al-
Qur’an dan Terjemahannya). Manusia memiliki nafsu makan dan minum serta nafsu seks, sebagaimana
juga diberikan keada tumbuhan dan hewan, sebagaimana diisyaratkan daam Q.S. 3:14 (Baca artinya
dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
Kemapuan mendengar, melihat, merasa, berpikir dan bernafsu manusia haruslah digunakan
sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam al-Qur’an dan Tuntunan Rasulullah SAW dalam Hadisnya,
sebagaimana diisyaratkan dalam QS.2: 185 dan Q.S. 4:80 14 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan
Terjemahannya). Agar manusia dapat melaksanakan tugas kekhalifahannya sebagai

1
pemimpin/penguasa di bumi Q.S.6:165 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya), untuk
mengelola sumber daya alam (SDA) sebagai lahan bagi manusia dalam berekonomi untuk
mengabdikan dirinya kepada Allah SWT. semata sebagai ‘abdullah (mengabdi kepada Allah),
sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. 51:56 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
Allah SWT. Yang Maha Mendidik manusia sebelum menciptakan manusia, terlebih dahulu
menciptalan alam semesta sebagai sumber daya alam (SDA) sebagai tempat berkehidupan bagi
manusia, sebagaimana diisayaratkan dalam QS.2:29 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan
Terjemahannya). Kemudian Allah SWT. menciptakan manusia yang dilengkapi-Nya dengan potensi
sumber daya manusia (SDM) kemampuan mendengar, melihat, merasa dan berfikir dan bernafsu untuk
mengelola SDA tersebut. Kemudian manusia diberi-Nya Agama Islam sebagaimana dijelaskan Allah
SWT. dalam QS.3:19 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya) dengan menurunkan Wahyu-
Nya yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengelola SDA dengan sebaiak-baiknya,
sebagaimana diisyaratkan dalamn QS. 2:185 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
Agar petunjuk itu dapat dilaksanakan oleh manusia, maka Allah SWT. mengutus Rasul-Nya
dari salah seorang manusia pada zamannya untuk menjelaskan, dan melaksanakan ajaran yang
terkandung dalam al-Qur’an, serta menetapkan hukum-hukumnya. Dalam hal ini Rasulullah berfungsi
sebagai Maha Guru kedua setelah Allah SWT. dalam mendidik manusia, sebagaimana diisyaratkan
dalam QS.9:33 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya), agar manusia dapat melaksanakan
tugas kekhalifahannya di muka bumi sebagai khalifah Allah, sebagaiama dijelaskan dalam QS.6:165
(Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya). Fungsi kekhalifahan manusia diciptakan Allah
SWT, adalah untuk mengabdi (menyembah) kepada Allah SWT. sebagai ‘abdullah, sbegaimana
dijelaskan dalam QS:51:56(Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya) .
1.2. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam ialah bimbingan secara sadar yang diberikan oleh pendidik
(murabi), terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik, atau oleh diri sendiri
terhadap diri sendiri, dengan pemberian bimbingan teori ke praktek, atau dari praktek ke teori dalam
kehidupan sehari-hari melalui proses pembelajaran dan keteladanan mengamalkan ajaran Islam secara
berkelanjutan, sebagaimana yang telah dipraktekan oleh Rasulullah SAW. terhadap dirinya,
keluarganya, para sahabatnya dan umat Islam.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

2
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mendidik akhlak (sikap dan tingkah laku) peserta
didik dari yang belum Islami kepada yang Islami melalui proses teori ke praktek dan dari praktek ke
teori, atau sejalan teori dan praktek, dalam pembentukan sikap dan tingkah laku yang Islami.
Tujuan pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi, yaitu mendidik mahasiswa menjadi
sarjana muslim sejati (beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. dalam segala aspek kehidupannya)
yang professional dalam bidang ilmunya, seperti ekonom muslim, dokter muslim, sarjana hukum
muslim, sarjana pertanian muslim, sosiolog muslim sastrawan muslim, pakar muslim, frofesor muslim
dan sebagainya.

3. Proses Pendidikan dalam Pendidikan Agama Islam


Proses pembentukan tingkah laku yang Islami dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan 2. Proses pembentukan sikap dan tingkah laku yang Islami
YG. ISLAMI=100%

PROSES PEMBENTUKAN TEORI KE PRAKTEK


SIKAP DAN TKH. LAKU PRAKTEK KE TEORI
TEORI+PRAKTEK
BELUM ISLAMI 0%

Proses pembentukan sikap dan tingkah laku yang Isami dimulai dari pemberian contoh
(praktek), kemudian pemberian teori, sehingga terjadi pengalaman dan pemahaman yang disertai
praktek yang sempurna terhadap ajaran Islam, yang dilakukan dengan bimbingan pendidik kepada
peserta didik, atau oleh diri sendiri, atau oleh sesama teman sebaya, sehingga terbentuklah pola sikap
dan tingkah laku yang Islami, sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel.1. Pola Sikap dan Tingkah Laku Yang Islami
POLA SIKAP ISLAMI POLA TINGKAH LAKU ISLAMI
1. Beriman Islami (QS:2: 1-5, 1. Mendengar Islami (7:179, 17:36)
177,dan 285, 8:2-4, dan 74 2. Melihat Islami (7:179, 17:36. QS.24:30-31)
2. Merasa Islami (QS:13: 28-29, 3. Mencium Islami (7:179, 17:36, ) QS.24:30-31
49:11-12, 7:26) 4. Memakan/meminum Islami (QS:2:168, 5:88, 8:69,
3. Berpikir Islami(3:190- 191, 17:36) 16:114)
4. Bernafsu: 5. Berbicara Islami(4:9, 17:23, 33:70-71)
4.1. bernafsu makan/minum yang 6. Bekerja Islami (QS. 62:8-11, 103:1-3)
Islami (QS:2:168, 5:88, 8:69, 7. Berpakaian Islami (QS:7:26, 24:31,33:59)
16:114) 8. Bergaul Islami (QS:31:14-19, 49:6:12)
4.2.bernafsu sex yang Islami,(QS: 9. Berekonomi Islami(4:32,4:29,58,2:188,219 5:33, 5:90-91)
24: 30-33, 17:32, 2:221) 10. Berhubungan seks Islami (menikah) ,(QS:24:30-33,
17:32, 2:221)
3
11. Berhukum, berpolitik berbangsa, dan bernegara, Islami
(QS:4:58, 5:42, 9:23, 49:13)

Proses pencapaian tujuan pendidikan Agama Islam dilakukan dengan memperhatikan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan pserta didik. Pertumbuhan mengandung arti secara fisik, sedangkan
perkembangan mengandung makna secara psikis (jiwa). Semakin sempurna tingkat kedewasaan
seseorang, semakin berkurang peranan orang lain dalam mendidik dirinya, dan semakin besar peranan
dirinya dalam mendidik dirinya sendiri. Jadi penekanan Pendidikan Agama Islam lebih diutamakan
terhadap bimbingan perkembangan sikap mental, psikis (jiwa), tanpa mengabaikan pertumbuhan fisik,
tingkah laku, sehingga terjadilah proses ke arah pembentukan dan pematangan kepribadian muslim
sejati.
Terhadap anak usia 0 tahun sampai 10-11 tahun (baligh) pendidikan dimulai dari
mencontohkan langsung melalui bicara dan tindakan prilaku orang tuanya, secara berangsur-angsur
diberikan pengetahuan teori dari yang sederhana sesuai dengan tingkat perkembangan kecerdasan
mental si anak.
Setelah anak berusia 11-12 tahun ke atas, dilanjutkan dengan menyeimbangkan porsi praktek
dan teori secara berangsur-angsur, dari yang mudah sampai kepada yang sulit dan mendalam. Untuk
lebih memahami peralihan peranan orang lain mendidik diri sendiri, dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini:
Tabel 2. Peralihan Fungsi Mendidik:
Tahun / UsiaPeralihan Fungsi Mendidik dari Orang Lain Kepada Diri Sendiri
Orang lain (Pendidik) Proses Peralihan Diri sendiri, dari % ke %
Pedidikan
dari % ke % dari—ke
00 -5: knk-knk Tk 100 ke 90 0 ke 10
06 -12 : SD 90 ke 75 0 ke 25
13 -15: SMTP 75 ke 50 0 ke 50
16 -18: SMTA 50 ke 25 0 ke 75
19 - 25: P.Tinggi 25 ke 0 0 ke 100

Dari tabel di atas dapat dipahami bahwa seorang anak pada usia 0 tahun 100 % tergantung
kepada orang tuanya, secara berangsur-angsur pada usia 5 tahun tingkat ketergantungannya kepada
orang tuanya akan menurun kepada 90 %, sedangkan kemandiriannya meningkat menjadi 10%.
Pada usia 6-12 tahun (SD) peranan pendidik (orang tua dan guru) semakin berkurang secara
perlahan-lahan dari 90% ke 75%, sementara kemandiriannya meningkat menjadi 25%. Pada usian
remaja umur 13-15 tahun peranan pendidik semakin berkurang secara perlahan-lahan dari 75% ke 50%,

4
sementara kemandiriannya meningkat menjadi 50%. Pada usian remaja umur 16-18 tahun peranan
pendidik semakin berkurang secara perlahan-lahan dari 50% ke 25%, sementara kemandiriannya
meningkat menjadi 75%. Begitulah seterusnya sampai memasuki perguruan tinggi, tanggung jawab diri
mahasiswa untuk mendidik dirinya dimulai dari 75% akan bergerak naik menjadi 100%. Apabila
mahasiswa telah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, peranan pendidik (dosen) dan lingkungan
hanya mulai dari 25% akan secara perlahan-lahan akan bergerak berkurang menjadi 0%.
Betapapun usaha dilakukan oleh pendidik untuk membentuk sikap dan tingkah laku peserta
didik yang Islami, belum dapat menjamin akan mencapai tujuan pendidikan Islam membetuk tingkah
laku yang Islam, kecuali jika telah disertai dengan usaha oleh peserta didik sendiri untuk memperoleh
hidayah (petunjuk) dari Allah SWT. dengan melakasnakan semua perintah-Nya dan meninggalkan
semua larangan-Nya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya QS.29:69
(Baca artinya dalam al-Quran dan Terjemahannya).
Dalam konsep pendidikan Agama Islam, bimbingan proses pembentukan pola sikap dan
tingkah laku manusia harus dilakukan sesuai dengan hidayah Allah SWT. , sebagaimana yang
dijelaskan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya QS.2: 2 dan 185 (Baca artinya dalam al-Quran dan
Terjemahannya)
Kata hudan atau hidayah yang terdapat dalam ayat tersebut QS. QS.2: 2 dan 185, menurut
Syekh Muhammad Abduh di samping berarti petunjuk, juga berarti hidayah Allah SWT. yang telah
diberikan-Nya kepada manusia berupa potensi dasar SDM untuk dididik sesuai dengan petunjuk al-
Qur’an, yaitu:
3.1. Hidayah fitrah beragama (potensi spiritual).
3.2. Hidayah emosi (potensi emosional.
3.3. Hidayah akal (potensi intelektual).
3.4. Hidayah nafsu (potensi biologis).
3.5. Hidayah naluri (potensi instinct), kemampuan reflektif yang dibawa sejak lahir untuk bertindak
beradaptasi dengan lingkungan.
Tiga dari lima hidayah tersebut hanya diberikan Allah SWT. kepada manusia, yaitu hidayah
spritual, hidayah emosional dan hidayah intelektual, karena manusia diciptakan-Nya sebagai khalifah
(penguasa) di bumi. Dengan adanya hidayah tersebut, manusia mempunyai dorongan dan keinginan
untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sesuai dengan potensi SDM-nya yaitu potensi spiritual,
emosioanl, intelektual dan bologis, yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai aktivitas

5
dalam kehidupannya guna melaksanakan tugas kekhalifahannya mengelola SDA di bumi dan
mengelola SDM-nya untuk menyembah Allah SWT., sebagai ‘abdullah (sebagai hamba Alah SWT.).
4. Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Karakter Islami
Pendidikan Agama Islam berfungsi untuk pembentukan karakter Islami melalui upaya
mencerdaskan potensi SDM secara Islami, yaitu sebagai berikut:
4.1. Kecerdasan spiritual Islami.
Potensi yang berada di dalam lubuk hati manusia yang paling dalam, yaitu fitrah (naluri) beragama
untuk mengenal Tuhan Allah SWT. yang mampu menangkap nilai kebenaran mutlak dari Allah
SWT. dan merasakan selalu dekat dengan Allah SWT., yang berfungsi mengontrol kecerdasan
emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan biologis sesuai dengan ajaran Isam, sebagaimana
dijelaskan Allah SWT. dalam QS.7:172-174 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
4.2. Kecerdasan emosional Islami.
Rasa ketuhanan untuk mengingat dan mencintai Allah SWT., untuk mengangkap nilai kebaikan
dan keindahan yang hakiki yang datang dari Allah SWT., melalui wahyu dan ilham (petunjuk
langsung ke dalam hati manusia dari Allah SWT.) dan rasa kemanusiaan untuk saling mencintai
dengan sesama manusia, untuk membedakan yang baik dan yang buruk serta yang indah dan yang
tidak indah antar sesama manusia sesuai dengan ajaran Islam.
4.3. Kecerdasan intelektual Islami
Daya pikir untuk membedakan benar dan salah di dalam kontrol spiritual dan rasa ketuhanan
sesuai dengan ajaran Isam.
4.4. Kecerdasan biologis Islami
Dorongan nafsu makan/minum untuk mempertahankan hidup, dan daya nafsu seksual untuk
melanjutkan keturunan di dalam kontrol spiritual, emosional dan intelektual yang Islami untuk
membedakan nikmat dan tidak nikmat atau enak dan tidak enak yang halal dan baik sesuai dengan
ajaran Isam.
Dengan dimilikinya keempat kecerdasan potensi SDM Islami tersebut oleh setiap yang
mengikuti pendidikan Agama Islam, maka Pendidikan Agama Islam berperan membentuk kerpribadian
Islami sebagai ranah sasaran Pendidikan Agama Islam, yaitu :
4.1. Kemampuan konatif Islami.
Tumbuhnya motivasi (niyat) yang jelas dalam setiap sikap dan tingkah laku untuk menyembah
Allah SWT., yang berperan mengontrol pencapaian tujuan setiap perbuatan manusia, yang

6
menjamin keselamatan manusia dalam melaksanakan aktifitas-aktivitas kehidupan, sebagaiman
diisyaratkan dalam QS: 6:162 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
4.2. Kemampuan Afektif Islami.
Terbentuknya kemampun menerima secara sadar tentang kebenaran ajaran Islam, sehingga dapat
meyakininya secara benar (haqqul-Yaqin), dapat mengatasi setiap problem baru dengan keyakinan
yang mantap, berpartisipasi aktif melakukan amar makruf (melaksanakan dan mengajak orang
mengamalkan segala perintah Allah SWT.) dan nahi mungkar (meninggalkan dan mencegah
segala yang larangan Allah SWT.). mampu memadukan nilai-nilai yang kontradiktif, sehingga
dapat menghargai perbedaan pendapat tentang masalah-masalah khilafiah (perbedaan pendapat
ulama dalam hukum Islam) dan menyelesaikan perbedaan itu secara arif yang membentuk sistem
nilai yang bersifat konsisten (berpendirian), sebagaiman diisyaratkan dalam QS:3:110 (Baca
artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).

4.3. Kemampuan Kognitif Islami


Terbentuknya kemampuan memadukan nilai-nilai ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan
profesional yang dimilki, sehingga mampu mengatasi persoalan baru dalam kehidupan umat
dengan bimbingan ajaran Islam secara ilmul-yaqin (ilmu yang diyakini kebenarannya) sebagaiman
diisyaratkan dalam QS:17:36 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
4.4. Kemampuan Psikomotorik Islami
Terbentuknya kemampuan melaksanakan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan, baik yang
berbentuk ibadah mahdhah (ibadah dalam bentuk hubungan langsung dengan Allah SWT),
maupun yang berbentuk ibadah mu’amalah (ibadah dalam bentuk hubungan dengan sesama
manusia, memenuhi kebutuhan diri sendiri dan hubugnan dengan alam sekitar), yang diwujudkan
melalui perbuatan yang mencerminkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan sebagaiman
diisyaratkan dalam Q.S. 103:1-3 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
4.5. Kemapuan performance Islami (Akhlaqul-Karimah).
Kemampuan berakhlak mulia, ialah perpaduan kemampuan konatif, kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada penerapannya dalam sikap dan tingkah laku sehari hari yang berkelanjutan
secara konsisten, yang melahirkan kebiasaan. Seperti berpakaian, berbicara, berjalan, beradaptasi
dan sebagainya, sebaga hasil yang tanpak pada sikap dan tingkah laku sehari-hari secara Islami
secara utuh (total) dan sempurna, sebagaiman diisyaratkan dalam QS. 2:208 dan QS. 3:102 (Baca
artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).

7
Pembentukan kepribadian yang Islami tersebut hanya diperoleh melalui Pendidikan Agama
Islam (Islamic Education), tidak melalui pengajaran Agama Islam (Islamic Studies). Pendidikan
Agama Islam (Islamic Education) bertujuan untuk pembentukan kepribadian Islami pada tataran ranah
konatif, afektif, kognitif, psikomotorik dan performance melalui transfer ilmu pengetahuan yang islami,
penghayatan dan pemaknaan ilmu yang diketahui, hingga membentuk keyakinan dan keimanan
(akidah) di dalam hati, melaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Pengajaran
Agama Islam bertujuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan tentang Islam pada tataran ranah kognitif
saja.,yang diberikan di jurusan tertentu, atau di jurusan Islamic Studies.
Tebel 3. Perberdaan Pendidikan Agama Islam dan pengajaran Agama Islam
Aspek Pendidikan Agama Islam Pengajran Agama Islam
Perbedaan (Islamic Education) (Islamic Studies)
Tujuan 1. Penguasaan ilmu Agama Islam secara ilmiah. Pengetahuan, ilmu, data-
2. Penanaman 'Aqidah. data lmiah/analisa ilmu
3. Pelaksanaan Syari'ah hanya untuk ilmu.
4. Pembentukan Akhlak
Sarana 1. Rumah tangga (keluarga). Jurusan Islamic Studies
2. Lembaga Pendidikan Lembaga penelitian
3. Tempat-tempat ibadah.
4. Lingkungan masyarakat
Yang 1. Allah swt. Yang Maha Mendidik. Guru/dosen, guru besar, dan
berperan 2. Orang tua/ibu/bapak. peneliti
3. Para pendidik. (Guru/dosen, guru besar, dan
peneliti)
1. Ulama/Pemimpin masyarakat muslim.
2. Diri sendiri.
3. Masyarakat muslim.
Metode 1. Bimbingan, tauladan, pengawasan, balasan/hukum Ceramah,
2. Ceramah, diskusi, seminar, penelitian, problem diskusi,
solving. seminar, penelitian.
3. Ibadah secara kontintu, selalu ber zikir, serta
berdo'a.
Masa 1. Mulai dari memilih calon suami/isteri, untuk Dalam strata tertentu,
keturunan. tingkat tertentu dibatasi oleh
2. Masa dalam kandungan lahir s/d meninggal dunia. paket, dan waktu
3. Seumur hidup.

5. Fungsi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Agama Islam


Dalam ajaran Islam ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Dalam pandangan sekuler Ilmu
pengetahuan bebas nilai, artinya tidak terikat dengan nilai agama (sekuler: pandangan yang
memisahkna agama dengan kehidupan dunia). Dalam Islam Ilmu pengetahuan sarat dengan nilai-nilai
ajaran Agama Islam, di samping ilmu pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri,
8
meningkatkan kualitas kerja profesi manusia, ilmu pengetahuan dalam Islam berfungsi untuk
memahami al-Qur’an dan Hadis untuk meningkatkan kulaitas kehidupan umat Islam yang redha Allah,
daan meningaktkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT., untuk memperoleh kehidupan yang
sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat serta bebas dari azab neraka, sebagaimana dalam do’a
yanag diajarkan Allah SWT. dalam QS. 2:201-202 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan
Terjemahannya).
Allah SWT melarang manusia mengerjakan suatu pekerjaan tanpa ilmu pengetahuan, karena
setiap apa yang didengar, yang dilihat, yang dirasakan, yang dipikirkan, yang dinikmati dan diperbuat
oleh manusia dalam kehidupannya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. kelak di akhirat,
sebagaimana diisyaratkan dalam QS. 2:17-36 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
Maka ilmu pegetahuan dalam Islam sarat dengan nilai-nilai kaimanan dan ketakwaan, yang menumbuh
suburukan iman dan takwa seseorang, sedangkan iman dan takwa berfungsi mengontrol pelaksanaan
ilmu pengetahuan pada tataran kehidupan nyata, karena dengan kontrol iman dan takwa ilmu
pengetahuan akan selalu berada pada jalur yang benar.
Semakin tinggi ilmu orang yang beriman semakin dekat ia kepada Allah SWT., semakin
meningkat iman dan ibadahnya, semakin baik akhlaknya, semakin terkontrol peneparan ilmu
pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ilmu yang sulit menjadi mudah, yang jauh
menjadi dekat, dengan ilmu menusia dapat menyelami hakekat kebenaran dalam membuktikan bahwa
Allah SWT. itu benar-benar ada dan Maha Esa ada-Nya, membuktikan ke-Maha Besaran-Nya, ke-
Maha Agungan-Nya serta membuktikan ke-Maha kuasaan-Nya dalam menciptakan alam semesta,
sehingga iman berfungi berfungsi sebagai dasar ilmu (basic science), karena iman selalu mememberi
cahaya kepada ilmu pengetahuan, sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS. 2:164, QS. 3:190-
191 dan QS.30:20-24 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
Konsekwensi iman sebagai dasar ilmu (basic science) ialah setiap ilmu wajib diamalkan.
Iman sebagai dasar ilmu (basic science) mempunyai tiga dimensi, yaitu:
5.1. Dimensi Qalbu (hati), yaitu dibenarkan oleh hati berdasarkan kebenaran ilmu yang diyakini (‘Ilm
al-yaqin), kebenaran ilmu yang teruji (‘ain al-yaqin), sampai kepada kebenaran mutlak (haqq al-
yaqin), sehingga mengokohkan keimanan dan ketakwaan yang kuat tak tergoyahkan yang
menerangi hati, akal dan nafsu (nurul-yaqin).
5.2. Dimensi perkataan (lidah), yaitu perkataan logis beradasarkan kebenaran iman dan ilmu
pengetahauan yang telah dimiliki.

9
5.3. Dimensi perbuatan (tindakan), yaitu mengerjakan sesuatu berdasarkan kebenaran keimanan yang
diyakini dan ilmu yang diketahui.
Bukti iman sebagai basic science akan terlihat pada pribadi yang utuh, antara kebenaran ilmu
yang ada dalam hati mengarahkan otak berfikir secara benar yang dibuktikan dengan ucapan dan
perbuatan yang benar pula. Inilah yang disebut dengan intelektual muslim sejati, sejalan antara kata
hati, ucapan dan perbuatan, yang disebut dengan kejujuran ilmiah.
Agama Islam mewajibkan setiap penganutnya menuntut ilmu pengetahuan, walaupun kepada
bangsa lain yang lebih maju dalam suatu bidang ilmu, tanpa melihat dari siapa ilmu itu berasal, baik
ras, suku, keturunan, agama dan budaya, karena menurut Islam, ilmu pengetahuan adalah milik
peradaban umat manusia ciptaan Allah SWT. Dengan menjadilan iman basic science, maka dengan
sendirinya terjadilah islamisasi ilmu pengetahuan dalam diri setiap pribadi intelektual muslim.
Agama Islam mengajarkan bahwa pendidikan harus berlangsung seumur hidup, yang dimulai
sejak memilih calon suami/isteri dengan sesama muslim yang shaleh dan shalehah, sebagai calon orang
tua penanggung jawab utama pendidikan anak dalam keluarga, sebagimana diisyaratkan dalam Q.S.
2:221 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya). Dilanjutkan dari masa bayi dalam
kandungan dengan menjaga kondisi fisik dan mental ibu dan melaksanakan tata cara pergaulan suami
istri secara Islami, selanjutnya pendidikan berlangsung dari lahir sampai mati.
Gagasan pendidikan seumur hidup (long life education) telah dipelopori oleh Islam jauh
berabad-abad sebelum para ahli pendidikan barat mengibarkannya dalam sistem pendidikan mereka.
Rasulullah SAW. menganjurkan kepada umatnya dalam beberapa Hadisnya: Tuntutlah ilmu
pengetahuan sejak dari lahir sampai mati. Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap pribadi muslim laki-laki
dan wanita. Tuntutlah ilmu pengetahuan, walaupun ke negeri Cina sekalipun.
Fungsi Ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam melahirkan pribadi-pribadi muslim sejati
yang bertakwa. Pada tingkat perguruan tinggi, akan melahirkan sarjana muslim yang profesional serta
memiliki integritas iman, ilmu dan amal, yang memilki ilmu yang amaliyah dan amal yang ilmiyah,
sebagai cendikiawan muslim sejati, yang diangkat derjat kehidupannya oleh Allah SWT. sebagaiman
diisyaratkan dalam QS:58:11 (Baca artinya dalam al-Qur’an dan Terjemahannya).
Seorang sarjana muslim profesional, dapat dilihat pada penerapan ilmu dan keahlian dalam
profesinya memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya sesuai dengan ajaran Islam. Terbentuknya
intelektual muslim merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan pendidikan Agama Islam di
perguruan tinggi. yaitu mendidik manusia menjadi sarjana muslim yang profesional, seperti ekonom

10
muslim, dokter muslim, sarjana hukum muslim, sarjana pertanian muslim, sosiolog muslim sastrawan
muslim, pakar muslim, frofesor muslim dan sebagainya.
Prediket muslim dalam kesarjanaan seseorang, tidak saja terletak pada motovasinya dalam
menekuni profesinya, akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan pula dari keislamannya dan
dari ilmu spesialis/profesinya itu sendiri. Seorang sarjana mslim bertanggngjawab melakukan
Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu memberikan nilai-nilai Islami terhadap ilmu dan teknologi yang
diterimanya dari sarjana non-muslim, karena ideologi, keyakinan agama yang dianut oleh seorang
ilmuan, dari mana ilmu itu berasal, sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan watak seorang
intelektual, dan pada gilirannya akan mempengaruhi perilakunya dalam melakukan tindakannya,
sekaigus ia berpartisipasi aktif mendakwahkan agamanya lewat spesialisasi dan profesi yang ia tekuni,
sebagai panggilan suci dari Tuhan yang diyakininya.

TUGAS DAN LATIHAN


Tugas Pilihan 1
Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan pemahaman anda tentang materi yang dibahas dalam bab ini?
Minimal 4 halaman, maksimal 8 halaman!
1. Siapakah pada hakekatnya yang mendidik manisia menurut konsep Pendidikan Agama Islam,
berdasarkan analisis dalil Al-Qur’an dan Hadis Rasul?
2. Jelaskan apa yang membedakan manusia dengan tumbuhan dan hewan, sehingga manusia diberi
tugas oleh Allah SWT sebagai khalifah Allah di bumi untuk menyembah-Nya sebagai Abdullah
(hamba Allah), berdasarkan analisis dalil Al-Qur’an dan Hadis Rasul?
3. Jelaskan, apa yang diberikan Allah kepada Manusia setelah manusia diciptakan-Nya, agar mansia
mampu melaksanakan tugas kekalifahannya di bumi, berdasarkan analisis dalil Al-Qur’an dan
Hadis Rasul?
4. Jelaskan tugas Rasul diutus Allah SWT. kepada manusia setelah manusia diciptakan-Nya,
berdasarkan analisis dalil Al-Qur’an dan Hadis Rasul?
5. Jelaskan fungsi tugas manusia di bumi ini, berdasarkan analisis dalil Al-Qur’an dan Hadis Rasul?
6. Jelaskan Tujuan Pendidikan Agama Islam secara umum?
7. Jelaskan Tujuan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tnggi?
8. Jelaskan proses pembentukan tingkah laku yang islami, dengan menganalisis bagannya?
9. Jelasakan pola sikap dan tingkah laku yang Islami dalam satu tabel/bagan?

11
10. Jelaskan peran pendidik (orang tua/guru/dosen) dan peran diri sendiri dalam mendidik diri anda
sendiri, sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan diri anda sendiri, dengan
menganalisisnya berdasarkan peralihan fungsi mendidik dalam tabel?
11. Betapapun usaha dilakukan oleh pendidik untuk membentuk sikap dan tingkah laku peserta didik
yang Islami, belum dapat dijamin akan tercapai. Jelaskan kenapa?
12. Jelaskan pembagian hidayah menurut Syekh Muhammad Abduh, beserta cnontohnya?
13. Hidayah yang manakah yang khusus diberikan Allah SWT. kepada Manusia? Kenapa? Jelaskan
berdasarkan al-Qur’an!
14. Jelaskan fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan kecerdasan Islami, beserta contoh
masing-masing berdasarkan pengalaman anda sendiri?
15. Jelaskan peranan Pendidikan Agama Islam dalam membentuk kemampuan yang Islami?
16. Jelaskan perbedaanPendidikan Agama Islam (Islamic Education), dan pengajaran Agama Islam
(Islamic Studies), dengan menganalisis tabel perbedaannya?
17. Jelaskan fungsi Ilmu pengetahuan dalam pendidikan Agama Islam berdasarkan analisis ayat al-
Qur’an yang mendasarinya?
18. Jelaskan dimensi iman terhadap eksistensi ilmu pengetahuan berdasarkan analisis ayat al-Qur’an
yang mendasarinya?
19. Jelaskan bukti iman sebagai basic science dalam kehidupan seorang intelektual muslim sejati,
berserta contoh pada diri anda kelak jika telah sukses menjadi intelektual muslim sejati?
20. Pendidikan menurut Islam berlangsung semur hidup. Dari mana sebaiknya pendidikan itu dimulai
menurut konsep pendidikan Agama Islam, berdasarkan analisis dalil ayat al-Al-Qu’an dan Hadis?
21. Jelaskan ciri-ciri intelektual muslim sejati berdasarkan analisis dalil ayat alQur’an?
22. Jelskan tanggung jawab sarjana muslim terhadap ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai
dengan keahlian dan profesinya?

Tugas Pilihan 2
Tulislah makalah minimal 4 halam doble folio bergaris, dengan judul:
FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
ISLAMI.
Batasan masalah:
1. Hakekat Pendidikan Agama Islam dan perbedaan Pendidikan Agama Islam dengan Pengajaran gama
Islam

12
2. Proses Pencapaian Tujuan Pendidikan Agama Islam
3. Fungsi dan peranan Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Kepribadian Islam.
4. Fungsi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Agama Islam.
5. Proses pembentukan intelektual muslim sejati

13
BUATLAH KONTROL DISKUSI/SEMINAR, SEBAGAI BUKTI ANDA TELAH MEMBUAT
TUGAS BERDASARKAN HASIL BACAAN ANDA TERHADAP SELURUH MATERI
KULIAH DALAM MODUL INI.
SESUAI DENGAN FORMAT DI BAWAH INI

INTRUKSI:
TULIS PERTANYAAN ANDA TERHADAP MATERI KULIAH YANG BELUM ANDA
PAHAMI PADA MODUL INI DI KOLOM PERTANYAAN SAYA TERHADAP MATERI
MODUL KULIAH YANG BELUM SAYA PAHAMI. MINIMAL 3 PERTANYAAN
MAKSIMAL 5 PERTANAYAAN
KEMUDIAN DISKUSIKAN PERTANYAAN TERSEBUT DENGAN TEMAN ANDA DALAM
KELOPOK SEMINAR/DISKUSI ANDA PADA MINGGU INI MELALUI DISKUSI DARING
YANG DIPIMPIN OLEH SALAH SEORANG ANGGOTA KELOMPOK SECARA BERGILIR.
KEMUDIAN BUAT PERTANAYAAN TEMAN ANDA RINGKASAN JAWABANYA PADA
KOLOM YANG TERSDIA
ANGGOTA KELOMPOK SEMINAR/DISKUSI MAKSIMAL 10 ORAMG, MINIMAL 5
ORANG YANG DIBAGI OLEH KETUA KOMTING
LAPORAN KONTROL DISKUSI/SEMINAR INI DALAM LEMBARAN TERPISAH DENGAN
TUGAS DAN DITEMPATKAN PADA HALAMAN TERAKHIR SETELAH HALAMAN
TUGAS

JUDUL:
KONTROL DISKUSI/SEMINAR TGL......... NAMA:............... BP..............

PERTANYAAN SAYA TERHADAP MATERI MODUL KULIAH


YANG BELUM SAYA PAHAMI
1.
2.
3. MINIMAL
4.
5. MAKSIMAL
PERTANYAAN PESERTA SEMINAR DAN JAWABANNYA
Moderator Diskusi/Seminar: Nama:.........................................BP...........................
No NAMA NO. BP ISI PERTANYAAN IRINGKASAN JAWABAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

14
KEPUSTAKAAN
Al-Syaibani, Omar Muhammad, Al-Thoumy, Prof. DR., Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1978
Departemen Agama RI., al-Qur’an dan terjemahnya, Postterm. Intermasa, jakarta, 1978
Hamidy, Zainuddin dkk. Shahih Bukhsri (Terjemahan), Widjaja Jakarta, 1992
Marimba, AD, Drs., Filsafat Pendidikan Islam, Bina Ilmu, 1978
Nata. Abudin, Pendidikan dalam perspektif al-Qur’an, UIN, Jakarta,
2005
Hadhiri, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
Said Hawa, Mensucikan Jiwa, Konsep Tazkiyatunnafs, Rabbani Press, Jakarta 1999
Shihab, Quraish, Prof. DR., Wawasan al-Qur’an, Edisi Baru, Mizan, Jakarta, 2007.
Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.
Qomar, Mujamil, Prof. DR. Epistimologi Pendidikan Islam, Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2005

15

Anda mungkin juga menyukai