Lima domain utama keterampilan abad 21 adalah literasi digital, pemikiran yang intensif,
komunikasi efektif, produktifitas tinggi dan nilai spiritual serta moral menggolongkan
keterampilan dan sikap abad 21 sebagai ways to thinking (knowledge, critical and creative
thinking), ways to learning (literacy and 1 Makalah Disampaikan pada Seminar “2nd Science
Education National Conference” di Universitas Trunojoyo Madura, 13 Oktober 2018 2
softskills), dan ways to learning with other (personal, social, and civic responsibilities).
Adapun US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi
keterampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills), keterampilan berpikir kreatif(Creative
Thinking Skills), keterampilan komunikasi(Communication skills), dan keterampilan kolaborasi
(Collaboration skills) sebagai kompetensi yang diperlukan di abad ke-21. Kompetensi tersebut
dikenal dengan kompetensi 4C.
Keterampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills) merupakan keterampilan
fundamental dalam memecahkan masalah. Keterampilan ini penting dimiliki oleh siswa dalam
menemukan sumber masalah dan bagaimana mencari dan menemukan solusi yang tepat atas
masalah yang dihadapi. Keterampilan berpikir kritis dapat ditanamkan dalam berbagai disiplin
ilmu. Guru memegang peranan penting dalam merancang dan mengembangkan program
pembelajaran yang lebih terfokus pada pemberdayaan keterampilan ini.
Keterampilan berpikir kreatif (Creatuve Thinking Skills) merupakan keterampilan yang
berhubungan dengan keterampilan menggunakan pendekatan yang baru untuk menyelesaikan
suatu permasalahan, inovasi, dan penemuan. Keterampilan ini merupakan suatu tindakan yang
benar-benar baru dan asli, baik secara pribadi (asli hanya untuk individu) atau secara budaya
(Abdullah dan Osman, 2010). Kesediaan siswa untuk berpikir tentang masalah atau tantangan,
berbagi pemikiran itu dengan orang lain dan mendengarkan umpan balik, merupakan beberapa
contoh berpikir kreatif yang dapat ditunjukkan oleh siswa dalam pembelajarannya.
Keterampilan berkomunikasi (Communication skill) merupakan keterampilan untuk
mengungkapkan pemikiran, gagasan, pengetahuan, ataupun informasi baru yang dimiliki baik
secara tertulis maupun lisan (NEA, 2010). Keterampilan ini mencakup keterampilan
mendengarkan, menulis dan berbicara di depan umum.
Keterampilan berkolaborasi (Collaboration skill) merupakan keterampilan untuk bekerja
bersama secara efektif dan menunjukkan rasa hormat pada tim yang beragam, melatih kelancaran
dan kemauan dalam membuat keputusan yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama
(Greenstein, 2012; NEA, 2012). Keterampilan bekerja dalam kelompok; serta kepemimpinan,
pengambilan keputusan, dan kerjasama.
HOTS
HOTS merupakan salah satu komponen dari keterampilan berpikir kreatif dan berpikir kritis.
Berpikir kreatif dan berpikir kritis dapat mengembangkan seseorang untuk lebih inovatif,
memiliki kreativitas yang baik, ideal dan 19 imaginatif. Ketika peserta didik tahu bagaimana
menggunakan kedua keterampilan tersebut, itu berarti bahwa peserta didik mampu berpikir,
namun sebagian dari peserta didik harus didorong, diajarkan, dan dibantu untuk dapat
mengaplikasikan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) harus
diajarkan dan dipelajari. Seluruh peserta didik memiliki hak untuk belajar dan menerapkan
keterampilan berpikir, seperti halnya pengetahuan yang lainnya.
HOTS atau keterampilan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran
secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini
menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan
memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan aspek penting dalam mengajar dan belajar.
Keterampilan berpikir sangat penting dalam proses pendidikan. Orang berpikir dapat
mempengaruhi kemampuan belajar, kecepatan, dan efektivitas belajar. Oleh karena itu,
keterampilan berpikir ini dikaitkan dengan proses belajar. Peserta didik yang dilatih dengan
berpikir menunjukkan dampak positif pada pengembangan pendidikan mereka (Heong dkk,
2011).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir tingkat
tinggi (Higher Order Thinking Skills) merupakan aktivitas berpikir yang tidak sekedar
menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang telah diketahui. Tetapi kemampuan
berpikir tingkat tinggi juga merupakan kemampuan mengkonstruksi, memahami, dan
mentransformasi pengetahuan serta 20 pengalaman yang sudah dimiliki untuk dipergunakan
dalam menentukan keputusan dan memecahkan suatu permasalahan pada situasi baru dan hal
tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam keterampilan berpikir, terdapat
beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Keterampilan berpikir tidak secara otomatis dapat dimiliki oleh peserta didik.
2. Keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pengajaran suatu bidang
studi.
3. ada kenyataannya peserta didik jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir
ini, sehingga perlu adanya latihan terbimbing.
4. Pengajaran keterampilan berpikir memerlukan model pembelajaran yang berpusat kepada
peserta didik (student centered).
Heutagogi
Heutagogy (berdasarkan Yunani untuk "diri") didefinisikan oleh Hase dan Kenyon pada
tahun 2000 sebagai studi pembelajaran yang ditentukan sendiri (mandiri). Heutagogy
menerapkan pendekatan holistik untuk mengembangkan kemampuan peserta didik,
dengan belajar sebagai proses aktif dan proaktif, dan peserta didik melayani sebagai
"agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri, yang terjadi sebagai akibat dari
pengalaman pribadi" (Hase & Kenyon, 2007, hal. 112).
Seperti dalam pendekatan andragogik, Instruktur atau pendidik pada heutagogy juga
memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan bimbingan dan sumber daya,
tetapi sepenuhnya pemilihan kepemilikan jalur pembelajaran dan proses untuk pelajar,
yang melakukan negosiasi belajar dan menentukan apa yang akan dipelajari dan
bagaimana hal itu akan dipelajari (Hase & Kenyon, 2000; Eberle, 2009). Sebuah konsep
kunci dalam heutagogy adalah bahwa dari putaran ganda pembelajaran dan refleksi diri
(Argyris & Schon, 1996, seperti dikutip dalam Hase & Kenyon, 2000). Dalam putaran
ganda pembelajaran, peserta didik mempertimbangkan masalah dan tindakan yang
dihasilkan dan hasil, selain merefleksikan proses pemecahan masalah dan bagaimana hal
itu mempengaruhi keyakinan dan tindakan pelajar itu sendiri