Anda di halaman 1dari 3

Kesenian Jawa Mataraman: Tari Reog Kendang Tulungagung Yang Mendapat

Antusiasme Tinggi Dari Masyarakat

Jawa Timur menjadi provinsi yang paling luas diantara enam provinsi lainnya di
Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah di bagian barat, Selat Bali di
bagian timur, Samudera Hindia di bagian selatan dan Laut Jawa di bagian utara dengan
bentangan wilayah total seluas 47.922 km2. Jawa Timur yang beribukota di Surabaya
memiliki 29 kabupaten dan sembilan kota. Mayoritas penduduknya bersuku Jawa, Madura,
Osing, Tengger dan beberapa suku pendatang lainnya. Wilayah Jawa Timur dibagi menjadi
sepuluh kawasan kebudayaan yaitu Jawa Mataraman, Jawa Panaragan, Arek, Samin (Sedulur
Sikep), Tengger, Osing, Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean, dan Madura Kengean
(Ayu Sutarto:2004).

Istilah Mataraman mengacu pada sub-wilayah sosiokultural di Jawa Timur yang


mencakup wilayah bekas Karesidenan Madiun dan wilayah Kediri. Wilayah Jawa Mataraman
merupakan wilayah yang budayanya masih terpengaruh kuat dengan nilai-nilai budaya
Kerajaan Mataram yang ada di Yogyakarta dan Surakarta.Secara umum, Mataraman dibagi
menjadi dua, yakni Mataraman Wetan dan Mataraman Kulon. Mataraman Kulon terdiri dari
Ngawi, Magetan, Ponorogo dan Pacitan. Sementara Mataraman Wetan meliputi Trenggalek,
Tulungagung, Kediri, Blitar, Madiun, Nganjuk.

Tari Reog Kendang Ciri Khas Kesenian Tulungagung

Tulungagung memiliki banyak kebudayaan, mulai dari benda/artefak berupa


situs budaya, upacara adat, kuliner, pusaka dan tarian, salah satunya adalah tari reog kendang.
Tarian ini menggambarkan arak-arakan prajurit Kedirilaya yang mengiringi Ratu Kilisuci
dalam rangka menemui Jathasura yang bertempat di Gunung Kelud. Selain itu versi lain
menyebutkan bahwa Reog Kendang ini terinspirasi dari permainan kendang Prajurit Bugis
dalam Kesatuan Laskar Trunojoyo. Pada jaman dahulu para prajurit menggunakan tam – tam
atau kendang kecil yang digendong.

Dalam pertunjukannya, Reog Kendang ini ditampilkan secara berkelompok oleh enam
penari yang masing-masing dari mereka membawa kendang atau dhodhog. Setiap kendang
yang di bawa masing-masing penari memiliki jenis yang berbeda diantaranya seperti kendang
kerep, kendang arang, kendang imbal 1, kendang imbal 2, kendang keplak, dan kendang
trinthing. Dalam pertunjukan Reog Kendang tersebut penari menari dengan energik sambil
mememainkan kendang mereka seirama dengan musik pengiring dan nyanyian lagu jawa.
Alat musik yang digunakan oleh pengiring tersebut diantaranya adalah kenong, gong dan
terompet.
Gerakan dalam Reog Kendang ini berfokus pada gerakan kaki yang serempak dalam
berbagai variasi. Selain itu gerakan badan, pundak, leher dan kepala yang disertai dengan
mimik muka yang ekspresif. Gerakan dalam Reog Kendang ini juga dibedakan menjadi
beberapa jenis, diantaranya seperti gerak baris, gerak sundangan, gerak andul, gerak
menthokan, gerak gedjoh bumi, gerak ngongak sumur, gerak midak kecik, gerak lilingan,
gerak kejang dan gerak bari. 
Untuk kostum yang digunakan para penari merupakan kostum khusus untuk Reog
Kendang yang menggambarkan para prajurit pada jaman dahulu.

Antusiasme Masyarakat Tulungagung Terhadap Tari Reog Kendang

Tari Reog Kendang yang mana ciri khas tarian Tulungagung ini mulai berkembang
dan mendapat perhatian masyarakat luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan keikutsertaan Tari
Reog Kendang di berbagai festival budaya, mulai dari panggung kecil di Tulungagung
sendiri, di regional Jawa Timur bahkan pernah ditampilkan dalam serangkaian acara
penurunan Bendera Merah Putih 17 Agustus 2016 silam. Penarinya dari berbagai usia mulai
yang muda sampai yang tua. Pada 12 November 2015, Tari Reog Kendang dengan penari
sebanyak 2.400 pelajar dari berbagai jenjang pendidikan di Kabupaten Tulungagung berhasil
mencatatkan diri dalam Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) nomor 7.181 (Antara
Jatim: 2015).

Kesuksesan dalam mengenalkan kebudayaan tari reog kendang ini tidak lepas dari
peran seniman/budayawan, pendidik, pemerintah dan masyarakat Tulungagung sendiri.
Mereka yang telah disebutkan tetap giat melestarikan tarian ini dengan mementaskannya
pada upacara adat, upacara agama, maupun acara formal lainnya sehingga tarian ini tetap
mendapat apresiasi yang tinggi. Tidak menampik juga peran sponsor dari masyarakat
sangatlah besar, dimana mereka turut andil dalam membiayai perawatan peralatan dan
perlengkapan tari serta pementasannya.

Referensi

Adji, Krisna Bayu. 2014. Babad Bumi Jawa. Yogyakarta: Araska.


Fadhila, Reza, Rinaldi Syahran, dkk. 2015. Ensiklopedia Jawa Timur: Masyarakat,

Religi dan Budaya. Jakarta: Aku Bisa.

http://st-kembangsore.blogspot.com/2011/12/reog-kendang-seni-budaya-khas.html

(diakses pada tanggal 01 Desember 2018 pukul 12.02).

Anda mungkin juga menyukai