SENI TARI
TARI JARANAN
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Apresiasi Seni dan Sastra
Dosen Pengampu : Rakanita Dyah Ayu Kinesti, M. Pd.
Disusun oleh :
1. Wardah Ayu Robi’attuladawiyah (1810310005)
2. Sri Wahyuni Widyastuti (1810310011)
3. Dwiyanti Puspitasari (1810310027)
4. Muhammad Fiqri Fadhilah (1810310030)
5. Ahmida Nurronia (1810310040)
1
https://eprints.umpo.ac.id/4315/3/BAB%20ll.pdf, dikutip pada 05-03-2020
2
Seni tari, https://digilib.unila.ac.id/17411/I/bab%201.pdf, dikutip pada 05-03-2020
bagian timur, mulai dari Ponorogo, Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Malang bahkan
sampai Banyuwangi. Beberapa mirip, namun tentu saja masih ada beberapa perbedaan.3
3
https://goodnewsfromindonesia.id/2017/12/14/jaranan-sejarah-dan-keunikannya, dikutip pada 05-03-2020
merupakanwarisan nenek moyang yang masih tetap ada dan berkembang hingga
sekarang.
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah
orang Kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak sekali yang melamar, maka
Dewi Sangga Langit mengadakan sayembara. Pelamar Dewi Sangga Langit semuanya
merupakan orang yang sakti dan memilki kekuatan yang tinggi. Sebenarnya Dewi
Sangga Langit tidak ingin menikah, tetapi dia ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga
memaksa Dewi Sangga Langit untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu
permintaan, yaitu barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau
Jawa dia akan menjadi suaminya. Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Sangga
Langit, diantaranya adalah Klono Sewandono, Toh Bagus utusan Singo Barong dari
Blitar, Kalawraha seorang adipati dri pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar.
Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing menuju Kediri untuk melamar Dewi
Sangga Langit. Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu
sebelum mengikuti sayembara di Kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klono
Sewandono. Akhirnya Dewi Sangga Langit memilih Klono Sewandono dari Wengker
untuk menjadi suaminya. Pada saat iring-iringan temanten dari kerajaan Panjalu ke
Wengker keduanya diarak oleh prajurit kerajaan yang menunggang kuda serta pemusik
yang memainkan alat musik yang terbuat dari bambu. Untuk mengenang pernikahan
dewi sangga langit dan klono sewandono lantas terciptalah seni jaranan. Disebut jaranan
karena dalam kesenian ini para penari menggunakan properti berupa jaran (kuda) yang
terbuat dari anyaman bambu yang juga dilengkapi dengan pecut. Musik pengiringnya
adalah gamelan. Para penari yang mengenakan jaran buatan melambangkan para prajurit
kerajaan Jenggala yang menaiki kuda ketika iring-iringan temanten, sedangkan mereka
yang memainkan gamelan melambangkan para pemusik yang memainkan alat musik dari
besi. Versi lain lagi menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang
pasukan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk
menghadapi pasukan Belanda. Menurut sekelompok masyarakat yang lain mengenai
sejarah ini, seni kuda lumping (jaranan) lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga
memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan
kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping itu, kesenian ini juga
sebagai media dalam menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal
kepada rakyat pada umumnya.
Beberapa masyarakat di daerah lain mengatakan tari kuda lumpin(jaranan) adalah tari
kesurupan. Mereka menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang
pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor
emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin
melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reyog
abad ke 8.
Ada juga kelompok masyarakat lain yang mengatakan bahwa kesenian kuda lumping
berasal dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Menurut mereka legenda ini menceritakan
tentang Raja Ponorogo yang selalu kalah dalam peperangan. Sang raja masygul dan
gundah. Hingga akhirnya ia pergi ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusuk-khusuknya
memohon kepada Dewa Jawata Sang Marasanga, ia dikejutkan oleh suara tankatingalan.
Suara itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang, ia
harus menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para prajurit
penunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe.
Konon, bande dan rawe-rawe itu menggugah semangat menyala, membabi buta di
kalangan para prajurit penunggang kuda. Ketika bertempur mereka mabuk sehingga tidak
sadarkan diri, tapi dengan semangat keberanian yang luar biasa menyerang musuh-
musuhnya. Demikianlah dalam setiap peperangan para prajurit bergerak dalam keadaan
kalap dan memenggal kepala musuh-musuhnya dengan kekuatan yang tangguh. Akhirya
Raja selalu memperoleh kemenangan. Untuk menghormati Dewa sang pemberi wangsit
dan memperingati kemenangan demi kemenangan kemudian setiap tahun diadakan
upacara kebaktian dengan suguhan acara berupa tarian menunggang kuda-kudaan yang
menggambarkan kepahlawanan, sebagai suatu prosesi dari prajurit penunggang kuda yang
kalap dan menyerbu musuh-musuhnya. Selanjutnya tarian menunggang kuda-kudaan itu
berubah menjadi sebuah kesenian yang digemari masyarakat. Tarian itulah yang kemudian
diberi nama Kuda Lumping.
Cara Permainan
Versi 1
Dalam pementasannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian
yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Pada fragmen
Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang
penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari
mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat
mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari
fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran
menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak
sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan
para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam
setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang memiliki kemampuan
supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris
merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan penawar hingga
kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari
senterewe.Kemudian pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih
santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian
penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.
Versi 2
Dalam pertunjukannya, Penari Kuda Lumping biasanya terbagi menjadi 3
bagian. Pada bagian pertama biasanya dilakukan oleh beberapa penari wanita,
dengan menunggangi kuda mereka menari dengan gerakan yang lembut dan
dinamis. Kemudian pada bagian kedua, biasanya dimainkan oleh beberapa penari
pria. Pada bagian ini para penari menari dengan gerakan yang menggambarkan
keberanian para prajurit penunggang kuda di medan pertempuran. Dan yang ketiga
atau terakhir adalah bagian yang dimainkan oleh beberapa pria yang menunggangi
kuda. Sambil memainkan pecut, mereka menari mengikuti iringan musik. Pada
bagian ini beberapa penari mengalami kesurupan dan dengan keadaan tidak sadar
mereka melakukan beberapa atraksi berbahaya seperti memakan beling, menyayat
diri, berjalan di atas pecahan kaca dan beberapa atraksi berbahaya lainnya.
Bunyi sebuah pecutan (cambuk) besar itulah yang sengaja dikenakan para pemain
kesenian ini, sebagai tanda yang menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan
mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si pemain. Dengan menaiki kuda dari
anyaman bambu tersebut, penunggan kuda yang pergelangan kakinya diberi
kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga
berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun
melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa
dengan giginya.
Pada permainan kuda lumping, makna lain yang terkandung adalah warna. Adapun
warna yang sangat dominan pada permaian ini yaitu; merah, putih dan hitam.
Warna merah melambangkan sebuah keberanian serta semangat. Warna putih
melambangkan kesucian yang ada didalam hati juga pikiran yang dapat
mereflesikan semua panca indera sehingga dapat dijadikan sebagai panutan warna
hitam.
Dalam menyuguhkan pertunjukan Kuda Lumping ini setiap grup atau daerah
memiliki kreasi tersendiri dalam menampilkannya, namun tetap tidak
meninggalkan keaslian dalam kesenian tersebut. Sebelum sebuah acara kuda
lumping digelar selalu ada 2 orang pawang (pemimpin spiritual yang memiliki
kekuatan supranatural) yang bertugas untuk mempertahankan cuaca agar tidak
hujan. Dan yang satunya bertugas melakukan ritual pemanggilan makhluk halus
dari empat penjuru mata angin. Disamping itu,datuk ini juga bertugas menjaga
lingkungan dari gangguan ghaib, memulihkan penari yang kesurupan dan
mengendalikan makhluk halus yang merasuki pemain.Mereka juga memohon
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar acara berlangsung aman dan tidak terjadi suatu
yang tidak diinginkan.
Alur Cerita
Seni Kuda lumping(jaranan) merupakan jenis kesenian rakyat yang sederhana,
dalam pementasanya tidak diperlukan suatu koreografi khusus serta perlengkapan
peralatan gamelan seperti halnya karawitan, gamelan untuk mengiringi seni kuda
lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari satu buah kendang, dua buah kenong,
dua buah gong dan sebuah selompret, sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi
tarian semuanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan
baik dan selalu eling ingat pada sang pencipta. Secara filosofis masing-masing alat
musik yang digunakan dalam mengiringi tari kuda lumping juga memiliki makna
yang berbeda, kendang berbunyi ndang…ndang…tak…ndlab mempunyai makna yen
wis titiwancine ndang-ndango mangkat ngadeb marang pengeran yang mempunyai
arti kalau sudah waktunya cepat-cepat bangun menghadap tuhanmu, dalam
melakukan ibadah jangan suka ditunda-tunda kenong ……. Slompret ……. Gong
……..
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional Kuda Lumping ini
seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya
seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar
tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.
Umumnya, pertunjukan kuda lumping (jaranan) ini berisi beberapa tarian yaitu
tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas,
penari berwujud kepala raksasa berwajah seram (Buto) dan badan manusia. Fragmen
selanjutnya adalah tari senterewe, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri
dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman
bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian ini menggambarkan tentang
kehidupan manusia yang di dalamnya berisi keserasian, keseimbangan dan perbedaan/
perselisihan dalam hidup. Dalam perjuangannya meniti kehidupan , penari diganggu
oleh perwujudan setan yang divisualisaskan dengan penari topeng (thethek melek)
yang berwwajah menyeramkan, lucu, cantik yang gerakan tariannya sengaja
mengecoh/ mengganggu para penari agar berbuat kesalahan. Selanjutnya, penari yang
hanyut oleh penari topeng akan kesurupan (ndadi). Nah, pada bagian ini kadang-
kadnag apresiasi pelaku seni terkadang kurang tepat, sehingga untuk menjiwai peran
ini melibatkan pihak-pihak yang dapat membuat orang kesurupan lalu
menghentikannya. Sebenarnya tidak harus ksurupan sungguhan tetapi cukup dengan
ekspresi saja. Setelah itu ada bagian tari yang menggambarkan perwatakan manusia
berkepala naga, sebuah symbol angkara murka diperankan dengan tari barong dan tari
celengan yang mengandung maksud menggambarkan kehidupan di hari pembalasan.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita
membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian
atraksi tari Kuda Lumping.
Seperti tarian lainnya, tari jaranan juga memiliki beberapa unsur seni yang dipadu
menjadi sebuah tarian. Suatu gerakan tidak dapat dikatakan sebagai tarian jika tidak
memenuhi unsur dasar tari (wiraga, wirama, wirasa, wirupa) dan unsur tambahan
( tata rias dan kostum, pola lantai, setting panggung, property).
1. Wiraga (Raga)
Wiraga adalah penampilan gerakan para penari. Gerak meliputi gerakan tubuh
dari kaki sampai kepala, semua anggota badan yang bisa digerakkan maka itu bisa
dikatakan gerakan tari, tetapi gerakan tersebut harus memilki makna dan konsep.
Dalam tari jaranan mengandalkan gerakan kaki yakni dua langkah kaki kanan dan kiri
secara bergantian dengan menghentakkan tumit dan ujung jari secara bergantian.
Gerakan kepala hanya menggeleng sesuai dinamika tabuhan kendang. Gerakan
tangan hanya menyabetkan cambuk dari depan ke belakang, tidak ada cambukan atas
ke bawah dan memutar lalu menyabetkan deng keras sehingga melontarkan bunyi
yang keras dan tinggi. Posisi badan penari banyak membungkuk dan sedikit goyangan
ke kiri dan kanan yang menggambarkan langkah kuda yang lambat karena beban yang
diangkutnya saat jalanan melanjak.
2. Wirama
Irama memegang peranan penting dalam suatu pertunjukkan tari, irama menjadi
sangat penting karena menjadi pengatur gerakan penari dalam melakukan gerakan
tariannya. Dalam tari jaranan menggunakan alat musik gamelan yang diiringi lagu
jaranan.
Jaranan
Jaranan…..Jaranan
Jarane jaran teji
Sing numpak ndoro Bei
Sing ngiring poro abdi
Jaranan…..jaranan
Jarane jarane kore
Ora ono kendaline
Jarane mlayu dewe
3. Wirasa
Wirasa adalah penjiwaan, penghayatan, dan pengekspresian gerak. Wirasa
dapat berupa bagian wajah dalam mengamalkan gerakan, baik gerakan maknawi
maupun gerak murni. Seni tari harus bisa menyampaikan pesan dan suasana perasaan
kepada penonton melalui gerakan dan ekspresi penari. Adapun dalam tari jaranan para
penari harus berekspresi serius dan berwibawa karena para penari menggambarkan
prajurit yang mengiringi pernikahan kerajaan.
4. Wirupa
Wirupa adalah rupa atau wujud yang memberikan kejelasan gerak tari yang di
pergerakkan oleh penari melalui warna busana, dan riasan.
5. Tata Rias dan Busana
Dalam sebuah pertunjukkan tari harus ada tata rias dan busana yang sesuai
dengan tarian dan karakter yang di bawakan oleh penari. Peran busana sangat penting
agar pesan dari tarian bisa tersampaikan dengan baik dan tepat. Busana yang tepat
akan membuat penonton lebih menikmati pertunjukkan tariannya. Dalam
pertunjukkan tari, riasan harus di sesuaikan dengan tema tarian yang dibawakan
sehingga penonton lebih memahami konteksnya. Busana dan tata rias yang digunakan
dalam pertunjukkan tari jaranan biasanya adalah pakaian para prajurit dengan
menggunakan baju lengan panjang atau lengan pendek, namun ada juga yang
menggunakan rompi, bahkan tidak menggunakan baju. Pada bagian bawah
menggunakan celana pendek sampai bawah lutut dan di hiasi dengan beberapa hiasan
warna warni dan kain bermotif batik.Untuk bagian kepala biasanya menggunakan
mahkota atau blangkon. Aksesoris yang digunakan adalah gelang tangan, gelang kaki,
ikat pinggang, keris, dan penutup dada.
6. Pola lantai
Pola lantai merupakan pola pijakan dari penari selama diatas panggung. Tarian
akan indah apabila penari bias menguasai pola lantai. Semakin lincah dan dinamis
pola lantai penari maka pertunjukkan tarian tersebut akan menjadi unik dan menarik.
Pola lantai yang digunakan dalam tari jaranan adalah pola lantai lurus dan
melengkung yang sederhana.
7. Setting panggung
Seni pertunjukkan tari yang baik akan memperhatikan pengaturan
panggungnya. Hal ini sangat penting karena dengan adanya panggung yang sesuai
tarian, tidak terlalu sempit, dan tertata rapi akan menimbulkan kesan pada penonton.
8. Properti
Properti adalah semua peralatan yang digunakan dalam pementasan tari.
Properti ini dapat digunakan untuk menunjang gerakan tarian agar lebih artistik dan
lebih menarik. Pada tari jaranan menggunakan properti tiruan kuda yang terbuat dari
anyaman bambu dan menggunakan properti pecut.
F. KRITERIA PENILAIAN
Tari adalah ungkapan perasaan jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis
yang indah. Nilai estetika tari ini adalah keindahan yang terkandung dalam tari itu.
Seni tari sebagai bagian dari seni pada umumnya sudah tentu memiliki nilai estetika
untuk keindahan geraknya. Ada 4 kriteria penilaian dalam menilai seni tari yaitu :
1. Wiraga adalah penampilan gerakan diatas panggung. Wiraga meliputi bagaimana
pemain itu menggerakkan tangannya, kaki, dan wajahnya. Hal-hal yang dapat
diperhatikan saat menilai gerakan adalah :
a. Bagaimana keluwesan penari
b. Bagaimana mimic muka sang penari saat menampilkan tarian, apakah sesuai
ekspresi dengan karakter tari tersebut.
2. Wirama yaitu gerakan yang dilakukan penari yang mengikuti irama sehingga
menciptakan keharmonisan dan keserasian gerakan. Hal-hal yang dapat
diperhatikan adalah :
a. Bagaimana kesesuaian gerakan dengan tarian
b. Bagaimana kekompakan gerakan antara satu penari dengan penari lainnya
3. Wirasa yaitu gerakan penghayatan yang diekspresikan melalui gerak wajah. Hal-
hal yang dapat diperhatikan adalah :
a. Bagaimana penari membawakan tarian dengan penuh penghayatan
b. Bagaiman ekspresi yang ditunjukkan
4. Wirupa yaitu gerakan yang dilakukan penari yang berkaitan dengan penampilan
tubuh saat melakukan gerak tari. Hal-hal yang dapat diperhatikan :
a. Bagaimana busana yang dipakai
b. Sesuaikah busana yang dipakai dengan tari yang dibawakan
c. Adakah property pendukung yang dibutuhkan
nilai
No Nama Kretivitas Wiraga Wirama Wirasa Wirupa Tata Jumlah
. Rias
Dan
Busana
1. Santi 80 82 83 84 85 85 499
2. Rara 82 84 83 85 83 84 501
3. Putri 83 87 86 85 85 86 512
DAFTAR PUSTAKA