Anda di halaman 1dari 8

Nama :Nadya Kurnia Probosiwi

No : 25
Kelas : XI ips 3
Tugas Agama Islam

1. Kisah Nabi Nuh AS


Nabi Nuh adalah nabi ketiga yang patut diimani setelah Nabi Adam AS dan Nabi Idris
AS. Nuh merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Nama Nuh berasal dari
bahasa Syria yang berarti 'bersyukur'. Nabi Nuh juga mendapatkan gelar dari Allah
SWT sebagai abdussyakur. Gelar itu berarti hamba yang banyak bersyukur sesuai
dengan surat Al-Isra ayat 3. "[Yaitu] anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa
bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba [Allah] yang banyak
bersyukur," bunyi terjemahan surat Al-Isra ayat 3. Nabi Nuh juga masuk dalam rasul
Ulul Azmi, yaitu rasul dengan ketabahan dan keteguhan hati yang luar biasa. Sesuai
surat Al-Ankabut ayat 14, Nabi Nuh bahkan berdakwah selama 950 tahun. Nabi Nuh
diutus oleh Allah SWT untuk menyerukan ajaran Allah pada umat Bani Rasib yang
menyembah berhala berupa patung-patung. Kezaliman di masa itu juga tengah
meningkat pesat. Dengan kesabaran, Nabi Nuh mulai berdakwah kepada umatnya.
Dia mengajarkan untuk menyembah Allah, meninggalkan maksiat, dan berbuat
kebaikan. Namun, bukannya menurut, kaum Nabi Nuh tetap saja tak percaya dengan
ajaran dan peringatan yang disampaikan. Kaum Bani Rasib bahkan tak percaya bahwa
Nabi Nuh merupakan seorang rasul. "Menurut riwayat, jumlah pengikut Nabi Nuh AS
tidak lebih dari 80 orang. Para pengikut Nabi Nuh AS tersebut terdiri dari orang-orang
miskin dan lemah," dikutip dari Nabi Nuh AS: Keajaiban Bahtera Raksasa karya
Testriono dan Tim Divaro. Tapi, Nabi Nuh tak patah arang. Ia tetap melanjutkan
dakwah meski menerima banyak celaan. Setiap kali Nabi Nuh berdakwah, mereka
justru memasukkan anak jarinya ke telinga dan menutup wajahnya dengan pakaian
tanda penolakan. Kisah perjuangan Nabi Nuh ini terdapat dalam Surat Nuh ayat 1-12.
Pengikut Nabi Nuh bahkan sampai diusir oleh para penguasa dan orang-orang kaya di
masa itu. Kaum Nabi Nuh juga menantang Nuh untuk mendatangkan azab yang selalu
disampaikan oleh Nuh. "Mereka berkata 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah
berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami,
maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar'." Berikut bunyi terjemahan surat Hud ayat 32. Nuh
lalu menjawab bahwa azab itu hanya bisa didatangkan oleh Allah. Allah lalu meminta
Nabi Nuh tak bersedih dan tetap teguh pada pendirian. Nabi Nuh lalu berdoa agar
Allah memberi hukuman pada orang-orang kafir tersebut. Allah lantas memerintahkan
Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera berupa kapal besar untuk mengangkut
orang yang beriman beserta sepasang hewan. Allah menyebut orang-orang kafir itu
akan ditenggelamkan. Atas perintah itu, Nabi Nuh mengumpulkan pengikutnya dan
bergotong royong membuat bahtera dari kayu selama siang dan malam dalam
beberapa tahun. Kerja keras Nabi Nuh ini juga mendapat cemooh dari orang-orang
yang tercela. Setelah bahtera itu dibuat dan tanda banjir besar bakal datang, Nuh
memerintahkan pengikutnya untuk naik ke kapal. Perlahan, air bah pun mulai
menggenang menenggelamkan daratan. "Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-
orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu
Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal," bunyi terjemahan surat Asy-Syu'ara
ayat 119-120. Dalam orang-orang yang ditenggelamkan itu, termasuk putra sulung
Nabi Nuh, Kan'an dan istrinya yang durhaka. Nabi Nuh sempat mengajak Kan'an naik
ke atas kapal, tapi ia menolak dan yakin dapat menyelamatkan diri dari air besar itu.
Nabi Nuh lalu menyadari bahwa cinta pada anaknya membuatnya lupa pada Allah.
Nuh lalu memohon ampun kepada Allah dan mengikhlaskan anaknya yang meninggal
dan masuk dalam golongan orang kafir. Kapal Nabi Nuh lalu menepi di pegunungan
Arafat. Setelah air surut, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk turun dan memulai
kehidupan baru. Dari kisah di atas, kiranya kita dapat mengambil keteguhan dan
kesabaran Nabi Nuh dalam bersyukur dan beribadah kepada Allah SWT sebagai salah
satu pelajaran penting. Dari kisah ini pula diketahui bahwa janji Allah berupa azab
dan pembalasan berupa bencana adalah benar. Pembalasan akan datang pada
waktunya. Allah juga hanya akan menyelamatkan umatnya yang beriman. "Saat
mengalami ujian dari Allah, orang selamat atau tidak, tergantung rahmat Allah, bukan
karena keturunan siapa, bukan karena anak Nabi. Kalau tidak bertakwa, nasibnya
akan seperti anak Nabi Nuh," 

2. Kisah Nabi Yunus AS


Bagi orang-orang yang berakal dan beriman kepada Allah SWT, dalam kisah Nabi
Yunus AS tersebut terdapat pelajaran dan hikmah yang besar. Mereka senantiasa
diselamatkan oleh Allah SWT dari bencana dan musibah apabila mereka bersabar dan
senantiasa memohon ampun dan petunjuk kepada Allah.
Perbanyak mengingat Allah. Allah memberitahukan umat manusia bahwa Yunus itu
termasuk orang-orang yang senantiasa bertasbih dan memohon ampun kepada Allah.
''Maka, kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak
mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari
berbangkit.'' (QS Alshaafat ayat 143-144). Menurut Dr Afis Abdullah, yang dimaksud
dengan orang-orang yang banyak mengingat Allah dalam ayat tersebut adalah orang-
orang yang banyak shalat. Sedangkan, Yunus adalah orang yang memperbanyak
shalat di waktu senang maka Allah menyelamatkannya di waktu kesempitan
(kesusahan). Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya, aku mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Peliharalah Allah
niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu senang,
niscaya Dia mengenalmu di waktu kesempitan.''
Kembali kepada Allah. Selain itu, pelajaran lainnya yang bisa dipetik dalam kisah
Yunus ini hendaknya kembali kepada Allah dan memohon ampun atas segala
kesalahannya sehingga Allah melapangkan kesempitan menjadi keluasan. Nabi Yunus
telah melakukannya dengan meratapi segala kesalahannya dan memohon ampun dari
perbuatannya itu. Gambaran ungkapan Nabi Yunus yang mendahulukan kalimat
tauhid dilanjutkan dengan tasbih untuk menunjukkan kesempurnaan Allah dan
kesuciannya dari segala kekurangan dan kelemahan. Penggambaran ini juga
menunjukkan pengakuan seorang hamba atas dosa yang diperbuatnya. Saad bin Abi
Waqqas telah meriwayatkan sabda Nabi SAW. ''Seruan Yunus dalam perut ikan paus
dengan ucapan Laa ilaha Illa Anta, Subhanaka Inni kuntu min al-zhalimin, tidak ada
tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau dan sesungguhnya saya termasuk orang-orang
yang zalim. Doa yang tidak ada seorang hamba Muslim pun mengucapkan, sedangkan
ia berada dalam bencana, kecuali Allah pasti akan memperkenannya.''
Sabar dalam berdakwah. Dalam kisah Yunus ini, terdapat pelajaran bagi para juru
dakwah (dai). Mereka hendaknya sabar dengan segala ujian dan cobaan. Sebab, di
balik kesulitan, pasti ada kemudahan (QS Al-Insyirah ayat 1-9). Ketika Nabi Yunus
AS meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, ia menunjukkan bahwa dirinya tak
mampu bersabar atas sikap umatnya yang suka membangkang. Namun, bila Allah
berkehendak, niscaya segalanya mudah bagi Allah. Karena itu, ketika Yunus keluar
dari satu kesempitan (meninggalkan kaumnya), ia justru mendapatkan kesempitan
lainnya, di antaranya harus rela menyeburkan diri ke laut dan dimakan oleh ikan paus.
Ketidaksabaran Nabi Yunus dalam berdakwah ini disampaikan pula oleh Allah
kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana termaktub dalam surah Alqalaam ayat
48-50. ''Maka, bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu dan
janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdosa dan
sedang dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera
mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam
keadaan tercela. Lalu, Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-
orang yang saleh.''

3. Kisah Nabi Adam AS


pelajaran dan hikmah yang bisa direnungkan dari kisah Nabi Adam alaihissalam.
1. Hendaknya manusia selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah SWT.
Pelajaran terpenting dalam kisah Nabi Adam adalah bahwa Allah SWT pada dasarnya
memberikan kebebasan kepada manusia sebagai makhluknya dalam berbagai hal.
Namun, kebebasan ini juga diiringi dengan batasan berupa larangan – larangan yang
ditetapkan oleh Allah SWT. Pada Nabi Adam alaihissalam, larangan tersebut adalah
larangan untuk mendekati sebuah pohon tertentu. Selain pohon tersebut, maka Nabi
Adam dan juga Hawa, isterinya, dibebaskan untuk memakan buah – buahan apa saja
yang ada di surga.

2. Waspada terhadap hambatan dari Iblis dan para pengikutnya. Dalam surat Al-A’raf
ayat 19, Allah menjelaskan mengenai perintah untuk tinggal di surga dan larangan
yang ada. Kemudian di surat Thahaa ayat 117, Allah menjelaskan mengenai hambatan
yang akan dihadapi oleh Nabi Adam dan isterinya, yaitu permusuhan dan godaan dari
Iblis. Dalam menggoda manusia, Iblis tidak hanya bekerja sendirian, dia memiliki
banyak pembantu. Termasuk juga dari bangsa manusia. Adanya Iblis ini akan
membuat manusia lupa diri dan terpedaya mengikuti jejak Iblis yang membangkang
dari perintah Allah. Akan tetapi, godaan tersebut tidak akan berpengaruh kepada
orang yang memegang teguh agama Allah.

3. Mengambil sikap yang tepat saat terjerumus ke dalam kemaksiatan. Kisah Nabi
Adam dan Hawa pada dasarnya menjadi contoh bagi semua manusia, khususnya
orang – orang yang beriman. Bahwa melakukan kesalahan dan berdosa adalah sesuatu
yang pasti terjadi dan manusiawi. Namun, apa yang dilakukan setelah itu lah yang
menjadi penting. Ketika Adam dan Hawa menyadari bahwa mereka telah melakukan
kesalahan, maka mereka langsung bergegas kembali dan mengakui kesalahan mereka
serta memohon ampunan dari Allah SWT. Berbeda dengan Iblis yang justru
meneruskan perbuatannya yang salah, bahkan mendebat Allah SWT serta menolak
perintah-Nya.
4. Menyadari kalau pertolongan Allah selalu menaungi hamba-hambaNya. Pada
dasarnya, Allah tidak pernah meninggalkan para hamba-Nya sekalipun. Penjagaan
dan kasih sayang Allah senantiasa menaungi hamba – hamba-Nya, terkhusus kepada
hamba yang beriman. Yaitu yang menjalankan perintah Allah, dan berjalan di atas
ajaran-Nya. Kepada orang – orang ini, Allah akan senantian memberikan berkah dan
rahmat. Akan tetapi, jika orang tersebut menjauh dari kitabullah dan wahyu, serta
hilang ketaatan serta ketaqwaan dalam diri orang tersebut, maka hilang juga
keamanan dari Allah. Bahkan orang tersebut bisa jadi akan mendapatkan kesulitan,
kelaparan, dan juga ketakutan.

5. Nabi Adam alaihissalam telah disiapkan menjadi penduduk bumi sejak awal
penciptaannya. Terakhir, perlu disadari bahwa diturunkannya Nabi Adam dan Hawa
ke bumi bukanlah disebabkan karena kesalahan Nabi Adam dan Hawa pada masa itu.
Namun, memang sejak awal Nabi Adam dan isterinya sudah Allah persiapkan untuk
tinggal di bumi dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini tertulis dalam surat Al-
baqarah ayat 30. Keberadaan Nabi Adam dan Hawa di surga adalah sesuatu yang
sifatnya sementara. Sekaligus sebagai bekal sebelum Nabi Adam dan isterinya turun
ke bumi dan menjadi khalifah. Turunnya Nabi Adam dan Hawa ke bumi bukanlah
suatu bentuk hukuman dari Allah atau kehinaan dan pengusiran dari surga.
Sebaliknya, Allah menurunkan Nabi Adam dan isterinya ke bumi dengan disertai
rahmat dan pertolongan Allah kepada mereka.

4. Kisah Nabi Muhammad SAW


Suatu hari, Rasulullah saw keluar dari rumahnya karena tidak ada makan siang yang
biasa dihidangkan istrinya. Di rumah, Rasulullah saw saat itu memang tak ada
persediaan makanan sedikit pun. Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan Abu
Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah pun bertanya ''Mengapa kalian ke luar
rumah?'' ''Kami keluar karena lapar, ya Rasulullah,'' kata kedua sahabat itu. ''Demi
Allah aku pun keluar karena alasan yang sama, oleh karena itu mari ikut aku. Ada
seorang sahabat Anshar yang akan aku datangi,'' ajak Rasulullah kepada sahabatnya.
Dan, ternyata kehadiran ketiga petinggi Islam itu disambut sukacita oleh sahabat dari
Anshar. Ia langsung menghadirkan nampan yang berisi air segar, buah kurma yang
matang, dan kurma yang masih melekat pada tandannya dan kemudian
mempersilakan tamunya untuk menyantap hidangan. Sang sahabat Anshar itu lalu
bergegas mengambil golok hendak memotong kambing untuk menjamu Rasulullah
saw. Namun, Nabi Muhammad saw melarangnya. Selesai menyantap hidangan itu
secukupnya, berkatalah Rasulullah kepada kedua sahabatnya itu: ''... Kalian pasti akan
ditanya pada hari kiamat tentang kenikmatan.'' Perkataan itu merupakan wahyu Allah
(QS At Takaatsur [102]:8). Kisah di atas, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim itu,
sepintas tak ada bedanya dengan kisah-kisah yang lain. Namun, sebenarnya ada
beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dari riwayat ini. Pertama, kisah itu
merupakan bukti keberhasilan Rasulullah saw membina masyarakat Muslim sehingga
sahabat Anshar tidak memperlihatkan sikap kurang senang ketika didatangi tamu.
Rasa kasih sayang para sahabat sudah terbentuk sehingga dengan ringan hati mereka
menolong sesamanya. Sikap-sikap itu ada pada semua sahabat Nabi saw, baik para
hartawan--seperti Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan--maupun orang-orang
papa semisal Ali bin Abi Thalib yang kerap memberikan sepotong roti yang
merupakan makanan dia satu-satunya dalam satu hari. Kedua, kisah itu juga
mengajarkan sikap para pemimpin yang tak mementingkan urusan materi untuk
kepentingan pribadi. Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar ra sebenarnya adalah
kelompok masyarakat kaya. Namun, sebagian besar hartanya dihabiskan untuk
kepentingan perjuangan Islam dan kaum Muslimin. Tak terlintas dalam benak mereka
untuk mengambil harta negara, walau secuil. Kesederhanaan itu, tak hanya berlaku
dalam kehidupan Rasulullah saw, tapi juga para sahabat yang lain. Karena itu,
sungguh aneh bila banyak petinggi/pejabat Muslim yang ada sekarang kadang-kadang
justru tak memiliki sikap peduli pada rakyat kecil. Bahkan, dari orang-orang tersebut
justru lahir kebijakan-kebijakan yang tak menolong rakyat kecil. Tidak salah apabila
ada pepatah yang menyebutkan bahwa umat tidak akan rusak dan hancur, betapapun
buruknya kondisi mereka selama mereka masih memiliki pemimpin yang soleh dan
bisa diteladani. Tapi sebaliknya bagaimanapun baiknya suatu umat, apabila dipimpin
oleh orang yang tidak baik, pasti mereka akan tetap hancur. Inilah pelajaran dari
Rasulullah saw yang sering diabaikan masyarakat Muslim.

Anda mungkin juga menyukai