Makalah Kode Etik Psikologi: Hubungan Professional
Makalah Kode Etik Psikologi: Hubungan Professional
Dosen Pengampu:
Oleh Kelompok :
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2021
2
KATA PENGANTAR
Hormat Kami
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................5
K. Contoh Kasus.......................................................................................................12
KESIMPULAN........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kode etik adalah suatu acuan yang dibuat untuk beberapa profesi yang
memerlukannya, kode etik sendiri diyakini dapat menjadi barometer tindakan
profesional dalam suatu profesi, termasuk Psikolog yang memerlukan Kode Etik
Psikologi untuk menjadi acuan agar dapat bertindak selayaknya Psikolog atau
Ilmuwan Psikologi dan sebagainya. Pada Pasal 1 Kode Etik Psikologi Indonesia
disebutkan bahwa Kode Etik Psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati
dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai
psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
2. Apa saja bentuk pelecehan yang tidak diperkenankan bagi Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi?
3
6. Apa saja bentuk eksploitasi yang tidak diperkenankan bagi Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi?
11. Bagaimana contoh kasus yang terjadi pada Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi?
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
1) Pelecehan Seksual
Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi dalam penerapan keilmuwannya
tidak terlibat dalam pelecehan seksual. Tercakup dalam pengertian ini adalah
permintaan hubungan seks, cumbuan fisik, perilaku verbal atau non verbal
yang bersifat seksual, yang terjadi dalam kaitannya dengan kegiatan atau
peran sebagai psikolog dan/atau ilmuwan psikologi. Pelecehan seksual dapat
terdiri dari satu perilaku yang intens/parah, atau perilaku yang berulang,
5
bertahan/sangat meresap, serta menimbulkan trauma. Perilaku yang di
maksud dalam pengertian ini adalah tindakan atau perbuatan yang dianggap:
a) Tidak dikehendaki, tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati atau dapat
menimbulkan suasana tidak nyaman, rasa takut mengandung
permusuhan yang dalam hal ini psikolog dan/ Ilmuwan Psikologi
mengetahui atau diberitahu mengenai hal tersebut atau
b) Bersikap keras atau cenderung mejadi kejam atau menghina terhadap
seseorang dalam konteks tersebut
c) Sepatutnya menghindari hal-hal yang secara nalar merugikan atau patut
diduga dapat merugikan pengguna layanan psikologi atau pihak lain.
2) Pelecehan Lain
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak diperkenankan secara sadar
terlibat dalam perilaku yang melecehkan atau meremehkan individu yang
berinteraksi dengan mereka dalam pekerjaan mereka, baik atas dasar usia,
gender, ras, suku, bangsa, agama, orientasi seksual, kecacatan, bahasa atau
status sosialekonomi.
6
D. Pasal 16: Hubungan Majemuk
7
E. Pasal 17: Konflik Kepentingan
(2) Eksploitasi Data Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak melakukan hal-
hal yang dianggap mengandung unsur pemanfaatan atau eksploitasi data dari
mereka yang sedang disupervisi, dievaluasi, atau berada di bawah wewenang
8
mereka, seperti mahasiswa, karyawan, partisipan penelitian, pengguna jasa
layanan psikologi ataupun mereka yang berada di bawah penyeliaannya
dimana data tersebut digunakan atau dimanipulasi digunakan untuk
kepentingan pribadi.
Hubungan sebagaimana tercantum pada (1) dan (2) harus dihindari karena
sangat mempengaruhi penilaian masyarakat pada Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi ataupun mengarah pada eksploitasi.
9
b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mencegah dilakukannya
pemberian layanan psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak
memiliki kompetensi dan kewenangan.
Informed Consent adalah persetujuan dari orang yang akan menjalani proses
dibidang psikologi yang meliputi penelitian pendidikan/pelatihan/asesmen dan
intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk tertulis dan
ditandatangani olehnorang yang menjalani pemeriksaan/yang menjadi subyek
penelitian dan saksi. Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam informed
consent adalah:
10
Informed consent yang berkaitan dengan proses pendidikan dan/atau
pelatihan terdapat pada pasal 40; yang berkait dengan penelitian psikologi pada
pasal 49; yang berkait dengan asesmen psikologi terdapat pada pasal 64; serta
yang berkait dengan konseling dan psikoterapi pada pasal 73 dalam buku Kode
Etik ini.
11
dialihkan atau dihentikan pelayanan tersebut dengan alasan apapun, hendaknya
dibahas bersama antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan penerima
layanan psikologi kecuali kondisinya tidak memungkinkan.
K. Contoh Kasus
Kasus:
12
dinonaktifkan sejak awal September lalu, setelah ia terbukti menggunakan data
palsu untuk publikasi ilmiahnya.
[Dibuang]
[Terkejut]
13
Dan akhirnya membawa daftar pertanyaan seperti pengakuannya ke sekolah-
sekolah. Beberapa pekan sesudahnya ia mempresentasikan penelitiannya itu di
hadapan karyawannya. Jika ada seseorang yang menanyakan daftar pertanyaan
itu, maka Stapel mengaku tidak memilikinya lagi, karena tidak bisa menyimpan
semuanya.
[Penyalahgunaan kekuasaan]
Tapi penipuan Stapel tidak hanya mengenai hasil penelitian saja, kata
penyelidik Levelt. “Stapel dengan kekuasaan yang dimilikinya mengintimidasi
peneliti-peneliti muda. Jika ada seseorang yang terus bertanya-tanya maka ia
mengatakan: ‘Saya punya hak untuk dipercaya.’ Namun yang lebih parah ia
dapat berkata: ‘Saya jadi ragu, apakah Anda bisa mendapatkan promosi.'”
Menurut Levelt, penipuan hanya dilakukan oleh Stapel sendiri.
Komisi menyatakan para peneliti dan promovendi lainnya tidak terlibat atau
tidak mengetahui tentang penipuan ini. Mengapa penipuan ini bisa berlangsung
begitu lama? Komisi menyatakan terutama karena kerja Stapel yang rapih,
manipulatif dan penyalahgunaan kekuasaan. Namun universitas-universitas
menyadari bahwa mereka juga kurang memperhatikan faktor-faktor ini. Diskusi
pasti akan memanas. Karena bagaimana seseorang dapat melakukan praktek-
praktek seperti itu dan tidak ada rekan kerjanya yang menyadari atau
membongkar hal ini, dapat dikatakan memalukan dunia internasional. Sementara
itu Stapel sendiri menyesal. “Saya sadar, bahwa dengan kelakuan ini saya
mengacaukan dan menimbulkan kemarahan di antara kolega dan memalukan
dunia psikologi sosial. Saya malu dan saya menyesal,” kata Stapel. Ia juga
menyatakan bahwa dirinya telah menerima bantuan untuk mencari tahu mengapa
hal ini semua bisa terjadi.
[Kaget]
14
marah mendengar kabar penipuan Stapel. “Soalnya data-data yang dipalsukan
Stapel dipakai oleh beberapa mahasiswa PhD dalam penelitian mereka,” tutur
Farah. “Akibatnya, sejumlah kandidat PhD tertunda kelulusannya karena data
mereka tidak shahih.”. “Dosen-dosen juga shock,” tambah Farah. “Mereka
kecewa, nggak nyangka. Bahkan ada yang sampai menangis.” Toh, menurut
Farah, dosen-dosen Universitas Tilburg lebih memilih bungkam jika mahasiswa
— atau “pihak luar” – mempertanyakan kasus ini.
[Kepercayaan]
Dilansir oleh website resmi media online Hidayah.com pada hari Jumat, 04
November 2011.
Analisis:
15
Pasal 17 : Konflik Kepentingan
16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada Bab IV Kode Etik Psikologi Indonesia terdiri dari 10 pasal, mulai dari pasal
13 hingga pasal 22 yang membahas seputar hubungan antar manusia. Bab ini
menjelaskan sikap, ketentuan tidak diperkenankannya melakukan pelecehan seksual
ataupun tindakan meremehkan lainnya. Disamping hal itu pada bab ini juga
membahas mengenai bagaimana penghindaran dampak buruk dan informed consent
yang harus diberikan kepada semua pengguna layanan psikologi. Bab ini juga
membahas ketentuan hubungan kepada sesama profesi psikologi dan hubungan
dengan profesi lain, Psikolog dan Ilmuwan Psikologi hendaklah memastikan tidak
dibenarkannya seseorang yang tidak mempunyai kompetensi dan bukan dari profesi
psikologi memberikan pelayanan psikologi. Selain itu bahwa Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi harus menyadari pentingnya perencanaan kegiatan dan
menyiapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan bila terjadi hal-hal yang dapat
menyebabkan pelayanan psikologi mengalami penghentian, terpaksa dihentikan atau
dialihkan kepada pihak lain.
17
DAFTAR PUSTAKA
18