Anda di halaman 1dari 3

Komunikasi Terapeutik Dalam Pelayanan Kanker Dan Paliatif :

Kajian Literatur
1
Minanton, S.Kep, Ns.*, 2Dr. dr.Arlina Dewi, M.Kes, AAK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia
*email : minantonsevennain@yahoo.co.id

Abstrak
Komunikasi terapeutik diperlukan perawat, pasien kanker dan keluarganya dalam pelayanan kanker dan
paliatif dalam memberikan informasi dan memenuhi kebutuhan pasien. Artikel ini untuk mereview
artikel yang menyediakan informasi tentang Komunikasi terapeutik dalam pelayanan kanker dan paliatif.
Pencarian dari 3 database yaitu PubMed, Ebscohost, dan ProQuest, serta dari Google Scholar search
engine di cari menggunakan kata kunci : Komunikasi terapeutikor effective communication or
therapeutic communication or discussion or conversation, Paliatif or Palliative care or terminal care,
cancer care, Nurse*, Cancer patient*. 17 artikel yang terinklude dalam review ini . Karakteristik
komunikasi terapeutik: menunjukan empati dan dukungan emosional, rasa hormat or dignity, informasi
yang jelas, terbuka dan jujur, mengklarifikasi dan fokus pada informasi yang lebih disukai dan
dibutuhkan pasien dan keluarga, menghindari pemberian harapan palsu dan kata-kata pelembut,
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan penggunaan nonverbal, pendengar secara aktif dan
baik. Manfaat komunikasi terapeutik yaitu meningkatkan kepuasaan pasien dan keluarga dan
membangun hubungan interpersonal. Hambatan berasal dari perawat, pasien dan institusional.
Strateginya yaitu training skill communication bagi perawat. Perawat perlu mengetahui karakteristik,
hambatan, manfaat serta strategi berkomunikasi terapeutik karena komunikasi tersebut adalah inti dari
pelayanan kanker dan paliatif.

Abstract
Therapeutic communication is needed by nurses, cancer patients and their families in cancer and
palliative care to discuss the information and meet patient’s need. This article to review articles that
provide information about therapeutic communication in cancer and palliative care. A search of three
databases, namely PubMed, EBSCOhost, and ProQuest. Additional, the Google Scholar search engine
with using the keywords: Therapeutic communication or effective communication or discussion or
conversation, End-of-life care or palliative care or cancer care, Nurse *, Cancer patient *. 17 articles
were included in this review. Characteristics of good communication are showing empathy and
emotional support; Showing respect or dignity; clear, open and honest information; clarify and focus
patients‟ or families‟ preference and need about the information, avoiding giving false hope and
euphemism, using easy language and appropriate nonverbal, actively listening. Benefits of good
communication are to enhance patients‟ and families‟ satisfaction with care and build interpersonal
relationships of trust. Barriers come from nurses, patients or their families and institutions. Finally, The
strategy that can improve provision of good communication is communication skills training for nurses.
Nurses need to know the characteristics, barriers, benefits and therapeutic communication strategies for
good communication in end-of-life care.

PENDAHULUAN berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas,


Kanker merupakan salah satu penyebab mual/muntah, anoreksia (penurunan berat badan),
kematian terbanyak di dunia setelah kasus penyakit konstipasi dan kelelahan (gangguan aktivitas) serta
jantung. yakni 9,8 juta orang mati akibat kanker di gejala psikososial seperti distress emosional,
tahun 2018 (WHO, 2018). Di Indonesia, tingkat gelisah, dan depresi yang mempengaruhi kualitas
prevalensi penyakit kanker dari tahun ke tahun hidup pasien dan keluarganya. Perawatan yang
meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar tahun sangat sesuai dengan kondisi penyakit terminal
2018, prevalensi penyakit kanker di Indonesia yaitu adalah perawatan paliatif (Deli and Ana, 2014;
1,8 per mil naik dari 1,4 per mil di tahun 2013. Kelley and Morrison, 2015; Arianti., Firmawati and
Yogyakarta merupakan provinsi dengan jumlah Rochmawati, 2016).
kasus kanker terbanyak di Indonesia, yakni 4,9 per Palliative care atau perawatan paliatif
1000 penduduk (Riskesdas, 2018). merupakan tipe perawatan yang tidak hanya
Kemajuan alat-alat medis membuat pasien menekankan pada gejala fisik saja, tetapi perawatan
kanker mampu bertahan hidup lebih lama, namun ini juga fokus terhadap aspek-aspek emosional,
terkadang menimbulkan penderitaan dari pada psikososial, dan ekonomis serta spiritual untuk
kesembuhan karena hidup lebih lama tidak berarti memenuhi kebutuhan akan perbaikan kualitas
hidup lebih baik. Pasien kanker akan mengalami hidup pasien. Pelayanan kanker merupakan salah
http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.1, Juli 2019
satu bentuk pelayanan paliatif di Indonesia, mencapai persetujuan(informed consent),
pelayanan ini berfokus pada pengobatan dan mengatasi dilema etis (Granek et al., 2013).
pengontrolan progresi kanker (Deli and Ana, 2014;
Sherwen, 2014; Selman et al., 2017).
Area paliatif ataupun pelayanan kanker
adalah area praktek dengan masalah yang sering
dirasakan menantang dan sulit baik bagi perawat Karakteristik komunikasi
maupun pasien atau keluarganya. Salah satu
tantangan dan kesulitan itu seperti bagaimana
terapeutik dalam pelayanan
mengatur masalah komunikasi yang ada di paliatif dan kanker
pelayanan paliatif atau kanker yang sangat Komunikasi terapeutik merupakan
kompleks contohnya bagaimana memberikan elemen vital dalam pelayanan paliatif dan kanker.
informasi secara tepat tentang berita buruk terkait Perawat memainkan peran penting dalam merawat
diagnosis atau prognosis, bagaimana pasien kanker. Kemampuan yang harus dimiliki
mendiskusikan tujuan perawatan dan keinginan perawat adalah kemampuannya untuk melakukan
pasien serta bagaimana cara memulai diskusi komunikasi yang terapeutik. 11 artikel telah
tentang kematian dan proses kematian dimana mengidentifikasi 7 item yang menggambarkan
dikalangan masyarakat masih relative tabu karakteristik komunikasi terapeutik di pelayanan
(Brighton and Bristowe, 2016). paliatif dan kanker yaitu :
Komunikasi bisa didefinisikan sebagai 1. Menunjukan empati dan dukungan emosional
pembagian informasi secara sukarela dan sengaja (Roscoe et al., 2013; van Vliet et al., 2013; Coyle
antara dua orang atau lebih dalam upaya et al., 2015; Milic et al., 2015; Banerjee et al.,
menyampaikan dan menerima pesan. Komunikasi 2016; Selman et al., 2017). 6 artikel
memainkan peran vital dalam pelayanan akhir mengemukakan bahwa menunjukan empati dan
kehidupan pasien kanker. Komunikasi pada pasien dukungan emosional merupakan salah satu pusat
kanker sangat menantang namun sejauh ini hal dari Komunikasi terapeutik Cara menunjukan
tersebut kurang diperhatikan dalam pelayanan empati dan dukungan emosi yaitu dengan cara
kanker sehingga sering bagi perawat onkologi membantu mereka merasa dipahami dan didukung
melaporkan hambatan substansial dan tantangan bisa dengan cara mengakui emosi pasien contohnya
berkomunikasi dalam praktek mereka (Hasan and saya bisa melihat “betapa kewalahannya kamu”,
Rashid, 2016). Hasil penelitian Virdun menyatakan mevalidasi emosi pasien seperti “ini pasti sangat
bahwa komunikasi terapeutik merupakan salah satu sulit”, menormalkan emosi pasien seperti “
hal penting yang diinginkan oleh pasien dan kebanyakan orang-orang yang berada disituasimu
keluarganya dalam perawatan penyakitnya. Lebih merasakan hal yang sama” terakhir seperti saya
lanjut komunikasi terapeutik menurut pasien dan sangat kagum bagaimana kamu telah menerima
keluarga yaitu pemberian informasi yang jujur dan penyakitmu”.
jelas terkait penyakitnya, komunikasi dengan 2. Menghargai pasien atau rasa hormat (Roscoe
empati (Virdun et al., 2017). et al., 2013; Strang et al., 2014; Milic et al., 2015;
Komunikasi terapeutik adalah landasan Murray, McDonald and Atkin, 2015), yaitu
dasar untuk kepastian pengobatan, hasil kesehatan bagaimana perawat mampu menjaga privasi pasien
yang positif, kepatuhan pasien dan kualitas dan menghormati keputusan pasien tentang
perawatan secara keseluruhan (Hasan and Rashid, keinginan dia mendiskusikan topik yang sensitif,
2016). Sehingga seorang perawat harus memiliki seperti diagnose atau kabar buruk.
dan menguasai skill komunikasi yang dibutuhkan 3. Memberikan informasi yang jelas, terbuka
supaya mereka bisa bekerja secara efektif dan dan jujur (Granek et al., 2013; Strang et al., 2014;
membangun hubungan interpersonal yang Coyle et al., 2015; Milic et al., 2015; Murray,
kontruktif dan sukses antara perawat dan pasien McDonald and Atkin, 2015; Seccareccia et al.,
(Sherwen, 2014; Lai, 2016). 2015; Krawczyk and Gallagher, 2016), tujuannya
Komunikasi terapeutik diperlukan perawat untuk membantu pasien dalam memahami maksud
dan pasien kanker dalam pelayanan kanker dan tindakan perawat dan informasi tersebut dapat
paliatif untuk mendiskusikan informasi tentang membuat pasien merasakan kemudahan dan
diagnosis, prognosis, dan pengobatan pilihan secara mengurangi harapan yang tidak realistis.
realistis, mendorong pasien menyadari pelayanan 4. Menghindari pemberian harapan palsu and
yang ada, memperjelas prioritas pasien, eupemisme (Granek et al., 2013; Roscoe et al.,
membangun hubungan kepercayaan antara perawat, 2013; van Vliet et al., 2013; Coyle et al., 2015;
pasien dan keluarga, meminimalisir ketidakpastian Milic et al., 2015; Murray, McDonald and Atkin,
dan mencegah harapan yang tidak realistis 2015; Krawczyk and Gallagher, 2016), Tujuannya
sementara mempertahankan harapan yang realistis,
http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.1, Juli 2019
untuk mengurangi harapan yang tidak realistis dari 2016), perbedaan keyakinan dan budaya (Shahid et
pasien maupun keluarganya. al., 2013; Schubart et al., 2015; Banerjee et al.,
5. Fokus pada informasi yang dibutuhkan dan 2016; Khosla et al., 2017), hambatan bahasa
diinginkan (Strang et al., 2014; Coyle et al., 2015; (Granek et al., 2013; Shahid et al., 2013; Murray,
Milic et al., 2015; Murray, McDonald and Atkin,
McDonald and Atkin, 2015; Khosla et al., 2017)
2015), sebelum informasi diberikan maka terlebih dan keengganan pasien atau keluarga untuk
dahulu diklarifikasi sejauh mana pemahaman membicarakan kematian dan proses kematian dan
pasien dan keinginan akan informasi tersebut,
cenderung berdampak negative (Granek et al.,
sehingga ada koneksi informasi dan kebutuhan
pasien. 2013; Murray, McDonald and Atkin, 2015)
6. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami Faktor institusional yaitu stigma dalam
(Roscoe et al., 2013; Murray, McDonald and pelayanan paliatif (Granek et al., 2013), kurangnya
Atkin, 2015), menggunakan bahasa awam akan protokol di pelayanan kanker dan paliatif (Granek
mudah dipahami dan meminimalisir et al., 2013), kurangnya supervisi (Ghahramanian
misunderstanding serta penggunaan komunikasi et al., 2014), kurangnya training untuk
non verbal yang tepat contohnya sentuhan, duduk berkomunikasi baik bagi perawat (Granek et al.,
disamping pasien bisa mendorong pasien 2013; Alshehri and Ismaile, 2016), beban kerja dan
memahami bahwa perawat siap membantu. waktu tidak seimbang (Ghahramanian et al., 2014),
7. Aktif mendengarkan (Roscoe et al., 2013; kehilangan autonomi berdiskusi terkait masalah
Strang et al., 2014; Seccareccia et al., 2015), paliatif (Banerjee et al., 2016).
perawat perlu mengetahui kapan harus bicara dan
kapan harus mendengar sehingga interaksi yang Manfaat komunikasi terapeutik
baik tercipta antara perawat dan pasien selain itu, Dari 17 artikel yang terpilih, hanya dua
lebih banyak mendengar daripada berbicara di artikel yang membahas manfaat dari komunikasi
salah satu waktu itu lebih baik. terapeutik. Komunikasi merupakan tema yang
paling umum yang berhubungan dengan kepuasan
Hambatan dalam menyediakan komunikasi dan kualitas pelayanan. Dampak dari komunikasi
terapeutik dalam pelayanan paliatif dan kanker terapeutik dengan pasien atau keluarga adalah
Review ini mengidentifikasi beberapa meningkatnya kepuasan pasien atau keluarga
hambatan yang ditemukan untuk berkomunikasi terhadap pelayanan yang diberikan (Seccareccia et
baik, dijelaskan oleh 8 artikel yang dikelompokkan
menjadi tiga kategori utama yaitu: Faktor perawat, al., 2015; Krawczyk and Gallagher, 2016) dan
faktor pasien atau keluarga, dan faktor membangun hubungan interpersonal dengan pasien
institusional. dan keluarga yang didasari kepercayaan dan
Faktor perawat merupakan hambatan kekeluargaan (Seccareccia et al., 2015)
mayor untuk menyediakan komunikasi yang baik,
dimana factor perawat seperti kurang pengalaman
dan motivasi (Granek et al., 2013; Alshehri and
Ismaile, 2016), Kesulitan dengan treatment atau
palliatif, Ketidaknyamanan dan merasa tabu
mendiskusikan tentang kematian dan proses
kematian sehingga cenderung mengabaikan untuk
berdiskusi (Granek et al., 2013; Murray, McDonald
and Atkin, 2015; Alshehri and Ismaile, 2016),
menyebarnya tanggung jawab antara kolega untuk
mendiskusikan isu-isu paliatif (Granek et al., 2013;
Schubart et al., 2015; Alshehri and Ismaile, 2016),
kurang bimbingan (Granek et al., 2013), dan
kurangnya pengetahuan dan skill dalam
menyediakan komunikasi yang terapeutik
(Banerjee et al., 2016).
Faktor pasien dan keluarga seperti
karakteristik individu (Granek et al., 2013;
Ghahramanian et al., 2014; Banerjee et al., 2016;
Khosla et al., 2017), keluarga yang tidak siap
kehilangan (Granek et al., 2013; Banerjee et al.,
http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.1, Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai