Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

MALARIA

Disusun Oleh:

Hendra Kusdiantoro
09.011

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG – PROBOLINGGO
2013

1
LAPORAN PENDAHULUAN
MALARIA

A. Definisi
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari
kelompok Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang
ditularkan oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak
80 spesies anopheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor
malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa
dari genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati.
Sampai saat ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada
burung, monyet, kerbau, sapi, binatang melata.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam,
anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan
oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay &
Raharja, 2000).

B. Insiden
Penyakit malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
di Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur.Angka mortalitas akibat
penyakit ini dibeberapa daerah di Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu
sebesar 20,9 – 50 %. Seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan
salah satu daerah endemis malaria dan penyakit ini menduduki rangking ke 2 dari
10 besar dari penyakit utama di Puskesmas. Berdasarkan Profil Kesehatan
Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2006 s/d 2007, Insiden penyakit malaria
yang diukur berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) sejak tahun 2006 s/d
2007 cenderung meningkat (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2
C. Etiologi
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae,
dari ordo Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat
ini empat spesies plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab
malaria tropika yakni nyamuk anopheles, Plasmodium vivax sebagai penyebab
malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai penyebab malaria kuartana dan
Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika.
(Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis Plasmodium yang sering
menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale (Departemen Kesehatan
RI, 2000).

D. Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten)
dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari
penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala
disebut “Trias Malaria” (Malaria paroxysm). Secara berurutan.
Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa
lemas dan pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu
makan menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan
rasa berat yang terus menerus, khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam
keadaan menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai dengan pembesaran
limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas
gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta adanya
riwayat kunjungan atau berasal dari daerah malaria.
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat
lemah, bibir dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada
anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1
jam.

3
b. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah,
kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih
kuat. Penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC.
Stadium ini berlangsungantara 2-4 jam.
c. Stadium berkeringat
Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat,
kadang-kadang samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan
setelah bangun tidur badan terasa lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium
ini berlangsung antara 2-4 jam. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan
infeksi malaria adalah : (Departemen Kesehatan RI, 2000).

E. Patofisiologi
a. Narasi
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai
macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada
malaria terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah
setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada
endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat
tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi
mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-
eritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit,
sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan
patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya
eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang
mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga
menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular
yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.

4
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang
mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk
melepaskan berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan
patofisiologi yang berhubungan dengan malaria.
Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari
rongga saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan
faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan
sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan
sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory
Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah
paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat
meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium
kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum
akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan
stadium lanjut P. falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs)
pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam
organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan
di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium
kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler
dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor
(menjadi lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.
Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein
kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut.

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia


dapat terjadi melalui dua cara yaitu :

5
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung
parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah
manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang
baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan
hal-hal sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
 Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
 Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis
intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan
berbagai mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF
ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob
ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan
antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat
dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan. (Price.
Sylvia, 2002)

b. Pathway
(Terlampir)

F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis),
uji imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah
penderita. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan

6
persyaratan tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu
pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki
periode berkeringat, karena pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi
mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies
parasit. Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler.
Kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium
yang tepat (Purwaningsih, 2000). Diagnosa malaria dibagi dua (Departemen
Kesehatan RI., 2000), yaitu :
a. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Darah Lengkap dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit,
dan trombosit. Biasanya pada kasus-kasus malaria, dijumpai kadar eritrosit
dan hemoglobin yang menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan
eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting
adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi
penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, dapat dijumpai
trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria
tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan
peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).
Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen
vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis
dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan
cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL.
Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai
95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini
sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).
c). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai
tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi

7
adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit
sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab
antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi
terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah.
Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan
positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination
test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi
DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya
tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat
memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan
belum untuk pemeriksaan rutin.

G. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan
hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
1. Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
2. Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
3. Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi
nyamuk mendekat
4. Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau
tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

b. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia.
Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis
dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.

8
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus
makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
1. Pemberian obat anti malaria
a. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin
b. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit,
yaitu primakuin
c. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina,
klorokuin, dan amodiakuin
d. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah
gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk
P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
e. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk
ookista dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan
proguanil.
2. Pemberian obat anti malaria berat
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah
Sakit atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular
direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas
perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang
menderita malaria berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunatArtesunat parenteral tersedia
dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut
dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat
larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik
dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan
Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose
secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12
jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb
per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan

9
artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis
yang sama.
Bila penderitasudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis
pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter. Artemeter intramuskular
tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak
Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular
Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali
sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat
minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat +
amodiakuin + primakuin.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi
malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat
Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah
endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,
peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau individu
yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya
menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent,
kawat kassa dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb
selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan
kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin
dengan dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu
minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.

10
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A.Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis

B. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya
panas, pusing, mual, muntah, lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan
anemia.

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, Kulit kuning
dan perut kelihatan  membesar bila sudah dalam kondisi parah, hilangnya
nafsu makan dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi
saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.  

c. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat
transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker,
infeksi kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple.

d. Riwayat penyakit keluarga


Perlu dikaji apakah kedua orang tua menderita malaria, maka anaknya
berisiko menderita malaria. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang
mungkin disebabkan karena keturunan.

11
C. Activity Daily Living
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat
dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan
aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
2. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan
masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
3. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
4. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka
traumatik.
D. Pemeriksaan Fisik
a.   Keadaan umum
Klien biasanya terlihat lemah dan tampak pucat, perut membuncit
akibat hepatomegali, bentuk muka mongoloid, ditemukan ikterus.

12
b.    TTV
 TD: Hipotensi
 Nadi: Takikardi (>100x/menit)
 RR: Takipneu (>24 x/menit)
 Suhu: Bisa naik (> 40˚C)
c.     Review of system
BI (Breath)
Pasien dengan Malaria Bila gejala telah lanjut klien mengeluh sesak
nafas, pernafasan dangkal, cepat, melaui hidung disertai penggunaan otot
bantu pernafasan.
B2 (Blood)
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien Malaria dapat ditemukan
tekanan darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi nadi cepat
dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan
gambaran Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna),
Hipokrom (jumlah sel berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah
yang tidak normal), Pada sel target terdapat fragmentosit dan banyak
terdapat sel normablast, Kadar haemoglobin rendah dijumpai pada malaria
berat disertai syndroma anemia, yaitu kurang dari 6 mg/dl.
B3 (Brain)
Status mental pada pasien malaria kondisi lanjut bisa terjadi
penurunan kesadaran, gelisah, kejang.
B4 (Bladder)
Pada klien dengan malaria biasanya ditemukan BAK lebih sering, bisa
terjadi urine berwarna gelap, Palpasi adanya distesi bladder (kandung
kemih).

B5 (Bowel)
Selaput mukosa kering, kesulitan dalam menelan, kembung, nyeri
tekan pada epigastrik, nafsu makan menurun, mual muntah, pembesaran
limpa, pembesaran hati, abdomen tegang, terdapat pembesaran limpa dan
hati (hepato dan splemagali).

13
B6 (Bone)
Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar hemoglobin
dalam darah, selain itu  warna kulit kekuning- kuningan. Nyeri otot / sendi,
kelemahan, penurunan aktifitas.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada pasien malaria adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu tubuh/ hipertermia b.d peningkatan tingkat
metabolisme, dehidrasi, perubahan pada regulasi temperatur.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual, muntah dan anoreksia.
3. Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral
4. Gangguan mobilitas b.d kelemahan tubuh

3. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Peningkatan suhu tubuh/ hipertermia b.d peningkatan tingkat
metabolisme, dehidrasi, perubahan pada regulasi temperatur.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, suhu tubuh klien
turun.
Kriteria Hasil:
 TTV dalam batas normal: S = 36,5 – 37,5˚C
 Turgor kulit < 2 det
 Input dan output cairan balance
 Mukosa bibir lembab
Intervensi:
1. Pantau suhu pasien, perhatikan pasien menggigil/ diaforesis.
R: Suhu 38,9- 41,1 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis mis: kurva demam lanjut
berakhir lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia, demam. Menggil
merupakan puncak suhu.
2. Pantau suhu lingkungan , batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi.

14
R: Suhu ruangan/ jumalh selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
R: Dapat membantu mengurangi demam.
4. Berikan selimut pendingin
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan umumnya lebig besar dari
39,5- 40 c pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan pada otak.
5. Kolaborasi
Berikan antipiretik misalnya : ASA (Aspirin), asetaminofen (Tylenol).
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada
hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi
dari sel- sel yang terinfeksi.

Dx. 2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual, muntah dan anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi.
Kriteria Hasil:
 Tidak terjadi mual
 Muntah (-)
 Anoreksia (-)
 BB ideal
Intervensi:
1. Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit , berat badan dan derajat
kekurangan berata badan, integritas kulit, adanya tonus usus, riwayat mual/
muntah atau diare.
R: Berguna untuk mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
2. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tidak disukai.
R: Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangkan keinginan individu untuk memperbaiki makanan.

15
3. Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik.
R: Berguna dalam menukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4. Selidiki anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan
obat. Awasi frekuensi, volume, konsistensi feses.
R: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrien.
5. Dorong makan dengan sering dengan porsi sedikit.
R: Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik
meningkat saat demam.
6. Berika perawatan mulut sesudah maupun sebelum tindakan.
R: Menurunkan rasa tak enak karena sisa muntah atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
7. Dorong orang terdekat untuk memberikan makanan.
R: Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu
memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
8. Kolaborasi
Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
R: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolik pasien.

Dx. 3 Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri klien
berkurang.
Kriteria Hasil:
 Grimace (-)
 Pusing berkurang
 Skala nyeri 2 – 5
 Nadi: 60 – 80
Intervensi:
1. Pertahankan tirah baring pada pasien selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.

16
2. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misal;
kompres dingin, pijat, relaksasi.
R: Menurunkan tekanan vaskular serebral dan memperlambat respon
simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3. Minimalkan aktivitas yang dapat meningkatkan sakit kepala.
R: Aktivitas yang meningkat menyebabkan sakit kepala karena adanya
peningkatan tekanan vaskular serebral.
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R: Pasien biasanya mengalami pusing juga kadang mengalami hipotensi
postural.
Meningkatkan kenyamanan umum.
5. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur jika terjadi
perdarahan hidung.
R: Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas
mulut.
6. Kolaborasi:
Berikan analgesic sesuai indikasi
R: Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang simpatis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. E. Mariylynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer. A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media aesculapius.

FK UI. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Spiritia. (2000), Malaria. (http://medicafarma..com/2008/05/malaria.html , diperoleh

pada tanggal 04 Maret 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai