Anda di halaman 1dari 8

Artikel Penelitian

KARAKTERISTIK GANGGUAN TIDUR PADA PENYAKIT


PARKINSON BERDASARKAN PARKINSON DISEASE SLEEP
SCALE

CHARACTERISTICS SLEEP DISORDER IN PARKINSON DISEASE PATIENTS


USING PARKINSON DISEASE SLEEP SCALE

Welhelmina Manubulu*, Thamrin Syamsudin*, Nushrotul Lailiyya*

ABSTRACT
Introduction: Parkinson’s disease (PD) is the second most common progressive
neurodegenerative disease after Alzheimer’s disease. Sleep disorders in patients with PD is often
found but rarely detected. Parkinson’s Disease Sleep Scale (PDSS) is a simple and accurate tool
to detect specific sleep disorder in PD.
Aims: To obtain the characteristics of sleep disorder in patients with Parkinson’s
Disease using the PDSS scale.
Method: This was an observational descriptive study with cross-sectional design in 54
PD patients in Hasan Sadikin Hospital, Salamun Hospital in Bandung and RSUD Cianjur, who
fulfilled the inclusion criteria during the period of June 2014. Anamnesis and PDSS questionnaire
filling was performed to the subjects to obtain the characteristics of sleeping disorder in patients
with Parkinson’s Disease.
Result: From the 54 Parkinson’s disease patients as subjects, were mostly males (66.7%),
mean age of 63.92 years old, with high school graduate as the majority of education level (38.9%),
stage 2 on Hoehn and Yahr scale as the most common severity level of disease (37.3%), and the
mean duration of disease was 4.53±3.87 years. Types of sleep disorder assessed using PDSS, were
insomnia (34.25%), EDS (31.48%), RLS (15.74%), and parasomnia (8.33%). Causes of sleep
disorders included nocturia (37.96%), sleeping quality (35.18%), motor symptoms (20.83%), and
sleep refreshment (16.66%). There was significant correlation association between degree of
disease severity to the total PDSS score (p<0.000), patient’s age and duration of PD are not
associated with incidence of sleeping disorder.
Discussion: The most frequent type of sleep disorder was insomnia and cause of sleeping
disorder was nocturia. The degree of PD severity had a positive correlation with the chance of the
patients to develop sleeping disorder.
Keywords: Parkinson’s disease, PDSS, sleep disorder.

ABSTRAK
Pendahuluan: Penyakit Parkinson (PP) merupakan penyakit degeneratif progresif
terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer, sekitar 1% dari penduduk usia 65-69 tahun.
Gangguan tidur pada pasien PP sering ditemukan, namun jarang terdeteksi dan diperhatikan,
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Parkinson Disease Sleep Scale (PDSS)
merupakan suatu alat ukur yang sederhana dan akurat untuk mendeteksi gangguan tidur yang
spesifik pada pasien PP.
Tujuan: Mengetahui karakteristik gangguan tidur pada pasien PP menggunakan PDSS.
Metode: Penelitian deskriptif observasional secara potong lintang terhadap pasien PP di RS
dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Salamun Bandung, dan RSUD Cianjur pada Juni 2014. Subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan anamnesis dan pengisian kuesioner PDSS.
Hasil: Didapatkan 54 subjek dengan mayoritas laki-laki (66,7%) dengan usia rata-rata
63,92 tahun, dengan mayoritas jenjang pendidikan adalah lulusan SMA (38,9%). Derajat berat

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

penyakit terbanyak pada stadium 2 skala Hoehn dan Yahr (37,0%), dengan rerata durasi 4,53±3,87
tahun. Jenis gangguan tidur berdasarkan PDSS berupa insomnia (34,25%), excessive daytime
sleepiness (31,48%), rest leg syndrome (15,74%), dan parasomnia (8,33%). Penyebab gangguan
tidur adalah nokturia (37,96%), kualitas tidur (35,18%), gejala motorik (20,83%), dan sleep
refreshment (16,66%). Terdapat hubungan yang signifikan antara derajat beratnya penyakit dengan
total skor PDSS (p<0,000), sedangkan usia dan durasi PP tidak berkaitan dengan gangguan tidur.
Diskusi: Gangguan tidur terbanyak adalah insomnia dengan penyebab gangguan terbanyak
adalah nokturia. Semakin tinggi derajat keparahan PP semakin tinggi kemungkinan pasien
mengalami gangguan tidur.
Kata kunci: Gangguan tidur, Parkinson disease, Parkinson disease sleep scale.

*Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung. Korespondensi:


manubulu.nina@gmail.com.

PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson (PP) merupakan penyakit degeneratif progresif terbanyak
kedua setelah penyakit Alzheimer pada usia tua. Insidensnya di Amerika Serikat 4,5-
21/100.000 penduduk pertahun, dan sekitar 1% dari penduduk usia 65-69 tahun dengan
prevalensi yang akan meningkat 5% pada usia 80-84 tahun.1,2 Di Indonesia tahun 2003
diperkirakan terdapat sekitar 400.000 pasien PP.3 Penyakit Parkinson mempunyai
karakteristik gejala tidak hanya terdapat gangguan motorik, tetapi juga gejala nonmotorik
seperti depresi, nyeri, dan gangguan tidur.4,5 Studi gangguan tidur oleh Chaudhuri dkk,
Less dkk, melaporkan bahwa 60-96% pasien yang menderita Parkinson mengalami
gangguan tidur dibandingkan dengan pasien kontrol yang hanya mengalami gangguan
tidur 33%.¹,6
Gangguan tidur dapat dinilai dengan menggunakan pemeriksaan subjektif dan
objektif. Pemeriksaan objektif sebagai baku emas pemeriksaan fisiologis untuk tidur
dengan menggunakan polisomnografi (PSG) dan multiple sleep latency test (MLST),
namun pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lama serta biaya yang relatif mahal.
Pemeriksaan subjektif adalah dengan menggunakan kuesioner. Dari keseluruhan
kuesioner, ada 3 kuesioner yang direkomendasikan memenuhi kriteria serta dapat dipakai
untuk menilai adanya gangguan tidur seperti Epworth Sleepiness Scale (ESS), Pittsburgh
Sleep Quality Indeks (PSQI), dan Parkinson Disease Sleep Scale (PDSS).7,8
Di Indonesia, penelitian Ariyanie tentang gangguan tidur menggunakan ESS dan
PSQI, mendapatkan hasil bahwa ESS hanya dapat mengukur gangguan tidur siang hari
pada PP, sedangkan PSQI dipakai untuk mengukur kualitas tidur secara umum, tidak
hanya pada PP.⁹ Kedua skala ini hanya dapat dipakai untuk mengukur gangguan tidur
secara umum, serta memerlukan waktu yang lebih lama dalam penilaian gangguan
tidurnya.
Telah direkomendasikan suatu alat ukur untuk mengukur gangguan tidur pada PP,
hasil kerjasama berbagai multisenter, multidisiplin ilmu seperti neurologi, neurofisiologi,
fisiologi, dan perawat khusus pasien PP bekerjasama dengan kolega dari Jerman dan
Italia, yaitu PDSS.1,10 PDSS telah digunakan sejak tahun 2002 tidak hanya untuk
mendeteksi gangguan tidur, namun juga sensitif untuk membedakan faktor-faktor
penyebab yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan tidur pada penyakit Parkinson
secara spesifik.10
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan
gambaran karakteristik gangguan tidur pada pasien PP dengan menggunakan PDSS.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur secara
lebih spesifik serta memberikan terapi yang optimal dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien PP.

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran karakteristik gangguan tidur
pada pasien PP dengan menggunakan PDSS.

METODE
Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni 2014 secara potong lintang. Subjek
penelitian adalah pasien penyakit Parkinson yang datang ke Instalasi Rawat Jalan RS dr.
Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. M. Salamun Bandung, dan RSUD Cianjur. Kriteria
inklusi adalah semua pasien penyakit Parkinson berdasarkan United Kingdom
Parkinson’s Disease Society Brain Bank Criteria (UKPD) oleh dokter Spesialis Saraf,
stadium penyakit 1-4 (menurut Hoehn and Yahr), usia ≥40 tahun, dan bersedia mengikuti
penelitian dengan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah gangguan
memori berat Mini Mental State Examination (MMSE) ≤24 dan sedang dalam
pengobatan sedatif atau hipnotik.
Subjek dinilai kognitifnya dengan menggunakan MMSE dan derajat beratnya
penyakit berdasarkan stadium Hoehn and Yahr (H & Y). Gangguan tidur dinilai
berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner PDSS. Setiap pertanyaan yang ada
merujuk pada: item 1 untuk menilai gangguan pada kualitas tidur, item 2 dan 3 untuk
menilai durasi tidur dan insomnia, item 4-5 untuk menilai restless leg syndrome (RLS),
item 6-7 untuk menilai parasomnia atau rapid eye movement (REM) sleep behavior
disorder (RBD), item 8-9 untuk menilai nokturia, item 10-13 untuk menilai gejala
motorik saat malam, item 14 untuk menilai sleep refreshment, dan item 15 untuk menilai
kantuk pada siang hari atau excessive daytime sleepines (EDS).¹⁰ Analisis data
menggunakan software SPSS.

HASIL
Dari 54 subjek penelitian didapatkan rerata usia subjek 63,92+9,77 tahun dengan
mayoritas laki-laki (66,67%) dan tingkat pendidikan tinggi (≥9 tahun) sebanyak 62,96%.
Stadium penyakit Parkinson paling banyak berada pada stadium 2 H & Y (37,03%) dan
rerata durasi penyakit 4,53±3,87 tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Karateristik Subjek Penelitian (n=54)


Variabel n (%)
Jenis kelamin
§ Laki-laki 36 (66,7)
§ Perempuan 18 (33,3)
Pendidikan
§ SD 10 (18,5)
§ SMP 10 (18,5)
§ SMA/Sederajat 21 (38,9)
§ Perguruan tinggi 13 (24,1)
Derajat beratnya penyakit
§ H&Y 1 11 (20,4)
§ H&Y 2 20 (37,0)
§ H&Y 3 18 (33,3)
§ H&Y 4 5 (9,3)
H&Y (Hoehn and Yahr)

Berdasarkan uji Kruskal Wallis Rank Anova didapatkan pengaruh derajat


beratnya penyakit Parkinson terhadap skor total PDSS secara bermakna (p<0,000),
sedangkan usia dan durasi penyakit tidak berpengaruh bermakna (p=0,117 dan p=0,627).
Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata terendah didapatkan pada item 8 (nokturia) sebesar

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

5,6 dan rerata tertinggi didapatkan pada item 7 (parasomnia) sebesar 9,4. Semakin rendah
skor menunjukkan bahwa item tersebut menjadi penyebab terbesar terjadinya gangguan
tidur, sebaliknya semakin tinggi skor menunjukkan bahwa item tersebut paling sedikit
menyebabkan terjadinya gangguan tidur.

Tabel 2. Penilaian Skor Total dan Individual Item Skor PDSS (n=54)
Item Rerata Simpang baku Kisaran
#1 6,5 2,01 1-10
#2 7,2 2,28 1-10
#3 6,2 2.47 1-10
#4 9,2 1,60 5-10
#5 7,9 2,73 0-10
#6 8,7 2,06 2-10
#7 9,4 1,38 4-10
#8 5,6 2,56 0-10
#9 8,3 2,77 1-10
#10 8,7 2,12 2-10
#11 7,7 2,51 0-10
#12 7,5 2,31 1-10
#13 7,4 2,04 1-10
#14 8,3 2,87 0-10
#15 7,4 3,18 0-10
Total Skor 115,26 21,29 43-143

Semakin tinggi derajat penyakit Parkinson maka semakin rendah pula skor PDSS
pada semua item dan skor total PDSS (Tabel 3). Dari cut off point ≤5 dari tiap item
pertanyaan yang menunjukkan adanya gangguan tidur, didapatkan pada stadium 1-3
semua item nilainya >5 yang menunjukkan tidak adanya gangguan tidur, sedangkan pada
stadium 4 didapatkan hampir semua item bernilai ≤5 yang menunjukkan adanya
gangguan tidur kecuali item 4,6,7,10,12 (RLS, RBD, gejala motorik saat malam, sleep
refreshment).

Tabel 3. Skor Total dan Individual PDSS Berdasarkan Derajat Berat Penyakit (n=54)
Item H&Y 1 H&Y 2 H&Y 3 H&Y 4
#1 8,18 6,9 5,94 3,2
#2 8,45 8,05 6,44 3,6
#3 8,72 6,4 5,38 3,2
#4 10,00 9,65 8,66 7,4
#5 9,00 8,85 7,00 5
#6 9,63 9,5 7,94 6,6
#7 9,63 9,8 8,72 10
#8 7,00 5,6 5,50 3,2
#9 10,00 8,8 8,00 4
#10 9,54 9,1 7,94 8,2
#11 9,18 7,5 8,22 4
#12 9,63 7,3 7,05 5,4
#13 7,27 7,75 8,00 4,4
#14 9,54 9,15 8,00 3
#15 8,36 8,5 6,94 3
Total skor 134,18 122,05 10,55 74,2
Ketrangan: H&Y (Hoehn and Yahr)

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

Pada Tabel 4 dapat dilihat presentase skor ≤5 pada jenis gangguan tidur tertinggi
didapatkan pada durasi tidur dan insomnia sebesar 34,25%, EDS (31,48%), RLS
(15,74%), sedangkan presentase terendah didapatkan pada RBD (8,33%). Penyebab
gangguan tidur tertinggi didapatkan pada nokturia sebesar 37,96%, gangguan kualitas
tidur sebesar 35,18%, gejala motorik (20,83%), sedangkan presentase terendah
didapatkan pada sleep refreshment sebesar 16,66%.

Tabel 4. Jenis dan Penyebab Gangguan Tidur berdasarkan PDSS (n=54)


Komponen PDSS Rerata % skor ≤5
Jenis gangguan tidur
§ Durasi tidur dan insomnia 6,71 34,25
§ Kantuk pada siang hari (EDS) 7,44 31,48
§ RLS 8,54 15,74
§ Parasomnia (RBD) 9,08 8,33
Penyebab gangguan tidur
§ Nokturia 6,98 37,96
§ Gangguan kualitas tidur 6,50 35,18
§ Gejala motorik 7,85 20,83
§ Sleep refreshment 8,27 16,66
Keterangan:
PDSS: Parkinson’s Disease Sleep Scale; EDS: excessive daytime sleep; RLS: restless leg syndrome; RBD:
rapid eye movement behavior disorder.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian berdasarkan usia menunjukkan rerata usia pasien penyakit
Parkinson, yaitu 63,92+9,77 tahun. Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang bersifat
degeneratif, biasanya mulai terjadi pada usia 40 tahun dan mencapai puncak pada dekade
keenam.¹¹ Secara fisiologis, proses penuaan akan menyebabkan berkurangnya konsentrasi
dopamin dalam otak, sehingga penyakit Parkinson lebih banyak ditemukan pada populasi
usia tua.¹² Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan rerata usia penderita
Parkinson saat penelitian dilakukan berada pada usia >60 tahun, yaitu penelitian Abe dkk
di Jepang, Pellecchia dkk di Italia, dan Suzuki dkk di Jepang sebesar 64,6 tahun, 65
tahun, dan 66,4 tahun.13-15 Demikian juga Ariyanie di Bandung mendapatkan rerata usia
penyakit Parkinson 67 tahun.⁹
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan penderita penyakit Parkinson sebagian besar
laki-laki 66,67% dan perempuan 33,33%, dengan perbandingannya adalah 2:1. Hal ini
sesuai dengan penelitian Norlinah dkk di Malaysia, Pellecchia dkk di Italia yang
mendapatkan penderita penyakit Parkinson lebih banyak terdapat pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan nilai perbandingan 59:41% dan 59,7:40,3%.¹³ Demikian
juga penelitian sebelumnya di Bandung didapatkan penderita penyakit Parkinson pada
laki-laki sebesar 70,7%, sedangkan pada perempuan 29,3%.⁹ Berbagai faktor risiko
dikaitkan dengan etiologi penyakit Parkinson, di antaranya faktor pekerjaan, lingkungan,
dan proses penuaan. Pekerjaan sebagai petani dan pekerja di pabrik pestisida yang
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit Parkinson umumnya dilakukan oleh laki-laki,
sehingga kemungkinan hal ini yang mendasari mengapa penyakit Parkinson lebih banyak
diderita oleh laki-laki.12,16
Pada tingkat pendidikan pasien penyakit Parkinson dalam penelitian ini didapatkan
sebagian besar pendidikan SMA (38,89%), hal ini sesuai dengan penelitian Wang dkk di
Cina (35%) dan Ariyanie di Bandung (29,3%) yang mendapatkan bahwa pasien PP
sebagian besar pada tingkat pendidikan SMA.⁹
Mayoritas subjek berada pada derajat 2 H&Y (37,03%). Hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor disabilitas yang ditimbulkan oleh gejala penyakit. Pada derajat 1

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

subjek mungkin tidak terlalu mengeluhkan gejala yang terjadi. Pada derajat 2 dan 3
subjek sudah merasa terganggu sehingga mencari pengobatan medis, sedangkan pada
derajat 4 dan 5 subjek mungkin sudah mengalami disabilitas berat hingga sulit untuk
dibawa berobat ke rumah sakit. Hal ini sejalan dengan penelitian Pellecchia dkk di Italia
dan Suzuki dkk di Jepang yang mendapatkan sebagian besar subjek pada derajat 2
H&Y.13,14
Penelitian ini juga menunjukkan rerata durasi penyakit 4,53±3,87 tahun, sesuai
dengan Najafi dkk di Iran, yaitu 4,5±4,26 tahun.¹⁷
Derajat beratnya penyakit Parkinson pada penelitian ini berhubungan bermakna
dengan skor total PDSS (p<0,000), sedangkan usia dan durasi penyakit tidak didapatkan
pengaruh yang bermakna. Hal ini ditemukan juga pada penelitian Tse dkk di Cina dan
Chaudhuri dkk di Inggris, semakin tinggi derajat penyakit maka akan semakin sering
pasien PP mengalami gangguan tidur bila dibandingkan dengan pasien yang derajat
penyakitnya lebih rendah.10,17
Semakin tinggi derajat PP maka semakin rendah pula baik skor per item maupun
skor total PDSS pada penelitian ini, yang berarti semakin tinggi derajat penyakit maka
akan semakin tinggi kemungkinan subjek mengalami gangguan tidur. Hal ini disebabkan
semakin tinggi derajat penyakit maka semakin besar kemungkinan timbulnya komplikasi,
seperti wearing off, diskinesia, parasomnia, dan nyeri yang dapat menyebabkan gangguan
tidur. Selain itu pada derajat penyakit yang semakin tinggi kadar dopamin di otak
biasanya semakin berkurang.11,12 Berkurangnya kadar neurotransmiter yang meregulasi
mekanisme bangun, tidur, dan degenerasi neuron ini akan berhubungan dengan terjadinya
komplikasi motorik.
Penelitian ini mendapatkan bahwa penyebab terbesar gangguan tidur pada PP
adalah nokturia (37,96%), hal ini berhubungan dengan perubahan pola sekresi hormon
seperti natriuretik peptida dan antidiuretik hormon yang lebih banyak diproduksi pada
malam hari.¹8 Tse dkk di Cina dan Chaudhuri dkk di Inggris juga mendapatkan penyebab
terbanyak karena nokturia, kram otot pada malam hari, dan distonia.10,17 Selain itu, seiring
dengan pertambahan usia fungsi renal akan semakin menurun, sementara rerata usia
subjek penelitian ini cukup tua, 63,92+9,77 tahun. Faktor penyebab lain terjadinya
nokturia seperti kebiasaan banyak minum air putih sebelum tidur, minum teh, kopi, atau
coklat serta konsumsi obat-obatan seperti diuretik serta calcium channel blockers pada
malam hari.¹⁸
Janis gangguan tidur tersering pada penelitian ini adalah insomnia (34,25%),
seperti yang didapatkan juga oleh Li Zhang dkk. Jika insomnia terjadi pada stadium awal,
maka penyebabnya karena penyakit Parkinson itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan
berkurangnya kadar dopamin yang berada di substansia nigra. Regio ini akan
berhubungan dengan thalamus, hipotalamus, batang otak, dan basal otak depan. Terdapat
hubungan langsung antara irama sirkadian dengan dopamin yang secara menonjol
meliputi regulasi dari irama tidur sebagai ekspresi dari gen Period 2 (Per2) yang akan
menyebabkan penurunan aktivitas monoamin oksidase A (noradrenalin dan
serotonin).19,20 Bila insomnia terjadi pada stadium lanjut, berhubungan dengan komplikasi
motorik seperti wearing off, tremor, distonia, dan kram otot yang sering terjadi. Faktor
lain yang turut berperan menyebabkan terjadinya insomnia adalah depresi, ansietas,
durasi pemakaian obat levodopa, dan durasi penyakit Parkinson itu sendiri.

KESIMPULAN
Gangguan tidur pada PP berdasarkan PDSS terbanyak adalah insomnia dengan
penyebab tersering adalah nokturia. Semakin tinggi derajat penyakit Parkinson maka akan
semakin tinggi kemungkinan pasien mengalami gangguan tidur.

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

SARAN
Perlu dilakukan pemeriksaan PPDS rutin pada penderita penyakit Parkinson untuk
mendeteksi dini adanya gangguan tidur, oleh karena cukup mudah dan cepat sehingga
dapat diberikan terapi segera.

DAFTAR PUSTAKA
1. Svensson E, Beiske A, Loge JH, Sivertsen B. Sleep problems in Parkinson′s disease: a
community study in Norway. BMC Neurology. 2012;12:71-71.
2. Caudhuri KR, Healy DG, Schapira AH. Non motor symptoms of Parkinson’s disease:
diagnosis and management. Lancet Neurol. 2006;5:235-45.
3. Kelompok Studi Movement Disorders (Gangguan Gerak) Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI). Dalam: Joesoef AA, Agoes A, Purnomo H, Dalhar M,
Samino. Konsensus tatalaksana penyakit Parkinson. Edisi revisi. Jakarta: 2003;hlm.9.
4. Beiske AG, Loge JH, Ronningen A, Svennson E. Pain in Parkinson’s disease: prevalence
and associated factors. Mov Disord. 2010;25:2456-60.
5. Beiske AG, Loge JH, Ronningen A, Svennson E. Fatique in Parkinson’s disease:
prevalence and characteristics. Pain. 2009;141:173-77.
6. Tanasanvimon S, Ayuthaya NI, Phantumchinda KMD. Modified Parkinson’s Disease
Sleep Scale (MPDSS) in Thai Parkinson’s disease patients. J Med Assoc Thai.
2007;90:2277-83.
7. Barone P, Antonini A, Colosimo C, Battaglia   A. The Priamo Study: a multicenter
assessment of nonmotor symptoms and their impact on quality of life in Parkinson's
disease. Mov Dis. 2009;24(11):1641-1649.
8. Hogl B, Arnulf I, Comella C, Ferreira J, Iranzo A, Tilley B, dkk. Scales to assess sleep
impairment in Parkinson’s disease: critique and recommendations. Mov Dis Soc.
2010;25(16):2704-16.
9. Ariyanie N. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan tidur pada penderita
sindrom Parkinson. Universitas Padjajaran, RSHS Bandung. 2008;1-150.
10. Chauduri KR, Dimarco S, Smith CW, Bridgman K, Mathew R, Pezzela FR, dkk. The
Parkinson disease sleep scale: a new instrument for assessing sleep and nocturnal
disability in Parkinson’s disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2002;73:629-35.
11. Kelompok Studi Gangguan Gerak PERDOSSI. Buku panduan tatalaksana penyakit
Parkinson dan gangguan gerak lainnya. Edisi pertama: 2013;7-48.
12. Slaughter JR, Slaughter KA, Nichols D. Prevalence, clinical manifestasions, etiology, and
treatment of depression in Parkinson’s disease. J Neuropsychiatry Clin Neurosci.
2001;13:187-96.
13. Pellecchia MT, Antonini A, Bonuccelli U, Fabbrini G, Strambi F, Stocchi K, dkk.
Observation study of sleep related disorders in Italian patient with Parkinson disease:
usefulness of the Italian version of PDSS. J Neurol Sci. 2012;33:689-694.
14. Suzuki K, Okuma Y, Hattori N, Kamei S, Yoshii F, Utsumi H, dkk. Characteristic of
sleep disturbances in Japanese patients with Parkinson’s disease. a study using
Parkinson’s Disease Sleep Scale. Mov Dis Soc. 2007;22;hlm.1245-1251.
15. Abe K, Hikita T, Sakoda S. Sleep disturbances in Japanese patients with Parkinson’s
disease comparing with patients in the UK. J Neurol Sci. 2005;73-78.
16. Wooten GF, Currie LJ, Lee JK. Are men at greater risk for Parkinson’s disease than
women?. J Neurol Neurosurg Phsychiatry. 2004;75:637-639.
17. Najafi MR, Chitsaz A, Askarian Z. Quality of sleep in patients with Parkinson’s disease. J
Prev Med. May 2013;4(Suppl 2):229-233.

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014


Artikel Penelitian

18. Kujubu DA. Nocturia in elderly person and nocturnal polyuria. Am Soc Nephrology.
2009;19:1-4.
19. Rye BD, Jankovic J. Emerging views of dopamine in modulating sleep/wake state from
an unlikely source: PD. Neurology. 2002;58:341-346.
20. Thorpy MJ. Sleep disorder in Parkinson’s disease. Clinical Cornerstrone. 2004;6:7-15.
21. Li Z, Dong J, Liu W, Zhang Y. Subjective poor sleep quality in Chinese patients with
Parkinson’s disease without dementia. J Biomed Res. 2013;27(4):291-295

Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

Anda mungkin juga menyukai