Anda di halaman 1dari 4

Nama : Azmi Najmiyanti

NPM : P17320120012
Tugas : Resume Filsafat Kenabian
Mata Kuliah : Agama
Kelas : 1B

Setiap aagama, Yahudi, Kristen, Islam secara esensial berdasarkan pada wahyu dan
ilham. Dari wahyu dan ilham ini agama lahir dan mampu bertahan sepanjang massa. Sesosok
nabi tidak lain hanyalah seseorang yang mampu di anugrahi kemampuan untuk berhubungan
dengan allah dan mengekspresikan kehendaknya dimuka bumi barangkali inolah keistimewaan
seorang Nabi. Agama bagi pemeluknya diakui sebagai agama terakhir yang diturunkan di muka
bumi, danberpendapat bahwa tidak ada lagi agama setelah islam, umat islam meyakini bawa
alkitab yang diturunkan kepada nabi muhammad ada pedoman pokok hidup yang diwahyukan
oleh allah secara langsung, sedangkan tuntunan kehidupan berasaskan al sunnah yang diturunkan
secara tidak langsung, Dengan demikian adalah salah satu kewajiban umat islam untuk
memberikan penghormatan dengan argumentasi yang sesuai dengan kapasitas
ruhanniyahintelektual. Kewajiban ini sangat kuat terasa oleh filosof muslim yang mempunyai
kapasitas intelektual yang tinggi dikalangan ummat. Mereka ini yang pada akhirnya membangun
suatu teori kenabian. Teori kenabian ini memiliki 2 tujuan pokok yaitu 1. Untuk membenarkan
kenabian secara rasional sekaligis mematahkan argumentadi yang menolaknya 2. Sebagai wujud
ikhtiar memadukan falsafah dan agama. Teori kenabian dalam agama Islam telah menjadi
perdebatan sengit yang belum berhenti hingga saat ini. Sayangnya, perhatian umat Islam
terhadap tema ini tidak terlalu besar.
Salah satu tokoh Islam klasik yang menaruh perhatian besar atas teori kenabian ini adalah
Ibnu Sina, dalam sejarah Islam, perdebatan tentang wacana kenabian diwakili dua kubu. Kubu
pertama adalah kaum ortodoks yang direpresentasikan oleh para teolog Sunni. Dalam pandangan
kelompok ini, Nabi atau kenabian merupakan sebuah anugerah dari Tuhan kepada manusia. Oleh
karenanya, gelar kenabian bisa diberikan kepada siapa saja. Pendapat ini berbeda dari pendapat
kelompok kedua, yakni kaum heterodoks yang diwakili para ahli filsafat. Mereka menyatakan
bahwa kenabian sesungguhnya merupakan keniscayaan dalam kehidupan ini. Menurut Ibnu Sina,
bahwa Nabi intinya adalah seorang yang kekuatan kognitifnya mencapai akal aktif, yakni
malaikat Jibril. Hakikat akal aktif itu sesungguhnya adalah batasan antara dimensi ketuhanan dan
kemanusiaan. “Pendeknya, seorang Nabi adalah orang yang mampu berkomunikasi bukan saja
dengan Tuhan tetapi juga kepada manusia. Sebab, bagi Ibnu Sina, tugas kenabian sesungguhnya
juga memerankan fungsi politik, dalam arti mampu menuntun manusia untuk mengetahui hukum
baik-buruk dan memberikan teladan kepada mereka untuk melaksanakannya. Perbedaan cara
pandang dua kelompok di atas terhadap kenabian, berimplikasi pada perlakuan mereka terhadap
Nabi dan ajaran-ajarannya.
Bagi kelompok ortodoks, ajaran kenabian adalah ajaran yang suci dan mutlak
kebenarannya. Karena semuanya bersumber dari wahyu Tuhan. Sementara bagi kelompok
kedua, yaitu kelompok heterodoks, ajaran kenabian adalah ajaran manusia biasa saja. Ia bisa
punya nilai kebenaran, tapi juga dimungkinkan adanya kekurangan. Karena meski sumber
kenabian itu mempunyai hubungan dengan Yang Di Atas, yaitu Tuhan, tetapi ia sebenarnya juga
bersumber dari bawah, yaitu masyarakat. Sejalan dengan pandangan kaum heterodoks adalah
pandangan Fazlur Rahman yang mengatakan bahwa Nabi sesungguhnya bukanlah tukang pos
yang hanya menyampaikan pesan. Sebaliknya, dalam menyampaikan wahyu, Nabi juga turut
intervensi. Salah satu filosof klasik yang berpandangan seperti ini adalah Ar Razi yang
berpendapat ”bahwa tidaklah masuk akal Tuhan mengutus para nabi padahal mereka tidak luput
dari banyak kekeliruan. Setiap bangsa hanya percaya kepada nabinya dan tidak mengakui nabi
bangsa lain. Akibatnya terjadi banyak peperangan keagamaan dan kebencian antara bangsa
karena kefanatikan agama bangsa yang dipeluknya filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya. Filsafat juga adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok
orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan
menyeluruh dengan segala hubungan. Sehingga filsafat dapat juga dikatakan sebagai mother of
science karena mempelajari suatu hakikat dari pengetahuan. Kata Nabi berasal dari kata kerja
(fi’il) bahasa Arab nabba’a yanabbi’u yang berarti member kabar. Kata Nabi di petik dari kata
nabiyyun dalam bahasa Arab yang berkedudukan sebagai kata benda pelaku perbuatan (isim
fa’il) yang berarti orang yang membawa kabar atau berita.
Darii kata nabi yang bermakna harfiah sebagai pembawa berita ini kemudian digunakan
dalam istilah agama sehingga nabi berarti orang yang di utus Tuhan untuk menyampaikan berita
dan pelajaran dari Tuhan untuk manusia. Kenabian menurut Ibnu Sina merupakan jiwa (roh)
yang tinggi. Nabi merupakan manusia pilihan yang memiliki kelebihan dari manusia lainnya.
Memiliki mukjizat yang bertujuan mengajak manusia untuk meninggalkan kemusyrikan,
menetapkan peraturan untuk kebahagiaan umat manusia, mengantar manusia untuk memahami
sistem kebaikan. Walaupun nabi dan rasul seperti halnya manusia biasa, akan tetapi ia
mempunyai keistimewaan karena ia memperoleh akal tertinggi dari Tuhan yang di sebut al-
hadas. Alhadas ini mempunyai daya yang suci yang di sebut al-quwwah al-qudsiyyah. Adapun
yang di maksud al-hadas dalam penerian filosofis ialah pancaran ilahi yang diperoleh para nabi
dan rasul sehingga mereka dapat berhubungan langsung dengan ‘aql (Allah) tanpa melalui usaha
manusia itu sendiri. (Al-hidayah li Ibn Si’na’,298,299,293,294). Daya inilah yang membedakan
nabi dan rasul dari manusia yang lainnya. Suatu daya yang istimewa dan hanya diperoleh nabi
dan rasul. Karena daya ini pula nabi dan rasul dapat menerima wahyu dari Allah untuk
disampaikan kepada umat manusia dan agar mereka bertindak dan berbuat sesuai dengan wahyu
itu. Dalam filsafat kenabian dipahami bahwa Nabi atau rasul hanya menyampaikan perintah
Allah secara umum dan membawa berita yang belum pernah didengar dan dilihat. Perintah
beribadah kepada Allah bertujuan agar manusia mampu melepaskan dirinya dari keterikatan
dunia materi, berpaling dari selain Allah dengan iman kuat, memahami kewajiban dengan
mengikuti hikmah ilahiyah dalam pengutusan seorang nabi dan rasul. Berdasarkan ketetapan
Ilahi, semua keberadaan mengalami perubahan dan perkembangan menuju kesempurnaan.
Secara alami, benih yang ditanam berproses menjadi kecambah, tanaman kecil, pohon besar, dan
pada akhirnya berbuah. Puncak kesempurnaan pohon adalah ketika dia memberikan buah-
buahan segar.Sperma mengalami perubahan menjadi segumpal darah, segumpal daging, tulang-
belulang, bentuk janin, hingga akhirnya terlahir menjadi bayi yang sempurna. Fenomena ini
berlaku pada seluruh keberadaan di alam semesta ini. Semua keberadaan bergerak menuju
kesempurnaan masing-masing secara alami.
Tiap makhluk mengetahui jalan dan cara mencapai tujuan penciptaannya. Manusia
berbeda dengan makhluk-makhluk lain yang tidak memiliki ikhtiar (pilihan) dalam menempuh
proses perubahan menuju kesempurnaan. Manusia mampu memilih tujuan hidupnya yang
dianggap sebagai kesempurnaan. Manusia bebas menentukan pilihannya dalam meraih tujuan.
Dia menggali tanah demi mendapatkan air. Dia mengais rezeki demi mendapatkan makanan
enak. Dia melakukan eksperimen untuk mengetahui hukum-hukum alam yang berlaku. Adapun
keberadaan yang lain bergerak menuju kesempurnaan penciptaannya sesuai dengan firman Allah
: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”. (Adz-
Dzariyat:56) Atas dasar itu, agar manusia mampu meraih tujuan penciptaannya, dia harus
menggunakan kebebasan pilihannya dengan tepat. Manusia mesti menyeimbangkan hubungan
antara hukum alam dan tujuan. Prinsip inilah yang mengatur dan menyelaraskan ikhtiar manusia.
Tujuan penciptaan manusia tidak mungkin tercapai dengan sendirinya. Setiap manusia
menentukan tujuannya sesuai dengan tuntutan kepentingan dan kebutuhannya. Kebutuhan
manusia diciptakan oleh situasi dan lingkungan yang dialaminya. Namun keduanya (situasi
interpersonal dan lingkungan) tidak mampu menggerakkan manusia secara langsung. Jika
demikian, hal ini akan memandulkan fungsi manusia sebagai keberadaan yang memiliki
pilihan(ikhtiar). Manusia akan bergerak meraih sebuah tujuan apabila dia menyadari adanya
kepentingan. Namun, tidak setiap kepentingan akan diwujudkan oleh manusia. Terdapat dua
kepentingan manusia, yaitu: kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang.
Terkadang, dalam diri manusia terjadi pertentangan antara kepentingan duniawi dan kepentingan
ukhrawi. Manakah yang patut didahulukan? Patutkah seorang manusia mengorbankan kewajiban
transedenalnya untuk melengkapi kebutuhan duniawinya? Sebab manusia adalah mahluk dengan
dua dimensi utama yaitu dimensi transeden tentang hubungan vertikal antara Tuhan dan manusia
dan dimensi kemanusiaan tentang hubungan horizontal antara manusia dan manusia.
Sebagai sebuah entitas, manusia akhirnya sulit memprioritaskan kewajiban mana yang
terlebih dahulu harus dilaksanakan sehingga berpotensi terjadinya pengorbanan kepentingan
sosial atau kepentingan transedental untuk melengkapi kepentingan pribadi manusia. Pada
dimensi horizontal atau dimensi sosial telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar Ruum: 41).
Kerusakan di muka bumi disebabkan oleh ulah manusia yang menjadikan kepentingan pribadi
sebagai tujuan hidupnya dengan cara mengorbankan kepentingan sosial yang akhirnya
berimplikasi terhadap tanggung jawab kita kepada Tuhan. Oleh karenanya, masyarakat manusia
membutuhkan aturan dan undang-undang, lantaran adanya benturan antara kepentingan pribadi
dan kepentingan sosial. Manusia merupakan makhluk sosial dan membutuhkan undang-undang
untuk mengatur hubungan sosial serta beragam urusan hidupnya, agar tidak terjadi silang
pendapat, pertikaian, benturan, dan kezaliman di antara anggota masyarakat, serta demi menjaga
kepentingan individu dan Sosial.

Anda mungkin juga menyukai