Anda di halaman 1dari 17

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN STRATEJIK

KASUS CONFLICT PALM OIL AND PEPSICOS’S ETHICAL DILEMMA

Oleh:

Amanda Meisa Putri 1606961955

Fazatia Aidila 1606962112

Hanif  Pramudya 1606962163

Luthfia Puspitasari 1606962245

Program Studi Magister Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Indonesia

Jakarta

2017
INTRODUCTION

Learning Objectives

1. Memahami trade-off sosial, ekonomi dan lingkungan yang terlibat dalam produksi
minyak sawit yang berkelanjutan.
2. Memahami isu konflik kelapa sawit dan dampaknya terhadap lingkungan
3. Menganalisis langkah-langkah yang diambil oleh PepsiCo untuk menangani masalah
terkait dengan sumber minyak kelapa sawit yang berkelanjutan (komitmen-komitmen
PepsiCo)
4. Menganalisis kritik terhadap upaya keberlanjutan kelapa sawit yang dilakukan oleh
PepsiCo (Implementasi dari komitmen yang ditetapkan oleh PepsiCo)
5. Memahami tantangan yang dihadapi PepsiCo dalam menghadapi isu kelapa sawit dan
cara-cara mengatasi tantangan tersebut. (Rekomendasi dan Saran)

CASE SUMMARY: Conflict Palm Oil and PepsiCo’s Ethical Dilemma

PepsiCo merupakan salah satu perusahaan global yang bergerak di bidang food


and beverage. Produk PepsiCo terjual di lebih dari 200 negara. Sampai saat ini, PepsiCo
memiliki
 portfolio 22 brand yang dimana tiap brand dapat menghasilkan revenue lebih dari 1 milyar USD
tiap tahunnya.

Pada awalnya, perusahaan ini didirikan pada akhir abad 19 saat Caleb Berdham
(Bradham) memulia menjual minuman penyegar yang bernama “Brad’s Drink”. Selanjutnya,
minuman tersebut dikenal dengan nama Pepsi-Cola, dan menjadi kompetitor utama brand Coca-
Cola. Di era milenium, PepsiCo memutuskan untuk fokus pada bisnis makanan kemasan agar
memberikan perlawanan persaingan yang efektif kepada Coca-Cola. Akihnya pada Desember
2005, PepsiCo berhasil melakukan kapitalisasi market menyaingi Coca-Cola dengan capaiannya
nilai 98,4 milyar USD, sedangkan Coca-Cola 97,9 milyar USD. Keberhasilan ini salah satunya
disebabkan oleh strategi diversifikasi produk PepsiCo dan strategi marketing yang kuat.

 Namun, seiring dengan keberhasilan yang dicapai, PepsiCo menghadapi hambatan-


hambatan, khususnya pada aspek proses produksi. PepsiCo mendapat perlawanan dari
kelompok aktivis lingkungan (environmental groups) terkait proses produksi PepsiCo yang
menggunakan minyak kelapa sawit yang berasal dari praktek penanaman kepala sawit yang
mengesampingkan keberlanjutan lingkungan, atau yang dikenal dengan istilah conflict palm oil.
Conflict palm oil mengakibatkan kerusakan lingkungan hutan hujan, kejahatan hak asasi manusia
(HAM), dan polusi udara. Kerusakan lingkungan tersebut juga mengakibatkan hilangnya habitat
hewan sehingga mengancam kepunahannya. Ditambah, PepsiCo juga menggunakan minyak kelapa
sawit tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Artinya, jika PepsiCo tetap melakukan
 proses produksi seperti itu, PepsiCo berkontribusi pada kerusakan lingkungan yang lebih besar.

Protes yang telah diutarakan kelompok aktivis kepada PepsiCo membuat PepsiCo
 bergerak dengan membangun dan merancang respon. Respon tersebut dibangun dalam
bentuk komitmen. Komitmen tersebut berisikan tentang rencana perusahaan untuk
menggunakan 100% minyak kelapa sawit yang mengedepankan keberlanjutan. Namun dalam
prakteknya, komitmen yang dicanangkan oleh Pepsi dirasa tidak dijalankan dengan baik dan
sungguh-sungguh. Hal ini terlihat dari pencapaian yang diraih tidak sesuai dengan apa yang
menjadi komitmennya. Misalnya, pada tahun 2015, PepsiCo berkomitmen agar 100% minyak
sawit yang digunakan
 berasal supplier yang telah tersertifikasi pada  sustainable palm oil.  Namun pada tahun 2014,
PepsiCo hanya bisa mencapai target sebesar 21%. Banyak pemerhati lingkungan yang merasa
 bahwa PepsiCo tidak serius menjalankan komitmen. Upaya yang dilakukan aktivis lingkungan
 berupa kampanye melalui produk-produk PepsiCo yang menerangkan bahwa produk tersebut
 berasal dari aktivitas yang merusak lingkungan. Mengetahui masih mendapat sorotan dari
 pemerhati lingkungan akibat dari komitmen yang tidak tercapai, PepsiCo mengembangkan dan
 perbaharui komitmennya dalam aspek lingkungan. Komitmen tersebut memiliki indikator 
 pencapaian yang lebih banyak dan terperinci.

Seiring berjalannya waktu, PepsiCo mengalami peningkatan nilai UCS Scorecard


for Commitment to Sustainable Palm Oil Sourching.  Melihat peningkatan ini, aktivis lingkungan
tidak serta merta melunak dengan sikapnya. Ada hal lain yang menjadi perhatian mereka.
Mereka menilai bahwa semangat komitmen yang dimiliki oleh PepsiCo hanya dipegang oleh
PepsiCo saja. Mereka merasa bahwa komitment tersebut tidak diikuti oleh perusahaan-perusahan
yang tergabung dengan  joint ventures PepsiCo. Perusahan joint venture tersebut adalah
 perusahaan rekanan PepsiCo dalam hal memproduksi dan memasarkan produk-produk PepsiCo.
Aktivis lingkungan tersebut menemukan indikasi bahwa perusahaan yang menjadi rekanan
PepsiCo tersebut tetap melakukan praktek yang tidak sesuai dalam menggunakan minyak sawit
sebagai bahan bakunya. Artinya, aktivis lingkungan merasa bahwa pada implementasinya,
PepsiCo tetap saja tidak mendukung keberlanjutan lingkungan. Aktivis lingkungan merasa
 bahwa apa yang menjadi komitmen PepsiCo seharusnya diikuti oleh perusahaan lain yang
terkait. Hal tersebut perlu disampaikan dengan tegas kepada perusahaan joint venture lainnya,
 baik dalam bentuk himbauan hingga tertulis dalam code of conduct. 

Komitmen PepsiCo terhadap Conflict Palm Oil

Tahun 2009 :
● Mengeluarkan sustainable development program yaitu misi “Performance with

Purpose” Tahun 2010 :


● PepsiCo berkomitmen untuk menggunakan 100% palm oil bersertifikat RSPO pada

tahun 2015
Tahun 2013 :
● PepsiCo menegaskan kembali komitmennya mengenai menggunakan 100% palm oil

yang bersertifikat RSPO pada tahun 2020


● RAN meluncurkan kampanye “Conflict Palm Oil”  untuk mengurangi penggundulan

hutan, pelanggaran hak asasi manusia, dan polusi karbon dari rantai pasokan minyak kelapa
sawit dari perusahaan makanan ringan AS
Tahun 2014 :
● PepsiCo menjadi salah satu world’s leading food and beverage companies dengan

konsumen di lebih dari 200 negara.


● PepsiCo membeli 0.7% dari total global supply untuk produk makanan ringan

● PepsiCo mendapat nilai 33.7 dari 100 (little commitment ) ) dari UCS

● Kampanye dan demonstrasi mengenai Conflict Palm Oil dari produk PepsiCo dan

 perusahaan serupa. Petisi dibuat dan ditanda tangani oleh lebih dari 223.000 orang terkait
komitmen PepsiCo mengenai bebas deforestasi.
● PepsiCo menyempurnakan janji tahun 2010 dan 2013 dengan membuat kebijakan baru

yaitu PepsiCo berkomitmen untuk berkontribusi dalam mempromosikan sumber kelapa


sawit yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dan bebas deforestasi dalam kegiatan
dan  supply chain milik perusahaan dan yang dioperasikan pada tahun 2020. Sesuai
dengan kebijakan baru tersebut, minyak kelapa sawit yang digunakan oleh PepsiCo
sebagian besar akan bebas dari deforestasi dan konversi lahan gambut pada tahun 2016
● Enviromental groups mengkritik kebijakan baru PepsiCo
● PepsiCo menarik kembali produk Pepsi True dari amazon.com karena aktivis lingkungan

dan konsumen memberi review negatif dan mendesak PepsiCo membuat kebijakan
minyak kelapa sawit yang baru
Tahun 2015 :
● SumOfUs merilis iklan online mengkritik Doritos yaitu “A Cheesy Love Story - The Ad

Doritos Don’t Want You To See”


● RAN melakukan hal yang sama dengan target Quaker Oats Chewy Bar

● PepsiCo merilis komitmen baru yang memperkuat komitmennya untuk menegakkan

hak masyarakat dan pekerja lokal dan mengidentifikasi perkebunan dimana minyak


kelapa sawit yang digunakan dalam produknya tumbuh

Kebijakan Negara Penanam Kelapa Sawit

Sebanyak 85% minyak kelapa sawit dihasilkan dari negara-negara tropis seperti
Indonesia, Malaysia, dll. Grafik di bawah ini menunjukkan proporsi minyak kelapa sawit yang
dihasilkan oleh berbagai negara.
Indonesia sebagai salah satu eksportir minyak kelapa sawit terbesar, meskipun menyadari
masalah deforestasi namun kurang tegas mengendalikan perusahaan-perusahaan penghasil
minyak kelapa sawit di Indonesia. Seperti contohnya, pemerintah meminta perusahaan kelapa
sawit yang telah menandatangani Indonesian Palm Oil Pledged (IPOP) untuk membebaskan
 petani kecil karena merasa belum siap untuk mencapai tingkat praktik sustainable forest  yang
sama dengan para pemain besar.

CASE ANALYSIS

Konflik  Kelapa Sawit dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Berdasarkan prinsip Triple Bottom Line, perusahaan minyak kelapa sawit berkomitmen
menjadi perusahaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam memproduksi minyak kelapa
sawit yang berkualitas. Perusahaan minyak kelapa sawit berkomitmen untuk:

1. Tidak ada deforestasi


2. Perlindungan lahan gambut
3. Memperbaiki dampak sosio-ekonomi yang positif bagi masyarakat dan masyarakat lokal.
 Namun pada kenyataannya perusahaan produksi minyak kelapa sawit belum mampu dalam
memenuhi komitmen tersebut. Perusahaan produksi minyak kelapa sawit menjadi
kontributor utama pada perubahan iklim, dikarenakan deforestasi, kerusakan lahan gambut, dan
pelepasan gas karbon dioksida ke atmosfer (pemanasan global) dalam proses memperoleh
kelapa sawit. Perusahaan produksi kelapa sawit juga bertanggung jawab terhadap
pelanggaran hak asasi manusia, dimana perusahaan kelapa sawit mengevakuasi
masyarakat lokal dan komunitas
 pedesaan secara paksa dari tanah mereka dan menjadikan anak dibawah umur untuk menjadi

 pekerja. Selain itu, proses mendapatkan kelapa sawit dengan deforestasi juga menjadi penyebab
utama dari masalah kesehatan yang dialami masyarakat lokal dan juga kerugian secara ekonomi.

  Drivers of  Unethical Business  Strategies and  Behavior

Dalam aplikasi bisnis, banyak perusahaan yang menjadi contoh atas penerapan bisnis
yang menemui dilema etika. Biasanya, didalam dilema etika yang ditemui, terdapat pemicu atau
 penggerak yang menyebabkan perusahaan tersebut melakukan tindakan yang dianggap berada
di luar etika. Berdasarkan konsep yang ada, terdapat tiga pemicu yang mungkin ditemui
oleh
 perusahaan, yaitu pengawasan yang salah/adanya kemungkinan dan kesempatan
untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak sesuai, adanya tekanan dari manajer
perusahaan untuk mencapai target kinerja dalam jangka pendek, dan perusahaan yang
mengedepankan keuntungan dan kinerja bisnis diatas etika.

PepsiCo merupakan sebuah perusahaan level internasional yang sudah memiliki


 perjalanan bisnis yang panjang hingga sampai dengan posisi saat ini. Dalam perjalanannya,
PepsiCo selalu berupaya untuk dapat mengembangkan bisnis hingga berupaya menyaingi
kompetitornya, Coca-Cola. Untuk memenuhi tujuannya, PepsiCo selalu beupaya untuk 
meningkatkan market dan kapasitas bisnis. Dalam menunjang hal tersebut, PepsiCo pasti
membutuhkan bahan baku yang lebih banyak, salah satunya membutuhkan minyak kelapa sawit
yang lebih banyak untuk memproduksi produk-produknya. Sebagai perusahaan yang dalam
 pertumbuhan, seringkali perusahaan kurang cukup perhatian terhadap asal-usul dari bahan baku
yang ia gunakan. Dalam implementasi, perusahaan PepsiCo hanya mementingkan bahwa bahan
 baku yang diperlukan selalu tersedia agar proses produksi tidak terhambat.
Melihat hal tersebut, pemicu dari tindakan PepsiCo yang dianggap tidak sesuai etika
tergolong pada pemicu pertama. Pengawasan yang salah/adanya kemungkinan dan kesempatan
untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak sesuai merupakan pemicu tidakan
tidak sesuai etika yang dilakukan PepsiCo. Saat isu lingkungan belum menjadi isu yang menjadi
 perhatian banyak orang, PepsiCo tidak memperhatikan dan mengawasi seluk beluk minyak kelapa
sawit yang digunakan. Sebagai perusahaan besar dan mengedepankan mutu produk,
PepsiCo hanya berfokus pada standar bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan. Selama
standar yang ditetapkan tersebut sudah sesuai, PepsiCo dapat mengambil dan menggunakan
minyak kelapa sawit tersebut. Hal ini menjadi gambaran PepsiCo tidak melakukan pengawasan
yang benar. Di samping itu, pada saat tersebut PepsiCo belum berpikir tentang sustainability
 product,  termasuk dari aspek lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran yang lain. Kebutuhan
minyak kelapa sawit untuk proses produksinya membuat PepsiCo melakukan semua cara
agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Saat menghadapi kondisi tersebut, PespsiCo memiliki
kemungkinan dan kesempatan untuk memenuhinya dengan cara yang tidak baik. Di samping itu,
PespsiCo memerlukan upaya dan biaya yang lebih jika PepsiCo menerapkan pengadaan kelapa
sawit yang sesuai dengan peraturan.

Kerugian yang Ditanggung oleh PepsiCo Akibat Konflik  Minyak  Kelapa Sawit

Konflik kelapa sawit secara langsung berdampak pada PepsiCo dan menjadi dilema
etik untuk perusahaannya, dimana PepsiCo telah membeli hampir 470,045 ton minyak sawit setiap
tahunnya. PepsiCo menerima banyak kritikan dari beberapa kelompok peduli lingkungan karena
 beberapa produknya dianggap tidak sesuai dengan komitmennya untuk menggunakan minyak kelapa
sawit dengan baik. PepsiCo gagal menjamin bahwa keseluruhan rantai pasoknya akan
 bebas dari deforestasi dan konflik sosial. Kritik yang diajukan kepada PepsiCo tidak hanya
mengenai komitmennya terhadap penggunaan kelapa sawit, namun beberapa dari
produk makanan
dan minumannya yang masih menggunakan plastik dan kaleng timah serta
meningkatkan masalah kesehatan seperti obesitas dan diabetes. Kritik yang diajukan oleh
kelompok peduli lingkungan memberikan kerugian terhadap PepsiCo, walaupun tidak secara
langsung PepsiCo melakukan pelanggaran etik, namun pelanggaran etik tersebut dilakukan oleh
 perusahaan-perusahaan yang berkerja sama dengan PepsiCo. Tidak adanya keselarasan
komitmen yang dianut oleh PepsiCo dan perusahaan-perusahaan yang berkerja sama dengannya,
menyebabkan PepsiCo harus menanggung biaya-biaya yang timbul akibat pelanggaran etik tersebut,
seperti:

1. Internal Administrative Costs

Kritikan-kritikan yang diajukan kepada PepsiCo, membuat perusahaan untuk lebih fokus
kepada praktik pengembangan keberlanjutan secara menyeluruh, dengan program
 Performance with Purpose. Tanggung jawab PepsiCo dalam program tersebut meliputi
tiga kategori, yaitu keberlanjutan manusia (memenuhi kebutuhan nutrisi manusia yang
 berbeda-beda), keberlanjutan lingkungan (mengurangi ketergantungan dengan sumber daya
alam, dan melestarikannyanya untuk generasi di masa depan), dan keberlanjutan
talenta (mengembangkan kemampuan karyawannya sesuai skill yang dibutuhkan
untuk mendukung pertumbuhan perusahaan dan
meningkatkan attractiveness PepsiCo di
industrinya).

2. Intagible or Less Visible Costs

Tidak hanya merugikan secara internal administrative cost, namun PepsiCo juga
mengalami kerugian yang tak terlihat, seperti kehilangan costumer loyalty dan
menurunnya reputasi PepsiCo di masyarakat.

Langkah-Langkah yang Diambil PepsiCo dalam Menanggapi Masalah Sumber

Minyak Kelapa Sawit

Dalam menghadapi kritik-kritik yang diajukan terhadap dirinya, PepsiCo mengeluarkan


aturan-aturan baru yang berkomitmen untuk berkontribusi pada keberlanjutan sumber minyak kelapa
sawit. Komitmen-komitmen itu sebagai berikut:
Komitmen PepsiCo mengenai Minyak Kelapa Sawit, Mei 2014
- Bekerja sama dengan RSPO, asosiasi perdagangan, agensi pemerintah, organisasi
non-pemerintah, dan eksternal stakeholder lainnya untuk mengantarkan perubahan yang
 positif dan peningkatan dalam industri rantai pasok minyak kelapa sawit.
- Menggunakan sumber minyak kelapa sawit dari supplier yang merupakan anggota RSPO
- Berkolaborasi dengan pemerintah dan LSM untuk melakukan monitor kepada supplier agar
memenuhi kebijakan pengelolaan hutan dan Land Use Policies.
- Mendukung praktik pertanian berkelanjutan melalui PepsiCo Sustainable Farming
Intiative
- Mendorong pekerja untuk melaporkan keluhan, pelanggaran, dan pelanggaran kebijakan
melalui PepsiCo SpeakUp hotline and website.
- Mendorong supplier untuk mematuhi prinsip FPIC dalam berinteraksi dengan
masyarakat sekitar pembangunan perkebunan baru.
Komitmen PepsiCo mengenai Minyak Kelapa Sawit, Oktober 2015
- Sumber minyak kelapa sawit yang digunakan merupakan 100% bersertifikat minyak sawit
lestari (sustainable palm oil / CSPO) pada tahun 2015.
- Memastikan semua pemasok langsung adalah Anggota RSPO pada tahun 2016.
- Terlibat dengan industri yang tepat dan kelompok lain untuk meningkatkan pemahaman
kita tentang kekhawatiran di dalam industri kelapa sawit dan untuk mencapai tujuan kita.
- Memetakan rantai pasok sampai pada tempat penggilingan asal untuk memastikan
ketertelusuran pada tahun 2016.
- Melaksanakan program audit pihak ketiga untuk kebijakan Pengelolaan dan Hak-
hak Kehutanan untuk rantai pasokan minyak kelapa sawit.
- Secara aktif menilai risiko pemasok dan negara sumber minyak kelapa sawit global dan
terlibat dengan pemasok yang beroperasi di daerah berisiko tinggi untuk melakukan
 penilaian praktek secara on the ground.
- Mintalah pemasok kelapa sawit kami untuk melaporkan emisi gas rumah kaca melalui
Rantai Pasokan CDP, atau program serupa.
- Pemasok, jika diperlukan, akan didorong untuk menerapkan standar tinggi
untuk keberlanjutan kelapa sawit di seluruh sistem mereka.
- Meminta kepada pemasok untuk mengidentifikasi penggunaan derivatif dalam bahan
yang digunakan oleh PepsiCo.
- Bekerja sama dengan pemasok untuk memastikan bahwa kebijakan kelapa sawit
PepsiCo diimplementasikan dengan cara yang mendukung petani kecil.
- Memanfaatkan Leverage Pertanian Berkelanjutan PepsiCo untuk mendukung
 pelaksanaan praktik pertanian berkelanjutan yang memungkinkan petani meningkatkan
 produksi di lahan pertanian saat ini dan meminimalkan dampak pada wilayah sekitarnya.
- Pastikan rantai pasokan minyak sawit PepsiCo memahami harapan PepsiCo berdasarkan
Kode Etik Pemasok.
- Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Pemeliharaan
Kehutanan PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip-prinsip mengenai
kawasan Hutan Tinggi Karbon (HCS), Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCV),
dan tidak ada pembangunan baru lahan gambut.
- Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Penggunaan Lahan
PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip FPIC.
- PepsiCo akan menerapkan kebijakan dan komitmennya terhadap semua merek dan
 produknya di seluruh dunia.
- Pemetaan Rantai pasokan dari pabrik ke tingkat petani / perkebunan pada akhir tahun
2020.
- Sumber  100% secara fisik bersertifikat minyak sawit lestari pada tahun 2020.
- Secara berkala laporkan kemajuan kami terhadap kebijakan, komitmen, dan rencana
tindakan kami.

Kritik  Terhadap Upaya Keberlanjutan Kelapa Sawit yang Dilakukan Oleh PepsiCo

PepsiCo dinilai kurang dalam menanggapi isu-isu yang berkaitan dengan minyak kelapa
sawit, karena tidak adanya usaha secara ekplisit yang dilakukan oleh PepsiCo dalam menulusuri
asal dari minyak kelapa sawit yang diperoleh. Aturan-aturan baru yang diterapkan oleh PepsiCo
untuk menanggapi isu tersebut dinilai kurang dalam hal implementasi dan verfikasi dari pihak 
ketiga dalam menilai pemasok minyak kelapa sawit tersebut, tidak hanya itu komitmen yang
dibuat oleh PepsiCo juga tidak mengungkapkan pelarangan penggunaan api dalam membangun
 perkebunan kelapa sawit yang baru. Selain itu, aturan yang dibuat oleh PepsiCo juga tidak 
memberikan dukungan yang jelas terhadap produsen kecil dan lokal, serta tidak mencakup pada
aturan mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap pekerja dan komunitas lokal.

PepsiCo dalam Menghadapi Isu Kelapa Sawit dan Menjaga Komitmennya

1. PepsiCo harus menyadari semakin mereka menggunakan minyak kelapa sawit untuk 
 produk mereka, semakin banyak kehancuran yang akan mereka buat.
2. Adanya mill traceability, dimana PepsiCo harus memperhatikan pemasok mereka
untuk melacak ketelusuran 100% ke pabrik. Sehingga PepsiCo dapat memastikan bahwa
tidak 
 pelanggaran hak asasi manusia, konservasi dan kebijakan hutan yang menentang /
tidak mematuhi kebijakan kelapa sawit.
3. Ubah pemasok mereka ke pemasok yang terdaftar di RSPO. Secara kontinu
melaksanakan komitmenya untuk membeli 100% minyak sawit berkelanjutan yang
 bersertifikasi oleh RSPO secara resmi pada tahun 2020, serta mencakup pengembangan
kemampuan pemasok sebagai investasi pada rantai pasokan baru.
4. Melaksanakan program-program yang mempunyai pengaruh yang baik bagi Sosial,
Ekonomi, dan Lingkungan, dimana program tersebut melibatkan beragam kalangan
stakeholder mulai dari pemasok maupun organisasi-organisasi sosial.

8 Principles for Growers to be RSPO Certified:


1. Komitmen untuk transparansi
2. Patuh terhadap hukum dan regulasi yang berlaku
3. Komitmen untuk perekonomian jangka panjang dan finansial
4. Penggunaan praktik yang sesuai oleh perusahaan dan pabrik kelapa sawit
5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi dari sumber daya alam dan
keanekaragaman hayati
6. Tanggung jawab terkait pekerja dan individu serta kelompok yang terkena dampak dari
 perusahaan dan pabrik kelapa sawit
7. Tanggung jawab atas pengembangan pembukaan lahan baru kelapa sawit
8. Komitmen untuk selalu memperbaiki aktivitas di beberapa area penting
Implementasi  Environmental Sustainability PepsiCo

PepsiCo telah menjalankan program sustainability sejak tahun 2010. Pepsico membuat 10
tujuan strategis mencakup empat area dampak utama dari program sustainability mereka, yaitu
 performance sustainability, human sustainability, environment sustainability, dan talent
sustainability. Komitmen Pepsico dalam tiga area tersebut adalah berusaha untuk meningkatkan
kandungan nutrisi dalam setiap produknya dan menawarkan bermacam-macam pilihan makanan
dan minuman yang bernutrisi (Human); berusaha untuk meminimalisir dampak negatif bagi
lingkungan dan melestarikan sumber daya alam diseluruh operasional dan rantai pasokan
 perusahaan (Environmental); berusaha untuk membangun budaya keragaman dan keterikatan,
dan agar memastikan rantai pasok didukung dan diperlakukan dengan hormat. Berikut adalah 10
tujuan strategi yang tersebar dalam tiga area:
A. Performance Goals
1. Berusaha untuk memberikan kinerja keuangan jangka panjang yang superior dan nilai
 pemegang saham yang berkelanjutan.
B. Human Goals
2.Perbaiki pilihan portofolio
3.Memberikan pemberitahuan yang jelas tentang informasi nutrisi
C. Environmental Goals
4.Melindungi dan melestarikan air
5.Mengurangi pencemaran dari kemasan
6.Menghilangkan limbah plastik hasil produksi pada TPA
7. Mengurangi emisi GHG
8. Mendukung pertanian
berkelanjutan D. Talent Goals
9. Buat tempat kerja yang lebih baik
10. Menghormati hak asasi manusia
Kelapa sawit merupakan fokus utama dari program keberlanjutan PepsiCo. PepsiCo
sendiri merupakan salah satu perusahaan pembeli kelapa sawit terbesar sehingga, memiliki
rantai
 pasok yang global yang kompleks yang mencakup puluhan pemasok, lebih dari 1500 mills dan
 puluhan ribu kebun kelapa sawit. Pada tahun 2015, PepsiCo meluncurkan action plan sebagai
komitmen perusahaan dalam keberlangsungan industri kelapa sawit. Alasan lainnya karena
PepsiCo menyadari adanya keprihatinan stakeholder terkait isu lingkungan dan hak asasi
manusia pada industri kelapa sawit, terutama yang terjadi di Indonesia dan Malaysia karena
mereka pemasok kelapa sawit terbesar bagi PepsiCo. Berikut adalah isi dari action plan
PepsiCo:
1. Sumber  100% bersertifikat RSPO pada tahun
2015 Status: completed
2. Memastikan semua supplier langsung adalah anggota RSPO pada tahun
2016 Status: kurang lebih 83% supplier langsung adalah anggota RSPO
3. Bekerja sama dengan industri terkait dan kelompok lainnya untuk meningkatkan
 pemahaman tentang isu-isu lingkungan di industri kelapa sawit
Status: mendukung RSPO Next melalui CGF, meminta penyempurnaan lebih lanjut (Oct
2015)
4. Peta rantai pasokan ke mill asal untuk memastikan ketelusuran pada tahun
2016 Status: sekitar 65% minyak kelapa sawit telah traceable dari mill asal
supplier
5. Melaksanakan program audit pihak ketiga untuk kebijakan Forestry Stewardship and
Land Rights bagi rantai pasok kelapa sawit
Status: bekerjasama dengan ProForest (pihak ketiga yang kredibel) untuk proses audit;
 protokol akan berfokus pada komitmen PepsiCo di HCS, HCV, peat lands, hak tanah, dan
HAM
6. Secara aktif menilai risiko pemasok global kelapa sawit dan negara sumber serta terlibat
dengan para pemasok yang beroperasi di daerah berisiko tinggi untuk melakukan
 penilaian praktek secara on the ground
Status: sedang berdiskusi dengan ProForest untuk menilai apa yang dibutuhkan
untuk mengembangkan analisis risiko dan rencana mitigasi
7. Minta kepada suplier kelapa sawit untuk melaporkan pembuangan emisi gas rumah kaca
melalui CDP Supply Chain atau program serupa
Status: PepsiCo setiap tahun melaporkan emisi GHG melalui CDP dan telah membangun
hubungan yang kuat dengan proyek CDP Supply Chain
8. Pemasok, jika diperlukan, akan didorong untuk menerapkan standar tinggi
untuk keberlanjutan kelapa sawit di seluruh sistem mereka
Status: PepsiCo baru sampai pada tahap menyadari pentingnya FPIC untuk
menyelesaikan permasalahan sengketa lahan, sehingga PepsiCo ingin mendorong
supplier untuk mengadopsi peraturan dan praktek yang sama
9. Meminta pemasok untuk mengidentifikasi penggunaan derivatif dalam bahan
kami Status: PepsiCo mulai menghubungi supplier pemasok kelapa sawit
10. Bekerja sama dengan pemasok untuk memastikan bahwa kebijakan kelapa sawit
PepsiCo diimplementasikan dengan cara yang mendukung dimasukkannya petani kecil
Status: mulai aktif berpartisipasi dalam kerjasama dengan supplier di Mexico,
untuk memahami tantangan pada perkebunan kelapa sawit kecil
11. Memanfaatkan Sustainable Farming Initiative PepsiCo untuk mendukung pelaksanaan
 praktik pertanian berkelanjutan yang memungkinkan petani meningkatkan produksi di
lahan pertanian saat ini dan meminimalkan dampak pada wilayah sekitarnya
Status: mulai aktif bekerjasama dengan supplier di Mexico
12. Pastikan rantai pasokan minyak sawit PepsiCo memahami harapan PepsiCo berdasarkan
Kode Etik Pemasok (SCCC)
Status: membuat modul pelatihan Supplier CoC yang dapat diunduh pada website
PepsiCo
13. Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Pengelolaan
Pelestarian Kehutanan PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
mengenai kawasan Hutan Tinggi Karbon (HCS), Nilai Konservasi Tinggi (HCV), dan
tidak ada pembangunan baru lahan gambut
Status: bekerjasama dengan ProForest dalam mengembangkan rencana untuk menilai
rantai pasokan atas risiko ketidakpatuhan terhadap Pengelolaan Kehutanan, Pemanfaatan
Lahan, dan kebijakan kelapa sawit
14. Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Penggunaan Lahan
PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip Free Prior and Informed Consent
(FPIC)
Status: bekerjasama dengan ProForest dalam mengembangkan rencana untuk menilai
rantai pasokan atas risiko ketidakpatuhan terhadap Pengelolaan Kehutanan, Pemanfaatan
Lahan, dan kebijakan kelapa sawit
15. PepsiCo akan menerapkan kebijakan dan komitmennya terhadap semua merek dan
 produknya di seluruh dunia
Status: mulai berkomunikasi dengan IndoFood JV terkait sumber minyak kelapa sawit
yang lestari untuk produk PepsiCo
16. Peta rantai pasokan dari pabrik ke tingkat petani / perkebunan pada akhir tahun 2020
Status: langkah selanjutnya di tahun 2016
17. Secara berkala laporkan kemajuan terhadap kebijakan, komitmen, dan action plan
ini Status: laporkan setiap tahun kinerja action plan

Kemajuan Action Plan PepsiCo Tahun 2016

1. PepsiCo berhasil melaksanakan traceability  pada level mill sebesar 86%, dasar tinjauan
adalah risiko lingkungan dan HAM.
2. Untuk penelusuran pada level perkebunan, masih terdapat kekurangan. Sehingga,
PepsiCo mulai berkolaborasi dengan industri dan pemangku kepentingan lainnya
untuk mengatasi kesenjangan ini.
3. PepsiCo membuat proses keterlibatan proaktif dengan semua pemasok langsung dengan
rencana mengembangkan scorecard pemasok baru dengan penekanan pada kebijakan,
keterlibatan, sertifikasi dan keluhan.
4. Sedang mengembangkan mekanisme keluhan untuk menangani keluhan lingkungan dan
sosial yang melibatkan minyak kelapa sawit dan bahan baku pertanian lainnya dalam
rantai pasokan.
5. Pada tahun 2016, PepsiCo meningkatkan pengadaan minyak sawit berkelanjutan yang
 bersertifikat secara legal menjadi 16% dari total volume, dengan menggunakan
standar Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) selanjutnya, pada akhir 2017,
PepsiCo menargetkan 30%.
6. PepsiCo memulai berinvestasi dalam perbaikan kondisi di daerah sumber kelapa sawit
utama, yaitu Indonesia dan Meksiko. Sebagai contoh, PepsiCo mensponsori Interpretasi
 Nasional Prinsip dan Kriteria RSPO di Meksiko sambil mendukung program yang akan
memberikan pelatihan mengenai penilaian Nilai Konservasi Tinggi (HCV) dan Stok Karbon
Tinggi (HCS).
7. PepsiCo berpartisipasi dalam lokakarya kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Oxfam,
membantu memimpin webinar penelusuran minyak sawit di bawah naungan the
Consumer Goods Forum, dan bergabung dengan Aliansi Hutan Tropis (TFA) 2020
Partnership.

Anda mungkin juga menyukai