Anda di halaman 1dari 17

UNIVERSITAS​ ​INDONESIA

MANAJEMEN​ ​STRATEJIK

KASUS​ ​CONFLICT​ ​PALM​ ​OIL​ ​AND​ ​PEPSICOS’S​ ​ETHICAL​ ​DILEMMA

Oleh:
Amanda​ ​Meisa​ ​Putri 1606961955
Fazatia​ ​Aidila 1606962112
Hanif​ ​Pramudya 1606962163
Luthfia​ ​Puspitasari 1606962245

Program​ ​Studi​ ​Magister​ ​Manajemen


Fakultas​ ​Ekonomi​ ​dan​ ​Bisnis
Universitas​ ​Indonesia
Jakarta
2017
INTRODUCTION
Learning​ ​Objectives
1. Memahami trade-off sosial, ekonomi dan lingkungan yang terlibat dalam produksi
minyak​ ​sawit​ ​yang​ ​berkelanjutan.
2. Memahami​ ​isu​ ​konflik​ ​kelapa​ ​sawit​ ​dan​ ​dampaknya​ ​terhadap​ ​lingkungan
3. Menganalisis langkah-langkah yang diambil oleh PepsiCo untuk menangani masalah
terkait dengan sumber minyak kelapa sawit yang berkelanjutan (komitmen-komitmen
PepsiCo)
4. Menganalisis kritik terhadap upaya keberlanjutan kelapa sawit yang dilakukan oleh
PepsiCo​ ​(Implementasi​ ​dari​ ​komitmen​ ​yang​ ​ditetapkan​ ​oleh​ ​PepsiCo)
5. Memahami tantangan yang dihadapi PepsiCo dalam menghadapi isu kelapa sawit dan
cara-cara​ ​mengatasi​ ​tantangan​ ​tersebut.​ ​(Rekomendasi​ ​dan​ ​Saran)

CASE​ ​SUMMARY:​ ​Conflict​ ​Palm​ ​Oil​ ​and​ ​PepsiCo’s​ ​Ethical​ ​Dilemma


PepsiCo merupakan salah satu perusahaan global yang bergerak di bidang ​food and
beverage. Produk PepsiCo terjual di lebih dari 200 negara. Sampai saat ini, PepsiCo memiliki
portfolio 22 brand yang dimana tiap brand dapat menghasilkan revenue lebih dari 1 milyar USD
tiap​ ​tahunnya.
Pada awalnya, perusahaan ini didirikan pada akhir abad 19 saat Caleb Berdham
(Bradham) memulia menjual minuman penyegar yang bernama “Brad’s Drink”. Selanjutnya,
minuman tersebut dikenal dengan nama Pepsi-Cola, dan menjadi kompetitor utama brand
Coca-Cola. Di era milenium, PepsiCo memutuskan untuk fokus pada bisnis makanan kemasan
agar memberikan perlawanan persaingan yang efektif kepada Coca-Cola. Akihnya pada
Desember 2005, PepsiCo berhasil melakukan kapitalisasi market menyaingi Coca-Cola dengan
capaiannya nilai 98,4 milyar USD, sedangkan Coca-Cola 97,9 milyar USD. Keberhasilan ini
salah satunya disebabkan oleh strategi diversifikasi produk PepsiCo dan strategi marketing yang
kuat.
Namun, seiring dengan keberhasilan yang dicapai, PepsiCo menghadapi
hambatan-hambatan, khususnya pada aspek proses produksi. PepsiCo mendapat perlawanan dari
kelompok aktivis lingkungan (​environmental groups​) terkait proses produksi PepsiCo yang
menggunakan minyak kelapa sawit yang berasal dari praktek penanaman kepala sawit yang
mengesampingkan keberlanjutan lingkungan, atau yang dikenal dengan istilah ​conflict palm oil.
Conflict palm oil ​mengakibatkan kerusakan lingkungan hutan hujan, kejahatan hak asasi manusia
(HAM), dan polusi udara. Kerusakan lingkungan tersebut juga mengakibatkan hilangnya habitat
hewan sehingga mengancam kepunahannya. Ditambah, PepsiCo juga menggunakan minyak
kelapa sawit tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Artinya, jika PepsiCo tetap melakukan
proses​ ​produksi​ ​seperti​ ​itu,​ ​PepsiCo​ ​berkontribusi​ ​pada​ ​kerusakan​ ​lingkungan​ ​yang​ ​lebih​ ​besar.
Protes yang telah diutarakan kelompok aktivis kepada PepsiCo membuat PepsiCo
bergerak dengan membangun dan merancang respon. Respon tersebut dibangun dalam bentuk
komitmen. Komitmen tersebut berisikan tentang rencana perusahaan untuk menggunakan 100%
minyak kelapa sawit yang mengedepankan keberlanjutan. Namun dalam prakteknya, komitmen
yang dicanangkan oleh Pepsi dirasa tidak dijalankan dengan baik dan sungguh-sungguh. Hal ini
terlihat dari pencapaian yang diraih tidak sesuai dengan apa yang menjadi komitmennya.
Misalnya, pada tahun 2015, PepsiCo berkomitmen agar 100% minyak sawit yang digunakan
berasal supplier yang telah tersertifikasi pada ​sustainable palm oil​. Namun pada tahun 2014,
PepsiCo hanya bisa mencapai target sebesar 21%. Banyak pemerhati lingkungan yang merasa
bahwa PepsiCo tidak serius menjalankan komitmen. Upaya yang dilakukan aktivis lingkungan
berupa kampanye melalui produk-produk PepsiCo yang menerangkan bahwa produk tersebut
berasal dari aktivitas yang merusak lingkungan. Mengetahui masih mendapat sorotan dari
pemerhati lingkungan akibat dari komitmen yang tidak tercapai, PepsiCo mengembangkan dan
perbaharui komitmennya dalam aspek lingkungan. Komitmen tersebut memiliki indikator
pencapaian​ ​yang​ ​lebih​ ​banyak​ ​dan​ ​terperinci.
Seiring berjalannya waktu, PepsiCo mengalami peningkatan nilai ​UCS Scorecard for
Commitment to Sustainable Palm Oil Sourching​. Melihat peningkatan ini, aktivis lingkungan
tidak serta merta melunak dengan sikapnya. Ada hal lain yang menjadi perhatian mereka.
Mereka menilai bahwa semangat komitmen yang dimiliki oleh PepsiCo hanya dipegang oleh
PepsiCo saja. Mereka merasa bahwa komitment tersebut tidak diikuti oleh perusahaan-perusahan
yang tergabung dengan ​joint ventures ​PepsiCo. Perusahan joint venture tersebut adalah
perusahaan rekanan PepsiCo dalam hal memproduksi dan memasarkan produk-produk PepsiCo.
Aktivis lingkungan tersebut menemukan indikasi bahwa perusahaan yang menjadi rekanan
PepsiCo tersebut tetap melakukan praktek yang tidak sesuai dalam menggunakan minyak sawit
sebagai bahan bakunya. Artinya, aktivis lingkungan merasa bahwa pada implementasinya,
PepsiCo tetap saja tidak mendukung keberlanjutan lingkungan. Aktivis lingkungan merasa
bahwa apa yang menjadi komitmen PepsiCo seharusnya diikuti oleh perusahaan lain yang
terkait. Hal tersebut perlu disampaikan dengan tegas kepada perusahaan joint venture lainnya,
baik​ ​dalam​ ​bentuk​ ​himbauan​ ​hingga​ ​tertulis​ ​dalam​ ​code​ ​of​ ​conduct​.

Komitmen​ ​PepsiCo​ ​terhadap​ ​Conflict​ ​Palm​ ​Oil


Tahun​ ​2009​ ​:
● Mengeluarkan​ ​sustainable​ ​development​ ​program​ ​yaitu​ ​misi​ ​“Performance​ ​with​ ​Purpose”
Tahun​ ​2010​ ​:
● PepsiCo berkomitmen untuk menggunakan 100% palm oil bersertifikat RSPO pada tahun
2015
Tahun​ ​2013​ ​:
● PepsiCo menegaskan kembali komitmennya mengenai menggunakan 100% palm oil
yang​ ​bersertifikat​ ​RSPO​ ​pada​ ​tahun​ ​2020
● RAN meluncurkan kampanye “​Conflict Palm Oil​” untuk mengurangi penggundulan
hutan, pelanggaran hak asasi manusia, dan polusi karbon dari rantai pasokan minyak
kelapa​ ​sawit​ ​dari​ ​perusahaan​ ​makanan​ ​ringan​ ​AS
Tahun​ ​2014​ ​:
● PepsiCo menjadi salah satu ​world’s leading food and beverage companies ​dengan
konsumen​ ​di​ ​lebih​ ​dari​ ​200​ ​negara.
● PepsiCo​ ​membeli​ ​0.7%​ ​dari​ ​total​ ​global​ ​supply​ ​untuk​ ​produk​ ​makanan​ ​ringan
● PepsiCo​ ​mendapat​ ​nilai​ ​33.7​ ​dari​ ​100​ ​(​little​ ​commitment​)​ ​dari​ ​UCS
● Kampanye dan demonstrasi mengenai Conflict Palm Oil dari produk PepsiCo dan
perusahaan serupa. Petisi dibuat dan ditanda tangani oleh lebih dari 223.000 orang terkait
komitmen​ ​PepsiCo​ ​mengenai​ ​bebas​ ​deforestasi.
● PepsiCo menyempurnakan janji tahun 2010 dan 2013 dengan membuat kebijakan baru
yaitu PepsiCo berkomitmen untuk berkontribusi dalam mempromosikan sumber kelapa
sawit yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dan bebas deforestasi dalam kegiatan
dan ​supply chain ​milik perusahaan dan yang dioperasikan pada tahun 2020. Sesuai
dengan kebijakan baru tersebut, minyak kelapa sawit yang digunakan oleh PepsiCo
sebagian​ ​besar​ ​akan​ ​bebas​ ​dari​ ​deforestasi​ ​dan​ ​konversi​ ​lahan​ ​gambut​ ​pada​ ​tahun​ ​2016
● Enviromental​ ​groups​ ​mengkritik​ ​kebijakan​ ​baru​ ​PepsiCo
● PepsiCo menarik kembali produk Pepsi True dari amazon.com karena aktivis lingkungan
dan konsumen memberi review negatif dan mendesak PepsiCo membuat kebijakan
minyak​ ​kelapa​ ​sawit​ ​yang​ ​baru
Tahun​ ​2015​ ​:
● SumOfUs merilis iklan online mengkritik Doritos yaitu “A Cheesy Love Story - The Ad
Doritos​ ​Don’t​ ​Want​ ​You​ ​To​ ​See”
● RAN​ ​melakukan​ ​hal​ ​yang​ ​sama​ ​dengan​ ​target​ ​Quaker​ ​Oats​ ​Chewy​ ​Bar
● PepsiCo merilis komitmen baru yang memperkuat komitmennya untuk menegakkan hak
masyarakat dan pekerja lokal dan mengidentifikasi perkebunan dimana minyak kelapa
sawit​ ​yang​ ​digunakan​ ​dalam​ ​produknya​ ​tumbuh

Kebijakan​ ​Negara​ ​Penanam​ ​Kelapa​ ​Sawit


Sebanyak 85% minyak kelapa sawit dihasilkan dari negara-negara tropis seperti
Indonesia, Malaysia, dll. Grafik di bawah ini menunjukkan proporsi minyak kelapa sawit yang
dihasilkan​ ​oleh​ ​berbagai​ ​negara.
Indonesia sebagai salah satu eksportir minyak kelapa sawit terbesar, meskipun menyadari
masalah deforestasi namun kurang tegas mengendalikan perusahaan-perusahaan penghasil
minyak kelapa sawit di Indonesia. Seperti contohnya, pemerintah meminta perusahaan kelapa
sawit yang telah menandatangani Indonesian Palm Oil Pledged (IPOP) untuk membebaskan
petani kecil karena merasa belum siap untuk mencapai tingkat praktik ​sustainable forest ​yang
sama​ ​dengan​ ​para​ ​pemain​ ​besar.

CASE​ ​ANALYSIS
Konflik​ ​Kelapa​ ​Sawit​ ​dan​ ​Dampaknya​ ​Terhadap​ ​Lingkungan
Berdasarkan prinsip Triple Bottom Line, perusahaan minyak kelapa sawit berkomitmen
menjadi perusahaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam memproduksi minyak
kelapa​ ​sawit​ ​yang​ ​berkualitas.​ ​Perusahaan​ ​minyak​ ​kelapa​ ​sawit​ ​berkomitmen​ ​untuk:

1. Tidak​ ​ada​ ​deforestasi


2. Perlindungan​ ​lahan​ ​gambut
3. Memperbaiki​ ​dampak​ ​sosio-ekonomi​ ​yang​ ​positif​ ​bagi​ ​masyarakat​ ​dan​ ​masyarakat​ ​lokal.
Namun pada kenyataannya perusahaan produksi minyak kelapa sawit belum mampu dalam
memenuhi komitmen tersebut. Perusahaan produksi minyak kelapa sawit menjadi kontributor
utama pada perubahan iklim, dikarenakan deforestasi, kerusakan lahan gambut, dan pelepasan
gas karbon dioksida ke atmosfer (pemanasan global) dalam proses memperoleh kelapa sawit.
Perusahaan produksi kelapa sawit juga bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi
manusia, dimana perusahaan kelapa sawit mengevakuasi masyarakat lokal dan komunitas
pedesaan secara paksa dari tanah mereka dan menjadikan anak dibawah umur untuk menjadi
pekerja. Selain itu, proses mendapatkan kelapa sawit dengan deforestasi juga menjadi penyebab
utama​ ​dari​ ​masalah​ ​kesehatan​ ​yang​ ​dialami​ ​masyarakat​ ​lokal​ ​dan​ ​juga​ ​kerugian​ ​secara​ ​ekonomi.

Drivers​ ​of​ ​Unethical​ ​Business​ ​Strategies​ ​and​ ​Behavior


Dalam aplikasi bisnis, banyak perusahaan yang menjadi contoh atas penerapan bisnis
yang menemui dilema etika. Biasanya, didalam dilema etika yang ditemui, terdapat pemicu atau
penggerak yang menyebabkan perusahaan tersebut melakukan tindakan yang dianggap berada di
luar etika. Berdasarkan konsep yang ada, terdapat tiga pemicu yang mungkin ditemui oleh
perusahaan, yaitu pengawasan yang salah/adanya kemungkinan dan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak sesuai, adanya tekanan dari manajer perusahaan
untuk mencapai target kinerja dalam jangka pendek, dan perusahaan yang mengedepankan
keuntungan​ ​dan​ ​kinerja​ ​bisnis​ ​diatas​ ​etika.
PepsiCo merupakan sebuah perusahaan level internasional yang sudah memiliki
perjalanan bisnis yang panjang hingga sampai dengan posisi saat ini. Dalam perjalanannya,
PepsiCo selalu berupaya untuk dapat mengembangkan bisnis hingga berupaya menyaingi
kompetitornya, Coca-Cola. Untuk memenuhi tujuannya, PepsiCo selalu beupaya untuk
meningkatkan market dan kapasitas bisnis. Dalam menunjang hal tersebut, PepsiCo pasti
membutuhkan bahan baku yang lebih banyak, salah satunya membutuhkan minyak kelapa sawit
yang lebih banyak untuk memproduksi produk-produknya. Sebagai perusahaan yang dalam
pertumbuhan, seringkali perusahaan kurang cukup perhatian terhadap asal-usul dari bahan baku
yang ia gunakan. Dalam implementasi, perusahaan PepsiCo hanya mementingkan bahwa bahan
baku​ ​yang​ ​diperlukan​ ​selalu​ ​tersedia​ ​agar​ ​proses​ ​produksi​ ​tidak​ ​terhambat.
Melihat hal tersebut, pemicu dari tindakan PepsiCo yang dianggap tidak sesuai etika
tergolong pada pemicu pertama. Pengawasan yang salah/adanya kemungkinan dan kesempatan
untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak sesuai merupakan pemicu tidakan tidak
sesuai etika yang dilakukan PepsiCo. Saat isu lingkungan belum menjadi isu yang menjadi
perhatian banyak orang, PepsiCo tidak memperhatikan dan mengawasi seluk beluk minyak
kelapa sawit yang digunakan. Sebagai perusahaan besar dan mengedepankan mutu produk,
PepsiCo hanya berfokus pada standar bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan. Selama
standar yang ditetapkan tersebut sudah sesuai, PepsiCo dapat mengambil dan menggunakan
minyak kelapa sawit tersebut. Hal ini menjadi gambaran PepsiCo tidak melakukan pengawasan
yang benar. Di samping itu, pada saat tersebut PepsiCo belum berpikir tentang ​sustainability
product​, termasuk dari aspek lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran yang lain. Kebutuhan
minyak kelapa sawit untuk proses produksinya membuat PepsiCo melakukan semua cara agar
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Saat menghadapi kondisi tersebut, PespsiCo memiliki
kemungkinan dan kesempatan untuk memenuhinya dengan cara yang tidak baik. Di samping itu,
PespsiCo memerlukan upaya dan biaya yang lebih jika PepsiCo menerapkan pengadaan kelapa
sawit​ ​yang​ ​sesuai​ ​dengan​ ​peraturan.

Kerugian​ ​yang​ ​Ditanggung​ ​oleh​ ​PepsiCo​ ​Akibat​ ​Konflik​ ​Minyak​ ​Kelapa​ ​Sawit
Konflik kelapa sawit secara langsung berdampak pada PepsiCo dan menjadi dilema etik
untuk perusahaannya, dimana PepsiCo telah membeli hampir 470,045 ton minyak sawit setiap
tahunnya. PepsiCo menerima banyak kritikan dari beberapa kelompok peduli lingkungan karena
beberapa produknya dianggap tidak sesuai dengan komitmennya untuk menggunakan minyak
kelapa sawit dengan baik. PepsiCo gagal menjamin bahwa keseluruhan rantai pasoknya akan
bebas dari deforestasi dan konflik sosial. Kritik yang diajukan kepada PepsiCo tidak hanya
mengenai komitmennya terhadap penggunaan kelapa sawit, namun beberapa dari produk
makanan dan minumannya yang masih menggunakan plastik dan kaleng timah serta
meningkatkan masalah kesehatan seperti obesitas dan diabetes. Kritik yang diajukan oleh
kelompok peduli lingkungan memberikan kerugian terhadap PepsiCo, walaupun tidak secara
langsung PepsiCo melakukan pelanggaran etik, namun pelanggaran etik tersebut dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang berkerja sama dengan PepsiCo. Tidak adanya keselarasan
komitmen yang dianut oleh PepsiCo dan perusahaan-perusahaan yang berkerja sama dengannya,
menyebabkan PepsiCo harus menanggung biaya-biaya yang timbul akibat pelanggaran etik
tersebut,​ ​seperti:

1. Internal​ ​Administrative​ ​Costs


Kritikan-kritikan yang diajukan kepada PepsiCo, membuat perusahaan untuk lebih fokus
kepada praktik pengembangan keberlanjutan secara menyeluruh, dengan program
Performance with Purpose​. Tanggung jawab PepsiCo dalam program tersebut meliputi
tiga kategori, yaitu keberlanjutan manusia (memenuhi kebutuhan nutrisi manusia yang
berbeda-beda), keberlanjutan lingkungan (mengurangi ketergantungan dengan sumber
daya alam, dan melestarikannyanya untuk generasi di masa depan), dan keberlanjutan
talenta (mengembangkan kemampuan karyawannya sesuai skill yang dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan perusahaan dan meningkatkan attractiveness PepsiCo di
industrinya).
2. Intagible​ ​or​ ​Less​ ​Visible​ ​Costs
Tidak hanya merugikan secara internal administrative cost, namun PepsiCo juga
mengalami kerugian yang tak terlihat, seperti kehilangan costumer loyalty dan
menurunnya​ ​reputasi​ ​PepsiCo​ ​di​ ​masyarakat.

Langkah-Langkah yang Diambil PepsiCo dalam Menanggapi Masalah Sumber Minyak


Kelapa​ ​Sawit

Dalam menghadapi kritik-kritik yang diajukan terhadap dirinya, PepsiCo mengeluarkan


aturan-aturan baru yang berkomitmen untuk berkontribusi pada keberlanjutan sumber minyak
kelapa​ ​sawit.​ ​Komitmen-komitmen​ ​itu​ ​sebagai​ ​berikut:
Komitmen​ ​PepsiCo​ ​mengenai​ ​Minyak​ ​Kelapa​ ​Sawit,​ ​Mei​ ​2014
- Bekerja sama dengan RSPO, asosiasi perdagangan, agensi pemerintah, organisasi
non-pemerintah, dan eksternal stakeholder lainnya untuk mengantarkan perubahan yang
positif​ ​dan​ ​peningkatan​ ​dalam​ ​industri​ ​rantai​ ​pasok​ ​minyak​ ​kelapa​ ​sawit.
- Menggunakan​ ​sumber​ ​minyak​ ​kelapa​ ​sawit​ ​dari​ ​supplier​ ​yang​ ​merupakan​ ​anggota​ ​RSPO
- Berkolaborasi dengan pemerintah dan LSM untuk melakukan monitor kepada supplier
agar​ ​memenuhi​ ​kebijakan​ ​pengelolaan​ ​hutan​ ​dan​ ​Land​ ​Use​ ​Policies.
- Mendukung praktik pertanian berkelanjutan melalui PepsiCo Sustainable Farming
Intiative
- Mendorong pekerja untuk melaporkan keluhan, pelanggaran, dan pelanggaran kebijakan
melalui​ ​PepsiCo​ ​SpeakUp​ ​hotline​ ​and​ ​website.
- Mendorong supplier untuk mematuhi prinsip FPIC dalam berinteraksi dengan masyarakat
sekitar​ ​pembangunan​ ​perkebunan​ ​baru.
Komitmen​ ​PepsiCo​ ​mengenai​ ​Minyak​ ​Kelapa​ ​Sawit,​ ​Oktober​ ​2015
- Sumber minyak kelapa sawit yang digunakan merupakan 100% bersertifikat minyak
sawit​ ​lestari​ ​(sustainable​ ​palm​ ​oil​ ​/​ ​CSPO)​ ​pada​ ​tahun​ ​2015.
- Memastikan​ ​semua​ ​pemasok​ ​langsung​ ​adalah​ ​Anggota​ ​RSPO​ ​pada​ ​tahun​ ​2016.
- Terlibat dengan industri yang tepat dan kelompok lain untuk meningkatkan pemahaman
kita​ ​tentang​ ​kekhawatiran​ ​di​ ​dalam​ ​industri​ ​kelapa​ ​sawit​ ​dan​ ​untuk​ ​mencapai​ ​tujuan​ ​kita.
- Memetakan rantai pasok sampai pada tempat penggilingan asal untuk memastikan
ketertelusuran​ ​pada​ ​tahun​ ​2016.
- Melaksanakan program audit pihak ketiga untuk kebijakan Pengelolaan dan Hak-hak
Kehutanan​ ​untuk​ ​rantai​ ​pasokan​ ​minyak​ ​kelapa​ ​sawit.
- Secara aktif menilai risiko pemasok dan negara sumber minyak kelapa sawit global dan
terlibat dengan pemasok yang beroperasi di daerah berisiko tinggi untuk melakukan
penilaian​ ​praktek​ ​secara​ ​on​ ​the​ ​ground.
- Mintalah pemasok kelapa sawit kami untuk melaporkan emisi gas rumah kaca melalui
Rantai​ ​Pasokan​ ​CDP,​ ​atau​ ​program​ ​serupa.
- Pemasok, jika diperlukan, akan didorong untuk menerapkan standar tinggi untuk
keberlanjutan​ ​kelapa​ ​sawit​ ​di​ ​seluruh​ ​sistem​ ​mereka.
- Meminta kepada pemasok untuk mengidentifikasi penggunaan derivatif dalam bahan
yang​ ​digunakan​ ​oleh​ ​PepsiCo.
- Bekerja sama dengan pemasok untuk memastikan bahwa kebijakan kelapa sawit PepsiCo
diimplementasikan​ ​dengan​ ​cara​ ​yang​ ​mendukung​ ​petani​ ​kecil.
- Memanfaatkan Leverage Pertanian Berkelanjutan PepsiCo untuk mendukung
pelaksanaan praktik pertanian berkelanjutan yang memungkinkan petani meningkatkan
produksi​ ​di​ ​lahan​ ​pertanian​ ​saat​ ​ini​ ​dan​ ​meminimalkan​ ​dampak​ ​pada​ ​wilayah​ ​sekitarnya.
- Pastikan rantai pasokan minyak sawit PepsiCo memahami harapan PepsiCo berdasarkan
Kode​ ​Etik​ ​Pemasok.
- Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Pemeliharaan
Kehutanan PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip-prinsip mengenai
kawasan Hutan Tinggi Karbon (HCS), Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCV),
dan​ ​tidak​ ​ada​ ​pembangunan​ ​baru​ ​lahan​ ​gambut.
- Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Penggunaan Lahan
PepsiCo,​ ​yang​ ​mencakup​ ​kepatuhan​ ​terhadap​ ​prinsip​ ​FPIC.
- PepsiCo akan menerapkan kebijakan dan komitmennya terhadap semua merek dan
produknya​ ​di​ ​seluruh​ ​dunia.
- Pemetaan Rantai pasokan dari pabrik ke tingkat petani / perkebunan pada akhir tahun
2020.
- Sumber​ ​100%​ ​secara​ ​fisik​ ​bersertifikat​ ​minyak​ ​sawit​ ​lestari​ ​pada​ ​tahun​ ​2020.
- Secara berkala laporkan kemajuan kami terhadap kebijakan, komitmen, dan rencana
tindakan​ ​kami.

Kritik​ ​Terhadap​ ​Upaya​ ​Keberlanjutan​ ​Kelapa​ ​Sawit​ ​yang​ ​Dilakukan​ ​Oleh​ ​PepsiCo
PepsiCo dinilai kurang dalam menanggapi isu-isu yang berkaitan dengan minyak kelapa
sawit, karena tidak adanya usaha secara ekplisit yang dilakukan oleh PepsiCo dalam menulusuri
asal dari minyak kelapa sawit yang diperoleh. Aturan-aturan baru yang diterapkan oleh PepsiCo
untuk menanggapi isu tersebut dinilai kurang dalam hal implementasi dan verfikasi dari pihak
ketiga dalam menilai pemasok minyak kelapa sawit tersebut, tidak hanya itu komitmen yang
dibuat oleh PepsiCo juga tidak mengungkapkan pelarangan penggunaan api dalam membangun
perkebunan kelapa sawit yang baru. Selain itu, aturan yang dibuat oleh PepsiCo juga tidak
memberikan dukungan yang jelas terhadap produsen kecil dan lokal, serta tidak mencakup pada
aturan​ ​mengenai​ ​perlindungan​ ​hak​ ​asasi​ ​manusia​ ​terhadap​ ​pekerja​ ​dan​ ​komunitas​ ​lokal.

PepsiCo​ ​dalam​ ​Menghadapi​ ​Isu​ ​Kelapa​ ​Sawit​ ​dan​ ​Menjaga​ ​Komitmennya


1. PepsiCo harus menyadari semakin mereka menggunakan minyak kelapa sawit untuk
produk​ ​mereka,​ ​semakin​ ​banyak​ ​kehancuran​ ​yang​ ​akan​ ​mereka​ ​buat.
2. Adanya mill traceability, dimana PepsiCo harus memperhatikan pemasok mereka untuk
melacak ketelusuran 100% ke pabrik. Sehingga PepsiCo dapat memastikan bahwa tidak
pelanggaran hak asasi manusia, konservasi dan kebijakan hutan yang menentang / tidak
mematuhi​ ​kebijakan​ ​kelapa​ ​sawit.
3. Ubah pemasok mereka ke pemasok yang terdaftar di RSPO. ​Secara kontinu
melaksanakan komitmenya untuk membeli 100% minyak sawit berkelanjutan yang
bersertifikasi oleh RSPO secara resmi pada tahun 2020, serta mencakup pengembangan
kemampuan​ ​pemasok​ ​sebagai​ ​investasi​ ​pada​ ​rantai​ ​pasokan​ ​baru.
4. Melaksanakan program-program yang mempunyai pengaruh yang baik bagi Sosial,
Ekonomi, dan Lingkungan, dimana program tersebut melibatkan beragam kalangan
stakeholder​ ​mulai​ ​dari​ ​pemasok​ ​maupun​ ​organisasi-organisasi​ ​sosial.

8​ ​Principles​ ​for​ ​Growers​ ​to​ ​be​ ​RSPO​ ​Certified:


1. Komitmen​ ​untuk​ ​transparansi
2. Patuh​ ​terhadap​ ​hukum​ ​dan​ ​regulasi​ ​yang​ ​berlaku
3. Komitmen​ ​untuk​ ​perekonomian​ ​jangka​ ​panjang​ ​dan​ ​finansial
4. Penggunaan​ ​praktik​ ​yang​ ​sesuai​ ​oleh​ ​perusahaan​ ​dan​ ​pabrik​ ​kelapa​ ​sawit
5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi dari sumber daya alam dan keanekaragaman
hayati
6. Tanggung jawab terkait pekerja dan individu serta kelompok yang terkena dampak dari
perusahaan​ ​dan​ ​pabrik​ ​kelapa​ ​sawit
7. Tanggung​ ​jawab​ ​atas​ ​pengembangan​ ​pembukaan​ ​lahan​ ​baru​ ​kelapa​ ​sawit
8. Komitmen​ ​untuk​ ​selalu​ ​memperbaiki​ ​aktivitas​ ​di​ ​beberapa​ ​area​ ​penting
Implementasi​​ ​Environmental​ ​Sustainability​ ​PepsiCo
PepsiCo telah menjalankan program sustainability sejak tahun 2010. Pepsico membuat 10
tujuan strategis mencakup empat area dampak utama dari program sustainability mereka, yaitu
performance sustainability, human sustainability, environment sustainability, dan talent
sustainability. Komitmen Pepsico dalam tiga area tersebut adalah berusaha untuk meningkatkan
kandungan nutrisi dalam setiap produknya dan menawarkan bermacam-macam pilihan makanan
dan minuman yang bernutrisi (Human); berusaha untuk meminimalisir dampak negatif bagi
lingkungan dan melestarikan sumber daya alam diseluruh operasional dan rantai pasokan
perusahaan (Environmental); berusaha untuk membangun budaya keragaman dan keterikatan,
dan agar memastikan rantai pasok didukung dan diperlakukan dengan hormat. Berikut adalah 10
tujuan​ ​strategi​ ​yang​ ​tersebar​ ​dalam​ ​tiga​ ​area:
A. Performance​ ​Goals
1. Berusaha untuk memberikan kinerja keuangan jangka panjang yang superior dan nilai
pemegang​ ​saham​ ​yang​ ​berkelanjutan.
B. Human​ ​Goals
2. Perbaiki​ ​pilihan​ ​portofolio
3. Memberikan​ ​pemberitahuan​ ​yang​ ​jelas​ ​tentang​ ​informasi​ ​nutrisi
C. Environmental​ ​Goals
4. Melindungi​ ​dan​ ​melestarikan​ ​air
5. Mengurangi​ ​pencemaran​ ​dari​ ​kemasan
6. Menghilangkan​ ​limbah​ ​plastik​ ​hasil​ ​produksi​ ​pada​ ​TPA
7. Mengurangi​ ​emisi​ ​GHG
8. Mendukung​ ​pertanian​ ​berkelanjutan
D. Talent​ ​Goals
9. Buat​ ​tempat​ ​kerja​ ​yang​ ​lebih​ ​baik
10. Menghormati​ ​hak​ ​asasi​ ​manusia
Kelapa sawit merupakan fokus utama dari program keberlanjutan PepsiCo. PepsiCo
sendiri merupakan salah satu perusahaan pembeli kelapa sawit terbesar sehingga, memiliki rantai
pasok yang global yang kompleks yang mencakup puluhan pemasok, lebih dari 1500 mills dan
puluhan ribu kebun kelapa sawit. Pada tahun 2015, PepsiCo meluncurkan action plan sebagai
komitmen perusahaan dalam keberlangsungan industri kelapa sawit. Alasan lainnya karena
PepsiCo menyadari adanya keprihatinan stakeholder terkait isu lingkungan dan hak asasi
manusia pada industri kelapa sawit, terutama yang terjadi di Indonesia dan Malaysia karena
mereka​ ​pemasok​ ​kelapa​ ​sawit​ ​terbesar​ ​bagi​ ​PepsiCo.​ ​Berikut​ ​adalah​ ​isi​ ​dari​ ​action​ ​plan​ ​PepsiCo:
1. Sumber​ ​100%​ ​bersertifikat​ ​RSPO​ ​pada​ ​tahun​ ​2015
Status:​ ​completed
2. Memastikan​ ​semua​ ​supplier​ ​langsung​ ​adalah​ ​anggota​ ​RSPO​ ​pada​ ​tahun​ ​2016
Status:​ ​kurang​ ​lebih​ ​83%​ ​supplier​ ​langsung​ ​adalah​ ​anggota​ ​RSPO
3. Bekerja sama dengan industri terkait dan kelompok lainnya untuk meningkatkan
pemahaman​ ​tentang​ ​isu-isu​ ​lingkungan​ ​di​ ​industri​ ​kelapa​ ​sawit
Status: mendukung RSPO Next melalui CGF, meminta penyempurnaan lebih lanjut (Oct
2015)
4. Peta​ ​rantai​ ​pasokan​ ​ke​ ​mill​ ​asal​ ​untuk​ ​memastikan​ ​ketelusuran​ ​pada​ ​tahun​ ​2016
Status:​ ​sekitar​ ​65%​ ​minyak​ ​kelapa​ ​sawit​ ​telah​ ​traceable​ ​dari​ ​mill​ ​asal​ ​supplier
5. Melaksanakan program audit pihak ketiga untuk kebijakan Forestry Stewardship and
Land​ ​Rights​ ​bagi​ ​rantai​ ​pasok​ ​kelapa​ ​sawit
Status: bekerjasama dengan ProForest (pihak ketiga yang kredibel) untuk proses audit;
protokol akan berfokus pada komitmen PepsiCo di HCS, HCV, peat lands, hak tanah, dan
HAM
6. Secara aktif menilai risiko pemasok global kelapa sawit dan negara sumber serta terlibat
dengan para pemasok yang beroperasi di daerah berisiko tinggi untuk melakukan
penilaian​ ​praktek​ ​secara​ ​on​ ​the​ ​ground
Status: sedang berdiskusi dengan ProForest untuk menilai apa yang dibutuhkan untuk
mengembangkan​ ​analisis​ ​risiko​ ​dan​ ​rencana​ ​mitigasi
7. Minta kepada suplier kelapa sawit untuk melaporkan pembuangan emisi gas rumah kaca
melalui​ ​CDP​ ​Supply​ ​Chain​ ​atau​ ​program​ ​serupa
Status: PepsiCo setiap tahun melaporkan emisi GHG melalui CDP dan telah membangun
hubungan​ ​yang​ ​kuat​ ​dengan​ ​proyek​ ​CDP​ ​Supply​ ​Chain
8. Pemasok, jika diperlukan, akan didorong untuk menerapkan standar tinggi untuk
keberlanjutan​ ​kelapa​ ​sawit​ ​di​ ​seluruh​ ​sistem​ ​mereka
Status: PepsiCo baru sampai pada tahap menyadari pentingnya FPIC untuk
menyelesaikan permasalahan sengketa lahan, sehingga PepsiCo ingin mendorong
supplier​ ​untuk​ ​mengadopsi​ ​peraturan​ ​dan​ ​praktek​ ​yang​ ​sama
9. Meminta​ ​pemasok​ ​untuk​ ​mengidentifikasi​ ​penggunaan​ ​derivatif​ ​dalam​ ​bahan​ ​kami
Status:​ ​PepsiCo​ ​mulai​ ​menghubungi​ ​supplier​ ​pemasok​ ​kelapa​ ​sawit
10. Bekerja sama dengan pemasok untuk memastikan bahwa kebijakan kelapa sawit PepsiCo
diimplementasikan​ ​dengan​ ​cara​ ​yang​ ​mendukung​ ​dimasukkannya​ ​petani​ ​kecil
Status: mulai aktif berpartisipasi dalam kerjasama dengan supplier di Mexico, untuk
memahami​ ​tantangan​ ​pada​ ​perkebunan​ ​kelapa​ ​sawit​ ​kecil
11. Memanfaatkan ​Sustainable Farming Initiative PepsiCo untuk mendukung pelaksanaan
praktik pertanian berkelanjutan yang memungkinkan petani meningkatkan produksi di
lahan​ ​pertanian​ ​saat​ ​ini​ ​dan​ ​meminimalkan​ ​dampak​ ​pada​ ​wilayah​ ​sekitarnya
Status:​ ​mulai​ ​aktif​ ​bekerjasama​ ​dengan​ ​supplier​ ​di​ ​Mexico
12. Pastikan rantai pasokan minyak sawit PepsiCo memahami harapan PepsiCo berdasarkan
Kode​ ​Etik​ ​Pemasok​ ​(SCCC)
Status: membuat modul pelatihan Supplier CoC yang dapat diunduh pada website
PepsiCo
13. Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Pengelolaan
Pelestarian Kehutanan PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
mengenai kawasan Hutan Tinggi Karbon (HCS), Nilai Konservasi Tinggi (HCV), dan
tidak​ ​ada​ ​pembangunan​ ​baru​ ​lahan​ ​gambut
Status: bekerjasama dengan ProForest dalam mengembangkan rencana untuk menilai
rantai pasokan atas risiko ketidakpatuhan terhadap Pengelolaan Kehutanan, Pemanfaatan
Lahan,​ ​dan​ ​kebijakan​ ​kelapa​ ​sawit
14. Pastikan sumber minyak kelapa PepsiCo sesuai dengan Kebijakan Penggunaan Lahan
PepsiCo, yang mencakup kepatuhan terhadap prinsip Free Prior and Informed Consent
(FPIC)
Status: bekerjasama dengan ProForest dalam mengembangkan rencana untuk menilai
rantai pasokan atas risiko ketidakpatuhan terhadap Pengelolaan Kehutanan, Pemanfaatan
Lahan,​ ​dan​ ​kebijakan​ ​kelapa​ ​sawit
15. PepsiCo akan menerapkan kebijakan dan komitmennya terhadap semua merek dan
produknya​ ​di​ ​seluruh​ ​dunia
Status: mulai berkomunikasi dengan IndoFood JV terkait sumber minyak kelapa sawit
yang​ ​lestari​ ​untuk​ ​produk​ ​PepsiCo
16. Peta​ ​rantai​ ​pasokan​ ​ ​dari​ ​pabrik​ ​ke​ ​tingkat​ ​petani​ ​/​ ​perkebunan​ ​pada​ ​akhir​ ​tahun​ ​2020
Status:​ ​langkah​ ​selanjutnya​ ​di​ ​tahun​ ​2016
17. Secara​ ​berkala​ ​laporkan​ ​kemajuan​ ​terhadap​ ​kebijakan,​ ​komitmen,​ ​dan​ ​action​ ​plan​ ​ini
Status:​ ​laporkan​ ​setiap​ ​tahun​ ​kinerja​ ​action​ ​plan

Kemajuan​ ​Action​ ​Plan​ ​PepsiCo​ ​Tahun​ ​2016


1. PepsiCo berhasil melaksanakan ​traceability pada level mill sebesar 86%, dasar tinjauan
adalah​ ​risiko​ ​lingkungan​ ​dan​ ​HAM.
2. Untuk penelusuran pada level perkebunan, masih terdapat kekurangan. Sehingga,
PepsiCo mulai berkolaborasi dengan industri dan pemangku kepentingan lainnya untuk
mengatasi​ ​kesenjangan​ ​ini.
3. PepsiCo membuat proses keterlibatan proaktif dengan semua pemasok langsung dengan
rencana mengembangkan scorecard pemasok baru dengan penekanan pada kebijakan,
keterlibatan,​ ​sertifikasi​ ​dan​ ​keluhan.
4. Sedang mengembangkan mekanisme keluhan untuk menangani keluhan lingkungan dan
sosial yang melibatkan minyak kelapa sawit dan bahan baku pertanian lainnya dalam
rantai​ ​pasokan.
5. Pada tahun 2016, PepsiCo meningkatkan pengadaan minyak sawit berkelanjutan yang
bersertifikat secara legal menjadi 16% dari total volume, dengan menggunakan standar
Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) selanjutnya, pada akhir 2017, PepsiCo
menargetkan​ ​30%.
6. PepsiCo memulai berinvestasi dalam perbaikan kondisi di daerah sumber kelapa sawit
utama, yaitu Indonesia dan Meksiko. Sebagai contoh, PepsiCo mensponsori Interpretasi
Nasional Prinsip dan Kriteria RSPO di Meksiko sambil mendukung program yang akan
memberikan pelatihan mengenai penilaian Nilai Konservasi Tinggi (HCV) dan Stok
Karbon​ ​Tinggi​ ​(HCS).
7. PepsiCo berpartisipasi dalam lokakarya kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Oxfam,
membantu memimpin webinar penelusuran minyak sawit di bawah naungan t​he
Consumer Goods Forum​, dan bergabung dengan Aliansi Hutan Tropis (TFA) 2020
Partnership.

Anda mungkin juga menyukai