Buy Back Guarantie berasal dari bahasa Inggris atau lebih dikenal dengan
nama Buy back Guarantee yang terdiri dari 2 (dua) suku kata yang jika digabungkan,
secara harafiah berarti jaminan membeli kembali. Menurut Webster Dictionary buy
“The assurance that a contract or legal act will be duly carried out;
Guaranty;
Something given or existing as security, such as to fulfill a future engagement
or a condition subsequent;
One to whom a guaranty is made.”
Pengertian buy back yang kedua dari Webster Dictionary lebih mendekati
dengan konsep buy back dalam tesis ini. Sedangkan guarantie dapat berarti penjamin
33
Victoria Neufeldt dan David B. Guralnik, Ed., Webster’s New World College Dictionary
(Revised and Update), Cet.3, (USA: Mac.Millan, 1995), hal.191 dan hal.598.
34
Bryan A. Gardner, Editor in Chief, Black’s Law Dictionary, Cet.7, (USA: West Group,
1999), hal.711.
22
atau jaminan. Dalam transaksi perdagangan umum di masyarakat buy back guarantie
untuk mengkondisikan adanya jaminan dari penjual untuk membeli kembali barang
yang telah dibeli pembeli atau konsumen apabila terjadi kondisi-kondisi tertentu.
Munculnya perjanjian buy back guarantie ini di dalam praktik hukum jaminan
merupakan konsekuensi dari sifat terbukanya hukum perikatan pada Buku III BW
yang di dalam Pasal 1338 ayat (1) BW dianut prinsip kebebasan berkontrak (freedom
badan hukum untuk membuat dan menentukan sendiri kontraknya, sepanjang tidak
berlaku.35
sedemikian rupa sehingga setiap orang berhak dan bebas untuk membuat atau
mengadakan perjanjian yang segala sesuatunya sesuai dengan kehendak para pihak
yang membuat. Untuk itu terbuka kebebasan yang seluas-luasnya (beginsel der
contractsvrijheid) untuk mengatur dan menentukan isi suatu perjanjian, asalkan tidak
untuk mengatur sesuatu hal dengan cara yang berbeda atau menyimpang dari
35
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1337.
ketentuan yang telah diatur yang terdapat di dalam pasal-pasal hukum perjanjian
(KUHPerdata).36
penjaminan yang dianggap lebih cepat dan efisien untuk menyelesaikan kredit
bermasalah atau macet dalam hal terjadi wanprestasi, selain dari penggunaan pranata-
bahwa yang dimaksud jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan
debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam pelaksanaan
menimbulkan rasa aman dan terjamin bagi pelunasan kredit yang diberikan. Karena
itulah secara kebiasaan muncul suatu bentuk lembaga penjaminan buy back
guarantie.
bentuk penjaminan yang ada dan dikenal di dalam sistem hukum jaminan seperti hak
36
G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2003), hal.33.
37
Ariadin Nadjamuddin, “Aspek Hukum Akta Buy Back Guarantee dan Implikasinya Bagi
Lembaga Perbankan”, Jurnal Penelitian Hukum, Volume 1 Nomor 3, Mei 2012, hal.412.
hukum penjaminan tersebut, yaitu sebagai instrumen hukum yang dapat memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak dalam hal terjadi wanprestasi.38
Perjanjian penjaminan dengan buy back guarantie ini pada awalnya banyak
digunakan dalam pembelian unit kendaraan bermotor (mobil). Jaminan ini biasanya
diberikan oleh pihak dealer (selaku penjual) kepada user (selaku pembeli) dengan
produk yang akan dibeli konsumen. Bentuk jaminan ini kemudian berkembang pada
sektor property yang banyak digunakan pada pembelian unit rumah dan unit tanah
dan bangunan rumah yang pembangunannya dibiayai oleh bank dengan fasilitas
fasilitas kredit pemilikan mobil (KPM), kredit pemilikan apartemen (KPA), maupun
hubungan hukum satu sama lain yang harus tunduk pada ketentuan-ketentuan
hukum penjaminan, baik yang diatur di dalam KUHPerdata maupun yang tersebar di
38
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1238 dan Pasal 1338.
39
Ariadin Nadjamuddin, Op.Cit., hal. 416
harus dilaksanakan secara jujur dan adil serta memperhatikan keseimbangan hak dan
Perjanjian buy back guarantie pada awalnya sama sekali tidak dikenal di
dalam praktek hukum jaminan pada lembaga perbankan, baik untuk jaminan benda
bergerak maupun jaminan benda tidak bergerak, baik sebelum maupun pasca
atas pengikatan kedua bentuk jaminan kredit tersebut.40 Demikian pula untuk jaminan
KUHPerdata.
sempurna oleh Notaris dan atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai
40
Ibid., hal.415.
lembaga penjaminan yang dianggap lebih efektif dan efisien meskipun tidak memiliki
alternatif penjaminan kepada pihak ketiga sebagai penjamin atau penanggung, jika
perjanjian kredit, maka penjamin berdasarkan perjanjian buy back guarantie yang
debitor, baik berupa jaminan benda bergerak maupun jaminan benda tidak bergerak.
Peran penjamin dalam perjanjian buy back guarantie pada konteks ini bukan
bertindak sebagai penanggung untuk membeli kembali objek jaminan dari kreditor
atas barang/benda yang pernah dijual kepada debitor yang pembayarannya melalui
Penjaminan buy back guarantie saat ini banyak digunakan pada pemberian
fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Lembaga penjaminan ini terjadi oleh karena
proyek (bangunan rumah atau rumah) yang dibiayai oleh bank masih dalam proses
pembangunan oleh developer, sertifikat belum selesai didaftarkan haknya atas nama
developer (masih dalam proses pengurusan pada kantor pertanahan), sehingga belum
dapat dilakukan penandatanganan akta jual beli atas nama pembeli, sedangkan
bangunan rumah atau rumah sudah mau dijaminkan ke bank. Dalam kondisi seperti
ini bank akan menerima jaminan tersebut, meskipun pengikatan jaminan belum dapat
tanggungan. Olehnya itu, diperlukan suatu bentuk ikatan antara bank dengan
developer berupa buy back guarantie, sebagai upaya untuk melindungi kepentingan
kreditor/ Bank.41
dibandingkan dengan bentuk perjanjian penjaminan yang telah ada dan lazim dikenal
dalam sistem hukum jaminan, namun buy back guarantie telah berkembang dan
menjadi salah satu syarat dilakukannya pencairan kredit, utamanya fasilitas KPR.
Menurut Legal Bank Bukopin cabang Medan, bahwa tanpa adanya buy back
guarantie dari developer selaku penjamin, bank tidak akan mencairkan fasilitas KPR
debitor ke rekening developer, oleh karena hal tersebut mutlak harus dipenuhi dan
menjadi syarat dalam memo persetujuan kredit dari tim komite kredit. Pencairan KPR
tanpa adanya penjaminan buy back guarantie merupakan salah satu pelanggaran dari
prosedur standar pengikatan jaminan perbankan pada Bank Bukopin cabang Medan.42
Ketentuan di atas tentu saja tidak dapat diterapkan di dalam lembaga buy back
back guarantie. Hal ini disebabkan karena objek penjaminan di dalam buy back
guarantie berbeda dengan objek penjaminan pada perjanjian borgtocht. Pada buy
back guarantie objek penjaminan adalah barang/benda jaminan debitor, bukan utang
41
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
42
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
debitor, sedangkan pada borgtocht objeknya adalah utang debitor yang dijamin
yang telah membayar lunas utangnya, demi hukum menggantikan kreditor dengan
melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan buy back guarantie namun tidak serta
posisi kreditor utama. Hal ini sering dikenal dengan subrogasi sebagaimana diatur di
Perjanjian buy back guarantie tidak terbentuk dalam satu perjanjian tersendiri,
tetapi hanya merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari suatu perjanjian kredit.
Buy back guarantie terdapat dalam suatu Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara bank
dengan developer. Di dalam PKS diatur bahwa buy back guarantie merupakan
rumah yang telah dijual kepada debitor yang dituangkan dalam akta Notaris, yaitu
Dari uraian tersebut di atas, perjanjian buy back guarantie pada awalnya
merupakan kehendak dari penjual yang memberikan jaminan kepada pembeli jika di
kemudian hari terjadi kerugian atau risiko terhadap barang yang dibeli, maka penjual
perkembangannya tidak lagi demikian, justru kreditor lah yang meminta dan
menghendaki adanya perjanjian buy back guarantie. Hal ini didorong oleh prinsip
mengefisiensikan upaya lelang yang selama ini digunakan lembaga perbankan untuk
Suatu perjanjian dibuat oleh para pihak untuk suatu maksud dan tujuan
tertentu, demikian pula buy back guarantie. Pemberian buy back guarantie oleh
developer kepada bank didasari oleh adanya penyaluran kredit KPR kepada
konsumen yang dananya diterima langsung oleh developer sebagai pelunasan unit
rumah, sementara pada pihak bank belum dapat mengikat jaminan Hak Tanggungan
atas unit rumah yang dibiayainya. Oleh karena itu, menunggu hingga selesainya
sertipikat atas unit rumah selesai dan dilakukannya akta jual beli, maka bank
memerlukan buy back guarantie dari developer.45 Di pihak developer, selaku pemilik
rumah tersebut kepada para konsumen, developer menjalin kerja sama dengan bank
44
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
45
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
1. Pembelian unit properti (rumah) oleh konsumen dari developer tidak atau belum
dibayar lunas seluruhnya, sehingga sebagian (besar) harganya akan dilunasi dari
2. Sertipikat atas unit properti tidak atau belum ada dan/atau bangunannya belum
selesai; dan/atau
3. Hubungan hukum antara developer dan konsumen masih berupa pengikatan jual
beli (Perjanjian Pengikatan Jual Beli/PPJB) dan belum bisa dibuat Akta Jual Beli
konsumen akan dilunasi dari hasil pencairan dana KPR dari bank; dan
2. Satu dan lain karena alasan di atas dan pengikatan jual beli antara developer dan
a. Hak atas tanah secara hukum belum beralih dari developer kepada konsumen;
46
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
47
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
(baik utang pokok, bunga, dan lain-lain) kepada bank, maka kedudukan
selanjutnya.
melakukan penyelesaian yang lebih cepat dan efisien, sehingga lembaga penjaminan
yang telah ada dan bersifat eksekutorial seperti lelang hak tanggungan lebih dihindari
oleh lembaga perbankan. Hal ini juga untuk menjaga performance dan nama baik
debitor agar tidak masuk dalam daftar hitam (black list) Bank Indonesia. Sehingga
saat ini hampir seluruh KPR yang diberikan perbankan harus di back up dengan buy
back guarantie,48 meskipun masih terjadi persepsi dan interpretasi yang berbeda-
beda, baik Notaris maupun lembaga perbankan terhadap lembaga buy back guarantie.
Perbedaan pandangan tersebut terjadi oleh karena buy back guarantie belum
48
Ariadin Nadjamuddin, Op.Cit., hal. 419.
dari sifat terbukanya hukum perikatan sebagaimana kehendak dari prinsip kebebasan
bentuk akta otentik dihadapan Notaris dan atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
seperti Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), akta Fidusia dan akta Hipotek,
maka akta-akta jaminan ini mempunyai dasar dan kekuatan hukum eksekutorial yang
tegas dan memberikan implikasi hukum bagi lembaga perbankan dalam hal terjadinya
wanprestasi, oleh karena dasar perundang-undangannya telah ada dan jelas.50 Namun,
terhadap buy back guarantie yang lahir karena perjanjian tidak demikian halnya,
sehingga itikad baik (good faith) para pihak untuk melaksanakan isi atau klausula
alternatif penjaminan. Keberadaan akta buy back guarantie dalam hal ini semestinya
dan preferensi bagi para pihak seperti halnya keberadaan lembaga penjaminan yang
memiliki kelebihan dan kelemahan, namun bagi penjamin, akta buy back guarantie
49
G. Rai Widjaya, Op.Cit., hal.34.
50
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 06 Desember 2013.
51
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 06 Desember 2013.
ini sebenarnya merupakan bentuk tindakan over confidence dan over collateral
lembaga perbankan, oleh karena dengan penggunaan akta jaminan membeli kembali
ini setelah dilakukan pembebanan hak tanggungan atau pengikatan fidusia terhadap
pengikatan jaminan satu sama lain. Padahal, maksud diadakannya akta buy back
guarantie adalah sebagai alternatif cara penyelesaian kredit bermasalah atau macet
Asumsi negatif penjamin atas keberadaan dan penggunaan akta buy back
guarantie ini, dapat berakibat pada pelaksanaan kewajiban penjamin di dalam akta
dalam hal terjadi wanprestasi, oleh karena penjamin beranggapan bahwa bila terjadi
debitor. Kondisi ini tentu saja tidak diharapkan oleh para pihak yang terkait atas
penggunaan akta buy back guarantie, karena keberadaan akta semestinya dapat
memberikan perlindungan, kepastian dan implikasi hukum para pihak khususnya bagi
kredit. Oleh karena itu penjaminan buy buck guarantie ini biasanya dibuat secara
terpisah dari perjanjian kredit kepemilikan rumah, dalam arti dibuat secara intern
antara pihak bank dengan pihak developer dalam bentuk perjanjian kerjasama tanpa
52
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 06 Desember 2013
hukum cukup beralasan, oleh karena akta buy back guarantie memang tidak diatur
secara tegas baik di dalam buku II KUHPerdata maupun di dalam buku III
(kewajiban) membeli kembali objek jaminan, melainkan hanya dikenal adanya hak
memberi konsekuensi hukum bahwa penggunaan akta buy back guarantie nantinya
hanya sekedar pelengkap dari berbagai macam akta penjaminan yang sudah ada dan
memiliki kekuatan eksekutorial (seperti APHT, akta Hipotik dan akta Fidusia),
sehingga implikasi hukum terhadap harta benda penjamin dalam hal terjadi
perjanjian.
kewajiban sesuai kehendak dari penjaminan buy back guarantie, apakah ketentuan
guarantie ini semata-mata hanya memberi dampak sanksi moral terhadap penjamin,
oleh karena akta ini tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti layaknya APHT dan
akta fidusia. Padahal suatu akta otentik/notaril semestinya tidak boleh hanya memiliki
ikatan dan kekuatan moral saja, tetapi harus dapat berimplikasi pada pemenuhan hak-
KUHPerdata, dan tidak semata-mata hanya berimplikasi pada tanggung jawab moral
belaka.53
Jika ditinjau dari kekuatan hukum pelaksanaan akta, maka akta buy back
bentuk akta jaminan lainnya. Implikasi hukum ini akan menjadi persoalan ketika
penjamin tidak mau membeli kembali objek jaminan debitor sesuai yang telah
Mengingat buy back guarantie adalah perjanjian penjaminan yang lahir dari
sistem terbuka hukum perjanjian yang dianut Buku III KUHPerdata, maka tidak ada
para pihak yang terlibat bebas untuk mengatur sesuai dengan kehendak mereka.
53
Hasil wawancara dengan Notaris Jensen Ricardo Sitanggang, Notaris PPAT Kota Medan,
tanggal 13 Desember 2013
Buy back guarantie tidak termasuk dalam salah satu perjanjian bernama yang
diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat
KUHPerdata). Buy back guarantie lahir karena kebutuhan praktik dan hal tersebut
adalah dimungkinkan berdasarkan sistim terbuka yang dianut Buku III KUHPerdata
sedemikian rupa sehingga setiap orang berhak dan bebas untuk membuat atau
mengadakan perjanjian yang segala sesuatunya sesuai dengan kehendak para pihak
yang membuat. Untuk itu terbuka kebebasan yang seluas-luasnya (beginsel der
contractsvrijheid) untuk mengatur dan menentukan isi suatu perjanjian, asalkan tidak
untuk mengatur sesuatu hal dengan cara yang berbeda atau menyimpang dari
ketentuan yang telah diatur yang terdapat di dalam pasal-pasal hukum perjanjian
(KUHPerdata).54
Buy back guarantie tidak terbentuk dalam satu perjanjian tersendiri. Buy back
guarantie timbul dalam rangka kerja sama penyaluran KPR oleh bank kepada
konsumen yang membeli unit rumah dari developer. Buy back guarantie terdapat
dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR, yang dibuat oleh dan antara
developer dan Bank. Unsur utama dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas
KPR adalah ketentuan mengenai prosedur pemberian KPR oleh bank kepada
54
G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2003), hal.33.
konsumen dan ketentuan mengenai jaminan (buy back guarantie).55 Kedua unsur
tersebut diatur dan disesuaikan dengan kesepakatan antara developer dan bank. Bila
dilihat dari aspek namanya, perjanjian tersebut dapat digolongkan dalam perjanjian
tidak bernama karena perjanjian tersebut tidak dapat dimasukkan dalam perjanjian
yang dikenal dalam KUHPerdata yaitu sebagaimana diatur dalam Bab V sampai
Jika dilihat dari bentuk dan isinya, akta buy back guarantie ini menyerupai
yang di dalam Pasal 1820 BW dikenal sebagai borghtocht, hanya saja subjek hukum
dari buy back guarantie berbeda dengan borghtocht. Oleh karena di dalam borghtocht
yang menjadi penjamin adalah pihak ketiga (personal guarantie dan atau corporate
sedangkan pada buy back guarantie yang bertindak sebagai penjamin adalah orang
atau badan hukum yang sebelumnya telah mempunyai hubungan hukum dengan
debitor. Buy back guarantie ini banyak dijumpai dalam perjanjian kredit konstruksi,
kredit pemilikan rumah (KPR), kredit pemilikan apartemen (KPA) dan kredit
pemilikan mobil (KPM). Namun, jika ditinjau dari akibat hukum dalam hal terjadi
wanprestasi debitor, maka hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian buy back
55
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 06 Desember 2013
56
Ariadin Nadjamuddin, Aspek Hukum Akta Buy Back Guarantee Dan Implikasinya Bagi
Lembaga Perbankan, (FH Unhas: Jurnal Penelitian Hukum, 2012), hal.415.
guarantie ini mirip dengan subrogasi yang dikenal di dalam Pasal 1400 BW, oleh
karena baik di dalam buy back guarantie maupun pada subrogasi terjadi penggantian
hak-hak oleh seorang pihak ketiga/ penjamin yang membayar kepada kreditor,
bedanya adalah, buy back guarantie hanya timbul berdasarkan perjanjian sedangkan
Lazim terjadi di dalam praktik, buy back guarantie ada di dalam Perjanjian
Kerja Sama Pembiayaan KPR (selanjutnya disebut PKS) antara bank dan developer.
Di dalam praktiknya pula, telah terjadi pengembangan atas penerapan buy back
guarantie yang menurut peneliti adalah kurang tepat. Hal tersebut tercermin dari
Padahal konsep buy back guarantie bukan penanggungan utang. Namun, hal tersebut
sulit dihindari mengingat hubungan hukum yang terjadi antara bank dan debitor
dan/atau perjanjian pengakuan hutang. Prestasi yang wajib dipenuhi debitor kepada
Perjanjian kerja sama tersebut biasanya dibuat dalam bentuk akta notaris,
adalah kewajiban bank untuk menanggung risiko dalam pemberian KPR. Dengan
Sebagai akibat hukum juga yang terdapat dalam suatu akta otentik adalah
untuk membuktikan adalah pihak yang menyangkal. Developer dan bank sepakat
untuk melakukan kerja sama dengan syarat dan ketentuan yang disepakati bersama
sebagaimana tertuang dalam PKS. Syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh
developer kepada tiap-tiap bank tentunya tidak sama begitu pula syarat dan ketentuan
yang ditetapkan oleh bank kepada tiap-tiap developer. Sehingga dalam tiap-tiap PKS
terdapat perbedaan baik secara materiil maupun redaksional. Pada umumnya terdapat
beberapa materi ketentuan yang selalu ada dalam PKS adalah sebagai berikut:
1. Fasilitas KPR
yang mengatur fasilitas KPR dalam perjanjian kerja sama tersebut dapat bagi menjadi
keuangan perbankan. Namun dengan adanya kerja sama ini, developer diikutsertakan
dalam proses pemberian fasilitas KPR tersebut. Prosedur tersebut dalam perjanjian
sebagai debitor penerima fasilitas kredit. Akan tetapi dengan perjanjian kerja sama,
syarat dan ketentuan dalam pemberian fasilitas KPR juga merupakan materi yang
dinegosiasikan antara bank dan developer. Syarat dan ketentuan tersebut adalah
sebagai berikut:58
58
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
tahun;
4) penggunaan dana KPR hanya semata-mata untuk membayar harga rumah kepada
Bank; pemberian fasilitas KPR akan dijamin dengan Hak Tanggungan atas
rumah;
Pemberian fasilitas KPR yang diberikan oleh bank pada akhirnya diterima dan
dinikmati oleh developer. Barang yang akan dijadikan jaminan atas fasilitas KPR
berkaitan dengan perseroan terbatas termasuk tetapi tidak terbatas pada Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Perseroan Terbatas dan ketentuan yang diatur
59
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
luar pengadilan. Dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kerja sama ini,
dengan anggaran dasar perseroan. Hal ini menunjukkan bahwa kausa yang halal
1) mengusulkan para calon debitor untuk memperoleh fasilitas KPR dari bank;
3) memberi bantuan kepada bank dalam mengawasi dan memonitor ketaatan dan
Developer juga menyatakan bahwa developer adalah pemilik yang sah dan
mempunyai hak yang penuh atas unit rumah yang akan dijual kepada konsumen, dan
tidak ada pihak lain yang turut memiliki atau mempunyai hak apapun juga terhadap
60
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
berdasarkan surat pelepasan hak dari bank), tidak tersangkut dalam perkara/sengketa
dan juga tidak berada dalam suatu sitaan. Pernyataan ini berkaitan dengan ketentuan
jual beli sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab V tentang Jual Beli.
akta jual beli rumah dan pada saat penandatanganan tersebut konsumen belum
1) penandatanganan Akta Jual Beli atas rumah hanya akan dilaksanakan oleh
3) penandatanganan Akta Jual Beli antara developer dan konsumen tidak akan
dilakukan/tidak pernah akan terjadi bilamana pada saat yang bersamaan dengan
61
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR, yang diatur dalam ketentuan buy back
Selama Akta Jual Beli dan APHT atas Rumah belum ditandatangani oleh
konsumen, developer dengan ini wajib bertanggung jawab sepenuhnya dan mengikat
diri sebagai penjamin atas pembayaran seluruh jumlah uang yang terutang oleh
debitor kepada bank. Buy back guarantie akan berakhir dengan sendirinya apabila
AJB dan APHT ditandatangani oleh konsumen. Buy back guarantie juga akan
berakhir bila setelah pemberitahuan tertulis dari developer kepada bank untuk
diadakan penanda tanganan AJB, ternyata bank belum siap untuk mengadakan
Tbk Cabang Medan jangka waktu buy back guarantie tersebut berlaku sampai dengan
adalah meliputi utang pokok, bunga, provisi, bunga denda dan/atau biaya-biaya
lainnya berdasarkan fasilitas KPR yang diterimanya, baik dalam mata uang Rupiah
ataupun mata uang lainnya, jumlah-jumlah uang mana besarnya akan ditentukan
62
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
Buy back guarantee akan diklaim oleh bank apabila konsumen/debitor telah
sebanyak 3 (tiga) kali angsuran berturut-turut atau apabila fasilitas KPR yang telah
diberikan kepada konsumen tidak dijamin dengan rumah karena akibat/alasan yang
disebabkan oleh developer menjadi tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Dalam
waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak bank memberitahukan secara tertulis kepada
developer bahwa telah terjadi salah satu sebab tersebut di atas maka developer wajib
Buy back guarantie diberikan oleh developer kepada bank dengan melepaskan
a. Hak untuk memperjuangkan apa yang wajib dibayar kepada debitur utama, tetapi
b. Hak untuk memberikan jaminan gadai atau hipotik sebagai ganti seorang
c. Hak untuk terlebih dahulu menyita dan menjual barang kepunyaan debitor untuk
63
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
e. Hak untuk menuntut supaya kreditor terlebih dahulu membagi piutangnya, dan
f. Hak untuk menggunakan segala tangkisan yang dapat dipakai oleh debitur utama
g. Hak untuk dibebaskan dari kewajibannya bila atas kesalahan kreditor ia tidak
dapat lagi memperoleh hak hipotek dan hak istimewa kreditor itu sebagai
h. Hak untuk dibebaskan dari tanggungannya, sekalipun barang itu kemudian harus
diserahkan oleh kreditur kepada orang lain berdasarkan putusan Hakim untuk
menerima suatu barang tak bergerak atau barang lain sebagai pembayaran utang
mestinya seluruh jumlah uang yang wajib dibayar oleh developer kepada bank
berdasarkan buy back guarantie ini, maka developer tidak akan menjalankan hak-
(debitor).
akan meminta pelaksanaan jaminan buy back guarantie kepada developer. Dalam
waktu 3 (tiga) hari sejak surat pemberitahuan bank, developer wajib membayar
termasuk tetapi tidak terbatas perjanjian kredit, akta pengakuan utang dan perjanjian
jaminan. Bersamaan dengan pembayaran buy back guarantee oleh developer kepada
Buy back guarantie merupakan suatu penjaminan atas pembelian kembali unit
apartemen yang dibeli oleh konsumen, yang di dalam praktek karena adanya
sebagai pembelian kembali unit rumah milik konsumen dan oleh bank dianggap
sebagai pelunasan utang debitor KPR. Sehingga dengan adanya buy back guarantie
Buy back guarantie yang diberikan oleh developer kepada bank dalam PKS
Fasilitas kredit yang dapat diberikan buy back guarantie oleh developer
adalah hanya fasilitas KPR. Dengan demikian lembaga buy back guarantie tidak
dapat diberikan atas jenis kredit lain seperti Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit
Jenis fasilitas KPR yang dapat diberikan buy back guarantie tersebut adalah
fasilitas KPR yang pencairan dananya digunakan untuk pelunasan harga pembelian/
konsumen sendiri, apalagi sertipikat hak atas tanah sudah selesai atau hubungan
hukum antara developer dan debitor sudah bisa dilakukan dengan perbuatan hukum
jual beli dengan akta jual beli di hadapan PPAT yang berewenang, maka lembaga buy
back guarantie sudah tidak diperlukan dan tidak relevan lagi bagi developer maupun
pihak bank.
64
Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014