Anda di halaman 1dari 8

HUKUM JAMINAN

PRO DAN KONTRA DALAM JAMINAN PERORANGAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjanjian dalam suatu pemberian pinjaman antara debitur dan kreditur, demi
meningkatkan kepercayaan kreditur, akan diberikan suatu bentuk berupa jaminan oleh
debitur. Hal ini tentunya sangat diperlukan, bila di masa yang akan datang debitur cidera
janji, maka ada berupa jaminan yang dapat dieksekusi demi menyelesaikan
permasalahan antara debitur dan kreditur. Berbagaimacam jenis jaminan yang dapat
diperjanjikan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian pinjam-meminjam ini, salah
satunya adalah Jaminan Perseorangan.
Berdasarkan Buku III Pasal 1820–1850 KUHPer tertulis pengertian dari Jaminan
Perseorangan, yakni ”Penjamin atau penanggung adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatan si berhutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”.
Sebagai pihak ketiga dalam suatu perjanjian pinjam-meminjam ini, terdapat suatu
pro dan kontra yang timbul dari jaminan perseorangan saat Debitur tidak mampu
membayar utangnya kepada kreditur pada waktu yang telah ditentukan. Hal ini
mengenai hak dan kewajiban sebagai Penjamin dalam proses pemenuhan perjanjian
pinjam-meminjam dalam praktiknya serta yang diatur dalam undang-undang baik itu
dalam hukum konvensional maupun hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kausa Jaminan Perseorangan?
2. Apasajakah pro dan kontra yang timbul dari Jaminan Perseorangan?
3. Apasajakah prinsip yang digunakan bank syariah dalam memberikan jaminan?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kausa Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan ini diatur dalam Buku III pasal 1820–1850 Burgerlijk
Wetboek atau selanjutnya disebut BW. ”Penjamin atau penanggung adalah suatu
perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang manakala orang ini sendiri
tidak memenuhinya”.
Jaminan perorangan ini dipergunakan dalam praktik, karena dengan adanya
penjamin, maka kreditor merasa ada kepastian akan pelunasan hutang– hutangnya.
Dengan adanya si penjamin, maka kreditur merasa aman daripada tidak ada jaminan
sama sekali. Misalnya dalam keadaan si penanggung sebagai direktur perusahaan selalu
pemegang saham dari perusahaan tersebut, secara pribadi ingin ikut menanggung
utang–utang perusahaan.1
Jaminan Perorangan dalam buku Hukum Jaminan (Riky Rustam), dipaparkan
bahwa ada 3 jaminan khusus perorangan, yaitu:
1. Jaminan Perorangan (Borgtoch)
Dalam buku KUHPerdata, perihal mengenai penanggung utang diatur dalam
Bab XVII tentang Penanggung Utang. Jaminan Perorangan (Borgtoch) dapat
ditemukan dalam pasal 1820 KUHPerdata dimana tertuang bahwa Penanggungan
ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak
memenuhi perikatannya. Unsur-unsur jaminan perorangan, ialah mempunyai
hubungan langsung pada orang tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.
2. Corporate Guarantee
Dalam topik ini, pembeda yang membedakan corporate guarantee dengan
jaminan perorangan (borgtoch) ialah dimana borgtoch memberikan jaminan kepada
orang peroranag (manusia) sedangkan coporate guarantee memberikan jaminan
pelunasan utang adalah badan hukum, seperti PT, Bank maupun lembaga penjamin
lainnya.2
3. Bank Garansi
Bank Garansi atau yang lebih dikenal dengan jaminan bank merupakan suatu
jenis penanggungan dimana yang bertindak sebagai penanggung adalah bank.
Pada jaminan perorangan (borgtoch), jika adanya kepailitan, kreditur berhak
menuntut pemenuhan piutangnya selain kepada debitur lainnya. Hal ini dapat terjadi
jika adanya penjamin (borg) dan adanya perjanjian penanggungan (borgtocht) atau

1
Lenny Nadriana dan Isis Ikhwansyah, Implementasi Hukum Personal Guarantee Dalam Praktik
Kepailitan, Pagaruyung Law Journal, Vol.1, No. 2, 2018, Hal. 147
2
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H., Mengenal Jaminan Perorangan, Corporate Guarantee, dan
Bank Garansi, (https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-jaminan-perorangan--icorporate-
guarantee-i--dan-bank-garansi-lt519d0870c12f3/, Diakses pada 25 Agustus 2023, 23:23)

2
pada perjanjian tanggung-menanggung secara pasif. Hal lain juga dapat terjadi, jika
pihak ketiga mengikatkan diri secara perorangan pada kreditur untuk pemenuhan
perutangan berdasarkan ketentuan undang-undang.3
B. Pro Dan Kontra Yang Timbul Dari Jaminan Perorangan
1. Pro yang timbul dari Jaminan Perorangan
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi memaparkan bahwa ada hak istimewa
yang di dapatkan oleh penjamin, yaitu: Pasal 1831 KUHPerdata bahwa penanggung
tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai membayar utangnya,
dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu
dengan melunasi utangnya.
Pasal 1832 KUHPerdata bahwa penanggung tidak dapat menuntut supaya
barang milik debitur lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
a. Bila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang
debitur lebih dahulu disita dan dijual;
b. Bila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur terutama
secara tanggung menanggung, dalam hal itu, akibat-akibat perikatannya diatur
menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung;
c. Jika debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya
sendiri secara pribadi;
d. Jika debitur berada keadaan pailit;
e. Dalam hal penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim
2. Kontra yang timbul dari Jaminan Perorangan
Permasalahan dalam praktiknya, hak-hak istimewa yang dimiliki oleh
penjamin atau penanggung lazim ditiadakan atau dilepaskan. Dengan pelepasan
hak istimewa tersebut oleh penjamin dalam perjanjian Personal Guarantee yang
dibuat oleh kreditor dengan penjamin, berarti kreditor dapat langsung meminta,
menuntut, atau menggugat penjamin untuk segera memenuhi kewajiban debitur
manakala debitur telah cedera janji atau wanprestasi. Dengan kata lain keadaan
penjamin sama dengan keadaan debitur itu sendiri. Hal ini tentu saja akan
merugikan penjamin yang menyanggupi pemenuhan kewajiban debitur. 4

C. Prinsip Yang Digunakan Bank Syariah Dalam Memberikan Jaminan


Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum Islam
yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan
keseimbangan (adl wa tawazun), kemaslahatan (Maslahah) , universalisme (alamiyah),
serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu,

3
Meiska Veranita, Kedudukan Hukum Penjamin Perorangan (Personal Guarantor) Dalam Hal Debitur
Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Jurnal Repertorium, Vol. II, No. 2, 2015, Hal. 137
4
Lenny Nadriana dan Isis Ikhwansyah, Implementasi Hukum Personal Guarantee Dalam Praktik
Kepailitan, Pagaruyung Law Journal, Vol.1, No. 2, 2018, Hal. 149

3
UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi
sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal. 5
Dalam operasionalnya, perbankan syariah harus memegang teguh prinsip-prinsip:
1. Keadilan
yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko
masing-masing pihak
2. Kemitraan
Posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga
keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk
memperoleh keuntungan.
3. Transparansi
Lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan
berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya
4. Universal
Artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai
dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Adapun prinsip-prinsip yang dilarang dalam operasional perbankan syariah
adalah kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Maisir
Maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras dan sering
di istilahkan dengan perjudian. Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan,
maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS
AlMaaidah:90) Perjudian dilarang dikarenakan hal ini melanggar prinsip keadilan
dan keseimbangan. 6
2. Gharar
Gharar berarti sesuatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau
perjudian. Segala transaksi yang barangnya belum jelas atau belum berada dalam
kuasanya, di luar jangkauannya, termasuk jual beli dan gharar. Misalnya pembelian
burung di udara atau ikan di air atau pembelian hewan ternak yang masih dalam
kandungan induknya termasuk dalam transaksi gharar. Ayat dan hadits yang
melarang gharar diantarannya:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-
Baqarah : 188).7
3. Riba
5
Maimun & Dara Tzahira, 2022. Prinsip Dasar Perbankan Syariah, Al-Hiwalah: (Sharia Econoic Law), Vol
1, No. 1, 2022, Hal. 128
6
Maimun & Dara Tzahira, 2022. Prinsip Dasar Perbankan Syariah, Al-Hiwalah: (Sharia Econoic Law), Vol
1, No. 1, 2022, Hal. 130

4
Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah
haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat ali imran ayat 130 yang
melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda. Penting diketahui
sejak awal pembahasan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat
muslim mengenai pengharaman riba dan bahwa semua mazhab muslim
berpendapat keterlibatan dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa
besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syariah, yaitu al-qur'an dan sunah benar-
benar mengutuk riba.8

7
Maimun & Dara Tzahira, 2022. Prinsip Dasar Perbankan Syariah, Al-Hiwalah: (Sharia Econoic Law), Vol
1, No. 1, 2022, Hal. 131
8
Maimun & Dara Tzahira, 2022. Prinsip Dasar Perbankan Syariah, Al-Hiwalah: (Sharia Econoic Law), Vol
1, No. 1, 2022, Hal. 132

5
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

6
DAFTAR PUSTAKA

Nadriana, L. & Ikhwansyah, I. (2018). Implementasi Hukum Personal Guarantee Dalam


Praktik Kepailitan. Pagaruyung Law Journal. 1(2), 143-158.
http://joernal.umsb.ac.id/index.php/pagaruyuang/index
Maimun & Tzahira, D. (2022). Prinsip Dasar Perbankan Syariah. Al-Hiwalah: (Sharia Econoic
Law), 1(1), 125-142. https://doi.org/10.47766/alhiwalah.v1i2.878
Meiska Veranita. (2015). Kedudukan Hukum Penjamin Perorangan (Personal Guarantor)
Dalam Hal Debitur Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Jurnal Repertorium. II(2).
136-144
Oktavira, Bernadetha Aurelia. (2022, 08 Maret). Mengenal Jaminan Perorangan, Corporate
Guarantee, dan Bank Garansi.
Hukumonline.com.https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-jaminan-
perorangan--icorporate-guarantee-i--dan-bank-garansi-lt519d0870c12f3/

Anda mungkin juga menyukai