Anda di halaman 1dari 13

Tugas 2, Kelompok 6 :

STUDI KASUS :
Mata Kuliah Etika Profesi (TA 72002)
KONFLIK BANGUNAN
CAGAR BUDAYA Semester Ganjil (2020-2021)
Dalam Undang Undang Arsitek no 6 tahun 2017, yang disebut
Arsitek adalah seorang yang melakukan praktek Arsitek,
mempunyai Surat Tanda Registrasi yang merupakan Anggota
dari asosiasi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Sebagai anggota IAI, Arsitek akan terikat oleh Kode Etik dan
Tata Laku IAI yang berlaku
IKATAN ARSITEK INDONESIA

ETIKA = MORAL

Tujuan etika keilmuan adalah agar ilmuan dapat menerapkan


prinsip-prinsip moral yang baik dan menghindari yang buruk
didalam prilaku keilmiahannya, sehingga mereka dapat menjadi
ilmuan yang dapat mempertanggung jawabkan prilaku ilmiahnya
STUDI KASUS : KONFLIK BANGUNAN
CAGAR BUDAYA
KONFLIK BCB :
Biro Arsitek X mendapat pekerjaan perencanaan suatu Mall di area bangunan
bersejarah dari sebuah developer ’D’, Developer adalah sebuah perusahaan
yang dibentuk oleh Investor dan Pemda sebagai pemilik lahan dalam bentuk
Sumber foto : kerjasama usaha untuk mengembangkan sebuah lahan pemda yang didalamnya
https://www.change.org/p/gubernur-alexnoerdin-walikota-
harnojoyo1967-selamatkan-pasar-cinde-savepasarcinde
terdapat bangunan cagar budaya. Harapan pemerintah kawasan itu dapat
berkembang dan tertata rapi dengan pembangunan Mall itu dan secara tidak
langsung akan meningkatkan pendapatanan daerah dari pajak pajak usaha pada
saat operasional nantinya. Disisi investor tentunya masalah profit menjadi
tujuan utamanya, sehingga menginginkan Mall yang cukup luas sehingga ada
rencana untuk membongkar bangunan cagar budaya yang ada di dalam lahan
tersebut.

Sebagai perencana yang ditunjuk, Biro Arsitek X merasa keberatan dengan


permintaan developer dengan rencana membongkar bangunan cagar budaya
Sumber foto : yang ada. Terjadi dilema dimana developer akan menunjuk Biro Arsitek lain bila
https://transaksiproperty.com/2018/02/19/bangunan-sejarah-
arsitek-kecam-penghancuran-pasar-cinde-palembang/
Biro Arsitek X tidak mau mengikuti keinginan Owner dan Biro konsultan
pengganti memang sudah ada yang bersedia untuk mengikuti kehendak owner.
TUGAS :
Silahkan mengembangkan kasus ini menjadi suatu cerita yang
ORGANISASI PROYEK
dapat dijadikan pelajaran tentang konfik-konfliknya, referensi
kepada teori etika dan pesan moral yang akan disampaikan.

PEMDA INVESTOR

DEVELOPER

QS ARSITEK X MK

KONTRAKTOR OWNER
ARSITEK Y SUPPLAY
ARSITEK Z
STUDI KASUS : KONFLIK BANGUNAN CAGAR BUDAYA
Sebelum membahas Studi Kasus ini perlu dipahami Kode Etik
dan Kaidah Tata Laku Arsitek dan terkait dengan kasus
dimaksud.

Salah satu Kaidah Dasar Tata Laku Arsitek selain Pengabdian


Diri, juga harus mempunyai Ilmu Pengetahuan dan Keahlian
dengan Kaidah Tata Laku (3.103 – 3.104) yaitu : dalam
berkarya wajib menampilkan kepakaran dan kecakapannya
secara taat asas.
Selain itu penghormatan terhadap Warisan Alam, Budaya dan
Lingkungan adalah sesuatu kewajiban dengan Kaidah Tata
Laku 1.401 – 1.402 berupa :
• Arsitek meneliti dengan cermat sebelum melakukan
peremajaan
• Arsitek memberikan informasi apabila ada rencana
Sumber foto :
https://joemarbun.wordpress.com/2017/11/27/runtuhnya-kewibawaan-pemerintah-dalam-
pembongkaran
melestarikan-pasar-cinde/
• Arsitek menggunakan sumber daya secara efisien
Sejak awal Biro Arsitek X yang ditunjuk sebagai perencana wajib
menampilkan pengetahuan yang dimiliki dan jujur terhadap apa yang
diketahui. Hal ini merupakan Standar Etika 3.1 dan 3.3 sebagai
Kewajiban Kepada Pengguna Jasa

Dalam hal ini penelitian terhadap bangunan existing dan kawasan menjadi
sangat penting, karena hal ini terkait dengan bangunan cagar budaya ada
undang undang yang mengaturnya. Dalam Undang Undang no 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya yang
teregristrasi maupun bangunan yang diduga Cagar Budaya harus
dipertahankan dan dilestarikan. Pelanggaran terhadap undang undang ini
dapat dikenakan sanksi Pidana. (Kaidah Tata Laku 3.101 & 3.302 -
memahami peraturan & menghindari pelanggaran hukum)

Hasil Penelitian awal sebenarnya tidak perlu detail, karena dari data
literatur dan pengamatan lapangan sebenarnya dapat diketahui, kecuali
memang sudah membutuhkan pendataan ulang. Pemahaman terhadap
kriteria bangunan cagar budaya harus diketahui dulu oleh semua pihak
yang terlibat, karena juga merupakan Kewajiban Arsitek terhadap
Pengguna Jasa dengan menunjukan kecakapan dan kepakarannya (3.102)
Contoh yang baik

Kriteria Bangunan dapat disebut BangunanCagar Budaya


adalah :
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima
puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
PASAR JOHAR – KARYA KARSTEN
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
Sumber ; commons wikipedia
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian
bangsa

Pelestarian Cagar Budaya bertujuan:


a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan
umat manusia;
b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui
Cagar Budaya;
c. memperkuat kepribadian bangsa;
Sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20190703/45/1119402/pasar-johar-semarang-
tuntas-direvitalisasi-akhir-2019 d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
e. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada
TIDAK SEKEDAR MELIHAT KEPENTINGAN EKONOMI SESAAT masyarakat internasional.
Karena hanya berpikir bisnis, owner ternyata tidak mau mendengar
penjelasan dari Arsitek X , mengingat sudah keluar perjanjian kerjasama
dengan pemerintah setempat.
Kalau sudah terkait masalah politik memang agak sulit, tetapi sebagai
Arsitek Profesional harus tetap memegang etika kaidah tata laku yang
terkait dengan penghormatan terhadap warisan budaya, maka tidak salah
kalau harus mengundurkan diri dari proyek ini (Kaidah Tata Laku
3.401). Selain itu dalam Kaidah Tata Laku juga diatur agar Arsitek
https://www.jpnn.com/foto/daerah/22072/progres-revitalisasi-
sedapat mungkin menghindari pertentangan dan perbedaan kepentingan
pasar-cinde dengan pengguna jasa.

Kemudian Owner menunjuk Arstek pengganti yang mau memenuhi


permintaan dari Investor
Arsitek Pengganti mengganggap hal ini tidak masalah karena didukung
oleh pemerintah setempat, sehingga secara hukum cukup aman.

*foto hanya sebagai ilustrasi saja


Terdapat Konflik yang terjadi dalam kasus ini :

1. Terjadi perbedaan pendapat antara Pemerintah Daerah dengan


Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Daerah/Pusat Kementrian
Pendidikan yang melarang pembongkaran bangunan Cagar Budaya.
Hal tersebut sudah masuk ke ranah Politik diselesaikan dengan cara
tersendiri dan tertutup dengan alasan untuk kepentingan umum.

2. Konflik antara Developer dengan Arsitek X karena putus hubungan


kerja
6. Konflik dengan LSM pemerhati Bangunan Cagar Budaya & Asosiasi
terkait (IAI, IAAI) dengan Pemerintah Daerah 3. Didalam Tim Teknis Developer juga sebenarnya terjadi
pertentangan antara Tim Teknis yang pahan aturan dengan Owner
sebagai Investor. Tetapi hasil akhirnya Pemilik Modal lah yang
menang.

4. Didalam Biro Arsitek X pun sebenarnya terjadi konflik antar sesama


Arsitek yang terlibat, disatu sisi ingin tetap melanjutkan, disisi lain
memutuskan untuk mengundurkan diri yang akhirnya sepakat Untuk
Mundur

5. Konflik Arsitek dengan Rekan Sejawat (konsultan yang mengambil


alih pekerjaan) secara tidak langsung juga terjadi.
Kaidah Dasar
Kewajiban kepada Rekan Sejawat
 Sebagai rekan sejawat Arsitek X bisa memberi masukan
dan mengingatkan kepada Arsitek Pengganti, tetapi tidak
perlu memaksa, karena keputusan tetap ditangan Arsitek
Pengganti. (Standar Etika 5.1)
 Dalam Kaidah Tata Laku 5.105, Arsitek X punya
kewajiban menyampaikan pengaduan (hanya) ke Dewan
Kehormatan IAI bahkan bisa diajukan sampai Dewan
Arsitek Indonesia sesuai amanat Undang-Undang bila
Arsitek Pengganti tetap melaksanakan perkerjaan itu
karena diduga ada pelanggaran Kode Etik dan Kaidah
Tata Laku Arsitek. Hal ini bukan bermaksud merusak atau
mencemarkan nama baik Arsitek bersangkutan, tetapi
lebih untuk mendidik melalui penjelasan dari Dewan
Kehormatan. Keputusan Dewan Arsitek bisa saja dalam
bentuk pembekuan Sertifikat Registrasi Tenaga Ahli
kepada Arsitek pengganti. Pelanggaran diatur dalam
AD/ART dan Kode Etik Kaidah Tata Laku IAI.
*foto hanya sebagai ilustrasi saja
PESAN MORAL DARI
STUDI KASUS : KONFLIK BANGUNAN CAGAR BUDAYA
Undang Undang Cagar Budaya kalah kuat dengan kepentingan Ekonomi
dan Politik. Masih dibutuhkan Peraturan Turunannya dalam bentuk
Peraturan Pemerintah yang saat ini belum ada.

Tidak semua Arsitek memahami kode etik Arsitek dengan sepenuh hati
sehingga masih dibutuhkan waktu panjang agar masyarakat dapat
menghargai Arsitek sebagai orang yang membela kepentingan
masyarakat untuk meningkatkan harga diri bangsa. Arsitek masih
dilihat sebelah mata oleh pemerintah, terlihat dari undang-undang
yang baru keluar tahun 2017 (perjuangan IAI lebih dari 20 tahun)

Undang-Undang Arsitek 2017 masih membutuhkan Peraturan


Turunannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang saat ini masih
dalam proses, sehingga pada saat nya penindakan terhadap kode etik
arsitek dapat lebih tegas.
PESAN MORAL LAINNYA :
• Pemahaman Arsitek masih sangat kurang terhadap Kode Etik
khususnya Kaidah Tata Laku 1.401 terkait peran Arsitek dalam
pelestarian bangunan dan Kawasan bersejarah.

• Standar Etika 1.2 mengenai Pengetahuan dan Keahlian menjadi


hal yang tidak boleh diremehkan oleh Arsitek. Harus tetap
ditingkatkan dengan sikap professional dan bermoral.

• Banyak masyarakat bahkan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan tidak


memahami pentingnya Bangunan Cagar Budaya. Didalam Undang Undang Cagar
Budaya sudah dijelaskan bahwa tujuan Pelesatrian BCB adalah :
a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;
b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;
c. memperkuat kepribadian bangsa
d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
e. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.
KESIMPULAN:

Pembongkaran terhadap bangunan cagar budaya yang


terjadi di berbagai kota Indonesia sering tidak
memperhatikan atau tidak tahu tentang ketentuan dalam
UU No.11 tahun 2010, hal ini disebabkan hanya untuk
mengedepankan kepentingan ekonomi saja tanpa
mempertimbangkan nilai sejarah/ historis yang dimiliki
bangunan cagar budaya.

Keterlibatan peran pemerintah pusat dan daerah serta


stake holder yang lainnya termasuk organisasi profesi
arsitek mensosialisasi undang undang ini sangatlah
dibutuhkan untuk membantu upaya bersama melindungi
bangunan cagar budaya di daerahnya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai