Anda di halaman 1dari 2

ANALISA FILM THE BIRTH OF A NATION

Judul: The Birth of a Nation (Kelahiran Sebuah Negara)

Genre: Drama-Sejarah Amerika Serikat-Kanada

Tanggal Rilis: 7 Oktober 2016 (Amerika)

Sutradara: Nate Parker

Nate Parker, Jason Michael Berman, Kevin Turen, Aaron L. Gilbert, Preston L. Holmes

Produser eksekutif: Tony Parker, Ben Renzo, Ryan Ahrens, dan lain-lain

Nathaniel Turner atau biasa disebut Nat. Seorang pria berkulit hitam yang menjadi budak dari
Samuel Turner, seorang kulit putih, yang mana Nat sendiri adalah ‘properti’ yang diturunkan
dari orang tua Samuel. Sejak kecil, Nat sudah ditegaskan bahwa ia akan menjadi seseorang yang
sangat penting dan Hamba Tuhan. Nat kecil pun dibekali sebuah kecerdasan yang mana
membuatnya bisa membaca dengan baik. Ia diajari membaca dan menulis oleh Elizabenth Turner
sebelum berhenti dikarenakan wasiat Benjamin Turner. Namun, hal itu semakin membuat Nat
berkembang dan tumbuh menjadi sosok yang taat agama. Ia menjadi pengkhotbah hebat di
lingkungan sekitarnya. Seringkali memimpin doa yang sangat menyentuh hati para teman-teman
kulit hitamnya.

Perbudakan merupakan sesuatu yang biasa di Southampton County, Virginia. Budak-budak kulit
hitam yang biasa diambil dari Afrika sejak mereka kecil, dirampas dari orang tuanya, dibawa ke
Amerika untuk dilelang. Para budak-budak kulit hitam itu biasa bekerja di ladang perkebunan
milik mereka pemilik kulit putih, menjadi pembantu, pengawal, ataupun budak-budak seks bagi
para wanita. Mereka diberi nama sesuai tuannya sehingga sangat jelas terlihat kepemilikan dari
seorang budak. Mereka juga diberlakukan semena-mena sesuai keinginan para tuannya. Jika
mereka terbukti bersalah atau melanggar, maka hukuman yang diberikan sangat kejam.

Tumbuh menjadi seorang pendeta dan pengkhotbah, Nat adalah sosok pria yang cerdas dan
dipercayai oleh Samuel. Nat sendiri menikah dengan Cherry, budak kulit hitam wanita yang
dibawa dari Afrika setelah lepas dari ibunya ketika usianya bahkan belum mencapai 18 tahun.
Cherry sendiri sempat dilelang dengan harga tinggi, sebelum Nat meyakinkan Samuel untuk
membeli Cherry. Nama asli dari Cherry sendiri adalah Madison. Cherry pun diajarkan oleh ibu
dari Nat sehingga menjadi budak yang baik.

Ketika musim-musim krisis, perkebunan pun tidak banyak mendapatkan keuntungan. Para tuan-
tuan tanah dan tuan-tuan para budak tersebut khawatir dengan keuntungan yang menipis dan
semakin kecilnya hak-hak yang diberikan kepada para budak kulit hitam sehingga dapat
membuat mereka memberontak. Beberapa dari tuan-tuan itu meminta kepada Samuel agar Nat
berkhotbah di depan para budak kulit hitam tersebut untuk terus melayani tuannya walaupun
mereka hanya diberi hak makan sekali dalam sehari. Dari perjalanan-perjalanan Nat bersama
Samuel untuk melakukan perjalanan khotbah, Nat melihat dengan mata kepalanya sendiri
bagaimana budak-budak kulit hitam lain diberlakukan tidak adil dan semena-mena. Mereka
disiksa jika tidak menuruti ucapan para tuannya. Hal ini membuat Nat merasa iba dan tumbul
benih-benih kebencian terhadap para kaum kulit putih. Kebenciannya semakin menguat ketika
istrinya, Cherry, diperkosa dan disiksa serta dirinya yang harus dihukum cambuk karena
membaptis seorang kulit putih yang tidak diterima di gereja manapun terkait kesalahannya.

Akhirnya, ia merencanakan sebuah pemberontakan dengan mengumpulkan orang-orang yang


terpercaya. Mereka menunggu saat yang tepat ketika Tuhan memanggil mereka. Nat sendiri
menyadari bahwa isi dari Alkitab yang selama ini ia baca dan ia bawa kemana-mana memiliki
keanehan, yaitu beberapa halaman tidak selaras sehingga terkesan bahwa Alkitab tersebut
memang dipilihkan untuk mendukung para budak dalam mematuhi para tuan. Padahal, ada ayat-
ayat yang menentang kekuasaan para tuan dari para budak.

Ketika tanda dari Tuhan itu datang, para budak kulit hitam ini memulai dengan membunuh tuan
mereka, Samuel Turner dan ajudannya. Hal ini berlanjut dengan sesuai rencana mereka, banyak
budak-budak kulit hitam lain yang memberontak dan membunuh tuannya. Kurang lebih 50
penduduk kulit putih dibunuh baik itu perempuan, laki-laki, ataupun anak-anak. Pemberontakan
selama 48 jam ini harus berakhir dengan banyaknya budak kulit hitam yang terbunuh karena
melawan orang-orang kulit putih yang bersenjata lengkap. Para budak-budak kulit hitam ini tidak
mendapatkan senjata yang mereka inginkan seperti dalam rencana sehingga harus terbunuh.

Sedangkan Nat sendiri berhasil melarikan diri dan bersembunyi selama kurang lebih dua bulan
sebelum tertangkap dan dieksekusi mati dengan hukuman gantung. Dengan ini, para kulit putih
membunuh setidaknya 100 orang kulit hitam sebagai peringatan. Hak-hak orang-orang kulit
hitam pun semakin dibatasi apalagi dengan hak sipil dan pendidikan.

Analisa:

Cerita dari film ini berdasarkan cerita nyata pada tahun 1831 di Southampton County, Virginia.
Dari film ini kita bisa melihat bahwa adanya sebuah jurang pemisah antara kelompok kulit putih
dan kelompok kulit hitam. Kelompok kulit putih yang jumlahnya minoritas dapat menindas
mayoritas. Pemisah ini salah satunya adalah buku. Ada buku yang boleh dibaca Nat sebagai
orang kulit hitam dan ada buku yang dikhususkan untuk para kulit putih. Selain itu, Alkitab yang
dipegang Nat pun berubah dengan hal-hal yang mendukung perbudakan. Kedua hal ini sangat
berpengaruh besar, sebagaimana kita mengetahui bahwa buku adalah wawasan ilmu
pengetahuan. Ketika banyak orang-orang berkulit hitam tidak bisa membaca atau buta huruf,
ketika salah satunya bisa membaca seperti Nat, buku-buku yang dapat dieksplornya sangat
terbatas sehingga pengetahuannya pun terbatas pula. Nat pun dijadikan seorang pengkhotbah
bagi teman-teman seperjuangannya dengan kecerdasannya tersebut yang mana hal itu hanyalah
menguntungkan tuan-tuan tanah.

Anda mungkin juga menyukai