BERMAKNA
Dengan
5 KARAKTER
PENULIS
Yu dh i st i ra AN M Mass ardi
HIDUP BERMAKNA DENGAN
LIMA KARAKTER
ii ii
Sebuah Biografi Ringkas Dr. (HC) Dra. Nurhayati Subakat, Apt.
Penulis:
Yudhistira ANM Massardi dan Tim PTI
Editor:
Yudhistira ANM Massardi, Yanto Musthofa, Dwi S Candraningsih,
Nely Rahmawati, Aulia Hakim
(berdasarkan penuturan Ibu Dr. (HC) Dra. Nurhayati Subakat, Apt.)
ISBN: 978-602-60854-3-6
iv
iii
iii
SEPATAH KATA
Dr. (HC) Dra. Nurhayati Subakat, Apt.
iv
iv
Kepada para pejuang UMKM, doa saya tertuju untuk rekan-rekan yang terus
berjuang. Keberhasilan banyak perusahaan, termasuk diantaranya PTI, juga berawal dari
usaha kecil berbasis rumahan. Penetapan tujuan luhur yang terpatri melalui visi dan misi
perusahaanlah yang kemudian menggerakan tekad dan semangat untuk terus
berkembang, meskipun sering kali ujian datang. Terapkan lima karakter dasar dalam
setiap langkah untuk mencapai tujuan usaha, terutama keyakinan akan adanya
pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan kerja keras, doa, dan konsistensi, maka
semoga segala tujuan luhur akan segera tercapai demi sumbangsih terbaik untuk
masyarakat, bangsa, dan negara.
Kepada masyarakat pada umumnya, berdasar pengalaman saya, sesungguhnya
kunci sukses dalam memulai usaha hanya bertumpu pada dua hal dasar, yakni: ‘mau’
dan ‘bisa’. Artinya, ada kemauan tinggi yang tercermin dari sikap ulet, gigih, dan
pantang menyerah, serta bisa memulai karena adanya latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang mampu diterapkan. Bermodal dua hal ini, lima karakter, serta
keyakinan yang kuat dan tak pernah patah semangat, mari kita bersama-sama berusaha
untuk meraih kesuksesan yang kita perjuangkan.
iv
v
PENGANTAR PENULIS
iv
vi
PENGANTAR PROF. REINI WIRAHADIKUSUMAH
(REKTOR ITB PERIODE 2020 s.d. 2025)
iv
vii
melihat situasi dunia-nyata dengan ketrampilan berdasarkan pengalaman (learning by
doing), interaksi (learning by interaction), empati dan solidaritas.
Semoga makna yang tertuang dari buku ini dapat menginspirasi para generasi
muda untuk berjuang menjadikan diri masing-masing sebagai insan yang bermanfaat
bagi kemanusiaan.
In harmonia progessio.
Reini Wirahadikusumah
Rektor Institut Teknologi Bandung
viii vi
PENGANTAR KHOFIFAH INDAR PARAWANSA
(KETUA UMUM PP MUSLIMAT NU)
Saya memberikan apresiasi dan menyambut baik terbitnya buku "Hidup Bermakna
Dengan 5 Karakter; Biografi Ringkas Dr. (HC) Dra. Nurhayati Subakat, Apt" (Bu
Nurhayati), seorang perempuan pengusaha yang meniti karier dari bawah dengan proses
yang berliku. Penerbitan buku ini mengingatkan saya pada tokoh-tokoh perempuan yang
telah mengukir sejarah Nusantara.
Salah satu sosok perempuan yang berhasil mengukir sejarah di bidang ekonomi
karena menjadi pengusaha sukses adalah Nyai Ageng Pinatih. Dia adalah perempuan
pengusaha yang hidup pada abad 15, yang bergerak di sektor perdagangan dan
transportasi, Nyai Ageng Pinatih berhasil memiliki banyak kapal dagang. Kapal-kapal ini
digunakan sebagai moda transportasi dagang yang membawa barang dagangan dari
Gresik ke wilayah lain, baik di wilayah Majapahit maupun Blambangan serta wilayah lain.
Demikian sebaliknya, membawa barang dagangan dari daerah lain untuk dipasarkan di
Gresik dan sekitarnya. Atas kesuksesannya sebagai pengusaha dia diangkat menjadi
Kepala Syahbandar oleh Raja Majapahit.
Buku-buku sejarah hanya menulis kisah sukses seorang tokoh, atau mencatat saat
sang tokoh sudah berada di pucak sukses. Misalnya, sejarah tidak mencatat secara detail
bagaimana proses dan perjuangan Nyai Ageng Pinatih membesarkan perusahaannya
hingga berhasil mencapai kesuksesan. Sedangkan buku biografi akan memaparkan
sejarah hidup seorang tokoh secara lengkap, sehingga kita bisa melihat berbagai proses
dan perjuangan hidup tersebut dalam mencapai sukses. lnilah nilai lebih dari buku
biografi jika dibanding dengan buku-buku sejarah yang ada.
Buku biografi singkat Bu Nurhayati ini membeberkan secara jelas dan singkat
bagaimana perjuangan beliau merintis dan mengembangkan perusahaan hingga sukses
seperti sekarang ini. Melalui buku ini pembaca akan bisa melihat kiat- kiat bertahan di
tengah kompetisi yang ketat dan keras. lni bukan pekerjaan mudah. Kalau penulis buku
ini menyebutkan bahwa Bu Nurhayati berada pada posisi double minoritas, minoritas
gender, karena masih jarang perempuan yang jadi pengusaha dan minoritas sosial,
sebagai pengusaha sukses, yang jumlahnya tidak lebih dari tiga persen jumlah penduduk
lndonesia, maka saya menyebut Bu Nurhayati adalah triple minoritas.
ixvi
Minoritas yang ketiga adalah sebagai muslimah. Sebagaimana kita ketahui, banyak
hambatan sosial, kultural dan psikologis yang dihadapi oleh seorang muslimah untuk
menjadi pengusaha. Ada rambu-rambu yang sangat ketat yang harus dijaga oleh seorang
muslimah ketika harus tampill di publik menjadi pengusaha. Namun rambu-rambu itu
bukan dianggap sebagai hambatan oleh Bu Nurhayati, sebaliknya justru dipandang
sebagai tantangan yang harus ditanggapi secara kreatif tanpa harus melanggarnya. Sikap
kreatif menghadapi berbagai tantangan inilah yang membuat Bu Nurhayati sukses
menjadi pengusaha sekaligus menjadi muslimah yang baik. Dalam korteks ini kami
melihat Bu Nurhayati adalah sosok Nyai Ageng Pinatih di era millineal. lnilah pelajaran
penting yang bisa diambil dari buku ini.
Saya yakin buku ini akan menjadi sumber inspirasi bagi perempuan lndonesia
sekaligus menjadi pendorong semangat bagi para pejuang yang sedang merintis karier.
Buku ini juga menjadi bukti bahwa kaum perempuan memiliki potensi dan kemampuan
yang sama dengan kaum pria jika diberi kesempatan yang sama dan memiliki semangat
juang yang tinggi, ketekunan dan keuletan serta istiqamah untuk mencapai cita-cita.
Selain itu, buku ini juga menunjukkan bahwa untuk menjadi pengusaha sukses tidak
harus dengan modal yang berlimpah atau berasal dari keluarga ningrat. Dengan modal
material apa adanya dan dari kalangan masyarakat yang biasa saja bisa menjadi
pengusaha besar dan sukses. Oleh karena itu, buku ini penting dibaca oleh siapa saja,
khususnya kaum perempuan yang ingin terjun menjadi pengusaha.
Akhirnya kami mengucapkan selamat dan sukses kepada bu Nurhayati atas
terbitnya buku ini. Dari buku ini kita bisa belajar dari perjalanan hidup Bu Nurhayati.
Semoga bisa bermanfaat dan bisa memancarkan energi positif bagi perempuan lndonesia.
Buku ini sangat menarik dibaca, karena selain bahasanya yang indah dan mengalir, juga
banyak kisah inspiratif yang penuh makna. Selamat membaca dan menggali mutiara
hikmah dari buku yang sangat inspiratif ini.
vi
x
viii
PENGANTAR SITI NOORDJANNAH DJOHANTINI
(KETUA UMUM PIMPINAN PUSAT ‘AISYIYAH)
vi
xi
Keberhasilannya diakui dengan kesyukuran kepada Allah. Dikisahkan, setelah masa
awal menjalankan roda perusahaannya kemudian tim perusahaannya me-relaunching
Wardah dengan lebih modern seiring adanya terjadinya "hijaber booming". Kosmetik
Wardah menjadi satu-satunya kosmetik halal yang menjawab kebutuhan hijaber dan
publik luas. Situasi tersebut diakuinya sebagai pertolongan Allah, sehingga Wardah
berkembang sangat pesat hingga saat ini.
Pengusaha sukses yang tetap berpenampilan sederhana ini mengutarakan
kesuksesannya karena antara lain dirinya mengembangkan lima karakter. Lima karakter
yang ditemukan dalam dirinya lewat proses panjang, telah terbentuk dalam menjalani
kehidupan dan perjuangan sebagai perempuan pengusaha. Pada saatnya perempuan
tangguh ini meraih kesuksesan atas nama pertolongan Allah melalui proses pergumulan
hidup yang dijalani, ikhtiar dan sabar. Lima karakter tersebut adalah Ketuhanan,
kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan dan inovasi.
Oleh karenanya, pengalaman dan dinamika dalam mengelola usaha, prisip hidup,
dan keteladanan dalam berbagi yang dilakukan oleh bu Nurhayati merupakan hal yang
patut untuk disyiarkan sebagai praktek kesungguhan dan kebajikan yang inspiratif bagi
para pengusaha UMKM maupun generasi muda yang ingin sukses mengikuti jejaknya.
Kesuksesan itu diraih dengan perjuangan berat dan penuh dinamika hidup yang tidak
mudah, bukan sesuatu yang instan.
Pengalaman Bu Nurhayati subakat merupakan jejak keberhasilan yang langka bagi
perempuan muslimah pribumi sebagai pengusaha. Hal itu mengingatkan kita pada jejak
sejarah Siti Chadijah Radhiyallahu 'anha, istri Rasulullah. Chadijah Al-Huwailid selain
dikenal sebagai bangsawan Quraisy yang disegani, juga sebagai sosok perempuan
saudagar sukses. Nabi Muhammad sewaktu muda dikisahkan sempat berdagang ke negeri
Syam dengan membawa barang dagangan milik perempuan hebat yang disegani di
kalagan bangsa Arab Quraisy itu. Dia juga dikenal sebagai perempuan terhormat dalam
perangainya, ketika bangsa Arab dikenal sebagai jahiliyah.
Sejarah Islam di era kejayaan juga mencatat nama Fatima al-Fihria, pendiri
Universitas Al-Qarawiyyin, Maroko. Inilah Universitas pertama dan tertua di dunia, yang
didirikan pada 859 Masehi. Fatima al-Fihria adalah putri seorang pedagang kaya bernama
Muhammad al-Fihri. Keluarga al-Fihri telah bermigrasi atau hijrah dari Kairouan sebuah
kota tua di Tunisia ke Fez di Maroko pada awal abad ke-9. Bersama adik-adiknya Fatima
memelopori pendirian universitas yang menjadi kebanggaan umat Islam di era klasik itu,
jauh sebelum bangsa Barat memiliki universitas.
Jejak para perempuan pengusaha dan bidang lainnya yang sukses berkat kegigihan
dan perjuangan tak kenal menyerah sampai berhasil. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perempuan memiliki potensi dan kemampuan untuk menjalankan peran strategis dalam
berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang ekonomi sebagai perempuan pengusaha.
vi
xii
Dalam dunia pergerakan apapun jika bersungguh-sungguh akan ditunjukkan
banyak jalan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya: "Dan orang-orang yang berjihad untuk
(mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS
Al-Ankabut: 69).
Biografi Ibu Nurhayati Subakat dengan branding kosmetik Wardah-nya menjadi
salah satu model perempuan pengusaha yang sukses, sekaligus menjadi penyokong
perjuangan dakwah Islam di negeri tercinta. Inilah jejak emas perempuan pengusaha
berkemajuan!
Selamat, sukses, dan meraih barokah Allah. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
vi
xiii
Daftar Isi
vii
ix
1
Hari Jumat, 5 April 2019, kurang lebih 43 tahun setelah menyelesaikan studi
profesi apoteker dan menamatkan kuliah di Jurusan Farmasi, Nurhayati kembali ke
kampus almamaternya, Institut Teknologi Bandung (ITB). Kali ini, ia datang untuk
menghadiri sebuah acara istimewa dalam perjalanan hidupnya: menyampaikan pidato
kehormatan di hadapan Rektor dan Wakil Rektor ITB, Pimpinan dan Anggota Majelis
Wali Amanat ITB, Pimpinan dan Anggota Senat Akademik ITB, serta Pimpinan dan
Anggota Forum Guru Besar ITB.
Hari itu, sebuah gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dianugerahkan kepada
Nurhayati, perempuan pertama yang menerima gelar Dr. (HC) sepanjang
sejarah 1 abad ITB. Namun, di dalam lubuk hatinya, Nurhayati merasa gelar
kebanggan tersebut bukan hanya dipersembahkan untuk dirinya, melainkan untuk
pengabdian barisan anak-anak bangsa yang telah membersamainya dalam
mempersembahkan karya nyata di bidang industri selama ini. Buah dari pengabdian,
kerja keras, kesabaran dan ketekunan selama bertahun-tahun.
Penganugerahan gelar itu tak pelak membuka lebar kesadaran di dalam diri
Nurhayati tentang betapa kecilnya ia sebagai manusia, dan betapa luasnya kasih sayang
Allah kepadanya. Nurhayati dituntun melewati lintasan panjang perjalanan hidup;
diberi-Nya madrasah pertama dan utama di rumah yang membekali benteng agama
sejak belia; ditempa dengan rintangan, cobaan dan ujian, lalu diberi kekuatan lahir dan
batin untuk menghadapinya dengan ikhlas dan kerja keras; dibukakan rahasia-rahasia
kehidupan dengan jawaban-jawaban yang memupuk rasa syukur.
15
15
Pemberian gelar Dr. (HC) tersebut memang berkaitan dengan kiprah Nurhayati
sebagai pengusaha di bidang industri kosmetik melalui perusahaan yang
didirikannya, PT Paragon Technology and Innovation (PTI).
PTI adalah sebuah nama bagi perjalanan panjang dan kerja keras yang dimulai
sebagai industri rumahan dengan hanya dua orang karyawan, pada tahun 1985. Selain
itu, sejatinya, perjalanan perusahaan yang kini telah diperkuat dengan 12.000 orang
karyawan ini, tak bisa dipisahkan dari lintasan sejarah yang lebih panjang.
Jauh sebelum PTI didirikan, sebuah kilas balik menghadirkan begitu banyak sosok
penuh cinta yang turut membentuk Nurhayati sebagai pribadi. Mereka adalah ibu,
bapak, nenek, kakak-kakak, adik-adik, dan segenap keluarga besarnya. Serta, tentu
saja, para guru yang sudah mendidiknya sejak sekolah dasar, hingga para dosen di
kampus ITB yang sangat ia cintai. Mereka semua turut menempa kepribadian dan jalan
hidup Nurhayati yang penuh makna, meskipun kadang berliku dan tidaklah mudah.
Tahun 1975, Nurhayati diwisuda sebagai lulusan terbaik Jurusan Farmasi di
ITB. Setahun kemudian, ia berhasil menyelesaikan pendidikan profesi di bidang
apoteker. Namun, sebuah harapan ibunda Nurhayati yang telah bertahun-tahun
berjuang menjadi ibu tunggal, ternyata tak mampu ia wujudkan. Nurhayati gagal
menjadi dosen di kampus almamaternya. Lamarannya menjadi dosen ditolak, dan ia
harus menapaki jalan lain hidupnya: menjadi pegawai, entah di mana.
Dalam hati, Nurhayati bertanya-tanya, wallahua’lam, mengapa kampusnya
menolak salah seorang sarjana yang adalah lulusan terbaiknya?
16
16
Rupanya, yang pupus bukan hanya cita-cita untuk mewujudkan harapan
ibundanya menjadi dosen, bekal pendidikan sebagai sarjana farmasi dan apoteker pun
tidak dengan sendirinya membuat jalannya mulus dalam mencari pekerjaan. Beberapa
lamaran yang Nurhayati ajukan di Jakarta, kandas.
Pada akhirnya, ia sempat berlabuh di sebuah apotek kecil di kota Tasikmalaya,
Jawa Barat, sebagai apoteker. Namun, status itu pun hanya bertahan beberapa bulan.
Kondisi usaha apotek itu yang belum mapan, membuat Nurhayati terpaksa harus
berhenti bekerja dan pulang ke kampungnya.
17
17
2
Nurhayati kembali ke negeri leluhur di Sumatera Barat. Kali ini, ia pulang sebagai
seorang apoteker. Tidak ke kota kelahirannya di Padang Panjang, Nurhayati menuju
kota Padang. Kota di mana salah satu rumah sakit di sana, RSUP M. Jamil Padang,
menerimanya bekerja sebagai apoteker honorer, dengan gaji Rp20.000/bulan.
Pekerjaan itu – sebagai apoteker rumah sakit, ikut mengatur obat untuk bangsal, dan
mengawasi pembuatan obat infus – ia jalani sekitar dua tahun (1976-1978).
Memang tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua telah diatur oleh-Nya,
termasuk keputusan Nurhayati untuk pulang kampung. Saat itu, ibunda Nurhayati
memang tinggal di kota Padang, karena semua anak-anaknya pindah ke Bandung.
Kakak Nurhayati yang tadinya tinggal di Kota Padang, juga pindah ke Bandung, ikut
suaminya yang sedang menempuh pendidikan spesialis dokter bedah.
Maka, Nurhayati pun punya kesempatan untuk bisa menemani ibundanya, Ibu
Nurjanah, sosok ibu tunggal yang berjuang membesarkan putra-putrinya sejak
bapaknya, Abdul Muin Saidi, berpulang ketika Nurhayati masih berusia 16 tahun. Sosok
ibu yang menanamkan mental kerja keras kepada putra-putrinya melalui keteladanan.
18
18
Nurhayati dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1950 sebagai anak keempat dari delapan
bersaudara. Dalam Bahasa Arab, Nurhayati bermakna “Cahaya Hidupku”, tutur
ibundanya kepada Nurhayati tentang arti namanya. Nurhayati lahir setelah Agresi II
Belanda. Kala itu, ibunda Nurhayati merasa umur beliau tidak akan panjang. Tapi
ternyata takdir berkata lain, ibundanya dikaruniai umur panjang, dan masih bisa
melahirkan Nurhayati di tahun 1950.
Namun, saat kemudian ibundanya melahirkan adik Nurhayati, beliau sering
jatuh sakit. Hal tersebut membuat Nurhayati akhirnya dititipkan di rumah neneknya,
yang bernama Maryam. Beliau tinggal di desa Bunga Tanjung, sekitar 15 km dari kota
Padang Panjang.
Nurhayati tinggal bersama neneknya sejak kecil, hingga berumur enam tahun.
Nenek Nurhayati adalah seorang pedagang yang cukup sukses. Beliau adalah seorang
janda yang bisa menyekolahkan keempat anaknya.
Dari orang lain, Nurhayati mendengar, neneknya memang merupakan sosok
pekerja keras dan disiplin. Mungkin karena didikan sang nenek sewaktu kecil, dari
delapan bersaudara, hanya Nurhayati satu-satunya yang kelak akan menjadi
pengusaha. Nurhayati merasa, didikan sang nenek sewaktu kecil itu membawa banyak
sekali pengaruh dalam kehidupannya.
Yang Nurhayati ingat, karena ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang
nenek semasa kecil, pola hidupnya pun banyak mengikuti kebiasaan neneknya. Contoh
kecilnya, neneknya suka makanan yang dibakar dan direbus, maka begitu pula selera
makan Nurhayati.
Neneknya pun selalu menerapkan pola hidup sehat, yang turut menular ke
Nurhayati. Kebiasaan ini rupanya memang telah turun-temurun. Nenek buyut
Nurhayati contohnya, beliau berumur panjang dan meninggal dalam usia di atas 100
tahun. Rupanya beliau memang memiliki kebiasaan dan pola hidup yang sangat bersih.
19
19
Nenek Nurhayati juga merupakan sosok yang disiplin. Beberapa kali Nurhayati
mendengar beliau menegur ibundanya. Ibu memang membantu bapak berdagang.
Biasanya, pagi-pagi bapak sudah berangkat lebih dulu. Jika hari sudah menuju siang
namun ibu masih belum berangkat menyusul bapak, nenek tak segan akan menegur.
Terasa sekali, sejak kecil pribadi Nurhayati dibentuk dalam keluarga besar yang penuh
disiplin dan kerja keras.
“Di Padang Panjang, kala itu, setiap pagi udara terasa sangat dingin.
Saat kita berbicara, akan terbentuk uap air berwarna putih saking
dinginnya. Sekolah dimulai jam tujuh pagi, dan saya tidak pernah
terlambat meskipun cuacanya dingin. Saat saya tiba di sekolah,
biasanya baru ada sedikit murid yang sudah sampai.”
Tahun 1957, Nurhayati masuk SD pada umurnya yang ketujuh tahun. Ia pun
kembali tinggal bersama orang tuanya di kota Padang Panjang. Sejak SD, orang tuanya
selalu memilihkan sekolah yang terbaik untuknya dengan tenaga pengajar senior.
Nurhayati ingat pada masa sekolah dulu, kebanyakan gurunya adalah bapak-
bapak yang sudah berambut putih. Mereka sosok yang sangat disiplin dan
kebapakan. Itu membuat para murid merasa guru-guru sudah seperti orang tua
sendiri. Dekat dengan murid, namun tetap menerapkan disiplin.
Sejak SD, didikan sang nenek sebelumnya, membuat Nurhayati terbiasa dalam
pola hidup disiplin dan rajin. Di Padang Panjang, kala itu, setiap pagi masih terasa
sangat dingin. Bahkan saat berbicara, akan terbentuk uap air berwarna putih saking
dinginnya. Sekolah dimulai pada pukul tujuh pagi, dan Nurhayati tidak pernah
terlambat meskipun cuacanya sangat dingin. Saat ia tiba di sekolah, biasanya baru ada
sedikit murid yang sudah sampai.
20
20
Berkat didikan sang nenek pula, meskipun kondisi ekonomi orangtuanya cukup
baik, Nurhayati tidak mau berpakaian lebih bagus dari teman-temannya. Ia memilih
untuk berbaur setara dengan mereka. Didikan keluarganya membuat Nurhayati
terbiasa untuk hidup sederhana dan peduli dengan keadaan orang lain di sekitarnya.
Semasa SD, Nurhayati dan saudara-saudaranya akan pergi ke toko orang tuanya
sepulang dari sekolah. Mereka makan siang bersama di sana, lalu pulang ke rumah
bersama ibundanya. Sejak masa SD itu pula, ibunda Nurhayati sering berkata, “Kalau
kelak jadi pengusaha, uang akan datang setiap hari. Kalau jadi pegawai, kita harus
menunggu sampai satu bulan baru bisa mendapatkan uang. Anak perempuan baiknya
jadi pengusaha. Dengan begitu, kita bisa berniaga sekaligus mengasuh anak, karena
tidak terikat waktu.” Kalimat itulah yang selalu membersamai langkah Nurhayati
hingga dewasa kelak.
21
21
Dulu, di zaman inflasi, bapak dan ibu pulang membawa uang berkarung-karung
setiap harinya. Kemudian Nurhayati dan saudara-saudaranya ramai-ramai menghitung
uang itu untuk disetor ke bank keesokan harinya. Nurhayati ingat, jika mau menyetor
uang, kondisi uang harus tersusun rapi. Jadi, tugas anak-anaklah yang mengklasifikasi
uang, menghitung, dan menyusun setiap 100 lembar menjadi satu pak. Pada tahun
1960-an, listrik sering mati di Sumatera Barat. Maka, sering juga Nurhayati dan
saudara-saudaranya menghitung dan menyusun uang dengan penerangan lampu
petromaks.
Tak sampai satu tahun Nurhayati tinggal bersama orang tuanya, keadaan
memaksa mereka untuk berpisah lagi karena terjadi pemberontakan PRRI
(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Orang tua Nurhayati mengungsi ke
Kota Padang, sementara ia kembali tinggal bersama neneknya di Padang Panjang.
Pada tahun 1960, sekitar tiga tahun setelah pemberontakan itu, barulah orang
tua Nurhayati kembali lagi ke Padang Panjang. Jadi, memang kehidupan masa kecil
Nurhayati lebih banyak dihabiskan bersama neneknya.
Dalam pengasuhan sang nenek, Nurhayati semakin tumbuh menjadi pribadi yang
disiplin. Tahun 1963, setelah lulus SD, Nurhayati kemudian masuk Pesantren Diniyyah
Puteri (setara SMP), dan lulus tahun 1967 (Pesantren 4). Alhamdulillah, kerja kerasnya
membuahkan hasil dengan predikat juara umum yang ia raih semasa SD dan SMP
berturut-turut.
Alasan masuk pesantren pun sebenarnya karena mencontoh kakak-kakaknya.
Sebagai anak keempat dari delapan bersaudara, kakak perempuannya yang pertama
dan kedua melanjutkan sekolah ke Pesantren Diniyyah Putri setelah lulus SD, maka
begitu pula Nurhayati. Ia mengikuti jejak kakak-kakaknya tanpa adanya paksaan dari
kedua orang tuanya.
22
22
Orang tua Nurhayati termasuk sosok yang demokratis. Tak pernah memaksa
putra-putrinya, namun sering memberikan teladan. Ketika Nurhayati sudah
menginjak umur enam tahun, bapaknya selalu bertanya dan mengingatkan setiap
waktu salat tiba. Di sisi lain, ibundanya yang juga lulusan Pesantren Diniyyah Puteri,
sering mengajak Nurhayati dan saudara-saudaranya mengunjungi pesantren tersebut
untuk melakukan berbagai macam kegiatan bersama-sama.
23
23
Berkat Pendidikan semasa SMP itu pula, karakter Ketuhanan sudah menempel
kuat di dalam diri Nurhayati sejak dini. Menurutnya, karakter Ketuhanan memang
sangat penting ditanamkan sejak kecil.
Oleh karena itu, kelak Nurhayati selalu memilih menyekolahkan putra-putrinya di
sekolah Islam sejak TK sampai SMP. Pendidikan agama, menurut Nurhayati, harus
tertanam dari kecil, sehingga pada akhirnya akan menjadi karakter yang kuat. Jika
sudah menjadi karakter, kelak akan menjadi pola hidup dan kebiasaan yang mudah-
mudahan tidak akan berubah.
24
24
3
KEPERGIAN SANG
TELADAN
“Saya berpikir, saya harus melakukan sesuatu yang bisa
membantu Ibu. Saya pernah melihat kakak saya belajar
menjahit. Saya bahkan sempat berpikir untuk ikut
menjadi penjahit saja.”
Pada tahun 1966, menginjak tahun ketiga di Pesantren Diniyyah Puteri, ujian
menimpa keluarga Nurhayati. Bapaknya yang sangat ia cintai, meninggalkan mereka
untuk selama-lamanya. Ketika itu, yang segera terpikirkan oleh Nurhayati remaja adalah
bagaimana cara agar ia bisa membantu ibundanya. Nurhayati merasa, jika sudah tidak
ada bapak, maka kemungkinan sang ibu tidak bisa meneruskan berdagang sehingga ia
harus melakukan sesuatu untuk membantu keluarga. Nurhayati pernah melihat
kakaknya belajar menjahit, dan sempat terbersit di pikirannya untuk menjadi penjahit
saja.
Namun alhamdulillah, ibunda Nurhayati masih bisa melanjutkan berdagang.
Tidak sesukses bapaknya, memang. Tapi pada akhirnya beliau sanggup mengantarkan
Nurhayati dan saudara-saudaranya sampai ke perguruan tinggi. Ibunda Nurhayati bisa
memanfaatkan dengan baik warisan peninggalan suaminya untuk menyekolahkan
anak-anaknya. Bahkan ibundanya bisa mengatur sedemikian rupa hingga tidak ada
satu pun warisan bapak yang terjual. Bapak mewariskan ruko dan rumah kontrakan,
dari situlah mereka sekeluarga menggantungkan hidup.
Di dalam memori Nurhayati, bapaknya adalah sosok yang sangat mencintai anak-
anaknya. Sebagai pedagang, setiap pekan beliau mengambil barang dagangan ke
Medan, dan sepulang dari sana beliau selalu bawa oleh-oleh makanan. Saat itu, jarang
ada buah-buahan yang manis di Sumatera Barat. Maka, setiap pulang dari Medan,
bapak selalu bawa satu keranjang rambutan atau jeruk. Momen itu yang selalu
ditunggu-tunggu oleh Nurhayati dan saudara-saudaranya.
25
25
Selain itu, ada satu kebiasaan bapaknya yang juga jelas terekam di ingatan
Nurhayati. Setiap Jumat sore, bila tidak sedang ke luar kota, beliau pasti membawa
pulang sate padang Mak Sukur yang terkenal di daerahnya. Nurhayati dan keluarganya
pun makan sate beramai-ramai di rumah. Adapun setiap Jumat paginya, ibunda
Nurhayati juga biasa menyiapkan makanan khas Padang Panjang, yaitu gulai kepala
kambing. Itulah potongan kehidupan yang sampai saat ini masih Nurhayati kenang:
menikmati menu istimewa gulai kepala kambing dan sate padang Mak Sukur setiap
hari Jumat bersama keluarganya.
Kedua orang tua Nurhayati sudah terbiasa pulang dari toko dan berada di rumah
saat magrib tiba. Mereka akan salat magrib dan isya bersama dengan anak-anaknya.
Selama bulan Ramadan, karena kemampuan ilmu agamanya, bapaknya sering diminta
memberikan ceramah di masjid-masjid. Nurhayati sekeluarga biasanya akan ikut ke
kota tempat bapaknya ceramah. Bapak juga terbiasa tidak pernah mau menerima
amplop (bayaran) setelah memberikan ceramah.
Pernah, suatu kali, Nurhayati mendengar kakaknya protes kepada bapaknya, “Kita
sering kasih amplop (sedekah) ke orang lain kalau ada yang datang ke tempat kita
(kebiasaan di Sumatera Barat), tapi kalau kita datang ke tempat orang lain kenapa
nggak dikasih amplop?” Lalu bapaknya menjawab dengan bijaknya, “Jangan
mengharapkan amplop dari orang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah.” Salah satu petuah bijak yang berulang kali diajarkan oleh sosok bapak kepada
putra-putrinya.
26
26
Nurhayati mengingat, sosok sang bapak adalah seorang pedagang yang terbilang
cukup sukses di kotanya. Selain berdagang, beliau juga aktif berorganisasi dan
menjadi Ketua Umum Muhammadiyah Padang Panjang. Beliau juga sosok yang
visioner, karena di tahun 1960-an beliau sudah sering menyampaikan kepada kami
perihal pentingnya Imtaq (Iman dan Taqwa) dan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi) yang kelak kerap digaungkan Pak BJ Habibie di tahun 1990-an.
Semasa hidupnya, bapak sangat mengagumi orang yang berpendidikan tinggi.
Beliau antara lain kerap menyebutkan kepada putra-putrinya, nama Doktor Zakiyah
Darajat, seorang perempuan Indonesia, Doktor Psikologi pertama lulusan
Mesir. “Addukutuurah Zakiyah... Adduktuurah Zakiyah...” (Begitu beliau menyebutkan
nama Doktor Zakiyah dalam bahasa Arab). Zakiyah Darajat adalah Guru Besar
Psikologi di Institut Agama Islam Negeri (kini Universitas Islam Negeri) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Nurhayati masih mengingat jelas bagaimana antusiasnya bapak
setiap menyebutkan nama tokoh itu.
27
27
Ada satu hal lagi yang sering disampaikan bapak dan melekat kuat di hati putra-
putrinya. Sebagai seorang pedagang, beliau menyampaikan suatu nasihat tentang
sebuah perbandingan, “Sebaiknya dari kalian itu ada yang bikin industri. Karena, kalau
berdagang, nilai tambah yang diperoleh cenderung kecil. Kalau di bidang industri, nilai
tambahnya lebih besar.” Nasihat itu juga yang menginspirasi Nurhayati untuk
membangun sebuah industri di masa yang akan datang.
Proses Nurhayati dalam membangun industri ini, juga tak lepas dari teladan,
inspirasi, semangat dan doa-doa dari kedua orang tuanya sejak ia kecil. Ibundanya
sering menceritakan, sewaktu anak-anak lahir, mereka selalu didoakan oleh bapak: “Ya
Allah, mudah-mudahan anak-anak kami ini menjadi orang yang sholeh dan sholeha,
serta berguna bagi umat. Seandainya anak-anak ini kelak akan merusak bumi, lebih
baik Engkau ambil dari sekarang.”
Dan yang tak kalah luar biasa juga adalah semangat ibundanya. Sebagai seorang
ibu tunggal dengan delapan anak, ibunda Nurhayati mampu mengantarkan semua
anaknya ke perguruan tinggi. Satu nasihat yang sering disampaikan ibundanya adalah:
“Setiap ada kesulitan, Insya Allah, akan ada kemudahan.” Nasihat itulah yang selalu
menginspirasi dan menguatkan Nurhayati setiap mengalami setiap ujian dalam
hidupnya kelak.
28
28
4
29
29
Sifat disiplin dan rajin juga sudah mengakar sejak Nurhayati sekolah di Pesantren
Diniyyah Puteri. Semasa bersekolah di sana, ia hampir tak punya banyak waktu untuk
bermain. Karena keluarga mereka hanya memiliki satu pembantu rumah tangga, di
pagi hari Nurhayati harus membantu membereskan rumah dan terkadang juga ikut
memasak. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, barulah Nurhayati berangkat ke
sekolah. Sepulang sekolah, hari sudah beranjak sore, sehingga tak ada lagi waktu
bermain.
Tapi, kurangnya porsi bermain semasa kecil itu tidak berdampak sesuatu pada diri
Nurhayati, karena di sekolah ia juga sudah bertemu dan punya waktu yang cukup untuk
bermain bersama teman-temannya. Menginjak kelas 3 SMP, Nurhayati mulai banyak
belajar bersama teman. Ketika teman-temannya menginap di rumahnya pun, mereka
sering belajar sambil mengobrol dan bermain. Jadi, Nurhayati terbiasa untuk bermain,
namun di saat yang sama tetap akrab dengan suasana belajar.
Ada pelajaran penting lain yang diajarkan orang tua Nurhayati yang hingga kini
masih terus ia pegang dan menjadi karakter dalam dirinya. Sesudah Nurhayati masuk
SMP Diniyyah Puteri, orang tuanya tidak lagi memberikan uang jajan secara
langsung. Untuk mendapatkan uang jajan, Nurhayati dan saudara-saudaranya harus
mengambilnya sendiri di laci penyimpanan uang yang berada di toko. Ketika itu, ia
sering melihat laci penuh dengan uang. Tetapi, tidak ada satu pun darinya atau
saudaranya yang mengambil uang melebihi kebutuhan. Sejak kecil, hal itu melatihnya
untuk bersikap qonaah (secukupnya) dan jujur.
30
30
Ketika kelak memiliki keturunan, Nurhayati juga menerapkan ajaran orang
tuanya. Ia hanya memberikan uang jajan langsung sewaktu putra-putrinya masih di SD.
Memasuki jenjang SMP, Nurhayati mempersilakan mereka untuk mengambil uang
sendiri dari dompetnya. Ternyata mereka juga bisa mengambil sesuai kebutuhan.
Hanya jika sedang ada keperluan khusus, seperti ingin membeli sepatu atau tas,
barulah putra-putrinya akan jujur mengutarakan kepadanya. Menurut Nurhayati, itu
adalah bentuk latihan kejujuran yang sangat penting untuk anak-anak, salah satu pola
asuh yang ia terapkan dari ajaran kedua orang tuanya.
31
31
“Selama masa kuliah dan waktu ujian sarjana, saya
merasakan banyak pertolongan Allah.”
Semasa kuliah, Nurhayati memiliki kesadaran yang tinggi untuk fokus belajar.
Sebagai anak yatim, kuliah yang rajin dan selesai tepat waktu ibarat suatu keharusan.
Memang tidak ada perintah dari orang tua agar selesai kuliah tepat waktu, tetapi
kesadaran itu terlahir dengan sendirinya.
Pola ini juga yang kemudian Nurhayati terapkan kepada putra-putrinya.
Memupuk kesadaran tinggi untuk belajar tanpa ada paksaan. Sebagai orang tua, ia
sadar dirinya harus bisa memberi teladan. Tidak perlu terlalu banyak bicara, karena
jika orang tua rajin, anak-anak otomatis akan melihat dan akan mencontoh.
Selama masa kuliah dan ujian sarjana, Nurhayati merasakan banyak mendapat
pertolongan dari Allah. Saat ujian sarjana contohnya, ada banyak pertanyaan dosen
yang menurutnya agak sulit, tapi dapat ia jawab dengan baik karena pengalamannya
menjadi asisten dosen. Hal itu membuatnya berhasil menjadi sarjana terbaik saat
kelulusan.
Begitu juga saat menempuh pendidikan apoteker. Ketika ujian, Nurhayati merasa
banyak mendapatkan pertolongan Allah karena pertanyaan yang diajukan berasal dari
bahan-bahan yang belum lama ia baca. Hal itu membuatnya dapat dengan lancar
menjawab. Sebetulnya, masih banyak mahasiswa satu angkatan yang lebih pintar
darinya saat itu, tetapi Nurhayati lagi-lagi berhasil lulus sebagai yang terbaik.
32
32
5
Perkara jodoh merupakan salah satu babak lain dalam liku hidup Nurhayati.
Sebagai anak keempat, ia memiliki tiga adik perempuan yang menurutnya, lebih
menarik darinya. Hal itu membuat Nurhayati merasa akan sedikit sulit baginya untuk
mendapatkan jodoh. Apalagi mengingat kakak laki-lakinya, yang punya banyak teman
laki-laki, hampir semua selalu hanya menanyakan adik perempuannya. Waktu itu,
ibundanya sampai bingung, karena sudah ada laki-laki yang ingin melamar adik
perempuan Nurhayati, sedangkan dirinya belum ada yang melamar.
Tapi, kembali Allah memperlihatkan jalan-Nya. Berkat doa orang tua, pada tahun
1977, seorang laki-laki yang bernama Subakat Hadi menyatakan keinginannya untuk
meminang Nurhayati. Saat itu, laki-laki itu sedang kuliah di Amerika Serikat. Dia
melamar Nurhayati melalui perantara kakaknya yang juga sedang berada di sana.
Akhirnya, alhamdulillah, Nurhayati bertemu dengan jodohnya.
Nurhayati menikah bulan April 1978. Setelahnya, ia ikut suaminya tinggal di
Jakarta. Sesampainya di ibu kota, Nurhayati mencoba kembali mencari kerja.
Awalnya, seorang teman semasa kuliah di ITB memberitahukan ada satu apotek di
daerah Kampung Melayu yang sedang cari apoteker. Berbekal informasi itu, Nurhayati
pun mencoba melamar ke sana, namun ternyata ia tidak diterima.
33
33
Tak patah semangat, Nurhayati selalu berdoa agar mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik. Alhamdulillah, tidak sampai satu minggu kemudian, ia diberitahu oleh
teman yang sama, namanya Musni, yang ketika itu bekerja di Balai BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan) DKI, bahwa ada satu industri kosmetik, yaitu Wella
Cosmetics yang sedang mencari apoteker.
Nurhayati pun mengirimkan lamarannya. Alhamdulilah, ia langsung diterima
dengan gaji empat kali lebih besar dari gaji yang ditawarkan apotek yang menolaknya.
Belajar dari pengalaman ini, Nurhayati menjadi sangat yakin, bahwa ia tidak perlu
kecewa apabila ada suatu penolakan, atau tidak mendapatkan apa yang semula ia
harapkan. Termasuk diantaranya saat ia ditolak menjadi dosen dan saat ditolak
menjadi apoteker. Ternyata, akan ada rahasia Allah di balik itu semua.
35
35
6
Nurhayati memulai usahanya dengan home industry, dibantu dua orang karyawan
yang latar belakangnya adalah asisten rumah tangga. Berbekal latar belakang
pendidikan farmasi dan lima tahun pengalaman bekerja di salah satu perusahaan
kosmetik multinasional, Nurhayati memutuskan untuk mendirikan perusahaan pada
tahun 1985. Perusahaan itu diberi nama PT Pusaka Tradisi Ibu (PTI), dengan tujuan
utama dapat memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat.
Nurhayati memetik pelajaran dari lika-liku perjalanan keluarganya dan PTI,
bahwa nilai inovasi dapat menjaga kelangsungan perusahaan. Inovasi berarti kita
membuat sesuatu yang lebih baik dari hari kemarin. Inovasi tidak harus menghasilkan
sesuatu yang baru, tetapi membuat sesuatu yang lebih baik dari kemarin, itu sudah
merupakan sebuah inovasi.
Pelajaran itulah yang Nurhayati jalankan sejak mulai membangun usaha. Ia
terdorong untuk memastikan produknya harus berkualitas dengan harga yang bersaing.
Dari pengalaman bekerja di perusahaan kosmetik sebelumnya, Nurhayati mempelajari
kemungkinan-kemungkinan untuk mencari substitusi bahan baku agar biaya lebih
terjangkau, namun kualitas tetap terjaga.
36
36
Dengan dukungan penuh dari suami, Nurhayati meluncurkan produk pertama
dari PTI dengan nama brand “Putri”, sebuah produk perawatan rambut yang
dikhususkan bagi hair professional di salon kecantikan dengan harga terjangkau.
Alhamdulillah, tidak sampai satu tahun berjalan, hampir semua salon di daerah
Tangerang telah mengambil produk Putri. Hal itu bisa terjadi antara lain berkat
bantuan pemasaran dari salah seorang tetangga yang pernah bekerja di salon. Di
perusahaan terdahulu, Nurhayati mempelajari bahwa dalam menciptakan sesuatu yang
besar, ia harus bekerja bersama-sama, melibatkan koneksi sekitar, dan bersikap
profesional. Perusahaan pun berkembang cukup pesat. Sejak dimulai pada tahun 1985
hanya dengan dua orang karyawan, pada tahun 1990, perusahaan berkembang menjadi
sebuah industri kecil dengan total 25 orang karyawan.
Pengalaman pertama memulai usaha, tentu tidak mudah. Tidak hanya bagaimana
meyakinkan konsumen akan kualitas produk Putri, dalam hal mencari karyawan
yang tepat untuk berkarier di perusahaan, juga merupakan sebuah tantangan
tersendiri. Pada saat itu, di masa-masa awal perusahaan, semua harus dikerjakan
sendiri. Nurhayati belajar bahwa memimpin dengan keteladanan (lead by example)
adalah cara paling efisien untuk menggerakkan sebuah tim dan organisasi.
Dalam hal pengembangan produk kosmetik, terbukti bahwa ilmu farmasi seorang
apoteker dapat melahirkan produk kosmetik yang berkualitas, inovatif dan juga
memiliki harga terjangkau. Kombinasi ini, terus Nurhayati pertahankan untuk
pengembangan produk-produk selanjutnya di perusahaannya. Seiring berjalannya
waktu, di bawah naungan PT Pusaka Tradisi Ibu, lahirlah brand-brand selain Putri,
yaitu Wardah dan Make Over.
37
37
7
ANTARA
KESULITAN DAN
PERTOLONGAN
ALLAH
“Saya memutuskan untuk bangkit kembali karena melihat
karyawan-karyawan saya yang sudah berjumlah
25 orang. Jiwa kepedulian yang sudah ditanamkan oleh
kedua orangtua, menguatkan saya untuk bangkit dan
menjadi lebih tekun.“
Tak ada usaha tanpa ujian. Sepertinya, kalimat itu benar adanya. Lima tahun
setelah perusahaan berdiri, tepatnya di tahun 1990, perusahaan Nurhayati diuji dengan
musibah kebakaran. Musibah ini menyebabkan kondisi keuangan perusahaan minus
karena masih memiliki utang usaha. Sedangkan piutang, tidak dapat ditagih karena
terbakarnya dokumen administrasi. Akibatnya banyak toko yang tidak mau
membayar.
Dilanda musibah yang cukup besar, Nurhayati sempat berpikir untuk menutup
usahanya. Namun, pikiran itu cepat ia urungkan karena hal utama yang memotivasinya
untuk bangkit lagi adalah para karyawan. “ Kalau saya hanya memikirkan diri sendiri,
sebetulnya lebih baik tutup, karena suami saya, Pak Subakat masih bekerja, dengan gaji
yang lebih dari cukup. Saya memutuskan untuk bangkit karena melihat karyawan-
karyawan saya yang sudah berjumlah 25 orang”, tutur Nurhayati. Rupanya jiwa
kepedulian yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, menguatkan langkah
Nurhayati untuk bangkit dan menjadi lebih tekun.
Selain itu, perihal utang juga menjadi pertimbangan besar bagi Nurhayati. Jika
berhenti usaha, itu berarti ia tidak bisa membayar utang kepada para pemasok. Saat itu,
Nurhayati menyadari betapa pentingnya dukungan semua pihak, dan kekuatan dari
sebuah niat baik. Pertolongan Allah begitu banyak membantunya menghadapi masa-
masa sulit tersebut.
38
38
Pertolongan Allah yang pertama, adalah ketika perusahaan mendapatkan bantuan
dari relasi yang menawarkan tempat untuk tinggal dan melanjutkan produksi. Pada
tahun yang sama sebelum peristiwa kebakaran itu, sebenarnya Nurhayati sudah
mendaftar dan mempersiapkan untuk melakukan ibadah haji. Sempat terbersit untuk
membatalkan keberangkatan saat ujian kebakaran melanda, tapi ia tepis pikiran itu dan
tetap berangkat ke tanah suci pada bulan Juli, meski hanya berlangsung selama 15 hari.
Di kemudian hari, Nurhayati merasa keputusan yang ia ambil tepat karena ia lagi-
lagi dapat melihat pertolongan Allah dalam menyelesaikan urusannya sepulang haji.
Nurhayati merasa doa-doanya selama beribadah haji banyak diijabah oleh Allah. Mulai
dari kepengurusan asuransi mobil dan rumah (yang awalnya sulit diurus karena harus
melampirkan surat dari LAPRIM) yang langsung cair hanya berselang dua hari setelah
kepulangannya dari ibadah haji, hingga bantuan relasi yang menawarkan tempat
tinggal dan lahan untuk melanjutkan produksi. Sungguh, kuasa Allah benar-benar
nyata Nurhayati rasakan pada tahap ini.
39
39
Pertolongan kedua, terbitnya regulasi baru dari Bank Indonesia, yang
mengharuskan semua bank memberikan kredit 20% pada usaha kecil, sehingga ketika
Nurhayati mengajukan kredit sebesar lima puluh juta, perusahaan justru mendapatkan
persetujuan kredit bank sebesar seratus lima puluh juta rupiah.
Pertolongan ketiga, adalah hasil dari hubungan baik yang dibangun perusahaan
Nurhayati dengan mitra kerja dan pemasok. Sehingga, walaupun perusahaan belum bisa
melunasi utang karena musibah yang terjadi, mereka tetap mau mengirimkan bahan
baku yang dipesan, bahkan jumlahnya melebihi apa yang diajukan. Semua pertolongan
itu akhirnya membantu Nurhayati untuk kembali bangkit dan terus mengembangkan
usahanya.
Tahun 1995, merupakan salah satu titik balik dalam sejarah perusahaan yang
Nurhayati dirikan. Berangkat dari kesulitan mencari kosmetik halal di pasaran,
Nurhayati mendapat dorongan dari sekelompok komunitas untuk meluncurkan brand
kosmetik Wardah, yang kini dikenal sebagai pelopor brand kecantikan halal di
Indonesia. Pada waktu itu, tidak pernah terbayangkan jika akhirnya Wardah bisa
menjadi brand besar pemimpin pasar seperti sekarang.
Dalam perjalanannya, ada banyak tantangan yang dialami perusahaan dalam
memperkenalkan serta mengembangkan kosmetik Wardah. Antara lain, masih
rendahnya jumlah pengguna kosmetik, minimnya antusiasme masyarakat terhadap
konsep produk kosmetik halal, dan terbatasnya jumlah distributor. Namun, terlepas
dari semua tantangan itu, Wardah tetap teguh memosisikan diri sebagai brand
kosmetik halal, yang pada saat itu belum ada merek lain yang memiliki keunikan
serupa.
40
40
Nurhayati percaya, cepat atau lambat, Wardah dapat menarik perhatian publik
dengan konsep produk halal yang diusungnya, mengingat adanya ceruk pasar yang
belum terjangkau. Dengan kecermatan pemilihan bahan baku dan formulasi yang tepat,
perusahaan pun berusaha memperkenalkan kosmetik halal di masa ketika kebutuhan
akan hal tersebut belum ada.
Di tahun 1998, perusahaan Nurhayati kembali diuji dengan krisis ekonomi
moneter. Krisis ini benar-benar mengajarkannya untuk tidak menyerah dan bersama-
sama membangun kembali ekonomi Indonesia lewat usaha nyata. Kala itu, banyak
pesaing yang tidak sanggup lanjut berproduksi dan menutup usaha, tetapi Nurhayati
dan timnya terus berusaha melanjutkan proses produksi, sehingga akhirnya pasar
produknya pun semakin bertambah.
Tahun 2002, anak pertama Nurhayati, Harman, alumni Kimia ITB mulai
bergabung dalam perusahaan. Kemudian tahun 2003, Salman, anak kedua, alumni
Elektro ITB juga ikut bergabung. Dan, terakhir putri bungsu Nurhayati, dr. Sari
Chairunnisa, Sp.KK., juga ikut menyusul kedua kakaknya, dan memegang kendali Riset
dan Pengembangan (R&D). Nurhayati merasakan ini kembali merupakan pertolongan
dari Allah. Begitu lulus, ketiga anaknya langsung bergabung membantu orang tua
mengembangkan perusahaan. Dengan keikutsertaan mereka, alhamdulillah,
perusahaan semakin berkembang pesat. Mereka adalah figur-figur pekerja keras dan
kreatif.
41
41
Setelah empat belas tahun dirilis ke pasaran, pada tahun 2009, perusahaan
sepakat untuk me-relaunching Wardah dengan konsep yang lebih modern. Seperti kita
ketahui, pada tahun 2009 terjadi tren hijaber booming di Indonesia. Wardah pun
menjadi satu-satunya brand kosmetik halal yang dapat menjawab kebutuhan hijaber
pada saat itu. Bagi Nurhayati, momentum ini lagi-lagi merupakan salah satu
pertolongan Allah. Tidak ada kejadian tanpa seizin Allah, sehingga tahun 2009,
bersamaan dengan konsep baru dari Wardah dan tren hijaber yang semakin meluas,
penjualan Wardah pun berkembang sangat pesat.
42
42
Tujuan yang terjaga untuk terus berinovasi juga secara alamiah tumbuh seiring
dengan sikap rendah hati. Sikap rendah hati membuat seseorang terbiasa hidup
sederhana, apapun latar belakang ekonomi yang dimiliki.
Nurhayati teringat, dahulu kedua orang tuanya selalu mengingatkan bahwa,
meskipun keluarganya hidup berkecukupan, ia tidak boleh sombong. Masih terngiang
kalimat ibundanya yang selalu ia jadikan pegangan hidup, “Hidup ini seperti roda
pedati. Ada saatnya kita berada di atas, ada saatnya kita berada di bawah. Sikap rendah
hati membantu kita terjaga dari perasaan sudah hebat, perasaan sudah berada di atas,
dan sombong.” Dalam hal ini, dukungan suaminya, Pak Subakat, juga selalu menjadi
pengingat bagi Nurhayati untuk terus belajar dan tetap rendah hati.
43
43
Rezeki dan pertolongan Allah melalui kemudahan-kemudahan dari arah yang tak
terduga, menyertai ujian dan cobaan yang diberikan. Maka, sikap peduli adalah bentuk
sikap bersyukur yang sudah semestinya. Pada saat yang sama, sikap peduli juga
membawa energi timbal balik dengan semakin kuatnya semangat bekerja.
44
44
8
LIMA KARAKTER
“Karakter ini telah dipupuk oleh orang tua
sejak kecil, semakin terbentuk di masa sekolah,
dan terbukti saat saya terapkan sebagai budaya
dalam mengembangkan PTI. Lima karater tersebut
adalah Ketuhanan, Kepedulian, Kerendahan Hati
(Humility), Ketangguhan (Grit) dan Inovasi.“
45
45
“Semangat inovasi untuk selalu mengembangkan
hal baru yang lebih baik untuk memenuhi
dan melampaui harapan orang lain, juga
menjadi karakter yang sangat penting
bagi saya dan juga PTI. “
46
46
GALERI FOTO
Perjalanan Pendidikan
47
47
Nurhayati Subakat, semasa SMA
(mengenakan baju kurung)
48
48
Suasana Kelas Nurhayati Subakat saat Berkuliah di Farmasi ITB
49
49
Penerimaan Anugerah Gelar Doktor Honoris Causa ITB 5 APRIL 2019
50
50
KELUARGA
Duduk dari kiri: 1. Alm. Bapak A Muin Saidi. 2. Almh. Fauziah Muin (anak ke-5)
3. Nurhayati Muin (anak ke-4) 4. Almh. Nenek Maryam. 5. Resmi Bestari (anak ke-7).
6. Maimunah Muin (anak ke-6) Almh. Ibu Nurjanah. Berdiri: Hasnah Muin (anak
ke-2) Bahtiar Muin (anak ke-3) Muslim Muin (Anak ke-8) Paling kanan Almh. Syufni
Muin (anak ke-1).
51
51
Bersama suami dan anak-anak, 1992.
52
52
Bersama anak, menantu dan cucu, tahun 2010
53
53
Bersama anak, menantu dan cucu, tahun 2020
54
54
KEPEDULIAN DAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL
55
55
Peresmian dua Gedung Kuliah ITB dengan nama Paragon Inovation dan Wardah
Foundation, bersama Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi DEA (rektor ITB 2015 - 2020)
47
56
MENERIMA BERBAGAI PENGHARGAAN
Menerima Anugerah Kepemimpinan Perempuan, diserahkan oleh Prof. Dr. dr. Nila P.
Moeloek, Sp.M (K) (Menteri Kesehatan RI periode 2014-2019)
48
57
Menerima Penghargaan Indonesia Marketing Champion 2014
49
58
Menerima Halal Award Top Brand 2016
50
59
PABRIK
51
60
SEMINAR DAN ACARA
BERSAMA KARYAWAN
61
BRAND PTI
Emina
53
62
CONTOH PRODUK WARDAH
54
63
CONTOH PRODUK WARDAH
55
64
Curriculum Vitae
56
65
*Ditulis oleh
Yudhistira ANM Massardi,
Yanto Musthofa,
Dwi Suci Candraningsih,
Nely Rachmawati,
Aulia Hakim
57
66
58
59