Tentang :
“ Pendahuluan Mengenai Hukum, Bisnis, dan Hukum Bisnis dan Kontrak/Perjanjian”
Disusun oleh :
Kelas A Akuntansi S1
(Kelompok 1)
ROY JONATHAN (04) 0118101001
LIVIA ELVARIANI (18) 0118101018
SITI NURUL HAJAH (26) 0118101032
FATAN WIRA TAMA (31) 0118101037
M. RIFAT SEBASTIAN (33) 0118101039
ANDRIKA FAJAR
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Secara harfiah kata bisnis berasal dari istilah Inggris “business” yang berarti kegiatan
usaha. Menurut Richard Burton Simatupang kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan
kegiatan usaha uang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus, yaitu
berupa kegiatan mengadakan barang-barang atas jasa-jasa maupun fasilitas untuk
diperjualbelikan, dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Adapun kegiatan bisnis secara umum dapat dibedakan 3 bidang usaha yaitu :
1. Bisnis dalam arti kegiatan perdangan (commerce), yaitu keseluruhan kegiatan jual beli
yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan, baik di dalam negeri maupun diluar
negeri ataupun antara Negara tujuan memperoleh keuntungan.
2. Bisnis dalam arti kegiatan industry (Industry) yaitu kegiatan memproduksi atau
menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih berguna dari asalnya.
3. Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (service), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa-jasa
yang dilakukan baik oleh orang maupun badan.
Semua kegiatan-kegiatan dalam bisnis tentu memerlukan aturan dan peraturan yang
mengatur tata cara melakukan kegiatan dalam bisnis demi kepentingan para pihak dalam
berbisnis. Dari penjelasan diatas, muncul suatu pertanyaan, kenapa hukum itu diperlukan
dalam bisnis. Sehingga untuk mengatur segala kegiatan-kegiatan dalam bisnis maka
diciptakan suatu hukum yang mengaturnya yaitu hukum bisnis.
Sedangkan istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu.
BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian
yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua tentang
“Perikatan-perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa Belanda
berbunyi “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”. Pengertian
ini juga didukung oleh pendapat banyak sarjana, antara lain Hofmann dan J. Satrio, Soetojo
Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas makan kami merumuskan masalahnya sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan Bisnis?
3. Bagaimana penggolongan hukum?
4. Apa saja sumber hukum bisnis?
5. Apa yang dimaksud dengan Kontrak/Perjanjian?
6. Apa yang dimaksud dengan Perikatan dalam Kontrak/Perjanjian Hukum Bisnis?
7. Apa saja asas-asas dalam kontrak?
8. Apa saja syarat sahnya suatu kontrak?
9. Apa itu Prestasi dan Wanprestasi?
10. Apa itu Overmacht/Force Majeure?
11. Bagaimana bentuk Anatomi Kontrak?
12. Bagaimana proses berakhirnya Kontrak?
13. Apa yang dimaksud Perjanjian jual beli?
14. Bagaimana terjadinya jual beli?
15. Apa saja Hak dan Kewajiban kedua belah pihak?
16. Bagaimana metode pembayaran dalam kegiatan jual beli?
17. Apa saja model wanprestasi dan bagaimana ganti ruginya?
18. Siapa saja yang menanggung resiko dan force majeure?
19. Apa itu sewa menyewa?
20. Bagaimana terjadinya perjanjian/kontrak sewa menyewa?
21. Apa saja bentuk-bentuk perjanjian sewa menyewa?
22. Apa saja Hak dan Kewajiban kedua belah pihak?
23. Apa saja resiko dalam perjanjian sewa menyewa?
24. Apa saja gangguan dan pihak ketiga?
25. Bagaimana kontrak jual beli apabila tidak memutuskan sewa menyewa?
1.3. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
pembaca tentang konsep dasar dari Hukum Bisnis dan Perjanjian/Kontrak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN HUKUM
Hukum dapat didefinisikan sebagai berikut :
”Seperangkat asas dan aturan yang diberlakukan oleh Negara untuk mengatur
suatu perilaku dan atau diterapkan oleh hakim untuk menyelesaikan perkara serta
sebagai sarana kontrol sosial dan sarana dalam upaya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat yang secara umum diterima untuk mengusahakan keadilan
dan stabilitas.” Definisi ini dikemukakan oleh Nina Nuraini, S.H., M.Si. dalam
bukunya yang berjudul Hukum Bisnis Suatu Pengantar.
2.2. PENGERTIAN BISNIS
Bisnis merupakan salah satu aktivitas usaha yang utama dalam
menunjang perkembangan ekonomi. Kata “bisnis” diambil dari Bahasa Inggris
“business” yang berarti kegiatan usaha.
Richard Burton Simatupang menyatakan bahwa secara luas
“bisnis” sering diartikan sebagai :
“Keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur
dan terus menerus yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa-jasa
maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan, atau
disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.”
2.3. PENGERTIAN HUKUM BISNIS
Istilah “hokum bisnis” merupakan terjemahan dari istilah “business
law”. Istilah ini digunakan baik di kalangan akademis maupun di kalangan para
praktisi. Hukum bisnis merupakan suatu perangkat hukum yang mengatur tatacara
dan pelaksanaan suatu urusan atau kegiatan yang berhubungan dengan pertukaran
barang dan jasa, kegiatan produksi maupun kegiatan menempatkan uang yang
dilakukan oleh para enttrepeneur dengan usaha dan motif tertentu dimana sudah
mempertimbangkan segala resiko yang mungkin terjadi.
2.4. PENGGOLONGAN HUKUM
Penggolongan hukum dapat didasarkan pada beberapa hal yang
berdasarkan kepustakaan ilmu hukum. Penggolongan tersebut dapat berdasarkan
sumbernya, tempat berlakunya, bentuknya, waktu berlakunya, cara
mempertahankannya, sifatnya, wujudnya dan isinya.
1. Penggolongan hukum berdasarkan sumbernya
a) Hukum undang-undang, yakni hukum yang terletak di dalam peraturan
perundang-undangan.
b) Hukum kebiasaan, yakni hukum yang berlaku di dalam peraturan- peraturan
atau kebiasaan
c) Hukum traktat, yakni hukum yang ditetapkan oleh negara-negara melalui
suatu perjanjian antar negara (traktat)
d) Hukum yurisprudensi, yakni hukum yang muncul karena adanya keputusan
hakim.
2. Penggolongan hukum berdasarkan tempat berlakunya
a) Hukum nasional, yakni hukum yang berlaku di dalam wilayah
negara tertentu.
b) Hukum internasional, yakni hukum yang berguna untuk mengatur
hubungan hukum antar negara di dalam hubungan internasional.
Hukum internasional ini berlaku secara universal. Artinya, dapat
berlaku secara keseluruhan terhadap negara-negara yang
mengikatkan diri dalam perjanjian internasional (traktat) tertentu dan
dapat juga mengikat negara lain yang tidak termasuk dalam
perjanjian tersebut.
c) Hukum asing, yakni hukum yang berlakunya di dalam wilayah
negara lain.
d) Hukum gereja, yakni sekumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja
dan berlaku untuk para anggotanya.
e) Hukum Syariah, yakni hukum yang berlakunya di negara muslim
dan berdasarkan Al-Quran dan Hadist.
3. Penggolongan hukum berdasarkan bentuknya
a) Hukum tertulis, di bedakan ke dalam dua macam yakni :
i. Hukum tertulis yang dikodifikasikan. Yakni hukum yang disusun
lengkap, sistematis, teratur serta dibukukukan, sehingga tidak lagi diperlukan
peraturan pelaksanaan. Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan misalnya
KUH Pidana, KUH Perdata dan KUH Dagang.
ii. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yakni hukum yang
walaupun tertulis, akan tapi tidak disusun dengan sistematis, tidak lengkap, dan
masih terpisah-pisah. Karenanya hukum ini sering masih memerlukan peraturan
pelaksanaan di dalam penerapannya. Contoh undang-undang, peraturan
pemerintah dan keputusan presiden.
b) Hukum tidak tertulis, adalah hukum yang berlaku serta diyakini oleh masyarakat
dan dipatuhi, akan tetapi tidak dibentuk menurut prosedur yang formal, melainkan
lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat tersebut.
4. Penggolongan hukum berdasarkan waktu berlakunya
a) Ius Constitutum (hukum positif), adalah hukum yang berlaku sekarang dan hanya
bagi suatumasyarakat tertentu saja di dalam daerah tertentu. Contohnya Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
b) Ius Constituendum (hukum negatif), adalah hukum yang diharapkan dapat berlaku
pada waktu yang akan datang. Misalnya rancangan undang-undang (RUU).
1. Memberikan/menyerahkan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu
Sedangkan pengertian wanprestasi adalah lalai, ingkar janji yang disebut
juga dengan istilah “cidera janji”, adalah kebalikan dari pengertian prestasi
(Inggris : default atau nonfulfillment atau breach of contract). Yaitu tidak
dilaksanaannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah
disepakati bersama.
Akibat hukum dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak
yang dirugikan (lazimnya disebut kreditur) dalam kontrak tersebut untuk
menuntut kepada pihak yang merugikan (lazimnya disebut debitur) antara lain
sebagai berikut :
- Ganti rugi (biaya, rugi, bunga)
- Pemenuhan Prestasi
- Pemenuhan Prestasi + Ganti Rugi
- Pembatalan Perjanjian
- Pembatalan Perjanjian + Ganti Rugi
Wanprestasi dapat berupa antara lain :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Memenuhi prestasi tapi terlambat
3. Memenuhi prestasi tapi keliru
2.11. OVERMACHT/FORCE MAJEURE
Istilah force majeure atau act of good sering diterjemahkan menjadi
”keadaan memaksa” atau “keadaan darurat” adalah :
Suatu keadaan dimana debitur dalam suatu kontrak tidak dapat memenuhi
prestasi disebabkan keadaan/kejadian atau peristiwa yang tidak diduga setelah
adanya kontrak/perjanjian, sehingga menghalangi debitur untuk berprestasi
sebelum lalai. Peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
debitur, sementara debitur tidak dalam keadaan itikad buruk. Contoh yang
menyebabkan terjadinya force majeure adalah banjir/air bah, gempa bumi,
munculnya peraturan baru yang melarang pelaksanaan prestasi dan lain
sebagainya. Dengan demikian satu force majeure dari kontrak tersebut bias berupa
:
1. Barang Tertenu
Adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh
pembeli atau ”ready stock”, maka resiko ada pada pembeli (Pasal 1460 KUH
Perdata) walaupun barang belum diserahkan, namun barang tersebut mengalami
musibah, tetaplah pembeli wajib membayar harga walaupun barang tidak dapat
digunakan karena mengalami kerusakan. Pasal tersebut dirasa kurang adil, maka
lahirlah Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 1963 telah menyatakan 1460
sebagai pasal yang mati dan tidak dipaka lagi.
2. Barang Generik
Adalah barang yang dijual telah ditimbang, dihitung, diukur maka resiko ada pada
penjual (Pasal 1461 KUH Perdata).
3. Barang Tumpukan
Adalah barang yang dijual menurut tumpukan, barang tersebut dari semula
disendirikan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula
dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli (“in a deverable state”),
maka resiko ada pada pembeli (Pasal 1462 KUH Perdata)
Dengan demikian bahwa selama belum deliver, mengenai barang apa saja,
resiko masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai
saat barang tersebut secara yuridis diserahkan kepada pembeli.
3. Kewajiban Penyewa :
Memelihara barang yang disewa
Membayar harga sewa pada waktu yang sudah ditentukan
Bila yang disewakan rumah kediaman, berkewajiban untuk mengisi rumah
tersebut dengan peralatan
4. Hak Penyewa :
Menurut Pasal 1553 KUH Perdata dalam kontrak sewa menyewa resiko
mengenai barang yang disewakan resikonya dipikul oleh si pemilik barang yaitu
pihak yang menyewakan.
KESIMPULAN
3.1. KESIMPULAN
Kontrak adalah peristiwa dua orang atau lebih untuk saling berjanji dalam
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya diadakan
secara tertulis. Para pihak yang melakukan kesepakatan wajib untuk mentaati dan
melaksanakan, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang
di sebut perikatan. Kemudian syarat sahnya perjanjian atau kontrak menurut pasal
1320 KUHP adalah adanya kata sepakat antara pihak dalam perjanjian, adanya
kecakapan berbuat dari para pihak,adanya prihal tertenru,adanya kuasa yang
diperbolehkan.
Jadi, dalam suatu perjanjian atau kontrak itu ada syarat yang harus
dipenuhi untuk mengikat suatu perjanjian dan ada suatu hukum yang mengikatnya
serta adanya sanksi jika melanggar perjanjian tersebut.Kemudian suatu perjanjian
atau kontrakakan berakir jika terjadi hal yang membuat kontrak itu harus berakir.
DAFTAR PUSTAKA
http://arsyir7.blogspot.com/2016/04/makalah-kontrak-bisnis.html