Anda di halaman 1dari 25

Makalah

HUKUM BISNIS DAN ETIKA PROFESI

Tentang :
“ Pendahuluan Mengenai Hukum, Bisnis, dan Hukum Bisnis dan Kontrak/Perjanjian”

Disusun oleh :
Kelas A Akuntansi S1
(Kelompok 1)
ROY JONATHAN (04) 0118101001
LIVIA ELVARIANI (18) 0118101018
SITI NURUL HAJAH (26) 0118101032
FATAN WIRA TAMA (31) 0118101037
M. RIFAT SEBASTIAN (33) 0118101039
ANDRIKA FAJAR

UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    LATAR BELAKANG
Secara harfiah kata bisnis berasal dari istilah Inggris “business” yang berarti kegiatan
usaha. Menurut Richard Burton Simatupang kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan
kegiatan usaha uang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus, yaitu
berupa kegiatan mengadakan barang-barang atas jasa-jasa maupun fasilitas untuk
diperjualbelikan, dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Adapun kegiatan bisnis secara umum dapat dibedakan 3 bidang usaha yaitu :
1.   Bisnis dalam arti kegiatan perdangan (commerce), yaitu keseluruhan kegiatan jual beli
yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan, baik di dalam negeri maupun diluar
negeri ataupun antara Negara tujuan  memperoleh keuntungan.
2.   Bisnis dalam arti kegiatan industry (Industry) yaitu kegiatan memproduksi atau
menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih berguna dari asalnya.
3.   Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (service), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa-jasa
yang dilakukan baik oleh orang maupun badan.
Semua kegiatan-kegiatan dalam bisnis tentu memerlukan aturan dan peraturan yang
mengatur tata cara melakukan kegiatan dalam bisnis demi kepentingan para pihak dalam
berbisnis. Dari penjelasan diatas, muncul suatu pertanyaan, kenapa hukum itu diperlukan
dalam bisnis. Sehingga untuk mengatur segala kegiatan-kegiatan dalam bisnis maka
diciptakan suatu hukum yang mengaturnya yaitu hukum bisnis.
Sedangkan istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu.
BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian
yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua tentang
“Perikatan-perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa Belanda
berbunyi “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”. Pengertian
ini juga didukung oleh pendapat banyak sarjana, antara lain Hofmann dan J. Satrio, Soetojo
Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas makan kami merumuskan masalahnya sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan Bisnis?
3. Bagaimana penggolongan hukum?
4. Apa saja sumber hukum bisnis?
5. Apa yang dimaksud dengan Kontrak/Perjanjian?
6. Apa yang dimaksud dengan Perikatan dalam Kontrak/Perjanjian Hukum Bisnis?
7. Apa saja asas-asas dalam kontrak?
8. Apa saja syarat sahnya suatu kontrak?
9. Apa itu Prestasi dan Wanprestasi?
10. Apa itu Overmacht/Force Majeure?
11. Bagaimana bentuk Anatomi Kontrak?
12. Bagaimana proses berakhirnya Kontrak?
13. Apa yang dimaksud Perjanjian jual beli?
14. Bagaimana terjadinya jual beli?
15. Apa saja Hak dan Kewajiban kedua belah pihak?
16. Bagaimana metode pembayaran dalam kegiatan jual beli?
17. Apa saja model wanprestasi dan bagaimana ganti ruginya?
18. Siapa saja yang menanggung resiko dan force majeure?
19. Apa itu sewa menyewa?
20. Bagaimana terjadinya perjanjian/kontrak sewa menyewa?
21. Apa saja bentuk-bentuk perjanjian sewa menyewa?
22. Apa saja Hak dan Kewajiban kedua belah pihak?
23. Apa saja resiko dalam perjanjian sewa menyewa?
24. Apa saja gangguan dan pihak ketiga?
25. Bagaimana kontrak jual beli apabila tidak memutuskan sewa menyewa?
1.3. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
pembaca tentang konsep dasar dari Hukum Bisnis dan Perjanjian/Kontrak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN HUKUM
Hukum dapat didefinisikan sebagai berikut :
”Seperangkat asas dan aturan yang diberlakukan oleh Negara untuk mengatur
suatu perilaku dan atau diterapkan oleh hakim untuk menyelesaikan perkara serta
sebagai sarana kontrol sosial dan sarana dalam upaya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat yang secara umum diterima untuk mengusahakan keadilan
dan stabilitas.” Definisi ini dikemukakan oleh Nina Nuraini, S.H., M.Si. dalam
bukunya yang berjudul Hukum Bisnis Suatu Pengantar.
2.2. PENGERTIAN BISNIS
Bisnis merupakan salah satu aktivitas usaha yang utama dalam
menunjang perkembangan ekonomi. Kata “bisnis” diambil dari Bahasa Inggris
“business” yang berarti kegiatan usaha.
Richard Burton Simatupang menyatakan bahwa secara luas
“bisnis” sering diartikan sebagai :
“Keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur
dan terus menerus yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa-jasa
maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan, atau
disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.”
2.3. PENGERTIAN HUKUM BISNIS
Istilah “hokum bisnis” merupakan terjemahan dari istilah “business
law”. Istilah ini digunakan baik di kalangan akademis maupun di kalangan para
praktisi. Hukum bisnis merupakan suatu perangkat hukum yang mengatur tatacara
dan pelaksanaan suatu urusan atau kegiatan yang berhubungan dengan pertukaran
barang dan jasa, kegiatan produksi maupun kegiatan menempatkan uang yang
dilakukan oleh para enttrepeneur dengan usaha dan motif tertentu dimana sudah
mempertimbangkan segala resiko yang mungkin terjadi.
2.4. PENGGOLONGAN HUKUM
Penggolongan hukum dapat didasarkan pada beberapa hal yang
berdasarkan kepustakaan ilmu hukum. Penggolongan tersebut dapat berdasarkan
sumbernya, tempat berlakunya, bentuknya, waktu berlakunya, cara
mempertahankannya, sifatnya, wujudnya dan isinya.
1. Penggolongan hukum berdasarkan sumbernya
a) Hukum undang-undang, yakni hukum yang terletak di dalam peraturan
perundang-undangan.
b) Hukum kebiasaan, yakni hukum yang berlaku di dalam peraturan- peraturan
atau kebiasaan
c) Hukum traktat, yakni hukum yang ditetapkan oleh negara-negara melalui
suatu perjanjian antar negara (traktat)
d) Hukum yurisprudensi, yakni hukum yang muncul karena adanya keputusan
hakim.
2. Penggolongan hukum berdasarkan tempat berlakunya
a) Hukum nasional, yakni hukum yang berlaku di dalam wilayah
negara tertentu.
b) Hukum internasional, yakni hukum yang berguna untuk mengatur
hubungan hukum antar negara di dalam hubungan internasional.
Hukum internasional ini berlaku secara universal. Artinya, dapat
berlaku secara keseluruhan terhadap negara-negara yang
mengikatkan diri dalam perjanjian internasional (traktat) tertentu dan
dapat juga mengikat negara lain yang tidak termasuk dalam
perjanjian tersebut.
c) Hukum asing, yakni hukum yang berlakunya di dalam wilayah
negara lain.
d) Hukum gereja, yakni sekumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja
dan berlaku untuk para anggotanya.
e) Hukum Syariah, yakni hukum yang berlakunya di negara muslim
dan berdasarkan Al-Quran dan Hadist.
3. Penggolongan hukum berdasarkan bentuknya
a) Hukum tertulis, di bedakan ke dalam dua macam yakni :
i. Hukum tertulis yang dikodifikasikan. Yakni hukum yang disusun
lengkap, sistematis, teratur serta dibukukukan, sehingga tidak lagi diperlukan
peraturan pelaksanaan. Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan misalnya
KUH Pidana, KUH Perdata dan KUH Dagang.
ii. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yakni hukum yang
walaupun tertulis, akan tapi tidak disusun dengan sistematis, tidak lengkap, dan
masih terpisah-pisah. Karenanya hukum ini sering masih memerlukan peraturan
pelaksanaan di dalam penerapannya. Contoh undang-undang, peraturan
pemerintah dan keputusan presiden.
b) Hukum tidak tertulis, adalah hukum yang berlaku serta diyakini oleh masyarakat
dan dipatuhi, akan tetapi tidak dibentuk menurut prosedur yang formal, melainkan
lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat tersebut.
4. Penggolongan hukum berdasarkan waktu berlakunya
a) Ius Constitutum (hukum positif), adalah hukum yang berlaku sekarang dan hanya
bagi suatumasyarakat tertentu saja di dalam daerah tertentu. Contohnya Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
b) Ius Constituendum (hukum negatif), adalah hukum yang diharapkan dapat berlaku
pada waktu yang akan datang. Misalnya rancangan undang-undang (RUU).

5. Penggolongan hukum berdasarkan cara mempertahankanya


a) Hukum material, adalah hukum yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat yang berlaku secara umum mengenai hal-hal yang dilarang serta hal –
hal yang dibolehkan untuk dilakukan. Contohnya hukum pidana, hukum perdata,
hukum dagang dan sebagainya.
b) Hukum formal, adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana cara
mempertahankan dan melaksanakan hukum meterial. Contohnya Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata dan sebagainya.
6. Penggolongan hukum berdasarkan sifatnya
a) Hukum yang memaksa, adalah hukum yang bila diterapkan untuk keadaan
bagaimana pun, harus dan mempunyai paksaan yang mutlak. Contoh, hukuman
bagi orang yang melakukan pembunuhan, maka sanksinya secara paksa wajib
untuk dilaksanakan.
b) Hukum yang mengatur, adalah hukum yang dapat dikesampingkan ketika pihak-
pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan tersendiri berupa suatu
perjanjian. Dengan kata lain, hukum ini mengatur hubungan antar individu yang
baru dapat diberlakukan bila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain
yang dimungkinkan oleh hukum (undang-undang). Contoh ketentuan dalam
pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), yang baru
memungkinkan untuk dilaksanakan jika tidak terdapat surat wasiat (testamen).
7. Penggolongan hukum berdasarkan wujudnya
a) Hukum objektif, adalah hukum yang mengatur tentang hubungan antar dua orang
atau lebih yang berlaku umum. Dalam artian, hukum di dalam suatu negara ini
berlaku secara umum dan tidak mengenai terhadap orang atau golongan tertentu
saja.
b) Hukum subjektif, yakni hukum yang muncul dari hukum objektif dan berlaku
terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif ini juga sering disebut sebagai hak.

8. Penggolongan hukum berdasarkan isinya


a) Hukum publik, adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
individu atau warga negaranya, yang menyangkut tentang kepentingan umum atau
publik. Hukum publik dapat dibagi lagi ke dalam :
• Hukum Pidana, yang mengatur terkait pelanggaran dan kejahatan, serta
memuat larangan dan sanksi.
• Hukum Tata Negara, yang mengatur terkait hubungan antara negara dengan
bagian -bagiannya.
• Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yang mengatur tentang tugas dan
kewajiban para pejabat negara.
• Hukum Internasional, yang mengatur terkait hubungan antar negara, seperti
hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sejenisnya.
b) Hukum privat (sipil), yakni hukum yang berguna untuk mengatur hubungan antara
individu satu dengan individu lainnya, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum
privat dapat dibagi lagi dalam:
• Hukum Perdata, yakni hukum yang mengatur hubungan antar individu
secara umum. Contoh hukum perdata seperti hukum keluarga, hukum perjanjian
hukum kekayaan, hukum waris, , dan hukum perkawinan.
• Hukum Perniagaan (dagang), yakni hukum yang mengatur hubungan antar
individu di dalam kegiatan perdagangan. Contoh hukum dagang yakni hukum
tentang jual beli, hutang piutang, hukum untuk mendirikan perusahaan dagang
dan sebagainya.
2.5. SUMBER HUKUM BISNIS
Terdapat berbagai sumber hukum bisnis sebagai dasar hukum yang
lazim digunakan dalam aktivitas bisnis, antara lain berupa :
A. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), KUHD (Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang) dan berbagai peraturan perundangang-undangan :
1. KUH Dagang yang belum banyak diubah.
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih berlaku
adalah pengaturan tentang :
a. Keagenan dan Distributor (makelar dan komisioner)
b. Surat Berharga (wesel, cek dan aksep)
c. Asuransi
d. Pengangkutan Laut
2. KUH Dagang yang sudah banyak berubah
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih berlaku,
tetapi sudah banyak berubah adalah mengenai :
a. Pembukuan Dagang
b. Asuransi
3. KUH Dagang yang sudah diganti Perundang-undangan yang baru. Yakni
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hokum bisnis,
berupa :
a. Perseroan Terbatas
b. Pembukuan Perseroan
c. Reklame dan penuntutan kembali dalam kepailitan
4. KUH Perdata yang belum banyak berubah
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku
adalah pengaturan tentang hal-hal berikut :
a. Kontrak
b. Jual Beli
c. Hipotik (atas kapal)
5. KUH Perdata yang sudah banyak berubah
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku,
tetapi banyak berubah adalah pengaturan tentang :
- Perkreditan (Perjanjian Pinjam-meminjam)
6. KUH Perdata yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hokum bisnis
berupa :
a. Hak Tanggungan (dahulu hipotik atas tanah)
b. Perburuhan
7. Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUH Dagang maupun KUH
Perdata
Adalah ketentuan mengenai :
a. Perusahaan Go Public dan Pasar Modal
b. Penanaman Modal Asing
c. Kepailitan dan Likuiditas
d. Akuisisi dan Merger
e. Pembiayaan
f. Ha katas Kekayaan Intelektual (HAKI)
g. Anti Monopoli
h. Perlindungan Konsumen
i. Penyelesaian Sengketa Bisnis
j. Bisnis Internasional
B. Perjanjian baik bersifat Bilateral atau Multilateral yang mengatur tentang aspek
Bisnis Internasional/Traktat
C. Yurisprudensi yakni putusan-putusan hakim yang memutuskan perkara berkenaan
dengan kontrak
D. Kebiasaan-kebiasaan bisnis yang berlaku dalam praktek sehari-hari
E. Doktrin atau pendapat ahli yang telah dianut secara meluas
2.6. PENGERTIAN KONTRAK/PERJANJIAN
Dikutip dari buku ”Hukum Bisnis Suatu Pengantar” oleh Nina
Nuraini, S.H., M.Si., kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan
(promissory agreement) di antara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat
menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum.
Menurut KUH Perdata (Pasal 1313), suatu kontrak diartikan
sebagai suatu perbuatan (maksudnya perbuatan hukum) hokum dimana 1 (satu)
orang lebih saling mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.
Dasar-dasar hukum kontrak nasional terdapat dalam KUH Perdata
yang merupakan sumber utama dari suatu kontrak, selain itu yang menjadi sumber
hukum kontrak seperti halnya yang telah diuraikan dalam sumber hukum bisnis
dimuka adalah sebagai berikut :
1. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur khusus untuk jenis kontrak
tertentu atau mengatur aspek tertentu dari kontrak.
2. Yurisprudensi, yakni putusan-putusan hakim yang memutuskan perkara
berkenaan dengan kontrak.
3. Perjanjian Internasional, baik bersifat Bilateral atau Multilateral yang mengatur
tentang aspek bisnis Internasional.
4. Kebiasaan-kebiasaan bisnis yang berlaku dalam praktek sehari-hari
5. Doktrin atau pendapat ahli yang telah dianut secara meluas
6. Hukum adat di daerah tertentu sepanjang yang menyangkut dengan kontrak-
kontrak tradisional bagi masyarakat pedesaan.
2.7. KONTRAK/PERJANJIAN DAN PERIKATAN
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak yang
lainnya berkewajiban melakukan prestasi.
Suatu perikatan lahir, baik karena undang-undang maupun karena
kontrak/perjanjian. Perikatan yang tidak berdasarkan kontrak/perjanjian namun
lahir berdasarkan undang-undang mungkin timbul dari undang-undang saja atau
akibat dari perbuatan manusia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1352 KUH Perdata
mengatakan bahwa :
“Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang timbul dari undang-
undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
manusia” (uit de wet ten gevolge van’s mensen toedoen).

Sedangkan pasal 1353 KUH Perdata menyatakan bahwa :


”Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan manusia, terbit dari perbuatan halal, atau dari perbuatan melawan
hukum (onrechmatige daad).
Perikatan yang lahir dari undang-undang saja adalah perikatan
yang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, ditetapkan melahirkan suatu
hubungan hukum (perikatan) di antara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas
dari kemauan pihak-pihak tersebut, misalnya :
a. Kematian, dengan meninggalnya seseorang, maka perikatan yang pernah
mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya
b. Kelahiran, dengan kelahiran anak maka timbul perikatan antara ayah dan anak,
dimana ayah wajib memelihara anak tersebut.
c. Lampau waktu (veryaring), adalah peristiwa-peristiwa dengan lampaunya waktu
seseorang mungkin terlepas haknya atas sesuatu atau mungkin mendapatkan
haknya atas sesuatu
2.8. ASAS-ASAS DALAM PERJANJIAN/KONTRAK
Dalam Ilmu Hukum, dikenal beberapa asas hukum dalam suatu
perjanjian/kontrak sebagai berikut :
1. Asas perjanjian sebagai hukum mengatur (aanvullen recht, optional recht) adalah
peraturan hukum yang berlaku bagi subjek hukum. Ketentuan hukum ini tidak
mutlak berlakunya karena jika para pihak mengatur sebaliknya, maka yang
berlaku adalah apa yang diatur oleh pihak tersebut. Dengan demikian peraturan
yang bersifat hukum mengatur dapat disimpangi oleh para pihak. Hukum kontrak
pada dasarnya merupakan hukum mengatur.
2. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract) adalah suatu asas yang
mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk
membuat atau tidak membuat kontrak. Bebas untuk mengatur sendiri isi kontrak
tersebut. Asas ini harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Harus memenuhi syarat suatu kontrak
b. Tidak dilarang oleh Undang-undang
c. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
d. Harus dilaksanakan dengan itikad baik
3. Asas Pacta Sunt Servanda adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah
oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai denga nisi
kontrak tersebut. Dan kekuatan mengikatnya secara penuh tersebut dianggap sama
dengan kekuatan mengikatnya undang-undang. Oleh karena itu apabila salah satu
pihak tidak memenuhinya akan dikenakan sanksi.
4. Asas Obligatoir adalah asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah
dibuat, maka para pihak telah terikat, namun hanya sebatas timbulnya hak dan
kewajiban. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendan
belum terjadi. Misalnya dalam kontrak saja belum memindahkan hak milik. Saat
ini baru terjadi obligatoir saja. Hak milik berpindah pada saat terjadinya levering
atau barang diserahkan.
5. Asas Konsensual adalah bahwa jika suatu kontrak telah disepakati, maka
perjanjian tersebut sah mengikat secara penuh, bahkan persyaratan tertulispun
tidak disyaratkan oleh hokum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu yang
disyaratkan secara tertulis.
2.9. SYARAT SAH PERJANJIAN/KONTRAK
Suatu perjanjian/kontrak dapat dinyatakan sah oleh hukum, apabila
memenuhi beberapa persyaratan yuridi tertentu. Antara lain sebagai berikut :
1. Syarat Sah Subjektif dan Objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Pasal 1320 KUH Perdata mengatur bahwa kontrak dapat dinyatakan sah
apabila memenuhi empat persyaratan. Dua syarat sah subjektif dan dua syarat sah
objektif, dimana masing-masing memiliki perbedaan akibat hukumnya apabila
masing-masing persyaratan tersebut tidak dipenuhi. Keempat syarat yang
dimaksud adalah :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
b. Cakap untuk membuat perjanjian/kontrak
c. Hal tertentu/harus ada objeknya
d. Suatu sebab/kuasa yang halal
Menurut teori hukum bahwa adanya kesepakatan kehendak apabila tidak
terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut :
a. Paksaan (dwang)
b. Penipuan (bedrog)
c. Kekeliruan (dwaling)
Sedangkan syarat kecakapan untuk membuat perjanjian/kontrak adalah
para pihak yang membuat kontrak haruslah orang yang menurut hukum
berwenang membuat kontrak tersebut. Seseorang dianggap cakap/wenang
sehingga dianggap sah untuk membuat kontrak apabila :
a. Sudah dewasa
b. Tidak ditempatkan di bawah pengampuan
c. Wanita yang bersuami
d. Tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hokum tertentu
2. Syarat Sah Umum di luar Pasal 1320 KUH Perdata
Syarat kontrak yang berlaku umum, yang diatur di luar pasal 1320 KUH
Perdata adalah sebagai berikut :
a. Harus dilakukan dengan itikad baik
b. Tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c. Harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d. Tidak boleh melanggar kepentingan hukum
3. Syarat Sah Berlaku Khusus
Kontrak harus pula memenuhi beberapa syarat khusus yang ditujukan untuk
kontrak-kontrak khusus. Syarat-syarat yang dimaksud adalah :
a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
c. Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
d. Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu
2.10. PRESTASI DAN WANPRESTASI
Prestasi merupakan objek dari perikatan berupa hak bagi kreditur
dan kewajiban bagi debitur. Istilah “prestasi” dalam hukum kontrak (Inggris :
performance) adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan
menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Menurut hukum Indonesia,
prestasi dari suatu kontrak dapat berupa sebagai berikut :

1. Memberikan/menyerahkan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu
Sedangkan pengertian wanprestasi adalah lalai, ingkar janji yang disebut
juga dengan istilah “cidera janji”, adalah kebalikan dari pengertian prestasi
(Inggris : default atau nonfulfillment atau breach of contract). Yaitu tidak
dilaksanaannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah
disepakati bersama.
Akibat hukum dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak
yang dirugikan (lazimnya disebut kreditur) dalam kontrak tersebut untuk
menuntut kepada pihak yang merugikan (lazimnya disebut debitur) antara lain
sebagai berikut :
- Ganti rugi (biaya, rugi, bunga)
- Pemenuhan Prestasi
- Pemenuhan Prestasi + Ganti Rugi
- Pembatalan Perjanjian
- Pembatalan Perjanjian + Ganti Rugi
Wanprestasi dapat berupa antara lain :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Memenuhi prestasi tapi terlambat
3. Memenuhi prestasi tapi keliru
2.11. OVERMACHT/FORCE MAJEURE
Istilah force majeure atau act of good sering diterjemahkan menjadi
”keadaan memaksa” atau “keadaan darurat” adalah :
Suatu keadaan dimana debitur dalam suatu kontrak tidak dapat memenuhi
prestasi disebabkan keadaan/kejadian atau peristiwa yang tidak diduga setelah
adanya kontrak/perjanjian, sehingga menghalangi debitur untuk berprestasi
sebelum lalai. Peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
debitur, sementara debitur tidak dalam keadaan itikad buruk. Contoh yang
menyebabkan terjadinya force majeure adalah banjir/air bah, gempa bumi,
munculnya peraturan baru yang melarang pelaksanaan prestasi dan lain
sebagainya. Dengan demikian satu force majeure dari kontrak tersebut bias berupa
:

- Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga


- Force majeure karena keadaan memaksa
- Force majeure karena perbuatan tersebut telah dilarang
Peristiwa dikatakan force majeure, apabila memenuhi beberapa unsur berikut ini :
- Terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya
- Peristiwa diluar kesalahan debitur
- Debitur tidak dapat dipertanggungjawabkan
- Kejadian terjadi sebelum debitur lalai
Akibat dari peristiwa dinyatakan overmacht/force majeure adalah sebagai
berikut :
- Kreditur tidak dapat melakukan guggatan
- Kreditur tidak dapat melakukan somatie
- Debitur tidak wajib membayar kerugian
- Resiko tidak beralih pada debitur
- Kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi
Suatu force majeure terhadap perjanjian dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Force Majeure Objektif adalah terjadi pada benda yang merupakan objek kontrak
tersebut, sehingga prestasi tidak mungkin dipenuhi lagi, tanpa adanya kesalahan
dari pihak debitur. Misalnya benda yang menjadi objek dari kontrak terbakar atau
disambar petir dsb.
2. Force Majeure Subjektif adalah terjadi pada kemampuan debitur tersebut.
Misalnya bila debitur menderita sakit atau cacat seumur hidup, sehingga tidak
mungkin lagi melakukan prestasi.
3. Force Majeure Absolut merupakan suatu prestasi yang sama sekali tidak mungkin
lagi dilaksanakan oleh debitur dalam keadaan bagaimanapun. Misalnya dalam
kontrak ekspor impor. Tiba-tiba pemerintah mengeluarkan peraturan yang
melarang adanya barang yang diimpor ke dalam wilayah negara tersebut.
4. Force Majeure Relatif adalah prestasi yang tidak mungkin dilakukan, sungguhpun
secara tidak wajar masih mungkin dilakukan. Terhadap kontrak ekspor impor
dimana secara tiba-tiba pemerintah membuat ketentuan yang melarang
memasukkan barang yang diimpor ke dalam wilayah negara tersebut. Dalam hal
ini secara normal barang tersebut tidak mungkin lagi diimpor, walaupun secara
tidak wajar masih memungkinkan, misalnya melalui penyelundupan.
5. Force Majeure Permanen adalah prestasi yang sama sekali tidak mungkin
dilakukan sampai kapanpun. Misalnya kontrak untuk memesan sebuah lukisan,
tetapi pelukis tiba-tiba menderita penyakit sehingga meninggal dunia sehingga
tidak mungkin lagi untuk melukis sampai kapanpun.
6. Force Majeure Temporer adalah prestasi yang tidak mungkin dilakukan untuk
sementara waktu, namun dikemudian hari masih mungkin dilakukan. Misalnya
terjadi peristiwa tertentu pada suatu waktu tertentu. Misalnya barang yang
menjadi objek kontrak tidak dapat diproduksi karena burh sedang mogok atau
pergolakan sosial, namun dikemudian hari apabila buruh tidak mogok lagi atau
pergolakan sosial sudah tidak terjadi lagi, pabrik kembali berproduksi, maka
prestasi dapat dipenuhi kembali.
2.12. ANATOMI PERJANJIAN/KONTRAK
Setiap akta/surat perjanjiankontrak, baik untuk akta di bawah tangan,
maupun akta otentik biasanya akan terdiri dari bagian-bagian berikut ini. Anatomi
perjanjian yang dimaksud sebagai berikut :
a. Judul
b. Kepala Akta
c. Komparasi
d. Sebab/Dasar
e. Syarat-syarat
f. Penutup
g. Tanda Tangan
2.13. BERAKIRNYA KONTRAK/PERJANJIAN/PERIKATAN
Berakhirnya perjanjian dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain :
a. Pembayaran dapat berupa barang, uang ataupun jasa
b. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan barang
Terjadi bila berpiutang menolak pembayaran, maka berhutang dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai apa yang diutangkan, dan jika berutang menolaknya,
menitipkan uang atau barang kepada pengadilan.
c. Pembaharan Utang
Bila berhutang membuat suatu perjanjian utang baru, guna menggantikan utang
yang lama yang dihapuskan karenanya.
d. Kompensasi atau Perjumpaan Utang
Terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain maka terjadilah
antara mereka perjumpaan utang dengan mana masing-masing antara kedua pihak
tersebut dihapuskan.
e. Percampuran Utanng
Adalah percampuran kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berutang
berkumpul pada diri satu orang, maka piutang dihapuskan.
f. Pembebasan Utang
Adalah pembuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan
debitur dari perjanjian dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur.
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Kebatalan dan pembatalan perjanjian

2.14 PENGERTIAN PERJANJIAN/KONTRAK JUAL BELI


Jual Beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik, dimana pihak yang satu
berjanji untuk bersedia menyerahkan hak milik atas seusatu barang dan pihak
lainnya berjanji untuk menyerahkan harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai
imbalan dari perolehan hak milik.
Terdapat dua unsur yang harus dipenuhi oleh para pihak, agar suatu
perjanjian/kontrak dapat dikatagorikan jual beli :
Harga : Berupa Sejumlah Uang
Yang Diserahkan : Berupa Hal Milik Atas Barang
2.15. SAAT TERJADINYA JUAL BELI
Unsur pokok (“essentialia”) perjanjian jual beli adalah barang dan harga.
Sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum kontrak KUH
Perdata, perjanjian jual beli sudah dialihkan pada detik tercapainya “sepakat”
mengenai barang dam harga. Begitu para pihak setuju tentang barang dan harga,
maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Oleh karena itu perjanjian/kontrak jual
beli merupakan perjanjian/kontrak :
a. Konsensual : perjanjian jual beli sudah sah mengikat sejak terjadinya kesepakatan
antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga
b. Obligator : jual beli belum memindahkan hak milik baru memberikan/meletakkan
hak dan kewajiban
2.16. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
1. Hak dan Kewajiban Penjual
 Kewajiban Penjual
a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan
b. Menanggung/menjamin kenikmatan tenteram atas barang yang diperjualbelikan
c. Menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi
 Hak Penjual
Menerima sejumlah harga berupa uang
2. Hak dan Kewajiban Pembeli
 Kewajiban Pembeli adalah menyerahkan sejumlah harga berupa uang
 Hak Pembeli adalah lawan dari kewajiban penjual seperti telah diuraikan di atas
2.17. PEMBAYARAN
Metode pembayaran yang dipakai adalah :
1. Metode pembayaran tunai seketika
Metode ini sangat klasik tapi lazim dilakukan dalam jual beli.
2. Metode Pembayaran dengan Cicilan/Kredit
Pembayaran dapat dilakukan dalam beberapa termin, sementara penyerahan hak
milik atas barang kepada pembeli dilakukan sekaligus pada pembayaran di muka.
3. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Kredit
Pembeli tidak membawa uang cash cukup menandatangi suatu resi dan
menunjukkan kartu kredit kepada penjual. Selanjutnya penjual menagih harga
pembelian kepada bank-bank tertentu.
4. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Debit
Lebih praktis dari penggunaan kartu kredit. Hanya saja, dengan kartu debit
pembeli dan penjual harus sama-sama mempunyai rekening di satu bank tertentu,
yaitu bank yang menyediakan kartu debit tersebut.
5. Metode Pembayaran dengan Memakai Cek
Pihak pembayar cukup memberikan sepucuk cek kepada penjual, cek mana
dikeluarkan oleh bank, dimana terdapat rekening koran dari pihak pembayar.
Pihak penerima cek dapat menguangkan cek tersebut ke bank.
6. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu
Pihak penjual mengirim barang jika telah menerima seluruh pembayaran terhadap
harga barang tersebut. Model ini tidak aman bagi pembeli.
7. Metode Pembayaran Secara Open Account
Kebalikan dari metode pembayaran terlebih dahulu. Model ini tidak aman bagi
penjual.
8. Metode Pembayaran atas Dasar Konsiyasi
Metode ini sangat merugikan dan sangat tidak aman bagi pihak penjual. Harga
baru dibayar setelah pihak pembeli menjual kembali barang tersebut kepada pihak
ketiga dan setelah pembayaran oleh pihak ketiga tersebut dilakukan.
9. Metode Pembayaran Secara Documentary Collection
Metode pembayaran dengan menggunakan Bills of Exchange. Dalam hal ini baru
dibayar jika dokumen-dokumen pengiriman barang (shipping documents) tiba di
banknya importir.
10. Metode Pembayaran Secara Documenary Credit
Metode pembayaran ini dilakukan dengan menggunakan instrument yang disebut
dengan letter of credits (L/C)
2.18. WANPRESTASI DAN GANTI RUGI DALAM JUAL BELI
Model-model wanprestasi atas suatu kontrak termasuk kontrak jual beli
adalah :
1. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
2. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi
3. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi
Bentuk wanpestasi dari pembeli : tidak melakukan kewajiban sesuai kontrak yaitu
tidak melakukan pembayaran atas harga barang yang telah dibelinya.
Bentuk wanprestasi dari penjual :
 Tidak menyerahkan barang objek jual beli
 Pemilikan/penggunaan barang objek jual beli tidak aman bagi pembeli (mis. Ada
klaim dari pihak ketiga).
 Ada cacat yang tersembunyi pada benda yang menjadi objek jual beli.
Salah satu model ganti rugi dari jual beli adalah yang disebut dengan ganti
rugi ekspektasi, yakni yang diganti adalah hilangnya keuntungan yang diharapkan
dari jual beli tersebut karena tidak dilakunnya prestasi oleh salah satu pihak baik
dari penjual maupun pembeli.
Jika pihak penjual yang melakukan wanprestasi, maka ganti rugi
ekspektasi mengambil formula sebagai berikut :
1. Formula Pembelian dari Pihak Ketiga (Cover Formula)
Besarnya kerugian dihitung dengan penguragan harga barang yang sama dari
pihak ketiga.
2. Formula Harga Pasa (Market Price)
Kerugian yang harus diganti adalah harga pasar dikurangi harga kontrak ditambah
biaya dan dikurangi biaya yang tidak jadi dikeluarkan.
Jika pembeli yang melakukan wanprestasi, maka formula yang dipakai
adalah sebagai berikut :
1. Formula Pembayaran Harga Barang (proce action) adalah harga barang sepeti
yang diperjanjikan dimintakan dari pembeli. Barang tersebut dipaksakan untuk
diterima pembeli.
2. Formula Penjualan Kembali (resale formula) adalah ganti rugi diberikan kepada
pihak penjual dengan perhitungan berupa selisih antara harga kontrak dengan
harga penjualan kembali dari barang bersangkutan kepada pihak ketiga.
3. Formula Harga Pasar (market formula) adalah harga barang dalam kontrak
dikurangi harga pasar dari barang tersebut, barang tetap berada dalam tangan
pihak penjual.
4. Formula Kehilangan Keuntungan (lost profit) adalah harga kontrak dikurangi
modal/ongkos produksi dan dikurangi ongkos-ongkos yang dikeluarkan.
2.19. RESIKO/FORCE MAJEURE
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa tidak 1 (satu) orang pun yang
dimintakan tanggung jawab hukumnya manakala terjadi kejadian-kejadian yang
menyebabkan force majeure. Oleh karena itu resiko adalah kewajiban memikul
kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) di luar kesalahan salah
satu pihak.

Yang menanggung resiko force majeure adalah :

1. Barang Tertenu
Adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh
pembeli atau ”ready stock”, maka resiko ada pada pembeli (Pasal 1460 KUH
Perdata) walaupun barang belum diserahkan, namun barang tersebut mengalami
musibah, tetaplah pembeli wajib membayar harga walaupun barang tidak dapat
digunakan karena mengalami kerusakan. Pasal tersebut dirasa kurang adil, maka
lahirlah Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 1963 telah menyatakan 1460
sebagai pasal yang mati dan tidak dipaka lagi.
2. Barang Generik
Adalah barang yang dijual telah ditimbang, dihitung, diukur maka resiko ada pada
penjual (Pasal 1461 KUH Perdata).
3. Barang Tumpukan
Adalah barang yang dijual menurut tumpukan, barang tersebut dari semula
disendirikan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula
dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli (“in a deverable state”),
maka resiko ada pada pembeli (Pasal 1462 KUH Perdata)
Dengan demikian bahwa selama belum deliver, mengenai barang apa saja,
resiko masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai
saat barang tersebut secara yuridis diserahkan kepada pembeli.

2.20. PENGERTIAN PERJANJIAN/KONTRAK SEWA MENYEWA

Sewa menyewa adalah “Suatu perjanjian dimana pihak yang satu


mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya untuk memberikan kenikmatan dari
sesuatu barang selama waktu tertentu dengan pembayaran sesuai harga, yang oleh
pihak terakhir disanggupi pembayarannya” (Pasal 1548 KUH Perdata).
2.21. TERJADINYA PERJANJIAN/ SEWA MENYEWA

Sewa menyewa merupakan perjanjian konsensual artinya perjanjian sudah


sah mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya
berupa barang dan harga.

2.22. BENTUK PERJANJIAN/KONTRAK SEWA MENYEWA

Walaupun perjanjian/kontrak sewa menyewa adalah suatu perjanjian


konsensual, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan dalam akibat-akibat
antara sewa tertulis dengan sewa lisan, yaitu :

 Sewa Menyewa Tertulis


Maka sewa berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang sudah ditentukan
habis, tanpa diperlukan sesuatu pemberitahuan terlebih dahulu.
 Sewa Menywa Tak Tertulis/Lisan
Sewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan apabila adanya
pemberitahuan terlebih dahulu dalam jangka waktu yang layak dengan
mengindahkan kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu
dianggap sewa diperpanjang untuk waktu yang sama.

2.23. KEWAJIBAN DAN HAK PARA PIHAK

1. Kewajiban Pihak yang menyewakan :

 Menyerahkan barang yang disewakan


 Memelihara barang yang disewakan, hingga barang itu dapat dipakai untuk
keperluan termaksud
 Memberikan jaminan atas kenikmatan/ketentraman dari barang yang disewakan

2. Hak yang menyewakan :

 Memperoleh harga sewa pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian

3. Kewajiban Penyewa :
 Memelihara barang yang disewa
 Membayar harga sewa pada waktu yang sudah ditentukan
 Bila yang disewakan rumah kediaman, berkewajiban untuk mengisi rumah
tersebut dengan peralatan

4. Hak Penyewa :

 Hak menikmati dengan tentram barang yang disewakan selama berlangsungnya


persewaan
 Hak menerima barang yang disewakan dari pihak yang menyewakan

2.24. RESIKO KONTRAK/PERJANJIAN SEWA MENYEWA

Menurut Pasal 1553 KUH Perdata dalam kontrak sewa menyewa resiko
mengenai barang yang disewakan resikonya dipikul oleh si pemilik barang yaitu
pihak yang menyewakan.

2.25. GANGGUAN DARI PIHAK KETIGA

Apabila selama waktu sewa, penyewa dalam pemakaian barang yang


disewakan, diganggu oleh pihak ketiga berdasarkan atas suatu hak yang
dikemukakan oleh orang pihak ketiga tersebut, maka dapatlah penyewa menuntut
dari pihak yang menyewakan agar uang sewa dikurangi secara sepadan dengan
sifat gangguan tersebut.

2.26. KONTRAK JUAL BELI TIDAK MEMUTUSKAN SEWA MENYEWA

Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu kontrak persewaan yang


dibuat sebelumnya tidaklah dapat diputuskan, kecuali apabila telah dijanjikan
pada wktu menyerahkan barang (Pasal 1576 KUH Perdata).

Ketentuan ini bermaksud melindungi pihak penyewa terhadap pemilik


baru, apabila barang yang disewanya dipindahkan ke lain tangan. Dengan
mengingat perkataan “dijual” dalam pasal tersebut di atas adalah tidak terbatas
pada kontrak jual beli saja, namun juga meliputi lain-lain perpindahan hak milik,
seperti tukar menukar, pengibahan, perwarisan, dan lain-lain.
BAB III

KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN

Kontrak adalah peristiwa dua orang atau lebih untuk saling berjanji dalam
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya diadakan
secara tertulis. Para pihak yang melakukan kesepakatan wajib untuk mentaati dan
melaksanakan, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang
di sebut perikatan. Kemudian syarat sahnya perjanjian atau kontrak menurut pasal
1320 KUHP adalah  adanya kata sepakat antara pihak dalam perjanjian, adanya
kecakapan berbuat dari para pihak,adanya prihal tertenru,adanya kuasa yang
diperbolehkan.

Jadi, dalam suatu perjanjian atau kontrak itu ada syarat yang harus
dipenuhi untuk mengikat suatu perjanjian dan ada suatu hukum yang mengikatnya
serta adanya sanksi jika melanggar perjanjian tersebut.Kemudian suatu perjanjian
atau kontrakakan berakir jika terjadi hal yang membuat kontrak itu harus berakir.
DAFTAR PUSTAKA

Sardjono, Agus dkk. 2014. Pengantar Hukum Dagang, (Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada).

Nuraini, Nina. 2008. Hukum Bisnis Suatu Pengantar, (Bandung : INSAN


MANDIRI, CV)

R. Saliman, Abdul, 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh


Kasus. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group)

http://arsyir7.blogspot.com/2016/04/makalah-kontrak-bisnis.html

Anda mungkin juga menyukai