Anda di halaman 1dari 99

ISSN: 2442-9163

PINUS PIJAR NUSANTARA


JURNAL PENELITIAN INOVASI PEMBELAJARAN

Diterbitkan oleh: UN PGRI Kediri, PD PGRI Kab. & Kota Kediri, ISPI PD Kediri
Alamat Redaksi: Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat
UN PGRI Kediri, Kampus I - Jl. KH. Ach. Dahlan No. 76 Kediri 64113.
Website: http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus. Email: lemlit@unpkediri.ac.id

PINUS Volume 3 Nomor 2 Halaman Maret ISSN


PIJAR 73 - 165 2018 2442-9163
NUSANTARA
P I N US
ISSN:2442-9163

JURNAL PENELITIAN INOVASI PEMBELAJARAN


PIJAR NUSANTARA

Volume 3. No. 2. Halaman 73 – 165 Maret 2018

Terbit dua kali setahun, berisi tulisan hasil penelitian inovatif dibidang pembelajaran.

Ketua Penyunting
Dr. Suryanto, M.Si. (UNP Kediri)

Wakil Ketua Penyunting


Dr. Mokhamat Muhsin, M.Pd. (PGRI)

Penyunting Pelaksana
Dr. Sulistiono, M.Si. (ISPI)
Dr. Zainal Afandi, M.Pd. (ISPI)
Dr. Atrup, M.Pd., MM. (PGRI)
Dr. Suryo Widodo, M.Pd. (UNP Kediri)
Dr. Hj. DianiNurhajati, M.Pd. (UNP Kediri)
Dr. H. Imam Baehaqi, M.Pd. (Uniska Kediri)
Drs. Mulyono, M.Pd. (PGRI)

Pelaksana Tata Usaha


Erwin Putera Permana, M.Pd
Syaifur Rohman, S.Kom.

Diterbitkanoleh: UN PGRI Kediri, PD PGRI Kab. & Kota Kediri, ISPI PD Kediri
Alamat Redaksi: Lembaga Penelitian UN PGRI Kediri, Kampus I,
Jl. KH. Ach. Dahlan No. 76 Kediri 64113.
Website: http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus. Email: lemlit@unpkediri.ac.id
P I N US
ISSN:2442-9163

JURNAL PENELITIAN INOVASI PEMBELAJARAN


PIJAR NUSANTARA

Volume 3. Nomor. 2. Halaman 73 – 165 Tahun 2018


Daftar Isi
Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mengurutkan Bilangan 1-10 Melalui Media 73
Pohon Hitung Anak Kelompok B Di TK Baptis Setia Bakti Kota Kediri
Erlina (TK Babtis Setia Bakti)

Peningkatan Kemampuan Mendeskripsikan Sifat–sifat Magnet dengan Pendekatan 79


Scientific Siswa Kelas V SDN Balowerti I Kota Kediri Tahun Pelajaran 2015/2016
Endang Sumariati (SDN Bolowerti I)

Media LASERIN dalam Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Penjajahan Belanda Di 86


Indonesia
Lilis Khoirulina (SDN Dermo I Kota Kediri)

Pengaruh Metode Discovery Learning dan Drill serta Motivasi Belajar Terhadap 97
Hasil Belajar Bola Voli Siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri
Miftachul Ulum (SMPN 1 Kediri)

Monitoring PembelajaranKonsep Learning By Playing And Playing For Learning 108


SebagaiPeningkatanKualitasPendidikan Di TK
Ninik (TK Kristen Petra Kediri)

Penerapan Permainan Kreatif Mencari Harta Karun Untuk Meningkatkan 111


Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Anak Kelompok B Di Taman Kanak-Kanak
Mm. Novita Dwi Setyowati (TK Negeri Pembina Kota Kediri)

Meningkatkan Kemampuan Dasar Kognitif Melalui Permainan “Rainbowling” Pada 118


Anak Kelompok B-1 TK Islam Al Falah Kecamatan Pesantren Kota Kediri
Suwarti (Tk Islam Al Falah Kecamatan Pesantren)

Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Melalui Parenting Senam Masal Ibu dan 131
Anak Pada Anak Usia Dini TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren Kota
Kediri Tahun Pelajaran 2017/2018
S. Edy Subroto (TK Dharma Wanita Bangsal)

Hipnoterapi Teknik Regression Therapy Untuk Menangani Penderita Glossophobia 138


Siswa Sekolah Menengah Pertama
Atrup1, Dwi Fatmawati2 (Universitas Nusantara PGRI Kediri)

Penerapan Model Koopertif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar 150
Siswa Mata Pelajaran Ipa Materi Perubahan Sifat Benda Pada Siswa Kelas V SDN
Banaran 1 Kediri Tahun Pelajaran 2016 / 2017
Nina Mariyati (SDN Banaran 1)
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mengurutkan Bilangan 1-10


Melalui Media Pohon Hitung Anak Kelompok B
Di TK Baptis Setia Bakti Kota Kediri

Erlina
TK. Baptis Setia Bakti
Kota Kediri
erlinatkbaptis.kdr@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi hasil pengamatan dan pengalaman
peneliti bahwa kemampuan kognitif khususnya kemampuan berhitung dalam
membilang lambang bilangan dan mengurutkan bilangan 1-10 kurang
diminati anak karena faktor media yang kurang mendukung, selain itu guru
belum menerapkan pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak mudah
bosan. Media merupakan sarana untuk membangkitkan motivasi belajar
sehingga sangat diperlukan untuk pengembangan kemampuan berhitung
secara optimal. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan
permasalahan yang diteliti yaitu: Apakah penggunaan media pohon hitung
dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak terutama dalam membilang
dan mengurutkan lambang bilangan 1-10. Penelitian ini menggunakan
pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif dengan sampel anak
didik kelompok B TK Baptis Setia Bakti Kota Kediri sejumlah 20 anak.
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, menggunakan penilaian, lembar
observasi siswa dan lembar observasi guru. Kesimpulan hasil penelitian ini
adalah: Melalui pembelajaran menggunakan media pohon hitung terbukti
berhasil dan dapat meningkatkan kemampuan kognitif membilang dan
mengurutkan lambang bilangan 1-10 anak kelompok B.
Implikasi praktis hasil penelitian ini adalah tujuan pendidikan pada satuan
pendidikan PAUD lebih diutamakan pada peningkatan kemampuan dasar.
Untuk membentuk kemampuan dasar yang kuat diperlukan beberapa hal
diantaranya adalah penggunaan Alat Peraga Edukatif yang menarik minat
anak. Media pohon hitung terbukti dapat memenuhi tujuan tersebut, untuk itu
dinarapkan guru PAUD dapat menggunakannya dalam pembelajaran untuk
meningkatkan penguasaan kemampuan dasar.

Kata kunci: membilang, mengurutkan bilangan, pohon hitung, anak TK.

PENDAHULUAN lambang bilangan 1-10 penjumlahan dan


Salah satu bentuk pengembangan pengurangan dengan benda 1-10, mengenal
yang ada dalam pembelajaran di TK adalah konsep waktu dan masih lagi. Berhitung
pengembangan kemampuan kognitif. Ada merupakan bagian dari pengembangan
beberapa kegiatan yang bisa diberikan kemampuan kognitif. Pembelajaran
dalam pembelajaran TK yang sesuai dengan berhitung di TK biasanya diberikan secara
pengembangan kemampuan kognitif seperti integrasi pada program pengembangan
membilang dan mengurutkan angka 1-10, yang lain.
menunjuk lambang bilangan 1-10, meniru Berdasarkan pengamatan awal

url : ojs.unpkediri.ac.id 73
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

terhadap kegiatan pengembangan kognitif berpikir, yaitu kemampuan individu untuk


di TK Baptis Setia Bakti diidentifikasi menghubungkan, menilai dan
adanya kurangnya kemampuan anak didik mempertimbangkan suatu kejadian atau
memahami bilangan angka 1-10. Kondisi peristiwa.
kurang aktifhya anak didik dalam Piaget dalam Fridani dkk, (1980)
pembelajaran pengembangan kognitif menyatakan tahapan perkembangan
berpengaruh pada pengembangan dan kognitif anak usia dini dibagi menjadi tiga
hasil belajar anak didik. Hal ini tahapan sebagai berikut :
disebabkan karena strategi pembelajaran 1. Tahap Sensorimotor (0-18 bulan)
yang digunakan kurang menarik minat 2. Tahap Pra Operasional (18 buian-
anak, karena guru hanya menggunakan 6/7 tahun)
media pembelajaran berupa tulisan di 3. Tahap Operasionai Konkret (8-12
papan tulis, sehingga dalam proses tahun)
pembelajaran anak merasa bosan. Menurut Depdiknas (2000:8)
Kurangnya guru dalam memberikan mengemukakan prinsip-prinsip dalam
stimulus-stimulus dengan media menerapkan permainan berhitug di Taman
pembelajaran yang konkret atau kurang kanak-kanak yaitu, permainan berhitung
nyata tentang bilangan juga menjadi faktor diberikan secara bertahap, diawali dengan
kurang berkembangnya kemampuan menghitung benda-berda atau pengalaman
kognitif anak terutama dalam mengenal peristjwa konkrit yang dialami melalui
dan memahami bilangan 1-10. tingkat kesukarannya.
Oleh karena itu, melihat kondisi Depdiknas (2000:7)
yang seperti ini peneliti ingin mengemukakan bahwa berhitung di
mencoba mengembangkan kemampuan Taman Kamk-Kanak seyogyanya
kognitif anak melalui media pohon dilakukan melalui tiga tahapan
hitung agar kemampuan kognitif anak penguasaan di jatur matematika yaitu : 1.
dalam berhitung bilangan 1-10 benar- penguasaan konsep 2. Masa transisi 3.
benar matang dan lebih memahami dan Penguasaan lambang
menguasainya. Sesuai dengaa Media Pohon Hitung
permasalahan tersebut diatas, maka judul Media berasal dari bahasa latin
penelitian ini adalah “Meninkatkan “medium” yang artinya perantara yaitu
Kemampuan Kognitif Mengurutkan perantara sumber pesan (a source) dengan
Bilangan 1-10 Melalui Media Pohon Hitung penerima pesan (a receiver). Menurut
Di Kelompok B TK Baptis Setia Bakti Kota Scharamm {1977) dalam Badru Zaman
Kediri”. dkk, (2005) media adalah : Teknologi
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan
KAJIAN PUSTAKA untuk keperluan pembelajaran. Menurut
Kemampuan Kognitif Heinick, Molenda, dan Rassell (1993)
Menurut Colvia dalam (Sujiono.Y, dalam Badru Zaman dkk, (2005) media
2006) kognitif adalah kemampuan untuk merupakan saluran komunikasi yaitu
menyesuaikan diri dengan lingkungan. perantara sumber pasan dengan menerima
Sedangkan Supeno, (2006) menyatakan pesan.
bahwa kognitif adalah suatu proses Media pohon hitung merupakan

74 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

mainan edukasi untuk melatih berhitung mengurutkan bilangan 1-10 media pohon
anak-anak melalui media permainan hitung agar kemampuan kognitif anak
edukatif dan media yang tidak asing lagi selalu memahami bilangan seta sebagai
di pembelajaran. persiapan memasuki sekolah yang lebih
lanjut lebih matang.
Gambar 2.1 Pohon Hitung
METODE PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini adalah
anak kelompok B TK Baptis Setia Bakti
Kecamatan Pesantren Kota Kediri
semester I Tahun Pelajaran 2016-2017
dengan jumlah anak didik sebanyak 20
anak.
Penelitian tindakan kelas ini
menggunakan desain model Kemmis dan
Keterangan: Taggart yang terdiri (1) Perencanaan (2)
1. Pohon hitung harus bisa berdiri. Tindakan (3) Pengamatan (4) Refleksi.
2. Diberi alat untuk menggantung Instrumen pengumpulan data yang
benda. digunakan dalam penelitian tindakan
3. Bahan dari kayu, triplek, karton. kelas ini adalah :
Manfaat media pohon hitung yaitu Nilai
Berlatih berhitung, mengenal angka. Perkemban
pengenalan aneka benda, melatih gan
kreativitas, motorik halus dan emosi. Subjek Anak
No Peneliti Didik Keterangan
Kemampuan kognitif merupakan
an * * ** *
suatu proses berpikir berupa kemampuan * * *
untuk menghubungkan, menilai dan *
mempertimbangkan sesuatu. Kurangnya *
guru dalam memberikan stimulus- 1 * = belum mampu
stimulus dengan media pembelajaran 2 ** = Mampu
yang konkret atau nyata tentang bilangan dengan Bantuan
guru
juga menjadi faktor kurang
3 *** = Mampu
berkembangnya kemampuan kognitif
tanpa Bantuan
anak terutama dalam memahami dan guru
mengurutkan bilangan 1-10. Hal ini dapat 4 **** = Mampu
dilihat dari hasil pembelajaran anak didik tanpa Bantuan
setiap mengerjakan tugas mengurutkan guru Dan
bilangan, suasana kelas ramai, anak jalan- memuaskan
jalan sendiri dan tidak memperhatikan Dst
guru. Jumlah
Melihat kondisi yang semacam ini
Metode analisis data pada
peneliti mencoba mengembangkan
penelitian ini bersama teman sejawat
kemampuan kognitif memahami dan
mengolah data yang terkumpul dan
url : ojs.unpkediri.ac.id 75
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

menentukan kriteria penilaian 6. Dhe √


keberhasilan anak didik dalam 7. Ely √ *** = Mampu
meningkatkan kemampuan kognitif tanpa Bantuan
dengan menggunakan media pohon guru
8. Erd √
hitung.
9. Gnn √
Penelitian ini dianalisis dengan
10. Hki √ **** = Mampu
menggunakan rumus: tanpa Bantuan
f guru Dan
P  100%
n memuaskan
Keterangan: 11. Jea √
P : hasil jawaban dalam % 12. Ivn √
f : Nilai yang diperoleh 13. Kia √
n : Jumlah item pengamatan dengan 14. LI √
nilai tertinggi 15. Mss √
16. Mri √
HASIL DAN PEMBAHASAN
17. Mrg √
Penelitian ini dilakukan di
18. Mic √
kelompok B TK Baptis Setia Bakti Kota
19. Ni √
Kediri Tahun Pelajaran 2016-2017 20. Rg √
dengan jumlah anak didik sebanyak 20 Jumlah 1 9 6 4
anak. Berdasarkan hasil penelitian yaag
dilakukan pada siklus I, ketuntasan
Deskripsi Temuan Penelitian kemampuan anak didik mencapai 50 %
Pelaksanaan Siklus I
karena 10 anak didik bdum mampu
Siklus I dilaksanakan pada tanggal
sehingga perlu dilakukan sikius
27 Agustus 2016 dengan hasil penelitian
berikutnya.
sebagai berikut:
Lembar Hasil Observasi Anak Didik dalam
Pelaksanaan Siklus II
pembelajaran Mengurutkan
Siklus II dilaksanakan pada
Bilangan 1-10 Melalui Media Pohon
Hitung Siklus I tanggal 3 September 2016 dengan hasil
Nilai sebagai berikut:
Perkemban Lembar Hasil Observasi Anak Didik dalam
gan Pembelajaran Mengurutkan
Subjek Anak Bilangan 1-10 Melalui Media Pohon
No Peneliti Didik Keterangan Hitung Siklus II
an * * ** * Nilai
* * * Perkemban
* gan
* Anak
Subjek
1. Ad √ No Didik Keterangan
Penelitian
2. Am √ * = belum mampu * * ** *
3. Add √ * * *
4. Brn √ ** = Mampu *
dengan Bantuan *
guru 1. Ad √
5. Crll √ 2. Am √ * = belum mampu

76 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

3. Add √ 1. I 1 9 6 4 66,25%
4. Brn √ ** = Mampu dengan 2. II 0 2 9 9 83,75%
5. Crll √ Bantuan guru Dari hasil penelitian di atas, dapat
6. Dhe √ disimpulkan bahwa melalui penggunaan
7. Ely √ *** = Mampu tanpa media pohon hitung dapat meningkatkan
8. Erd √ Bantuan guru kemampuan kognitif anak pada anak didik
9. Gnn √ kelompok B TK Baptis Setia Bakti Kota
10. Hki √ **** = Mampu
Kediri, sehingga hipotesis tindakas dalam
tanpa Bantuan guru
11. Jea √ Dan memuaskan penelitian ini, diterima.
12. Ivn √ Kendala yang dijumpai peneliti
13. Kia √ selama melaksanakan penilaian adalah
14. LI √ respon anak yang masih kurang tidak
15. Mss √ memperhatikan apa yang disampaikan
16. Mri √ guru, kemampuan guru dalam
17. Mrg √ menyampaikan materi tidak menggunakan
18. Mic √ metode yang bervariasi, pengelolaan kelas
19. Ni √ yang kurang kreatif dan inovatif serta
20. Rg √
terbatasnya media pembelajaran yang
Jumlah 0 2 9 9
dimiliki oleh sekolah.
Berdasarkan basil penelitian yang
dilakukan pada siklus II, kemampuan
SIMPULAN DAN SARAN
anak dalam memahami mengurutkan Simpulan
lambang bilangan 1-10 telah meningkat Berdasarkan hasil penelitian
dengan baik sehingga media pohon hitung tindakan kelas yang dilakukan dapat
dapat dijadikan sebuah alternative cara disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
untuk mengembangkan kemampuan anak menggunakan media pohon hitung terbukti
dalam memahami mengurutkan lambang berhasil dan mampu meningkatkan
bilangan 1-10. kemampuan kognitif anak didik dalam
Berdasarkan hasil penelitian dari mengurutkan bilangan 1-10 sehingga
siklus 1 dan II kemampuan anak dalam hipotesis dalam penelitian ini dapat
mengurutkan lambang bilangan 1-10 telah diterima.
berkembang sesuai harapan. Hal tersebut
tampak dari tabel sebagai berikut: Saran
Rekapitulasi Hasil Observasi Anak Bagi Guru TK, Hasil prestasi belajar
dalam Mengurutkan Bilangan 1-10 anak didik yang telah dicapai dalam
Dengan Menggunakan Media Pohon penelitian ini hendaknya tetap diperhatikan
Hitung bahkan ditingkatkan. Bagi anak, Anak
Siklus I-II
belajar membilang dan mengurutkan
Nilai lambang bilangan dengan teknik yang
Perkembang beragam dan media yang cukup
Persentase bervariasi, untuk meningkatkan
an
No Siklus Ketuntas
Anak Didik kemampuan kognitif anak Bagi Lembaga
Belajar
* * * * Pendidikan, Sekolah dapat memfasilitasi
2 2 3 4 pembelajaran, menyelenggarakan pelatihan
url : ojs.unpkediri.ac.id 77
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

dan ketrampilan bagi para pendidik serta Pengembangan Kognitif TK


mensosialisasikan media pembelajaran Bermain Bilangan. Jakarta :
yang murah, aman dan tahan lama. Kementrian Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
DAFTAR PUSTAKA
Fridani, Lara dkk, 2010. Evaluasi
Aisyah, S.,dkk. 2008. Perkembangan dan
Perkembangan Anak Usia Dini,
Konsep Dasar Pendidikan Anak
Jakarta : Universitas Terbuka.
Usia Dini. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Sujiono,Yuliani, 2006, Metode
Pengembangan Kognitif, Jakarta :
Arikunto, Suharmini, (2005), Dasar -
Universitas Terbuka.
Dasar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta; Bumi Aksara.
Wardhani, IGAK dan Wihardi, K 2002,
Penelitan Tindakan Kelas, Jakarta :
Depdiknas Tahun 2005 Kurikulum 2004.
Universitas Terbuka.
Standart Kompetensi Taman
Kanak-Kanak dan RA. Jakarta :
Waseso, Iksan dkk, 2007. Evaluasi
Dirjen Pendidikan Dasar dan
pembelajaran TK. Jakarta :
Menengah.
Universitas Terbuka.
Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran
Zaman, Badru dkk, 2007. Media dan
Permainan Berhitung Permulaan
Sumber Belajar TK, Jakarta :
di Taman Kanak-Kanak. Jakarta.
Universitas Terbuka.
Direktorat Pembinaan TK dan SD, 2010,
Pedoman Pembelajaran Bidang

78 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Peningkatan Kemampuan Mendeskripsikan Sifat–sifat Magnet dengan


Pendekatan Scientific Siswa Kelas V SDN Balowerti I Kota Kediri
Tahun Pelajaran 2015 / 2016
Endang Sumariati
Dinas Pendidikan Kota Kediri
SDN Balowerti I
Kecamatan Kota – Kota Kediri

Abstrak
Hasil belajar siswa pada pembelajaran mendeskripsikan sifat – sifat
magnet menunjukkan bahwa 51 % siswa mendapatkan nilai dibawah KKM.
Dari hasil itulah penulis mengadakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini
bertujuan untuk memperbaiki KBM dan meningkatkan hasil belajar siswa
dengan menggunakan pendekatan scientific. Sasaran perbaikan pembelajaran
ini adalah siswa kelas V SDN Balowerti I Kediri yang berjumlah 37 siswa.
Data diperoleh melalui observasi selama proses KBM dan tes untuk
mengukur hasil belajar siswa.Selama siklus I dan II telah terjadi peningkatan
baik keaktifan siswa maupun hasil belajar siswa. Rata – rata hasil belajar
siswa setelah pembelajaran awal adalah 66,47; 51 % belum tuntas; 49 %
tuntas. Hasil siklus I nilai rata – rata menjadi 76,35; 24% belum tuntas; 76 %
tuntas. Sedangkan hasil siklus II nilai rata – rata meningkat menjadi 82,03;
11% belum tuntas; dan 89% tuntas.Jadi dengan pendekatan scientific dalam
pembelajaran mendeskripsikan sifat – sifat magnet dapat membantu
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa serta dapat membantu
memperbaiki cara mengajar guru selama melaksanakan KBM di SDN
Balowerti I Kediri.

Kata Kunci: kemampuan mendeskripsikan, sifat magnet, scientific.


melalui teknik tes pada pembelajaran ini
PENDAHULUAN tidak memuaskan. Rata-rata nilai siswa
Pada pembelajaran yang dilakukan hanya 66; 51 % siswa yang nilainya
guru, pendekatan, metode, dan media dibawah KKM (KKM 75); 19 siswa dari 37
sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. siswa yang belum tuntas untuk materi
Guru harus mampu menciptakan mendeskripsikan sifat – sifat magnet. Oleh
pembelajaran yang menarik dan karena itu guru merumuskan rencana
menyenangkan agar siswa dapat memahami perbaikan pembelajaran dengan
apa yang telah disampaikan guru tanpa menggunakan pendekatan scientific.
merasa ”terbebani” sehingga bisa diperoleh Dengan pendekatan ini diharapkan siswa
hasil belajar siswa yang maksimal. tertarik pada pembelajaran, siswa aktif
Pada pembelajaran menemukan konsepnya sendiri dan pada
mendeskripsikan ciri-ciri magnet yang akhirnya hasil belajar siswa meningkat.
dilakukan hanya dengan metode ceramah Dari hasil pengamatan dan evaluasi
dan penugasan saja kurang untuk guru pada pembelajaran mendeskripsikan
memperoleh hasil belajar yang maksimal. ciri-ciri magnet, dapat diketahui bahwa
Terbukti hasil belajar anak yang diperoleh selama pembelajaran siswa pasif, hanya

url : ojs.unpkediri.ac.id 79
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

menjadi pendengar, pengalaman berikutnya 4. Apabila Kutub yang sejenis / senama


yang didapat siswa dalam pembelajaran didekatkan satu sama lain maka
adalah mengerjakan tugas-tugas dari guru mereka akan tolak menolak, namun
setelah guru selesai memberi penjelasan. apabila kutub yang berbeda
Pengalaman belajar seperti ini didekatkan satu sama lain maka
mengahasilkan nilai rata-rata evaluasi mereka akan tarik menarik
pembelajaran yang rendah, karena guru 5. Medan magnet akan membentuk gaya
hanya mentransfer pengetahuan saja. Siswa magnet. Semakin dekat benda dengan
hanya diberi tahu, tanpa mencari tahu dulu. magnet, medan magnetnya semakin
Berdasarkan kondisi diatas rapat, sehingga gaya magnetnya akan
permasalahan yang dapat diidentifikasi semakin besar. Demikian pula
adalah: sebaliknya.
1. Pembelajaran belum menggunakan 6. Sifat Kemagnetan dapat hilang atau
pendekatan yang sesuai. melemah karena bebarapa penyebab,
2. Siswa belum terlibat aktif dalam contohnya apabila terus menerus
pembelajaran. jatuh, terbakar, dan sebagainya.
3. Hasil belajar siswa masih banyak yang Benda Berdasarkan Sifat
dibawah KKM dalam pembelajaran I P Kemagnetannya
A yang diukur dengan tes pada akhir Berdasarkan kemagnetannya benda
pembelajaran. dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :
Penelitan ini bertujuan meningkatkan 1) Benda Magnetik (Feromagnetik)
prestasi hasil belajar siswa dalam Feromagnetik adalah benda yang dapat
pembelajaran mendeskripsikan sifat-sifat ditarik dengan kuat oleh magnet.
magnet di Kelas V SDN Balowerti I Contoh benda ini adalah besi, baja,
Kediri. nikel, dan lain-lain.
2) Benda Non Magnetik
KAJIAN PUSTAKA Benda ini terbagi lagi menjadi dua
Sifat Magnet kelompok, yaitu :
1. Magnet hanya dapat menarik benda – a) Paramagnetik, yaitu benda yang
benda tertentu dalam jangkauannya, dapat ditarik dengan lemah oleh
artinya tidak semua benda dapat magnet, contohnya alumunium,
ditarik. Contoh logam yang dapat tembaga, kromium, dan lain-lain.
ditarik oleh magnet yaitu besi, baja, b) Diamagnetik, yaitu benda menolak
kobalt, dan nikel. magnet, artinya benda ini tidak
2. Gaya Magnet dapat menembus benda, dapat ditarik oleh magnet,
semakin kuat gaya magnet maka contohnya emas, seng, merkuri,
semakin tebal pula benda yang dapat kayu, dan lain-lain.
ditembus oleh gaya tersebut. Benda Pendekatan Scientific
yang bening dan tipis dapat ditembus Pembelajaran dengan pendekatan
oleh gaya tarik magnet, misalnya saintifik adalah proses pembelajaran yang
plastik, kertas, kaca, dan kain. dirancang sedemikian rupa agar peserta
3. Magnet mempunyai dua kutub, yaitu didik secara aktif mengonstruk konsep,
Kutub Utara dan Kutub Selatan. hukum atau prinsip melalui tahapan-

80 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

tahapan mengamati (untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi


mengidentifikasi atau menemukan siswa.
masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, METODE PENELITIAN
mengumpulkan data dengan berbagai Subjek dan Tempat Penelitian
teknik, menganalisis data, menarik Sebagai subjek penelitian ini adalah
kesimpulan dan mengomunikasikan siswa Kelas V tahun pelajaran 2015/2016
konsep, hukum atau prinsip yang dengan jumlah siswa 37 anak , terdiri dari
“ditemukan”. Pendekatan saintifik 13 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan.
dimaksudkan untuk memberikan Penelitian ini dilakukan di SDN Balowerti
pemahaman kepada peserta didik dalam I, Kecamatan Kota, Kota Kediri, pada
mengenal, memahami berbagai materi pembelajaran Tema 7 Sub Tema 1
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa pembelajaran 1.
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan Teknik Pengumpulan Data
saja, tidak bergantung pada informasi a. Tes : digunakan untuk mendapatkan
searah dari guru. Oleh karena itu kondisi data tentang hasil belajar siswa.
pembelajaran yang diharapkan tercipta b. Observasi : digunakan untuk
diarahkan untuk mendorong peserta didik mengumpulkan data tentang partisipasi
dalam mencari tahu dari berbagai sumber siswa dan guru dalam pembelajaran
melalui observasi, dan bukan hanya diberi mendeskripsikan sifat – sifat magnet
tahu. dengan menggunakan pendekatan
Penerapan pendekatan saintifik scientific.
dalam pembelajaran melibatkan c. Diskusi guru dengan teman sejawat
keterampilan proses seperti mengamati, untuk merefleksi hasil perbaikan
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, pembelajaran.
menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam Analisa data
melaksanakan proses-proses tersebut, 1. Hasil Belajar : dengan menganalisis
bantuan guru diperlukan. Akan tetapi rata-rata nilai pada evaluasi akhir.
bantuan guru tersebut harus semakin Kemudian mengkategorikannya dalam
berkurang dengan semakin bertambah klasifikasi kurang, cukup, baik, dan
dewasanya siswa atau semakin tingginya sangat baik.
kelas siswa. 2. Aktifitas atau keterlibatan siswa dalam
Pembelajaran dengan metode pembelajaran perbaikan : dengan
scientifik memiliki karakteristik sebagai menganalisis tingkat keterlibatan siswa
berikut: dalam proses pembelajaran perbaikan.
1) berpusat pada siswa. Kemudian mengkategorikannya dalam
2) melibatkan keterampilan proses sains klasifikasi kurang, cukup, baik, dan
dalam mengonstruksi konsep, hukum sangat baik.
atau prinsip. 3. Penerapan rencana perbaikan
3) melibatkan proses-proses kognitif yang pembelajaran mendeskripsikan sifat –
potensial dalam merangsang sifat magnet dengan menggunakan
perkembangan intelek, khususnya pendekatan scientific : dengan
menganalisis tingkat keberhasilan

url : ojs.unpkediri.ac.id 81
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

perbaikan pembelajaran. Kemudian c. Menentukan metode yang digunakan


mengkategorikannya dalam klasifikasi dalam pembelajaran.
kurang, cukup, baik, dan sangat baik. (Ceramah, tanya jawab, penugasan, dan
demonstrasi)
HASIL DAN PEMBAHASAN d. Membuat Lembar Kegiatan Siswa.
Refleksi Awal e. Membuat instrumen yang akan
Setelah pembelajaran tentang digunakan dalam siklus perbaikan
mendeskripsikan sifat – sifat magnet, pembelajaran.
diperoleh hasil belajar siswa yang kurang f. Menyusun soal evaluasi perbaikan
memuaskan. Hal tersebut terjadi karena pembelajaran.
setelah diadakan diskusi dengan teman
sejawat ternyata ditemukan berbagai Pelaksanaan
kekurangan yang terjadi selama a. Membagi kelas menjadi 4 kelompok.
pembelajaran berlangsung, seperti : b. Memberikan penjelasan tentang kegiatan
a) Penjelasan guru terlalu abstrak; yang akan dilakukan.
b) Guru yang mendominasi kegiatan c. Membagi Lembar Kegiatan Siswa ( LKS
pembelajaran sehingga siswa menjadi ).
pasif; d. Memberi pengarahan dalam melakukan
c) Kurangnya pemanfaatan media dalam kegiatan pada LKS.
pembelajaran; e. Mengkomunikasikan hasil kerja
d) Metode kurang menarik sehingga kelompok.
terkesan monoton. f. Membahas hasil kerja kelompok.
Atas dasar analisa data tersebut, g. Membuat pertanyaan untuk kelompok
maka diadakan perbaikan yaitu : lain.
a) Penjelasan yang terlalu abstrak h. Memberikan kesempatan kepada siswa
diubah menjadi yang lebih konkret, untuk memberikan tanggapan atas
yaitu dengan benda aslinya jawaban temannya.
b) Siswa dilibatkan secara aktif dalam i. Penguatan dan simpulan bersama.
kegiatan pembelajaran Pada awal siklus pertama
c) Menggunakan berbagai media pelaksanaan perbaikan pembelajaran sudah
pembelajaran sesuai dengan rencana. Tetapi kemudian
d) Menggunakan berbagai metode ditemui beberapa kendala antara lain:
pembelajaran a. Siswa belum terlibat secara aktif
bekerjasama dalam kelompok.
Siklus I b. Siswa menjadi kurang aktif saat kegiatan
Perencanaan demonstrasi.
a. Membuat rencana perbaikan c. Semua siswa ingin menjawab pada saat
pembelajaran berdasarkan refleksi awal diadakan tanya jawab untuk soal yang
pada pembelajaran mendeskripsikan mudah, tetapi tidak ada yang mau
sifat – sifat magnet yang sebelumnya menjawab untuk soal yang tingkat
kurang berhasil. kesulitannya cukup tinggi (pertanyaan
b. Menentukan media yang akan digunakan menalar).
pada perbaikan pembelajaran.

82 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Pada akhir siklus pertama dari hasil j. Memberikan permainan pada saat
pegamatan guru dan kolaborasi dengan pembelajaran.
teman sejawat dapat disimpulkan : k. Memberi penguatan dan penghargaan.
a. Siswa mulai terbiasa dengan kondisi
belajar kelompok. Pelaksanaan
b. Yang dipelajari siswa tidak lagi bersifat a. Membagi kelas menjadi 7 kelompok.
abstrak tetapi sudah konkret. b. Mengumpulkan informasi dari siswa
Refleksi tentang pemahamannya dari
Dari hasil siklus I, sudah ada pembelajaran pada siklus 1.
peningkatan tetapi masih sangat kecil dan c. Memberi kesempatan siswa untuk
belum sesuai dengan target keberhasilan mengajukan pertanyaan kepada guru.
pembelajaran yang direncanakan oleh guru. d. Membagi Lembar Kegiatan Siswa ( LKS
Oleh karena itu guru merencanakan ).
perbaikan pembelajaran mendeskripsikan e. Memberi pengarahan dalam melakukan
sifat – sifat magnet dengan menggunakan kegiatan sesuai LKS.
pendekatan scientific pada siklus II. f. Melakukan kegiatan eksperimen.
g. Penyampaian hasil pekerjaan kelompok.
Siklus II h. Memberikan kesempatan kepada
Perencanaan kelompok lain untuk memberikan
a. Membuat rencana perbaikan tanggapan atas hasil pekerjaan kelompok
pembelajaran siklus II berdasarkan tersebut.
refleksi pada perbaikan pembelajaran i. Membahas hasil kerja kelompok.
siklus I. j. Memberikan permainan berupa tepuk
b. Menentukan media yang akan digunakan benda magnetis dan non magnetis.
dalam perbaikan pembelajaran siklus II k. Penguatan dan simpulan bersama.
c. Menentukan metode yang lebih l. Merayakan akhir pembelajaran dengan
bervariasi lagi dalam perbaikan menyanyikan sebuah lagu.
pembelajaran siklus II Refleksi
d. Mengurangi kuantitas metode ceramah a. Pelaksanaan pembelajaran berjalan
dengan memberi kesempatan yang lebih sesuai rencana perbaikan pembelajaran
banyak kepada siswa untuk melakukan yang dibuat guru. Tugas yang diberikan
setiap kegiatan pembelajaran. guru kepada kelompok mampu
e. Membuat Lembar Kerja Siswa. diselesaikan dengan baik dan tepat
f. Memberi motivasi kepada kelompok waktu. Siswa dalam satu kelompok telah
untuk lebih aktif dalam pembelajaran. menunjukkan sikap saling bekerja sama
g. Lebih intensif dalam membimbing siswa untuk dalam melakukan eksperimen.
yang mengalami kesulitan dalam b. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa
melakukan eksperimen.. pada pembelajaran mendeskripsikan
h. Membuat instrumen yang akan sifat–sifat magnet karena guru
digunakan dalam siklus perbaikan memberikan pengalaman langsung
pembelajaran. kepada siswa.
i. Menyusun alat evaluasi pembelajaran
perbaikan.

url : ojs.unpkediri.ac.id 83
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Perbedaan Siklus I dan Siklus II Nilai Nilai


Nilai pada pada
Dalam prosesnya ada beberapa perbedaan No Nama Siswa
Awal siklus siklus
pada siklus I dan siklus II. I II
a) Pada siklus I ada 4 kelompok, tiap 1 Bagus Puji Satrio 30 50 60
Adzha Novadila
kelompok ada 9 siswa. 2
Rahima 20 50 60
Pada siklus II ada 7 kelompok, tiap 3 Afdhollul Zacky 50 70 75
kelompok ada 5 siswa. 4 Agista Noor Azizah 80 90 100
5 Alfarrell Satriawan 75 85 90
Jumlah anggota kelompok diperkecil Alfina Rendra
agar siswa menjadi lebih aktif. 6
Fonseca 50 70 75
b) Pada siklus II menggunakan media yang 7 Anindya Larisa Putri 70 80 80
8 Anita Tri Wulandari 60 75 75
lebih banyak. 9 Aulia Yunia Wati 80 90 100
c) Pada siklus I metode yang digunakan Ceviano
10
ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Chuswidyaramzi 50 70 75
11 Dara Ayu Valen 70 80 80
Sedangkan pada siklus II metode yang 12 Dwi Mustika Putri 60 75 75
digunakan ceramah, tanya jawab, Farhan Rizal
13
penugasan, diskusi kelompok, dan Purwono 70 80 80
14 Febrita Valensia 75 80 80
eksperimen. Halfian Alaudin
15
d) Pada siklus I menggunakan metode Rafsanjani 75 85 90
demonstrasi (kegiatan diperagakan Jhofanni Alexander
16
Nillson 70 80 80
guru). Sedangkan pada siklus II Jovanca Naisyla
17
menggunakan metode eksperimen (tiap Windy 40 70 90
kelompok melakukan percobaan sendiri 18 Laila Amalia Putri 80 90 90
19 M. Farel Al Syifa 70 80 80
). 20 M. Davit Prasetyo 80 90 100
e) Pada siklus II guru memberikan 21 M. Amar Ma'ruf 80 90 100
permainan, sehingga siswa merasa M. Daiva Nur
22
Adiseno 75 80 90
senang. Najwa Berliana
23
Perbedaan Hasil Siklus I dan Siklus II Dwiarum 50 50 60
Nauzwa Aurura
Keaktifan Siswa Siklus I Siklus II 24
Angelica 75 75 80
Sangat baik 4 siswa / 11 siswa / 30 Nayla Fadia
11 % % 25
Novariskaputri 50 60 75
Baik 4 siswa / 12 siswa / 32 Raditya Zakarya
11 % % 26
Priyatama 75 75 80
Cukup 10 siswa / 27 10 siswa / 27 27 Rafifah Hana Nisrina 75 80 80
% % Rayhan Agung
Kurang 19 siswa / 51 4 siswa / 11 28
Kurniawan 80 90 100
% % Risanthatia Isti
29
Kumairoh 70 75 80
30 Septia Natasya Sahira 75 80 90
Hasil Belajar Siklus I Siklus II
31 Shafania Aulia 80 80 90
Belum tuntas 9 siswa / 24 4 siswa / 11
% % 32 Shinta Mia Meilana 75 80 80
Tuntas 28 siswa / 76 33 siswa / 89 33 Sukma Amellia 80 85 100
% % 34 Syafa Ardha Qischil 75 75 85
Tahta Alfina
35
Zazilatunadia 70 80 80
REKAPITULASI HASIL BELAJAR 36 Tania Septa Aurelia 70 75 75
Vellyne Dwi
37
SISWA KELAS V Krisnandriani 50 60 80
Rata – Rata 66,47 76,35 82,03

84 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Nilai Tertinggi 80 90 100 Irene MJA, dkk.2014. Bupena 5g Tema


Nilai Terendah 20 50 60 Sejarah Peradaban Indonesia.
Jakarta : Erlangga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Sudadi, Imam. 2016. Desain Pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian Jakarta : Kemendikbud.
perbaikan pembelajaran dari siklus I dan Sunardi, dkk. 2016. Teori Belajar. Jakarta :
siklus II ini dapat diambil simpulan bahwa Kemendikbud.
penggunaan pendekatan scientific dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam Suparno, Moh. Yunus, 2007. Ketrampilan
pembelajaran mendeskripsikan sifat – sifat Dasar Menulis. Jakarta : Pusat
magnet. Penerbitan UT.
Saran
Wardani, I GAK. 2007. Penelitian
Telah terbukti penggunaan Tindakan Kelas. Jakarta : Pusat
pendekatan scientific dapat meningkatkan Penerbitan UT.
hasil belajar siswa pada materi
mendeskripsikan sifat – sifat magnet, maka Winataputra, S. Udin. 2007. Teori Belajar
penulis menyarankan hal-hal sebagai dan Pembelajaran. Jakarta : Pusat
berikut : Penerbitan UT.
1. Melakukan Penelitian Tindakan Kelas
untuk memperbaiki pembelajaran yang
belum berhasil.
2. Guru dapat memilih media dan metode
yang tepat untuk meningkatkan hasil
belajar siswanya.
3. Pada umumnya guru mengalami
kesulitan dalam membuat karya tulis
ilmiah, termasuk membuat laporan
penelitian. Oleh karena itu pihak sekolah
khususnya dan Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten pada umumnya harus
memfasilitasi para guru untuk mengikuti
pelatihan – pelatihan tentang penulisan
karya ilmiah. Sehingga guru akan
semakin terlatih dan terampil dalam
membuat KTI.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian


Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi
Aksara.

url : ojs.unpkediri.ac.id 85
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Media LASERIN dalam Meningkatkan Hasil Belajar


Sejarah Penjajahan Belanda Di Indonesia

Lilis Khoirulina
SDN Dermo I Kota Kediri
liliszain2008@gmail.com

Abstrak
Pembelajaran IPS di sekolah dasar memiliki beberapa permasalahan,
di antaranya penggunaan media dan metode yang masih bersifat konvensional
serta cenderung monoton, menyampaikan materi dengan menggunakan
metode ceramah, kemudian memberikan tugas. Siswa tidak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran dan cenderung hanya duduk, diam,
mendengarkan, kurang aktif, kurang memiliki perhatian terhadap materi yang
disampaikan guru, enggan untuk bertanya kepada guru meskipun belum
memahami materi yang diajarkan dan suasana pembelajaran kurang
menyenangkan, sehingga juga berdampak pada hasil belajar yang diperoleh
siswa rendah karena materi pelajaran tidak dikuasai sepenuhnya oleh
siswa.Penggunaan media LASERIN pada materi Sejarah Penjajahan
Belanda di Indonesia pada Siswa Kelas V SDN Dermo I Kota Kediri Tahun
Pelajaran 2014/ 2015 menerapkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAKEM) yang merangsang siswa aktif dan terlibat langsung
dalam kegiatan pembelajaran dan termotivasi dengan sendirinya untuk
belajar karena mereka merasa senang dan menemukan materi dengan cara
memahami syair LASERIN dan dapat memahami keruntutan materi
pembelajaran sejarah.Hasil belajar siswa dengan menggunakan media
LASERIN meningkat. Penilaian hasil belajar pada pertemuan kedua sebesar
63,83% dan pertemuan keempat meningkat kembali menjadi 89,37 %. Hasil
di atas menunjukkan perlunya media/ alat yang membantu peserta didik untuk
menangkap pesan atau tujuan dari proses pembelajaran.

Kata kunci: Media LASERIN, Hasil Belajar.

masyarakat dalam memasuki kehidupan


PENDAHULUAN
bermasyarakat yang dinamis.
Ilmu Pengetahuan Sosial menurut Kenyataan di lapangan,
Saidiharjo (dalam Hidayati, 2008:7) pembelajaran IPS dilakukan dengan
merupakan hasil kombinasi atau hasil menggunakan media dan metode yang
perpaduan dari sejumlah mata pelajaran masih bersifat konvensional dan cenderung
seperti geografi, ekonomi, sejarah, monoton. Guru hanya menyampaikan
sosiologi, antropologi, dan politik. Melalui materi dengan menggunakan metode
mata pelajaran IPS siswa diarahkan untuk ceramah, melakukan tanya jawab,
dapat menjadi warga negara Indonesia kemudian memberikan tugas. Siswa tidak
Oleh karena itu dalam terlibat langsung dalam proses
membelajarkan mata pelajaran IPS harus pembelajaran dan cenderung hanya duduk,
dirancang sedemikian rupa sehingga diam, mendengarkan, kurang aktif, kurang
mampu mengembangkan pengetahuan, memiliki perhatian terhadap materi yang
pemahaman, dan kemampuan analisis pada disampaikan guru, enggan untuk bertanya
diri siswa terhadap kondisi sosial kepada guru meskipun belum memahami

86 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

materi yang diajarkan dan suasana Sejarah Indonesia). Penggunaan media


pembelajaran kurang menyenangkan, akan ini akan merangsang ketertarikan
sehingga juga berdampak pada hasil belajar siswa untuk belajara karena mereka akan
yang diperoleh siswa rendah karena materi merasa senang belajar sambil bernyanyi.
pelajaran tidak dikuasai sepenuhnya oleh Selain itu, media LASERIN dapat
siswa merangsang otak kanan siswa ketika
Hasil analisa peneliti, rendahnya mereka sedang berkonsentrasi pada
hasil belajar siswa tersebut dikarenakan aktivitas otak kiri. Hal ini tentunya dapat
pembelajaran yang disampaikan guru tidak menumbuhkan rasa ingin tahu dan dapat
melibatkan siswa secara aktif dan tidak memotivasi siswa dalam belajar. Dengan
menggunakan media yang menyenangkan metode ini diharapkan siswa dapat berperan
bagi siswa. Apabila pembelajaran yang aktif dalam pembelajaran sehingga hasil
dilakukan menyenangkan, maka siswa akan belajar siswa pun meningkat.
tertarik untuk serius mengikuti Tujuan Penelitian ini untuk
pembelajaran dan materi pelajaran akan mengetahui apakah media LASERIN dapat
tertanam dengan baik dalam ingatan meningkatkan hasil belajar siswa materi
mereka, sehingga dalam pembelajaran sejarah penjajahan Belanda di Indonesia
diperlukan suatu media yang mampu pada siswa kelas V SDN Dermo I Kota
menciptakan pembelajaran yang PAIKEM Kediri Tahun Pelajaran 2014/ 2015.
(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan). Penerapan METODE PENELITIAN
PAIKEM dilandasi oleh falsafah Penelitian ini menggunakan
konstruktivisme yang menekankan agar pendekatan penelitian kualitatif. Jenis
peserta didik mampu mengintegrasikan penelitian yang digunakan adalah penelitian
gagasan baru dengan gagasan atau tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas
pengetahuan awal yang telah dimilikinya, (PTK) menurut Suharsimi Arikunto
sehingga mereka mampu membangun merupakansuatu pencermatan terhadap
makna bagi fenomena yang berbeda. kegiatan belajar berupa sebuah tindakan,
Falsafah pragmatisme yang berorientasi yang sengaja dimunculkan dan terjadi
pada tercapainya tujuan secara mudah dan dalam sebuah kelas secara bersamaan
langsung juga menjadi landasan PAIKEM, (Arikunto 2008:3)
sehingga dalam pembelajaran peserta didik Peneliti bekerjasama dengan teman
selalu menjadi subjek aktif sedangkan guru (guru lain) dalam pelaksanaan penelitian.
menjadi fasilitator dan pembimbing belajar Peneliti berperan aktif dalam penelitian
mereka. mulai dari perencanaan penelitian hingga
Menerapkan pembelajaran aktif, berakhirnya penelitian. Selain itu peneliti
kreatif, efektif dan menyenangkan sendiri yang menentukan permasalahan
(PAKEM) yang memungkinkan anak penelitian, merancang rencana pelaksanaan
mengerjakan kegiatan yang beragam untuk pembelajaran, dan membuat instrumen
mengembangakan ketrampilan, sikap dan penelitian karena peneliti sendirilah yang
pemahaman dengan penekanan belajar merupakan guru kelasnya. Teman guru
sambil bekerja, sementara guru berperan sebagai observer selama proses
menggunakan berbagai sember dan alat pembelajaran berlangsung.
bantu belajar termasuk pemanfaatan Penelitian ini dilaksankan di SDN
lingkungan supaya pembelajaran lebih Dermo I yang beralamatkan di jalan
menarik, menyenangkan dan efektif. Merbabu Gg. V No. 05 Kota Kediri. Waktu
Guna mengatasi masalah tersebut, /jadwal Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
penulis merancang pembelajaran dengan ini mulai dilaksanakan tanggal 5 Januari s.d
menggunakan media LASERIN (Lagu 30 Maret 2015.

url : ojs.unpkediri.ac.id 87
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Subyek penelitian Siswa kelas 5 melaksanakan penelitian, yakni dari


SDN Dermo I Kota Kediri Tahun pelajaran observasi, tes, dan dokumentasi. Data
2014/2015. Siswa berjumlah 47 orang yang tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah.
terdiri dari laki-laki 24 dan perempuan 23. a. Pengolahan data hasil tes
Teknik pengukuran data Data hasil tes diperoleh dari
Data pada penelitian ini diukur skor hasil tes akhir pembelajaran.
dengan menggunakan bantuan instrument
Dimana data hasil tes ini digunakan
penelitian. Dalam penelitian ini instrument
yang digunakan berupa: untuk mengetahui ketuntasan belajar
a. Soal Tes secara perorangan maupun klasikal.
Tes adalah salah satu alat ukur Prosentase tingkat keberhasilan
pembelajaran dalam aspek kognitif belajar siswa secara perorangan dapat
yang digunakan untuk melihat dihitung menggunakan rumus:
keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Melalui tes dapat
diketahui perkembangan peningkatan
Keterangan:
hasil belajar siswa materi sejarah
B : jumlah soal yang
perjuangan para tokoh pada masa
dijawab benar
penjajahan Belanda.
b : bobot setiap soal
Soal tes digunakan untuk
Si : skor ideal (skor yang
mengetahui hasil belajar siswa tentang
mungkin dicapai jika senua soal dapat
materi sejarah perjuangan para tokoh
dijawab dengan benar)
pada masa penjajahan Belanda. Tes
Sedangkan tingkat keberhasilan
diberikan di akhir pembelajaran untuk
siswa secara klasikal dapat dihitung
mengetahui hasil belajar siswa secara
dengan menggunakan rumus:
individu dalam bentuk tes obyektif
maupun subyektif.
b. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan Keterangan
observer sebagai pedoman pengamatan P : persentase tingkat
penelitian tindakan kelas yang keberhasilan belajar siswa secara
dilakukan oleh peneliti. Pedoman keseluruhan
observasi tersebut yakni pedoman N : jumlah siswa yang
observasi keterlaksanaan pembelajaran mendapat skor nilai diatas 70
menggunakan media LASERIN. Js : jumlah seluruh siswa
Analisis data dilakukan secara Untuk mengetahui perolehan
diskriptif kualitatif . Analisis deskripitif nilai rata-rata seluruh siswa, digunakan
kualitatif yaitu metode penelitian yang rumus:
bersifat menggambarkan kenyataan atau
fakta yang diperoleh saat pelaksanaan
penelitian. Pelaksanaan analisis data
dilakukan melalui kolaborasi antara peneliti
Keterangan:
bersama teman guru.
Analisis data dimulai dengan x : nilai rata-rata
menelaah seluruh data yang tersedia dari ∑x : jumlah skor keseluruhan
berbagai sumber selama peneliti
88 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

N : jumlah siswa (Sudjana, Rubrik Penilaian


2010:109) Krite Baik (3) Cukup (2) Kurang
b. Pengolahan Data pada Pedoman ria (1)
observasi
Lafal Pengucapa Pengucapan Pengucapa
Pengolahan skor hasil observasi
n syair syair lagu ada n syair
aktivitas siswa selama pembelajaran
lagu tepat yang kurang lagu ada
berlangsung dapat dihitung
oleh tepat pada yang tidak
berdasarkan rumus:
semua beberapa tepat pada
angggota anggota beberapa
kelompok kelompok anggota
Keterangan: kelompok
N : nilai yang
diperoleh guru Intona Lagu Lagu Lagu
Skor perolehan : skor yang diperoleh si dinyanyik dinyanyikan banyak
dari sejumlah indikator yang an dengan dengan benar yang
muncul/ benar sebagian dinyanyik
nampak dalam observasi sampai anggota an dengan
Skor maksimal : jumlah skor selesai kelompok salah
keseluruhan dari indikator yang oleh beberapa
ditetapkan. semua anggota
(Sudjana, 2010: 133) anggota kelompok
kelompok
HASIL DAN PEMBAHASAN Keko lagu Lagu Banyak
Siklus 1 mpak dinyanyik dinyanyikan anggota
Pengamatan dan penilaian terhadap an an dengan oleh sebagian kelompok
pelaksanaan pembelajaran oleh guru anggota yang tidak
lengkap
dilakukan dengan mengisi lembar penilaian kelompok menyanyi
proses keterlaksanaan pembelajaran oleh bersama Dan hanya kan lagu
guru. Keterlaksanaan pembelajaran oleh anggota sebagian dan tidak
guru sebagai berikut. kelompok anggota yang ikut
Tabel Hasil Penilaian Proses semua ikut bekerja bekerja
Pembelajaran anggota sama dalam sama
bekerja membuat dalam
Indikator Penilaian sebagian membuat
Nama sama
keko rangkuman rangkuma
No kelomp Lafa Into Nilai dalam
mpak saja n
ok l nasi membuat
an
1. I 2 2 3 78 rangkuma
2. II 2 2 3 78 n
3. III 2 2 3 78
4. IV 2 1 2 55 Catatan :
5. V 2 2 3 78
6. VI 2 1 3 67 Skor maksimal= 9
7. VII 2 3 3 89 Konversi nilai = x 100 atau
8. VIII 2 2 1 55 Penilaian : total nilai x 10

url : ojs.unpkediri.ac.id 89
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

9 Tahap Prosentase
Pelaksanaan Ketuntasan (%)

Pra Tindakan 48.94%

Siklus I 63,83%
Tabel tersebut menunjukkan hasil Peningkatan 14,89%
penilaian pedoman observasi
keterlaksanaan pembelajaran menggunakan
media LASERIN yang dilakukan secara
kelompok adalah sebesar 38,3% yang Tabel di atas menunjukkan
berada di bawah kreteria ketuntasan dan peningkatan prosentase ketuntasan belajar
terdapat 18 orang yang membentuk 3 siswa pada tahap pra tindakan dan siklus I.
kelompok yang masih memperoleh nilai Prosentase ketuntasan belajar siswa pada
proses dibawah kreteria ketuntasan. tahap pra tindakan adalah 48.94%
Kelompok siswa yang memperoleh sedangkan pada silkus I sebesar 63,83%.
ketuntasan sebesar 61,7% Sehingga peningkatan ketuntasan belajar
Hasil belajar siswa diukur melalui sebesar 14,89%.
tes evaluasi yang diberikan setiap akhir Siklus 2
pertemuan pembelajaran. Ketuntasan hasil Seperti pada siklus I, selama
belajar siswa siklus I dapat dilihat pada pembelajaran pada siklus II berlangsung,
tabel berikut: observer menilai keterlaksanaan
Tabel Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pembelajaran dengan media LASERIN,
dimana ada pemanbahan syair di dalamnya
pada Siklus I guna perluasan materi.
Ketuntasan Nilai Jumlah Prosen Tabel Hasil Penilaian Proses
Pembelajaran
Belajar Hasil Siswa tase
Indikator Penilaian
Belajar (%) Nama
No keko
kelom Lafa Into Nilai
. mpa
Tuntas ≥70 30 63,83% pok l nasi
kan
Belajar 1. I 3 3 3 100
Tidak ≤ 69 17 36,17% 2. II 3 3 3 100
Tuntas 3. III 2 3 3 89
Belajar 4. IV 2 3 2 78
5. V 2 3 3 89
6. VI 2 2 3 78
Dari data tersebut diketahui bahwa 7. VII 3 3 3 100
30 siswa dari 47 atau 63,83% siswa kelas V 8. VIII 2 3 2 78
mencapai ketuntasan belajar dengan nilai ≥
70. Sedangkan sebanyak 17 siswa atau
36,17% siswa tidak tuntas belajar. Rubrik Penilaian
Prosentase peningkatan ketuntasan hasil Krite Baik (3) Cukup (2) Kurang
belajar materi sejarah perjuangan para ria (1)
tokoh pada masa penjajahan Belanda siswa
diperoleh dari hasil selisih nilai siswa pada Lafal Pengucapa Pengucapa Penguca
tes pra tindakan dan nilai di siklus I.
n syair n syair pan syair
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Pada Tahap Pra Tindakan dan Siklus I lagu tepat lagu ada lagu ada

90 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

oleh yang yang penilaian pedoman observasi


semua kurang tidak keterlaksanaan pembelajaran dengan media
angggota tepat pada tepat LASERIN yang dilakukan secara kelompok
adalah sebesar 0 % yang berada di bawah
kelompok beberapa pada
kriteria ketuntasan dan keseluruhan
anggota beberapa kelompok memperoleh nilai proses di atas
kelompok anggota kreteria ketuntasan. Terlihat peningkatan
kelompo pembelajaran yang dilakukan oleh guru dari
k pertemuan pertama ke pertemuan kedua.
Keterlaksanaan pembelajaran
Intona Lagu Lagu Lagu dengan media LASERIN mengalami
si dinyanyik dinyanyik banyak peningkatan dari siklus I ke siklus II.
an dengan an dengan yang Peningkatan tersebut seperti table berikut;
benar benar dinyanyi
Tabel Peningkatan Penilaian Hasil
sampai sebagian kan Penilaian Proses Pembelajaran Siklus I
selesai anggota dengan ke Siklus II
oleh kelompok salah Tahap Nilai
semua beberapa Pelaksanaan Pelaksanaan
anggota anggota Pembelajaran
kelompok kelompo Siklus 1 61,7
k Siklus 2 100
Peningkatan 39,3
Keko lagu Lagu Banyak
m dinyanyik dinyanyik anggota Hasil belajar siswa yang diukur
an oleh kelompo melalui tes evaluasi yang diberikan pada
pakan an dengan awal siklus I dan akhir siklus II pada
sebagian k yang
lengkap pertemuan pembelajaran. Ketuntasan hasil
anggota tidak
bersama kelompok menyany belajar siswa siklus II dapat dilihat pada
anggota Dan hanya ikan lagu tabel berikut:
kelompok sebagian dan tidak Tabel Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
semua anggota ikut pada Siklus II
anggota yang ikut bekerja Ketuntasa Nilai Juml Prosenta
bekerja bekerja sama n Hasil ah se (%)
sama dalam Belajar Belajar Siswa
sama
dalam membuat Tuntas ≥70 42 89,37%
dalam membuat rangkum
membuat Belajar
sebagian an
rangkuma rangkuma Tidak ≤ 69 5 10,63%
n n saja Tuntas
Belajar
Catatan :

Skor maksimal= 9 Prosentase ketuntasan hasil belajar


siswa siklus II mencapai 89,37% . Dari data
Konversi nilai = x 100 atau tersebut diketahui bahwa 42 siswa dari 47
Penilaian : total nilai x 10 siswa kelas V mencapai ketuntasan belajar
9 dengan nilai ≥ 70. Sedangkan 5 siswa dari
47 siswa sebesar 10,63% belum mencapai
Tabel di atas menunjukkan hasil
url : ojs.unpkediri.ac.id 91
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

ketuntasan belajar dengan nilai ≤ 69. mengalami peningkatan dari tahap pra
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa tindakan, siklus I, dan siklus II (lampiran
Pada Tahap Pra Tindakan , Siklus I dan nilai). Peningkatan tersebut dikarenakan
siklus II pembelajaran yang menyenangkan dan
Tahap Prosentase siswa mampu membuat siswa semangat
Pelaksanaan Ketuntasan (%) dalam belajar, sehingga mereka berupaya
Pra tindakan memahami materi pelajaran dengan baik.
48.94 Dengan membangun konsep sendiri
siklus I
Siklus I 63,83 (menganalisa materi melalui syair
Siklus II 89,37 LASERIN) maka hasil belajar yang mereka
peroleh melekat kuat diingatannya sehingga
Tabel di atas menunjukkan dapat menancap tajam di otak mereka.
peningkatan prosentase ketuntasan belajar Sebanyak 89,37% siswa
siswa pada tahap pra tindakan pada siklus I, ditanyatakan tuntas belajar sedangkan
dan siklus II. Prosentase ketuntasan belajar 10.63% siswa belum tuntas belajar.
siswa pada tahap pra tindakan sebesar Ketuntasan dan ketidaktuntasan belajar
48.94%, ketuntasan belajar siswa pada siswa tersebut dipengaruhi oleh beberapa
tahap siklus 1 sebesar 63,83%, dan faktor baik faktor internal atau eksternal
meningkat kembali menjadi 89,37 % pada siswa. Faktor internal adalah faktor-faktor
siklus II. yang berada dalam diri anak yang terdiri
1. Pembahasan dari faktor intelekual dan faktor non
Hasil belajar siswa pada materi IPS intelektual. Faktor intelektual terdiri dari
Sejarah perjuangan para tokoh pada masa cara belajar, intelegensi, dan kemampuan
penjajahan Belanda mengalami belajar. Faktor nonintelektual terdiri dari
peningkatan. Peningkatan tersebut dapat motivasi belajar, sikap, perasaan, minat dan
dilihat dari ketuntasan belajar siswa mulai kondisi psikis. Faktor eksternal adalah
kegiatan pra tidakan sampai tindakan pada faktor yang berada di luar diri peserta didik
siklus II adalah sebagai berikut: yang terdiri dari faktor lingkungan dan
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa faktor instrument. Faktor lingkungan
Pada Tahap Pra Tindakan , Siklus I dan meliputi lingkungan alam dan lingkungan
siklus II sosial, sedangkan faktor tahap instrument
Tahap Prosentase meliputi kurikulum, program, sarana dan
prasarana serta guru.
Pelaksanaan Ketuntasan (%)
Pra tindakan 48.94 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Siklus I 63,83 Hasil belajar siswa dengan
menggunakan media LASERIN meningkat.
Siklus II 89,37
Saran
Bagi guru kelas V SDN Dermo I
Tabel di atas menunjukkan Kota Kediri, apabila guru menggunakan
peningkatan prosentase ketuntasan belajar media LASERIN dalam pembelajaran lain
siswa pada tahap pra tindakan, siklus I, dan atau materi lain sebaiknya guru dapat tepat
siklus II. Prosentase ketuntasan belajar menggunakan pemilihan kata agar siswa
siswa pada pra tindakan adalah 48.94% tidak merasa kesulitan dan guru harus lebih
sedangkan pada silkus I sebesar 63,83%, teliti dalam penentuan jenis materi
dan meningkat kembali menjadi 89,37% Bagi peneliti lain, dalam penelitian
pada siklus II. ini kegiatan wawancara dengan siswa
Hasil belajar siswa secara individu belum muncul, sehingga akan lebih baik

92 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

jika penelitian selanjutnya melibatkan siswa Tetapi serakah kemudian menjajah


untuk mengetahui tanggapan mereka Dirikan VOC perkuat kekuasaan
tentang pembelajaran dengan menggunakan 20 Maret 1602 di Ambon
media LASERIN. Dipindah ke Batavia pada masa J. P. Coen
Hak istimewanya tertuang di Octroi
UCAPAN TERIMA KASIH Hak punya tentara dan cetak uang
Penulis menyadari penyelesaian Monopoli dagang perluas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini tidak kekuasaan
terlepas dari bantuan dan masukan berbagai Melakukan perang perdamaian
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan mengadakan perjanjian
ucapan terima kasih kepada pihak – pihak Dengan raja-raja yang dikuasai
yang telah membantu baik secara langsung Cara Belanda menjajah Indonesia
maupun tidak. Politik adu domba devide et impera
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih Kerja paksa kerja rodi
kepada: Tanam paksa cultuurstelsel
1. Kepala Sekolah SDN Dermo I Kota Membuat rakyat sengsara menderita
Tanam paksa mengundang banyak
Kediri yang membimbing dalam
kecaman
penyusunan perangkat dan penerapan Douwes Dekker dalam buku Max
perangkat di lapangan. Havelar
2. Teman-teman Guru SDN Dermo I Kota Politik etis edukasi irigasi
Kediri yang tidak dapat penulis transmigrasi
sebutkan namanya satu per satu. Tetapi untungkan Belanda sendiri
Perlawanan terjadi di banyak daerah
Pattimura Imam Bonjol pemimpinnya
DAFTAR PUSTAKA Si Singamangaraja XII I Gusti Ketut
Arikunto, Suharsimi, 2008, Penelitian Jelantik
Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Diponegoro dan tokoh lainnya
Aksara Pattimura atau Thomas Matulessi
Hidayati, dkk.2008, Pengembangan Lahir di Saparua, Maluku
Pendidikan IPS SD, Direktorat Gigih melawan Belanda karna
Jendaral Pendidikan Tinggi, monopoli dagang
Departemen Pendidikan Nasional Dan adanya pelayaran Hongi
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Tuanku Imam Bonjol atau Peto Syarif
Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Tegakkan syariat Islam di Sumbar
Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya. Tentang Kaum Adat nyeweng Padri Adat
Metodepembelajaran lalu bersatu
khususpai.blogspot.co.id Karena sadar diadu domba Belanda
Teuku Umar Cut Nyak Dien
Lampiran: Teks LASERIN Panglima Polim
Lagu Sejarah Indonesia Tokoh Aceh yang sulitkan Belanda
(LASERIN) Belanda kirim Snouch Hurgronje
Indonesia negeriku tercinta slidiki kekuatan Aceh
Pernah dijajah lima negara Aceh takluk siasat kekerasan
Portugis Spanyol Belanda Inggris Jepang menyeluruh
Derita berabad-abad lamanya Banyak perlawanan dikalahkan Belanda
Belanda tiba di Banten, Indonesia Karena mengandalkan satu pemimpinnya
Pada tahun 1596 Pergerakan tidak kuat jika pemimpin
Dipimpin Cornelis de Houtman ditangkap
tujuan awalnya berdagang
url : ojs.unpkediri.ac.id 93
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Tetapi semangatnya tetap diingat


Budi Utomo 20 Mei 1908
Dan munculnya organisasi yang lain
Cara berjuang berubah lewat
organisasi modern
Disebut era pergeraan nasional
Sarekat Dagang Islam Haji Samanhudi di
Solo
Indische Partij Tiga Serangkai di Bandung
RA Kartini Dewi Sartika tokoh emansipasi
wanita
Sebarkan semangat Indonesia merdeka
Berbagai organisasi adakan kongres
pemuda
Sumpah Pemuda lahir di kongres II
28 Oktober 1928 Indonesia Raya
dikumandangkan
Semakin kuat tujuan raih
kemerdekaan

Yes . . .yes . . . yes, yes . . .!

94 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Lampiran :
FOTO-FOTO KEGIATAN
2. Media LASERIN
1. Pembuatan Media

3. Kegiatan Pembelajaran

url : ojs.unpkediri.ac.id 95
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

4. Publikasi Ilmiah b. Finalis INOBEL 2016

5. Desiminasi dalam INOBEL 2016


a. Workshop INOBEL 2016

96 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Pengaruh Metode Discovery Learning dan Drill serta Motivasi Belajar terhadap Hasil
Belajar Bolavoli siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri

Miftachul Ulum
SMPN 1 Kediri
mulum23@yahoo.com

Abstrak
Berawal dari ketidakpuasan nilai bolavoli yang relative rendah, maka
dikembangkan metode pembelajaran Discovery Learning dan drill serta motivasi
belajar. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: adakah pengaruh antara
metode discovery learning dengan metode drill terhadap hasil belajar bolavoli;
adakah pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar bolavoli; dan adakah
interaksi antara metode Discovery Learning dan metode Drill dengan motivasi
belajar terhadap hasil belajar bolavoli pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri.
Metode penelitian ini adalah metode eksperimen. Sampel 134 siswa (4 kelas) dari
populasi 342 siswa (10 kelas). Teknik pengumpulan data ini dengan angket
motivasi belajar dan tes hasil belajar bolavoli. Teknik analisa data yang digunakan
adalah ANAVA. Hasil analisis data untuk hipotesis pertama ditemukan harga F
sebesar 0,379 dengan nilai signifikansi sebesar 0,539 dan untuk hipotesis kedua
ditemukan harga F sebesar 5,712 dengan nilai signifikansi sebesar 0,018 serta untuk
hipotesis ketiga ditemukan harga F sebesar 4,232 dengan nilai signifikansi 0,042l.
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data, dapat diperoleh kesimpulan:
Tidak ada pengaruh antara metode Discovery learning dengan metode Drill
terhadap hasil belajar Bolavoli; Ada pengaruh motivasi belajar terhadap hasil
belajar Bolavoli; Ada interaksi antara metode Discovery Learning dan metode Drill
dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar Bolavoli.

Kata Kunci: Metode Discovery Learning, Metode Drill, Motivasi, Hasil Belajar

PENDAHULUAN bolavoli menjadi salah satu materi yang


Permainan bolavoli di Indonesia diajarkan dalam pelajaran PJOK. Namun
berkembang sangat pesat di semua lapisan demikian, hasil belajar bolavoli tidak
masyarakat, sehingga timbul klub-klub di sebagus dengan perkembangan bolavoli di
kota besar di seluruh Indonesia masyarakat. Bagi guru hal ini menjadi
(kemendikbud, 2014:20). Di Kota Kediri, menarik untuk dikaji dan ditindaklanjuti.
permainan bolavoli juga berkembang pesat, Untuk itu sebagai seorang guru disamping
banyak klub-klub yang bermunculan. menguasai materi, juga diharapkan dapat
Masyarakat rata-rata sudah mengenal dan menetapkan dan melaksanakan penyajian
bahkan pernah memainkannya. Sekolah- materi yang sesuai kemampuan siswa dan
sekolah hampir setiap tahun mengikuti kesiapan siswa, sehingga menghasilkan
kompetisi bolavoli dalam rangka seleksi penguasaan materi yang optimal bagi siswa.
O2SN. Ini berarti pertanda bolavoli sudah Artinya guru harus bisa memilih metode
dikenal dan memasyarakat pula di kalangan pembelajaran yang tepat dan saat kapan
pelajar. kesiapan siswa utnuk menerima materi
Di SMP Negeri 1 Kediri permainan maka perlu perlu peningkatan motivasi
bola voli sudah dikenal dan bahkan siswa. Dalam masalah ini peneliti ingin
menampung para siswa yang berminat membandingkan tingkat keefektifan
dalam kegiatan ekstra bolavoli. Bahkan metode discovery dan metode Drill serta

url : ojs.unpkediri.ac.id 97
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

pengaruh motivasi belajar terhadap hasil sehingga hasil belajar yang diraihnyapun
belajar bolavoli. dapat optimal.
Metode discovery adalah metode Berdasarkan uraian di atas, maka
pembelajaran yang mengkondisikan siswa perlu dilakukan suatu penelitian yang
untuk terbiasa menemukan, mencari, bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
mendiskusikan sesuatu yang berkaitan bola voli melalui metode pembelajaran
dengan pengajaran (Siadari, 2001:4). discovery learning dan metode drill serta
Dalam metode pembelajaran discovery motivasi belajar siswa. Dalam penelitian ini
siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk peneliti menentukan judul penelitian,
menemukan sedangkan guru berperan “Pengaruh Metode Discovery Learning dan
sebagai pembimbing atau memberikan Drill serta Motivasi Belajar terhadap Hasil
petunjuk cara memecahkan masalah itu. Belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII
Sedangkan metode drill ialah suatu SMPN 1 Kediri”.
teknik yang dapat diartikan sebagai suatu Adapun tujuan penelitian ini adalah:
cara mengajar di mana siswa melaksanakan 1) untuk mengetahui adakah pengaruh
kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa antara metode discovery learning dengan
memiliki ketangkasan atau ketrampilan metode drill terhadap hasil belajar bola voli
yang lebih tinggi dari apa yang telah pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri, 2)
dipelajari (Roestiyah, 2012:125). Ini berarti untuk mengetahui adakah pengaruh
program-program latihan yang sudah motivasi belajar terhadap hasil belajar bola
disiapkan guru harus dilaksanakan selama voli pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri,
dalam pembelajaran untuk meningkatkan dan 3) untuk mengetahui adakah interaksi
ketrampilan yang dimiliki. antara metode Discovery Learning dan
Dalam hal belajar siswa akan berhasil Drill dengan motivasi belajar terhadap hasil
kalau dalam dirinya sendiri ada kemauan belajar bola voli pada siswa kelas VIII
untuk belajar dan keinginan atau dorongan SMPN 1 dan Kediri.
untuk belajar, karena dengan peningkatan
motivasi belajar maka siswa akan tergerak, METODE PENELITIAN
terarahkan sikap dan perilaku siswa dalam Metode penelitian ini adalah
belajar. Guru hendaknya eksperimen dengan menggunakan empat
membangkitkan motivasi belajar siswa kelas sampel penelitian dan teknik
karena tanpa motivasi belajar, hasil belajar pengambilan sampel adalah cluster
yang dicapai akan minimum sekali sampling. Rancangan penelitian ini dapat
(Rochman Natawidjaja dan L.J.Moleong, digambarkan sebagai berikut:
1979:11). Oleh karena itu agar hasil yang Tabel 3.1: Rancangan Penelitian Faktorial
diajarkannya tercapai secara optimal, maka 2x2
seorang guru harus mampu membangkitkan Metode Pembelajaran
motivasi belajar siswa. Sejalan dengan Motivasi (X)
pendapat tersebut, menurut Biggs dan Belajar (A) Metode
Tefler motivasi belajar pada siswa dapat Metode Drill
Discovery
menjadi lemah, lemahnya motivasi atau (X2)
Learning (X1)
tiadanya motivasi belajar akan melemahkan
Motivasi
kegiatan, sehingga mutu hasil belajar akan
Belajar Y1( A1.X1 ) Y2( A1.X2 )
menjadi rendah (Dimyati dan Mudjiono,
Tinggi (A1)
1994). Oleh karena itu, motivasi belajar
pada diri siswa perlu diperkuat terus Motivasi
menerus. Dengan tujuan agar siswa Belajar Y1( A2.X1 ) Y2( A2.X2 )
memiliki motivasi belajar yang kuat, Rendah (A2 )
Keterangan:
A =Motivasi Belajar
98 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

A1 =Motivasi Belajar Tinggi Langkah pertama dalam penelitian ini


A2 =Motivasi Belajar Rendah adalah menguji validitas dan reliabilitas
X =Metode Pembelajaran terhadap soal tes penilaian (rubrik
X1 =Metode Discovery penilaian) dan soal angket.
Learning Karena penelitian ini penelitian
X2 =Metode Drill eksperimental yaitu peneliti memberikan
A1.X1 =Motivasi Belajar Tinggi dua perlakuan, yaitu: (1) mengajar
dengan Metode Discovery Learning. menggunakan metode discovery learning
A1.X2 =Motivasi Belajar Tinggi pada siswa kelas VIII A dan VIII B, dan (2)
dengan Metode Drill mengajar menggunakan metode drill pada
A2.X1 = Motivasi Belajar Rendah siswa kelas VIII E dan VIII G SMPN 1
dengan Metode Discovery Learning Kediri.
A2.X2 = Motivasi Belajar Rendah Setelah kedua perlakuan tersebut
dengan Metode Drill selesai, dilakukan ulangan terhadap sampel
Y1 =Hasil Belajar dengan yang diajar dengan menggunakan metode
Metode Discovery Learning discovery learning dan yang diajar dengan
Y2 =Hasil Belajar dengan menggunakan metode drill. Dari dua jenis
Metode Drill data penilaian yang diperoleh tersebut
Populasi adalah wilayah generalisasi dimasukkan ke dalam tabel hasil belajar
yang terdiri atas obyek/subyek yang siswa untuk memudahkan uji statistiknya.
mempunyai kuantitas dan karakteristik Langkah selanjutnya siswa diberi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk angket motivasi belajar yang hasilnya
dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiono, kemudian dikelompokkan menjadi dua,
2008:35). Di sini yang menjadi populasi yaitu siswa yang memiliki motivasi belajar
adalah semua siswa kelas VIII SMPN 1 tinggi dan siswa yang memiliki motivasi
Kediri. belajar rendah, selanjutnya hasil ini
Sampel adalah sebagian dari jumlah dimasukkan ke dalam tabel motivasi
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. belajar.
Di sini yang menjadi sampel adalah siswa
Teknik Pengumpulan Data
kelas VIII A, VIII D, VIII E dan VIII G
Teknik pengumpulan data adalah
SMPN 1 Kediri. teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
Teknik sampling adalah teknik oleh peneliti untuk mengumpulkan data
cluster sampling sebab populasi dibagi dulu (Riduwan, 2009:97). Pengumpulan data ini
atas kelompok berdasarkan area atau dilakukan dengan:
cluster, lalu beberapa cluster dipilih sebagai 1. Angket motivasi belajar
sampel (Siregar, 2014:59). Oleh karena itu Angket adalah teknik
pengumpulan data melalui formulir-
dari 20 kelas sebagai popuasi ditarik 4
formulir yang berisi pertanyaan-
(empat) kelas sebagai sampel penelitian. pertanyaan yang diajukan secara
Instrumen Penelitian tertulis pada seseorang atau
adalah terdiri atas angket 20 soal dan tes sekumpulan orang untuk
hasil belajar 5 soal tes tulis dan 5 soal tes mendapatkan jawaban dan informasi
unjuk kerja. Semua instrumen dalam yang diperlukan peneliti. Angket ini
penelitian ini diuji validitas dan reliabilitas dilengkapi dengan 5 option jawaban
dengan menggunakan SPSS 21. dan masing-masing option diberi skor
sebagai berikut: Sangat Setuju (SS)
Prosedur Penelitian skor 5, Setuju (S) skor 4, Kurang

url : ojs.unpkediri.ac.id 99
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Setuju (KS) skor 3, Tidak Setuju (TS) Teknik Analisis Data


skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) Teknik analisis data yang digunakan
skor 1. adalah teknik analisis varian dua jalan
Untuk menentukan apakah (ANAVA). Analisis varian dua jalan
motivasi belajar seorang siswa tinggi digunakan untuk menguji hipotesis
atau rendah, maka hasil dari perbandingan lebih dari dua sampel dan
penjumlahan skor yang diperoleh setiap sampel terdiri atas dua jenis atau
seluruh siswa dirata-rata yang lebih secara bersama-sama (Riduwan,
selanjutnya dibandingkan dengan 2009:170). Teknik analisis data dalam
kriteria pada tebel di bawah ini. penelitian ini, adalah:
Tabel 3.4: Kriteria skor angket Motivasi 1. Uji persyaratan hipotesis
Belajar Sebelum data digunakan untuk
Nilai Total pengujian hipotesis, perlu dilakukan
Kriteria
Angket terlebih dahulu uji normalitas dan uji
homogenitas dengan SPSS 21.
Tinggi X ≥ rata-rata
Pengujian untuk masing-masing
Rendah X < rata-rata hipotesis dilakukan setelah data
diketahui berdistribusi normal dan
homogen.
2. Tes hasil belajar a. Uji normalitas
Tes adalah alat penilaian hasil Uji normalitas bertujuan untuk
belajar (Sudjana, 2008:35). Tes ini mengetahui sampel berasal dari
digunakan untuk menilai dan populasi berdistribusi normal
mengukur pengetahuan dan atau tidak. Uji normalitas
ketrampilan hasil belajar bola voli menggunakan Kolmogorov-
sesuai dengan tujuan pendidikan dan Smirnov yang ada pada SPSS
pengajaran. 21 dengan menggunakan taraf
Jenis tes ini meliputi: (1) tes signifikan 0,05.
tulis dalam bentuk lima soal obyektif b. Uji homogenitas
berupa pilihan ganda di mana telah Uji homogenitas digunakan untuk
tersedia alternatif jawaban yang dapat mengetahui apakah kelompok
dipilih siswa yang dibuat oleh eksperimen dan kelompok
peneliti. Cara pemberian nilai adalah kontrol memiliki varians yang
jika subyek menjawab benar, maka sama (homogen) atau tidak. Uji
tiap butir soal diberi nilai 10. Bila homogenitas menggunakan Uji
jawaban benar semua nilai 50. Dan, Levene’s yang ada pada SPSS
(2) tes unjuk kerja bola voli yang 21.
harus diikuti siswa. Setiap siswa yang 2. Uji Hipotesis
tampil praktik, teknik yang Uji hipotesis menggunakan Tests of
ditunjukkan diamati lalu Between-Subjeccts Effects yang ada pada
dibandingkan dengan lima kriteria
SPSS 21. Peneliti menggunakan SPSS 21
yang benar. Bila baik sekali skor 5,
baik skor 4, sedang skor 3, cukup skor untuk melakukan perhitungan uji analisis
2 dan tidak baik skor 1. Hasil nilai tes varians dua jalur. Perhitungan tersebut
unjuk kerja merupakan hasil digunakan untuk menguji hipotesis 1, 2 dan
penjumlahan skor tiap item tes 3.
dikalikan 2. Bila unjuk kerja benar
semua nilai 50. Sehingga total nilai HASIL DAN PEMBAHASAN
tes hasil belajar bola voli adalah 100. Deskripsi Data

100 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Deskripsi data tentang tingkat Jumlah Persentase


motivasi belajar siswa kelas VIII SMPN 1
61 – 70 6 9%
Kediri yang diberikan pembelajaran dengan
metode Discovery Learning dan metode 71 – 80 26 39%
Drill dengan jumlah sampel 134 siswa 81 – 90 34 51%
disajikan pada tabel 4.1. 91 - 100 1 1%
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Motivasi Jumlah 67 100%
Belajar dari Metode Pembelajaran
Metode Sumber: Hasil Perhitungan Distribusi
Metode Frekuensi
Kriteria Discovery
Drill
Motivas Learning Total % Dari tabel 4.2 di atas dapat dikatakan
i Jml bahwa pada metode pembelajaran
% jml % Discovery Learning jumlah siswa yang
h
hasil belajar antara 61-70 sebanyak 5 siswa
Tinggi 27 40% 35 52% 62 46%
(7%), antara 71-80 sebanyak 30 siswa
Rendah 40 60% 32 48% 72 54% antara 81-90 sebanyak 31 siswa
(45%)
100 100 (46%),
Jumlah 67 67 134 100% antara 91-100 sebanyak 1 siswa
% % (1%). Sedangkan pada metode
Sumber: Hasil Perhitungan Distribusi pembelajaran Drill jumlah siswa yang hasil
Frekuensi belajar antara 61-70 sebanyak 6 siswa (9%),
Dari tabel 4.1 di atas dapat dikatakan antara 71-80 sebanyak 26 siswa (39%),
bahwa jumlah siswa yang bermotivasi antara 81-90 sebanyak 34 siswa (51%),
tinggi pada metode pembelajaran antara 91-100 sebanyak 1 siswa (1%).
Discovery Learning adalah 27 siswa (40%) Untuk data lebih lanjut tentang
dan yang bermotivasi rendah 40 siswa motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII
(60%). Sedangkan pada metode SMPN 1 Kediri dapat dilihat pada lampiran.
pembelajaran Drill jumlah siswa yang
bermotivasi tinggi adalah 35 siswa (52%) Uji Prasyarat Analisis
dan yang bermotivasi rendah 32 siswa 1. Uji Normalitas
(48%). Hasil uji normalitas data hasil
Deskripsi data tentang hasil belajar belajar siswa kelas VIII SMPN 1
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri yang Kediri yang menggunakan metode
diberikan pembelajaran dengan metode Discovery Learning dan metode Drill
Discovery Learning dan metode Drill disajikan pada tabel 4.3.
dengan jumlah sampel 134 siswa disajikan Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Hasil
pada tabel 4.2. Belajar dari Metode Pembelajaran
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar
dari Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran
Tingkat Discovery Learning
Hasil
Jumlah Persentase
61 – 70 5 7%
71 – 80 30 45%
81 – 90 31 46%
91 - 100 1 1%
Jumlah 67 100%

Tingkat Metode Pembelajaran


Hasil Drill

url : ojs.unpkediri.ac.id 101


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

N 62 72
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Normal Mean 81,58 79,25
Discov Drill Paramete Std. 5,693 6,009
ery rsa,b Deviation
Learnin Most Absolute ,148 ,147
g Extreme Positive ,081 ,059
N 67 67 Differenc -,148 -,147
Mean 80,42 80,24 Negative
Normal es
Std. 6,301 5,641 Kolmogorov- 1,169 1,246
Parametersa
Devi Smirnov Z
,b
ation Asymp. Sig. (2- ,130 ,089
Most Absolute ,103 ,145 tailed)
Extreme Positive ,085 ,088 a. Test distribution is Normal.
Differences Negative -,103 -,145 b. Calculated from data.
Kolmogorov-Smirnov Z ,845 1,186 Sumber: Hasil Perhitungan Uji Normalitas
Asymp. Sig. (2-tailed) ,473 ,120 Untuk uji normalitas data hasil belajar
a. Test distribution is Normal. siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan
b. Calculated from data. motivasi belajar tinggi pada tabel 4.4
Sumber: Hasil Perhitungan Uji ternyata signifikansinya lebih besar dari
Normalitas 0,05 yaitu 0,130 berarti hasil belajar siswa
Untuk uji normalitas data hasil belajar dengan motivasi belajar tinggi berdistribusi
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan normal.
metode Discovery Learning pada tabel 4.3 Untuk uji normalitas data hasil belajar
ternyata signifikansinya lebih besar dari siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan
0,05 yaitu 0,473 berarti hasil belajar siswa motivasi belajar rendah pada tabel 4.4
dengan metode Discovery Learning ternyata signifikansinya lebih besar dari
berdistribusi normal. 0,05 yaitu 0,089 berarti hasil belajar siswa
Untuk uji normalitas data hasil belajar dengan motivasi belajar rendah
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan berdistribusi normal.
menggunakan metode pembelajaran Drill 2. Uji Homogenitas
pada tabel 4.3 ternyata signifikansinya lebih Hasil uji homogenitas data hasil
besar dari 0,05 yaitu 0,120 berarti hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri
belajar siswa dengan metode pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran
Drill berdistribusi normal. Discovery Learning dan metode Drill
Hasil uji normalitas data hasil belajar disajikan pada tabel 4.5.
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri yang Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Hasil
memiliki motivasi tinggi dan siswa yang Belajar dari Metode Pembelajaran
memiliki motivasi rendah disajikan pada F df1 df2 Sig.
tabel 4.4.
,
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Hasil 1 132 ,408
689
Belajar dari Motivasi Belajar
Tests the null hypothesis that the error
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
variance of the dependent variable is equal
Hasil
Hasil across groups.
Belajar
Belajar a. Design: Intercept + Metode
Siswa
Siswa Sumber: Hasil Perhitungan Uji
yang
yang Homogenitas
Bermotiv
Bermotiva Untuk uji homogenitas data hasil
asi
si Tinggi belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri
Rendah
dengan metode pembelajaran Discovery
102 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Learning dan Metode Drill pada tabel 4.5 hipotesis 1, 2 dan 3 yang menggunakan
ternyata siginifikansinya lebih besar dari SPSS 21 diasjikan pada tabel 4.7.
0,05 yaitu 0,408 berarti data hasil belajar Tabel 4.7 Hasil Analisis Anova Dua Jalur
siswa dengan metode pembelajaran Dependent Variable: HASIL BELAJAR
Discovery Learning dan metode Drill Type III
homogen. Mean
Source Sum of df F Sig.
Hasil uji homogenitas data hasil Square
Squares
belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri Corrected
dengan motivasi belajar tinggi dan siswa 331,011a 3 110,337 3,267 ,023
Model
dengan motivasi belajar rendah disajikan 851773,69 851773,6 25220
pada tabel 4.6. Intercept 1 ,000
6 96 ,255
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Hasil METODE 12,794 1 12,794 ,379 ,539
Belajar dari Motivasi Belajar KMOT 192,921 1 192,921 5,712 ,018
F df1 df2 Sig. METODE
142,945 1 142,945 4,232 ,042
,117 1 132 ,732 * KMOT
Tests the null hypothesis that the error Error 4390,542 130 33,773
variance of the dependent variable is equal 869376,00
Total 134
across groups. 0
a. Design: Intercept + Motivasi Corrected
4721,552 133
Sumber: Hasil Perhitungan Uji Total
Homogenitas a. R Squared = ,070 (Adjusted R Squared = ,049)
Untuk uji homogenitas data hasil Sumber: Hasil Perhitungan Analisis Anova
belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri Dua Jalur
dengan motivasi belajar tinggi dan siswa
dengan motivasi belajar rendah pada tabel Pengujian Hipotesis Pertama
4.6 ternyata signifikansinya lebih besar dari Untuk uji hipotesis pertama berbunyi:
0,05 yaitu 0,732 berarti data hasil belajar Ho : Tidak ada perbedaan antara
siswa dengan motivasi belajar tinggi dan metode discovery learning
siswa dengan motivasi belajar rendah dengan metode drill
homogen. terhadap hasil belajar Bola
Uji Hipotesis Voli pada siswa Kelas VIII
Pada bagian ini akan dibahas tentang SMPN 1 Kediri.
uji hipotesis mengenai perbedaan metode Ha : Ada perbedaan antara
discovery learning dan metode drill metode discovery learning
terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa dengan metode drill
Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Kemudian akan terhadap hasil belajar Bola
diuraikan juga tentang uji hipotesis Voli pada siswa Kelas VIII
mengenai perbedaan antara siswa yang SMPN 1 Kediri.
memiliki motivasi belajar tinggi dan Kriteria uji yang digunakan adalah
motivasi belajar rendah terhadap hasil apabila probabilitas (signifikansi) lebih
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII besar atau sama dengan 0,05, maka Ho
SMPN 1 Kediri. Dan yang terakhir diterima, sedangkan jika sebaliknya yaitu
mengenai pengujian hipotesis interaksi jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil
antara metode discovery learning dan dari 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima).
metode drill dengan motivasi belajar Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai
terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa F hitung sebesar 0,379 dengan tingkat
Kelas VIII SMPN 1 Kediri. signifikansi sebesar 0,539. Ini
Berikut merupakan hasil perhitungan menunjukkan bahwa Ho diterima (Ha
uji analisis varians dua jalur untuk menguji ditolak) artinya tidak ada perbedaan antara

url : ojs.unpkediri.ac.id 103


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

metode discovery learning dengan metode hasil belajar Bola Voli pada
drill terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII SMPN 1
siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Kediri.
Kriteria uji yang digunakan adalah
Pengujian Hipotesis Kedua apabila probabilitas (signifikansi) lebih
Untuk uji hipotesis kedua berbunyi: besar atau sama dengan 0,05, maka Ho
Ho : Tidak ada perbedaan antara diterima, sedangkan jika sebaliknya yaitu
siswa yang memiliki jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil
motivasi belajar tinggi dari 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima).
dengan motivasi belajar Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh F
rendah terhadap hasil belajar hitung sebesar 4,232 dengan nilai
Bola Voli pada siswa Kelas signifikansi sebesar 0,042 dimana lebih
VIII SMPN 1 Kediri. kecil dari 0,05, maka Ho ditolak artinya ada
Ha : Ada perbedaan antara siswa interaksi antara metode discovery learning
yang memiliki motivasi dan metode drill dengan motivasi belajar
belajar tinggi dengan terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa
motivasi belajar rendah Kelas VIII SMPN 1 Kediri.
terhadap hasil belajar Bola
Voli pada siswa Kelas VIII PEMBAHASAN
SMPN 1 Kediri. Pembahasan Hipotesis Pertama
Kriteria uji yang digunakan adalah Hipotesis pertama pada tesis ini
apabila probabilitas (signifikansi) lebih berbunyi tidak ada perbedaan antara metode
besar atau sama dengan 0,05, maka Ho Discovery Learning dengan metode Drill
diterima, sedangkan jika sebaliknya yaitu terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa
jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Dari hasil
dari 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima). analisis statistik menggunakan program
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh F SPSS for windows 21 diperoleh nilai F
hitung sebesar 5,712 dengan tingkat hitung sebesar 0,379 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,018. Ini signifikansi sebesar 0,539 dimana lebih
menunjukkan bahwa Ho ditolak (Ha besar dari taraf nyata 0,05 (5%) ini
diterima) artinya ada perbedaan antara menunjukkan bahwa Ho diterima (Ha
siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi ditolak) artinya tidak ada perbedaan antara
dengan motivasi belajar rendah terhadap metode Discovery Learning dengan metode
hasil belajar Bola Voli pada siswa Kelas Drill terhadap hasil belajar Bola Voli pada
VIII SMPN 1 Kediri. siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri.
Dalam hal ini dapat dijelaskan
Pengujian Hipotesis Ketiga sebagai berikut. Pembelajaran metode
Untuk uji hipotesis ketiga berbunyi: Discovery Learning (Discovery) maupun
Ho : Tidak ada interaksi antara pembelajaran metode Drill dari segi
metode discovery learning efektifitas tidak ada perbedaan pengaruh
dan metode drill dengan pada hasil belajar bolavoli, antara keduanya
motivasi belajar terhadap memberikan fektifitas yang sama. Dalam
hasil belajar Bola Voli pada pembelajaran cara penyampaian metode
siswa Kelas VIII SMPN 1 Discovery Learning seperti yang
Kediri. disampaikan Sardiman (2005:145) bahwa
Ha : Ada interaksi antara metode guru harus dapat membimbing dan
discovery learning dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
metode drill dengan dengan tujuan. Dan dipertegas lagi oleg
motivasi belajar terhadap Syah (2004:244) bahwa ada beberapa

104 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

prosedur dalam proses pembelajaranya, Dalam hal ini dapat dijelaskan


yaitu: 1) Stimulation, 2) Problem Statemen, sebagai berikut. Menurut Mc. Donald,
3) Data collection, 4) Data Processing, 5) motivasi belajar adalah suatu perubahan
Verification, dan 6) Generalization. tenaga di dalam diri seseorang (pribadi)
Sedangkan cara metode Drill adalah suatu yang ditandai dengan timbulnya perasaan
cara mengajar dimana siswa melaksanakan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Nashar,
kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa 2004:39).
memiliki ketangkasan atau ketrampilan Bila kegiatan telah timbul maka
yang lebih tinggi dari apa yang telah akan muncul perasaan-perasaan terhadap
dipelajari (www.tuanguru.com). apa yang dihadapinya, dan perasaan yang
Selanjutnya menurut Sudjana (1991) bahwa muncul tersebut merupakan jembatan
ciri yang khas dari metode ini adalah sebagai upaya mencapai tujuan akhir. Suatu
kegiatan berupa pengulangan yang berkali- tujuan itu dapat dirumuskan dan ditentukan
kali dari suatu hal yang sama. Dengan karena adanya kebutuhan.
kedua cara itu masing-masing metode Menurut Mulyana (2002:25) ada
mempunyai kelebihan, kelemahan dan beberapa prinsip yang dapat digunakan
kesamaan. Kesamaan yang tampak adalah untuk meningkatkann motivasi siswa,
keduanya berdasarkan faham diantaranya: 1) siswa akan belajar lebih giat
konstruktivisme, sama-sama membangun apabila topik yang dipelajarinya menarik
pemahaman konsep dengan cara dan berguna bagi diri siswa, 2) tujuan
mengkonstruksi pengalaman demi pembelajaran harus disusun dengan jelas
pengalaman yang didapat (sesuai dengan dan diinformasikan kepada siswa sehingga
faham konstruktivisme) selama dalam mereka mengetahui tujuan belajar, 3) siswa
pembelajaran dan peran guru selalu harus selalu diberi tahu tentang hasil belajar
membimbing dan mengarahkan kegiatan yang telah diperolehnya, 4) memberikan
belajar siswa sesuai dengan tujuan. Dan pujian dan hadiah lebih baik daripada
kesamaan berikutnya, keduanya betul-betul hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman
melibatkan aktifitas siswa (metode juga perlu diberikan, 5) memanfaatkan
Discovery menuntut siswa aktif dan metode sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu
Drill menuntut siswa disiplin). Namun, siswa, 6) usahakan selalu memperhatikan
apabila dilihat dari nilai rata-rata hasil perbedaan individual siswa, misalnya
belajar, metode Discovery Learning lebih perbedaan kemampuan, latar belakang dan
unggul daripada metode Drill. sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu,
Pembahasan Hipotesis Kedua 7) usahakan untuk memenuhi kebutuhan
Hipotesis kedua pada tesis ini siswa dengan jalan memperhatikan kondisi
berbunyi ada perbedaan antara siswa yang fisik siswa, memberikan rasa aman,
memiliki motivasi belajar tinggi dengan menunjukkan bahwa guru memperhatikan
motivasi belajar rendah terhadap hasil mereka, mengatur pengalaman belajar
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII sedemikian rupa sehingga setiap siswa
SMPN 1 Kediri. Dari hasil analisis statistik pernah memperoleh pengalaman, serta
menggunakan program SPSS windows 21 mengarahkan pengalaman belajar kearah
diperoleh nilai F hitung sebesar 5,712 keberhasilan, sehingga mencapai hasil
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,018. belajar yang tinggi dan mempunyai
Ini menunjukkan bahwa Ho ditolak (Ha kepercayaan diri.
diterima) artinya ada perbedaan antara Dalam proses pembelajaran di kelas
siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi tentunya ada perbedaan motivasi belajar
dengan motivasi belajar rendah terhadap yang dimiliki oleh setiap siswa, ada siswa
hasil belajar Bola Voli pada siswa Kelas dengan motivasi belajar yang tinggi, ada
VIII SMPN 1 Kediri. pula yang siswa dengan motivasi belajar

url : ojs.unpkediri.ac.id 105


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

yang rendah. Perbedaan motivasi belajar mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas
siswa ini tentunya berpengaruh pada pengajaran. Yang dimaksud kualitas
pencapaian tujuan pembelajaran setiap pengajaran adalah tinggi rendahnya atau
siswa, sehingga ada pengaruh motivasi efektif tidaknya proses pembelajaran dalam
belajar terhadap hasil belajar Bola Voli mencapai tujuan instruksional. Pendapat ini
pada siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri. sejalan dengan teori belajar di sekolah
Pembahasan Hipotesis Ketiga (Theory of school learning) dari Bloom,
Hipotesis ketiga pada tesis ini bahwa ada tiga variabel utama dalam teori
berbunyi ada interaksi antara metode belajar di sekolah, yaitu karakteristik
Discovery Learning dan metode Drill individu, kualitas pengajaran dan hasil
dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII Penggunaan metode Discovery
SMPN 1 Kediri. Dari hasil analisis statistik Learning dengan kelebihannya yang sudah
menggunakan program SPSS for windows diuraikan diyakini dapat memberikan
21 diperoleh nilai F hitung sebesar 4,232 dorongan pada siswa untuk belajar lebih
dengan nilai signifikansi sebesar 0,042 baik, karena pada metode ini dengan
dimana lebih kecil dari 0,05, maka Ho pengawasan dan bimbingan guru, siswa
ditolak artinya ada interaksi antara metode secara aktif berusaha sendiri untuk belajar
Discovery Learning dan metode Drill berlatih memainkan bola voli dan hasil
dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar ini secara langsung akan diapresiasi
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII dan dievaluasi. Dengan menampilkan hasil
SMPN 1 Kediri. belajar inilah siswa termotivasi untuk
Dalam hal ini dapat dijelaskan berusaha bisa latihan dengan baik. Begitu
sebagai berikut. Adanya interaksi antara pula penggunaan metode Drill dengan
metode Discovery Learning dan metode kelebihannya yang sudah diuraikan
Drill dengan motivasi belajar terhadap hasil diyakini dapat memberikan dorongan pada
belajar Bola Voli dapat diketahui setelah siswa untuk belajar lebih baik, karena pada
perlakuan pembelajaran kemudian metode ini tahap demi tahap siswa dituntut
diberikan instrumen tes hasil belajar Bola aktif mengikuti petunjuk setiap pada sajian
Voli serta instrumen angket motivasi sub-sub materi. Pada tahap akhir siswa
belajar. diminta untuk menampilkan dengan
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh memainkan bola voli dan hasil belajarnya
dua faktor utama, yakni faktor dari dalam secara langsung diapresiasi dan dievaluasi.
diri siswa dan faktor yang datang dari luar Dengan cara belajar seperti ini, maka siswa
diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor termotivasi belajar lebih baik.
dari dalam diri siswa terutama menyangkut Dari penjelasan tersebut di atas
kemampuan yang dimiliki siswa. Faktor ini tergambarkan bahwa ada interaksi antara
besar sekali pengaruhnya terhadap hasil metode Discovery Learning dan metode
belajar yang akan dicapai siswa. Clark Drill dengan motivasi belajar terhadap hasil
mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII
di sekolah 70% dipengaruhi oleh SMPN 1 Kediri.
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi
lingkungan (Sudjana, 1999:50). Berkaitan SIMPULAN DAN SARAN
dengan faktor dari dalam diri siswa, selain Berdasarkan hasil pembahasan pada
faktor kemampuan, ada juga faktor lain penelitian tentang “Pengaruh Metode
yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, Discovery Learning dan Metode Drill serta
kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar
ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Salah Bola Voli Siswa Kelas VIII SMPN 1
satu faktor lingkungan yang paling dominan Kediri” dapat disimpulkan sebagai berikut:

106 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

1. Tidak ada pengaruh antara metode Kelas VII. Jakarta: Kementerian


discovery learning dengan metode Pendidikan dan Kebudayaan.
drill terhadap hasil belajar Bola Voli Mulyana, Dedy. 2002. Ilmu Komunikasi serta
pada siswa Kelas VIII SMPN 1 Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Kediri. Rosdakarya.
Natawidjaja, Rochman dan Moloeng, L.J. 1979.
2. Ada pengaruh motivasi belajar
Psikologi Pendidikan untuk SPG.
terhadap hasil belajar Bola Voli pada Jakarta: Mutiara Sinar.
siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan
3. Ada interaksi antara metode Kemampuan Awal dalam Kegiatan
discovery learning dan metode drill Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
dengan motivasi belajar terhadap Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun
hasil belajar Bola Voli pada siswa Proposal Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
UCAPAN TERIMA KASIH Sardiman, A.M. 2005. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Dengan selesainya karya ilmiah ini, terima
Press.
kasih, kepada: Siadari. 2001. Teori Metode Pembelajaran.
1. Ibu Yayuk S. Cahyaningsih, S.Pd., (Diakses).
M.M., selaku Kepala SMPN 1 Kediri Eprints.uny.ac.id/7544/1/p%20%2023.p
df.
yang telah memberikan izin untuk
Siregar, Syofian. 2014. Statistik Parametrik
melakukan penelitian. untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
2. Teman sejawat yang membantu Bumin Aksara.
melakukan penelitian. Sudjana, Nana. 1991. Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
3. Semua pihak yang telah mendukung
Sudjana, Nana. 1999. Penilaian Hasil Proses
dalam penyusunan karya ilmiah ini. Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Semoga Allah SWT memberikan balasan Rosdakarya
yang setimpal atas segala amal Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
kebaikannya. Aamiin.
Rosdakarya.
DAFTAR PUSTAKA Sugiyono. 2008. Metode PenelitianKuantitatif
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Pembelajaran.Jakarta: Depdikbud. Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan
http://www.tuanguru.com/2012/08/penerapan- dengan Pendekatan Baru. Bandung PT.
metode-drill.html". Diunduh tanggal, 5 Remaja Rosdakarya.
mei 2015 Pk. 17.15 WB).
Kemendikbud. 2014. Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan SMP/MTs

url : ojs.unpkediri.ac.id 107


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Monitoring Pembelajaran Konsep Learning By Playing And Playing For Learning


Sebagai Peningkatan Kualitas Pendidikan Di TK

Ninik
TK Kristen Petra Kediri
ninikpurwani45@gmail.com

Abstrak
Seringkali kita tidak sadar bahwa Usia Taman Kanak-kanak adalah
rentang usia bermain, dimana pada usia tersebut mereka cenderung
menggunakan motoric kasarnya untuk bergerak melakukan aktivitas yang
tentu saja akan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan karena tidak lepas
dari sifat anak-anak yang cenderung bermain.Di sisi lain dalam dunia
pendidikan, bahwa kebutuhan anak dimasa usia dini ini mereka juga harus
belajar .Dan kita sebagai orang dewasa harus menyadari bahwa anak-anak
adalah anak-anak, yang seharusnya Saat mereka belajar disertai dengan
sebuah permainan dan saat mereka bermain tidak sadar kalau mereka sedang
belajar. Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi guru dengan
murid dalam rangka kegiatan belajar mengajar kepada siswa untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.Dengan demikian belajar mengajar harus bernilai
normatif yaitu mengandung nilai yang mampu mengubah tingkah laku anak
didik.Proses interaktif edukatif melibatkan komunikatif aktif dua arah anak
didik dan guru. Dalam hal ini memang anak dituntut untuk lebih aktif
daripada gurunya dalam arti sikap ,mental dan perbuatannya. Guru hanya
berperan sebagai pendamping dan fasilitator saja namun di dalam menyusun
program pengajaran supaya relevansi dengan karakteristik dan kebutuhan
anak usia Paud maka guru dapat mengacu pada beberapa pakar pendidikan
sekaligus perkembangan anak. Dapat disimpulkan bahwa Teori Learning by
Playing & Playing for Learning sangat sesuai diterapkan di lembaga Taman
Kanak-kanak. Belajar sambil bermain dan bermain seraya belajar merupakan
teori yang mempunyai pengaruh positif pada perkembangan anak didik
karena dunia anak adalah dunia bermain. Dengan demikian pembelajaran
yang menyenangkan akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan
yang maksimal dalam dunia pendidikan yang diharapkan baik dari segi fisik
motorik, bahasa, social emosional, intelektualnya, serta moral dan watak
anak-anak didik kita.

Kata Kunci: Konsep Learning By Playing, Playing For Learning, Kualitas


Pendidikan TK

108 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

PENDAHULUAN pengajaran supaya relevansi dengan


Di sekolah kuno murid hanya karakteristik dan kebutuhan anak usia Paud
mendengarkan. It is made for listening. maka guru dapat mengacu pada beberapa
Menurut John Dewey yang dikutip oleh Muis pakar pendidikan sekaligus perkembangan
Sad Iman dalam bukunya “Pendidikan anak.
Partisipatif” yang mengatakan bahwa (Khalifah Fil Ardi) “Belajar bagi
keadaan seperti itu harus diubah .Anak harus kehidupan menjadi bagian yang sangat
bersama-sama menyelidiki dan mengamati penting,karena manusia diciptakan sebagai
sendiri,berfikir dan menarik kesimpulan pengelola dunia.Secara bertahap mereka
sendiri,membangun dan menghiasi sendiri akan mengalami fase pembelajaran yang
sesuai insting dan keinginan didasarkan pada pengalaman ,sebagai
mereka.Tampaklah di sini anak belajar ilustrasi terdekat adalah bayi manusia yang
sambil bekerja dan bekerja sambil dilahirkan,jika tidak mendapat bantuan dari
belajar.Inilah makna istilah learning by manusia dewasa yang lain,tidak belajar
Doing yang dikendaki oleh John Dewey niscaya binasalah ia.
dalam do school. Uraian tersebut merupakan proses
Bagaimanakah dengan konsep pembelajaran internal yang melibatkan ranah
anak usia dini di Taman Kanak-kanak ? dan kognitif,afektif dan psikomotorik.
sejauh manakah peran aktif guru sekaligus Sedangkan kompleksitas belajar dapat
sebagai orang tua berkaitan dengan konsep dipandang dari dua subyek yaitu dari siswa
learning by playing dan playing for learning dan dari lingkungan sekolah.Guru dalam hal
di atas? ini sebagai pendamping dan fasilitator
Menurut kak Seto Mulyadi (2006) dituntut untuk lebih kreatif inovatif buka
psikolog anak menjelaskan bahwa anak mata dan buka telinga untuk meningkatkan
adalah anak,anak bukan manusia dewasa dan menciptakan suasana pembelajaran yang
mini,karena itu metode pembelajaran menyenangkan bagi anak didik.
terhadap anak harus disesuaikan dengan Di bawah ini contoh foto anak-anak
perkembangannya.Dunia anak adalah dunia belajar sambil bermain dan bermain seraya
bermain.Pada dasarnya anak senang sekali belajar dengan media permainan buatan guru.
belajar asal dilakukan dengan cara-cara
bermain yang menyenangkan.
Proses pembelajaran pada
hakekatnya adalah interaksi guru dengan
murid dalam rangka kegiatan belajar
mengajar kepada siswa untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.Dengan demikian
belajar mengajar harus bernilai normatif
yaitu mengandung nilai yang mampu
mengubah tingkah laku anak didik.Proses
interaktif edukatif melibatkan komunikatif
aktif dua arah anak didik dan guru.
Dalam hal ini memang anak dituntut
untuk lebih aktif daripada gurunya dalam arti Menurut Maria Montessori Tokoh
sikap ,mental dan perbuatannya. Guru hanya pendidikan anak usia dini, Montessori,
berperan sebagai pendamping dan fasilitator mengatakan bahwa ketika mendidik anak-
saja namun di dalam menyusun program anak, kita hendaknya ingat bahwa mereka

url : ojs.unpkediri.ac.id 109


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

adalah individu-individu yang unik dan akan Ki Hadjar Dewantara menganjurkan


berkembang sesuai dengan kemampuan agar dalam pendidikan, anak memperoleh
mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang pendidikan untuk mencerdaskan
dewasa dan pendidik adalah memberikan (mengembangkan) pikiran, pendidikan untuk
sarana dorongan belajar dan mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani),
memfasilitasinya ketika mereka telah siap dan pendidikan yang meningkatkan
untuk mempelajari sesuatu. Masa ini juga keterampilan.
masa yang paling penting dalam masa Dapat disimpulkan bahwa Teori
perkembangan anak, baik secara fisik, mental Learning by Playing & Playing for Learning
maupun spritual. Di dalam keluarga dan sangat sesuai diterapkan di lembaga Taman
pendidikan demokratis orang tua dan Kanak-kanak. Belajar sambil bermain dan
pendidik berusaha memfasilitasi bermain seraya belajar merupakan teori yang
pertumbuhan dan perkembangan yang mempunyai pengaruh positif pada
dibutuhkan oleh anak. Oleh karena itu, baik perkembangan anak didik karena dunia anak
dan tepat bagi setiap orang tua dan pendidik adalah dunia bermain ,menurut pendapat
yang terlibat pada proses pembentukan ini, kak Seto Mulyadi.
mengetahui, memahami perkembangan anak Dengan demikian pembelajaran yang
usia dini. menyenangkan akan menghasilkan
Sebagian gambaran yang diberikan pertumbuhan dan perkembangan yang
oleh Montessori tentang peran guru dan maksimal dalam dunia pendidikan yang
pengaruh lingkungan terhadap diharapkan baik dari segi fisik motorik,
perkembangan kecerdasan sebagai berikut: bahasa, social emosional, intelektualnya,
a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % serta moral dan watak anak-anak didik kita.
aktifitas yang diarahkan guru
b. melakukan berbagai tugas yang
DAFTAR PUSTAKA
mendorong anak untuk memikirkan
tentang hubungan dengan orang lain Dewey, John. 2004. Experience and
c. menawarkan kesempatran untuk Education,alih bahasa John de Santo,
menjalin hubungan social melalui Pendidikan dan Pengalaman, Penerbit:
interaksi yang bebas Kepel Press Yogyakarta
Pendapat Mantessori ini mendapat
dukungan dari tokoh pendidkan Taman Dewantara, Ki Hajar. 1961. Bagian Pertama:
Siswa, Ki hadjar Dewantara, sangat meyakini Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur
bahwa suasana pendidikan yang baik dan Persatuan Taman Siswa
tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan
dengan prinsip asih (mengasihi), asah Mulyadi, Seto. -. Psikologi Pendidikan:
(memahirkan), asuh (membimbing). Anak dengan Pendekatan Teori-teori Baru dalam
bertumbuh kembang dengan baik kalau Psikologi.
mendapatkan perlakuan kasih sayang,
pengasuhan yang penuh pengertian dan Montessori, Maria. -. From Childhood To
dalam situasi yang damai dan harmoni. Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke
Masa Remaja).

110 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Penerapan Permainan Kreatif Mencari Harta Karun Untuk Meningkatkan Kemampuan


Memecahkan Masalah Pada Anak Kelompok B Di Taman Kanak-Kanak

Mm. Novita Dwi Setyowati


TK Negeri Pembina Kota Kediri
mmnovita.dwi@gmail.com

Abstrak
Aspek perkembangan kognitif dalam memecahkan masalah adalah aspek
utama yang harus dikembangkan dalam masa usia dini, mengingat anak usia
dalam mencari pengalaman baru selalu berhubungan dengan kemampuan
berpikirnya. Anak belajar melalui kegiatan bermain, melalui penerapan
permainan kreatif mencari harta karun dalam pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah pada anak, karena permainan
ini merupakan permainan penggabungan dari mencari jejak (maze) dan
puzzle.Tujuan penelitian Mendeskripsikan penerapan Permainan Kreatif
Mencari Harta Karun untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
pada anak kelompok B di TK Negeri Pembina Kota Kediri. Metode dalam
penelitian ini menggunakan: (1) Rancangan penelitian Tindakan kelas, melalui
(a) Tahap perencanaan, (b) Tahap pelaksanaan, (c) Observasi kegiatan, (d)
Refleksi; (2) Latar dan subjek penelitian anak kelompok B di TK Negeri
Pembina Kota Kediri dengan jumlah murid 20 anak; (3) Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah dari proses observasi, dokumentasi, tes; (4)
Instrumen penelitian menggunakan rancangan kegiatan harian, skenario, media,
dan lembar penilaian; (5) Analisis data pada penelitian ini menggunakan rumus
hitung rerata (mean) yang mengacu pada keaktifan anak dan keberhasilan anak
pada penerapan permainan kreatif mencari harta karun.Hasil dari penelitian
penerapan permainan kreatif mencari harta karun untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah pada anak di TK. Negeri Pembina Kota
kediri dilakukan dengan dua siklus dimana setiap siklusnya terdiri dari 2 kali
pertemuan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan permainan
kreatif mencari harta karun dapat meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Kota Kediri.

Kata kunci : Permainan Kreatif, Harta Karun, Memecahkan Masalah.

url : ojs.unpkediri.ac.id 111


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

PENDAHULUAN dikembangkan melalui rangsangan


Anak usia dini adalah anak pada pembelajaran yang menarik dan terbaru
rentang usia 0-6 tahun, pada usia ini anak untuk meningkatkan kinerja otak anak
memiliki potensi yang besar untuk dalam memperoleh pengetahuan dalam
berkembang sebagai suatu proses proses pembelajarannya.
perubahan yang berkesinambungan secara Pembelajaran anak usia dini
progresif dari masa kelahirannya. Pada hendaknya mengembangkan kecerdasan
masa usia dini anak mengalami anak, sehingga perlu disusun dan
pertumbuhan dan perkembangan dari segi disesuaikan dengan kebutuhan anak.
agama dan moral, motorik (motorik halus Adanya penataan lingkungan belajar yang
dan motorik kasar), kognitif, bahasa, sosial kondusif juga dapat menciptakan suasana
emosional dan juga kepribadiannya ke arah psikologis yang nyaman, bebas bergerak,
kemandirian dan keingintahuan intelektual menyenangkan, dan bukan hanya duduk di
yang lebih luas, sehingga anak memiliki tempat yang sama sepanjang hari.
keunikan tersendiri sebagai individu dengan Pembelajaran di Taman Kanak-
pola perkembangannya sendiri. Anak kanak, (TK) saat ini dalam penerapannya
merupakan subyek pembelajar yang aktif, masih ada sedikit kekurangan dari sistem
sehingga dalam proses mencari pengalaman bermain sambil belajar, pembelajaran
secara pribadi mendapat pengalaman fisik banyak dilakukan dengar cara pemberian
dan sosial saat berinteraksi dengan tugas pada anak, kegiatan pemberian tugas
lingkungannya untuk memperoleh hal baru secara terus menerus akan membatasi
dari apa yang sudah anak kerjakan dalam keaktifan anak dalam belajarnya.
proses berpikirnya (Ramli, 2005:71). Pembelajaran di TK hendaknya
Anak mencari pengalaman untuk diterapkan dengan sistem bermain sambil
menemukan hal baru, dengan cara belajar, karena dunia anak adalah bermain.
menggunakan dan mengembangkan Bermain merupakan kegiatan yang
kemampuan berpikir/ kognitif. Kemampuan dilakukan untuk kesenangan yang
kognitif adalah kemampuan berpikir, ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan
mengingat dan memecahkan masalah. hasil akhir (Hurlock,1978:320). Kegiatan
Kemampuan kognitif anak merupakan bermain menurut para ahli memiliki ciri
kemampuan yang mendasar untuk cirri sebagai berikut : (a) bermain selalu
memperoleh pengetahuan dalam mengolah menyenangkan dan menikmatkan, (b)
informasi baru melalui proses asimilasi dan bermain tidak bertujuan ekstrinsik, (c)
mengakomodasi kedalam struktur bermain bersifat nonliteral pura pura / tidak
pengetahuan yang ada yang disebut skema senyatanya (Garvey, dalam Musfiroh
Piaget dalam Ramli (2005 : 91). 2005:6).
Kemampuan berpikir atau kognitif Bermain merupakan suatu kegiatan
anak sudah mulai terbentuk sejak anak lahir pembelajaran yang sangat penting dalam
dan berkembang sesuai tingkatan usia, mengembangkan kemampuan agama dan
keberhasilan pemahaman anak dalam moral. motorik (motorik halus dan motorik
menerima informasi baru sangat ditentukan kasar), kognitif, bahasa, sosial emosional
dari segi kemampuan berpikirnya. dan juga kepribadiannya. Melalui aktivitas
Kemampuan kognitif sangat penting untuk bermain itu, anak memiliki kesempatan

112 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

untuk mengembangkan kemampuan mengerjakan atau melakukan sesuatu,


memecahkan masalah dalam kegiatan hingga pekerjaan ini dikerjakan dalam
bermain sehingga anak merasa bebas dan waktu tertentu.
dapat belajar secara aktif dalam Faktor-faktor penyebab munculnya
mengeksplorasi hal baru dengan caranya permasalahan perkembangan pada anak
sendiri. Anak memahami benda atau usia dini antara lain faktor keturunan yaitu
peristiwa baru berdasarkan teori yang telah karakteristik yang dibawa sejak lahir dan
dimilikinya untuk membangun dan faktor lingkungan yang berasal dari luar diri
mengolah teori dengan cara mempraktikan anak (Ramli, 2005:80).Menurut Gunarsa
keterampilannya, berdasarkan eksperimen (1997:37) faktor keturunan yang
yang dilakukan untuk memperoleh berpengaruh terhadap timbulnya sesuatu
kesimpulan dari pemecahan masalah yang tingkah laku, dan faktor lingkungan yang
anak hadapi. mempengaruhi. Guru, orangtua dan teman
Kegiatan mengeksplorasi sebaya merupakan faktor kedua dalam
pengetahuan baru merupakan pemenuhan perkembangan anak, pentingnya stimulus
kebutuhan anak usia dini dalam dalam kegiatan pembelajaran diharapkan
pembelajaran. Guru perlu melihat tingkat dapat meningkatkan kemampuan kognitif
kecerdasan anak dan karakteristiknya, anak.
terlebih anak yang belum berkembang Berdasarkan penjabaran deskripsi
kemampuan kognitifnya. masalah dan faktor yang mempengaruhi
Berdasarkan hasil observasi awal perkembangan kognitif anak di atas maka
dalam penilaian yang peneliti lakukan alternatif pemecahan masalah dengan
terhadap anak kelompok B1 TK Negeri melakukan pendekatan kepada anak dengan
Pembina Kota Kediri, ditemukan beberapa cara mencermati aktivitas atau kegiatan
permasalahan yang muncul dalam kegiatan yang disukainya, melakukan pendekatan
pembelajaran yang berhubungan dengan pembelajaran menggunakan kegiatan yang
perkembangan kemampuan kognitif disukai anak, menguatkan perhatian anak
diantaranya kemampuan daya ingat anak, secara detail dan terfokus, menguatkan
kemampuan konsentrasi anak , kemampuan kemampuan berpikir dalam memecahkan
berpikir dalam memecahkan masalah. masalah dengan cara melakukan permainan
Identifikasi permasalahan yang kreatif mencari harta karun.
muncul dalam kegiatan pembelajaran Permainan ini didesain secara
adalah aspek perkembangan kognitif yang khusus untuk melatih kemampuan
berhubungan dengan kemampuan berpikir memecahkan masalah pada anak yaitu
dalam memecahkan suatu masalah. dengan menggabungkan permainan maze
Berdasarkan analisis dan daya dukung yang (mencari jejak) dan menyusun puzzle,
ada maka masalah yang segera mendapat dimana anak harus melalui beberapa
solusi adalah aspek perkembangan kognitif lintasan dan mengambil kepingan puzzle
yang berhubungan dengan kemampuan yang berisi potongan gambar pada setiap
berpikir dalam memecahkan suatu masalah. pos yang disediakan dan harus disusun
Mengingat kemampuan kognitif merupakan kembali sebagai petunjuk untuk
kemampuan berpikir dalam menganalisis menemukan harta karun.
kasus dan membantu anak fokus dalam

url : ojs.unpkediri.ac.id 113


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Berdasarkan beberapa alternatif Secara khusus bertujuan Mendeskripsikan


pemecahan masalah yang telah disebutkan penerapan Permainan Kreatif Mencari
di atas, bisa dipilih satu alternatif Harta Karun untuk meningkatkan
pemecahan masalah yaitu; menguatkan kemampuan memecahkan masalah pada
kemampuan berpikir dalam memecahkan anak kelompok B I di TK Negeri Pembina
masalah dengan cara mengerjakan Kota Kediri
permainan kreatif mencari harta karun,
sehingga perlu diadakan penelitian dalam METODE
PTK ini yaitu Penerapan Permainan Kreatif Penelitian ini menggunakan
Mencari Harta Karun Untuk Meningkatkan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).
Kemampuan Memecahkan Masalah pada PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk
Anak Kelompok B1 di TK Negeri Pembina meningkatkan kualitas proses dan hasil
Kota Kediri. pembelajaran di kelas atau memecahkan
Pembelajaran di TK pada dasarnya masalah pembelajaran di kelas atau di latar
dilakukan dengan kegiatan bermain sambil yang dilakukan secara bersiklus (Akbar,
belajar, melalui penerapan permainan 2009:28)
kreatif mencari harta karun anak akan Model pelaksanaan PTK ini
belajar berpikir dalam memecahkan menggunakan model PTK guru sebagai
masalah pada saat melewati lintasan yang peneliti dengan acuan model bersiklus PTK
berbeda, serta pada saat menyusun puzzle yang dikembangkan oleh Kemmis dan
untuk menemukan harta karunnya, selain Taggrat (1990) Sikhis Model Kurt Lewin
itu permainan kreatif mencari harta karun ini menjadi acuan pokok para ahli generasi
termasuk permainan melatih otak berikutnya, karena Lewin yang pertama
khususnya otak kiri. Anak akin memiliki mengenalkan PTK.
keteraturan perasaan, ketelitian, memiliki Model penelitian tindakan yang
keuletan, berpikir logic, imajinasi dalam dikemukakan oleh Lewin terdiri atas: (1)
mencari dan menemukan harta karunnya, perencanaan (planning), (2) tindakan
sehingga mampu meningkatkan fungsi (acting), (3) observasi (observing), (4) dan
kerja otak. refleksi (reflecting) yang membentuk satu
Manfaat permainan mencari harta siklus langkah berurutan. Kemudian
karun adalah; (1) melatih konsentrasi, dikembangkan oleh model Kemmis & MC.
ketelitian, dan kesabaran. (2) memperkuat Taggart (1990) menjadi lebih dari satu
daya ingat. (3) memperkuat konsentrasi. (4) siklus.
mengenalkan anak pada konsep Hal yang belum teratasi dalam
"hubungan".(5) dengan memilih gambar siklus pertama dilanjutkan dalam siklus
dapat melatih anak untuk berpikir kedua, untuk perbaikan pada siklus
matematis (menggunakan otak kiri). (6) pertama, karena pada proses implementasi
melatih menyelesaikan masalah (problem pada siklus pertama dilakukan pengamatan
solving). online. 26 februari 2017 pk. 20.30 terhadap dampak akibat tindakan, direfleksi
(Definisi Fungsi Edu Toy - dan diambil keputusan untuk perbaikan apa
adekaedutoysandcraft.com). saja dari siklus kedua. (Akbar, 2009:34).
Penelitian ini secara umum Model pelaksanaan PTK ini
bertujuan untuk perbaikan pembelajaran. menggunakan model PTK "guru menjadi

114 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

peneliti "dengan acuan model siklus PTK melalui wawancara dengan guru
yang dikembangkan oleh model Kemmis & dan observasi pada anak.
MC. Taggart (1990) dengan digambarkan b. Menetapkan alasan memilih
pada lembar selanjutnya seperti berikut: permasalahan pada aspek
perkembangan kognitif dalam
memecahkan masalah dan
menganalisis faktor-faktor
penyebabnya, merumuskan
masalah secara jelas, menetapkan
alternatif pemecahan masalah
yang akan digunakan
c. Memilih pemecahan masalah
dengan menjabarkan indikator
untuk membuat rancangan
tindakan yaitu penyusunan
rancangan kegiatan harian,
metode, media yang akan
digunakan.
d. Membuat instrumen penelitian
yaitu lembar observasi kegiatan
pembelajaran dan lembar penilaian
Pada setiap siklus terdiri dari
dari penjabaran indikator yang
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
sudah dipilih.
observasi refleksi dan perbaikan. Penelitian
2. Tindakan : Penerapan rancangan
tindakan kelas akan berakhir jika
kegiatan harian dan skenario
permasalahan penelitian sudah terpecahkan
pembelajaran Penerapan Permainan
dan tujuan penelitian sudah tercapai.
kreatif Mencari Harta Karun Untuk
Peneliti merencanakan penelitian pada
Mengembangkan Kemampuan
siklus satu sebagai berikut :
memecahkan masalah. Tema
Rekreasi, sub tema tempat rekreasi
SIKLUS I
dan perlengkapan rekreasi.
Siklus I terdiri atas perencanaan,
3. Pengamatan : Peneliti mengadakan
pelaksanaan tindakan, observasi dan
pengamatan pada waktu tindakan
refleksi:
berjalan, mencatat permasalahan
1. Perencanaan : Tahap perencanaan
yang terjadi dalam siklus pertama.
dimulai pada saat penyusunan
4. Refleksi : Mengkaji menyeluruh hasil
proposal, peneliti memulai dengan
dari tindakan yang telah diterapkan,
tahapan sebagai berikut:
berdasarkan data yang sudah
a. Mengidentifikasi dan menganalisis
terkumpul. Jika terdapat masalah
masalah yang muncul dalam
pada saat refleksi siklus pertama
kegiatan pembelajaran yang
maka dilakukan pengkajian melalui
berhubungan dengan aspek
siklus berikutnya atau siklus II.
perkembangan kognitif dalam
Refleksi dilakukan terus menerus
memecahkan masalah pada anak
url : ojs.unpkediri.ac.id 115
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

selama observasi dan selesainya maka dapat disimpulkan beberapa hal


observasi. Dst. sebagai berikut:
Implementasi Penerapan permainan
HASIL DAN PEMBAHASAN kreatif mencari harta karun untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan
Berdasarkan data yang telah
masalah pada anak kelompok B1 di TK
dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan
Negeri Pembina Kota Kediri adalah melalui
bahwa dengan menerapkan permainan
tahap tahap sebagai berikut :
kreatif mencari harta karun, kemampuan
1. Anak dibagi menjadi 3 kelompok, situ
memecahkan masalah pada anak
kelompok anggotanya 6-7 anak
mengalami peningkatan.
2. Anak masuk pada pos 1 dengan
Kemampuan memecahkan masalah
berjalan melewati garis keseimbangan
pada anak meningkat dari siklus I ke siklus
dan mengambil keping puzzle ke 1
II, pada siklus I dengan perolehan
3. Anak masuk pos 2 dengan merangak
persentase nilai 74 %, meningkat pada
melewati terowongan dan mengambil
siklus II menjadi 89 %. Pada siklus II sudah
keping puzzle ke 2
mengalami peningkatan yaitu 15%.
4. Anak masuk pos 3 dengan engklek
Peningkatan nilai pada siklus I dan siklus II
mengikuti jejak kaki dan mengambil
ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
keping puzzle ke 3
Tabel 4.1 Peningkatan Nilai Siklus I 5. Anak masuk pos 4 dengan berlari
Dan II Kemampuan Memecahkan zigzag melewati rintangan dan
Masalah mengambil keeping puzzle ke 4
6. Anak menata kepingan puzzle yang
Persentase Persentase Persentase
diambil dari tiap pos
Nilai Nilai Hasil
Kemampua Kemampua Peningkata 7. Anak mengambil harta karun dari
n n n Nilai dalam peti sesuai gambar puzzle yang
Memecahk Memecahk Kemampua telah terbentuk.
an masalah an masalah n Pada siklus I hasil pembelajaran
Siklus I Siklus II Memecahk anak adalah 74% dikarenakan tidak adanya
an masalah petunjuk pada setiap kepingan puzzle
74 % 89 % 15%
membuat anak kesulitan dalam menyusun
Persentase nilai kemampuan
gambar menjadi bentuk utuh dengan benar,
memecahkan masalah yang diperoleh anak
lintasan yang dilalui anak dalam mencari
pada siklus II menjelaskan bahwa terjadi
harta karun kurang jelas sehingga anak
peningkatan hasil belajar. Indikator
kesulitan melewati lintasan dg benar.
keberhasilan yang sudah dicapai dan dapat
Pada siklus II hasil pembelajaran
disimpulkan bahwa ketuntasan belajar
anak adalah 89% dikarenakan pada siklus II
dalam kemampuan memecahkan masalah
ini peneliti memperbaiki media yg
meningkat sebesar 15%.
digunakan yaitu menyiapkan kepingan
puzzle dengan petunjuk angka dan
SIMPULAN menyiapkan lintasan yang jelas untuk
Berdasarkan paparan data hasil dilalui anak.
penelitian dan pembahasan yang disajikan

116 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Penerapan permainan kreatif


mencari harta karun mampu meningkatkan Hurlock, Elizabeth. 1978. Perkembangan
kemampuan memecahkan masalah pada Anak jilid 1. Jakarta : PT. Gelora
Aksara Pratama..
anak kelompok B1 di Tk Negeri Pembina
Kota Kediri dengan peningkatan 15% dan Musfiroh, tadkiroatun. 2005. Bermain
dinyatakan berhasil untuk menyampaikan Sambil Belajar dan Mengasah
tujuan. Kecerdasan. Jakarta : Depdiknas.

DAFTAR RUJUKAN Ramli, Mochamad. 2005. Pendampingan


Perkembangan Anak Usia Dini.
Akbar, Sakdun. 2009. Prosedur Jakarta: Depdiknas.
Penyusunan Laporan dan Artikel
Hasil Penelitian Tindakan Kelas, -. 2017. Definisi Fungsi Edu Toy –
Yogyakarta : Cipta Media Aksara. adekaedutoysandcraft.com) diakses
Febuari 2017.
Gunarsa, Singgih. 1981. Dasar Dan Teori
Perkembangan Anak. Jakarta : PT
BPK Gunung Mulia.

url : ojs.unpkediri.ac.id 117


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Meningkatkan Kemampuan Dasar Kognitif Melalui Permainan “Rainbowling” Pada


Anak Kelompok B-1 Tk Islam Al Falah Kecamatan Pesantren Kota Kediri

Suwarti
Tk Islam Al Falah Kecamatan Pesantren
Kota Kediri
drasuwartimpd@gmail.com

Abstrak
Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan pengembangan anak
kelompok B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota Kediri,
ditemukan rendahnya informasi anak tentang cabang olahraga terutama
olahraga bowling, serta kurang antusias dan semangat dalam kegiatan belajar
mengajar yang kemungkinan disebabkan cara penyampaian pendidik yang
kurang menarik dan cenderung pasif untuk anak-anak. Sesuai permasalahan
tersebut, diperlukan strategi pembelajaran yang menarik, efektif, dan
menyenangkan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dasar kognitif
anak.Melalui Permainan Rainbowling diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan dasar kognitif anak dengan mudah dan anak tidak merasa bosan.
Bentuk tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan melalui Permainan
“Rainbowling” dapat mengembangkan kemampuan dasar kognitif pada anak
didik karena melalui permainan ini anak tidak merasa bosan dan memberi
kesempatan anak untuk aktif. Berdasarkan latar belakang yang terjadi,
penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa melalui
Permainan “Rainbowling” dapat meningkatkan kemampuan dasar kognitif
pada anak kelompok B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota
Kediri. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelompok B-1 TK Islam Al-
Falah Kecamatan Pesantren tahun pelajaran 2015-2016 yang beralamatkan di
Jl. Brigjend.Pol. Imam Bachri No.123 Kota Kediri, dengan jumlah anak didik
21 anak terdiri dari 7 anak perempuan dan 14 anak laki-laki. Anak didik ini
menjadi sasaran dan sekaligus sebagai sumber data penelitian. Berdasarkan
data di atas, ketuntasan kemampuan dasar kognitif anak didik mengalami
peningkatan. Hal tersebut nampak dari prosentase ketuntasan kemampuan
dasar kognitif anak didik pada pratindakan dan pada siklus I yang hanya
mencapai 66,7%. Kemudian kemampuan dasar kognitif anak didik
mengalami peningkatan pada siklus II yaitu 85,7%. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa melalui
Permainan Rainbowling dapat mengembangkan kemampuan dasar kognitif
anak didik kelompok B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota
Kediri Tahun Ajaran 2015/2016. Selain itu minat anak untuk memahami
konsep berhitung semakin meningkat setelah dilakukan dengan permainan
Permainan Rainbowling.

Kata Kunci: Kemampuan Kognitif, Permainan Rainbowling, Anak


Kelompok B

118 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

PENDAHULUAN anak untuk aktif. Berdasarkan latar


Kemampuan dasar kognitif (Logical belakang yang terjadi, penulisan ini
Mathematical) merupakan salah satu aspek dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
penting dalam usia taman kanak-kanak. bahwa melalui Permainan “Rainbowling”
Usia taman kanak-kanak merupakan usia dapat meningkatkan kemampuan dasar
anak mengenal, memahami, dan kognitif pada anak kelompok B-1 TK Islam
mengeksplorasi sesuatu yang baru. Dalam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota
mengenal, memahami, dan mengeksplorasi Kediri.
sesuatu anak pasti menggunakan kognitif
dalam mengolah informasi dan KAJIAN PUSTAKA
pengetahuan yang didapat, sehingga anak Karakteristik Anak Taman Kanak-
usia taman kanak-kanak cenderung aktif kanak pada umumnya adalah anak yang
dalam mengeksplorasi. Dengan selalu bergerak, mempunyai rasa ingin tahu
kemampuan dasar kognitif dimaksudkan yang kuat, senang bereksperimen dan
agar anak dapat mengembangkan daya menguji, mampu mengekspresikan diri
pikirnya, dapat memahami bilangan secara kreatif, mempunyai imajinasi,
sederhana, serta mampu memahami konsep senang berbicara.
dasar matematika sederhana.Logical Menurut Clark, karakteristik anak
Mathematical berkaitan dengan hal yang prasekolah adalah mempunyai pemikiran
sangat luas dalam kehidupan sehari-hari yang sangat logis, selalu ingin bersenang-
antara lain rasio/logika atau pengembangan senang dan bermain, kreatif, dan mampu
daya 119iker, berhitung, ilmu ukur, menceritakan apa yang sedang mereka
memahami konsep-konsep dasar lakukan. Yang dimaksud anak prasekolah
matematika sederhana, dan lain-lain. adalah mereka yang berusia 3-6 tahun
Berdasarkan pengamatan terhadap (Bichler dan Snowman 1993, dalam
kegiatan pengembangan anak kelompok B- Patmonodewo, 2000).
1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Proses pembelajaran di Taman
Kota Kediri, ditemukan rendahnya Kanak-kanak harus mengacu pada
informasi anak tentang cabang olahraga karakteristik anak sehingga tujuan dari
terutama olahraga bowling, serta kurang pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan
antusias dan semangat dalam kegiatan yang diharapkan. Dengan
belajar mengajar yang kemungkinan mengetahui/memahami karakteristik anak
disebabkan cara penyampaian pendidik akan membantu pendidik menemukan/
yang kurang menarik dan cenderung pasif menciptakan model pembelajaran yang
untuk anak-anak. Sesuai permasalahan sesuai dengan menarik minat anak. Oleh
tersebut, diperlukan strategi pembelajaran karena itu model pembelajaran yang sesuai
yang menarik, efektif, dan menyenangkan dan diminati anak harus dirancang secara
sehingga dapat mengembangkan seksama sehingga dalam proses belajar
kemampuan dasar kognitif anak.Melalui mengajar dapat memberikan kesempatan
Permainan Rainbowling diharapkan dapat belajar yang menyenangkan bagi anak.
mengembangkan kemampuan dasar Menghubungkan kemampuan yang
kognitif anak dengan mudah dan anak tidak diharapkan dengan pekerjaan atau
merasa bosan. kehidupan sehari-hari menjadikan anak
Bentuk tindakan yang akan didik semakin akrab/dekat dengan
dilakukan yaitu dengan melalui Permainan lingkungannya sehingga mampu menguasai
“Rainbowling” dapat mengembangkan suatu konsep yang abstrak melalui
kemampuan dasar kognitif pada anak didik pengalaman belajar yang konkrit. Bermain
karena melalui permainan ini anak tidak merupakan satu dari sekian macam
merasa bosan dan memberi kesempatan karakteristik anak taman kanak-kanak yang

url : ojs.unpkediri.ac.id 119


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

sangat efektif untuk mengembangkan atau logical mathematical merupakan salah satu
mendukung semua aspek perkembangan cara bagaimana anak mengetahui sesuatu.
anak, baik aspek bidang pengembangan Kategori ini meliputi pengertian tentang
pembiasaan yang meliputi moral dan nilai- angka, klasifikasi, waktu, dan ruang. Tipe
nilai agama, sosial emosional, dan pengetahuan ini menunjukkan adanya
kemandirian maupun aspek bidang proses mental yang dikaitkan dengan
pengembangan kemampuan dasar yang hadirnya benda secara fisik. Misalnya
meliputi kemampuan kognitif (logical seorang yang melihat 2 batang pensil
mathematical), berbahasa, seni, maupun sekaligus dan anak dapat mengatakan “dua
fisik motorik. Dengan bermain akan pensil”.Hal ini dapat terjadi karena anak
memungkinkan anak meneliti menggunakan suatu konstruksi mental.
lingkungannya, mempelajari segala sesuatu Berarti anak dapat memahami
dan memecahkan masalah yang pemikirannya terhadap dua buah pensil
dihadapinya. dengan cara “one to one correspondence”
Sedangkan menurut Hetherington (Patmonodewo, 2000).
dan Parke (1990, dalam Moeslichtoen, Untuk dapat membantu anak dalam
2005) menegmukakan bahwa fungsi mengembangkan kemampuan logical
bermain dan interaksi dalam permainan mathematical, Freeman (1996, dalam
mempunyai peran penting bagi Patmonodewo, 2000) mengungkapkan cara
perkembangan kognitif (logical merangsang logical mathematical anak
mathematical), dan sosial anak. yaitu bermain dengan air untuk
Selain itu motivasi merupakan salah memperoleh ide tentang mengisi gelas,
satu faktor yang dapat meningkatkan mengapung, tenggelam, dan lain-lain.
kualitas pembelajaran, karena peserta didik Ketika mengisi gelas dengan air akan
akan belajar dengan sungguh-sungguh membangkitkan ide-ide anak tentang
apabila memiliki motivasi belajar yang jumlah (banyaknya benda), bermain dengan
tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan adonan tepung, meremas adonan, dan
kualitas pembelajaran guru harus mampu membagi-bagi adonan.
membangkitkan motivasi belajar anak Permaian Rainbowling
sehingga dapat mencapai tujuan Permainan Rainbowling merupakan
pembelajaran (Mulyasa, 2006). Karena itu permainan yang terinspirasi dari olah
pendidik harus memberikan kesempatan raga/permainan bowling.Rainbowling
kepada anak untuk mengekspresikan diri berasal dari kata rainbow yang berarti
secara kreatif karena hal ini akan pelangi dan bowling, jadi rainbowling
menimbulkan gairah untuk belajar. Banyak merupakan bowling pelangi.Bowling
sekali bentuk model pembelajaran yang adalah jenis olahraga atau permainan yang
berkembang saat ini dan masing-masing dimainkan dengan menggelindingkan bola
memilki karakteristik yang khusus menggunakan satu tangan. Bola
berbeda.Pendidik dapat memilih model bowling akan digelindingkan ke pin yang
pembelajaran yang disesuaikan dengan berjumlah sepuluh buah yang telah disusun
karakteristik yang berbeda.Pendidik dapat menjadi bentuk segitiga jika dilihat dari atas
memilih model pembelajaran yang (Wikipedia, 2015).
disesuaikan dengan karakter anak didiknya Permainan Rainbowling tercipta
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. dengan bahan sederhana, mudah didapat,
Logical Mathematical dan ramah lingkungan karena
Menurut Piaget seorang ahli dalam memanfaatkan sampah plastik. Permainan
bidang biologi dan kemudian tertarik bowling yang menggunakan pin sebanyak
dengan ilmu pengetahuan, proses belajar 10 buah, sama halnya dengan Permainan
dan cara berpikir mengemukakan bahwa Rainbowling menggunakan pin sebanyak

120 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

10 buah yang terbuat dari botol bekas air biru?” setelah anak menjawab pendidik bisa
mineral, sedangkan bola terbuat dari kertas menanyakan “Jika ketiganya dijumlahkan
bekas dan tas plastik bekas yang disatukan maka berapa jumlahnya?” Dari tanya jawab
dibentuk seperti bola. Cara memainkan inilah anak diajak untuk berpikir dan
Permainan Rainbowling yaitu dengan memahami konsep penjumlahan. Setelah
menggelindingkan bola (kumpulan kertas anak menggelindingkan bola ke arah pin
dan tas plastik bekas) ke arah pin (botol dan ada beberapa pin yang jatuh oleh bola,
bekas air mineral yang dibungkus kertas pendidik bisa melakukan tanya jawab,
lipat berwarna warni). Permaianan “Berapa jumlah botol yang berdiri? Setelah
Rainbowling dapat dimainkan oleh anak dilempar bola, ada berapa botol yang jatuh?
berusia 5-6 tahun. Dan berapa sisa botol yang berdiri
1. Alat dan Bahan Pembuatan sekarang?” dari tanya jawab inilah anak
Permainan Rainbowling diajak untuk berpikir tentang konsep
a. Botol bekas minuman susu sapi pengurangan.
Dari permainan ini anak dapat
murni
memahami konsep berhitung sederhana dan
b. Kertas lipat ukuran 16x16 cm menunjang perkembangan kepekaan panca
c. Kertas bertuliskan angka 1-10 indera dengan menyebutkan dan
d. Gunting pengenalan tentang warna, selain itu dengan
e. Isolasi melemparkan bola ke arah botol dapat
f. Tas plastik bekas mengembangkan kemampuan fisik motorik
g. Kertas kasar anak. Seperti yang dijelaskan pada
tabel berikut ini:
2. Mekanisme Penggunaan Permainan
Tabel 2.1
Rainbowling Aspek Perkembangan Anak
Penggunaan Permainan yang Dapat Dikembangkan melalui
Rainbowlingsama halnya dengan Permainan Rainbowling berdasarkan
permainan bowling, botol-botol “Kompetensi Inti dan Kompetensi
bekas yang sudah diisi kertas lipat Dasar serta Indikator Pencapaian
berwarna dan ditempel angka ditata Perkembangan Anak Kelompok B”
berdiri berpola segitiga bila dilihat
dari atas, lalu bola digelindingkan No Aspek Kompetensi Indikator
dan ditujukan pada pin/botol-botol Perkembang dasar
bekas. Setiap anak an
berkesempatan/berpeluang untuk 3 1 Nilai Agama 1.2 Menghargai
dan Moral Menghargai diri sendiri,
kali menggelindingkan bola jika diri sendiri, orang lain, dan
gelinding pertama dan kedua gagal. orang lain, dan lingkungan
Jarak antara anak dengan botol pin lingkungan sekitar.
terdepan sekitar 3 meter. sekitar.
Hubungan Permainan Rainbowling 2 Sosial 2.7 Memiliki Memiliki
Emosional perilaku yang perilaku yang
dengan Perkembangan Kognitif Anak mencerminkan mencerminkan
Penggunaan Permainan sikap sabar sikap sabar
Rainbowling sama halnya dengan (mau (mau
permainan bowling yang sesungguhnya, menunggu menunggu
bola digelindingkan dan ditujukan pada giliran, mau giliran, mau
mendengar mendengar
pin/botol-botol bekas. Sambil menata botol, ketika orang ketika orang
pendidik bisa melakukan tanya jawab lain berbicara) lain berbicara)
dengan anak tentang warna dan jumlah untuk melatih untuk melatih
botol. Seperti, “Berapa jumlah botol kedisiplinan. kedisiplinan.
berwarna merah, warna kuning, dan warna
url : ojs.unpkediri.ac.id 121
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

3 Kognitif 3.6 Mengenal Melakukan kasar dan dan kiri dalam


benda-benda kegiatan yang halus berbagai
di sekitarnya menunjukkan aktifitas.
(nama, warna, anak mampu 6 Seni 3.15 Mengenal Menghargai
bentuk, mengenal berbagai karya penampilan
ukuran, pola, benda dengan dan aktivitas karya seni
sifat, suara, mengelompok seni anak lain
tekstur, dan kan berbagai (misal dengan
ciri lainnya) benda di bertepuk
lingkungannya tangan dan
berdasarkan memuji)
ukuran, pola, 4.15 Membuat
fungsi, sifat, Menunjukkan karya seni
dan ciri yang karya dan sesuai
lainnya. aktifitas seni kreativitasnya
4.6 Melakukan dengan misal seni
Menyampaika kegiatan yang menggunakan musik, visual,
n tentang apa menunjukkan berbagai gerak dan tari
dan bagaiman anak mampu media. yang
benda-benda mengenal dihasilkannya
di sekitar yang benda dan dihasilkan
dikenalnya berdasarkan orang lain.
(nama, warna, lima seriasi
bentuk, atau lebih,
METODE PENELITIAN
ukuran, pola, bentuk,
sifat, tekstur, ukuran, warna, Subyek dalam penelitian ini adalah
fungsi, dan atau jumlah siswa kelompok B-1 TK Islam Al-Falah
ciri lainnya) melalui Kecamatan Pesantren tahun pelajaran 2015-
melalui kegiatan 2016 yang beralamatkan di Jl. Brigjend.Pol.
berbagai hasil mengurutkan
Imam Bachri No.123 Kota Kediri, dengan
karya. benda.
4 Bahasa 3.10 Melakukan jumlah anak didik 21 anak terdiri dari 7
Memahami proses kerja anak perempuan dan 14 anak laki-laki.
bahasa reseptif sesuai dengan Anak didik ini menjadi sasaran dan
(menyimak prosedurnya. sekaligus sebagai sumber data penelitian.
dan membaca) Desain yang digunakan dalam
4.10 Melaksanakan
Menunjukkan perintah yang
penelitian ini adalah model Penelitian
kemampuan lebih Tindakan Kelas karena menggambarkan
berbahasa kompleks bagaimana suatu pembelajaran yang
reseptif sesuai dengan diterapkan guru sekaligus peneliti
(menyimak aturan yang mendapatkan hasil yang ingin dicapai,
dan membaca) disampaikan.
5 Fisik 3.3 Mengenal Melakukan
dengan model rancangan yang digunakan
motorik anggota tubuh, kegiatan yang mengacu pada model Kemmis dan Taggart
fungsi, dan menunjukkan (dalam Sulastri 2012) dengan 2 siklus
gerakannya anak mampu pelaksanaan. Masing-masing siklus terdiri
untuk melakukan dari 4 tahapan, yaitu penyusunan rencana
pengembanga permainan
n motorik fisik dengan
tindakan, pelaksanaan tindakan,
kasar dan aturan. pengamatan dan perefleksian. Penelitian ini
motorik halus. dilakukan dalam 2 siklus, masing-masing
4.3 Melakukan siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
Menggunakan kegiatan yang 1. Penyusunan Rencana Tindakan
anggota tubuh menunjukkan
untuk anak mampu Sebelum mengadakan
pengembanga terampil penelitian, peneliti menyusun
n motorik menggunakan rumusan masalah, tujuan penelitian,
tangan kanan dan membuat rencana tindakan,
122 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

termasuk di dalamnya perangkat bermain Permainan Rainbowling


pembelajaran. dengan metode demonstrasi. Setiap
2. Pelaksanaan Tindakan setelah melempar bola dan mengenai
Pada tahap ini akan sasaran, dilakukan tanya jawab tentang
dilaksanakan proses pembelajaran jumlah sasaran yang roboh dan sisa
sebagaimana yang telah yang masih berdiri agar anak lebih
direncanakan dengan menggunakan paham tentang konsep dasar berhitung
media Permainan Rainbowling pengurangan, anak menata kembali
dengan metode tanya jawab, sasaran (botol) yang roboh sesuai pola
demonstrasi, dan praktik langsung. pin bowling yaitu berbentuk segitiga.
3. Pengamatan/Observasi c. Observasi
Observasi dilaksanakan saat Peneliti melakukan observasi
pembelajaran selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.Observasi berlangsung.Observasi dilakukan
dilaksanakan terhadap aktivitas untuk mengetahui sejauh mana
anak didik pada saat melaksanakan perubahan kemampuan dasar kognitif
pembelajaran dengan menggunakan anak. Hasil observasi tersebut akan
lembar observasi anak didik. mempengaruhi tindakan selanjutnya.
4. Refleksi d. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah Refleksi merupakan tahapan
tindakan, untuk mengevaluasi hasil untuk memproses data atau masukan
belajar dan hasil observasi serta yang diperoleh pada saat
menganalisa hasil belajar dan hasil observasi.Tujuan dari refleksi adalah
observasi. Jika ada kekurangan memperoleh data yang menunjukkan
maka perbaikan akan dilakukan perubahan kemampuan dasar kognitif
pada siklus berikutnya. dan mengubah perencanaan pada siklus
Penelitian yang dilakukan pada anak berikutnya untuk peningkatan
didik kelompok B-1 TK Islam Al-Falah kemampuan dasar kognitif anak.
Kecamatan Pesantren ini dilaksanakan
dalam 2 siklus dengan langkah-langkah SIKLUS II
sebagai berikut: a. Penyusunan Rencana Tindakan
Penyusunan rencana tindakan
SIKLUS I ini dilakukan dengan:
a. Penyusunan Rencana Tindakan 1) Mempersiapkan Rencana Program
Penyusunan rencana tindakan Pembelajaran Mingguan (RPPM)
ini dilakukan dengan: 2) Mempersiapkan Rencana Program
1) Mempersiapkan Rencana Program Pembelajaran Harian (RPPH)
Pembelajaran Mingguan (RPPM) 3) Mempersiapkan materi dengan
2) Mempersiapkan Rencana Program Permainan Rainbowling
Pembelajaran Harian (RPPH) 4) Mempersiapkan format penilaian
3) Mempersiapkan materi dengan kemampuan dasar kognitif
Permainan Rainbowling b. Pelaksanaan Tindakan
4) Mempersiapkan format penilaian Pada penelitian siklus II,
kemampuan dasar kognitif peneliti menanyakan kembali tentang
b. Pelaksanaan Tindakan Permainan Rainbowling, peneliti juga
Pada penelitian siklus I peneliti bertanya tentang jumlah sasaran yang
menjelaskan tentang Permainan roboh pada setiap anak untuk melatih
Rainbowling, memberikan contoh cara daya ingat anak.Kemudian peneliti
url : ojs.unpkediri.ac.id 123
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

melaksanakan kegiatan pembelajaran mengolah data dan hasil penelitian yang


dengan Permainan Rainbowling seperti diperoleh, sehingga dapat diambil
siklus sebelumnya. kesimpulannya. Prosedur analisis data
c. Observasi dalam penelitian ini adalah:
Peneliti melakukan observasi 1. Menghitung distribusi frekuensi
selama kegiatan pembelajaran tanda bintang ( ) dengan
berlangsung.Observasi dilakukan menggunakan rumus sebagai
untuk mengetahui sejauh mana berikut:
perubahan kemampuan dasar kognitif
anak pada siklus II. Hasil observasi P= x 100%
tersebut akan mempengaruhi tindakan
selanjutnya.
d. Refleksi
Refleksi pada penelitian siklus Keterangan :
II ini terjadi perubahan kemampuan P = Hasil prosentase anak yang
dasar kognitif yang signifikan ke arah mendapat bintang ( ) tertentu
yang positif. F = Jumlah anak yang mendapatkan
Instrumen pengumpulan data yang bintang tertentu
digunakan dalam penelitian tindakan kelas N = Jumlah keseluruhan anak
ini berupa unjuk kerja anak dan observasi 2. Membandingkan ketuntasan belajar
pada pendidik. anak didik dalam hal kemampuan
1. Observasi dasar kognitifnya, mulai dari pra
Observasi merupakan suatu tindakan, siklus I dan II.
pengamatan secara sistematik terhadap Keseluruhan rencana
perilaku yang nampak pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas
objek.Observasi dilakukan pada ini dilaksanakan selama kurang lebih 2
pendidik saat kegiatan berlangsung. minggu.Rencana jadwal penelitian ini
Data yang diperoleh dari instrumen dibuat agar penelitian tindakan kelas ini
observasi akan menjadi landasan dapat terprogram dengan baik.
refleksi pada siklus I dan II. Instrumen
observasi dalam penelitian tindakan HASIL DAN PEMBAHASAN
kelas ini hanya terdiri dari lembar Model rancangan yang digunakan
observasi guru/pendidik. dalam penelitian tindakan kelas ini
2. Unjuk Kerja mengacu pada model Kemmis dan Taggart
Lembar hasil pengamatan (dalam Sulastri, 2012) dengan 2 siklus
berikutnya adalah lembar hasil unjuk pelaksanaan.Masing-masing siklus terdiri
kerja anak didik.Unjuk kerja dari 4 tahapan, yaitu penyusunan rencana
merupakan penilaian berdasarkan tindakan, pelaksanaan tindakan,
keaktifan anak didik dalam kegiatan pengamatan (observasi), dan refleksi.
pembelajaran. Sedangkan ketentuan Adapun deskripsi setiap siklus adalah
ketuntasan perkembangan anak adalah sebagai berikut:
apabila anak didik telah mencapai 75% 1. Pelaksanaan Tindakan pada Siklus I
perkembangan kemampuan dasar a. Perencanaan
kognitif daripada kemampuan Peneliti melakukan hal-
sebelumnya. hal sebagai berikut:
Teknik analisis data berisi mengenai 1) Mempersiapkan Rencana
proses, hasil, dan hambatan yang dijumpai
Program Pembelajaran
selama proses pembelajaran berlangsung,
yaitu cara yang dipergunakan untuk Mingguan (RPPM)

124 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

2) Mempersiapkan Rencana yang telah dibuat. Hal ini


Program Pembelajaran bertujuan untuk mengetahui
Harian (RPPH) danmemperoleh gambaran
tentang perkembangan proses
3) Mempersiapkan materi
pembelajaran yang terjadi.
dengan Permainan Observasi dilakukan pada anak
Rainbowling didik kelompok B-1 dan pada
4) Mempersiapkan format peneliti/guru.Adapun hasil
penilaian kemampuan dasar observasi tersebut pada siklus I
kognitif sebagai berikut:
b. Pelaksanaan
Tabel 4.1
Pada pelaksanaan siklus
Lembar Hasil Observasi pada Guru dalam
I, 21 anak didik kelompok B-1
Kegiatan Mengembangkan Kemampuan
TK Islam Al-Falah hadir.Pada
Dasar Kognitif Anak Didik melalui
tahap ini peneliti menerapkan
Permainan Rainbowling pada Siklus I
kegiatan sesuai dengan
persiapan yang telah
No Item observasi Ya Tidak
direncanakan sebelumnya yaitu
mengacu pada RPPM dan RPPH Guru menyampaikan
1 
yang telah disusun. Secara garis tujuan pembelajaran
besar kegiatan yang dilakukan Guru menjelaskan
dalam proses pembelajaran bahan yang digunakan
dalam siklus I ini adalah sebagai 2 untuk membuat 
berikut: Permainan
1) Guru menyampaikan tujuan Rainbowling
Guru aktif dalam
pembelajaran
memberikan contoh
2) Guru menjelaskan bahan 3 
bermain Permainan
yang digunakan untuk Rainbowling
membuat Permainan Guru aktif melakukan
Rainbowling tanya jawab seputar
3) Guru aktif dalam hasil yang didapat
memberikan contoh bermain 4 setelah melempar bola 
dalam kegiatan
Permainan Rainbowling
Permainan
4) Guru aktif melakukan tanya Rainbowling
jawab seputar hasil yang Guru memotivasi anak
didapat setelah melempar dalam melaksanakan
bola dalam kegiatan 5 kegiatan bermain 
Permainan Rainbowling Permainan
5) Guru memotivasi anak Rainbowling
dalam melaksanakan
Tabel 4.2
kegiatan bermain Permainan Lembar Penilaian Perkembangan
Rainbowling Kemampuan Dasar Kognitif Anak Didik
c. Observasi pada Siklus I
Pada tahap observasi Nilai perkembangan anak didik
siklus I ini, peneliti melakukan Nama Kriteria
No
Anak ketuntasan
observasi sesuai dengan format minimal

url : ojs.unpkediri.ac.id 125


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Bel P= x 100%
Tunta um
s tunt P = x 100% = 66,7%
as
1 Amel   6) Prosentase ketidak tuntasan
2 Aar   anak:
3 Atta   P = x 100%
4 Dhea  
5 Delvin   P = x 100% = 33,3%
6 Dimas   d. Refleksi
7 Andika   Berdasar hasil unjuk
8 Vano  
9 Satria  
kerja pada siklus I menunjukkan
10 Rafi   bahwa peneliti/guru telah aktif
11 Nara   dalam memberikan contoh
12 Salsa   bermain Permainan
13 Bella   Rainbowling, aktif dalam
14 Vino   melakukan tanya jawab seputar
15 Zulfi  
hasil yang didapat setelah
16 Teguh  
17 Fahry   melempar bola dalam kegiatan
18 Niken   Permainan Rainbowling, namun
19 Azka   peneliti/guru belum
20 Shafa   menyampaikan tujuan
21 Kanza   pembelajaran, belum
Jumlah 1 6 11 3 14 7 menjelaskan bahan yang
Prosentase 4, 28 52 14 66,7 33,3
9 ,5 ,4 ,2 % %
digunakan untuk membuat
% % % % Permainan Rainbowling, dan
kurang dalam memotivasi anak
Prosentase hasil perkembangan dalam melaksanakan kegiatan
kemampuan dasar kognitif anak tersebut bermain Permainan
diperoleh dari: Rainbowling.
1) Kelompok anak belum Sedangkan
berkembang: perkembangan kemampuan
dasar kognitif anak didik
P = x 100%
kelompok B-1 yang telah
P = x 100% = 4,9% diupayakan melalui permainan
2) Kelompok anak mulai Permainan Rainbowling dapat
berkembang: dilihat berdasarkan prosentase
P = x 100% ketuntasan belajar pada siklus I,
yaitu 33,3% prosentase
P = x 100% = 28,5% ketidaktuntasan sedangkan
3) Kelompok anak 66,7% adalah prosentase
berkembang sesuai harapan: ketuntasan. Dari hasil tersebut
P = x 100% dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pada siklus I belum
P = x 100% = 52,4% dapat meningkatkan
4) Kelompok anak kemampuan dasar kognitif anak
berkembang sangat baik: didik, sehingga perlu perbaikan
P = x 100% pada siklus II.
P = x 100% = 14,2% 2. Pelaksanaan Tindakan pada Siklus
5) Prosentase ketuntasan anak: II
126 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

a. Perencanaan Pada tahap observasi


Peneliti melakukan hal- siklus II ini, peneliti melakukan
hal sebagai berikut: observasi sesuai dengan format
1) Mempersiapkan Rencana yang telah dibuat. Hal ini
Program Pembelajaran bertujuan untuk mengetahui
Mingguan (RPPM) danmemperoleh gambaran
2) Mempersiapkan Rencana tentang perkembangan proses
Program Pembelajaran pembelajaran yang terjadi
Harian (RPPH) setelah pelaksanaan siklus I.
3) Mempersiapkan materi Observasi dilakukan pada anak
dengan Permainan didik kelompok B1 dan pada
Rainbowling peneliti/ guru.Adapun hasil
4) Mempersiapkan format observasi tersebut pada siklus II
penilaian kemampuan dasar sebagai berikut:
kognitif
b. Pelaksanaan Tabel 4.3
Pada pelaksanaan siklus Lembar Hasil Observasi pada Guru dalam
I, 21 anak didik kelompok B-1 Kegiatan Mengembangkan Kemampuan
TK Islam Al-Falah hadir.Pada Dasar Kognitif Anak Didik melalui
tahap ini peneliti menerapkan Permainan Rainbowling pada Siklus II
kegiatan sesuai dengan
persiapan yang telah No Item observasi Ya Tidak
direncanakan sebelumnya yaitu Guru menyampaikan
1 
tujuan pembelajaran
mengacu pada RPPM dan RPPH
Guru menjelaskan bahan
yang telah disusun. Secara garis yang digunakan untuk
besar kegiatan yang dilakukan 2 
membuat Permainan
dalam proses pembelajaran Rainbowling
dalam siklus II ini adalah Guru aktif dalam
sebagai berikut: memberikan contoh
3 
bermain Permainan
1) Guru menyampaikan tujuan Rainbowling
pembelajaran Guru aktif melakukan
2) Guru menjelaskan bahan tanya jawab seputar hasil
yang digunakan untuk 4
yang didapat setelah

membuat Permainan melempar bola dalam
kegiatan Permainan
Rainbowling Rainbowling
3) Guru aktif dalam Guru memotivasi anak
memberikan contoh bermain dalam melaksanakan
5 
Permainan Rainbowling kegiatan bermain
4) Guru aktif melakukan tanya Permainan Rainbowling
jawab seputar hasil yang Tabel 4.4
didapat setelah melempar Lembar Penilaian Perkembangan
bola dalam kegiatan Kemampuan
Permainan Rainbowling Dasar Kognitif Anak Didik pada Siklus II
5) Guru memotivasi anak
dalam melaksanakan
kegiatan bermain Permainan Nilai perkembangan anak didik
Kriteria
Rainbowling N Nama ketuntasan
o Anak minimal
c. Observasi Tun Belum
tas tuntas
url : ojs.unpkediri.ac.id 127
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

1 Amel   P = x 100% = 85,7%


2 Aar  
3 Atta   6) Prosentase ketidak tuntasan
4 Dhea   anak:
5 Delvin   P = x 100%
6 Dimas  
7 Andika   P= x 100% = 14,3%
8 Vano  
9 Satria  
10 Rafi   d. Refleksi
11 Nara   Berdasar hasil unjuk
12 Salsa   kerja pada siklus II
13 Bella   menunjukkan bahwa peneliti/
14 Vino   guru telah aktif dalam
15 Zulfi   memberikan contoh bermain
16 Teguh  
17 Fahry
Rainbowling Game, aktif dalam
 
18 Niken   melakukan tanya jawab seputar
19 Azka   hasil yang didapat setelah
20 Shafa   melempar bola dalam kegiatan
21 Kanza   Permainan Rainbowling,
Jumlah 1 2 12 6 18 3 peneliti/guru menyampaikan
Prosentase 4 9,5 57,1 28,5 85,7 14,3% tujuan pembelajaran,
, % % % %
9 menjelaskan bahan yang
% digunakan untuk membuat
Permainan Rainbowling, dan
Prosentase hasil perkembangan memotivasi anak dalam
kemampuan dasar kognitif anak tersebut melaksanakan kegiatan bermain
diperoleh dari: Permainan Rainbowling.
1) Kelompok anak belum Sedangkan
berkembang: perkembangan kemampuan
P = x 100% dasar kognitif anak didik
kelompok B1 yang telah
P = x 100% = 4,9% diupayakan melalui permainan
2) Kelompok anak mulai Permainan Rainbowling dapat
berkembang: dilihat berdasarkan prosentase
P = x 100% ketuntasan belajar pada siklus
II.Anak mengalami
P = x 100% = 9,5% perkembangan daripada siklus I.
3) Kelompok anak Berdasarkan hasil pelaksanaan
berkembang sesuai harapan: tindakan yang dilakukan, kemampuan dasar
P = x 100% kognitif anak didik yang diupayakan
melalui permainan Permainan Rainbowling
P = x 100% = 57,1% pada anak didik kelompok B-1 TK Islam
4) Kelompok anak Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota Kediri
berkembang sangat baik: mengalami peningkatan yang lebih baik
P = x 100% dari sebelumnya. Peningkatan kemampuan
dasar kognitif anak didik dapat dilihat dari
P = x 100% = 28,5% tabel perbandingan perolehan hasil belajar
5) Prosentase ketuntasan anak: anak serta tabel hasil ketuntasan belajar
P = x 100% anak didik sebagai berikut:

128 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Tabel 4. 5
Hasil Penilaian Kemampuan Dasar SIMPULAN DAN SARAN
Kognitif Anak Didik Kelompok B-1 Simpulan
TK Islam Al-Falah Pesantren Sebelum Berdasarkan hasil penelitian dan
dan Sesudah Tindakan pembahasan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa melalui Permainan
No Hasil Pra Tindakan Tindakan Rainbowling dapat mengembangkan
Penilaian Tindakan Siklus I Siklus II kemampuan dasar kognitif anak didik
1 4,9% 4,9% 4,9% kelompok B-1 TK Islam Al-Falah
2 28,5% 28,5% 9,5% Kecamatan Pesantren Kota Kediri
3 52,4% 52,4% 57,1% Tahun Ajaran 2015/2016.
4 14,2% 14,2% 28,5% Selain itu minat anak untuk
Jumlah 100% 100% 100% memahami konsep berhitung semakin
meningkat setelah dilakukan dengan
Tabel 4.6 permainan Permainan Rainbowling.
Hasil Ketuntasan Kemampuan Dasar
Kognitif Anak Didik Kelompok B-1 Saran
TK Islam Al-Falah Pesantren Sebelum 1. Bagi Guru
dan Sesudah Tindakan Hasil prestasi belajar anak
didik yang telah dicapai dalam
Jumlah Anak Didik Prosentase penelitian ini hendaknya tetap
Siklus Belum Tuntas Ketuntasan diperhatikan bahkan
Tuntas ditingkatkan.Peningkatan hasil
I 7 14 66,7% belajar sebaiknya tidak hanya pada
II 3 18 85,7% kemampuan kognitif tetapi juga
Berdasarkan data di atas, semua aspek perkembangan dengan
ketuntasan kemampuan dasar media dan metode pembelajaran
kognitif anak didik mengalami yang lebih menarik.
peningkatan. Hal tersebut nampak 2. Bagi Anak Didik
dari prosentase ketuntasan Diharapkan dengan media
kemampuan dasar kognitif anak ataupun metode pembelajaran yang
didik pada pratindakan dan pada menarik dan inovatif anak lebih
siklus I yang hanya mencapai 66,7%. aktif, kreatif, nyaman, aman, dan
Kemudian kemampuan dasar mudah dalam menerima materi
kognitif anak didik mengalami pembelajaran sehingga kemampuan
peningkatan pada siklus II yaitu yang diharapkan dapat tercapai
85,7%. dengan optimal.

2. Pengambilan Simpulan DAFTAR PUSTAKA


Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran Moeslichatoen.2005. Metode Pengajaran
melalui Permainan Rainbowling Taman Kanak-kanak. Jakarta:
dapat mengembangkan kemampuan Departemen Pendidikan dan
dasar kognitif anak didik kelompok Kebudayaan Direktoral Jenderal
B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pendidikan Tinggi Proyek
Pesantren Kota Kediri Tahun Ajaran Pendidikan Tenaga Akademik
2015-2016, sehingga hipotesis Mulyasa, E. 2006.Menjadi Guru
tindakan dalam penelitian ini Profesional. Bandung: PT. Remaja
diterima. Rosda Karya

url : ojs.unpkediri.ac.id 129


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Patmonodewo, Soemiarti Utami. 1996. Kediri.Skripsi tidak diterbitkan.


Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: Kediri: Fakultas Keguruan dan Ilmu
PT. Gramedia Pustaka Utama Pendidikan UNP Kediri
Sulastri.2012. Mengembangkan Fisik Wikipedia. 2015. Bowling, (online),
Motorik Kasar Anak melalui Gerak (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Boli
Tari pada Siswa Kelompok B di TK ng, diakses tanggal 19 April 2016
Dharma Wanita Pakunden I Kota

130 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Melalui Parenting Senam Masal Ibu dan
Anak Pada Anak Usia Dini TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
Kota Kediri Tahun Pelajaran 2017/2018

S. Edy Subroto
TK Dharma Wanita Bangsal
Kota Kediri

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi hasil pengamatan dan pengalaman
peneliti, bahwa Berdasarkan pengamatan yang terjadi, rendahnya
kemampuan motorik kasar anak tersebut dikarenakan belum maksimalnya
pihak sekolah melaksanakan program pembelajaran yang melibatkan
komponen wali murid. Permasalahan penelitian ini adalah Apakah dengan
program parenting senam masal ibu dan anak dapat meningkatkan motorik
kasar pada anak usia dini TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
Kota Kediri Tahun Pelajaran 2017/2018. Penelitian Tindakan Kelas ini juga
termasuk penelitian diskriptif karena menggambarkan bagaimana suatu
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang ingin dicapai.
Penelitian Tindakan Sekolah dengan subyek penelitian ibu dan anak
diTKDharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren Kota Kediri ini
dilaksanakan dalam 2 siklus. Dari hasil pelaksanaan siklus II yang sebesar
85,71% menunjukkan peningkatan motorik kasar anak usia dini sudah
mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian
tindakan sekolah yang dilakukan di TK Dharma Wanita Bangsal
Kecamatan Pesantren Kota Kediri dapat disimpulkan bahwa melalui
kegiatan parenting senam masal ibu dan anak dapat meningkatkan motorik
kasar anak usia dini di TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
Kota Kediri tahun pelajaran 2017/2018.

Kata kunci: Pendidikan motorik kasar, parenting, senam masal.

PENDAHULUAN Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan


Pendidikan nasional berfungsi bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun.
mengembangkan kemampuan dan membentuk Perkembangan fisik motorik khususnya
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat keseimbangan tubuh anak juga termasuk usaha
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta perkembangan tubuh anak melalui jenis-jenis
didik agar menjadi manusia yang beriman dan aktivitas bermain yang mendukung.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sementara itu, Husen dkk (2002)
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, menyatakan bahwa “anak usia dini berada pada
mandiri, dan menjadi warga negara yang masa lima tahun pertama yang disebut The
demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3 Golden Years, masa ini merupakan masa emas
UU Nomor 20 tahun 2003). Pada hakikatnya perkembangan anak”. Anak pada usia tersebut
belajar harus berlangsung sepanjang hayat. mempunyai potensi demikian besar untuk
Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, mengoptimalkan segala aspek
pendidikan harus dilakukan sejak usia dini perkembangannya, termasuk perkembangan
dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia keterampilan motoriknya. Artinya
url : ojs.unpkediri.ac.id 131
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

perkembangan keterampilan motorik sebagai termasuk mengenali dirinya sendiri. Dengan


perkembangan unsur kematangan dan demikian kemampuan motorik kasar anak akan
pengendalian gerak tubuh. Terdapat hubungan semakin terlatih.
yang saling mempengaruhi antara kebugaran Perkembangan Anak Usia Dini
tubuh, keterampilan motorik dan kontrol merupakan salah satu komponen utama dalam
motorik. Keterampilan motorik anak usia dini memahami, menyusun dan mengembangkan
tidak akan berkembang tanpa adanya program pembelajaran (bermain) pada satuan
kematangan kontrol motorik, kontrol motorik pendidikan anak usia dini. Pertumbuhan dan
tidak akan optimal tanpa kebugaran tubuh, perkembangan yang diharapkan dicapai oleh
kebugaran tubuh tidak akan tercapai tanpa anak pada rentang usia tertentu sangat
latihan fisik. mberpengaruh pada usia selanjutnya. Proses
Mengingat anak memiliki usia emas atau pertumbuhan anak yang mencakup pemantauan
golden age. Usia emas anak ini harus diberikan kondisi kesehatan, kemanan, perlindungan, dan
stimulasi yang baik agar anak bisa berkembang gizi anak seharusnya mereka dapatkan sejak
dan tumbuh dengan segala potensi yang usia dini. Adapun proses perkembangan anak
dimilikinya. Banyaknya manfaat usia dini pada berbagai dimensi perkembangan
pengembangan fisik atau motorik anak tentunya dapat ditemu kenali melalui karakteristik
memerlukan arahan yang tepat dari para tingkat pencapaian perkembangan pada rentang
pendidik di TK selain dari orangtua anak-anak usia tertentu yang mengikuti pola-pola umum
itu sendiri. Selain itu seorang pendidik (guru) di dalam perkembangan. Pola karakteristik umum
Taman Kanak-Kanak perlu merangsang minat perkembangan ini menjadi ukuran normative
anak untuk mau melakukan berbagai gerak dan yang bersifat generik (umum) yang harus
ketrampilan olah fisik yang kelak dapat diadaptasi dengan melihat perkembangan
membantu anak-anak tersebut tumbuh menjadi aktual pada masing-masing anak. Berdasarkan
pribadi yang cerdas, mandiri, dan sehat. Hal itu pengamatan yang terjadi, dapat diketahui
tentunya dapat dilakukan melalui penerapan layanan pendidikan anak usia dini belum
berbagai strategi pembelajaran yang sesuai sepenuhnya dapat memberikan layanan yang
dengan usia perkembangan anak. maksimal, dimana program kesehatan belum
Pada umumnya anak mempunyai ada, program gizi belum maksimal, program
kecenderungan selalu ingin bergerak sambil perlindungan anak juga belum ada. Rendahnya
bersenang-senang untuk menyalurkan segala program holistik integratif tersebut dikarenakan
potensi yang ada pada dirinya, sehingga dapat belum maksimalnya pihak sekolah
diwujudkan melalui berbagai bentuk melaksanakan program parenting yang
permainan. Bermain bagi anak-anak TK melibatkan komponen wali murid.
merupakan suatu kebutuhan yang sangat Peneliti melakukan pengamatan
penting di dalam kehidupannya, bahkan hampir terhadap permasalahan yang terjadi di TK
sebagian dari waktunya dihabiskan untuk Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
bermain. Pada masa ini terjadinya pematangan Kota Kediri menunjukkan bahwa upaya untuk
fungsi fisik dan psikis yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan
mengembangkan seluruh potensi anak. motorik kasar anak sudah dilakukan melalui
Peningkatan ketrampilan motorik anak, berbagai permainan namun kebanyakan belum
berhubungan erat dengan kegiatan bermain kreatif dan permainan kurang menstimulasi
yang merupakan aktivitas utama anak usia dini ketrampilan anak. Berdasarkan pengamatan
dengan aktivitas bermain positif, anak dapat peneliti, pengembangan kemampuan motorik
menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi kasar pada aspek senam mengikuti gerak musik
penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya sepenuhnya belum terwujud pada anak usia dini
dan mengenali lingkungan tempat tinggalnya, di TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan

132 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Pesantren Kota Kediri, dari 20 anak didik yang diperlukan untuk melaksanakan
mendapatkan bintang () 4 sebanyak 2 aktivitas-aktivitas mental. Contoh
anak, bintang 3 () sebanyak 4 anak, dan tes IQ (Intelligent quotient)
bintang () 2 sebanyak 9 anak serta yang digunakan untuk menegaskan
mendapatkan bintang () 1 sebanyak 5 anak, seberapa tingkat kemampuan-
yang artinya hanya 6 anak atau 30% sudah kemampuan intelektual umum. Ada
mampu senam dengan baik, sedangkan yang 14 7 dimensi kemampuan intelektual,
anak atau 70% belum mampu senam dengan yaitu number aptitude, verbal
baik. Berdasarkan data di atas dapat diambil comprehension, perceptual speed,
inductive reasoning, spatial
kesimpulan bahwa ketuntasan belajar dalam
visualization memory.
pengembangan kemampuamn motorik kasar
2) Kemampuan Fisik
melalui kegiatan senam belum tercapai.
Kemampuan intelektual lebih
besar memainkan peran pada
PERUMUSAN MASALAH pekerjaan-pekerjaan yang rumit
Sesuai dengan latar belakang masalah yang menuntut berbagai
diatas dan berdasarkan pengamatandi TK persyaratan pemrosesan informasi
Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren sementara kemampuan fisik lebih
Kota Kediri Tahun Pelajaran 20172018 banyak diperlukan pada aktivitas
atau tugas-tugas yang menuntut
dapatdirumuskan masalah sebagai berikut:
stamina, kecekatan, kekuatan dan
Apakah dengan program parenting
keterampilan atau bakat-bakat
senam masal ibu dan anak dapat
sejenis. Setiap orang memiliki
meningkatkanmotorik kasar anak usia dini di
kemampuan fisik dan tingkat
TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan stamina yang berbeda-beda.
Pesantren Kota Kediri Tahun Pelajaran Motorik kasar ini, berasal dari kata
2017/2018?” motorik dan kasar. Motorik itu sendiri
merupakan sekumpulan kemamuan
gerakan tubuh, baik gerakan kasar maupun
KAJIAN PUSTAKA
gerakan halus. Kemampuan motorik selalu
A. Pengertian Motorik Kasar Anak Usia
memerlukan koordinasi bagian-bagian
Dini
tubuh sehingga latihan untuk aspek ini perlu
Kemampuan manusia berkembang
diperhatikan (dalam Zainal, 2010).
sesuai kemampuan apa yang
B. Pengertian Parenting
dikembangkannya, bagaimana seseorang
tersebut menilai bahwa kemampuan yang Parenting adalah upaya
akan dikembangkan adalah termasuk
pendidikan yang dilaksanakan oleh
keluarga dengan memanfaatkan
potensi dalam dirinya. Dalam kenyataanya,
sumber-sumber yang tersedia dalam
kemampuan apapun sangatlah penting
keluarga dan lingkungan yang
untuk diasah mengingat satu kemampuan berbentuk kegiatan belajar secara
dengan kemampuan dalam diri saling mandiri. Parenting sebagai proses
beruhubungan. Stephen dalam Badeni interaksi berkelanjutan antara orang tua
(2013) telah mengklasifikasikan beberpa dan anak-anak mereka yang meliputi
jenis kemampuan dalam diri seseorang aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
yaitu: memberi makan (nourishing), memberi
petunjuk (guiding), dan melindungi
1) Kemampuan Intelektual (protecting) anak-anak ketika mereka
Kemampuan intelektual tumbuh berkembang. Penggunaan kata
adalah kemampuan yang “parenting” untuk aktivitas-aktivitas
url : ojs.unpkediri.ac.id 133
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

orang tua dan anak di sini karena Sedangkan menurut Mahendra


memang sampai saat ini belum ada (2000:14), senam ialah kegiatan utama
padanan kata dalam bahasa Indonesia yang paling bermanfaat dalam
yang tepat. mengembangkan komponen fisik dan
Keluarga sebagai unit sosial kemampuan gerak (motorability).
terkecil di masyarakat yang terbentuk Manfaat senam yaitu seseorang
atas dasar komitment untuk dapat memiliki bentuk tubuh yang
mewujudkan fungsi keluarga ideal, diantaranya indah, bugar, dan
khususnya fungsi sosial dan fungsi kuat (Sutrisno dan Khafadi, 2010:145).
pendidikan, harus benar-benar Sedangkan menurut Agus Mahendra
dioptimalkan sebagai mitra lembaga (2000:14), menyatakan manfaat senam
PAUD. Oleh karena itu melalui meliputi manfaat fisik dan mental serta
program parenting sebagai wadah sosial.
komunikasi antar orang tua, disamping Manfaat senam lainnya yaitu
untuk memberikan sosialisasi terhadap terjadi keseimbangan antara osteoblast
program-program yang dan osteoclast. Apabila senam terhenti
diselenggarakan oleh lembaga PAUD, maka pembentukan osteoblast
secara umum tujuan program berkurang sehingga pembentukan
parenting, adalah mengajak para orang tulang berkurang dan dapat berakibat
tua untuk bersama-sama memberikan pada pengeroposan tulang. Senam yang
yang terbaik buat anak-anak mereka. diiringi dengan latihan stretching dapat
Sedangkan secara khusus tujuan memberi efek otot yang tetap kenyal
pengembangan program parenting karena di tengah-tengah serabut otot
adalah: ada impuls saraf yang dinamakan
Meningkatkan pengetahuan dan muscle spindle, bila otot diulur
keterampilan orang tua dalam (recking) maka muscle spindle akan
melaksanakan perawatan, pengasuhan bertahan atau mengatur sehingga
dan pendidikan anak di dalam keluarga terjadi tarik-menarik, akibatnya otot
sendiri dengan landasan dasar-dasar menjadi kenyal. Orang yang
kareakter yang baik. melakukan stretching akan menambah
C. Pengertian Senam cairan sinoval sehingga persendian
Senam adalah latihan tubuh yang akan licin dan mencegah cedera
dipilih dan diciptakan dengan (Suroto, 2004).
berencana, disusun secara sistematis Apabila orang melakukan senam,
dengan tujuan membentuk dan peredaran darah akan lancar dan
mengembangkan pribadi secara meningkatkan jumlah volume darah.
harmonis (Margono, 2009:19). Senam Selain itu 20% darah terdapat di otak,
dapat diartikan sebagai setiap bentuk sehingga akan terjadi proses indorfin
latihan fisik yang disusun secara hingga terbentuk hormon norepinefrin
sistematis dengan melibatkan gerakan- yang dapat menimbulkan rasa gembira,
gerakan yang terpilih dan terencana rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan
untuk mencapai tujuan tertentu gerak) dan menghilangkan depresi.
(Sutrisno dan Khafadi, 2010:60). Selain itu, melalui senam akan
Menurut Madijono (2010:1), memberikan sumbangan yang sangat
senam adalah suatu bentuk latihan besar dari program senam dalam
jasmani yang sistematis, teratur dan meningkatkan self-concept (konsep
terencana dengan melakukan gerakan- diri). Ini biasa terjadi karena kegiatan
gerakan yang spesifik untuk senam menyediakan banyak
memperoleh manfaat dalam tubuh. pengalaman dimana akan mampu

134 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

mengontrol tubuhnya dengan bintang 1 sebanyak 4 anak atau 2%, yang


keyakinan dan tingkat keberhasilan mendapatkan bintang 2 sebanyak 8 anak
yang tinggi, sehingga memungkinkan atau 40%, dan yang mendapatkan bintang 3
membantu membentuk konsep yang sebanyak 5 anak atau 25%, serta yang
positif. mendapatkan bintang 4 sebanyak 3 anak
atau 15%. Sehingga kemampuan motorik
METODE kasar anak kegiatan senam masalibu dan
Penelitian ini merupakan penelitian anak di TK Dharma Wanita Bangsal
tindakan dalam (action research) karena Kecamatan Pesantren Kota Kediri pada
penelitian dilakukan untuk memecahkan
siklus I sebanyak 8 anak atau 40%,
masalah pembelajaran di kelas. Penelitian
sedangkan 12 anak atau 60% belum mampu
ini juga termasuk penelitian kualitatif yaitu
melempar dengan baik. Maka hal-hal yang
metode penelitian berlandaskan pada
kurang maksimal dalam pembelajaran pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk
meneliti kondisi obyek yang alamiah, siklus I, akan diperbaiki pada siklus II.
(sebagai lawannya adalah eksperimen) B. Siklus II
dimana peneliti adalah sebagai instrumen Dari data di atas menunjukkan
kunci, pengambilan sampel sumber data bahwa kemampuan motorik kasar dalam
dilakukan secara purposive dan snowball, kegiatan senam masal ibu dan anak di TK
teknik pengumpulan dengan trianggulasi Dharma Wanita Bangsal mulai meningkat,
(gabungan), analisis data bersifat hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian anak yang mendapatkan bintang 1 sebanyak
kualitatif lebih menekankan makna dari 0 anak atau 0%, yang mendapatkan bintang
generalisasi (Sugiyono, 2013) 2 sebanyak 3 anak atau 15%, yang
Sesuai dengan jenis penelitian yang mendapatkan bintang 3 sebanyak 6 anak
dipilih yaitu penelitian tindakan, maka atau 30%, dan yang mendapatkan bintang 4
penelitian ini menggunakan model penelitian sebanyak 11 anak atau 55%. Sehingga
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam kemampuan motorik kasar anak dengan
Arikunto, 2002), yaitu berbentuk spiral dari kegiatan senam masal ibu dan anak pada
siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. siklus II sebanyak 17 anak atau 85%,
Setiap siklus menjadi planning (rencana), sedangkan 3 anak atau 15% belum mampu
action (tindakan), observation (pengamatan) senam dengan baik.
dan reflction (refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya adalah rancangan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. PEMBAHASAN
Sebelum masuk pada siklus I dilakukan Sejak pengamatan Siklus I sampai
tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi siklus II terdapat penjelasan tentang
permasalahan. perkembangan menuju ke arah positif yaitu
perkembangan fisik motorik kasar khususnya
pada kegiatan senam masal ibu dan anak
HASIL meningkat. Berbagai manfaat bisa diperoleh
A. Siklus I melalui kegiatan ini, antara lain
Dari data di atas menunjukkan mengembangkan kemampuan anak untuk
bahwa siklus I kemampuan motorik kasar melatih kelenturan otot tangan, dan
dalam kegiatan senam masalibu dan anak ketangkasan anak. Pada siklus I anak belum
pada anak usia dini TK Dharma Wanita mengalami ketuntasan belajar
Bangsal Kecamatan Pesantren Kota Kediri Dijelaskan bahwa kegiatan senam
masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan masal ibu dan anak memiliki bertujuan
nilai rata-rata anak yang mendapatkan
url : ojs.unpkediri.ac.id 135
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

meningkatkan kemampuan motorik kasar anak, ibu dan anak, maka peneliti menyampaikan
sehingga pertumbuhan otot-otot terutama otot beberapa saran sebagai berikut:
tangan akan semakin kuat, anak akan lebih
senang dengan kegiatan senam masal ibu dan 1. Bagi Peneliti Selanjutnya
anak dengan sendirinya dapat mengembangkan Hasil penelitian kegiatan
kemampuan motorik kasar anak. Perkembangan senam masal ibu dan anak di TK
motorik kasar anak dengan kegiatan senam Dharma Wanita Bangsal Kecamatan
masal ibu dan anak lebih mudah memasukkan Pesantren Kota Kediri dapat
pembelajaran yang berprinsip pada belajar meningkatkan kemampuan motorik
kaasar untuk itu, penelitian ini dapat
sambil bermain, atau bermain seraya belajar
dijadikan acuan atau referensi bagi
pada anak usia dini. Dari data yang diperoleh
pengembangan penelitian
dari siklus II sebesar 85% atau 17 anak sudah
selanjutnya.
memenuhi kriteria ketuntasan sedangkan 15% 2. Para Orangtua
atau 3 anak belum memenuhi kriteria
Bagi para orangtua,
ketuntasan, karena masih mendapat bintang 2.
sebaiknya juga ikut membantu
Mereka masih membutuhkan dampingan dari dalam usaha peningkatan
guru jika mengerjakan sesuatu. kemampuan motorik kasar anak,
Berdasarkan latar belakang dan terutama saat anak berada dirumah.
rumusan masalah serta hasil penelitian, maka Anak sering dilatih dengan berbagai
hipotesis yang berbunyi melalui kegiatan senam gerak yang ringan, seperti menyisir
masal ibu dan anak dapat meningkatkan rambut sendiri, memakai baju
kemampuan motorik kasar anak anak usia dini sendiri, dan gerakan motorik kasar
di TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan lainnya, sehingga kemampuan
Pesantren Kota Kediri Diterima. motorik kasar anak akan lebih
berkembang dengan baik dengan
tanpa membebankan gerakan yang
SIMPULAN DAN SARAN melebihi usia dan perkembangan
A. Simpulan anak.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, diketahui bahwa terdapat DAFTAR RUJUKAN
peningkatan prosentase ketuntasan belajar A. Marurti. 2008. Mengelola PAUD
anak mulai dari siklus I sebesar 40%, Dengan Aneka Permainan
meningkat 20%, serta mencapai ketuntasan Meraih Kecerdasan Majemuk.
pada siklus II sebesar 85%. Dengan Bantul: Kreasi Wacana.
demikian hipotesis dalam penelitian yang
berbunyi pembelajaran melalui parenting Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
kegiatan senam masal ibu dan anak dapat Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
meningkatkan kemampuan motorik kasar
anak usia dini di TK Dharma Wanita
Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Bangsal Kecamatan Pesantren Kota Kediri,
Praktek. Bandung : Reneksa
ini membuktikan bahwa hipotesis diterima.
Cipta.

B. Saran Aqib, Zainal. 2010. Pedoman Teknis


Dengan memperhatikan Penyelenggaraan PAUD.
penelitian tindakan kelas ini bahwa
Bandung: CV Nuansa Aulia.
meningkatnya perkembangan motorik
kasar anak melalui kegiatan senam masal

136 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Badeni. 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Sujiono, Bambang, dkk. 2010. Metode
Organisasi. Bandung: pengembangan Fisik. Jakarta:
ALFABETA. Universitas Terbuka.

CarolSeefeldt, Barbara A. Wasik. 2008. Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Pendidikan


Pendidikan Anak Usia Dini. Anak Usia Dini. Yogyakarta: PT
Menyiapkan Anak Usia Tiga, Pustaka Insan Madani.
Empat, dan Lima Tahun Masuk
Sekolah. Jakarta: PT Indeks. Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Dasar Pendidikan Anak Usia
Penelitian Tindakan Kelas Dini. Jakarta: PT Indeks.
Sebagai Pengembangan Profesi
Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Sujiono, Yuliani Nurani. 2010. Bermain
Perkasa. Kreatif Berbasis Kecerdasan
Jamak. Jakarta: PT Indeks.
Moesslicahtoen R. 1999. Metode
Pengajaran di Taman Kanak- Subkhi, Akhmad. 2013. Pengantar Teori
Kanak. Malang : Departemen dan Organisasi. Jakarta: Prestasi
Pendidikan dan Kebudayaan. Pustaka Raya.

Muawanah, Nurul. http.www.fungsi- Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang


perkembangan-motorik-kasar- Anak. Jakarta: EGC.
anak-usia-dini. diakses pada
tanggal 7 Januari 2011. Widarmi, D., Sriratna, G., dan Yulianti,
2008. Kurikulum Pendidikan
Munjin, Nasih, A. dkk. 2009. Metode dan Anak Usia Dini. Bandung: Falah
Tehnik Pembelajaran Production.
Pendidikan Agama Islam.
Bandung: PT Reflika Aditama. Yusuf, S.L.N, 2009. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja.
Rachmawati Yeni dan Kurniati, Euis, 2010. Bandung: Rosda.
Strategi Pengembangan
Kreativitas Pada Anak. Jakarta:
Kencana.

Rahyubi, Heri. 2012. Teori-teori Belajar


dan Aplikasi Pembelajaran
Motorik. Majalengka: Referens.

Sujiono, Bambang. dkk. 2007. Metode


Pengembangan Fisik, Cet. 5,
Jakarta: Universitas Terbuka.

Sujiono. Bambang, dkk. 2008. Metode


Pengembangan Fisik. Jakarta:
Universitas Terbuka.

url : ojs.unpkediri.ac.id 137


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Hipnoterapi Teknik Regression Therapy Untuk Menangani Penderita Glossophobia


Siswa Sekolah Menengah Pertama

Atrup1, Dwi Fatmawati2


Bimbingan Konseling
Universitas Nusantara PGRI Kediri
atrup@unpkediri.ac.id

Abstrak
Hasil pengamatan di salah satu sekolah menengah pertama di Kota
Kediri, menunjukkan hampir di setiap kelas ditemukan siswa yang takut
berbicara di depan umum (glossophobia). Hal ini tampak pada ketika ditunjuk
untuk menjawab soal mereka memilih diam, atau saat guru memberikan
kesempatan bertanya mereka memilih diam dan bertanya kepada teman yang
lain. Dikawatirkan siswa yang menderita glossophobia tidak berkembang
secara optimal dan berlanjut hingga dewasa. Permasalahan penelitian ini
adalah apakah hipnoterapi teknik regression therapy efektif untuk mengatasi
glossophobia siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kediri?. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif, desain SSD (Single Subject Design)
dengan subjek penelitian 2 siswi yang diidentifikasi penderita glossophobia.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 7 kali pertemuan, 3 kali fase baseline dan
4 kali fase intervensi. Setiap pertemuan di fase intervensi diterapkan teknik
regression therapy. Setelah kegiatan ini selesai, subjek diminta untuk mengisi
angket glossophobia dengan tujuan untuk mengetahui seberapa efektif
pemberian dalam menurunkan penderita glossophobia. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa hipnoterapi teknik regression therapy efektif untuk
mengatasi penderita glossophobia siswa. Ini dibuktikan dengan trend dari
grafik kedua subjek menurun dan menunjukkan yang perubahan positif.
Berdasarkan simpulan tersebut, disarankan: (1) guru BK dapat menerapkan
hipnoterapi teknik regression therapy untuk mengatasi glossophobia siswa,
dan (2) bagi peneliti lanjutan disarankan untuk meneliti masalah ini dengan
jangkauan wilayah penelitian yang lebih luas.

Kata kunci: hipnoterapi, teknik regression therapy, glossophobia.

PENDAHULUAN berkomunikasi atau berbicara ketika di


Pendapat Miler (dalam Daryanto, depan umum. Dari hasil pengamatan di
2011) komunikasi sebagai situasi yang Sekolah Menengah Pertama Negeri
memungkinkan suatu sumber (SMPN) 3 Kota Kediri, hampir setiap kelas
mentransmisikan suatu pesan kepada terdapat siswa yang takut untuk berbicara di
seorang penerima dengan disadari untuk depan umum. Seperti, ketika ditunjuk guru
mempengaruhi perilaku penerima. Dalam untuk maju kedepan menjawab soal yang
lingkup pendidikan formal, siswa dituntut diberikan, siswa lebih memilih untuk tetap
aktif untuk berkomunikasi, baik dengan diam dan tidak mau menjawab, kemudian
teman maupun guru, dalam seting resmi ketika ada seminar atau penyuluhan pada
seperti persentasi maupun rapat ataupun sesi tanya jawab biasanya siswa enggan
dalam seting santai seperti berbincang untuk bertanya. Di sini, siswa yang enggan
dengan teman. Namun sayangnya, masih atau takut untuk berbicara di depan umum
banyak ditemui siswa yang enggan untuk biasa disebut dengan glossophobia.

138 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Anxiet Disorders Association of keterampilan yang dimilikinya. Adapun


Canadadalam Werhadiantiwi (2014) strategi yang digunakan dalam mengurangi
menyatakan bahwa glossophobia ketakutan berbicara di depan umum siswa
merupakan salah satu phobia sosial dimana diantaranya adalah dengan hipnoterapi.
penderita memiliki ketakutan pada situasi Gunawan (2012a) menyatakan hipnoterapi
sosial yang dapat menyebabkan masalah adalah aplikasi hipnosis dalam
dalam sekolah atau kehidupan sosial menyembuhkan masalah mental dan fisik
lainnya.Glossophobia ini hanya (psikosomatis). Hipnoterapi merupakan
mempengaruhi kemampuan berbicara, proses terapi yang dilakukan ketika klien
bukan yang lain. Penderita glossophobia atau konseli telah memasuki kondisi
bisa saja menari atau menyanyi di depan relaksasi atau santai. Jadi dalam strategi ini,
umum, hanya saja mereka kesulitan saat Guru BK membantu konseli untuk berada
harus berbicara di depan umum. Ketakutan dalam kondisi rileks dan nyaman untuk
berbicara di depan umum atau glossophobia membantu mengatasi glossophobia siswa.
terjadi karena pikiran bawah sadar Dalam dunia BK, hipnoterapi telah umum
mengambil alih kesadaran dan menganggap digunakan dalam memecahkan berbagai
situasi sosial sebagai sebuah ancaman masalah, seperti penelitian yang dilakukan
sehingga tubuh akan merespon dengan oleh Atrup (2015; 2014), Atrup, dkk.
melawan atau lari menghindar. Menurut (2016a; 2016b; 2016c; 2016d) berusaha
Wallechinsky dalam Fatma (2012), mengembangan model konseling dengan
“Berbicara di depan umum merupakan mengintegrasikan hipnoterapi untuk
ketakutan yang tertinggi dari 10 ketakutan pemecahan masalah konseli. Berbagai
yang dialami oleh manusia”. Dari penelitian metode juga banyak digunakan dalam
tersebut dapat disimpulkan bahwa mengatasi masalah glossophobia siswa,
glossophobia memang dapat diderita oleh seperti penelitian Werhadiantiwi (2014)
siapa saja termasuk siswa, dimana apabila yang berjudul Penerapan Konseling
permasalahan tersebut tidak segera Kelompok Dengan Teknik Self Instruction
dipecahkan akan mengakibatkan hal yang Untuk Mengurangi Tingkat Glossophobia
fatal bagi siswa karena ketika siswa merasa Pada Siswa Kelas XI IPS-1 Di SMA Negeri
kesulitan untuk mengatakan apa yang 1 Gedangan. Ratnasari (2012) meneliti
diinginkan atau pendapat apa yang dimiliki, Penggunaan Konseling Kelompok Dengan
perkembangan siswa akan terganggu.Untuk Kombinasi Strategi Reframing dan Self
mengurangi ketakutan berbicara di depan Modelling Untuk Menurunkan Tingkat
umum yang dialami siswa, pihak sekolah Kecemasan Berbicara Di Depan Umum.
telah melaksanakan berbagai cara. Mulai Nuryono (2016) meneliti Penerapan
dari member pertanyaan dan menunjuk Konseling Naratif Untuk Mengurangi
siswa yang selalu diam, memberikan tugas Tingkat Glossophobia Siswa Kelas X
kelompok yang hasilnya harus SMAN 13 Surabaya. Oleh karena masalah
dipresentasikan di depan kelas hingga glossophobia perlu mendapatkan perhatian
memberikan motivasi pada siswa. yang lebih, Guru BK harus cermat dalam
Namun berbagai upaya tersebut memilih dan menggunakan teknik dalam
dirasa belum cukup untuk mengatasi konseling guna tercapai tujuan yang
glossophobia yang dirasakan siswa. Oleh ditentukan. Adapun teknik yang dapat
karena itu, dalam pendidikan formal diterapkan adalah teknik regression
khususnya Guru Bimbingan dan Konseling therapy, Gunawan (2012b) menyatakan
(BK) harus berusaha ekstra dalam teknik regression therapy atau age
memberikan motivasi untuk siswa. Dalam regression therapy adalah teknik yang
menangani,tentunya Guru BK dapat digunakan untuk membawa klien mundur
menggunakan berbagai teknik dan ke masa lampau guna menemukan akar

url : ojs.unpkediri.ac.id 139


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

masalah dan melakukan terapi. Penderita setinggi 2 meter sudah cukup menakutkan
glossophobia diduga berkaitan dengan bagi penderita fobia ini. Claustrophobia:
kehidupan masa lalunya. Itu sebabnya takut terhadap tempat tertutup atau terkunci
dirasa sesuai dalam penelitian ini
sehingga orang dengan fobia jenis ini sering
dimaksudkan untuk menguji efektivitas
penggunaan teknik regression therapy berada di taman atau di lapangan olahraga
untuk menangani penderita glossophobia bersama teman-temannya. Fobia binatang:
siswa. takut terhadap binatang tertentu seperti
Kata “phobia” berasal dari istilah tikus, ular, atau binatang-binatang
Yunani “phobos” yang berarti lari (fight), menjijikkan. Fobia dengan benda-benda
takut dan panik (panic-fear), takut hebat tertentu: seperti jarum suntik (bukan
(terror). Gangguan fobia adalah rasa takut
sakitnya yang mereka takuti, tetapi
yang persisten terhadap objek atau situasi
dan rasa takut ini tidak sebanding dengan jarumnya), pisau, benda-benda elektronik,
ancamannya. Nevid (2003) menyatakan atau benda-benda lain.
gangguan fobia adalah rasa takut yang Fobia sosial adalah ketakutan yang
persisten terhadap objek atau situasi dan intens terhadap situasi sosial atau ramai
rasa takut ini tidak sebanding dengan sehingga mereka mungkin sama sekali
ancamannya. Pada gangguan fobia, menghindarinya, atau menghadapinya
ketakutan yang dialami jauh melebihi
tetapi dengan distres yang amat
penilaian tentang bahaya yang ada.
Webster’s New World Dictionary (dalam berkecamuk. Penderita fobia sosial
Hunter, 2015), definisi dari fobia adalah mengalami ketakutan terhadap situasi sosial
rasa takut yang tidak rasional, berlebihan, seperti datang ke pesta, pertemuan-
dan persisten terhadap hal-hal atau situasi pertemuan sosial, bahkan presentasi untuk
tertentu. Kartono (2000) mendefinisikan ujian. Fobia sosial yang mendasar adalah
phobia sebagai ketakutan atau kecemasan
ketakutan berlebihan terhadap evaluasi
yang abnormal, tidak rasional tidak bisa
dikontrol terhadap suatu situasi terhadap negatif dari orang lain, dalam artian mereka
objek tertentu. Atkinson dkk. (2005) takut dinilai jelek oleh orang lain. Mungkin
mengatakan istilah “phobia” berasal dari mereka merasa seakan-akan ribuan pasang
kata “phobi” yang artinya ketakutan atau mata sedang memperhatikan dengan teliti
kecemasan yang sifatnya tidak rasional, setiap gerak yang mereka lakukan. Contoh
yang diarasakan dan dialami oleh umum untuk fobia jenis ini adalah: demam
seseorang.
panggung yang berlebihan, kecemasan
Berdasarkan pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa fobia adalah rasa berbicara di forum yang berlebihan, bahkan
takut yang berlebihan kepada suatu hal atau dihadapan orang-orang terdekat sekalipun,
fenomena yang membuat hidup seseorang kecemasan meminta sesuatu, seperti
yang menderitanya terhambat. Berikut ini memesan makanan di rumah makan karena
adalah tiga tipe fobia berdasarkan sistem takut pelayan atau teman menertawai
DSM (Diagnostic and Statistical Manual of makanan yang mereka pesan, ketakutan
Mental Disorders) (dalam Nevid, 2003),
yaitu fobia spesifik, fobia sosial, dan bertemu dengan orang baru, hal ini
agorafobia. menyebabkan penderita tidak berkembang
Fobia spesifik adalah ketakutan yang dalam hal sosial. Fobia jenis ini
berlebihan dan persisten terhadap objek menyebabkan penurunan kualitas hidup
atau situasi spesifik, seperti: Acrophobia: penderitanya, seperti kualitas untuk
takut terhadap ketinggian, bahkan hanya mencapai sasaran pendidikan, maju dalam

140 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

karier, atau bertahan dalam pekerjaan yang mengemukakan bahwa ketakutan berbicara
membutuhkan interaksi dengan orang lain di depan umum tergolong dalam jenis fobia
secara langsung. Sekali fobia sosial tercipta, sosial. Takut berbicara di depan umum
maka akan berlanjut secara kronis mempengaruhi pederita secara fisiologis,
sepanjang hidup. misalnya, mulut terasa kering, tekanan
Agorafobia secara harfiah diartikan darah meningkat, wajah memerah, keluar
sebagai “takut kepada pasar”, yang sugestif keringat dingin, napas tidak teratur, dan
untuk ketakutan berada di tempat-tempat emosional, karena mereka merasa takut atau
terbuka dan ramai. Agorafobia melibatkan malu terlihat bodoh. Orang yang mengalami
ketakutan terhadap tempat-tempat atau ketakutan berbicara ini cenderung terlihat
situasi-situasi yang memberi kesulitan bagi bingung ketika di hadapan orang banyak.
mereka untuk meminta bantuan ketika ada Suara mereka menjadi lemah dan tubuh
suatu problem yang menimpa mereka atau mereka mulai gemetar.
orang lain. Orang-orang dengan agorafobia Khusner (dalam Khan, dkk., 2015),
takut untuk pergi berbelanja di toko-toko takut berbicara di depan umum
yang penuh sesak, bersempit-sempitan di mempengaruhi pembicara secara fisiologis,
bus, dan lain-lain yang kira-kira membuat misalnya, mulut kering, peningkatan
mereka sulit meminta pertolongan. tekanan darah, wajah memerah,
Glossophobia menurut Hancock berkeringat, napas tidak teratur, dan
(dalam Khan, dkk., 2015) berasal dari emosional, karena mereka takut akan dihina
bahasa Yunani glossa yang berarti lidah dan dan tampak bodoh. Sedangkan Beatty dkk.
phobos berarti rasa takut atau ketakutan. (dalam Tse, 2012), ketakutan berbicara di
Pengertian glossophobia dalam Wikipedia depan umum mungkin berasal dari berbagai
adalah sebuah rasa takut yang tidak normal sumber, seperti keterampilan sebagai
ketika berbicara atau mencoba untuk pembicara, kefasihan dalam bahasa,
berbicara di hadapan publik. Counselling kecenderungan emosional, dan karakteristik
Center, University of Wisconsin Stout situasi berbicara di depan umum itu sendiri.
dalam Werhadiantiwi (2014) Ada beberapa alasan seseorang
mendefinisikan ketakutan berbicara di memiliki rasa takut berbicara di depan
depan umum (glossophobia) adalah suatu umum, antara lain: (1) pengalaman masa
hal yang melibatkan rasa takut untuk dinilai lalu yang negatif (trauma), Freud (dalam
atau dievaluasi oleh orang lain. Ketakutan Corey, 2013) mengemukakan terdapat lima
ini sering disertai dengan berbagai reaksi fase dalam kehidupan yang mempengaruhi
fisik dan emosional yang signifikan dan keberlangsungan hidup seseorang di masa
dapat mengganggu kemampuan seseorang depan, kelima fase tersebut disebut dengan
untuk berhasil memberikan pidato atau perkembangan psikoseksual, yang terdiri
presentasi. dari fase oral, fase anal, fase phalik, fase
Dari pengertian diatas dapat ditarik laten, dan fase genital. Apabila salah satu
kesimpulan bahwa glossophobia adalah fase tersebut tidak berkembang secara
ketakutan ketika berbicara di depan umum, optimal akan mengakibatkan permasalahan
yang membuat seseorang bereaksi fisik dan dalam diri seseorang. Seseorang yang
emosional. Anxiet Disorders Association of menderita glossophobia ini memiliki
Canada (dalam Werhadiantiwi, 2014) kemungkinan bahwa terdapat permasalahan

url : ojs.unpkediri.ac.id 141


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

pada fase laten dimana pada fase tersebut yang ada pada dirinya. Hanya ada perasaan
tidak berkembang secara optimal. Dalam tidak mampu yang ada dalam dirinya, (4)
keadaan normal, fase laten terjadi ketika takut membuat kesalahan atau mengatakan
usia 5-12 tahun, dimana proses sosialisasi hal yang salah, sebelum berbicara di depan
anak mulai meluas dan membangun umum, penderita sudah merasa takut bahwa
hubungan dengan orang lain. Namun, nanti ia akan membuat kesalahan atau
ketika anak tidak mengoptimalkan mengatakan hal yang salah ketika berbicara
kemampuan bersosialisasinya di depan umum. Pemikiran tersebut
mengakibatkan ia lebih senang untuk membuatnya menjadi semakin tidak yakin
menyendiri, sehingga menyebabkan ia dengan apa yang harus diungkapkannya
memiliki keyakinan yang negatif ketika ketika berbicara di depan umum, (5) takut
harus berbicara di depan umum. Trauma menjadi pusat perhatian, memiliki rasa
yang dialami dimasa lampau juga dapat percaya diri yang rendah, mengakibatkan
mempengaruhi ketakutan seseorang untuk seseorang takut ketika ia akan dijadikan
berbicara di depan umum. Misalnya ketika pusat perhatian, bahkan ketika harus
dulu saat di sekolah dasar ia pernah persentasi ia takut akan menjadi pusat
melakukan persentasi, namun hasil yang perhatian teman satu kelasnya, (7) merasa
didapat tidak sesuai dengan apa yang berada dalam situasi yang asing, meskipun
dibayangkan. Guru terlalu keras memarahi melakukan persentasi di depan kelas,
dan menyalahkan pada hasil yang penderita glossophobia merasa asing
dipersentasikan, hal itulah yang dapat dengan situasi kelasnya karena ketakutan
menyebabkan seseorang mengalami yang dialami membuatnya tidak yakin
ketakutan berbicara di depan umum karena dengan semua tindakan yang dilakukan, (8)
ia takut malu atau dinilai tidak mampu oleh takut ditertawakan, perasaan takut dinilai
orang lain. (2) kurangnya rasa percaya diri oleh orang lain sangat besar dirasakan oleh
atau harga diri, percaya diri merupakan penderita glossophobia, hal ini
keyakinan individu terhadap dirinya sendiri menyebabkan ia berfikiran bahwa ketika
untuk bertingkah laku, bertanggung jawab persentasi ia melakukan kesalahan ia akan
atas tindakannya, dan tidak terpengaruh ditertawakan oleh orang lain, (9) takut lupa
oleh orang lain. Seseorang dengan apa yang harus dikatakan, ketika gugup,
glossophobia memiliki percaya diri yang seseorang wajar tidak sengaja lupa apa yang
rendah, karena ia mudah terpengaruh harus dikatakan, namun penderita
dengan orang lain. Ketika orang lain glossophobia memiliki ketakutan yang
menilai dirinya tidak mampu, ia akan besar, bahkan sebelum ia berbicara di depan
terpengaruh dan menyebabkan ia untuk umum ia merasa takut jika nanti akan lupa
takut ketika harus berbicara di depan pada apa yang harus dikatakan, dan (10)
umum, (3) Lemahnya kesadaran akan diri takut dihakimi, kesalahan yang terjadi
sendiri, penderita glossophobia memiliki ketika berbicara di depan umum membuat
tingkat kesadaran yang rendah terhadap penderita takut akan disalahkan, dan
dirinya sendiri, maksudnya adalah ia tidak dihakimi oleh orang lain.
mampu mengidentifikasi kelebihan dan Menurut Monart dan Kase (dalam
kelemahan yang ada pada dirinya, sehingga Haryanthi, 2012), faktor-faktor yang
ia berkeyakinan bahwa tidak ada kelebihan mempengaruhi individu mengalami

142 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

kecemasan berbicara di depan publik, tampak dalam situasi berbicara di publik,


adalah sebagai berikut: (1) faktor biologis, sering kali dilakukan tanpa disadari bahwa
rasa takut maupun cemas dialami semua individu sedang merasa cemas seperti
orang ketika berhadapan dengan bahaya. tangan di saku, memainkan pulpen,
Pada saat menghadapi situasi yang meremas tangan, menyentuh dan
membuatnya merasa tidak nyaman, respon memperbaiki tata letak rambut, berbicara
fisiologis yang tampak pertama, sistem cepat, berjalan mondar-mandir, gelisah dan
saraf simpatis mereproduksi dan lain-lain, perilaku dengan kompensasi
melepaskan adrenalin yaitu suatu hormon berlebihan, (4) faktor emosional, saat
fight (menghadapi) dan flight (menghindari) seseorang menunjukkan situasi takut, ia
situasi bahaya. Kedua, detak jantung akan mengalami respon fisiologis, kognitif
berdebar dengan kuat, tekanan darah naik, dan perilaku yang menggambarkan situasi
wajah bersemu merah. Ketiga, merasakan tersebut sehingga dirinya sendiri yang
adanya sensasi dingin dan gemetar pada mengembangkan rasa takut terhadap situasi
tangan dan kaki. Keempat, napas memburu tertentu. Individu tersebut cenderung
dengan cepat, sulit mengatur pernapasan merasakan perasaan cemas, takut, khawatir,
dan mengalami sakit kepala ringan. Kelima, merasa tidak mudah menghadapi situasi
berkeringat pada sekujur tubuh; (2) faktor sosial, tegang, panik, dan gugup
pemikiran negatif, pikiran akan memicu menghadapi situasi berbicara di depan
respon biologis, sebaliknya adakalanya umum. Saat individu menghindari situasi
respon biologis yang menampakkan berbicara di depan publik tersebut, mereka
kecemasan dan pikiran negatif akan menyadari implikasinya terhadap karir dan
menyertainya. Pikiran negatif yang kehidupan sosial. Hal tersebut
utamanya timbul, pertama bahwa berbicara menyebabkan perasaan depresi, murung,
di depan umum menakutkan. Kedua, frustasi, putus asa, dan perasaan takut.
pikiran yang terlalu berlebihan terhadap Hipnoterapi: teknik regression
konsekuensi negatif dari suatu situasi sosial. therapy. Dalam sepuluh tahun terakhir
Ketiga, adanya perasaan kurang mampu keilmuan hipnosis telah mengalami
mengatasi beberapa kesulitan pada situasi perkembangan yang pesat, tidak saja dalam
sosial. Keempat, fokus terhadap aspek bidang terapi akan tetapi telah merambah
negatif dari suatu situasi dan mengabaikan dalam berbagai bidang seperti pendidikan,
hal-hal yang positif, (3) faktor perilaku konseling, penjualan, komunikasi, politik,
menghindar, respon yang alami saat kecantikan, membantu proses kelahiran,
mengalami kecemasan adalah bagaimana dan sejenisnya. Gunawan (2012a),
agar dapat lepas dari kondisi tersebut menyatakan hipnosis berasal dari kata
dengan strategi menghindar. Seseorang hypnosis atau hypnotism yang berarti suatu
berusaha menghindari situasi yang kondisi yang menyerupai tidur yang dapat
membuat tegang tersebut secepat mungkin secara sengaja dilakukan kepada seseorang
dan tidak ingin kembali pada situasi yang atau sekelompok orang. Hipnosis dapat juga
sama. Ada beberapa perilaku yang muncul diartikan sebagai upaya untuk menembus
terkait dengan kondisi tersebut, yaitu: pikiran bawah sadar melalui RAS
menghindari situasi yang menakutkan, (Raticular Activating System), atau suatu
perilaku cemas yaitu perilaku yang sering

url : ojs.unpkediri.ac.id 143


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

kondisi dimana seseorang mudah untuk pengalamannya (revivification), bukan


diberikan sugesti. sekedar melihat atau mengingat masa
Secara umum, penerapan hipnosis lalunya, (3) menangani abreaction, terapis
dapat digolongkan ke dalam beberapa hal perlu bersiap diri dan menyiapkan klien
yakni: (1) hipnosis untuk keperluan untuk menangani abreaction yang mungkin
hiburan, atau hipnosis panggung sering kali timbul karena klien mengalami kembali
disebut stage hypnosis, (2) hipnosis untuk kejadian atau pengalaman yang traumatic.
keperluan pemberdayaan dan terapi, yaitu Abreaction adalah release atau pelepasan
penerapan hipnosis untuk pemberian tekanan psikologis akibat pengalaman
sugesti positif, motivasi dan penguatan traumatik, dan (4) pembelajaran ulang atau
(reinforcement) dan penyelesaian berbagai manajemen pikiran bawah sadar. Setelah
masalah psikologis yang bersifat melewati fase ketiga, pikiran bawah sadar
psikosomatis dengan menerapkan berbagai klien diedukasi ulang dalam kaitannya
teknik terapi salah satunya diterapkan dengan pengalaman traumatik yang baru
dalam penelitiannya ini, sering kali disebut saja dialaminya kembali. Apabila reedukasi
hypnotherapy, (3) penerapan hipnosis untuk ini berhasil dilakukan dengan sempurna,
manajemen rasa sakit, sering kali disebut klien akan sembuh atau terbebas dari
anodyne awareness, dan (4) hypnoforensic, trauma.
yaitu penerapan hipnosis untuk
memperoleh efek hipnosis. METODE PENELITIAN
Prinsip dasar penerapan hipnosis Pendekatan yang digunakan dalam
teknik regression therapy dijelaskan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
Gunawan (2012b), bahwa teknik ini (Sugiyono, 2015), ragam penelitian
eksperimen dengan desain penelitian single
digunakan dengan membawa konseli
subject design (Sunanto, dkk. 2005;
mundur ke masa lampau guna menemukan Creswell, 2015). Creswell (2015), single
akar masalah dan melakukan terapi. Setelah subject research disebut juga (N of 1
akar masalahnya ditemukan, baru dilakukan research, small-N designs, applied
terapi. Terdapat empat tahap dalam teknik behavioral analysis, within-subjects
regression therapy, yaitu tahap persiapan, comparisons, single case experimental
regresi (mundur ke masa lalu), menangani design, atau single-subject research design)
melibatkan penelitian terhadap seorang
abreaction dan pembelajaran ulang bawah
individu tunggal, sebuah dyad, atau sebuah
sadari. (1) tahap persiapan bertujuan untuk kelompok, observasi selama periode basal,
menyiapkan klien agar memahami apa yang dan pengadministrasian suatu intervensi,
dimaksud dengan regression therapy, apa yang diikuti oleh observasi lain setelah
yang akan dilakukan saat terapi, dan apa intervensi tersebut untuk menentukan
yang diharapkan dari terapi ini, (2) regresi apakah perlakuan itu mempengaruhi
(mundur ke masa lalu) dilakukan secara hasilnya. Dalam penelitian ini, peneliti
dapat mengambil satu, dua atau tiga orang
hati-hati dan saksama dengan menggunakan responden sesuai dengan kebutuhannya.
teknik yang tepat, sesuai dengan tipe Analisis datanya pun tidak dicari dengan
sugestibilitas klien. Terapis perlu rata-rata namun dianalisis secara
memperhatikan tingkat kedalaman trance menyeluruh antar satu subjek. Sunanto, dkk
dan mempertahankan klien di kedalaman (2005) desain subyek tunggal
ini. Klien perlu merasakan kembali

144 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

memfokuskan pada data individu sebagai mengalami glossophobia paling tinggi, (3)
sampel penelitian. tahap intervensi. Pada tahap intervensi,
Penelitian ini menggunakan desain peneliti melaksanakan hipnoterapi teknik
A-B dengan prosedur utama yang ditempuh regression therapy sebagai upaya untuk
meliputi pengukuran target behavior pada mengatasi glossophobia siswa. Proses ini
fase baseline dan setelah trend dan level dilakukan selama 4 sesi dengan masing-
datanya stabil kemudian intervensi mulai masing waktu 20-30 menit untuk
diberikan. Selama fase intervensi target menemukan perubahan penurunan
behavior secara kontinyu dilakukan glossophobia yang dirasakan. Setiap proses
pengukuran sampai mencapai data yang intervensi selesai, subyek diberikan angket
stabil. Jika terjadi perubahan target glossophobia yang pernah diisi sebelum
behavior pada fase intervensi setelah diberikan intervensi. Pengisian angket ini
dibandingkan dengan baseline, bertujuan untuk mengukur sejauh mana
diasumsikan bahwa perubahan tersebut perubahan yang terjadi terhadap penurunan
karena adanya pengaruh dari variabel glossophobia setelah diberikan intervensi,
independen atau intervensi. dan (4) tahap penulisan laporan. Tahap
Pelaksanaan Peneltian melalui pembuatan laporan penelitian adalah tahap
tahap-tahap (1) tahap pemilihan subyek terakhir dari kegiatan penelitian.
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
mengamati satu kelompok subyek yang HASIL DAN PEMBAHASAN
berjumlah 36 siswa kelas VII-I SMP Negeri Data-data penelitian diperoleh
3 Kediri dengan cara menyebarkan angket, melalui angket, observasi, dan wawancara,
kemudian diambil 2 subyek dengan jumlah selanjutnya dianalisis menggunakan
skor angket paling tinggi yang statistik deskriptif sederhana sesuai saran
mengindikasikan subyek mengalami Sunanto, dkk (2005), bahwa teknik analisis
glossophobia tinggi. Hasil dari pembagian data untuk jenis penelitian subyek tunggal
angket tersebut dikomunikasikan dengan dilakukan melalui tiga langkah, yakni: (1)
Guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang dilakukan melalui tiga hal utama
sekaligus wawancara terhadap teman yaitu, pembuatan grafik, penggunaan
sekelas subyek, dan hasil wawancara pun statistik deskriptif, dan menggunakan
menunjukkan bahawa 2 subyek tersebut analisis visual. Analisis yang dilakukan
memang mengalami permasalahan melalui dua langkah yaitu, analisis dalam
glossophobia, (2) tahap pengukuran kondisi, dan analisis antar kondisi.
Baseline. Tahap pengukuran baseline Komponen analisis visual untuk dalam
dilakukan dengan observasi langsung kondisi meliputi enam komponen, yaitu: (1)
terhadap dua subyek yang telah ditentukan. panjang kondisi, adalah jangka waktu untuk
Fase baseline diukur selama 3 sesi, dimana melihat tingkat kestabilan baseline atau
masing-masing sesi dilakukan observasi intervensi, (2) estimasi kecenderungan arah,
selama 40 menit. Hasil pengukuran baseline menjelaskan perubahan setiap data dari sesi
menujukkan trend kedua subyek tersebut ke sesi, (3) kecenderungan stabilitas,
stabil. Hal ini didukung dengan hasil tingkat kestabilan perubahan yang terjadi
wawancara dengan kedua subyek tersebut. pada fase baseline atau intervensi, (4) jejak
Selain pertimbangan tersebut, subyek data, menggambarkan data dari kondisi
penelitian berfokus pada 2 siswa agar baseline atau intervensi meningkat atau
pemberian tindakan penelitian bisa lebih menurun, (5) level stabilitas dan rentang,
fokus dan hasilnya lebih maksimal dengan rentang kestabilan fase baseline dan
pengambilan subyek yang sedikit. Jadi, intervensi dan (6) level perubahan,
subyek dalam penelitian ini adalah dua menggambarkan peningkatan atau
siswi kelas VII-I SMP Negeri 3 Kediri yang penurunan fase baseline atau intervensi.

url : ojs.unpkediri.ac.id 145


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Sedangkan analisis visual untuk kecenderungan arah juga menurun, (5)


antar kondisi ada lima komponen, yaitu: (1) Level stabilitasnya pada fase baseline (A)
jumlah variabel yang diubah, menunjukkan lebih stabil disbanding fase intervensi (B).
jumlah target behavior yang ingin dirubah, Pada fase baseline (A) datanya stabil
(2) perubahan kecenderungan dan efeknya, dengan level dan rentang 69,48 81,18,
melihat perubahan kondisi setelah sedangkan pada fase intervensi (B) dengan
intervensi, (3) perubahan stabilitas, rentang 55,22  65,28 memiliki level
kestabilan kondisi baseline ke kondisi stabilitas yang tidak stabil yang artinya
intervensi, (4) perubahan level, menunjukkan perubahan ke arah yang
menunjukkan perubahan target behavior positif, untuk menentukan level stabilitas
setelah diberikan intervensi, dan (5) data dan rentang ini telah dihitung pada
overlap, perubahan data yang tidak stabil. kecenderungan stabilitas, dan (6) Level
Melalui langkah-langkah analisis di atas, perubahannya positif (+).
hasilnya dilaporkan sebagai berikut: Analisis dalam kondisi subyek SS.
Berdasarkan hasil observasi dan (1) Dilihat dari grafik analisis visual dalam
angket kedua subyek mengalami perubahan kondisi subyek SS pada fase baseline (A)
tingkat penurunan glossophobia. Hal dan fase intervensi (B), pada fase baseline
tersebut dapat dibuktikan dengan analisis (A) sesi 1 SS memperoleh skor 77%, sesi 2
data yang dilakukan peneliti yaitu: Analisis 78% dan sesi 3 78%. Kemudian pada fase
visual dalam kondisi subyek DZ. (1) Dilihat intervensi (B) sesi 1 SS memperoleh skor
dari grafik analisis visual dalam kondisi 64%, sesi ke 2 memperoleh 51%, sesi ke 3
subyek DZ pada fase baseline (A) dan fase 45% dan sesi ke 4 44%. Hal ini
intervensi (B), pada fase baseline (A) sesi 1 menunjukkan bahwa SS mengalami
DZ memperoleh skor 78%, sesi 2 73% dan penurunan tingkat glossophobia, (2)
sesi 3 75%. Kemudian pada fase intervensi Estimasi kecenderungan arah pada fase
(B) sesi 1 DZ memperoleh skor 65%, sesi baseline (A) meningkat, pada fase
ke 2 memperoleh 67%, sesi ke 3 55% dan intervensi (B) kecenderungan arahnya
sesi ke 4 54%. Hal ini menunjukkan bahwa menurun atau ada perubahan yang positif,
DZ mengalami penurunan tingkat (3) Kecenderungan stabilitas pada fase
glossophobia, (2) Estimasi kecenderungan baseline (A) stabil sebab persentasenya
arah pada fase baseline (A) menurun, pada mencapai 100%, pada fase intervensi (B)
fase intervensi (B) kecenderungan arahnya stabilitasnya tidak stabil (variabel) yaitu
menurun atau ada perubahan yang positif, 50%. Sunanto dkk. (2005) kecenderungan
(3) Kecenderungan stabilitas pada fase stabilitas ini memakai pedoman jika
baseline (A) stabil sebab persentasenya persentase stabilitas sebesar 85%-90%
mencapai 100%, pada fase intervensi (B) maka dikatakan stabil. Semakin sedikit
stabilitasnya tidak stabil (variabel) yaitu persentase stabilitasnya semakin baik.
50%. Sunanto dkk. (2005) kecenderungan Berdasarkan grafik secara keseluruhan
stabilitas ini memakai pedoman jika menunjukkan penurunan tingkat
persentase stabilitas sebesar 85%-90% glossophobia, akan tetapi berdasarkan
maka dikatakan stabil. Semakin sedikit hitungan kecenderungan stabilitas
persentase stabilitasnya semakin baik. dikatakan tidak stabil, (4) Jejak data pada
Berdasarkan grafik secara keseluruhan fase baseline (A) meningkat, pada fase
menunjukkan penurunan tingkat intervensi (B) kecenderungan arah menurun
glossophobia, akan tetapi berdasarkan atau dikatakan ada perubahan, (5) Level
hitungan kecenderungan stabilitas stabilitasnya pada fase baseline (A) lebih
dikatakan tidak stabil, (4) Jejak data pada stabil disbanding fase intervensi (B). Pada
fase baseline (A) menurun atau dikatakan fase baseline (A) datanya stabil dengan
ada perubahan, pada fase intervensi (B) level dan rentang 71,82 83,52, sedangkan

146 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

pada fase intervensi (B) dengan rentang stabil semakin baik, karena semakin data
46,2  55,8 memiliki level stabilitas yang stabil berarti tidak menunjukkan perubahan
tidak stabil yang artinya menunjukkan yang signifikan, (3) Perubahan level pada
perubahan ke arah yang positif, untuk SS adalah positif, dan (4) Sedangkan pada
menentukan level stabilitas dan rentang ini persentase overlap juga baik yaitu 0%.
telah dihitung pada kecenderungan Persentase overlap ini dikatakan baik sebab
stabilitas, dan (6) Level perubahannya semakin kecil persentase overlap semakin
positif (+). baik pengaruh intervensi.
Analisis Antar Kondisi. Subyek DZ.
(1) Perubahan kecenderungan arah tingkat SIMPULAN DAN SARAN
glossophobia DZ menuju pada perubahan Berdasarkan keseluruhan proses
yang positif karena dapat dilihat pada grafik penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
yang arah trendnya menurun. Perubahan penerapan hipnoterapi teknik regression
DZ dikatakan tidak signifikan karena therapy efektif untuk mengatasi penderita
terdapat data point dalam intervensi yang glossophobia siswa. Hal ini dibuktikan
meningkat. Hal ini dikarenakan DZ kurang dengan trend dari grafik kedua subjek
terbuka terhadap peneliti. Selain itu DZ menurun yang menunjukkan perubahan
memang tergolong anak yang pendiam, (2) positif dimana glossophobia subjek juga
Perubahan kecenderungan stabilitas pada mengalami penurunan.
fase baseline (A) stabil, sedangkan pada Untuk itu, disarankan bagi guru BK
fase intervensi (B) tidak stabil. Ini dapat dan konselor sekolah dapat menggunakan
dilihat pada analisis dalam kondisi dimana hipnoterapi teknik regression therapy untuk
persentase pada fase baseline (A) 100%, menangani siswa yang menderita
sedangkan pada fase intervensi (B) 50%. glossophobia. Bagi peneliti lanjutan,
Kecenderungan stabilitas ini semakin tidak disarankan untuk meneliti dengan
stabil semakin baik, karena semakin data jangkauan subyek dan lokasi yang lebih
stabil berarti tidak menunjukkan perubahan besar.
yang signifikan, (3) Perubahan level pada
DZ adalah positif, dan (4) Sedangkan pada DAFTAR PUSTAKA
persentase overlap juga baik yaitu 0%.
Persentase overlap ini dikatakan baik sebab Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur
semakin kecil persentase overlap semakin Penelitian (cetakan kelima belas).
baik pengaruh intervensi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Analisis antar kondisi subyek SS.
(1) Perubahan kecenderungan arah tingkat Atkinson, Rita L. dkk. 2005. Pengantar
glossophobia SS menuju pada perubahan Psikologi. Jakarta: Erlangga.
yang positif karena dapat dilihat pada grafik
yang arah trendnya menurun. Perubahan SS Atrup, 2014. “Pengembangan Model
tergolong stabil karena data pointnya selalu Konseling Integratif Berbasis
menurun, hal ini dikarenakan SS terbuka Hipnoterapi Sebagai Upaya
terhadap peneliti dan mempunyai keinginan Peningkatan Peran Konselor di
penuh untuk merubah kondisinya, (2) Sekolah”, Prosiding Seminar
Perubahan kecenderungan stabilitas pada Nasional Bimbingan dan Konseling,
fase baseline (A) stabil, sedangkan pada Pemberdayaan Bimbingan dan
fase intervensi (B) tidak stabil. Ini dapat Konseling Sekolah, Surabaya: Prodi
dilihat pada analisis dalam kondisi dimana BK-Unesa, p. 16-32
persentase pada fase baseline (A) 100%, Atrup; Setyawati, S. P; dan Agan, S. 2015.
sedangkan pada fase intervensi (B) 50%. “Model Konseling Integratif
Kecenderungan stabilitas ini semakin tidak Berbasis Hipnoterapi dalam

url : ojs.unpkediri.ac.id 147


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Memecahkan Masalah Traumatik”,


Laporan Hasil Penelitian Hibah Creswell, John. 2015. Riset Pendidikan,
Bersaing Tahun Pertama, Kediri: Edisi Pertama.Terjemahan Drs
LPPM UN PGRI Kediri. Helly Prajitno Soetjipto, M.A., Dra.
Sri Mulyantini Soetjipto.
Atrup dan Setyawati, S. P. 2016a. “Model Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Konseling Integratif Berbasis
Hipnoterapi dalam Memecahkan Daryanto. 2011. Ilmu Komunikasi.
Masalah Traumatik”, Laporan Hasil Bandung: PT Sarana Tutorial
Penelitian Hibah Bersaing Tahun Nurani Sejahtera.
Kedua, Kediri: LPPM UN PGRI
Kediri. Fatma, Anne dan Sri Ernawati. 2012.
Pendekatan Perilaku Kognitif
Atrup dan Setyawati, S. P. 2016b. “Model Dalam Pelatihan Keterampilan
Konseling Integratif Berbasis Mengelola Kecemasan Berbicara Di
Hipnoterapi dalam Memecahkan Depan Umun. Jurnal Psikologi,
Masalah Traumatik Bencana”, (Online), I (1): 39-65, tersedia:
Prosiding Seminar Bimbingan dan http://www.scribd.com/doc/247554
Konseling 2016, Optimalisasi Peran 777/PENDEKATAN-PERILAKU-
Konselor Melalui Pemanfaatan KOGNITIF-DALAM-
Berbagai Pendekatan dan Terapi PELATIHAN-KETERAMPILAN-
dalam Pelayanan Konseling, MENGELOLA-KECEMASAN-
Padang: UNP Padang, p. 10-18 BERBICARA-DI-DEPAN-
UMUM-doc#scribd, diunduh pada
Atrup dan Setyawati, S. P. 2016c. “Model 10 Nopember 2016.
Hipotetik Konseling Integratif
Berbasis Hipnoterapi dalam Gunawan, W. Adi. 2012a. Hypnosis The Art
Memecahkan Masalah Traumatik”, of Subconscious Communication
Proceeding International (cetakan keenam). Jakarta: PT
Conference and Workshopon Gramedia Pustaka Utama.
School Counseling, The Role of
School Counselors in Dealing with Gunawan, W. Adi. 2012b. Hypnotherapy
Students with Special Needs in The Art of Subconscious
Inclusive Shools, Yogyakarta: Restructuring (cetakan kelima).
Universitas Sanata Dharma, p. 144- Jakarta: PT Gramedia Pustaka
154. Utama.

Atrup; Setyawati, S. P. dan Putra, A. D. Haryanthi, Luh Putu Suta dan Nia
2016d. “Hypnocounseling: Tresniasari. 2012. “Efektivitas
Implementasi Model Konseling Metode Terapi Ego State dalam
Integratif Berbasis Hipnoterapi Mengatasi Kecemasan Berbicara di
dalam Memecahkan Masalah Depan Publik pada Mahasiswa
Traumatik Konseli”, Buku Panduan, Fakultas Psikologi UIN Syarif
Kediri: LPPM UN PGRI Kediri. Hidayatullah Jakarta”. Jurnal
Psikologi, (Online), 14 (01): 32-40,
Corey, G. 2013. Teori dan Praktek tersedia:
Konseling & Psikoterapi, Edisi http://www.google.co.id/url?sa=t&r
Ketujuh. Terjemahan E. Koswara. ct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
Bandung: PT Refika Aditama. =1&cad=rja&uact=8&ved=0CB4Q

148 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

FjAA&url=http%3A%2Fjournal.un www.ejournal.unesa.ac.id, diunduh


air.ac.id%2FfilerPDF%2Fartikel%2 10 Nopember 2016.
5204-14-
1.pdf&ei=3pJkVfr0D8SVuASsvoP Sunanto, Juang dkk.2005. Pengantar
YBQ&usg=AFQjCNECIIYZJDTn Penelitian dengan Subyek
79T2AyXYBIW9zXHDZw, Tunggal.Criced University of
diunduh 7 Desember 2016. Tsukuba.(Online). Tersedia di:
www.ktiguru.net/Juang+Sun-
Hunter, C. Roy. 2015. Seni Hipnoterapi. anto/Lamprian-1_SSR.pdf, diunduh
Jakarta: PT Indeks. pada 18 Nopember 2016.

Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian


Bandung: Mandar Maju. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(cetakan kedua puluh dua).
Khan, Fahad.dkk. 2015. “Glossophobia Bandung: Alfabeta.
among Undergraduate Students of
Government Medical Colleges in Tse, Yau-hau. Andrew. 2012. Glossophobia
Karachi”. International Journal of of University Students in Malaysia.
Research, (Online), 2 (1): 109-115, Journal Asian Social Science,
tersedia: (Online), 2 (11): 2061-2073,
http://internationaljournalofresearch tersedia:
.org/index.php/ijr/articla/view/1297 http.//umpir.ump.edu.my/2926/,
/1226, diunduh 7 Desember 2016. diunduh pada 7 Desember 2016.

Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. Werhadiantiwi, Pradita Arisgi. 2014.
2011. Teori dan Teknik Konseling. “Penerapan Konseling Kelompok
Jakarta: PT. Indeks. dengan Teknik Self Instruction
untuk Mengurangi Tingkat
Nevid. S Jeffrey, Ratus. A Spencer dan Glossophobia pada Siswa Kelas XI
Greene Beverly. 2003. Psikologi IPS-1 Di SMA Negeri 1 Gedangan”.
AbnormalJilid 2, Edisi Kelima. Jurnal BK UNESA, 4 (3). (Online),
Jakarta: Erlangga. tersedia: www.ejournal.unesa.ac,id,
diunduh 10 Nopember 2011
Nuryono, Wiryo. 2016. “Penerapan
Konseling Naratif untuk
Mengurangi Tingkat Glossophobia
Siswa Kelas X SMAN 13
Surabaya”. Jurnal BK UNESA, 6
(1). (Online), tersedia:
www.ejournal.unesa.ac.id, diunduh
10 Nopember 2016.

Ratnasari, Devi. 2012. “Penggunaan


Konseling Kelompok Dengan
Kombinasi Strategi Reframing dan
Self Monitoring untuk Menurunkan
Tingkat Kecemasan Berbicara Di
Depan Umum”. Jurnal BK UNESA,
2 (1). (Online), tersedia:

url : ojs.unpkediri.ac.id 149


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Penerapan Model Koopertif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Mata Pelajaran Ipa Materi Perubahan Sifat Benda Pada Siswa Kelas V SDN
Banaran 1 Kediri Tahun Pelajaran 2016 / 2017

Nina Mariyati
SDN Banaran 1
Kota Kediri

Abstrak
Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas V
pada mata pelajaran IPA pada kompetensi dasar menyimpulkan hasil
penyelidikan tentang perubahan sifat benda menunjukkan hasil yang kurang
optimal. Dari 28 siswa: yang mencapai nilai KKM sebesar 75 baru 11 siswa
(39:28%) sedangkan siswa yang belum mencapai nilai KKM berjumlah 17
siswa (60,71%). Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk menjawab
permasalahan di atas adalah dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share didukung dengan media gambar dalam
pembelajaran IPA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan model kooperatif tipe Think
Pair Share dengan media gambar pada siswa kelas V SDN Banaran 1
Kecamatan Pesantren Kota Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek yang diteliti
adalah siswa kelas V SDN Banaran 1 Kecamatan Pesantren Kota Kediri.
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil
belajar IPA dengan menerapkan model kooperatif tipe TPS dengan media
gambar. Hal ini terlihat pada; (1) ketuntasan belajar; pra siklus 39,29%, siklus
160:71 %, siklus II 89,29%. (2) Rata- rata kelas; pra siklus 66,78, siklus I
74,64, dan siklus II 81,74. (3) Skor minimal; pra siklus 40, siklus I 50, dan
siklus II60. (4) skor maksimal; pra siklus 90, siklus I 100, dan siklus II 100.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe
Think Pair Share dengan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA
pada siswa kelas V SDN Banaran 1 Kecamatan Pesantren Kota Kediri
Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017. Berdasarkan dari hasil penelitian ini
disarankan bahwa model kooperatif tipe Think Pair Share perlu
disosialisasikan kepada guru dan diterapkan dalam pembelajaran IPA
terutama untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian lebih lanjut peri u
dilakukan sebagai pengembangan diri sehingga dapat mengembangkan
penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas.

Kata Kunci: Hasil Belajar, IPA, Think Pair Share, Media Gambar

PENDAHULUAN dibanding dengan materi itu sendiri(Ismail,


Dalam proses belajar mengajar, 2008: 2). Ini merupakan sebuah realita
"metode memiliki kedudukan yang sangat bahwa cara penyampaian yang
signifikan untuk mencapai tujuan komunikatif lebih disenangi siswa,
pembelajaran, bahkan metode sebagai seni meskipun sebenarnya materi yang
dalam mentrasfer ilmu pengetahuan disampaikan sesungguhnya tidak terlalu
kepada siswa dianggap lebih signifikan menarik. Sebaliknya materi yang cukup

url : ojs.unpkediri.ac.id
150
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

menarik, karena disampaikan dengan cara menjenuhkan, dan kurang dapat membuat
yang kurang menarik maka materi itu siswa bersemangat dalam belajar.
kurang dapat dicerna oleh siswa. Pembelajaran IPA sebaiknya
Mata Pelajaran IPA pada dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
kompetensi dasar perubahan sifat benda (scientific inquiry) untuk menumbuhkan
bertujuan agar siswa mampu untuk kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap
mendeskripsikan sifat benda sesudah ilmiah serta mengkomunikasikannya
mengalami perubahan sebagai hasil suatu sebagai aspek penting kecakapan hidup.
proses dan mengidentifikasi faktor yang Oleh karena itu pembelajaran IPA di
menyebabkan perubahan pada benda. SD/MI menekankan pada pemberian
Selain itu diharapkan setelah kegiatan pengalaman belajar secara langsung melalui
pembelajaran siswa mampu untuk penggunaan dan pengembangan
berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta keterampilan proses dan sikap ilmiah
mengkomunikasikannya sebagai aspek (Depdiknas, 2010: 3).
penting kecakapan hidup (life skill). Salah satu model yang dapat
Berdasarkan observasi awal di SDN mengarahkan kepada siswa untuk
Banaran 1Pesantren Kota Kediri memberikan pengalaman belajar secara
menunjukkan bahwa nilai ketuntasan langsung adalah model pembelajaran
belajar siswa kelas V pada mata pelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).
IPA pada kompetensi dasar Sebagai salah satu model pembelajaran
Menyimpulkan hasil penyelidikan tentang kooperatif, penerapan Think Pair Share ini
perubahan sifat benda, baik sementara dapat memberikan siswa waktu lebih
maupun tetap menunjukkan hasil yang banyak untuk berpikir, menjawab, dan
kurang optimal. Dari 28 siswa yang saling membantu satu sama lain serta
mencapai nilai ketuntasan minimal kegiatan pembelajaran lebih
(KKM= 75) baru 11 siswa atau sebesar menyenangkan. Sehingga Kriteria
39,28% sedangkan siswa yang belum Ketuntasan Minimal (KKM) IPA sebesar
mencapai nilai ketuntasan berjumlah 17 75 dapat tercapai secara individual
siswa atau sebesar 60,71%. maupun klasikal lebih dari 85% siswa.
Setelah peneliti teliti lebih lanjut, Identifikasi masalahnya adalah: nilai
belum berhasilnya semua siswa mencapai ketuntasan belajar IPA kelas V masih
ketuntasan belajar siswa pada mata rendah yaitu baru mencapai 39,28%. Hal
pelajaran IPA, karena selama ini disebabkan pembelajarannya masih
pembelajaran berlangsung siswa kurang berpusat pada guru. Guru Ilmu
memperhatikan materi yang disampaikan Pengetahuan Alam (IPA) dalam
oleh guru ternyatadalam kegiatan menerangkan pelajaran banyak
pembelajaran guru masih menggunakan menggunakan metode ceramah sehingga
metode pembelajaran yang tradisional. kondisi pembelajaran kurang menarik dan
Dalam menerangkan pelajaran guru lebih membosankan bagi siswa. Kebanyakan
banyak menggunakan metode ceramah siswa masih bersifat pasif dan kurang aktif
dan mengharapkan siswa duduk, diam, dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
dengar, catat dan hafal sehingga kegiatan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kondisi
pembelajaran menjadi monoton, kurang tersebut akan membuat siswa kurang
menarik, tampak membosankan, memperhatikan materi pelajaran yang

url : ojs.unpkediri.ac.id
152
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

sangat membantu bagi perbaikan


disampaikan sehingga penguasaan materi
pembelajaran serta profesionalisme guru
pelajaran dan hasil belajar siswa menjadi
yang bersangkutan.Meningkatkan minat
rendah. Salah satu upaya yang dapat
dan gairah belajar siswa sehingga prestasi
dilakukan guru dalam pembelajaran untuk
belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
memecahkan masalah tersebut adalah
dapat meningkat.Memberikan sumbangan
melalui penerapan penerapan model
yang bermanfaat bagi sekolah, terutama
kooperatif tipe Think Pair Share didukung
dalam rangka meningkatkan hasil belajar
dengan media gambar.
siswa sehingga ketuntasan belajar siswa
Berdasarkan identifikasi masalah di
akan meningkat secara optimal.
atas, penulis merumuskan suatu
permasalah penelitian, yaitu: "Mengapa
KAJIAN PUSTAKA
penerapan model kooperatif tipe Think
Model Kooperatif Tipe TPS (Think
Pair Share didukung dengan media
Pair Share)
gambar dapat meningkatkan hasil belajar
Model pembelajaran merupakan
IPA pada siswa kelas V SDN Banaran 1
strategi yang digunakan oleh guru untuk
Kecamatan Pesantren Kota Kediri
meningkatkan motivasi belajar, sikap
Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017?”
belajar dikalangan siswa, mampu berpikir
Tujuan yang ingin dicapai dalam
kritis, memiliki keterampilan sosial, dan
penelitian tindakan kelas ini adalah untuk
pencapaian hasil pembelajaran yang lebih
mengetahui peningkatan hasil belajar IPA
optimal (Isjoni, 2009: 8). Merujuk pada hal
melalui penerapan model kooperatif tipe
ini, perkembangan model pembelajaran
Think Pair Share didukung dengan media
terus mengalami perubahan dari model
gambar pada siswa kelas V SDN Banaran
tradisional menuju model yang lebih
1 Kecamatan Pesantren Kota Kediri
modern. Model pembelajaran berfungsi
Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017.
untuk memberikan situasi pembelajaran
Dengan diadakannya penelitian ini
yang tersusun rapi untuk memberikan
diharapkan dapat berguna dan
suatu aktivitas kepada siswa guna
memberikan konstribusi di dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
khasanah literatur dalam kaitannya dengan
Salah satu model yang dapat
penggunaan model pembelajaran
mengarahkan kepada siswa untuk
kooperatif dan keterkaitannya dengan
memberikan pengalaman belajar secara
peningkatan prestasi belajar serta dapat
langsung adalah model pembelajaran
menambah wawasan.Dapat memperbaiki
kooperatif. Johnson (dalam Supriadi,
dan meningkatkan sistem pembelajaran di
1995: 56) mengemukakan bahwa model
kelas, sehingga permasalahan yang
pembelajaran kooperatif merupakan
berhubungan dengan kegiatan
pembelajaran yang menekankan adanya
pembelajaran dapat teratasi, sehingga
kerja sama antar siswa dengan
prestasi belajar siswa akan meningkat.
kelompoknya untuk mencapai tujuan
Dapat Meningkatkan kreativitas guru
belajar bersama. Model pembelajaran
dalam melakukan inovasi pembelajaran
kooperatif ini dapat melatih siswa untuk
khususnya pemilihan metode
menemukan dan memahami konsep-
pembelajaran. Di samping itu, dengan
konsep yang dianggap sulit dengan cara
melaksanakan penelitian tindakan,
bertukar pikiran atau diskusi dengan
masalah yang dihadapi yang tentunya akan
teman-temannya melalui kegiatan saling

153 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

membantu dan mendorong untuk Share (TPS) dikembangkan oleh Frank


mencapai tujuan yang diinginkan. Lyman dkk dari Universitas Maryland
Pembelajaran kooperatif pada tahun 1985 (Lie, 2002:57).
(Cooperative learning) merupakan Ciri yang dimiliki dari model Think
pendekatan pembelajaran melalui Pair Share ini adalah adanya aktivitas
penggunaan kelompok kecil siswa untuk siswa berpasangan dengan siswa yang lain
bekerja sama dalam memaksimalkan untuk mendiskusikan apa yang telah
kondisi belajar dalam mencapai tujuan dipikirkannya. Dalam interaksi ini
belajar (Nurhadi, 2004: 60). Usaha kerja diharapkan siswa dapat berbagi jawaban
sama masing-masing anggota kelompok jika telah diajukan suatu pertanyaan.
mengakibatkan manfaat timbal balik Keunggulan yang dimiliki dari
sedemikian rupa sehingga semua anggota model Think Pair Share ini adalah dapat
kelompok memperoleh prestasi, kegagalan menumbuhkan kerja sama, kelas menjadi
maupun keberhasilan ditanggung bersama. lebih hidup, dapat mengoptimalisasi
Siswa mengetahui bahwa prestasi yang partisipasi siswa dalam pembelajaran, dan
dicapai disebabkan oleh dirinya dan dapat meningkatkan daya pikir siswa
anggota kelompoknya, siswa merasakan (Isjoni, 2009:112). Adapun sisi
kebanggaan atas prestasinya bersama kelemahannya dalam penerapan metode
anggota kelompoknya. Think Pair Share, antara lain: alokasi
Slavin (2008:4) mendefinisikan waktu sering sulit dikendalikan, sehingga
bahwa pembelajaran kooperatif adalah pokok bahasan tidak tuntas, karena jika
strategi mengajar di mana para siswa penguasaan materi belum cukup akan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil terjadi perdebatan panjang.
untuk saling membantu satu sama lainnya Dengan demikian pembelajaran
dalam mempelajari materi pelajaran. kooperatif tipe Think Pair Share
Berdasarkan dari beberapa definisi merupakan salah satu tipe belajar
di atas dapat disimpulkan bahwa kooperatif dalam kelompok kecil yang
pembelajaran kooperatif adalah menekankan pada aktivitas dan interaksi
pembelajaran yang dilakukan dengan diantara dua siswa untuk saling
membentuk kelompok-kelompok kecil, di memotivasi dan saling membantu dalam
mana setiap anggota kelompok saling menguasai materi pelajaran guna
membantu, berbagi pengetahuan dan mencapai prestasi belajar yang maksimal.
bekerjasama untuk menyelesaikan lembar
kegiatan siswa. Langkah-langkah Penerapan Model
Kooperatif Think Pair Share dalam
Karakteristik Model Kooperatif Tipe Pembelajaran
Think Pair Share (TPS) Langkah-langkah dalam penerapan
Think Pair Share (TPS) merupakan model kooperatif Think Pair Share (TPS)
salah satu model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran adalah sebagai
sederhana yang memiliki prosedur secara berikut:
eksplisit untuk memberi peserta didik 1. Guru menyampaikan inti materi dan
waktu lebih banyak untuk berpikir, kompetensi yang ingin dicapai.
menjawab, dan saling membantu satu 2. Peserta didik diminta untuk berfikir
sama lain. Model pembelajaran Think Pair tentang materi atau permasalahan yang

url : ojs.unpkediri.ac.id
154
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

disampaikan guru. mendalam tentang alam sekitar


3. Peserta didik diminta untuk berpasang- (Depdiknas, 2011:3).
pasangan dengan teman sebelahnya IPA diperlukan dalam kehidupan
(kelompok 2 orang) dan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
mengemukakan hasil diskusinya. manusia melalui pemecahan masalah-
4. Guru memimpin pleno kecil dan masalah yang dapat diidentifikasikan.
masing-masing kelompok Penerapan IPA perlu dilakukan secara
mengemukakan hasil diskusinya. bijaksana agar tidak berdampak buruk
5. Berawal dari kegiatan tersebut terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI
mengarahkan pembicaraan pada pokok diharapkan ada penekanan pembelajaran
permasalahan dan menambah materi Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi,
yang belum diungkapkan oleh siswa. dan masyarakat) yang diarahkan pada
6. Guru memberikan kesimpulan. pengalaman belajar untuk merancang dan
7. Penutup (Frank Lyman dalam membuat suatu karya melalui penerapan
Depdiknas, 2008). konsep IPA dan kompetensi bekerja
Pada penerapan metode ilmiah secara bijaksana.
pembelajaran kooperatif tipe ini guru
membuat lembar observasi bagi guru dan Penerapan Think Pair Share dalam
siswa. Adapun lembar observasinya dapat Pembelajaran IPA di SD
kita lihat dalam lampiran proposal Pembelajaran IPA di SD merupakan
penelitian ini. kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada pemberian pengalaman langsung
Hakekat dan Pembelajaran IPA di untuk mengembangkan kompetensi agar
SD menjelajahi dan memahami alam sekitar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara ilmiah. Pembelajaran IPA di SD ini
berhubungan dengan cara mencari tahu diarahkan untuk inkuiri dan berbuat
tentang alam secara sistematis, sehingga sehingga dapat membantu peserta didik
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan untuk memperoleh pemahaman yang lebih
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, mendalam tentang alam sekitar. Dalam
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja pembelajaran IPA tersebut guru dapat
tetapi juga merupakan suatu proses menerapakan model kooperatif Think Pair
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan Share (TPS). Adapun kegiatan-kegiatan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik yang dapat dilakukan guru dalam
untuk mempelajari diri sendiri dan alam menerapkan model Think Pair Share
sekitar, serta prospek pengembangan lebih dalam pembelajaran IPA di SD adalah
lanjut dalam menerapkannya di dalam sebagai berikut:
kehidupan sehari-hari. Proses Tahap 1: Thingking (berpikir)
pembelajarannya menekankan pada Langkah berpikir ini dilaksanakan
pemberian pengalaman langsung untuk oleh guru dengan mengajukan pertanyaan
mengembangkan kompetensi agar atau isu yang berhubungan dengan
menjelajahi dan memahami alam sekitar pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat secara mandiri untuk beberapa saat.
membantu peserta didik untuk Tahap 2: Pairing (berpasangan)
memperoleh pemahaman yang lebih

155 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Pada tahap berpasangan ini guru siswa di kelas, prestasi yang


meminta siswa berpasangan dengan siswa dipertahankan, dan prestasi aktual.
lain di belakangnya untuk mendiskusikan Kajian penelitian yang berkaitan
apa yang telah dipikirkannya pada tahap dengan Model pembelajaran Think Pair
pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota Share ini pernah dilaksanakan oleh
pada kelompok membandingkan jawaban Faindatin Nikmah (2000) Mahasiswa IKIP
atau hasil pemikiran mereka dengan PGRI Semarang dengan judul
mendefinisikan jawaban yang dianggap Peningkatan Hasil Belajar Matematika
paling benar, paling meyakinkan, atau Melalui Penarapan Metode Think Pair
paling unik. Biasanya guru memberi Share Pada Pokok Bahasan Himpunan
waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Siswa Kelas VIIA Semester II MTs
Tahap 3: Sharing (berbagi) Thowalib Pesagen Gunungwungkal Kota
Pada tahap akhir dalam metode ini Kediri Tahun Pelajaran 2009/2010.
adalah berbagi. Dalam kegiatan berbagi Penelitian ini merupakan penelitian
ini, guru meminta kepada pasangan untuk tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus.
berbagi dengan seluruh kelas tentang apa Hasil kajian dalam penelitian tindakan
yang telah mereka bicarakan. kelas ini menunjukkan bahwa model
Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas pembelajaran TPS dapat meningkatkan
dapat dilakukan dengan menunjuk prestasi hasil belajar matematika. Siswa
pasangan yang secara sukarela bersedia menjadi lebih berani dalam bertanya,
melaporkan hasil kerja kelompoknya atau berani berpendapat dan berani dalam
bergiliran pasangan demi pasangan hingga beragumentasi.
sekitar seperempat pasangan telah
mendapat kesempatan untuk melaporkan. METODE PENELITIAN
(Tim Penyusun Bahan Ajar Sertifikasi Penelitian ini dilaksanakan pada
Guru, 2016: 378). siswa kelas V semester I tahun pelajaran
2016/2017 di SDN Banaran 1 Kecamatan
Penelitian yang Relevan Pesantren Kota Kediri dengan jumlah
Model pembelajaran kooperatif siswa 28 siswa, yang terdiri dari 20 siswa
memiliki potensi untuk mengurangi kelas- laki-laki dan 8 siswa perempuan.
kelas pasif ke dalam kelas dinamis dan Pemilihan kelas dan sekolah tempat
orientasi kelompok. Banyak penelitian penelitian ini sesuai dengan tugas pokok
yang telah dilaksanakan dalam rangka penulis sebagai guru di sekolah dan kelas
menguji pembelajaran kooperatif (Isjoni, yang dimaksud. Hal ini memudahkan
2009:125), di antaranya adalah yang dalam melaksanakan penelitian karena
dilaksanakan oleh De Vries & Slavin penulis tidak harus meninggalkan tugas
dengan model "games-game tournament", pokoknya selama penelitian dilakukan dan
Aranson, Blaney, Slavin (1983) dengan manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh
model "jigsaw dan jigsaw II", Lindquist siswa dan sekolah yang dimaksud. Selain
(1995) dengan model "group itu, kondisi lingkungan siswa yang berada
investigation". Hasil-hasil dari penelitian di daerah pesisir pantai juga menjadi
tersebut menunjukkan bahwa alasan penulis untuk melakukan penelitian
pembelajaran kooperatif dapat ini.
meningkatkan aktivitas dan kerjasama Waktu penelitian dimulai Minggu II

url : ojs.unpkediri.ac.id
156
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

bulan September 2016 untuk observasi pengamatan dan hasil tes. Pengamatan
awal. Siklus I penulis laksanakan pada (observasi) yang peneliti lakukan adalah
minggu III bulan Oktober 2016. mengamati aktivitas guru dan perilaku
Sedangkan Siklus II dilaksanakan pada peserta didik yang berkaitan dengan
minggu I bulan November 2016. kegiatan pembelajaran. Kegiatan observasi
Pemilihan waktu penelitian ini disesuaikan dilakukan oleh rekan sejawat di sekolah
dengan jadwal dan program semester yang dan waktunya bersamaan dengan
digunakan di sekolah yang bersangkutan. pelaksanaan tindakan dan setelah
Dalam program semester I mata pelajaran pelaksanaan tindakan. Sedangkan tes
IPA kelas V materi KD 4.2 peneliti berikan kepada peserta didik untuk
Menyimpulkan hasil penyelidikan tentang mengetahui kemampuan peserta didik
perubahan sifat benda, baik sementara dalam menguasai materi yang peneliti
maupun tetap. sampaikan.
Adapun model penelitian tindakan 4. Refleksi
kelas ini dirancang menurut Kurt Lewin Kegiatan refleksi peneliti lakukan
(dalam Zainal Aqib, 2006:21)yang setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I
mencakup empat kegiatan utama yang ada selesai dilaksanakan. Analisis dan refleksi
pada setiap siklus adalah: (1) menyusun ini dilakukan untuk mengevaluasi
rencana tindakan (planning), (2) kelemahan atau kelebihan dari tindakan
pelaksanaan tindakan (acting), (3) pembelajaran yang telah dilakukan serta
Pengamatan (observing), dan refleksi hambatan-hambatan yang dihadapi. Hasil
(reflecting). Berikut kegiatan yang peneliti analisis dan refleksi ini berguna untuk
laksanakan untuk masing-masing siklus: menentukan tingkat keberhasilan dari
1. Perencanaan tindakan yang telah dilakukan,
Dalam tahap perencanaan ini, menentukan siswa yang tuntas dan belum
penulis menyusun Rencana Pelaksanaan tuntas, dan sebagai dasar pertimbangan
Pembelajaran yang telah disesuaikan untuk menyusun rencana kegiatan pada
dengan hasil penemuan awal pra siklus, siklus berikutnya. Tindak lanjut diisi
berupa penerapan metode TPS beserta dengan program pengayaan yang
instrumen evaluasi dan pemilihan media diberikan kepada siswa yang telah tuntas,
gambar. Selain itu, dalam perencanaan ini dan program perbaikan yang ditujukan
peneliti menyusun lembar observasi dan kepada siswa yang belum tuntas.
Tim Peneliti, yang terdiri dari 2 rekan Teknik Pengumpulan Data
sejawat. Adapun teknik pengumpulan data
2. Pelaksanaan yang peneliti gunakan terdiri dari 2
Dalam tahap pelaksanaan ini, macam, yaitu teknik tes dan teknik nontes.
kegiatan yang peneliti lakukan adalah a. Teknik Tes
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Teknik tes yang penulis gunakan
RPP dan langkah metodik yang telah berupa tes tertulis. Tes ini peneliti gunakan
ditentukan. untuk menilai dan mengumpulkan data
3. Pengamatan tentang penguasaan siswa terhadap materi
Pada tahap pengamatan ini, kegiatan yang telah dipelajari. Pelaksanaannya di
yang peneliti lakukan adalah awal penelitian untuk mengetahui kondisi
mengumpulkan data melalui hasil awal siswa, pada waktu pelaksanaan

157 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

pembelajaran dan di akhir kegiatan media gambar untuk pembelajaran IPA


pembelajaran pada masing-masing siklus tentang perubahan sifat benda. Materi
untuk mengetahui peningkatan hasil yang digunakan adalah sesuai dengan
belajar siswa. Sesuai dengan teknik yang Kompetensi Dasar 4.2 Menyimpulkan
dipergunakan, instrumenpengumpulan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat
datanya terdiri dari soal tes bentuk isian. benda, baik sementara maupun tetap.
b. Teknik Non tes Pelaksanaan Tindakan
Teknik nontes yang peneliti gunakan Berikut hasil observasi proses
adalah angket dan observasi. Teknik ini pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
peneliti gunakan untuk mengumpulkan mulai dari awal sampai akhir pertemuan.
data tentang aktivitas guru dan mengajar Setelah tindakan pembelajaran pada siklus
dan aktivitas siswa dalam mengikuti I dilakukan, diperoleh hasil tindakan yang
kegiatan pembelajaran. Sesuai dengan meliputi hasil pengamatan dan hasil tes.
teknik yang dipergunakan, instrumen Kemudian dari hasil penilaian teman
pengumpulan datanya terdiri dari data sejawat tentang pengamatan kegiatan guru
isian (angket) dan lembar observasi. dalam pembelajaran juga menunjukkan
Analisis Data hasil serupa. Berdasarkan dari hasil
Untuk menvalidasi data, penulis pengamatan aktivitas guru dalam
menggunakan metode trianggulasi sumber pembelajaran siklus I ini diketahui bahwa
data dan trianggulasi pengumpulan data. aktivitas guru dalam pembelajaran
Trianggulasi sumber penulis lakukan menunjukkan kategori baik.Hal ini
dengan mengumpulkan data minimal dari berdasarkan dari nilai hasil observasi
3 sumber data yang berbeda, yaitu dari aktivitas guru dalam pembelajaran sebesar
siswa, dan 2 (dua rekan sejawat yang 88,88, yang termasuk dalam kategori baik.
membantu pelaksanaan observasi. Sedangkan hasil pengamatan aktivitas
Sedangkan trianggulasi metode siswa dalam mengikuti pembelajaran pada
pengumpulan data terdiri dari metode tes, siklus I ini sebagai berikut:
angket, dan observasi. Data yang penulis Keaktifan siswa dalam mengikuti
validasi utamanya adalah yang berkaitan kegiatan pembelajaran IPA pada siklus I
dengan variabel proses atau variabel bebas ini sebagian besar menunjukkan kurang
(X). Validasi data yang diperoleh adalah senang mengerjakan tugas. Dari 28 siswa,
validasi teoritis. 13 siswa atau 46,43% kurang senang
mengerjakan tugas. Sedangkan 11 siswa
HASIL DAN PEMBAHASAN atau 39,29% senang mengerjakan tugas
dan 4 siswa atau 14,29% tidak senang
A. Pelaksanaan Tindakan mengerjakan tugas yang diberikan guru
1. Deskripsi Siklus I dalam pembelajaran. Pada siklus I ini,
Rencana Tindakan sebagian besar siswa sudah menunjukkan
Peneliti membuat suatu rencana sikap memberikan tanggapan terhadap
tindakan penelitian untuk siklus I dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
menyusun tiga kegiatan, yaitu Menyusun guru. Dari 28 siswa, siswa yang selalu
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran memberi tanggapan dan memberikan
dengan penerapan model kooperatif tipe tanggapan masing- masing sejumlah 12
TPS (Think Pair Share) dengan didukung siswa atau 42,86%. Sedangkan siswa yang
jarang memberikan tanggapan hanya

157 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

berjumlah 3 siswa atau 10,71%. Pada Jumlah


No Uraian Persentase
aspek konsentrasi belajar siswa, pada Siswa
siklus I ini siswa yang kurang Siswa yang
1 17 60,71%
memperhatikan pelajaran hanya sejumlah Tuntas
2 siswa atau 7,14%. Sedangkan siswa Siswa yang
yang selalu memperhatikan sejumlah 10 2 Belum 11 39,29%
siswa atau 35,71% danyang Tuntas
memperhatikan materi pelajaran Jumlah 28 100%
berjumlah 16 siswa atau 57,14%. Berdasarkan dari data-data di atas,
Pada aspek kerjasama siswa, pada terlihat dengan jelas bahwa nilai hasil
siklus I ini menunjukkan siswa sudah belajar siswa pada mata pelajaran IPA
bekerjasama dengan baik dengan pada siklus I sudah mengalami
temannya. Dari 28 siswa, 17 siswa atau peningkatan bila dibandingkan dari
60,71% siswa selalu mengerjakan secara kondisi awal (pra siklus).Hal ini
kerjasama dengan temannya. Sedangkan 7 ditunjukkan dari nilai ketuntasan belajar
siswa atau 25% mengerjakan tugas sendiri siswa yang sudah mencapai 60,71%. Nilai
dan hanya 4 siswa atau 14,29% diam saja. rata-rata IPA juga meningkat menjadi
Hasil wawancara dengan kolaborator juga 74,64. Namun demikian, nilai hasil belajar
menunjukkan hasil serupa. Kedua siswa pada mata pelajaran IPA pada siklus
kaloborator memberikan penjelasan yang I ini belum mencapai indikator kinerja
hampir sama, yaitu bahwa dalam siklus I yang peneliti tetapkan.
ini peneliti sudah bisa meningkatkan Dengan memperhatikan data tes
aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan hasil belajar pada siklus I, peneliti
pembelajaran melalui penerapan model membuat program perbaikan dan program
kooperatif tipe TPS (Think Pair Share). penganyaan. Program penganyaan
Tes peneliti gunakan untuk memperoleh diberikan kepada siswa yangtelah
hasil belajar siswa pada aspek kognitif mencapai nilai ketuntasan sejumlah 17
maupun hasil belajar siswa aspek siswa. Sedangkan program perbaikan
keterampilan sosial. Berdasarkan dari hasil diberikan kepada siswa yang belum
belajar siswa aspek kognitif, peneliti mencapai nilai ketuntasan sejumlah 11
mendapatkan data hasil tes yang dilakukan siswa. Selain itu, kegiatan pembelajaran
pada akhir siklus. Tes yang diberikan yang akan dilaksanakan guru pada siklus II
berupa tes tertulis dalam bentuk isian. hendaknya dibuat lebih menarik lagi,
Adapun hasil tes yang diperoleh sehingga aktivitas siswa lebih meningkat.
siswa pada siklus I adalah 17 siswa Untuk itu, aktivitas siswa yang sudah
mencapai ketuntasan minimal (KKM) atau menunjukkan hal yang baik perlu untuk
60,71% siswa yang mencapai ketuntasan. ditingkatkan dan yang masih rendah untuk
Sedangkan 11 siswa atau 39,29% siswa ditingkatkan pada tindakan pembelajaran
belum mencapai ketuntasan minimal siklus II. Sehingga diharapkan adanya
(KKM). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat program perbaikan dan penganyaan ini,
pada tabel 4.3 berikut: siswa dapat melakukan pendalaman materi
sehingga hasil belajarnya akan lebih
Tabel 4.3 Hasil Tes Formatif IPA meningkat.
Pada Siklus I

url : ojs.unpkediri.ac.id
158
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

2. Deskripsi Siklus II dari materi yang akan dipelajari. Dilihat


Rencana Tindakan dari aktivitas siswa, pada kegiatan awal ini
Berdasarkan hasil refleksi dan siswa kelihatan siap untuk mengikuti
evaluasi pelaksanaan tindakan siklus I, kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat
diketahui bahwa hasil belajar siswa masih dilihat dari semangat yang ditunjukkan
rendah belum mencapai indikator yang siswa dalam mengikuti kegiatan
peneliti tetapkan dan pelaksanaan pembelajaran. Siswa antusias menjawab
pembelajaran belum sepenuhnya baik pertanyaan pendahuluan yang diberikan
khususnya dalam hal pemberian guru. Selain itu, siswa juga terlihat
kesempatan siswa untuk berpikir secara memperhatikan tujuan pembelajaran yang
berpasangan dengan temannya. Untuk itu disampaikan oleh guru.
peneliti menyusun kembali rencana Pada kegiatan inti ini, guru IPA lebih
tindakan siklus II yang tertuang dalam menekankan pada keterlibatan siswa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam pembelajaran. Guru menggunakan
Siklus II sebagaimana terlampir. Skenario media gambar agar siswa lebih
pembelajaran siklus II kegiatan intinya memperhatikan materi yang disampaikan
sama dengan kegiatan pada siklus I, yaitu guru. Guru memfasilitasi munculnya
penerapan model kooperatif tipe TPS gagasan baru dari siswa baik secara lisan
[Think Pair Share). Namun, dalam maupun tertulis. Siswa diberikan tugas
skenario siklus II ini mengalami beberapa untuk melakukan percobaan tentang
perbaikan/penyempurnaan terutama dalam perubahan sifat benda melalui kerja
kegiatan pembelajaran yang menyangkut kelompok secara berpasangan. Masing-
pemberian kesempatan berpikir pada masing pasangan disuruh untuk
siswa. Sehingga diharapkan dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan
adanya penyempurnaan skenario kelompok yang lain menanggapinya.
pembelajaran ini, aktivitas siswa lebih Untuk membangkitkan rasa ingin tahu
meningkat lagi dan hasil belajar siswapun siswa dan umpan balik yang positif, guru
menjadi meningkat. memberikan pertanyaan untuk dijawab
Pelaksanaan Tindakan siswa. Selanjutnya guru memberikan
Berikut hasil observasi proses penghargaan kepada kelompok yang
pelaksanaan pembelajaran pada siklus I mencapai nilai tertinggi. Pada akhir
mulai dari awal sampai akhir pertemuan. pertemuan, guru IPA bersama siswa
Pada kegiatan awal pertemuan guru membuat rangkuman mengenai materi
menyiapkan peserta didik secara psikis dan yang diajarkan. Selanjutnya melakukan
fisik untuk mengikuti kegiatan penilaian dan merencanakan tindak lanjut
pembelajaran IPA. Kemudian guru serta menyampaikan materi pembelajaran
melaksanakan kegiatan apersepsi yaitu berikutnya.
mengaitkan materi sebelumnya yaitu Setelah tindakan pembelajaran pada
tentang perubahan sifat benda dengan siklus II dilakukan, diperoleh hasil
materi yang akan disampaikan yaitu pengamatan tentang aktivitas guru dan
tentang perubahan sifat benda. Guru siswa dalam pembelajaran dan tes tentang
memberikan pertanyaan kepada siswa dan hasil belajar siswa. Berikut hasil tindakan
siswa menjawabnya melalui metode tanya pada siklus II ini. Hasil pengamatan dari
jawab. Selanjutnya guru menjelaskan aktivitas guru dalam kegiatan belajar
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai mengajar pada tindakan siklus I ini

159 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

meliputi beberapa aspek, yaitu: dalam mengikuti kegiatan pembelajaran


Pada siklus II, guru dalam melalui penerapan model kooperatif tipe
melaksanakan kegiatan pembelajaran TPS (Think Pair Share).
sudah memberikan kesempatan kepada Berdasarkan dari data-data yang
siswa untuk mengajukan pendapat. Hal ini peneliti kumpulkan bersama mitra
ditunjukkan dari 25 siswa atau 89,29% kolaborasi pada siklus II sebagaimana
sudah menganggap bahwa guru dalam tercantum di atas, maka selanjutnya tim
kegiatan pembelajaran menghargai inisiatif peneliti melakukan kegiatan refleksi untuk
siswa dalam menyampaikan gagasannya. mengevaluasi kegiatan pembelajaran
Tabel 4.5 Hasil Tes Formatif IPA Pada siklus II. Refleksi ini dilakukan dengan
Siklus II cara menganalisis data-data yang
Jumlah terkumpul mengenai kelebihan,
No Uraian Persentase
Siswa kekurangan, maupun hambatan-hambatan
Siswa yang yang terjadi selama pembelajaran untuk
1 25 89,29%
Tuntas dicarikan solusinya. Dalam kegiatan
Siswa yang refleksi ini peneliti berdisikusi dengan
2 Belum 3 10,71% pengamatan/kolaborator dan selanjutnya
Tuntas peneliti jadikan dasar pertimbangan
Jumlah 28 100% apakah peneliti perlu melaksanakan
Berdasarkan dari data-data di atas, tindakan pada siklus berikutnya.
terlihat dengan jelas bahwa nilai hasil Sedangkan dilihat dari hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA observasi terhadap aktivitas guru dalam
pada siklus II sudah mengalami kegiatan belajar mengajar pada siklus II ini
peningkatan bila dibandingkan dari siklus menunjukkan peningkatan bila dibanding
I. Siswa yang sudah mencapai nilai dengan pra siklus dan siklus I. Hal ini
ketuntasan belajar sudah mencapai 25 dapat dilihat pada siklus II, guru dalam
siswa atau 89,29%. Nilai rata-rata IPA melaksanakan kegiatan pembelajaran
juga meningkat menjadi 81,78. Adapun sudah memberikan kesempatan kepada
hasil belajar siswa pada aspek siswa untuk mengajukan pendapat. Guru
keterampilan sosial bahwa dengan memberikan kesempatan kepada siswa
diterapkannya model kooperatif tipe TPS untuk lebih banyak aktif dalam kegiatan
(Think Pair Share) dalam pembelajaran pembelajaran. Guru menghargai inisiatif
IPA, siswa yang kurang aktif, kurang siswa dalam menyampaikan gagasan-
konsentrasi, dan kurang bekerjasama serta gagasan yang dimilikinya. Guru sudah
diam saja dalam mengikuti kegiatan bertindak sebagai fasilitator.
pembelajaran sudah tidak ada. Hal ini Dilihat dari tata ruang kelas, pada
menujukkan adanya peningkatan aktivitas siklus II sudah diatur guru dengan tepat
siswa bila dibanding pada pra siklus dan dan didesain guru secara variatif. Tempat
sklus I. Hasil wawancara dengan duduk siswa ditata secara berputar untuk
kolaborator juga menunjukkan hasil masing- masing kelompok. Sehingga
serupa. Kedua kaloborator memberikan siswa saling berhadapan satu dengan yang
penjelasan yang hampir sama, yaitu bahwa lainnya dalam anggota kelompok. Hal ini
dalam siklus II ini peneliti sudah bisa menjadikan keaktifan siswa dalam
meningkatkan aktivitas siswa sepenuhnya berkerjasama dalam kelompoknya.

url : ojs.unpkediri.ac.id
160
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Kemudian dilihat dari aspek mencapai 89,28%. Dengan demikian, nilai


pelibatan siswa dalam kerja kelompok, ketuntasan belajar siswa pada mata
guru dalam melaksanakan kegiatan pelajaran IPA pada siklus II ini sudah
pembelajaran pada siklus II, guru lebih mencapai indikator kinerja yang peneliti
banyak menyampaikan materi pelajaran lakukan.
secara kerja kelompok. Sehingga siswa Dengan memperhatikan masukan
terbiasa untuk melakukan kerja kelompok. dari kolaborator, peneliti dapat
Guru sudah melaksanakan pendekatan menjelaskan bahwa ada beberapa
kelompok. Setelah kerja kelompok selesai, kelebihan dan kelemahan dalam
guru juga sudah memberikan kesempatan penerapan model kooperatif tipe TPS
siswa untuk mempresentasikan hasil kerja (Think Pair Share). Adapun kelebihan
kelompoktersebut. Kegiatan belajar kegiatan pembelajaran pada siklus II
mengajar yang dilaksanakan guru pada melalui penerapan metode TPS adalah
kondisi siklus II juga memberikan dapat meningkatkan aktivitas guru dalam
kesempatan siswauntuk mengajukan mengajar dan aktivitas guru dalam belajar.
pertanyaan-pertanyaan maupun Penerapan model kooperatif tipe TPS
menanggapi masalah yang disampaikan (Think Pair Share) akan mampu
guru. Guru memberikan siswa kesempatan menjadikan kegiatan pembelajaran lebih
untuk bertanya. Selain itu, guru untuk menyenangkan, siswa lebih aktif dan
menumbuhkan sikap ingin tahu siswa bekerjasama dengan temannya. Adanya
adalah dengan memberikan kuis. peningkatan aktivitas siswa tersebut akan
Sehingga kondisi kegiatan belajar dapat menjadikan hasil belajar siswa akan
mengajar pada siklus II sudah lebih meningkat.
menunjukkan kondisi pembelajaran yang Sedangkan kelemahan yang
sangat menyenangkan. Hal ini dapat ditemukan dalam kegiatan pembelajaran
dilihat dari semangat siswa dalam siklus II adalah bahwa pembelajaran
mengikuti pembelajaran. Siswa merasa melalui penerapan model kooperatif tipe
senang dan gembira dalam mengikuti TPS (Think Pair Share) akan membawa
pembelajaran. Selain itu, siswa juga hasil yang maksimal jika skenario
menganggap pembelajaran IPA yang pembelajaran yang telah disusun oleh guru
dilaksanakan guru di kelas sangat dilaksanakan dengan sepenuhnya oleh
menyenangkan sehingga siswa menjadi siswa dan guru memanfaatkan media
lebih bersemangat dalam belajar. Adanya pembelajaran, terutama mediaaudio
peningkatan aktivitas siswa ini akan visual.
mampu menjadikan nilai IPA siswa Dengan memperhatikan indikator
menjadi lebih meningkat dari sebelumnya. kinerja yang telah ditetapkan, peneliti
Sedangkan dari data yang peneliti menilai bahwa penelitian tindakan yang
peroleh, aktivitas siswa dalam mengikuti telah dilaksanakan sampai siklus II ini
pembelajaran pada siklus II sudah sudah berhasil. Indikator kinerja yang telah
mengalami peningkatan. Siswa yang peneliti tetapkan, yaitu minimal 85% siswa
kurang aktif, kurang konsentrasi, dan mencapai nilai ketuntasan minimal IPA
kurang bekerjasama serta diam saja dalam sebesar 75 sudah tercapai. Melihat data
mengikuti kegiatan pembelajaran sudah tersebut, maka peneliti sudah tidak
tidak ada. Selain itu, nilai ketuntasan melaksanakan tindakan pada siklus
belajar IPA juga sudah mencapai

161 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

berikutnya

B. Hasil Analisis Data


Setelah peneliti melaksanakan 2
(dua) kali siklus pembelajaran maka
terkumpul data-data penelitian. Penilaian
terhadap variabel terpengaruh (Y) yaitu
tentang hasil belajar IPA siswa dari pra
siklus sampai siklus II berakhir juga
menunjukkan adanyapeningkatan Grafik 4.4 (Analisis Data Ketuntasan
ketuntasan belajar siswa. Sebelum adanya Belajar Siswa)
tindakan (pra siklus) hasil belajar siswa Selanjutnya nilai rata-rata kelas juga
baru 39,28% siswa yang mencapai nilai menunjukkan hasil peningkatan mulai dari
ketuntasan. Hal ini berarti masih 60,71% pra siklus sampai siklus II. Pada pra siklus
siswa yang belum mencapai nilai nilai rata-rata kelas baru mencapai 66,78.
Ketuntasan Minimal (KKM). Kemudian pada siklus I naik menjadi
Kemudian pada siklus I, hasil belajar 74,64 atau mengalami peningkatan sebesar
siswa pada mata pelajaran IPA meningkat 7,86. Begitu juga pada siklus II juga
menjadi 60,71% atau mengalami mengalami peningkatan bila dibandingkan
peningkatan sebesar 21,42% dibanding pada siklus I. Pada siklus II ini nilai rata-
dengan pra siklus. Hal ini berarti ada rata kelas siswa meningkat menjadi 81,78
39,29% siswa yang belum mencapai nilai atau mengalami peningkatan sebesar 7,14
ketuntasan minimal. Pada siklus II, hasil bila dibanding dengan siklus I. Hal ini
belajar siswa meningkat menjadi 89,29% menunjukkan adanya pencapaian indikator
atau hanya 10,71% siswa yang belum kinerja yang telah peneliti tetapkan.
mencapai nilai ketuntasan minimal. Hal ini
berarti bahwa hasil belajar siswa pada C. Pembahasan
siklus II ini sudah mencapai indikator Berdasarkan dari deskripsi dan
kinerja yang telah peneliti tetapkan yaitu analisis data yang peneliti sajikan di atas,
75%. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dapat dilihat beberapa temuan selama
pada tabel 4.6 dan Grafik 4.4 berikut: penelitian. Kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan guru dari pra siklus sampai
Tabel 4.6 Analisis Data Ketuntasan Belajar siklus II terus mengalami peningkatan dari
Siswa segi kualitas. Sebelum pra siklus, kegiatan
Persentase Ketuntasan pembelajaran masih dilaksanakan secara
No Kriteria Pra Siklus monoton dan guru masih dominan dalam
Siklus I
Siklus II pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
1 Tuntas 39,29%60,71%89,29% metode yang digunakannya. Guru masih
Belum menggunakan metode ceramah dalam
2 60,71%39,29%10,71% menyampaikan materipelajaran.
Tuntas
Jumlah 100% 100% 100% Akibatnya siswa lebih banyak menerima
pelajaran bukan melaksanakan
pengalaman belajar. Hal ini menyebabkan
pembelajaran kurang menyenangkan dan
membosankan bagi siswa. Siswa kurang
url : ojs.unpkediri.ac.id
162
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

tertarik dan perhatian terhadap materi yang siswa. Berdasarkan teori yang
disampaikan sehingga nilai ketuntasan dikemukakan oleh ahli, siswa yang
belajar siswa menjadi rendah. berminat akan mampu menunjukkan hasil
Setelah dilaksanakan tindakan, belajar yang lebih baik daripada yang tidak
kualitas pembelajaran yang dilaksanakan memiliki minat belajar.
guru terus mengalami peningkatan. Pada Hal ini akan berdampak pada
siklus I, guru mampu menyajikan meningkatnya nilai ketuntasan belajar
pembelajaran lebih baik bila dibanding pra siswa dan nilai rata-rata siswa. Nilai
siklus. Siswa sudah merasakan kondisi ketuntasan belajar siswa yang semula
pembelajaran yang dilaksanakan guru rendah setelah guru menerapkan metode
sudah menyenangkan dan siswa sudah pembelajaran yang dapat meningkatkan
terlatih untuk kerjasama. Akibatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran akan
keaktifan, inisiatif, konsentrasi dan kerja mampu meningkatkan nilai ketuntasan
sama siswa meningkat. Semua belajar dan nilai rata-rata siswa. Sehingga
peningkatan aktivitas belajar siswa ini nilai hasil belajar siswa dapat tercapai
berdampak pada peningkatan hasil belajar secara optimal.
siswa dalam ranah kognitif yang Berdasarkan dari uraian di atas,
ditunjukkan oleh meningkatkan hasil tes maka dapat pneliti kemukakan bahwa
secara signifikan. penerapan metode Think Pair Share (TPS)
Kemudian dari hasil angket siswa, mampu meningkatkan aktivitas siswa
dapat dilihat adanya perubahan sikap siswa dalam pembelajaran. Siswa menjadi lebih
terhadap mata pelajaran IPA dan proses aktif, inisiatif, konsentrasi dan kerjasama
pembelajaran yang dilakukan guru. Pada dengan teman yang lain. Meningkatnya
kondisi awal (pra siklus) siswa masih aktivitas siswa dalam pembelajaran ini
menganggap bahwa pembelajaran IPA telah dapat meningkatkan hasil belajar
termasuk mata pelajaran yang sulit. siswa. Dengan demikian, metode Think
Namun setelah guru menerapkan metode Pair Share dapat diterapkan dalam
kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), pembelajaran untuk meningkatkan hasil
siswa menganggap mata pelajaran IPA belajar siswa.
lebih mudah dan proses pembelajaran
yang dilakukan guru sudah dirasa lebih SIMPULAN
menyenangkan. Hal ini menunjukkan Berdasarkan hasil penelitian di bab
bahwa penggunaan metode yang dapat IV dapat disimpulkan bahwa "Penerapan
mengaktifkan dan membangun kerjasama model kooperatif tipe Think Pair Share
siswa sangat diperlukan dalam kegiatan didukung dengan media gambar dapat
pembelajaran. meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa
Metode yang demikian akan mampu kelas V SDN Banaran 1 Kecamatan
menjadikan kondisi pembelajaran tidak Pesantren Kota Kediri Semester I Tahun
membosankan dan lebih menyenangkan, Pelajaran 2016/2017". Hal ini dikarenakan
sehingga siswa akan lebih terkonsentrasi penerapan model kooperatif tipe Think
dan termotivasi untuk mengikuti Pair Share mampu meningkatkan aktivitas
pembelajaran. Adanya konsentrasi atau siswa dalam pembelajaran. Siswa akan
perhatian merupakan salah satu indikator menjadi lebih aktif, inisiatif, kosentrasi
adanya minat belajar yang ada pada diri serta menumbuhkan kerjasama antar

163 url : ojs.unpkediri.ac.id


Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

siswa. Meningkatnya aktivitas siswa Learning dan Aplikasi PAIKEM.


dalam pembelajaran ini dapat Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
meningkatkan nilai hasil belajar siswa. Supriyadi, 2001. Pembelajaran
Kooperatif Jakarta: Gramedia.
DAFTAR PUSTAKA Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. Pendidikan. Jakarta: Raja
2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada.
Rineka Cipta. Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT
Penelitian Suatu Pendekatan Rineka Cipta.
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi
Djamarah, Saiful Bahri. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Belajar. Jakarta: PT. Rineka Baru. Bandung: PT Remaja
Cipta. Rosdakarya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Standar Isi IPA. Jakarta: Indonesia. 2005. Kamus Besar
Direktorat Jenderal Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Dasar dan Menengah. Pustaka.
Isjoni, 2009. Pembelajaran Kooperatif: Usman, Moh. Uzer. 2008. Menjadi Guru
Meningkatkan Kecerdasan Profesional, Bandung: Remaja
Komunikasi Antar Peserta Didik. Rosdakarya Offset.Ahmadi, Abu
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. dan Widodo Supriyono. 2004.
Ismail. 2008. Strategi Pembelajaran Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Agama Islam Berbasis PAIKEM, Cipta.
Semarang: Rasail. Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur
Pasaribu, I.L. dan S. Simanjutak. 2000. Penelitian Suatu Pendekatan
Proses Belajar Mengajar. Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Bandung: Tarsito. Djamarah, Saiful Bahri. 2002. Psikologi
Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Belajar. Jakarta: PT. Rineka
Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Cipta.
Balai Pustaka. Departemen Pendidikan Nasional. 2010.
Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Standar Isi IPA. Jakarta:
Pendidikan. Bandung: Remaja Direktorat Jenderal Pendidikan
Rosdakarya. Dasar dan Menengah.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Isjoni, 2009. Pembelajaran Kooperatif:
Learning; Teori, Riset dan Meningkatkan Kecerdasan
Praktik, terj. Nurulita Yusron. Komunikasi Antar Peserta Didik.
Bandung: Nusa Media. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Ismail. 2008. Strategi Pembelajaran
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Agama Islam Berbasis PAIKEM,
Raja Grafindo Persada. Semarang: Rasail.
Sudjana, Nana. 1995. Dasar-dasar Proses Pasaribu, I.L. dan S. Simanjutak. 2000.
Belajar Mengajar. Bandung: Proses Belajar Mengajar.
Sinar Baru. Bandung: Tarsito.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus
url : ojs.unpkediri.ac.id
164
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163

Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka.
Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative
Learning; Teori, Riset dan
Praktik, terj. Nurulita Yusron.
Bandung: Nusa Media.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 1995. Dasar-dasar Proses
Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif
Learning dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supriyadi, 2001. Pembelajaran
Kooperatif Jakarta: Gramedia.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar
Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan
Baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Usman, Moh. Uzer. 2008. Menjadi Guru
Profesional, Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.

165 url : ojs.unpkediri.ac.id


Petunjuk bagi Penulis
JURNAL PIJAR NUSANTARA “PINUS”

1. Artikel yang ditulis untuk “PINUS” meliputi hasil hasil penelitian di bidang inovasi
pembelajaran.
2. Naskah diketik dengan program Microsoft Word, huruf Times New Roman, ukuran
12 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas A4 sepanjang maksimum 15
halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 1 eksemplar beserta
soft-copy-nya. Pengiriman naskah juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail
ke alamat:: jurnal.pijarnusantara@gmail.com.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel adalah: judul;
nama penulis, abstrak disertai kata kunci; pendahuluan, tinjauan pustaka,
metode, hasil dan pembahasan, simpulan, serta daftar pustaka.
4. Judul artikel dalam bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 20 kata, dan judul artikel
dalam bahasa Inggris tidak boleh lebih dari 15 kata. Judul dicetak dengan huruf
kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.
5. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai nama dan alamat
lembaga asal, dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim,
penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya
tercantum pada urutan pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat
korespondensi atau e-mail.
6. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Panjang
masing-masing abstrak maksimum 150 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata
atau gabungan kata. Abstrak minimal berisi: tujuan, metode, hasil penelitian dan
simpulan.
7. Bagian Pendahuluan berisi: latar belakang, konteks penelitian, dan tujuan atau
masalah penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi
dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 15-20% dari total panjang artikel.
8. Bagian Kajian Pustaka berisi deskripsi singkat teori utama yang akan digunakan
untuk pembahasan atau temuan hasil penelitian, panjang 10-12%.
9. Bagian Metode berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data yang secara nyata
dilakukan oleh peneliti, dengan panjang 10-15% dari total panjang artikel.
10. Bagian Hasil penelitian dan pembahasan berisi paparan hasil analisis yang
berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas.
Pembahasan berisi pemaknaan hasil dan pembandingan dengan teori dan/atau
hasil penelitian sejenis. Panjang paparan hasil dan pembahasan 40-60% dari total
panjang artikel.
11. Bagian Simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan
penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf.
12. Daftar pustaka hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber
yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan.
13. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir,
tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan
tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Davos, 2003: 47).
14. Daftar Pustaka disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan
secara alfabetis dan kronologis.
Buku:
Anderson, D.W., Vault, V.D., & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the
Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan
Publishing Co.
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi
ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam
P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84).
London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional
dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Artikel dalam koran:
Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan?
Majapahit Pos, hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan
Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan.
Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Model Pembelajaran Isu Kontroversial. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: PPS UM MALANG.
Makalah seminar, lokakarya, penataran:
Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar
Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas
Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus.
Internet (karya individual):
Hitchcock, S., Carr, L., & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-
1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/
survey/survey.html), diakses 12 Juni 1996.
Internet (artikel dalam jurnal online):
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal
Ilmu Pendidikan. (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id), diakses 20
Januari 2000.

Anda mungkin juga menyukai