Diterbitkan oleh: UN PGRI Kediri, PD PGRI Kab. & Kota Kediri, ISPI PD Kediri
Alamat Redaksi: Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat
UN PGRI Kediri, Kampus I - Jl. KH. Ach. Dahlan No. 76 Kediri 64113.
Website: http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus. Email: lemlit@unpkediri.ac.id
Terbit dua kali setahun, berisi tulisan hasil penelitian inovatif dibidang pembelajaran.
Ketua Penyunting
Dr. Suryanto, M.Si. (UNP Kediri)
Penyunting Pelaksana
Dr. Sulistiono, M.Si. (ISPI)
Dr. Zainal Afandi, M.Pd. (ISPI)
Dr. Atrup, M.Pd., MM. (PGRI)
Dr. Suryo Widodo, M.Pd. (UNP Kediri)
Dr. Hj. DianiNurhajati, M.Pd. (UNP Kediri)
Dr. H. Imam Baehaqi, M.Pd. (Uniska Kediri)
Drs. Mulyono, M.Pd. (PGRI)
Diterbitkanoleh: UN PGRI Kediri, PD PGRI Kab. & Kota Kediri, ISPI PD Kediri
Alamat Redaksi: Lembaga Penelitian UN PGRI Kediri, Kampus I,
Jl. KH. Ach. Dahlan No. 76 Kediri 64113.
Website: http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus. Email: lemlit@unpkediri.ac.id
P I N US
ISSN:2442-9163
Pengaruh Metode Discovery Learning dan Drill serta Motivasi Belajar Terhadap 97
Hasil Belajar Bola Voli Siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri
Miftachul Ulum (SMPN 1 Kediri)
Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Melalui Parenting Senam Masal Ibu dan 131
Anak Pada Anak Usia Dini TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren Kota
Kediri Tahun Pelajaran 2017/2018
S. Edy Subroto (TK Dharma Wanita Bangsal)
Penerapan Model Koopertif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar 150
Siswa Mata Pelajaran Ipa Materi Perubahan Sifat Benda Pada Siswa Kelas V SDN
Banaran 1 Kediri Tahun Pelajaran 2016 / 2017
Nina Mariyati (SDN Banaran 1)
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Erlina
TK. Baptis Setia Bakti
Kota Kediri
erlinatkbaptis.kdr@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi hasil pengamatan dan pengalaman
peneliti bahwa kemampuan kognitif khususnya kemampuan berhitung dalam
membilang lambang bilangan dan mengurutkan bilangan 1-10 kurang
diminati anak karena faktor media yang kurang mendukung, selain itu guru
belum menerapkan pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak mudah
bosan. Media merupakan sarana untuk membangkitkan motivasi belajar
sehingga sangat diperlukan untuk pengembangan kemampuan berhitung
secara optimal. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan
permasalahan yang diteliti yaitu: Apakah penggunaan media pohon hitung
dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak terutama dalam membilang
dan mengurutkan lambang bilangan 1-10. Penelitian ini menggunakan
pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif dengan sampel anak
didik kelompok B TK Baptis Setia Bakti Kota Kediri sejumlah 20 anak.
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, menggunakan penilaian, lembar
observasi siswa dan lembar observasi guru. Kesimpulan hasil penelitian ini
adalah: Melalui pembelajaran menggunakan media pohon hitung terbukti
berhasil dan dapat meningkatkan kemampuan kognitif membilang dan
mengurutkan lambang bilangan 1-10 anak kelompok B.
Implikasi praktis hasil penelitian ini adalah tujuan pendidikan pada satuan
pendidikan PAUD lebih diutamakan pada peningkatan kemampuan dasar.
Untuk membentuk kemampuan dasar yang kuat diperlukan beberapa hal
diantaranya adalah penggunaan Alat Peraga Edukatif yang menarik minat
anak. Media pohon hitung terbukti dapat memenuhi tujuan tersebut, untuk itu
dinarapkan guru PAUD dapat menggunakannya dalam pembelajaran untuk
meningkatkan penguasaan kemampuan dasar.
url : ojs.unpkediri.ac.id 73
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
74 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
mainan edukasi untuk melatih berhitung mengurutkan bilangan 1-10 media pohon
anak-anak melalui media permainan hitung agar kemampuan kognitif anak
edukatif dan media yang tidak asing lagi selalu memahami bilangan seta sebagai
di pembelajaran. persiapan memasuki sekolah yang lebih
lanjut lebih matang.
Gambar 2.1 Pohon Hitung
METODE PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini adalah
anak kelompok B TK Baptis Setia Bakti
Kecamatan Pesantren Kota Kediri
semester I Tahun Pelajaran 2016-2017
dengan jumlah anak didik sebanyak 20
anak.
Penelitian tindakan kelas ini
menggunakan desain model Kemmis dan
Keterangan: Taggart yang terdiri (1) Perencanaan (2)
1. Pohon hitung harus bisa berdiri. Tindakan (3) Pengamatan (4) Refleksi.
2. Diberi alat untuk menggantung Instrumen pengumpulan data yang
benda. digunakan dalam penelitian tindakan
3. Bahan dari kayu, triplek, karton. kelas ini adalah :
Manfaat media pohon hitung yaitu Nilai
Berlatih berhitung, mengenal angka. Perkemban
pengenalan aneka benda, melatih gan
kreativitas, motorik halus dan emosi. Subjek Anak
No Peneliti Didik Keterangan
Kemampuan kognitif merupakan
an * * ** *
suatu proses berpikir berupa kemampuan * * *
untuk menghubungkan, menilai dan *
mempertimbangkan sesuatu. Kurangnya *
guru dalam memberikan stimulus- 1 * = belum mampu
stimulus dengan media pembelajaran 2 ** = Mampu
yang konkret atau nyata tentang bilangan dengan Bantuan
guru
juga menjadi faktor kurang
3 *** = Mampu
berkembangnya kemampuan kognitif
tanpa Bantuan
anak terutama dalam memahami dan guru
mengurutkan bilangan 1-10. Hal ini dapat 4 **** = Mampu
dilihat dari hasil pembelajaran anak didik tanpa Bantuan
setiap mengerjakan tugas mengurutkan guru Dan
bilangan, suasana kelas ramai, anak jalan- memuaskan
jalan sendiri dan tidak memperhatikan Dst
guru. Jumlah
Melihat kondisi yang semacam ini
Metode analisis data pada
peneliti mencoba mengembangkan
penelitian ini bersama teman sejawat
kemampuan kognitif memahami dan
mengolah data yang terkumpul dan
url : ojs.unpkediri.ac.id 75
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
76 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
3. Add √ 1. I 1 9 6 4 66,25%
4. Brn √ ** = Mampu dengan 2. II 0 2 9 9 83,75%
5. Crll √ Bantuan guru Dari hasil penelitian di atas, dapat
6. Dhe √ disimpulkan bahwa melalui penggunaan
7. Ely √ *** = Mampu tanpa media pohon hitung dapat meningkatkan
8. Erd √ Bantuan guru kemampuan kognitif anak pada anak didik
9. Gnn √ kelompok B TK Baptis Setia Bakti Kota
10. Hki √ **** = Mampu
Kediri, sehingga hipotesis tindakas dalam
tanpa Bantuan guru
11. Jea √ Dan memuaskan penelitian ini, diterima.
12. Ivn √ Kendala yang dijumpai peneliti
13. Kia √ selama melaksanakan penilaian adalah
14. LI √ respon anak yang masih kurang tidak
15. Mss √ memperhatikan apa yang disampaikan
16. Mri √ guru, kemampuan guru dalam
17. Mrg √ menyampaikan materi tidak menggunakan
18. Mic √ metode yang bervariasi, pengelolaan kelas
19. Ni √ yang kurang kreatif dan inovatif serta
20. Rg √
terbatasnya media pembelajaran yang
Jumlah 0 2 9 9
dimiliki oleh sekolah.
Berdasarkan basil penelitian yang
dilakukan pada siklus II, kemampuan
SIMPULAN DAN SARAN
anak dalam memahami mengurutkan Simpulan
lambang bilangan 1-10 telah meningkat Berdasarkan hasil penelitian
dengan baik sehingga media pohon hitung tindakan kelas yang dilakukan dapat
dapat dijadikan sebuah alternative cara disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
untuk mengembangkan kemampuan anak menggunakan media pohon hitung terbukti
dalam memahami mengurutkan lambang berhasil dan mampu meningkatkan
bilangan 1-10. kemampuan kognitif anak didik dalam
Berdasarkan hasil penelitian dari mengurutkan bilangan 1-10 sehingga
siklus 1 dan II kemampuan anak dalam hipotesis dalam penelitian ini dapat
mengurutkan lambang bilangan 1-10 telah diterima.
berkembang sesuai harapan. Hal tersebut
tampak dari tabel sebagai berikut: Saran
Rekapitulasi Hasil Observasi Anak Bagi Guru TK, Hasil prestasi belajar
dalam Mengurutkan Bilangan 1-10 anak didik yang telah dicapai dalam
Dengan Menggunakan Media Pohon penelitian ini hendaknya tetap diperhatikan
Hitung bahkan ditingkatkan. Bagi anak, Anak
Siklus I-II
belajar membilang dan mengurutkan
Nilai lambang bilangan dengan teknik yang
Perkembang beragam dan media yang cukup
Persentase bervariasi, untuk meningkatkan
an
No Siklus Ketuntas
Anak Didik kemampuan kognitif anak Bagi Lembaga
Belajar
* * * * Pendidikan, Sekolah dapat memfasilitasi
2 2 3 4 pembelajaran, menyelenggarakan pelatihan
url : ojs.unpkediri.ac.id 77
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
78 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Abstrak
Hasil belajar siswa pada pembelajaran mendeskripsikan sifat – sifat
magnet menunjukkan bahwa 51 % siswa mendapatkan nilai dibawah KKM.
Dari hasil itulah penulis mengadakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini
bertujuan untuk memperbaiki KBM dan meningkatkan hasil belajar siswa
dengan menggunakan pendekatan scientific. Sasaran perbaikan pembelajaran
ini adalah siswa kelas V SDN Balowerti I Kediri yang berjumlah 37 siswa.
Data diperoleh melalui observasi selama proses KBM dan tes untuk
mengukur hasil belajar siswa.Selama siklus I dan II telah terjadi peningkatan
baik keaktifan siswa maupun hasil belajar siswa. Rata – rata hasil belajar
siswa setelah pembelajaran awal adalah 66,47; 51 % belum tuntas; 49 %
tuntas. Hasil siklus I nilai rata – rata menjadi 76,35; 24% belum tuntas; 76 %
tuntas. Sedangkan hasil siklus II nilai rata – rata meningkat menjadi 82,03;
11% belum tuntas; dan 89% tuntas.Jadi dengan pendekatan scientific dalam
pembelajaran mendeskripsikan sifat – sifat magnet dapat membantu
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa serta dapat membantu
memperbaiki cara mengajar guru selama melaksanakan KBM di SDN
Balowerti I Kediri.
url : ojs.unpkediri.ac.id 79
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
80 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id 81
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
82 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Pada akhir siklus pertama dari hasil j. Memberikan permainan pada saat
pegamatan guru dan kolaborasi dengan pembelajaran.
teman sejawat dapat disimpulkan : k. Memberi penguatan dan penghargaan.
a. Siswa mulai terbiasa dengan kondisi
belajar kelompok. Pelaksanaan
b. Yang dipelajari siswa tidak lagi bersifat a. Membagi kelas menjadi 7 kelompok.
abstrak tetapi sudah konkret. b. Mengumpulkan informasi dari siswa
Refleksi tentang pemahamannya dari
Dari hasil siklus I, sudah ada pembelajaran pada siklus 1.
peningkatan tetapi masih sangat kecil dan c. Memberi kesempatan siswa untuk
belum sesuai dengan target keberhasilan mengajukan pertanyaan kepada guru.
pembelajaran yang direncanakan oleh guru. d. Membagi Lembar Kegiatan Siswa ( LKS
Oleh karena itu guru merencanakan ).
perbaikan pembelajaran mendeskripsikan e. Memberi pengarahan dalam melakukan
sifat – sifat magnet dengan menggunakan kegiatan sesuai LKS.
pendekatan scientific pada siklus II. f. Melakukan kegiatan eksperimen.
g. Penyampaian hasil pekerjaan kelompok.
Siklus II h. Memberikan kesempatan kepada
Perencanaan kelompok lain untuk memberikan
a. Membuat rencana perbaikan tanggapan atas hasil pekerjaan kelompok
pembelajaran siklus II berdasarkan tersebut.
refleksi pada perbaikan pembelajaran i. Membahas hasil kerja kelompok.
siklus I. j. Memberikan permainan berupa tepuk
b. Menentukan media yang akan digunakan benda magnetis dan non magnetis.
dalam perbaikan pembelajaran siklus II k. Penguatan dan simpulan bersama.
c. Menentukan metode yang lebih l. Merayakan akhir pembelajaran dengan
bervariasi lagi dalam perbaikan menyanyikan sebuah lagu.
pembelajaran siklus II Refleksi
d. Mengurangi kuantitas metode ceramah a. Pelaksanaan pembelajaran berjalan
dengan memberi kesempatan yang lebih sesuai rencana perbaikan pembelajaran
banyak kepada siswa untuk melakukan yang dibuat guru. Tugas yang diberikan
setiap kegiatan pembelajaran. guru kepada kelompok mampu
e. Membuat Lembar Kerja Siswa. diselesaikan dengan baik dan tepat
f. Memberi motivasi kepada kelompok waktu. Siswa dalam satu kelompok telah
untuk lebih aktif dalam pembelajaran. menunjukkan sikap saling bekerja sama
g. Lebih intensif dalam membimbing siswa untuk dalam melakukan eksperimen.
yang mengalami kesulitan dalam b. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa
melakukan eksperimen.. pada pembelajaran mendeskripsikan
h. Membuat instrumen yang akan sifat–sifat magnet karena guru
digunakan dalam siklus perbaikan memberikan pengalaman langsung
pembelajaran. kepada siswa.
i. Menyusun alat evaluasi pembelajaran
perbaikan.
url : ojs.unpkediri.ac.id 83
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
84 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
DAFTAR PUSTAKA
url : ojs.unpkediri.ac.id 85
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Lilis Khoirulina
SDN Dermo I Kota Kediri
liliszain2008@gmail.com
Abstrak
Pembelajaran IPS di sekolah dasar memiliki beberapa permasalahan,
di antaranya penggunaan media dan metode yang masih bersifat konvensional
serta cenderung monoton, menyampaikan materi dengan menggunakan
metode ceramah, kemudian memberikan tugas. Siswa tidak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran dan cenderung hanya duduk, diam,
mendengarkan, kurang aktif, kurang memiliki perhatian terhadap materi yang
disampaikan guru, enggan untuk bertanya kepada guru meskipun belum
memahami materi yang diajarkan dan suasana pembelajaran kurang
menyenangkan, sehingga juga berdampak pada hasil belajar yang diperoleh
siswa rendah karena materi pelajaran tidak dikuasai sepenuhnya oleh
siswa.Penggunaan media LASERIN pada materi Sejarah Penjajahan
Belanda di Indonesia pada Siswa Kelas V SDN Dermo I Kota Kediri Tahun
Pelajaran 2014/ 2015 menerapkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAKEM) yang merangsang siswa aktif dan terlibat langsung
dalam kegiatan pembelajaran dan termotivasi dengan sendirinya untuk
belajar karena mereka merasa senang dan menemukan materi dengan cara
memahami syair LASERIN dan dapat memahami keruntutan materi
pembelajaran sejarah.Hasil belajar siswa dengan menggunakan media
LASERIN meningkat. Penilaian hasil belajar pada pertemuan kedua sebesar
63,83% dan pertemuan keempat meningkat kembali menjadi 89,37 %. Hasil
di atas menunjukkan perlunya media/ alat yang membantu peserta didik untuk
menangkap pesan atau tujuan dari proses pembelajaran.
86 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id 87
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id 89
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
9 Tahap Prosentase
Pelaksanaan Ketuntasan (%)
Siklus I 63,83%
Tabel tersebut menunjukkan hasil Peningkatan 14,89%
penilaian pedoman observasi
keterlaksanaan pembelajaran menggunakan
media LASERIN yang dilakukan secara
kelompok adalah sebesar 38,3% yang Tabel di atas menunjukkan
berada di bawah kreteria ketuntasan dan peningkatan prosentase ketuntasan belajar
terdapat 18 orang yang membentuk 3 siswa pada tahap pra tindakan dan siklus I.
kelompok yang masih memperoleh nilai Prosentase ketuntasan belajar siswa pada
proses dibawah kreteria ketuntasan. tahap pra tindakan adalah 48.94%
Kelompok siswa yang memperoleh sedangkan pada silkus I sebesar 63,83%.
ketuntasan sebesar 61,7% Sehingga peningkatan ketuntasan belajar
Hasil belajar siswa diukur melalui sebesar 14,89%.
tes evaluasi yang diberikan setiap akhir Siklus 2
pertemuan pembelajaran. Ketuntasan hasil Seperti pada siklus I, selama
belajar siswa siklus I dapat dilihat pada pembelajaran pada siklus II berlangsung,
tabel berikut: observer menilai keterlaksanaan
Tabel Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pembelajaran dengan media LASERIN,
dimana ada pemanbahan syair di dalamnya
pada Siklus I guna perluasan materi.
Ketuntasan Nilai Jumlah Prosen Tabel Hasil Penilaian Proses
Pembelajaran
Belajar Hasil Siswa tase
Indikator Penilaian
Belajar (%) Nama
No keko
kelom Lafa Into Nilai
. mpa
Tuntas ≥70 30 63,83% pok l nasi
kan
Belajar 1. I 3 3 3 100
Tidak ≤ 69 17 36,17% 2. II 3 3 3 100
Tuntas 3. III 2 3 3 89
Belajar 4. IV 2 3 2 78
5. V 2 3 3 89
6. VI 2 2 3 78
Dari data tersebut diketahui bahwa 7. VII 3 3 3 100
30 siswa dari 47 atau 63,83% siswa kelas V 8. VIII 2 3 2 78
mencapai ketuntasan belajar dengan nilai ≥
70. Sedangkan sebanyak 17 siswa atau
36,17% siswa tidak tuntas belajar. Rubrik Penilaian
Prosentase peningkatan ketuntasan hasil Krite Baik (3) Cukup (2) Kurang
belajar materi sejarah perjuangan para ria (1)
tokoh pada masa penjajahan Belanda siswa
diperoleh dari hasil selisih nilai siswa pada Lafal Pengucapa Pengucapa Penguca
tes pra tindakan dan nilai di siklus I.
n syair n syair pan syair
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Pada Tahap Pra Tindakan dan Siklus I lagu tepat lagu ada lagu ada
90 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
ketuntasan belajar dengan nilai ≤ 69. mengalami peningkatan dari tahap pra
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa tindakan, siklus I, dan siklus II (lampiran
Pada Tahap Pra Tindakan , Siklus I dan nilai). Peningkatan tersebut dikarenakan
siklus II pembelajaran yang menyenangkan dan
Tahap Prosentase siswa mampu membuat siswa semangat
Pelaksanaan Ketuntasan (%) dalam belajar, sehingga mereka berupaya
Pra tindakan memahami materi pelajaran dengan baik.
48.94 Dengan membangun konsep sendiri
siklus I
Siklus I 63,83 (menganalisa materi melalui syair
Siklus II 89,37 LASERIN) maka hasil belajar yang mereka
peroleh melekat kuat diingatannya sehingga
Tabel di atas menunjukkan dapat menancap tajam di otak mereka.
peningkatan prosentase ketuntasan belajar Sebanyak 89,37% siswa
siswa pada tahap pra tindakan pada siklus I, ditanyatakan tuntas belajar sedangkan
dan siklus II. Prosentase ketuntasan belajar 10.63% siswa belum tuntas belajar.
siswa pada tahap pra tindakan sebesar Ketuntasan dan ketidaktuntasan belajar
48.94%, ketuntasan belajar siswa pada siswa tersebut dipengaruhi oleh beberapa
tahap siklus 1 sebesar 63,83%, dan faktor baik faktor internal atau eksternal
meningkat kembali menjadi 89,37 % pada siswa. Faktor internal adalah faktor-faktor
siklus II. yang berada dalam diri anak yang terdiri
1. Pembahasan dari faktor intelekual dan faktor non
Hasil belajar siswa pada materi IPS intelektual. Faktor intelektual terdiri dari
Sejarah perjuangan para tokoh pada masa cara belajar, intelegensi, dan kemampuan
penjajahan Belanda mengalami belajar. Faktor nonintelektual terdiri dari
peningkatan. Peningkatan tersebut dapat motivasi belajar, sikap, perasaan, minat dan
dilihat dari ketuntasan belajar siswa mulai kondisi psikis. Faktor eksternal adalah
kegiatan pra tidakan sampai tindakan pada faktor yang berada di luar diri peserta didik
siklus II adalah sebagai berikut: yang terdiri dari faktor lingkungan dan
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa faktor instrument. Faktor lingkungan
Pada Tahap Pra Tindakan , Siklus I dan meliputi lingkungan alam dan lingkungan
siklus II sosial, sedangkan faktor tahap instrument
Tahap Prosentase meliputi kurikulum, program, sarana dan
prasarana serta guru.
Pelaksanaan Ketuntasan (%)
Pra tindakan 48.94 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Siklus I 63,83 Hasil belajar siswa dengan
menggunakan media LASERIN meningkat.
Siklus II 89,37
Saran
Bagi guru kelas V SDN Dermo I
Tabel di atas menunjukkan Kota Kediri, apabila guru menggunakan
peningkatan prosentase ketuntasan belajar media LASERIN dalam pembelajaran lain
siswa pada tahap pra tindakan, siklus I, dan atau materi lain sebaiknya guru dapat tepat
siklus II. Prosentase ketuntasan belajar menggunakan pemilihan kata agar siswa
siswa pada pra tindakan adalah 48.94% tidak merasa kesulitan dan guru harus lebih
sedangkan pada silkus I sebesar 63,83%, teliti dalam penentuan jenis materi
dan meningkat kembali menjadi 89,37% Bagi peneliti lain, dalam penelitian
pada siklus II. ini kegiatan wawancara dengan siswa
Hasil belajar siswa secara individu belum muncul, sehingga akan lebih baik
92 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
94 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Lampiran :
FOTO-FOTO KEGIATAN
2. Media LASERIN
1. Pembuatan Media
3. Kegiatan Pembelajaran
url : ojs.unpkediri.ac.id 95
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
96 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Pengaruh Metode Discovery Learning dan Drill serta Motivasi Belajar terhadap Hasil
Belajar Bolavoli siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri
Miftachul Ulum
SMPN 1 Kediri
mulum23@yahoo.com
Abstrak
Berawal dari ketidakpuasan nilai bolavoli yang relative rendah, maka
dikembangkan metode pembelajaran Discovery Learning dan drill serta motivasi
belajar. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: adakah pengaruh antara
metode discovery learning dengan metode drill terhadap hasil belajar bolavoli;
adakah pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar bolavoli; dan adakah
interaksi antara metode Discovery Learning dan metode Drill dengan motivasi
belajar terhadap hasil belajar bolavoli pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri.
Metode penelitian ini adalah metode eksperimen. Sampel 134 siswa (4 kelas) dari
populasi 342 siswa (10 kelas). Teknik pengumpulan data ini dengan angket
motivasi belajar dan tes hasil belajar bolavoli. Teknik analisa data yang digunakan
adalah ANAVA. Hasil analisis data untuk hipotesis pertama ditemukan harga F
sebesar 0,379 dengan nilai signifikansi sebesar 0,539 dan untuk hipotesis kedua
ditemukan harga F sebesar 5,712 dengan nilai signifikansi sebesar 0,018 serta untuk
hipotesis ketiga ditemukan harga F sebesar 4,232 dengan nilai signifikansi 0,042l.
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data, dapat diperoleh kesimpulan:
Tidak ada pengaruh antara metode Discovery learning dengan metode Drill
terhadap hasil belajar Bolavoli; Ada pengaruh motivasi belajar terhadap hasil
belajar Bolavoli; Ada interaksi antara metode Discovery Learning dan metode Drill
dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar Bolavoli.
Kata Kunci: Metode Discovery Learning, Metode Drill, Motivasi, Hasil Belajar
url : ojs.unpkediri.ac.id 97
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
pengaruh motivasi belajar terhadap hasil sehingga hasil belajar yang diraihnyapun
belajar bolavoli. dapat optimal.
Metode discovery adalah metode Berdasarkan uraian di atas, maka
pembelajaran yang mengkondisikan siswa perlu dilakukan suatu penelitian yang
untuk terbiasa menemukan, mencari, bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
mendiskusikan sesuatu yang berkaitan bola voli melalui metode pembelajaran
dengan pengajaran (Siadari, 2001:4). discovery learning dan metode drill serta
Dalam metode pembelajaran discovery motivasi belajar siswa. Dalam penelitian ini
siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk peneliti menentukan judul penelitian,
menemukan sedangkan guru berperan “Pengaruh Metode Discovery Learning dan
sebagai pembimbing atau memberikan Drill serta Motivasi Belajar terhadap Hasil
petunjuk cara memecahkan masalah itu. Belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII
Sedangkan metode drill ialah suatu SMPN 1 Kediri”.
teknik yang dapat diartikan sebagai suatu Adapun tujuan penelitian ini adalah:
cara mengajar di mana siswa melaksanakan 1) untuk mengetahui adakah pengaruh
kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa antara metode discovery learning dengan
memiliki ketangkasan atau ketrampilan metode drill terhadap hasil belajar bola voli
yang lebih tinggi dari apa yang telah pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri, 2)
dipelajari (Roestiyah, 2012:125). Ini berarti untuk mengetahui adakah pengaruh
program-program latihan yang sudah motivasi belajar terhadap hasil belajar bola
disiapkan guru harus dilaksanakan selama voli pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri,
dalam pembelajaran untuk meningkatkan dan 3) untuk mengetahui adakah interaksi
ketrampilan yang dimiliki. antara metode Discovery Learning dan
Dalam hal belajar siswa akan berhasil Drill dengan motivasi belajar terhadap hasil
kalau dalam dirinya sendiri ada kemauan belajar bola voli pada siswa kelas VIII
untuk belajar dan keinginan atau dorongan SMPN 1 dan Kediri.
untuk belajar, karena dengan peningkatan
motivasi belajar maka siswa akan tergerak, METODE PENELITIAN
terarahkan sikap dan perilaku siswa dalam Metode penelitian ini adalah
belajar. Guru hendaknya eksperimen dengan menggunakan empat
membangkitkan motivasi belajar siswa kelas sampel penelitian dan teknik
karena tanpa motivasi belajar, hasil belajar pengambilan sampel adalah cluster
yang dicapai akan minimum sekali sampling. Rancangan penelitian ini dapat
(Rochman Natawidjaja dan L.J.Moleong, digambarkan sebagai berikut:
1979:11). Oleh karena itu agar hasil yang Tabel 3.1: Rancangan Penelitian Faktorial
diajarkannya tercapai secara optimal, maka 2x2
seorang guru harus mampu membangkitkan Metode Pembelajaran
motivasi belajar siswa. Sejalan dengan Motivasi (X)
pendapat tersebut, menurut Biggs dan Belajar (A) Metode
Tefler motivasi belajar pada siswa dapat Metode Drill
Discovery
menjadi lemah, lemahnya motivasi atau (X2)
Learning (X1)
tiadanya motivasi belajar akan melemahkan
Motivasi
kegiatan, sehingga mutu hasil belajar akan
Belajar Y1( A1.X1 ) Y2( A1.X2 )
menjadi rendah (Dimyati dan Mudjiono,
Tinggi (A1)
1994). Oleh karena itu, motivasi belajar
pada diri siswa perlu diperkuat terus Motivasi
menerus. Dengan tujuan agar siswa Belajar Y1( A2.X1 ) Y2( A2.X2 )
memiliki motivasi belajar yang kuat, Rendah (A2 )
Keterangan:
A =Motivasi Belajar
98 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id 99
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
100 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
N 62 72
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Normal Mean 81,58 79,25
Discov Drill Paramete Std. 5,693 6,009
ery rsa,b Deviation
Learnin Most Absolute ,148 ,147
g Extreme Positive ,081 ,059
N 67 67 Differenc -,148 -,147
Mean 80,42 80,24 Negative
Normal es
Std. 6,301 5,641 Kolmogorov- 1,169 1,246
Parametersa
Devi Smirnov Z
,b
ation Asymp. Sig. (2- ,130 ,089
Most Absolute ,103 ,145 tailed)
Extreme Positive ,085 ,088 a. Test distribution is Normal.
Differences Negative -,103 -,145 b. Calculated from data.
Kolmogorov-Smirnov Z ,845 1,186 Sumber: Hasil Perhitungan Uji Normalitas
Asymp. Sig. (2-tailed) ,473 ,120 Untuk uji normalitas data hasil belajar
a. Test distribution is Normal. siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan
b. Calculated from data. motivasi belajar tinggi pada tabel 4.4
Sumber: Hasil Perhitungan Uji ternyata signifikansinya lebih besar dari
Normalitas 0,05 yaitu 0,130 berarti hasil belajar siswa
Untuk uji normalitas data hasil belajar dengan motivasi belajar tinggi berdistribusi
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan normal.
metode Discovery Learning pada tabel 4.3 Untuk uji normalitas data hasil belajar
ternyata signifikansinya lebih besar dari siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan
0,05 yaitu 0,473 berarti hasil belajar siswa motivasi belajar rendah pada tabel 4.4
dengan metode Discovery Learning ternyata signifikansinya lebih besar dari
berdistribusi normal. 0,05 yaitu 0,089 berarti hasil belajar siswa
Untuk uji normalitas data hasil belajar dengan motivasi belajar rendah
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri dengan berdistribusi normal.
menggunakan metode pembelajaran Drill 2. Uji Homogenitas
pada tabel 4.3 ternyata signifikansinya lebih Hasil uji homogenitas data hasil
besar dari 0,05 yaitu 0,120 berarti hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri
belajar siswa dengan metode pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran
Drill berdistribusi normal. Discovery Learning dan metode Drill
Hasil uji normalitas data hasil belajar disajikan pada tabel 4.5.
siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri yang Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Hasil
memiliki motivasi tinggi dan siswa yang Belajar dari Metode Pembelajaran
memiliki motivasi rendah disajikan pada F df1 df2 Sig.
tabel 4.4.
,
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Hasil 1 132 ,408
689
Belajar dari Motivasi Belajar
Tests the null hypothesis that the error
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
variance of the dependent variable is equal
Hasil
Hasil across groups.
Belajar
Belajar a. Design: Intercept + Metode
Siswa
Siswa Sumber: Hasil Perhitungan Uji
yang
yang Homogenitas
Bermotiv
Bermotiva Untuk uji homogenitas data hasil
asi
si Tinggi belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri
Rendah
dengan metode pembelajaran Discovery
102 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Learning dan Metode Drill pada tabel 4.5 hipotesis 1, 2 dan 3 yang menggunakan
ternyata siginifikansinya lebih besar dari SPSS 21 diasjikan pada tabel 4.7.
0,05 yaitu 0,408 berarti data hasil belajar Tabel 4.7 Hasil Analisis Anova Dua Jalur
siswa dengan metode pembelajaran Dependent Variable: HASIL BELAJAR
Discovery Learning dan metode Drill Type III
homogen. Mean
Source Sum of df F Sig.
Hasil uji homogenitas data hasil Square
Squares
belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri Corrected
dengan motivasi belajar tinggi dan siswa 331,011a 3 110,337 3,267 ,023
Model
dengan motivasi belajar rendah disajikan 851773,69 851773,6 25220
pada tabel 4.6. Intercept 1 ,000
6 96 ,255
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Hasil METODE 12,794 1 12,794 ,379 ,539
Belajar dari Motivasi Belajar KMOT 192,921 1 192,921 5,712 ,018
F df1 df2 Sig. METODE
142,945 1 142,945 4,232 ,042
,117 1 132 ,732 * KMOT
Tests the null hypothesis that the error Error 4390,542 130 33,773
variance of the dependent variable is equal 869376,00
Total 134
across groups. 0
a. Design: Intercept + Motivasi Corrected
4721,552 133
Sumber: Hasil Perhitungan Uji Total
Homogenitas a. R Squared = ,070 (Adjusted R Squared = ,049)
Untuk uji homogenitas data hasil Sumber: Hasil Perhitungan Analisis Anova
belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kediri Dua Jalur
dengan motivasi belajar tinggi dan siswa
dengan motivasi belajar rendah pada tabel Pengujian Hipotesis Pertama
4.6 ternyata signifikansinya lebih besar dari Untuk uji hipotesis pertama berbunyi:
0,05 yaitu 0,732 berarti data hasil belajar Ho : Tidak ada perbedaan antara
siswa dengan motivasi belajar tinggi dan metode discovery learning
siswa dengan motivasi belajar rendah dengan metode drill
homogen. terhadap hasil belajar Bola
Uji Hipotesis Voli pada siswa Kelas VIII
Pada bagian ini akan dibahas tentang SMPN 1 Kediri.
uji hipotesis mengenai perbedaan metode Ha : Ada perbedaan antara
discovery learning dan metode drill metode discovery learning
terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa dengan metode drill
Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Kemudian akan terhadap hasil belajar Bola
diuraikan juga tentang uji hipotesis Voli pada siswa Kelas VIII
mengenai perbedaan antara siswa yang SMPN 1 Kediri.
memiliki motivasi belajar tinggi dan Kriteria uji yang digunakan adalah
motivasi belajar rendah terhadap hasil apabila probabilitas (signifikansi) lebih
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII besar atau sama dengan 0,05, maka Ho
SMPN 1 Kediri. Dan yang terakhir diterima, sedangkan jika sebaliknya yaitu
mengenai pengujian hipotesis interaksi jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil
antara metode discovery learning dan dari 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima).
metode drill dengan motivasi belajar Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai
terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa F hitung sebesar 0,379 dengan tingkat
Kelas VIII SMPN 1 Kediri. signifikansi sebesar 0,539. Ini
Berikut merupakan hasil perhitungan menunjukkan bahwa Ho diterima (Ha
uji analisis varians dua jalur untuk menguji ditolak) artinya tidak ada perbedaan antara
metode discovery learning dengan metode hasil belajar Bola Voli pada
drill terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII SMPN 1
siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Kediri.
Kriteria uji yang digunakan adalah
Pengujian Hipotesis Kedua apabila probabilitas (signifikansi) lebih
Untuk uji hipotesis kedua berbunyi: besar atau sama dengan 0,05, maka Ho
Ho : Tidak ada perbedaan antara diterima, sedangkan jika sebaliknya yaitu
siswa yang memiliki jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil
motivasi belajar tinggi dari 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima).
dengan motivasi belajar Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh F
rendah terhadap hasil belajar hitung sebesar 4,232 dengan nilai
Bola Voli pada siswa Kelas signifikansi sebesar 0,042 dimana lebih
VIII SMPN 1 Kediri. kecil dari 0,05, maka Ho ditolak artinya ada
Ha : Ada perbedaan antara siswa interaksi antara metode discovery learning
yang memiliki motivasi dan metode drill dengan motivasi belajar
belajar tinggi dengan terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa
motivasi belajar rendah Kelas VIII SMPN 1 Kediri.
terhadap hasil belajar Bola
Voli pada siswa Kelas VIII PEMBAHASAN
SMPN 1 Kediri. Pembahasan Hipotesis Pertama
Kriteria uji yang digunakan adalah Hipotesis pertama pada tesis ini
apabila probabilitas (signifikansi) lebih berbunyi tidak ada perbedaan antara metode
besar atau sama dengan 0,05, maka Ho Discovery Learning dengan metode Drill
diterima, sedangkan jika sebaliknya yaitu terhadap hasil belajar Bola Voli pada siswa
jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil Kelas VIII SMPN 1 Kediri. Dari hasil
dari 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima). analisis statistik menggunakan program
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh F SPSS for windows 21 diperoleh nilai F
hitung sebesar 5,712 dengan tingkat hitung sebesar 0,379 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,018. Ini signifikansi sebesar 0,539 dimana lebih
menunjukkan bahwa Ho ditolak (Ha besar dari taraf nyata 0,05 (5%) ini
diterima) artinya ada perbedaan antara menunjukkan bahwa Ho diterima (Ha
siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi ditolak) artinya tidak ada perbedaan antara
dengan motivasi belajar rendah terhadap metode Discovery Learning dengan metode
hasil belajar Bola Voli pada siswa Kelas Drill terhadap hasil belajar Bola Voli pada
VIII SMPN 1 Kediri. siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri.
Dalam hal ini dapat dijelaskan
Pengujian Hipotesis Ketiga sebagai berikut. Pembelajaran metode
Untuk uji hipotesis ketiga berbunyi: Discovery Learning (Discovery) maupun
Ho : Tidak ada interaksi antara pembelajaran metode Drill dari segi
metode discovery learning efektifitas tidak ada perbedaan pengaruh
dan metode drill dengan pada hasil belajar bolavoli, antara keduanya
motivasi belajar terhadap memberikan fektifitas yang sama. Dalam
hasil belajar Bola Voli pada pembelajaran cara penyampaian metode
siswa Kelas VIII SMPN 1 Discovery Learning seperti yang
Kediri. disampaikan Sardiman (2005:145) bahwa
Ha : Ada interaksi antara metode guru harus dapat membimbing dan
discovery learning dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
metode drill dengan dengan tujuan. Dan dipertegas lagi oleg
motivasi belajar terhadap Syah (2004:244) bahwa ada beberapa
104 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
yang rendah. Perbedaan motivasi belajar mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas
siswa ini tentunya berpengaruh pada pengajaran. Yang dimaksud kualitas
pencapaian tujuan pembelajaran setiap pengajaran adalah tinggi rendahnya atau
siswa, sehingga ada pengaruh motivasi efektif tidaknya proses pembelajaran dalam
belajar terhadap hasil belajar Bola Voli mencapai tujuan instruksional. Pendapat ini
pada siswa Kelas VIII SMPN 1 Kediri. sejalan dengan teori belajar di sekolah
Pembahasan Hipotesis Ketiga (Theory of school learning) dari Bloom,
Hipotesis ketiga pada tesis ini bahwa ada tiga variabel utama dalam teori
berbunyi ada interaksi antara metode belajar di sekolah, yaitu karakteristik
Discovery Learning dan metode Drill individu, kualitas pengajaran dan hasil
dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII Penggunaan metode Discovery
SMPN 1 Kediri. Dari hasil analisis statistik Learning dengan kelebihannya yang sudah
menggunakan program SPSS for windows diuraikan diyakini dapat memberikan
21 diperoleh nilai F hitung sebesar 4,232 dorongan pada siswa untuk belajar lebih
dengan nilai signifikansi sebesar 0,042 baik, karena pada metode ini dengan
dimana lebih kecil dari 0,05, maka Ho pengawasan dan bimbingan guru, siswa
ditolak artinya ada interaksi antara metode secara aktif berusaha sendiri untuk belajar
Discovery Learning dan metode Drill berlatih memainkan bola voli dan hasil
dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar ini secara langsung akan diapresiasi
belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII dan dievaluasi. Dengan menampilkan hasil
SMPN 1 Kediri. belajar inilah siswa termotivasi untuk
Dalam hal ini dapat dijelaskan berusaha bisa latihan dengan baik. Begitu
sebagai berikut. Adanya interaksi antara pula penggunaan metode Drill dengan
metode Discovery Learning dan metode kelebihannya yang sudah diuraikan
Drill dengan motivasi belajar terhadap hasil diyakini dapat memberikan dorongan pada
belajar Bola Voli dapat diketahui setelah siswa untuk belajar lebih baik, karena pada
perlakuan pembelajaran kemudian metode ini tahap demi tahap siswa dituntut
diberikan instrumen tes hasil belajar Bola aktif mengikuti petunjuk setiap pada sajian
Voli serta instrumen angket motivasi sub-sub materi. Pada tahap akhir siswa
belajar. diminta untuk menampilkan dengan
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh memainkan bola voli dan hasil belajarnya
dua faktor utama, yakni faktor dari dalam secara langsung diapresiasi dan dievaluasi.
diri siswa dan faktor yang datang dari luar Dengan cara belajar seperti ini, maka siswa
diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor termotivasi belajar lebih baik.
dari dalam diri siswa terutama menyangkut Dari penjelasan tersebut di atas
kemampuan yang dimiliki siswa. Faktor ini tergambarkan bahwa ada interaksi antara
besar sekali pengaruhnya terhadap hasil metode Discovery Learning dan metode
belajar yang akan dicapai siswa. Clark Drill dengan motivasi belajar terhadap hasil
mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa belajar Bola Voli pada siswa Kelas VIII
di sekolah 70% dipengaruhi oleh SMPN 1 Kediri.
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi
lingkungan (Sudjana, 1999:50). Berkaitan SIMPULAN DAN SARAN
dengan faktor dari dalam diri siswa, selain Berdasarkan hasil pembahasan pada
faktor kemampuan, ada juga faktor lain penelitian tentang “Pengaruh Metode
yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, Discovery Learning dan Metode Drill serta
kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar
ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Salah Bola Voli Siswa Kelas VIII SMPN 1
satu faktor lingkungan yang paling dominan Kediri” dapat disimpulkan sebagai berikut:
106 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Ninik
TK Kristen Petra Kediri
ninikpurwani45@gmail.com
Abstrak
Seringkali kita tidak sadar bahwa Usia Taman Kanak-kanak adalah
rentang usia bermain, dimana pada usia tersebut mereka cenderung
menggunakan motoric kasarnya untuk bergerak melakukan aktivitas yang
tentu saja akan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan karena tidak lepas
dari sifat anak-anak yang cenderung bermain.Di sisi lain dalam dunia
pendidikan, bahwa kebutuhan anak dimasa usia dini ini mereka juga harus
belajar .Dan kita sebagai orang dewasa harus menyadari bahwa anak-anak
adalah anak-anak, yang seharusnya Saat mereka belajar disertai dengan
sebuah permainan dan saat mereka bermain tidak sadar kalau mereka sedang
belajar. Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi guru dengan
murid dalam rangka kegiatan belajar mengajar kepada siswa untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.Dengan demikian belajar mengajar harus bernilai
normatif yaitu mengandung nilai yang mampu mengubah tingkah laku anak
didik.Proses interaktif edukatif melibatkan komunikatif aktif dua arah anak
didik dan guru. Dalam hal ini memang anak dituntut untuk lebih aktif
daripada gurunya dalam arti sikap ,mental dan perbuatannya. Guru hanya
berperan sebagai pendamping dan fasilitator saja namun di dalam menyusun
program pengajaran supaya relevansi dengan karakteristik dan kebutuhan
anak usia Paud maka guru dapat mengacu pada beberapa pakar pendidikan
sekaligus perkembangan anak. Dapat disimpulkan bahwa Teori Learning by
Playing & Playing for Learning sangat sesuai diterapkan di lembaga Taman
Kanak-kanak. Belajar sambil bermain dan bermain seraya belajar merupakan
teori yang mempunyai pengaruh positif pada perkembangan anak didik
karena dunia anak adalah dunia bermain. Dengan demikian pembelajaran
yang menyenangkan akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan
yang maksimal dalam dunia pendidikan yang diharapkan baik dari segi fisik
motorik, bahasa, social emosional, intelektualnya, serta moral dan watak
anak-anak didik kita.
108 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
110 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Abstrak
Aspek perkembangan kognitif dalam memecahkan masalah adalah aspek
utama yang harus dikembangkan dalam masa usia dini, mengingat anak usia
dalam mencari pengalaman baru selalu berhubungan dengan kemampuan
berpikirnya. Anak belajar melalui kegiatan bermain, melalui penerapan
permainan kreatif mencari harta karun dalam pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah pada anak, karena permainan
ini merupakan permainan penggabungan dari mencari jejak (maze) dan
puzzle.Tujuan penelitian Mendeskripsikan penerapan Permainan Kreatif
Mencari Harta Karun untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
pada anak kelompok B di TK Negeri Pembina Kota Kediri. Metode dalam
penelitian ini menggunakan: (1) Rancangan penelitian Tindakan kelas, melalui
(a) Tahap perencanaan, (b) Tahap pelaksanaan, (c) Observasi kegiatan, (d)
Refleksi; (2) Latar dan subjek penelitian anak kelompok B di TK Negeri
Pembina Kota Kediri dengan jumlah murid 20 anak; (3) Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah dari proses observasi, dokumentasi, tes; (4)
Instrumen penelitian menggunakan rancangan kegiatan harian, skenario, media,
dan lembar penilaian; (5) Analisis data pada penelitian ini menggunakan rumus
hitung rerata (mean) yang mengacu pada keaktifan anak dan keberhasilan anak
pada penerapan permainan kreatif mencari harta karun.Hasil dari penelitian
penerapan permainan kreatif mencari harta karun untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah pada anak di TK. Negeri Pembina Kota
kediri dilakukan dengan dua siklus dimana setiap siklusnya terdiri dari 2 kali
pertemuan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan permainan
kreatif mencari harta karun dapat meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Kota Kediri.
112 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
114 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
peneliti "dengan acuan model siklus PTK melalui wawancara dengan guru
yang dikembangkan oleh model Kemmis & dan observasi pada anak.
MC. Taggart (1990) dengan digambarkan b. Menetapkan alasan memilih
pada lembar selanjutnya seperti berikut: permasalahan pada aspek
perkembangan kognitif dalam
memecahkan masalah dan
menganalisis faktor-faktor
penyebabnya, merumuskan
masalah secara jelas, menetapkan
alternatif pemecahan masalah
yang akan digunakan
c. Memilih pemecahan masalah
dengan menjabarkan indikator
untuk membuat rancangan
tindakan yaitu penyusunan
rancangan kegiatan harian,
metode, media yang akan
digunakan.
d. Membuat instrumen penelitian
yaitu lembar observasi kegiatan
pembelajaran dan lembar penilaian
Pada setiap siklus terdiri dari
dari penjabaran indikator yang
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
sudah dipilih.
observasi refleksi dan perbaikan. Penelitian
2. Tindakan : Penerapan rancangan
tindakan kelas akan berakhir jika
kegiatan harian dan skenario
permasalahan penelitian sudah terpecahkan
pembelajaran Penerapan Permainan
dan tujuan penelitian sudah tercapai.
kreatif Mencari Harta Karun Untuk
Peneliti merencanakan penelitian pada
Mengembangkan Kemampuan
siklus satu sebagai berikut :
memecahkan masalah. Tema
Rekreasi, sub tema tempat rekreasi
SIKLUS I
dan perlengkapan rekreasi.
Siklus I terdiri atas perencanaan,
3. Pengamatan : Peneliti mengadakan
pelaksanaan tindakan, observasi dan
pengamatan pada waktu tindakan
refleksi:
berjalan, mencatat permasalahan
1. Perencanaan : Tahap perencanaan
yang terjadi dalam siklus pertama.
dimulai pada saat penyusunan
4. Refleksi : Mengkaji menyeluruh hasil
proposal, peneliti memulai dengan
dari tindakan yang telah diterapkan,
tahapan sebagai berikut:
berdasarkan data yang sudah
a. Mengidentifikasi dan menganalisis
terkumpul. Jika terdapat masalah
masalah yang muncul dalam
pada saat refleksi siklus pertama
kegiatan pembelajaran yang
maka dilakukan pengkajian melalui
berhubungan dengan aspek
siklus berikutnya atau siklus II.
perkembangan kognitif dalam
Refleksi dilakukan terus menerus
memecahkan masalah pada anak
url : ojs.unpkediri.ac.id 115
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
116 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Suwarti
Tk Islam Al Falah Kecamatan Pesantren
Kota Kediri
drasuwartimpd@gmail.com
Abstrak
Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan pengembangan anak
kelompok B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota Kediri,
ditemukan rendahnya informasi anak tentang cabang olahraga terutama
olahraga bowling, serta kurang antusias dan semangat dalam kegiatan belajar
mengajar yang kemungkinan disebabkan cara penyampaian pendidik yang
kurang menarik dan cenderung pasif untuk anak-anak. Sesuai permasalahan
tersebut, diperlukan strategi pembelajaran yang menarik, efektif, dan
menyenangkan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dasar kognitif
anak.Melalui Permainan Rainbowling diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan dasar kognitif anak dengan mudah dan anak tidak merasa bosan.
Bentuk tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan melalui Permainan
“Rainbowling” dapat mengembangkan kemampuan dasar kognitif pada anak
didik karena melalui permainan ini anak tidak merasa bosan dan memberi
kesempatan anak untuk aktif. Berdasarkan latar belakang yang terjadi,
penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa melalui
Permainan “Rainbowling” dapat meningkatkan kemampuan dasar kognitif
pada anak kelompok B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota
Kediri. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelompok B-1 TK Islam Al-
Falah Kecamatan Pesantren tahun pelajaran 2015-2016 yang beralamatkan di
Jl. Brigjend.Pol. Imam Bachri No.123 Kota Kediri, dengan jumlah anak didik
21 anak terdiri dari 7 anak perempuan dan 14 anak laki-laki. Anak didik ini
menjadi sasaran dan sekaligus sebagai sumber data penelitian. Berdasarkan
data di atas, ketuntasan kemampuan dasar kognitif anak didik mengalami
peningkatan. Hal tersebut nampak dari prosentase ketuntasan kemampuan
dasar kognitif anak didik pada pratindakan dan pada siklus I yang hanya
mencapai 66,7%. Kemudian kemampuan dasar kognitif anak didik
mengalami peningkatan pada siklus II yaitu 85,7%. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa melalui
Permainan Rainbowling dapat mengembangkan kemampuan dasar kognitif
anak didik kelompok B-1 TK Islam Al-Falah Kecamatan Pesantren Kota
Kediri Tahun Ajaran 2015/2016. Selain itu minat anak untuk memahami
konsep berhitung semakin meningkat setelah dilakukan dengan permainan
Permainan Rainbowling.
118 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
sangat efektif untuk mengembangkan atau logical mathematical merupakan salah satu
mendukung semua aspek perkembangan cara bagaimana anak mengetahui sesuatu.
anak, baik aspek bidang pengembangan Kategori ini meliputi pengertian tentang
pembiasaan yang meliputi moral dan nilai- angka, klasifikasi, waktu, dan ruang. Tipe
nilai agama, sosial emosional, dan pengetahuan ini menunjukkan adanya
kemandirian maupun aspek bidang proses mental yang dikaitkan dengan
pengembangan kemampuan dasar yang hadirnya benda secara fisik. Misalnya
meliputi kemampuan kognitif (logical seorang yang melihat 2 batang pensil
mathematical), berbahasa, seni, maupun sekaligus dan anak dapat mengatakan “dua
fisik motorik. Dengan bermain akan pensil”.Hal ini dapat terjadi karena anak
memungkinkan anak meneliti menggunakan suatu konstruksi mental.
lingkungannya, mempelajari segala sesuatu Berarti anak dapat memahami
dan memecahkan masalah yang pemikirannya terhadap dua buah pensil
dihadapinya. dengan cara “one to one correspondence”
Sedangkan menurut Hetherington (Patmonodewo, 2000).
dan Parke (1990, dalam Moeslichtoen, Untuk dapat membantu anak dalam
2005) menegmukakan bahwa fungsi mengembangkan kemampuan logical
bermain dan interaksi dalam permainan mathematical, Freeman (1996, dalam
mempunyai peran penting bagi Patmonodewo, 2000) mengungkapkan cara
perkembangan kognitif (logical merangsang logical mathematical anak
mathematical), dan sosial anak. yaitu bermain dengan air untuk
Selain itu motivasi merupakan salah memperoleh ide tentang mengisi gelas,
satu faktor yang dapat meningkatkan mengapung, tenggelam, dan lain-lain.
kualitas pembelajaran, karena peserta didik Ketika mengisi gelas dengan air akan
akan belajar dengan sungguh-sungguh membangkitkan ide-ide anak tentang
apabila memiliki motivasi belajar yang jumlah (banyaknya benda), bermain dengan
tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan adonan tepung, meremas adonan, dan
kualitas pembelajaran guru harus mampu membagi-bagi adonan.
membangkitkan motivasi belajar anak Permaian Rainbowling
sehingga dapat mencapai tujuan Permainan Rainbowling merupakan
pembelajaran (Mulyasa, 2006). Karena itu permainan yang terinspirasi dari olah
pendidik harus memberikan kesempatan raga/permainan bowling.Rainbowling
kepada anak untuk mengekspresikan diri berasal dari kata rainbow yang berarti
secara kreatif karena hal ini akan pelangi dan bowling, jadi rainbowling
menimbulkan gairah untuk belajar. Banyak merupakan bowling pelangi.Bowling
sekali bentuk model pembelajaran yang adalah jenis olahraga atau permainan yang
berkembang saat ini dan masing-masing dimainkan dengan menggelindingkan bola
memilki karakteristik yang khusus menggunakan satu tangan. Bola
berbeda.Pendidik dapat memilih model bowling akan digelindingkan ke pin yang
pembelajaran yang disesuaikan dengan berjumlah sepuluh buah yang telah disusun
karakteristik yang berbeda.Pendidik dapat menjadi bentuk segitiga jika dilihat dari atas
memilih model pembelajaran yang (Wikipedia, 2015).
disesuaikan dengan karakter anak didiknya Permainan Rainbowling tercipta
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. dengan bahan sederhana, mudah didapat,
Logical Mathematical dan ramah lingkungan karena
Menurut Piaget seorang ahli dalam memanfaatkan sampah plastik. Permainan
bidang biologi dan kemudian tertarik bowling yang menggunakan pin sebanyak
dengan ilmu pengetahuan, proses belajar 10 buah, sama halnya dengan Permainan
dan cara berpikir mengemukakan bahwa Rainbowling menggunakan pin sebanyak
120 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
10 buah yang terbuat dari botol bekas air biru?” setelah anak menjawab pendidik bisa
mineral, sedangkan bola terbuat dari kertas menanyakan “Jika ketiganya dijumlahkan
bekas dan tas plastik bekas yang disatukan maka berapa jumlahnya?” Dari tanya jawab
dibentuk seperti bola. Cara memainkan inilah anak diajak untuk berpikir dan
Permainan Rainbowling yaitu dengan memahami konsep penjumlahan. Setelah
menggelindingkan bola (kumpulan kertas anak menggelindingkan bola ke arah pin
dan tas plastik bekas) ke arah pin (botol dan ada beberapa pin yang jatuh oleh bola,
bekas air mineral yang dibungkus kertas pendidik bisa melakukan tanya jawab,
lipat berwarna warni). Permaianan “Berapa jumlah botol yang berdiri? Setelah
Rainbowling dapat dimainkan oleh anak dilempar bola, ada berapa botol yang jatuh?
berusia 5-6 tahun. Dan berapa sisa botol yang berdiri
1. Alat dan Bahan Pembuatan sekarang?” dari tanya jawab inilah anak
Permainan Rainbowling diajak untuk berpikir tentang konsep
a. Botol bekas minuman susu sapi pengurangan.
Dari permainan ini anak dapat
murni
memahami konsep berhitung sederhana dan
b. Kertas lipat ukuran 16x16 cm menunjang perkembangan kepekaan panca
c. Kertas bertuliskan angka 1-10 indera dengan menyebutkan dan
d. Gunting pengenalan tentang warna, selain itu dengan
e. Isolasi melemparkan bola ke arah botol dapat
f. Tas plastik bekas mengembangkan kemampuan fisik motorik
g. Kertas kasar anak. Seperti yang dijelaskan pada
tabel berikut ini:
2. Mekanisme Penggunaan Permainan
Tabel 2.1
Rainbowling Aspek Perkembangan Anak
Penggunaan Permainan yang Dapat Dikembangkan melalui
Rainbowlingsama halnya dengan Permainan Rainbowling berdasarkan
permainan bowling, botol-botol “Kompetensi Inti dan Kompetensi
bekas yang sudah diisi kertas lipat Dasar serta Indikator Pencapaian
berwarna dan ditempel angka ditata Perkembangan Anak Kelompok B”
berdiri berpola segitiga bila dilihat
dari atas, lalu bola digelindingkan No Aspek Kompetensi Indikator
dan ditujukan pada pin/botol-botol Perkembang dasar
bekas. Setiap anak an
berkesempatan/berpeluang untuk 3 1 Nilai Agama 1.2 Menghargai
dan Moral Menghargai diri sendiri,
kali menggelindingkan bola jika diri sendiri, orang lain, dan
gelinding pertama dan kedua gagal. orang lain, dan lingkungan
Jarak antara anak dengan botol pin lingkungan sekitar.
terdepan sekitar 3 meter. sekitar.
Hubungan Permainan Rainbowling 2 Sosial 2.7 Memiliki Memiliki
Emosional perilaku yang perilaku yang
dengan Perkembangan Kognitif Anak mencerminkan mencerminkan
Penggunaan Permainan sikap sabar sikap sabar
Rainbowling sama halnya dengan (mau (mau
permainan bowling yang sesungguhnya, menunggu menunggu
bola digelindingkan dan ditujukan pada giliran, mau giliran, mau
mendengar mendengar
pin/botol-botol bekas. Sambil menata botol, ketika orang ketika orang
pendidik bisa melakukan tanya jawab lain berbicara) lain berbicara)
dengan anak tentang warna dan jumlah untuk melatih untuk melatih
botol. Seperti, “Berapa jumlah botol kedisiplinan. kedisiplinan.
berwarna merah, warna kuning, dan warna
url : ojs.unpkediri.ac.id 121
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
124 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Bel P= x 100%
Tunta um
s tunt P = x 100% = 66,7%
as
1 Amel 6) Prosentase ketidak tuntasan
2 Aar anak:
3 Atta P = x 100%
4 Dhea
5 Delvin P = x 100% = 33,3%
6 Dimas d. Refleksi
7 Andika Berdasar hasil unjuk
8 Vano
9 Satria
kerja pada siklus I menunjukkan
10 Rafi bahwa peneliti/guru telah aktif
11 Nara dalam memberikan contoh
12 Salsa bermain Permainan
13 Bella Rainbowling, aktif dalam
14 Vino melakukan tanya jawab seputar
15 Zulfi
hasil yang didapat setelah
16 Teguh
17 Fahry melempar bola dalam kegiatan
18 Niken Permainan Rainbowling, namun
19 Azka peneliti/guru belum
20 Shafa menyampaikan tujuan
21 Kanza pembelajaran, belum
Jumlah 1 6 11 3 14 7 menjelaskan bahan yang
Prosentase 4, 28 52 14 66,7 33,3
9 ,5 ,4 ,2 % %
digunakan untuk membuat
% % % % Permainan Rainbowling, dan
kurang dalam memotivasi anak
Prosentase hasil perkembangan dalam melaksanakan kegiatan
kemampuan dasar kognitif anak tersebut bermain Permainan
diperoleh dari: Rainbowling.
1) Kelompok anak belum Sedangkan
berkembang: perkembangan kemampuan
dasar kognitif anak didik
P = x 100%
kelompok B-1 yang telah
P = x 100% = 4,9% diupayakan melalui permainan
2) Kelompok anak mulai Permainan Rainbowling dapat
berkembang: dilihat berdasarkan prosentase
P = x 100% ketuntasan belajar pada siklus I,
yaitu 33,3% prosentase
P = x 100% = 28,5% ketidaktuntasan sedangkan
3) Kelompok anak 66,7% adalah prosentase
berkembang sesuai harapan: ketuntasan. Dari hasil tersebut
P = x 100% dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pada siklus I belum
P = x 100% = 52,4% dapat meningkatkan
4) Kelompok anak kemampuan dasar kognitif anak
berkembang sangat baik: didik, sehingga perlu perbaikan
P = x 100% pada siklus II.
P = x 100% = 14,2% 2. Pelaksanaan Tindakan pada Siklus
5) Prosentase ketuntasan anak: II
126 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
128 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Tabel 4. 5
Hasil Penilaian Kemampuan Dasar SIMPULAN DAN SARAN
Kognitif Anak Didik Kelompok B-1 Simpulan
TK Islam Al-Falah Pesantren Sebelum Berdasarkan hasil penelitian dan
dan Sesudah Tindakan pembahasan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa melalui Permainan
No Hasil Pra Tindakan Tindakan Rainbowling dapat mengembangkan
Penilaian Tindakan Siklus I Siklus II kemampuan dasar kognitif anak didik
1 4,9% 4,9% 4,9% kelompok B-1 TK Islam Al-Falah
2 28,5% 28,5% 9,5% Kecamatan Pesantren Kota Kediri
3 52,4% 52,4% 57,1% Tahun Ajaran 2015/2016.
4 14,2% 14,2% 28,5% Selain itu minat anak untuk
Jumlah 100% 100% 100% memahami konsep berhitung semakin
meningkat setelah dilakukan dengan
Tabel 4.6 permainan Permainan Rainbowling.
Hasil Ketuntasan Kemampuan Dasar
Kognitif Anak Didik Kelompok B-1 Saran
TK Islam Al-Falah Pesantren Sebelum 1. Bagi Guru
dan Sesudah Tindakan Hasil prestasi belajar anak
didik yang telah dicapai dalam
Jumlah Anak Didik Prosentase penelitian ini hendaknya tetap
Siklus Belum Tuntas Ketuntasan diperhatikan bahkan
Tuntas ditingkatkan.Peningkatan hasil
I 7 14 66,7% belajar sebaiknya tidak hanya pada
II 3 18 85,7% kemampuan kognitif tetapi juga
Berdasarkan data di atas, semua aspek perkembangan dengan
ketuntasan kemampuan dasar media dan metode pembelajaran
kognitif anak didik mengalami yang lebih menarik.
peningkatan. Hal tersebut nampak 2. Bagi Anak Didik
dari prosentase ketuntasan Diharapkan dengan media
kemampuan dasar kognitif anak ataupun metode pembelajaran yang
didik pada pratindakan dan pada menarik dan inovatif anak lebih
siklus I yang hanya mencapai 66,7%. aktif, kreatif, nyaman, aman, dan
Kemudian kemampuan dasar mudah dalam menerima materi
kognitif anak didik mengalami pembelajaran sehingga kemampuan
peningkatan pada siklus II yaitu yang diharapkan dapat tercapai
85,7%. dengan optimal.
130 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Melalui Parenting Senam Masal Ibu dan
Anak Pada Anak Usia Dini TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
Kota Kediri Tahun Pelajaran 2017/2018
S. Edy Subroto
TK Dharma Wanita Bangsal
Kota Kediri
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi hasil pengamatan dan pengalaman
peneliti, bahwa Berdasarkan pengamatan yang terjadi, rendahnya
kemampuan motorik kasar anak tersebut dikarenakan belum maksimalnya
pihak sekolah melaksanakan program pembelajaran yang melibatkan
komponen wali murid. Permasalahan penelitian ini adalah Apakah dengan
program parenting senam masal ibu dan anak dapat meningkatkan motorik
kasar pada anak usia dini TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
Kota Kediri Tahun Pelajaran 2017/2018. Penelitian Tindakan Kelas ini juga
termasuk penelitian diskriptif karena menggambarkan bagaimana suatu
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang ingin dicapai.
Penelitian Tindakan Sekolah dengan subyek penelitian ibu dan anak
diTKDharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren Kota Kediri ini
dilaksanakan dalam 2 siklus. Dari hasil pelaksanaan siklus II yang sebesar
85,71% menunjukkan peningkatan motorik kasar anak usia dini sudah
mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian
tindakan sekolah yang dilakukan di TK Dharma Wanita Bangsal
Kecamatan Pesantren Kota Kediri dapat disimpulkan bahwa melalui
kegiatan parenting senam masal ibu dan anak dapat meningkatkan motorik
kasar anak usia dini di TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren
Kota Kediri tahun pelajaran 2017/2018.
132 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Pesantren Kota Kediri, dari 20 anak didik yang diperlukan untuk melaksanakan
mendapatkan bintang () 4 sebanyak 2 aktivitas-aktivitas mental. Contoh
anak, bintang 3 () sebanyak 4 anak, dan tes IQ (Intelligent quotient)
bintang () 2 sebanyak 9 anak serta yang digunakan untuk menegaskan
mendapatkan bintang () 1 sebanyak 5 anak, seberapa tingkat kemampuan-
yang artinya hanya 6 anak atau 30% sudah kemampuan intelektual umum. Ada
mampu senam dengan baik, sedangkan yang 14 7 dimensi kemampuan intelektual,
anak atau 70% belum mampu senam dengan yaitu number aptitude, verbal
baik. Berdasarkan data di atas dapat diambil comprehension, perceptual speed,
inductive reasoning, spatial
kesimpulan bahwa ketuntasan belajar dalam
visualization memory.
pengembangan kemampuamn motorik kasar
2) Kemampuan Fisik
melalui kegiatan senam belum tercapai.
Kemampuan intelektual lebih
besar memainkan peran pada
PERUMUSAN MASALAH pekerjaan-pekerjaan yang rumit
Sesuai dengan latar belakang masalah yang menuntut berbagai
diatas dan berdasarkan pengamatandi TK persyaratan pemrosesan informasi
Dharma Wanita Bangsal Kecamatan Pesantren sementara kemampuan fisik lebih
Kota Kediri Tahun Pelajaran 20172018 banyak diperlukan pada aktivitas
atau tugas-tugas yang menuntut
dapatdirumuskan masalah sebagai berikut:
stamina, kecekatan, kekuatan dan
Apakah dengan program parenting
keterampilan atau bakat-bakat
senam masal ibu dan anak dapat
sejenis. Setiap orang memiliki
meningkatkanmotorik kasar anak usia dini di
kemampuan fisik dan tingkat
TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan stamina yang berbeda-beda.
Pesantren Kota Kediri Tahun Pelajaran Motorik kasar ini, berasal dari kata
2017/2018?” motorik dan kasar. Motorik itu sendiri
merupakan sekumpulan kemamuan
gerakan tubuh, baik gerakan kasar maupun
KAJIAN PUSTAKA
gerakan halus. Kemampuan motorik selalu
A. Pengertian Motorik Kasar Anak Usia
memerlukan koordinasi bagian-bagian
Dini
tubuh sehingga latihan untuk aspek ini perlu
Kemampuan manusia berkembang
diperhatikan (dalam Zainal, 2010).
sesuai kemampuan apa yang
B. Pengertian Parenting
dikembangkannya, bagaimana seseorang
tersebut menilai bahwa kemampuan yang Parenting adalah upaya
akan dikembangkan adalah termasuk
pendidikan yang dilaksanakan oleh
keluarga dengan memanfaatkan
potensi dalam dirinya. Dalam kenyataanya,
sumber-sumber yang tersedia dalam
kemampuan apapun sangatlah penting
keluarga dan lingkungan yang
untuk diasah mengingat satu kemampuan berbentuk kegiatan belajar secara
dengan kemampuan dalam diri saling mandiri. Parenting sebagai proses
beruhubungan. Stephen dalam Badeni interaksi berkelanjutan antara orang tua
(2013) telah mengklasifikasikan beberpa dan anak-anak mereka yang meliputi
jenis kemampuan dalam diri seseorang aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
yaitu: memberi makan (nourishing), memberi
petunjuk (guiding), dan melindungi
1) Kemampuan Intelektual (protecting) anak-anak ketika mereka
Kemampuan intelektual tumbuh berkembang. Penggunaan kata
adalah kemampuan yang “parenting” untuk aktivitas-aktivitas
url : ojs.unpkediri.ac.id 133
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
134 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
meningkatkan kemampuan motorik kasar anak, ibu dan anak, maka peneliti menyampaikan
sehingga pertumbuhan otot-otot terutama otot beberapa saran sebagai berikut:
tangan akan semakin kuat, anak akan lebih
senang dengan kegiatan senam masal ibu dan 1. Bagi Peneliti Selanjutnya
anak dengan sendirinya dapat mengembangkan Hasil penelitian kegiatan
kemampuan motorik kasar anak. Perkembangan senam masal ibu dan anak di TK
motorik kasar anak dengan kegiatan senam Dharma Wanita Bangsal Kecamatan
masal ibu dan anak lebih mudah memasukkan Pesantren Kota Kediri dapat
pembelajaran yang berprinsip pada belajar meningkatkan kemampuan motorik
kaasar untuk itu, penelitian ini dapat
sambil bermain, atau bermain seraya belajar
dijadikan acuan atau referensi bagi
pada anak usia dini. Dari data yang diperoleh
pengembangan penelitian
dari siklus II sebesar 85% atau 17 anak sudah
selanjutnya.
memenuhi kriteria ketuntasan sedangkan 15% 2. Para Orangtua
atau 3 anak belum memenuhi kriteria
Bagi para orangtua,
ketuntasan, karena masih mendapat bintang 2.
sebaiknya juga ikut membantu
Mereka masih membutuhkan dampingan dari dalam usaha peningkatan
guru jika mengerjakan sesuatu. kemampuan motorik kasar anak,
Berdasarkan latar belakang dan terutama saat anak berada dirumah.
rumusan masalah serta hasil penelitian, maka Anak sering dilatih dengan berbagai
hipotesis yang berbunyi melalui kegiatan senam gerak yang ringan, seperti menyisir
masal ibu dan anak dapat meningkatkan rambut sendiri, memakai baju
kemampuan motorik kasar anak anak usia dini sendiri, dan gerakan motorik kasar
di TK Dharma Wanita Bangsal Kecamatan lainnya, sehingga kemampuan
Pesantren Kota Kediri Diterima. motorik kasar anak akan lebih
berkembang dengan baik dengan
tanpa membebankan gerakan yang
SIMPULAN DAN SARAN melebihi usia dan perkembangan
A. Simpulan anak.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, diketahui bahwa terdapat DAFTAR RUJUKAN
peningkatan prosentase ketuntasan belajar A. Marurti. 2008. Mengelola PAUD
anak mulai dari siklus I sebesar 40%, Dengan Aneka Permainan
meningkat 20%, serta mencapai ketuntasan Meraih Kecerdasan Majemuk.
pada siklus II sebesar 85%. Dengan Bantul: Kreasi Wacana.
demikian hipotesis dalam penelitian yang
berbunyi pembelajaran melalui parenting Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
kegiatan senam masal ibu dan anak dapat Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
meningkatkan kemampuan motorik kasar
anak usia dini di TK Dharma Wanita
Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Bangsal Kecamatan Pesantren Kota Kediri,
Praktek. Bandung : Reneksa
ini membuktikan bahwa hipotesis diterima.
Cipta.
136 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Badeni. 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Sujiono, Bambang, dkk. 2010. Metode
Organisasi. Bandung: pengembangan Fisik. Jakarta:
ALFABETA. Universitas Terbuka.
Abstrak
Hasil pengamatan di salah satu sekolah menengah pertama di Kota
Kediri, menunjukkan hampir di setiap kelas ditemukan siswa yang takut
berbicara di depan umum (glossophobia). Hal ini tampak pada ketika ditunjuk
untuk menjawab soal mereka memilih diam, atau saat guru memberikan
kesempatan bertanya mereka memilih diam dan bertanya kepada teman yang
lain. Dikawatirkan siswa yang menderita glossophobia tidak berkembang
secara optimal dan berlanjut hingga dewasa. Permasalahan penelitian ini
adalah apakah hipnoterapi teknik regression therapy efektif untuk mengatasi
glossophobia siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kediri?. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif, desain SSD (Single Subject Design)
dengan subjek penelitian 2 siswi yang diidentifikasi penderita glossophobia.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 7 kali pertemuan, 3 kali fase baseline dan
4 kali fase intervensi. Setiap pertemuan di fase intervensi diterapkan teknik
regression therapy. Setelah kegiatan ini selesai, subjek diminta untuk mengisi
angket glossophobia dengan tujuan untuk mengetahui seberapa efektif
pemberian dalam menurunkan penderita glossophobia. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa hipnoterapi teknik regression therapy efektif untuk
mengatasi penderita glossophobia siswa. Ini dibuktikan dengan trend dari
grafik kedua subjek menurun dan menunjukkan yang perubahan positif.
Berdasarkan simpulan tersebut, disarankan: (1) guru BK dapat menerapkan
hipnoterapi teknik regression therapy untuk mengatasi glossophobia siswa,
dan (2) bagi peneliti lanjutan disarankan untuk meneliti masalah ini dengan
jangkauan wilayah penelitian yang lebih luas.
138 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
masalah dan melakukan terapi. Penderita setinggi 2 meter sudah cukup menakutkan
glossophobia diduga berkaitan dengan bagi penderita fobia ini. Claustrophobia:
kehidupan masa lalunya. Itu sebabnya takut terhadap tempat tertutup atau terkunci
dirasa sesuai dalam penelitian ini
sehingga orang dengan fobia jenis ini sering
dimaksudkan untuk menguji efektivitas
penggunaan teknik regression therapy berada di taman atau di lapangan olahraga
untuk menangani penderita glossophobia bersama teman-temannya. Fobia binatang:
siswa. takut terhadap binatang tertentu seperti
Kata “phobia” berasal dari istilah tikus, ular, atau binatang-binatang
Yunani “phobos” yang berarti lari (fight), menjijikkan. Fobia dengan benda-benda
takut dan panik (panic-fear), takut hebat tertentu: seperti jarum suntik (bukan
(terror). Gangguan fobia adalah rasa takut
sakitnya yang mereka takuti, tetapi
yang persisten terhadap objek atau situasi
dan rasa takut ini tidak sebanding dengan jarumnya), pisau, benda-benda elektronik,
ancamannya. Nevid (2003) menyatakan atau benda-benda lain.
gangguan fobia adalah rasa takut yang Fobia sosial adalah ketakutan yang
persisten terhadap objek atau situasi dan intens terhadap situasi sosial atau ramai
rasa takut ini tidak sebanding dengan sehingga mereka mungkin sama sekali
ancamannya. Pada gangguan fobia, menghindarinya, atau menghadapinya
ketakutan yang dialami jauh melebihi
tetapi dengan distres yang amat
penilaian tentang bahaya yang ada.
Webster’s New World Dictionary (dalam berkecamuk. Penderita fobia sosial
Hunter, 2015), definisi dari fobia adalah mengalami ketakutan terhadap situasi sosial
rasa takut yang tidak rasional, berlebihan, seperti datang ke pesta, pertemuan-
dan persisten terhadap hal-hal atau situasi pertemuan sosial, bahkan presentasi untuk
tertentu. Kartono (2000) mendefinisikan ujian. Fobia sosial yang mendasar adalah
phobia sebagai ketakutan atau kecemasan
ketakutan berlebihan terhadap evaluasi
yang abnormal, tidak rasional tidak bisa
dikontrol terhadap suatu situasi terhadap negatif dari orang lain, dalam artian mereka
objek tertentu. Atkinson dkk. (2005) takut dinilai jelek oleh orang lain. Mungkin
mengatakan istilah “phobia” berasal dari mereka merasa seakan-akan ribuan pasang
kata “phobi” yang artinya ketakutan atau mata sedang memperhatikan dengan teliti
kecemasan yang sifatnya tidak rasional, setiap gerak yang mereka lakukan. Contoh
yang diarasakan dan dialami oleh umum untuk fobia jenis ini adalah: demam
seseorang.
panggung yang berlebihan, kecemasan
Berdasarkan pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa fobia adalah rasa berbicara di forum yang berlebihan, bahkan
takut yang berlebihan kepada suatu hal atau dihadapan orang-orang terdekat sekalipun,
fenomena yang membuat hidup seseorang kecemasan meminta sesuatu, seperti
yang menderitanya terhambat. Berikut ini memesan makanan di rumah makan karena
adalah tiga tipe fobia berdasarkan sistem takut pelayan atau teman menertawai
DSM (Diagnostic and Statistical Manual of makanan yang mereka pesan, ketakutan
Mental Disorders) (dalam Nevid, 2003),
yaitu fobia spesifik, fobia sosial, dan bertemu dengan orang baru, hal ini
agorafobia. menyebabkan penderita tidak berkembang
Fobia spesifik adalah ketakutan yang dalam hal sosial. Fobia jenis ini
berlebihan dan persisten terhadap objek menyebabkan penurunan kualitas hidup
atau situasi spesifik, seperti: Acrophobia: penderitanya, seperti kualitas untuk
takut terhadap ketinggian, bahkan hanya mencapai sasaran pendidikan, maju dalam
140 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
karier, atau bertahan dalam pekerjaan yang mengemukakan bahwa ketakutan berbicara
membutuhkan interaksi dengan orang lain di depan umum tergolong dalam jenis fobia
secara langsung. Sekali fobia sosial tercipta, sosial. Takut berbicara di depan umum
maka akan berlanjut secara kronis mempengaruhi pederita secara fisiologis,
sepanjang hidup. misalnya, mulut terasa kering, tekanan
Agorafobia secara harfiah diartikan darah meningkat, wajah memerah, keluar
sebagai “takut kepada pasar”, yang sugestif keringat dingin, napas tidak teratur, dan
untuk ketakutan berada di tempat-tempat emosional, karena mereka merasa takut atau
terbuka dan ramai. Agorafobia melibatkan malu terlihat bodoh. Orang yang mengalami
ketakutan terhadap tempat-tempat atau ketakutan berbicara ini cenderung terlihat
situasi-situasi yang memberi kesulitan bagi bingung ketika di hadapan orang banyak.
mereka untuk meminta bantuan ketika ada Suara mereka menjadi lemah dan tubuh
suatu problem yang menimpa mereka atau mereka mulai gemetar.
orang lain. Orang-orang dengan agorafobia Khusner (dalam Khan, dkk., 2015),
takut untuk pergi berbelanja di toko-toko takut berbicara di depan umum
yang penuh sesak, bersempit-sempitan di mempengaruhi pembicara secara fisiologis,
bus, dan lain-lain yang kira-kira membuat misalnya, mulut kering, peningkatan
mereka sulit meminta pertolongan. tekanan darah, wajah memerah,
Glossophobia menurut Hancock berkeringat, napas tidak teratur, dan
(dalam Khan, dkk., 2015) berasal dari emosional, karena mereka takut akan dihina
bahasa Yunani glossa yang berarti lidah dan dan tampak bodoh. Sedangkan Beatty dkk.
phobos berarti rasa takut atau ketakutan. (dalam Tse, 2012), ketakutan berbicara di
Pengertian glossophobia dalam Wikipedia depan umum mungkin berasal dari berbagai
adalah sebuah rasa takut yang tidak normal sumber, seperti keterampilan sebagai
ketika berbicara atau mencoba untuk pembicara, kefasihan dalam bahasa,
berbicara di hadapan publik. Counselling kecenderungan emosional, dan karakteristik
Center, University of Wisconsin Stout situasi berbicara di depan umum itu sendiri.
dalam Werhadiantiwi (2014) Ada beberapa alasan seseorang
mendefinisikan ketakutan berbicara di memiliki rasa takut berbicara di depan
depan umum (glossophobia) adalah suatu umum, antara lain: (1) pengalaman masa
hal yang melibatkan rasa takut untuk dinilai lalu yang negatif (trauma), Freud (dalam
atau dievaluasi oleh orang lain. Ketakutan Corey, 2013) mengemukakan terdapat lima
ini sering disertai dengan berbagai reaksi fase dalam kehidupan yang mempengaruhi
fisik dan emosional yang signifikan dan keberlangsungan hidup seseorang di masa
dapat mengganggu kemampuan seseorang depan, kelima fase tersebut disebut dengan
untuk berhasil memberikan pidato atau perkembangan psikoseksual, yang terdiri
presentasi. dari fase oral, fase anal, fase phalik, fase
Dari pengertian diatas dapat ditarik laten, dan fase genital. Apabila salah satu
kesimpulan bahwa glossophobia adalah fase tersebut tidak berkembang secara
ketakutan ketika berbicara di depan umum, optimal akan mengakibatkan permasalahan
yang membuat seseorang bereaksi fisik dan dalam diri seseorang. Seseorang yang
emosional. Anxiet Disorders Association of menderita glossophobia ini memiliki
Canada (dalam Werhadiantiwi, 2014) kemungkinan bahwa terdapat permasalahan
pada fase laten dimana pada fase tersebut yang ada pada dirinya. Hanya ada perasaan
tidak berkembang secara optimal. Dalam tidak mampu yang ada dalam dirinya, (4)
keadaan normal, fase laten terjadi ketika takut membuat kesalahan atau mengatakan
usia 5-12 tahun, dimana proses sosialisasi hal yang salah, sebelum berbicara di depan
anak mulai meluas dan membangun umum, penderita sudah merasa takut bahwa
hubungan dengan orang lain. Namun, nanti ia akan membuat kesalahan atau
ketika anak tidak mengoptimalkan mengatakan hal yang salah ketika berbicara
kemampuan bersosialisasinya di depan umum. Pemikiran tersebut
mengakibatkan ia lebih senang untuk membuatnya menjadi semakin tidak yakin
menyendiri, sehingga menyebabkan ia dengan apa yang harus diungkapkannya
memiliki keyakinan yang negatif ketika ketika berbicara di depan umum, (5) takut
harus berbicara di depan umum. Trauma menjadi pusat perhatian, memiliki rasa
yang dialami dimasa lampau juga dapat percaya diri yang rendah, mengakibatkan
mempengaruhi ketakutan seseorang untuk seseorang takut ketika ia akan dijadikan
berbicara di depan umum. Misalnya ketika pusat perhatian, bahkan ketika harus
dulu saat di sekolah dasar ia pernah persentasi ia takut akan menjadi pusat
melakukan persentasi, namun hasil yang perhatian teman satu kelasnya, (7) merasa
didapat tidak sesuai dengan apa yang berada dalam situasi yang asing, meskipun
dibayangkan. Guru terlalu keras memarahi melakukan persentasi di depan kelas,
dan menyalahkan pada hasil yang penderita glossophobia merasa asing
dipersentasikan, hal itulah yang dapat dengan situasi kelasnya karena ketakutan
menyebabkan seseorang mengalami yang dialami membuatnya tidak yakin
ketakutan berbicara di depan umum karena dengan semua tindakan yang dilakukan, (8)
ia takut malu atau dinilai tidak mampu oleh takut ditertawakan, perasaan takut dinilai
orang lain. (2) kurangnya rasa percaya diri oleh orang lain sangat besar dirasakan oleh
atau harga diri, percaya diri merupakan penderita glossophobia, hal ini
keyakinan individu terhadap dirinya sendiri menyebabkan ia berfikiran bahwa ketika
untuk bertingkah laku, bertanggung jawab persentasi ia melakukan kesalahan ia akan
atas tindakannya, dan tidak terpengaruh ditertawakan oleh orang lain, (9) takut lupa
oleh orang lain. Seseorang dengan apa yang harus dikatakan, ketika gugup,
glossophobia memiliki percaya diri yang seseorang wajar tidak sengaja lupa apa yang
rendah, karena ia mudah terpengaruh harus dikatakan, namun penderita
dengan orang lain. Ketika orang lain glossophobia memiliki ketakutan yang
menilai dirinya tidak mampu, ia akan besar, bahkan sebelum ia berbicara di depan
terpengaruh dan menyebabkan ia untuk umum ia merasa takut jika nanti akan lupa
takut ketika harus berbicara di depan pada apa yang harus dikatakan, dan (10)
umum, (3) Lemahnya kesadaran akan diri takut dihakimi, kesalahan yang terjadi
sendiri, penderita glossophobia memiliki ketika berbicara di depan umum membuat
tingkat kesadaran yang rendah terhadap penderita takut akan disalahkan, dan
dirinya sendiri, maksudnya adalah ia tidak dihakimi oleh orang lain.
mampu mengidentifikasi kelebihan dan Menurut Monart dan Kase (dalam
kelemahan yang ada pada dirinya, sehingga Haryanthi, 2012), faktor-faktor yang
ia berkeyakinan bahwa tidak ada kelebihan mempengaruhi individu mengalami
142 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
144 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
memfokuskan pada data individu sebagai mengalami glossophobia paling tinggi, (3)
sampel penelitian. tahap intervensi. Pada tahap intervensi,
Penelitian ini menggunakan desain peneliti melaksanakan hipnoterapi teknik
A-B dengan prosedur utama yang ditempuh regression therapy sebagai upaya untuk
meliputi pengukuran target behavior pada mengatasi glossophobia siswa. Proses ini
fase baseline dan setelah trend dan level dilakukan selama 4 sesi dengan masing-
datanya stabil kemudian intervensi mulai masing waktu 20-30 menit untuk
diberikan. Selama fase intervensi target menemukan perubahan penurunan
behavior secara kontinyu dilakukan glossophobia yang dirasakan. Setiap proses
pengukuran sampai mencapai data yang intervensi selesai, subyek diberikan angket
stabil. Jika terjadi perubahan target glossophobia yang pernah diisi sebelum
behavior pada fase intervensi setelah diberikan intervensi. Pengisian angket ini
dibandingkan dengan baseline, bertujuan untuk mengukur sejauh mana
diasumsikan bahwa perubahan tersebut perubahan yang terjadi terhadap penurunan
karena adanya pengaruh dari variabel glossophobia setelah diberikan intervensi,
independen atau intervensi. dan (4) tahap penulisan laporan. Tahap
Pelaksanaan Peneltian melalui pembuatan laporan penelitian adalah tahap
tahap-tahap (1) tahap pemilihan subyek terakhir dari kegiatan penelitian.
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
mengamati satu kelompok subyek yang HASIL DAN PEMBAHASAN
berjumlah 36 siswa kelas VII-I SMP Negeri Data-data penelitian diperoleh
3 Kediri dengan cara menyebarkan angket, melalui angket, observasi, dan wawancara,
kemudian diambil 2 subyek dengan jumlah selanjutnya dianalisis menggunakan
skor angket paling tinggi yang statistik deskriptif sederhana sesuai saran
mengindikasikan subyek mengalami Sunanto, dkk (2005), bahwa teknik analisis
glossophobia tinggi. Hasil dari pembagian data untuk jenis penelitian subyek tunggal
angket tersebut dikomunikasikan dengan dilakukan melalui tiga langkah, yakni: (1)
Guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang dilakukan melalui tiga hal utama
sekaligus wawancara terhadap teman yaitu, pembuatan grafik, penggunaan
sekelas subyek, dan hasil wawancara pun statistik deskriptif, dan menggunakan
menunjukkan bahawa 2 subyek tersebut analisis visual. Analisis yang dilakukan
memang mengalami permasalahan melalui dua langkah yaitu, analisis dalam
glossophobia, (2) tahap pengukuran kondisi, dan analisis antar kondisi.
Baseline. Tahap pengukuran baseline Komponen analisis visual untuk dalam
dilakukan dengan observasi langsung kondisi meliputi enam komponen, yaitu: (1)
terhadap dua subyek yang telah ditentukan. panjang kondisi, adalah jangka waktu untuk
Fase baseline diukur selama 3 sesi, dimana melihat tingkat kestabilan baseline atau
masing-masing sesi dilakukan observasi intervensi, (2) estimasi kecenderungan arah,
selama 40 menit. Hasil pengukuran baseline menjelaskan perubahan setiap data dari sesi
menujukkan trend kedua subyek tersebut ke sesi, (3) kecenderungan stabilitas,
stabil. Hal ini didukung dengan hasil tingkat kestabilan perubahan yang terjadi
wawancara dengan kedua subyek tersebut. pada fase baseline atau intervensi, (4) jejak
Selain pertimbangan tersebut, subyek data, menggambarkan data dari kondisi
penelitian berfokus pada 2 siswa agar baseline atau intervensi meningkat atau
pemberian tindakan penelitian bisa lebih menurun, (5) level stabilitas dan rentang,
fokus dan hasilnya lebih maksimal dengan rentang kestabilan fase baseline dan
pengambilan subyek yang sedikit. Jadi, intervensi dan (6) level perubahan,
subyek dalam penelitian ini adalah dua menggambarkan peningkatan atau
siswi kelas VII-I SMP Negeri 3 Kediri yang penurunan fase baseline atau intervensi.
146 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
pada fase intervensi (B) dengan rentang stabil semakin baik, karena semakin data
46,2 55,8 memiliki level stabilitas yang stabil berarti tidak menunjukkan perubahan
tidak stabil yang artinya menunjukkan yang signifikan, (3) Perubahan level pada
perubahan ke arah yang positif, untuk SS adalah positif, dan (4) Sedangkan pada
menentukan level stabilitas dan rentang ini persentase overlap juga baik yaitu 0%.
telah dihitung pada kecenderungan Persentase overlap ini dikatakan baik sebab
stabilitas, dan (6) Level perubahannya semakin kecil persentase overlap semakin
positif (+). baik pengaruh intervensi.
Analisis Antar Kondisi. Subyek DZ.
(1) Perubahan kecenderungan arah tingkat SIMPULAN DAN SARAN
glossophobia DZ menuju pada perubahan Berdasarkan keseluruhan proses
yang positif karena dapat dilihat pada grafik penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
yang arah trendnya menurun. Perubahan penerapan hipnoterapi teknik regression
DZ dikatakan tidak signifikan karena therapy efektif untuk mengatasi penderita
terdapat data point dalam intervensi yang glossophobia siswa. Hal ini dibuktikan
meningkat. Hal ini dikarenakan DZ kurang dengan trend dari grafik kedua subjek
terbuka terhadap peneliti. Selain itu DZ menurun yang menunjukkan perubahan
memang tergolong anak yang pendiam, (2) positif dimana glossophobia subjek juga
Perubahan kecenderungan stabilitas pada mengalami penurunan.
fase baseline (A) stabil, sedangkan pada Untuk itu, disarankan bagi guru BK
fase intervensi (B) tidak stabil. Ini dapat dan konselor sekolah dapat menggunakan
dilihat pada analisis dalam kondisi dimana hipnoterapi teknik regression therapy untuk
persentase pada fase baseline (A) 100%, menangani siswa yang menderita
sedangkan pada fase intervensi (B) 50%. glossophobia. Bagi peneliti lanjutan,
Kecenderungan stabilitas ini semakin tidak disarankan untuk meneliti dengan
stabil semakin baik, karena semakin data jangkauan subyek dan lokasi yang lebih
stabil berarti tidak menunjukkan perubahan besar.
yang signifikan, (3) Perubahan level pada
DZ adalah positif, dan (4) Sedangkan pada DAFTAR PUSTAKA
persentase overlap juga baik yaitu 0%.
Persentase overlap ini dikatakan baik sebab Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur
semakin kecil persentase overlap semakin Penelitian (cetakan kelima belas).
baik pengaruh intervensi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Analisis antar kondisi subyek SS.
(1) Perubahan kecenderungan arah tingkat Atkinson, Rita L. dkk. 2005. Pengantar
glossophobia SS menuju pada perubahan Psikologi. Jakarta: Erlangga.
yang positif karena dapat dilihat pada grafik
yang arah trendnya menurun. Perubahan SS Atrup, 2014. “Pengembangan Model
tergolong stabil karena data pointnya selalu Konseling Integratif Berbasis
menurun, hal ini dikarenakan SS terbuka Hipnoterapi Sebagai Upaya
terhadap peneliti dan mempunyai keinginan Peningkatan Peran Konselor di
penuh untuk merubah kondisinya, (2) Sekolah”, Prosiding Seminar
Perubahan kecenderungan stabilitas pada Nasional Bimbingan dan Konseling,
fase baseline (A) stabil, sedangkan pada Pemberdayaan Bimbingan dan
fase intervensi (B) tidak stabil. Ini dapat Konseling Sekolah, Surabaya: Prodi
dilihat pada analisis dalam kondisi dimana BK-Unesa, p. 16-32
persentase pada fase baseline (A) 100%, Atrup; Setyawati, S. P; dan Agan, S. 2015.
sedangkan pada fase intervensi (B) 50%. “Model Konseling Integratif
Kecenderungan stabilitas ini semakin tidak Berbasis Hipnoterapi dalam
Atrup; Setyawati, S. P. dan Putra, A. D. Haryanthi, Luh Putu Suta dan Nia
2016d. “Hypnocounseling: Tresniasari. 2012. “Efektivitas
Implementasi Model Konseling Metode Terapi Ego State dalam
Integratif Berbasis Hipnoterapi Mengatasi Kecemasan Berbicara di
dalam Memecahkan Masalah Depan Publik pada Mahasiswa
Traumatik Konseli”, Buku Panduan, Fakultas Psikologi UIN Syarif
Kediri: LPPM UN PGRI Kediri. Hidayatullah Jakarta”. Jurnal
Psikologi, (Online), 14 (01): 32-40,
Corey, G. 2013. Teori dan Praktek tersedia:
Konseling & Psikoterapi, Edisi http://www.google.co.id/url?sa=t&r
Ketujuh. Terjemahan E. Koswara. ct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
Bandung: PT Refika Aditama. =1&cad=rja&uact=8&ved=0CB4Q
148 http://ojs.unpkediri.ac.id
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. Werhadiantiwi, Pradita Arisgi. 2014.
2011. Teori dan Teknik Konseling. “Penerapan Konseling Kelompok
Jakarta: PT. Indeks. dengan Teknik Self Instruction
untuk Mengurangi Tingkat
Nevid. S Jeffrey, Ratus. A Spencer dan Glossophobia pada Siswa Kelas XI
Greene Beverly. 2003. Psikologi IPS-1 Di SMA Negeri 1 Gedangan”.
AbnormalJilid 2, Edisi Kelima. Jurnal BK UNESA, 4 (3). (Online),
Jakarta: Erlangga. tersedia: www.ejournal.unesa.ac,id,
diunduh 10 Nopember 2011
Nuryono, Wiryo. 2016. “Penerapan
Konseling Naratif untuk
Mengurangi Tingkat Glossophobia
Siswa Kelas X SMAN 13
Surabaya”. Jurnal BK UNESA, 6
(1). (Online), tersedia:
www.ejournal.unesa.ac.id, diunduh
10 Nopember 2016.
Penerapan Model Koopertif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Mata Pelajaran Ipa Materi Perubahan Sifat Benda Pada Siswa Kelas V SDN
Banaran 1 Kediri Tahun Pelajaran 2016 / 2017
Nina Mariyati
SDN Banaran 1
Kota Kediri
Abstrak
Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas V
pada mata pelajaran IPA pada kompetensi dasar menyimpulkan hasil
penyelidikan tentang perubahan sifat benda menunjukkan hasil yang kurang
optimal. Dari 28 siswa: yang mencapai nilai KKM sebesar 75 baru 11 siswa
(39:28%) sedangkan siswa yang belum mencapai nilai KKM berjumlah 17
siswa (60,71%). Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk menjawab
permasalahan di atas adalah dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share didukung dengan media gambar dalam
pembelajaran IPA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan model kooperatif tipe Think
Pair Share dengan media gambar pada siswa kelas V SDN Banaran 1
Kecamatan Pesantren Kota Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek yang diteliti
adalah siswa kelas V SDN Banaran 1 Kecamatan Pesantren Kota Kediri.
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil
belajar IPA dengan menerapkan model kooperatif tipe TPS dengan media
gambar. Hal ini terlihat pada; (1) ketuntasan belajar; pra siklus 39,29%, siklus
160:71 %, siklus II 89,29%. (2) Rata- rata kelas; pra siklus 66,78, siklus I
74,64, dan siklus II 81,74. (3) Skor minimal; pra siklus 40, siklus I 50, dan
siklus II60. (4) skor maksimal; pra siklus 90, siklus I 100, dan siklus II 100.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe
Think Pair Share dengan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA
pada siswa kelas V SDN Banaran 1 Kecamatan Pesantren Kota Kediri
Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017. Berdasarkan dari hasil penelitian ini
disarankan bahwa model kooperatif tipe Think Pair Share perlu
disosialisasikan kepada guru dan diterapkan dalam pembelajaran IPA
terutama untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian lebih lanjut peri u
dilakukan sebagai pengembangan diri sehingga dapat mengembangkan
penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Kata Kunci: Hasil Belajar, IPA, Think Pair Share, Media Gambar
url : ojs.unpkediri.ac.id
150
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
menarik, karena disampaikan dengan cara menjenuhkan, dan kurang dapat membuat
yang kurang menarik maka materi itu siswa bersemangat dalam belajar.
kurang dapat dicerna oleh siswa. Pembelajaran IPA sebaiknya
Mata Pelajaran IPA pada dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
kompetensi dasar perubahan sifat benda (scientific inquiry) untuk menumbuhkan
bertujuan agar siswa mampu untuk kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap
mendeskripsikan sifat benda sesudah ilmiah serta mengkomunikasikannya
mengalami perubahan sebagai hasil suatu sebagai aspek penting kecakapan hidup.
proses dan mengidentifikasi faktor yang Oleh karena itu pembelajaran IPA di
menyebabkan perubahan pada benda. SD/MI menekankan pada pemberian
Selain itu diharapkan setelah kegiatan pengalaman belajar secara langsung melalui
pembelajaran siswa mampu untuk penggunaan dan pengembangan
berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta keterampilan proses dan sikap ilmiah
mengkomunikasikannya sebagai aspek (Depdiknas, 2010: 3).
penting kecakapan hidup (life skill). Salah satu model yang dapat
Berdasarkan observasi awal di SDN mengarahkan kepada siswa untuk
Banaran 1Pesantren Kota Kediri memberikan pengalaman belajar secara
menunjukkan bahwa nilai ketuntasan langsung adalah model pembelajaran
belajar siswa kelas V pada mata pelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).
IPA pada kompetensi dasar Sebagai salah satu model pembelajaran
Menyimpulkan hasil penyelidikan tentang kooperatif, penerapan Think Pair Share ini
perubahan sifat benda, baik sementara dapat memberikan siswa waktu lebih
maupun tetap menunjukkan hasil yang banyak untuk berpikir, menjawab, dan
kurang optimal. Dari 28 siswa yang saling membantu satu sama lain serta
mencapai nilai ketuntasan minimal kegiatan pembelajaran lebih
(KKM= 75) baru 11 siswa atau sebesar menyenangkan. Sehingga Kriteria
39,28% sedangkan siswa yang belum Ketuntasan Minimal (KKM) IPA sebesar
mencapai nilai ketuntasan berjumlah 17 75 dapat tercapai secara individual
siswa atau sebesar 60,71%. maupun klasikal lebih dari 85% siswa.
Setelah peneliti teliti lebih lanjut, Identifikasi masalahnya adalah: nilai
belum berhasilnya semua siswa mencapai ketuntasan belajar IPA kelas V masih
ketuntasan belajar siswa pada mata rendah yaitu baru mencapai 39,28%. Hal
pelajaran IPA, karena selama ini disebabkan pembelajarannya masih
pembelajaran berlangsung siswa kurang berpusat pada guru. Guru Ilmu
memperhatikan materi yang disampaikan Pengetahuan Alam (IPA) dalam
oleh guru ternyatadalam kegiatan menerangkan pelajaran banyak
pembelajaran guru masih menggunakan menggunakan metode ceramah sehingga
metode pembelajaran yang tradisional. kondisi pembelajaran kurang menarik dan
Dalam menerangkan pelajaran guru lebih membosankan bagi siswa. Kebanyakan
banyak menggunakan metode ceramah siswa masih bersifat pasif dan kurang aktif
dan mengharapkan siswa duduk, diam, dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
dengar, catat dan hafal sehingga kegiatan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kondisi
pembelajaran menjadi monoton, kurang tersebut akan membuat siswa kurang
menarik, tampak membosankan, memperhatikan materi pelajaran yang
url : ojs.unpkediri.ac.id
152
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id
154
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id
156
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
bulan September 2016 untuk observasi pengamatan dan hasil tes. Pengamatan
awal. Siklus I penulis laksanakan pada (observasi) yang peneliti lakukan adalah
minggu III bulan Oktober 2016. mengamati aktivitas guru dan perilaku
Sedangkan Siklus II dilaksanakan pada peserta didik yang berkaitan dengan
minggu I bulan November 2016. kegiatan pembelajaran. Kegiatan observasi
Pemilihan waktu penelitian ini disesuaikan dilakukan oleh rekan sejawat di sekolah
dengan jadwal dan program semester yang dan waktunya bersamaan dengan
digunakan di sekolah yang bersangkutan. pelaksanaan tindakan dan setelah
Dalam program semester I mata pelajaran pelaksanaan tindakan. Sedangkan tes
IPA kelas V materi KD 4.2 peneliti berikan kepada peserta didik untuk
Menyimpulkan hasil penyelidikan tentang mengetahui kemampuan peserta didik
perubahan sifat benda, baik sementara dalam menguasai materi yang peneliti
maupun tetap. sampaikan.
Adapun model penelitian tindakan 4. Refleksi
kelas ini dirancang menurut Kurt Lewin Kegiatan refleksi peneliti lakukan
(dalam Zainal Aqib, 2006:21)yang setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I
mencakup empat kegiatan utama yang ada selesai dilaksanakan. Analisis dan refleksi
pada setiap siklus adalah: (1) menyusun ini dilakukan untuk mengevaluasi
rencana tindakan (planning), (2) kelemahan atau kelebihan dari tindakan
pelaksanaan tindakan (acting), (3) pembelajaran yang telah dilakukan serta
Pengamatan (observing), dan refleksi hambatan-hambatan yang dihadapi. Hasil
(reflecting). Berikut kegiatan yang peneliti analisis dan refleksi ini berguna untuk
laksanakan untuk masing-masing siklus: menentukan tingkat keberhasilan dari
1. Perencanaan tindakan yang telah dilakukan,
Dalam tahap perencanaan ini, menentukan siswa yang tuntas dan belum
penulis menyusun Rencana Pelaksanaan tuntas, dan sebagai dasar pertimbangan
Pembelajaran yang telah disesuaikan untuk menyusun rencana kegiatan pada
dengan hasil penemuan awal pra siklus, siklus berikutnya. Tindak lanjut diisi
berupa penerapan metode TPS beserta dengan program pengayaan yang
instrumen evaluasi dan pemilihan media diberikan kepada siswa yang telah tuntas,
gambar. Selain itu, dalam perencanaan ini dan program perbaikan yang ditujukan
peneliti menyusun lembar observasi dan kepada siswa yang belum tuntas.
Tim Peneliti, yang terdiri dari 2 rekan Teknik Pengumpulan Data
sejawat. Adapun teknik pengumpulan data
2. Pelaksanaan yang peneliti gunakan terdiri dari 2
Dalam tahap pelaksanaan ini, macam, yaitu teknik tes dan teknik nontes.
kegiatan yang peneliti lakukan adalah a. Teknik Tes
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Teknik tes yang penulis gunakan
RPP dan langkah metodik yang telah berupa tes tertulis. Tes ini peneliti gunakan
ditentukan. untuk menilai dan mengumpulkan data
3. Pengamatan tentang penguasaan siswa terhadap materi
Pada tahap pengamatan ini, kegiatan yang telah dipelajari. Pelaksanaannya di
yang peneliti lakukan adalah awal penelitian untuk mengetahui kondisi
mengumpulkan data melalui hasil awal siswa, pada waktu pelaksanaan
url : ojs.unpkediri.ac.id
158
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
url : ojs.unpkediri.ac.id
160
Jurnal PINUS Vol. 3 No. 2 Maret 2018 ISSN. 2442-9163
berikutnya
tertarik dan perhatian terhadap materi yang siswa. Berdasarkan teori yang
disampaikan sehingga nilai ketuntasan dikemukakan oleh ahli, siswa yang
belajar siswa menjadi rendah. berminat akan mampu menunjukkan hasil
Setelah dilaksanakan tindakan, belajar yang lebih baik daripada yang tidak
kualitas pembelajaran yang dilaksanakan memiliki minat belajar.
guru terus mengalami peningkatan. Pada Hal ini akan berdampak pada
siklus I, guru mampu menyajikan meningkatnya nilai ketuntasan belajar
pembelajaran lebih baik bila dibanding pra siswa dan nilai rata-rata siswa. Nilai
siklus. Siswa sudah merasakan kondisi ketuntasan belajar siswa yang semula
pembelajaran yang dilaksanakan guru rendah setelah guru menerapkan metode
sudah menyenangkan dan siswa sudah pembelajaran yang dapat meningkatkan
terlatih untuk kerjasama. Akibatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran akan
keaktifan, inisiatif, konsentrasi dan kerja mampu meningkatkan nilai ketuntasan
sama siswa meningkat. Semua belajar dan nilai rata-rata siswa. Sehingga
peningkatan aktivitas belajar siswa ini nilai hasil belajar siswa dapat tercapai
berdampak pada peningkatan hasil belajar secara optimal.
siswa dalam ranah kognitif yang Berdasarkan dari uraian di atas,
ditunjukkan oleh meningkatkan hasil tes maka dapat pneliti kemukakan bahwa
secara signifikan. penerapan metode Think Pair Share (TPS)
Kemudian dari hasil angket siswa, mampu meningkatkan aktivitas siswa
dapat dilihat adanya perubahan sikap siswa dalam pembelajaran. Siswa menjadi lebih
terhadap mata pelajaran IPA dan proses aktif, inisiatif, konsentrasi dan kerjasama
pembelajaran yang dilakukan guru. Pada dengan teman yang lain. Meningkatnya
kondisi awal (pra siklus) siswa masih aktivitas siswa dalam pembelajaran ini
menganggap bahwa pembelajaran IPA telah dapat meningkatkan hasil belajar
termasuk mata pelajaran yang sulit. siswa. Dengan demikian, metode Think
Namun setelah guru menerapkan metode Pair Share dapat diterapkan dalam
kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), pembelajaran untuk meningkatkan hasil
siswa menganggap mata pelajaran IPA belajar siswa.
lebih mudah dan proses pembelajaran
yang dilakukan guru sudah dirasa lebih SIMPULAN
menyenangkan. Hal ini menunjukkan Berdasarkan hasil penelitian di bab
bahwa penggunaan metode yang dapat IV dapat disimpulkan bahwa "Penerapan
mengaktifkan dan membangun kerjasama model kooperatif tipe Think Pair Share
siswa sangat diperlukan dalam kegiatan didukung dengan media gambar dapat
pembelajaran. meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa
Metode yang demikian akan mampu kelas V SDN Banaran 1 Kecamatan
menjadikan kondisi pembelajaran tidak Pesantren Kota Kediri Semester I Tahun
membosankan dan lebih menyenangkan, Pelajaran 2016/2017". Hal ini dikarenakan
sehingga siswa akan lebih terkonsentrasi penerapan model kooperatif tipe Think
dan termotivasi untuk mengikuti Pair Share mampu meningkatkan aktivitas
pembelajaran. Adanya konsentrasi atau siswa dalam pembelajaran. Siswa akan
perhatian merupakan salah satu indikator menjadi lebih aktif, inisiatif, kosentrasi
adanya minat belajar yang ada pada diri serta menumbuhkan kerjasama antar
1. Artikel yang ditulis untuk “PINUS” meliputi hasil hasil penelitian di bidang inovasi
pembelajaran.
2. Naskah diketik dengan program Microsoft Word, huruf Times New Roman, ukuran
12 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas A4 sepanjang maksimum 15
halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 1 eksemplar beserta
soft-copy-nya. Pengiriman naskah juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail
ke alamat:: jurnal.pijarnusantara@gmail.com.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel adalah: judul;
nama penulis, abstrak disertai kata kunci; pendahuluan, tinjauan pustaka,
metode, hasil dan pembahasan, simpulan, serta daftar pustaka.
4. Judul artikel dalam bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 20 kata, dan judul artikel
dalam bahasa Inggris tidak boleh lebih dari 15 kata. Judul dicetak dengan huruf
kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.
5. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai nama dan alamat
lembaga asal, dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim,
penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya
tercantum pada urutan pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat
korespondensi atau e-mail.
6. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Panjang
masing-masing abstrak maksimum 150 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata
atau gabungan kata. Abstrak minimal berisi: tujuan, metode, hasil penelitian dan
simpulan.
7. Bagian Pendahuluan berisi: latar belakang, konteks penelitian, dan tujuan atau
masalah penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi
dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 15-20% dari total panjang artikel.
8. Bagian Kajian Pustaka berisi deskripsi singkat teori utama yang akan digunakan
untuk pembahasan atau temuan hasil penelitian, panjang 10-12%.
9. Bagian Metode berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data yang secara nyata
dilakukan oleh peneliti, dengan panjang 10-15% dari total panjang artikel.
10. Bagian Hasil penelitian dan pembahasan berisi paparan hasil analisis yang
berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas.
Pembahasan berisi pemaknaan hasil dan pembandingan dengan teori dan/atau
hasil penelitian sejenis. Panjang paparan hasil dan pembahasan 40-60% dari total
panjang artikel.
11. Bagian Simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan
penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf.
12. Daftar pustaka hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber
yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan.
13. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir,
tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan
tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Davos, 2003: 47).
14. Daftar Pustaka disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan
secara alfabetis dan kronologis.
Buku:
Anderson, D.W., Vault, V.D., & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the
Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan
Publishing Co.
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi
ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam
P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84).
London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional
dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Artikel dalam koran:
Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan?
Majapahit Pos, hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan
Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan.
Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Model Pembelajaran Isu Kontroversial. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: PPS UM MALANG.
Makalah seminar, lokakarya, penataran:
Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar
Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas
Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus.
Internet (karya individual):
Hitchcock, S., Carr, L., & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-
1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/
survey/survey.html), diakses 12 Juni 1996.
Internet (artikel dalam jurnal online):
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal
Ilmu Pendidikan. (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id), diakses 20
Januari 2000.