Anda di halaman 1dari 39

Syarat-Syarat Menjadi Pendeta

Rasul Paulus memberikan petunjuk-petunjuk kepada Timotius dan Titus syarat-syarat


menjadi pennatua, penilik jemaat 26(Pendeta).

1 Timotius 3 : 1 -7 Titus 1 : 5 – 9
 Tak bercacat  Tak bercacat
 Suami dari satu istri  Mempunyai hanya satu istri
 Bukan pemarah melainkan peramah,  Tidak angkuh, bukan pemberang,
pendamai bukan pemarah, menguasai diri.
 Suka memberi tumpangan  Suka memberi tumpangan
 Cakap mengajar orang  Berpegang kepada perkataan yang
 Bukan peminum benar, yang sesuai dengan ajaran yang
 Bukan hamba uang sehat, supaya ia sanggup menasihati

 Kepala keluarga yang baik, disegani orang berdasarkan ajaran itu dan

dan dihormati oleh anak-anaknya. sanggup menyakinkan penentang-

 Bukan yang baru bertobat penentangnya

 Mempunyai nama baik di luar jemaat  Bukan peminum


 Tidak serakah
 Orang yang anak-anaknya hidup
beriman dan tidak dapat dituduj tidak
tertib.
 Suka akan yang baik
 Hidup senonoh, tertib

Di samping petunjuk dan persyaratan yang disebu di atas oleh Gereja GBKP khususnya
juga membuat persyaratan formal bagi seseorang yang harus dipenuhi bilamana mau menjdai
Pendeta Gereja Batak Karo Protestan, Yaitu:

Syarat – Syarat Menjadi Pendeta: 27


26
Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif (Jakarta : BPK-GM, 1996), 220
27
Moderamen GBKP Op. Cit. 11
a. Menampakan sikap iman dalam kelakuan hidup dan memilik karunia
kepemimpinan melayani.
b. Menyelesaikan pendidikan teologia dengan baik pada lembaga pendidikan
teologia yang diakui olhe GBKP.
c. Bagi warga jemaat yang memiliki pendidikan minimal S1 dari berbagai disiplin
ilmu merasa terpanggil menjadi Pendeta, dapat diterima setelah melalui
penyaringan dan pendidikan khusus yang dilaksanakan oleh Moderamen GBKP
atau instansi/institusi yang ditunju oleh Moderamen GBKP.
d. Maksimal umur 40 tahun pada saat ditahbiskan.
e. Menjalani masa orientasi dan praktek(vicarist) sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun,
di bawah bimbingan Majelis Jemaat, BP Klasis atau Pendeta yang ditunjuk oleh
Moderamen GBKP, Orientasi ini meliputi pengenlan organisasi, administrasi,
kehidupan GBKP, Bahasa dan budaya Karo. Vicarist wajib membuat laporan
seceara periodic kepada Majelis Jemaat setempat, BP Klasis dan Pendeta
Pembimbing, unutk dievaluasi dan dijadikan sebagai bahan acuan pemberian
rekomendasi penahbisan.
f. Ditahbiskan setelah mendapat rekomendasi dari Majelis Jemaat, BP Klasis dan
Pendeta Pembimbing.
g. Perekrutan Pendeta berorientasi kepada kbutuhan ( dalam kwalitas dan kwantitas).

Melihat syarat-syarat yang terdapat dalam Matius 3 : 1 – 7 dan Titus 1 : 5 – 9,


demikian

juga dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Gereja GBKP untuk dapat menjadi seorang
Pendeta, menurut pendapat penulis sangat paripurna oleh karena itu untuk menjadi seorang
Pendeta betul-betul sangat berat untuk memenuhi syarat tersebut. Apalagi pada pasca
modernisasi atau globalisasi saat ini di mana kehidupan penuh tantangan dan persaingan yang
sangat ketat terutama di bidang ekonomi dan teknologi informasi serta menuunnya nilai-nilai
kemanusiaan dan semakin meningginya sifat individuali serta materialis. Namun menurut hemat
penulis seberat apa pun syarat-syarat tersebut akan dapat dipenuhi oleh orang yang terpanggil
yang punya niat dan tekad yang kuat untuk menjadi abdi Tuhan, karena kuasa Roh Kudus akan
menguatkannya.

Khusus tentang persyaratan umur maximal 40 tahun untu dapat menjadi soerang Pendeta
di lingkungan GBKP, penilis kurang sependapat karena menurut penulis hal itu telah membatsi
hak seseorang untuk mengabdi di lading Tuhan sebagai gembala, keran seseorang yang usianya
diatas 40 tahun juga akan dapat mengabdi dan masih cukup potensisal, sampai umur 65 tahun
apalagi bila yang bersangkutan masih sehat secar jasamani dan rohani, bahkan mungkin lebih
baik dari Pendeta-Pendeta yang muda.

Bila dibandingkan dengan pengabdian seorang pegawai negeri sipil dimana seseorang
dapat menjadi pegawai aktif sampai usia 60 tahun bila menduduki jabatan structural eselon II
dan I, dan bila menduduki jabatan fungsioanl dapat pension sampai usia 65 tahun, bahkan di
perguruan tinggi negeri seorang guru besar atau Profesor bisa mencapai 70 tahun. Jadi rasanya
kurang rasional karena seorang Pendeta bekerja bukan atas dasar mnegejar gaji atau penghasilan
tetapi semat-mata mengabdi kepada Tuhan sampai batas kemampuan yang ia miliki ( sepanjang
sehat jasmani dan rohaninya). Karena menurut penulis pasti masih ada orang yang mau menjadi
Pendeta ( gembal) semata-mata bukan karena gaji, tapi kepuasan batin karena panggilan-Nya.

Dalam hal ini penulis berpendapat kiranya Moderamen GBKP memberi kesempatan bagi
orang-orang yang mempunyai latar belakang pendidikan teologia dan mau mengabdi sebagi
pelayan, meskipun umurnya sudah lebih 40 tahun tapi masih sehat jasmani dan rohani sebaiknya
diberikan kesempatan menjadi Pendeta GBKP. Tetapi denga syarat membuat persyaratan formal
bahwa yang bersangkutan tidak menuntut gaji dan uang pensiunan kepada Moderamen GBKP.
Jadi mereka adalaha sebagai Pendeta Volunteer atau suka rela yang berstatus sebagai Pendeta
freelance, hal ini akan dapat memabantu tugas-tugas pelayanan di jajaran warga jemaat GBKP.

Visi Dan Misi Pendeta

Visi merupakan cara pandang yang jauh ke depan ke mana dan bagaimana suatu lembaga
atau organisasi harus dibawa untuk berkarya agar tetap komitmen dan eksis, antisipatif, inovatif
dan produktif. Sementara misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh
seseorang, lembaga atau organisasi, agar tujuan dapat dilaksanakn dan diwujudkan dengan
baik.28

Seorang Pendeta haruslah dapat memahami visi dan misi yang harus diemban dan
dilakukannya dalam tugas pelayanan dan penggembalaanya bersama Gereja dimana dia bertugas
oleh karena itu, kemampuan Pendeta selaku gembala sangat penting untuk menterjemahkan Visi
ke dalama satu misi yang telah ditetapkan bersama.

Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) mempunyai visi 29 “ Berlaku Sebagai Tubuh
Kristus” (Nggeluh Lah Bagi Kula Ni Kristus). Sedangkan Misi GBKP adalah :

1. Meningkatkan spiritualitas jemaat.


2. Meningkatkan teologia dan peribadatan jemaat
3. Meningkatkan penegakan Kebenaran, Keadilan, Kejujuran dan Kasih
4. Meningkatkan kwalitas jemaat yang terpercaya
5. Meningkatkan perekonomian jemaat

Dari visi dan misi GBKP ini maka keberadaan seorang Pendeta selaku pelayan dan
gembala harus mampu menggerakkan dan memotivasi warga jemaat dan para Pertua, Diaken
untuk mengaplikasikan visi dan misi gerejanya melalui program kerja yang telah ditetapkan guna
mencapai tujuan dan sasaran yaitu kesejaheteraan jasmani dan rohani bagi semua jemaat GBKP.

Fungsi dan Tugas Pendeta Sebagai Gembala, Guru dan Pemimpin

Fungsi pendeta adalah unutk membina dan memperlengkapi seluruh jemaat GBKP agar
dapat mengembangkan karunia yang yang mereka miliki untuk pekerjaan pelayanan
pembangunan tubuh Kristus.

Pendeta pelayan khusus penuh waktu, menurut Tata Gereja GBKP mempunyai tugas:30.

a. Sebagai Gembala:
1. Menjadi teladan, mendorong dan membimbing warga jemaat baik secara bersama-
sama agar bertumbuh menjadi semakin dewasa dan mandiri.
2. Mengunjungi warga jemaat di tempat kediaman atau di tempat kerja masing-masing

28
Bahan Ajar Diklat Pim Tkt. III Badiklat Pem Prop SU. Medan. 2011
29
Moderam GBKP Kabanjahe : 2010. Garis – Garis Besar Pelayanan GBKP 2010 – 2015. 30 -31
30
Tata Gereja GBKP 2005 – 2015, Op. Cit ( Kabanjahe : 2005). 9 -10
3. Memberikan perhatian kepada kehidupan berkeluarga
4. Memberikan perhatian khusus kepada warga jemaat yang berduka, yang sedang
berkabung, yang sedang sakit, yang terancam kekurangan sandang, pangan dan
papan, yang ditahan atau dipenjara.
5. Mendampingi warga jemaat yang sedang menghadapi kesulitan di rumah tangga, di
lingkungan masyarakat sekitar atau di temoat kerja guna membantu mencapai jalan
keluar serta menyimpan kerahasiaan menyangkut pribadi-pribadi warga jemaat
dengan sebijaksana mungkin.
6. Memberikan pengertian tentang persembahan serta mendorong jemaat unutk
memberikan persembahan.
b. Sebagai Guru, tugasnya:
1. Mengajar dan mendidik anak-anak, remaja serta calon anggota sidi sehingga tumbuh
menjadi warga jemaat mandiri dalam iman serta perilaku Kristiani.
2. Melakukan pengajaran dan pembinaan agama secara terus menurus kepada warga
jemaat yang telah dibabtis dewasa dan anggota yang menerima sidi.
3. Memberi teladan, bimbingan dan petunjuk kepada jemaat agar dapat mewujudkan
persekutuan, kesaksian dan pelayanan cinta kasih di tengah masyarakat yang secara
terus menerus berubah dan berkembang.
c. Sebagai Pemimpin, tugasnya:
1. Menjadi nara sumber, membina majelis jemaat, pengurus persekutuan kategorial dan
unit-unit pelayanan lainnya dalam kegiatan kesaksian persukutan dan pelayanan.
2. Menjalankan dan melaksanakan peraturan-peraturan lainnya, mengadakan
pembagian tugas dan melaksanakannya serta menjalankan tugas-tugas khusus
lainnya.
3. Mengingatkan BP Majelis Jemaat untuk mengawasi dan mengevaluasi program-
program yang telah ditetapkan oleh Sidang Majelis.
4. Turut serta dalam perencanaan pemasukan dan perencanaan pengeluaran serta
kebijaksanaan lainnya dalam bidang keuangan.
d. Pendeta menjalankan tugas dan peraturan tersebut di atas berdasarkan pembagian kerja
dengan pelayan khusus lainnya, pembagian kerja ditetapkan oleh majelis jemaat yang
bersangkutan dengan memperhatikan wewebabg dab tugas nasing-masing pelayan
khusus.
Di samping hal-hal tersebut di atas maka menurut E.P. Gintings 31 (mantan Ketua
Moderamen GBKP), bahwa setiap pemimpin Kristen harus dapat menciptakan dan
membawa perubahan (transformative) ke arah yang positif dan menguntungkan bagi
orang yang dipimpinnya.
Kepemimpinan yang transformative adalah suatu bentuk pembaharuan cara
berpikir, sehingga dapat membedakan mana kehendak Allah ( sesuai dengan firman
Allah). Transformasi adalah suatu bentuk pembaharuan cara berpikir, sehingga dapat
membedakan mana kehendak Allah (sesuai dengan firman Allah). Transformasi adalah
hasil pekerjaan Roh Kudus yang diwujudkan pertama kali dalam Roh ( 2 Kor. 3 : 18).
Karena hanya lewat mandate yang diberikan oleh Tuhanlah maka seorang pemimpin
dapat amelakukan terjadinya transformasi. Lebih kanjut E.P. Gintings menyatakan bahwa
bentuk-bentuk kepemimpinan Kristen transformative itu antara lain.32
a) Pemimpin Kristen yang transformative sebagai komunikator yang efektif.
b) Kepemimpinan yang memiliki komitmen dan integritas.
c) Kepemimpinan orang tua (parenthood leadership)
d) Kepemimpinan yang focus dan visioner
e) Kepemimpinan yang memiliki otoritas rohani.
f) Kepemimpinan yang melayani (servant leadership)
g) Kepemimpinan yang rendah hati (humble)

Dari uraian di atas maka menurut pendapat penulis untuk memangku jabatan
Pendeta sungguh suatu pekerjaan yang sangat berat bilamana tugas dan fungsi Pendeta ini
tidak disertai dengan bantuan kuasa Roh Kudus, apalagi bila dilihat dari sisi gaji atau
penghasilan Pendeta yang relative sangat kecil bila dibandingkan dengan gaji atau
penghasilan para pemimpin di lemabaga-lembaga Pemerintah maupun swasta.

31
E.P. Gintings, Penggembalaan, Op. Cit 123 - 133
32
Pelayanan

Pengertian Pelayanan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pelayanan ada dua istilah yang perlu
diketahui yaitu melayani dan pelayanan, melayani berarti membantu menyiapkan mengurus apa
yang diperlukan seseorang. Sedangkan pengertian pelayanan adalah usaha kebutuhan orang
lain.33

Pelayan berarti identic dengan pembantu, pesuruh, yang mempunyai status dan
kedudukan yang rendah dari orang yang dilayani (tuannya).

Pada masa dahulu sering juga disebut hamba sahaya ( sama dengan budak), dalam
Bahasa Karo diberi istilah dengan “kawan atau juak-juak” Budak adalah orang-orang yang ada
pada masa dahulu dapat diperjual belikan pleh tuannya atau majikannya.

Budak dalam Bahasa Yunani disebut “doulus”, Rasul Paulus memakai kata ini untuk
menggambarkan bahwa kita semula menghamba kepada berbagai kuasa jahat, dibebaskan oleh
Kristus supaya kita bisa menghamba kepada berbagai kuasa jahat, dibebaskan oleh Kristus
supaya kita bisa menghamba kepada Kristus(Gal. 4 : 1 – 11)34

Alkitab tidak menggambarkan Yesus sebagai Tuhan yang berjaya atau berkuasa,
melainkan sebagai Tuhan yang melayani dan menghamba (“douleo”) Yesus adalah diakonos
(pelayan), bahkan (“doulous”) (budak)35 karena Yesus berkata : “ Tetapi Aku ada di tengah-
tengah kamu sebagai pelayan.” (Luk. 22 : 27).

Jadi secara umum yang disebut pelayan adalah orang-orang yang pekerjaannya untuk
melayani keperluan ataupun menuruti perintah tuannya atau majikannya, baik dalam bentuk jasa
maupun barang, misalnya:

 Seorang pelayan rumah tangga, menyiapkan makanan di meja untuk majikannya.


 Seorang sale promotion girl (SPG) melayani pembeli atau konsumen.

33
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008).
34
Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan, (Jakarta :BPK – GM, 2009). 3
35
Ibid, 4
 Seorang staf di kantor melayani atasan atau managernya membuat laporan.

Menjadi seorang pelayan berartu mempunyai status dan kedudukan yang rendah di mata
masyarakat dan harus bekerja dengan penuh pengorbanan oleh karena itu menurut penulis
seorang pelayanan atau hamba Tuhan harus siap menyerahkan diri dan berkorban di dalam
menjalan tugas pelayananannya, dan dalam hal ini Pendeta selaku pelayanan atau hamba Tuhan
harus siap menyerahkan diri dan berkorban di dalam menjalankan tugas pelayanannya, dan
dalam hal ini Pendeta selaku pelayan jangan pernah berpikir dan bertindak untuk mendapatkan
keuntungan apalagi sebagai tempat menyambunng hidup atau mata pencaharian. Karena Pendeta
hidup dan melayani bukan lagi hidup untuk diri sendiri melainkan hidup untuk Tuhan dan untuk
orang lain.

Pelayan Menurut Alkitab

Perjanjian Lama

Istilah pelayan dalam Bahasa ibrani, Mesyaret , dalam Septuaginta (LXX, Leitourgos)
biasanya mmenunjuk kepada pelayanan di Bait Suci, atau di tempat lain kepada pelayan
malaikat-malaikat (Mzm, 104: 4) Tapi dalam arti yang lebih umum, Yosus disebut Mesyare’t
atau abdi Musa (Kel. 24 : 13 ; Yos, 1 : 1).

Dalam Perjanjian Lama menggunakan kata kerja syarat dan turunannya (LXX
Leitourgein), dan kata avad (latreuein) yang lebih menunjuk kepada ibadah keagamaan seluruh
atau perseorangan.36

Pelayan di rumah Tuhan atau Bait suci pada masa Perjanjian Lama, dikenal dengan nama
imam-imam yakni orang Lewi dan keturunannya, yang telah dipilih oleh Tuhan. “ Sebab dialah
yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala sukumnu, supaya ia senantiasa melayani
TUHAN dan menyelenggerakan kebaktian demi nama-Nya, ia dan anak-anaknya, “(Ul. 18:5)

Jadi dari dua belas suku bangsa Israel Tuhan telah langsing memilih dan menunjuk suku
Lewi yang menjadi pelayan keagamaan di Bait Suci dan Imam adalah perantara antara umat
Israel dan Allahnya yang berkuasa, untuk menjaga dan memelihara kemurinian rohani, moral
dan jasmani bangsa Israel.37
36
GSM Walker, “ Layan, Pelayan” dalam EAMK. Op. Cit. 636 - 637
37
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta : BPK – GM, 2010). 127
Para imam yang menjadi pelayan di Bait Suci ini antara lain bertugas sebagai :

a. Memimpin dan melakukan korban bakaran (Im 1 : 3), korban sajian (Im 2 : 1), korban
keselamatan (Im. 3 : 1), korban penghapus dosa (Im. 4 : 1), korban penebus salah (Im. 5 :
6) Korban sajian (Im. 6 : 14 ), Korban Keselamatan (Im. 7 : 11).
b. Memelihara Bait Suci (Bil. 1 : 50)
c. Sebagai Guru , Pengawasan dan Hakim ( Ul. 17 : 8 – 9)
d. Sebagai Pelayan dan Pengatur Penderita Kusta (Ul. 24 : 87)
e. Sebagai penyanyi-penyanyi di Bait Suci ( 1 . Taw. 6 : 31 – 32)

Arti yang lain dalam Perjanjian Lama tentang pelayan sering juga disebut dalam Bahasa Ibrani
yaitu “eved”( ), budak, hamba, yang artinya seorang yang bekerja untuk keperluan orang lain
untuk melaksanakan kehendak orang lain. Ia menjadi pekerja milik tuannya. Kata “eved”
terdapat 807 kalli dalam MT ( Masora Teks atau naskah Ibrani Resmi) 38 hal ini dapat diketahui
dari hidup keagamaan orang Israel lewat para Nabi-NabiNya. Di samping para Imam, Nabi
Musa, Nabi Jesaya, dan lain-lain. Misalnya Keluaran 4 : 10. “ Lalu kara Musa Kepada Tuhan: “
Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada
hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah” Mazmur 143 : 12 “ Binasakanlah
musuh-musuhku demi kasih setia-Mu, dan lenyapkanlah semua orang yang mendesak aku, sebab
aku ini hamba-Mu!”. Yesaya 42 : 1 “ Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku,
yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan
hokum kepada bangsa-bangsa”.

Jadi pada masa Perjanjian Lama pelayan itu lebih sering disebut, dan menyebut dirinya
sebagai hamba yang bertugas melayani Tuhan Allah dengan umatnya bangsa Israel. Pelyan –
pelayan pada masa Perjanjian Lama itu langsung dipilih dan dipanggl olehNya, dan mereka –
mereka ini disebut sebagai, Nabi-nabi, imam-imam, Hakim-hakim dan Raja-raja.

2.3.2.2 Perjanjian Baru

Pelayanan di dalam Perjanjian Baru lebih dikenal dengan istilah diakonia yang berarti
memberi pertolongan atau pelayanan, kata diakonia berasal dari Bahasa Yunani, diakonia “ “
(Pelayanan) diakonein (melayani) diakonos (pelayan).

38
J.W.L. Hoad “ Hamba Tuhan” dalam EAMK, Op. Cit, 360
Disamping diakonein dalam Perjanjian Baru ditemukan kata-kata berikut”39

a. Douleiuein (melayani sebagai budak) Rm. 1 : 1


b. Latreuein ( melayani untuk uang ) Rm. 1 : 1
c. Leitourgein (pelayanan umum bagi kesejahteraan rakyat dan negara ) Rm. 15 : 27
d. Therapeuin ( melakukan pelayanan sebaik mungkin, sinonim dari menyembuhkan )
e. Huperetein, hupertes ( si pelaksana dengan memperhatikan instruksi si pemberi kerja )
Mat. 5 : 25 pelayan hokum

Pelayanan di dalam Perjanjian Baru memiliki arti luas dalam pelayannan kjemaat Kristus.
Melayani meliputi baik pelayanan firman maupun pekerjaan membangun jemaat.. 40 Jadi
tidak hanya menunjukkan bentuk atau motif dalam pekerjaan itu. Hal ini nyata dari 1
Kor. 12 : 5 di mana Rasul Paulus berkata, bahwa ada berbagi bagai pelayanan yang
berlangsung dalam hidup jemaat yaitu segala bentuk pelayanan dalam hubungannya
dengan pembangunan, dalam Bahasa Yunani oikodomeo ( ) jemaat bagi pepkerjaan
pelayanan, bagi Pembangunan tubuh Kristus.41

Jadi pelayan dalam Perjanjian Baru adalah para Rasul dan pembantu mereka yang
disebut pelayan-pelayan Allah ( 2 Kor. 6 : 4 : 1 Tes 3 : 2 ) dan pelayan-pelayan jemaat
( Kol. 1 : 25), pelayan-pelayan Kristus ( 1 Tim 4 : 6 ), pelayan Injil (Ef. 3 : 7). Oleh
karena itu semua pekerjaan pelayanan yang dilakukan bagi Kristus dari orang-orang yang
dipanggilnya sebagi pejabat-pejabat Gereja, seperti Pendeta atau Gembala (Poimen),
Pertua, Diaken, dan lain-lain adalah pelayan (Diakonos).

Sesungguhnya pelyanan yang sejati telah dilakukan oleh Yesus Kristus yang tiada
taranya, meskipun ia sendiri adalah Allah yang maha segalanya, namun Yesus telah
mengosongan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama
dengan manusia, (inisiatip dari Allah)

Dan dalam keadaan sebagai manusia, ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2 : 6 – 8) .

39
A. Noordegraaf, Orientasi Diakoni Gereja, (Jakarta : BPK-GM . 2011).
40
A. Noordegraaf, Ibid, 5
41
J.L. Ch. Abineno, Jemaat, ( Jakarta: BPK-GM, 1987), 34
Jadi pelayanan itu adalah suatu pekerjaan yang mulia karena orang harus
merendahkan dirinya seperti Yesus yang telah merendahkan dirinya yang dating ke dunia
ini bukan untu dilayani, melainkan untuk melayani serta memberikan nyawaNya menjadi
tebusan bagi bnayak orang. (Mrk. 10 : 45 ).

Yesus juga berkata kepada murid-muridNya” Jadi Jikalau Aku membasuh


kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib salaing membasuh
kakimu”. (Yoh. 13 : 14 ). Ayat ini bermakna bahwa sesame umat Kristiani wajib saling
melayani atau menjadi pelayan satu dengan yang lainnya.

Dengan demikian Ysesu dalam kerajaanNya telah menjungkir balikkan Tata


duniawi, yaitu bahwa yang pertama, yang terbesar justru menjadi pelayan atau hamba
bagi sesamanya. (Mark. 10 : 45 dan Luk. 22 : 26)42.

Dari uraian dan pengertian pelayanan tersebut di atas penulis dapat


menyimpulkan bahwa pelayanan itu adalah suatu panggilan bagi setiap umat Kristiani,
karena mereka telah terlebih dahulu menerima pelayanan yang sempurna dari Tuhan
Yesus dan hal itu harus pula ditindak lnjuti kepada sesame dengan meneladani Yesus
Kristus.

Bila pelayan itu adalah orang yang selalu memenuhi kebutuhan atau keperluan
orang lain, apakah ada orang lain yang mau jadi pelayan, apalagi pada era persaingan
yang sangat ketat saat ini statusnya saja sudah dianggap rendah penghasilan kecil bahkan
mungkin tidak dibayar sama sekali, siapa yang masih mau kalua untuk jadi pelayan itu
lebih banyak pengorbanan bahkan sering dikorbankan itulah suatu asumsi bahkan
eknyataan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita saa ini, termasuk
orang-orang Kristen.

Namun panggilan Tuhan kepada orang-orang yang dipakai untuk menjadi


pelayananNya, pasti Tuhan akan bertanggung jawab untuk memelihara hambaNya agar
tidak jatuh dan tetap bersemangat. Oleh karena itu, berbahagialah orang-orang Kristen
yang telah dipilih dna dipanggil khusus untuk menjadi pelayanan di lading Tuhan, karena
mereka telah menabung upahnya di sorga dan juga akan mendapat damai sejahtera di

42
A. Noordegraaf, Diakonia Gereja, Op. Cit. 5
bumu, seperti yang dituliskan dalam Yohanes, 15 : 16. “Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu.Dan Aku lelah menetapkan kamu, supaya kamu pergi
dan menghasilkan buah dan uahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa
dalam nama-ku, diberikanNya kepadamu”

Jadi pelayanan bagi seorang Pendeta adalah merupkan tugas mulia yang harus
direspon melalui hidupnya meskipun penuh pengorbanan karena harus menempatkan diri
sebagai pelayanan demi kepentingan orang lain. Sebagaimana Yesus berkata kepada
murid-muridnya setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya dan mengikut Aku (Mat. 16 : 24).

Menjadi hamba Tuhan, bukan satu “profesi” tetapi satu “ pelayanan” syarat dasar untuk
melayani bukan “kepakaran” tetapi mendengar panggilan dan menaati panggilan itu.43

Dari uraian ayat-ayat diatas penulis dapat mengambil suatu pemahaman bahwa
panggilan untuk menjadi pelayan di lading Tuhan berarti harus siap untuk berkorban
demi kepentingan (keselamatan) orang lain tanpa pamrih, tetapi dengan menaati dan
menjalankan panggilan itu pasti akan menuai hasil yang berlimpah, yakni damai sejahtera
yang diberikan oleh Allah. Jadi pelayanan itu dalah suatu bentuk pengorbanan total tanpa
pamrih.

Pendeta dan Tugas Pelayanannya

Menurut Ronald W. Leigh.44 Ada empat dasar pelayanan Kristen yaitu:

1. Alkitab dan Roh Kudus, Alkitab dijadikan sebagai sumber pemberitaan


dan pelayanan yang benar dan Roh Kudus menyedikan daya rohani bagi
semua pelayanan Kristen agar menghasilkan buah rohani.
2. Keselamatan dan kedewasaan iman, yakni untuk menolong orang lain agar
diselamatkan dan menolong mereka bertumbuh kepada kedewasaan
Kristen yang penuh.
3. Pertumbuhuhan rohani, agar dapat menjadi seperti Kristus, dimana
pertumbuhan rohani ini merupakan satu proses yang bertahap
43
Han Yap Un, Problematika Hamba Tuhan, (Manado : Yayasan Daun Famili, 2011), 6
44
Ronald W Leigh, Melayani Dengan Efektif : 34 Prinsip Pelayanan Bagi Pendeta Dan Kaum Awam, (Jakarta :
BPK-GM, 1996). 3 -25
sebagaimana tertulis dalam 1 Ptr. 2 : 2. Dan jadilah sama seperti bayi yang
baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani,
supaya oelhnya kamu bertumbuh dan beroleh dan beroleh keselamatan.
4. Sifat dan sikap pekerja Kristen, pekerja atau pelayanan Kristen harus
mampu berempati dan menempatkan diri sabagai hamba dan harus
meneladani sikap dan sifat Yesus Kristus yang telah memanggil dan
mengaruniakan sejumlah talenta kepadanya.

Uraian tersebut di atas sesungguhnya berlaku umum kepada semua orang Kristen

Yang memang pelayan bagi sesame. Namun bagi orang-orang yang telah mendapat panggilan
khusus sebagai seorang Pendeta tentu mempunyai makna dan tanggung jawab tersendiri sebagai
pelayan khusus penuh waktu dan sebagai seorang pejabat Gereja. Karena pada hakekatnya
jabatan Pendeta itu adalah pelayanan (hamba Tuhan). Oleh karena itu seorang Pendeta dalam
tugas pelayanannya harus dapat hidup berdisplin dalam melaksanakan tugasnya baik secara
phisik maupun secara rohani.

Dalam tugas pelayanannya haruslah menjadi teladan dan contoh bagi semua orang
termasuk teladan dan contoh bagi semua lingkungan keluarganya. Seorang pelayan juga harus
mampu menanggung aniaya dan kecaman dalam melaksanakan tugas pelyanannya. Dalam 2
Timotisu 3 : 11 -12 mengatakan : “… Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah
melepaskan aku dari padanya”.

Memang bagi setiap orang yang mau hidup mengikuti Yesus Kristus harus siap menderita
dan aniaya. Tetapi dibalik itu Rasul Paulus menasehati “ Bersukacitalah dalam pengharapan,
sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa” (Rm. 12 : 12)

Tugas pelayanan juga merupakan tugas gembala, oleh karena itu selaku Pendeta harus
bertanggung jawab untuk menuntun, mengayomi, melindungi dan memberikan santapan rohani
bagi jemaat agar tidak tersesat dan terancam bahaya dari serigala – serigala buas din padang
penggembalan.

Khusu bagi pendeta GBKP sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam Tata Gereja
GBKP bahwa tugas Pendeta adalah sebagai Gembala, guru dan Pemimpin, maka pada waktu
mereka ditahbiskan kepada mereka diajukan sjumlah pertnayaan yang disaksikan oelh semua
warga jemaat yang hadir terutama dihadapan Tuhan yang telah memanggilnya, yang berbunyi:45

1. Tek nge kam, maka Dibata nge si ndilo kam ku dahin si badia enda ?
(Percayakah engkau bahwa Tuhanlah yang telah memanggilmu ke pekerjaan yang
kudusi ini?)
2. Tek nge kam, maka Berita si Meriah bagi si tersena ibas Pustaha si Badia e
ngenca dalin mahanca manusia terkelin?
(Percayakah engkau bahwa kabar suka cita seperti yang tertulis dalam Alkitab
adalah satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia?)
3. Erpdan kam ndahi dahindu bagi si nikataken ndai, alu tutus ate, janah rembak
ras pengajarenndu, ibbahan kam pe-perlangkahndu arus ras tutus. Janah ikutken
kam aturen bagi silit ibas Gereja Batak Karo Protestan?
(Berjanjilah engkau untuk menjalankan tugasmu seperti yang telah disebut
terdahhulu dengan tulus, dekat dengan firman Tuhan, dan berperilaku baik, serta
rajin dalam menaati semua peraturan di GBKP?)
Adi tuhu bage atendu nindulah : “ Tuhu bagi ateku”
Apabila engkau mau menerima dan berjanji untuk mematuhinya katakanlah
“ ya saya menerima dan berjanji”

Pendeta Sebagai Pelayan Firman dan kerohania

“ Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang
salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” ( 2 Tim. 4 : 2 )

Berdasarkan ayat firman tersebut maka seorang Pendeta (gembal) wajib memeberitakan
firman Tuhan kepada jemaat atau orang lain tentang keselamatan yang dibawa oleh Yesus
Kristus, meskipun akan banyak tantangan dan rintangan yang akan dihadapi, karena inilah salah
satu tugas utama dari seorang Pendeta.

Firman Tuhan adalah santapan rohani bagi warga jemaat yang akan menguatkan iman
percayanya sehingga mereka akan bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan iman
sebagaimana yang diinginkan oleh Yesus Kristus.

45
Kitab Liturgi I Bas Gereja Batak Karo Protestan, Moderamen GBKP (Kabanjahe : 1993). 147
Juga di dalam injil Matius Tuhan Yesus menyuruh murid-muridNya untuk memberitakan
kepada semua bangsa di seluruh dunia dan menjadikan semua orang menjadi muridnya, serta
membabtis mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus ( Mat. 28 : 19).

Inilah amanat agung yang harus dilakukan oleh semua orang percaya khususnya Pendeta
selaku pelayan firman, tugas suruhan ini bersumber dari Tuhan dan Dialah yang telah memberi
mandate suruhan dan kemampuan untu menjalankan tugas mulia ini, wewenang ini tidak
diberikan dengan setengah-setengah, tetapi secara utuh, walaupun si penerima tugas diri tidak
layak atau tidak mampu. ( band. Panggilan Musa, Kel. 4 : 10 , 13 dan panggilan Yesaya 6 : 5).46

Yohanes Calvin menyatakan47, yang perlu bukanlah kesempurnaan, melainkan


kesungguhan karena belum terdapat seorangpun yang sudah cukup dekat dengan kesempurnaan
itu, tapi hendaklah kesempurnaan itu menjadi tujuan yang kita usahakan dengan tekun, sebab
yang dianjurkan oleh Allah ialah ketulusan dan kebulatan hai yang iklhas tanpa berpura-pura
dalam berbakti kepada Allah. Oleh karena itu salah satu tugas utama dari seorang Pendeta adalah
pelayanan dan pemberitaan firman Tuhan. Apakah pemeberitaan firman itu disampaikan lewat
khotbah minggu, PJJ, PA. Mamre, PA. Moria, PA. Permata, perkunjungan rumah tangga,
syukuran, musibah/bencana, tidak menjadi masalah, karena pelayanan dan pemberitaan itu demi
kemuliaan Tuhan.

Lebih lanjut pelyanan yang dilakukan oleh seorang hamba Tuhan harus tercermin lewat
perilaku dan penampilan Pendeta di dalam kesehariannya di tengah – tengah warga jemaat aatau
dengan kata lain menjadi suri teladan bagi warga jemaat. Sama seperti apa yang dinasihatkkan
oleh Rasul Paulus kepada Timotius : “ Jadilah teladan bagi orang-orang pervcaya, dalam
perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam
kesucianmu”. (1 Tim. 4 : 12).

Selain melakukan pelayanan dalam pemberitaan Injil (firman Tuhan) tugas utama yang
lain adalah melayani sakramen baptisan dan jamua kudus. Kedua – duanya tidak boleh
dipisahkan sekalipun caranya tidak bersamaan, yang keduanya berisikan keselamatan Tuhan di
dalam Yesus Kristus.48

46
O.E.CH. Wuwungan, Bina Warga , (Jakarta : BPK-GM, 2004) . 61
47
Yohanes, Calvin, Institutio (terj) Winarsih, dkk. (Jakarta : BPK-GM, 2008 ), 149-150.
48
M.H Bolkestein, Azas-azas Hukum Gereja (Terj) P.W. Situmeang dan A. Simanjuntak, (Jakarta : Badan Penerbit
Kristen. 1966). 76
Dalam melakukan pelayanan firman dan sakramen ini Pendeta haruslah bekerjasama
dengan majelus Gereja yang mempunyai satu tugas untuk melaksanakan Tri tugas Gereja yakni :
1. Koinonia (Pesekutuan) 2. Marturia ( Kesaksian) 3. Diakonia (Melayani) oleh karena itu
Pendeta yang bertugas penuh waktu dalam pelayanan di Gereja tidak mungkin melakukan
semuanya karena Pendeta juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan kemampuan inilah
gunanya melakukan kerjasama dengan majelis Gereja sehingga beban tugas yang berat dapat
dibagi dan dibersamakan dengan semua pejabat-pejabat Gereja yang ada.

Tetapi Pendeta selaku pelayan firman utama haruslah bertanggung jawab atas pelayanan
rohani terhadap warga jemaat, karena firman Tuhan itu adalah santapan rohani bagi warga
jemaat agar mereka mendapat kekuatan dan pencerahan di dalam kegelapan.

Firman Tuhan itu adalah pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku (Mzm. 119 : 105)

Jadi sangat jelas bahwa tanpa firman Tuhan manusia (warga jemaat) akan hidup dalam
kegelapan yang akan membawa mereka kepada ketersesatan hidup.

Firman Tuhan itu diberikan kepada manusia dalam bentuk Alkitab sebagi sumber untuk
mengenalnya oleh karena itu sangat perlu bagi seorang pelayan (Pendeta) membawa dan
(Pendeta) membaca dan menyelidiki Alkitba dengan setia dan teliti supaya mereka tahu
bagaimana cara Yesus melayani, berbicara dan bergaul dengan manusia.49

Karena Alkitab adalah dasar dan sumber utama dari semua bentuk pelayanan ronahin
bagi umat Kristiani.

Pendeta adalah pemangku jabatan rohani karena jabatan Pendeta bukanlah jabata menurut
pengertian duniawi dan mereka dipanggil oleh Yesus Kristus karena Dia adalah kepala Gereja
dan Gereja adalah tubuhNya, RumahNya, milik dan KaumNya.50

Di samping Alkitab yang menjadi sumber utama dan pedoman dalam pelayanan maka
yang tidak kalah pentingnya adalah Roh Kudus. Karena Roh Kuduslah yang bekerja aktif untuk
menghasilkan buah-buah keimanan, jadi Firman Tuhan yang diperoleh dari Alkitab dan Roh
Kudus sebagai penghasil buah rohani, karena tanpa kerja dari Roh Kudus tidak akan pernah
menghasilkan iman percaya bagi setiap orang Kristen. Selaku Pendeta yang telah memahami
49
M. Bons. Strom. Apakah Penggembalaan Itu (Jakarta : BPK-GM. 2009), 18
50
M. H. Bolkestein. Op. Cit. 102
firman Tuhan maka wajiblah ia memberikan pelayanan kerohanian bagi, warga jemaat yang
awam.

Allah menetapkan pelayan- pelayan Firman dengan tujuan supaya keselamatan dari Allah
dapat disampaikan kepada semua orang terutama untuk memperlangkapi orang-orang Kudus
bagi pekerjaan pelayanan guna pembangunan tubuh Kristus (Ef. 4 : 11 – 12 ). Perjanjian Baru
menggunakan istilah tubuh Kristus adalah semata-mata untuk menunjuk kepada jemaat/Gereja
sebagai tubuh Kristus yang hidup. Gereja harus mengalami pertumbuhan dan pertumbuhan yang
dimaksud adalah bahwa Gereja bertumbuh baik secara horizontal maupun secara vertical. Secara
horizontal yaitu jemaat bertumbuh melalui pekerjaan pekabar injil dan secara vertical ialah
Gereja harus bertumbuh berdasarkan iman kepercayaan kepada Tuhan Yesus.

Semua pekerjan pelayanan tersebut semata-mata untuk menyampaikan kabar sukacita


bahwa Allah begitu mengasihi umat-Nya, sehingga ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal
(Yoh 3 : 16).

Pemeberitaan Firman adalah penyingkapan dan kuasa dan kehadiran Allah kepada dan
untuk manusia, oleh sebab itu Firman Allah harus ditujukan kepada manusia bukan sekedar
penyaluran informasmi saja melalui khotbah, tetapi lebih daripada itu bahwa khotbah di mana
Allah sedang berbicara kepada manusia melalui firman, kuasa firman tidak berasal dari
kemampuan pribadi atau orang yang menyampaikannya, tetapi di dalam diri si Pengkhotbah itu
mempunyai kuasa yang berasal dari Allah dan kehadiran Allah aktif di tengah-tengah jemaat
melalui firman yang disampaikan oleh hamba (Pendeta)Nya.51

Pemberitaan firman berarti memberitakan Injil yaitu kabar keselamatan dalam Tuhan
Yesus Kristus (Rm. 1 : 16, Mat. 11 : 5; Luk. 4 : 18; Ibr. 4 : 2; 1 Ptr. 1 : 12).

Keselamatan yang dimaksud adalah keselamatan secara utuh yaitu baik rohani maupun
jasmani, injil itu tidak hanya diberitakan tetapi juga dinampakkan atau disaksikan, dipraktekkan
dan diwujudkan di dalam kehidupan sehari-hari Pendeta yang memberikan Injil Yesus Kristus
yaitu Injil perdamaian yang merupakan kekuatan Allah dan memperdamaikan segala sesuatu
dengan Allah (Rm 1 : 16 – 17; Kol 1 : 20), yang menghibur orang miskin dan yang tertindas

51
Mc. Mahan. Gembala Jemaat Yang Sukses, (Jakarta : Sinode GBI, 2003), 95
serta yang mengaruniakan kesejahteraan kepada segala bangsa dan kepada seluruh mahluk (Luk.
24 : 47).

Mengacu pada Tuugas pelayanan Pendeta “ sebagai pelayanan firman dan kerohanian
kepada warga jemaat dan juga kepada tiap orang yang mau melakukan pelayanan di lading
Tuhan, haruslah memahami dan menyadari dasar melakukan pelayanan Adalah Alkitab atau
Firman Tuhan yang harus dilakukan dengan penuh kasih dan tanggung jawab (disiplin), yang
menuntut pengorbanan dengan tujuan demi kemuliaan nama Tuhan, yang pada akhirnya pasti
akan mendatangkan kebahagian dan berkat dari Tuhan.

Pendeta adalah Gembala

Rasul Paulus mengatakan di dalam Efesus 4 : 11 – 12

Dan ialah yang memberikan baik rasu-rasul maupun nabi-nabi,

baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan

pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi

pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus

Pendeta atau gembala yang sudah ditahbiskan berarti terikat perjanjian dengan tugas :
rutin pelayanan gerejawi dan tidak bisa mengelak dengan penuh tanggung jawab dan tidak asal
asalan melayani, di mana sebagai seorang gembala jemaat mempunyai kewajiban memberi
makan, menuntun, melindungi, membina, dan membantu kawanan dombanya52

Pekerjaan gembala adalah menggiring kawanan domba ke pada rumput untuk diberi
makan, serta mencari sumber air untuk menyegarkan dombanya serta melindunginya dari bahaya
dan ancaman serigala yang ganas (Mm. 23 : 1 – 6).

Jadi gembala bertanggung jawab untuk memberi makan, minum \, merawat dan
membimbing dampai kembali pulang ke kandangnya.

Adapun ciri-ciri gembala yang baik adalah :

a. Mengenal domba-dombanya dan domba-dombanya mengenalnya

52
Karel Sosipater, Etika Pelayanan, (Jakarta : Suara Harapan Bangsa, 2010), 64
b. Menuntun, membimbing dan memperthatikan dan mencari yang tersesat pada saat
dia menemukan dombanya yang hilang dia akan sangat bersuka cita.
c. Dia rela mempertaruhkan nyawanya untuk membela domba gembalanya dari
binatang buas yang mengancam keselamatannya, biasa fgembala
memperlengkapi diri dengan tongkat ( bnd. 1 Sam. 17 : 34 36).
d. Domba yang sakit dan cacat digendongnya dengan kasih.53

Gembala mengasihi setiap anggota jemaatnya dan tidak pandang bulu atau pilih kasih

mana yang kaya dan mana yang miskin, mana pejabat dan mana staf, tidak ada prioritas dalam
pelayanannya untuk orang kaya, pejabat ataupun orang terpandang bahkan yang menjadi skala
prioritas adalah mencari dan menemukan seekor domba yang hilang (band. Mat. 18 : 12 -14).

Oleh karena itu Pendeta selaku gembala harus meneladani Yesus Kristus yang selalu
menolong mambimbing menyembuhkan yang sakit, mengurangi penderitaan mencari yang
tersesat, memaafkan kesalahan menunjukkan jalan yang benar mendampingi dan menopang yang
lemah, memenuhi kebutuhan yang kekurangan sert berjalan di depan, sebagai pemimpin.

Pendeta sebagai gembala di tengah-tengah jemaatnya dipanggil dan dipakai oleh Tuhan
sebagai alatnya jadi bukan untuk dirinya melainkan untuk kemuliaan nama Tuhan, untuk itulah
Pendeta telah diperlengkapi dan dikuatkan oleh Roh Kudus.

Dalam kisah para Rasul 20 : 28 dikatakan “ Karena ini jagalah dirimu dan jagalah seluruh
kawanan, karena kamulah yang ditetapkan oleh Roh Kudus menjadi pemilik untuk
menggembalakan Jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah anakNya sendiri”. Demikian
besar perhatian dan kepedulian Tuhan terhadap domba-dombaNya oleh karena itu Pendeta /
gembala harus memberikan yang terbaik bagi domba-dombanya

Yesus Kristus adalh sebagai Gembala yang Baik dan Agung yang setiap saat berkkorban
untuk domba-dombanya.

Dalam injil Yohanes 10 : 11 , 14 “ Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik
memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku”.

53
Derek J. Tidbal, Teologia Penggembalaan, (Malang : Gandum Mas, 2002). 51
Bahkan Yesus adalah gembala Agung Pembawa Damai Sejahtera dan pemelihara jiwa
(Ibr. 13 : 20; 1 Ptr. 2 : 25) ia bukan gembala upahan yang menyelamatkan diri sendiri bila ada
mara bahaya karena orang upahan itu tidak peduli pada domba-dombaNya serta mneyerahkan
hidupnya bagi mereka. Yesus tahu nama setiap dombaNya. Ia bahkan tahu bekas luka,
penderitaan, harapan dan mimipi domba-dombaNya. Dengan lembut ia mneyembuhkan setiap
luka dan merawat setiap jiwa yang gelisah. Sebagai gembala yang baik Yesus memperhtikan
umatNya yang hidup di zamanNya. Ia menyiapkan Gereja masa depan ia menguatkan dan
memikul segala kelemahan manusia (Mat. 8 : 16 – 17) mengusir roh jahat (Mrk. 6 : 7)
mengkhotbahkan tentang pertobatan (Mrk. 6 : 12) dan memberitakan kabar baik. (Mark. 1 : 15 )
memberdayakan murid-muridNya untuk mengikuti jejakNya (Luk9 : 1 ; 10:1 – 24) dan
menugaskan mereka untuk memmipin dan mnggembalakan gerjaNya (Mrk. 16 : 15; Yoh. 21 : 15
– 19).

Jadi ini pedoman dan penuntun bagi seorang Pendeta (gembala) yang baik di dalam
melakukan tugas pelayanannya terhadap warga jemaat yang dipimpinnya, agar tidak ada yang
haus, kelaparan, sakit, dan tersesat serta berjalan di jalan yang salah dan memisahkan diri dari
kawanannya.

Pada masa kini dengan kemajuan teknologi dan informasi yang bgeitu cepat, domba-
domba Kristen sdangat rentan terkena serangan virus moral dan rohani, peperangan kita tidak
lagi melawan daging dan darah tetapi melawan kekuatan roh-roh jahat di udara (Ef. 6 : 12). Oleh
karena itu dalam Efesus 6 : 14 – 18, Rasul Paulus memberikan tujuh senjata yang perlu
digunakan oleh gembala (Pendeta) dan juga umst Kristen (domba-domba Allah).54

1. Kebenaran karena saat ini umat manusia sudah jamak dengan kebohongan dan
kemunafikan.
2. Keadilan, orang Kristen harus mampu untuk menegakkan keadilan tanpa ada
keberfihakab di dalam menjalankan peraturan dan undang-undang di Gereja dan
di tengah-tengah masyarakat.
3. Injil damai sejahtera oleh orang Kristen harus di beritakan kepada sesame dengan
keilkasan dan ketulusan.

54
Jerry C . Wofford. Kepemimpinan Kristen Ynag Mngubahkan (Yogyajarta : Andi, 2001). 147-148.
4. Iman dengan iman yang teguh akan dapat membentengi diri dari segala gangguan
dan godaan yang jahat.
5. Doa dan permohonan agar Roh Kudus menjaga dan menyertai gembala dengan
domba-dombanya.
6. Memberikan firman Tuhan (Injil) agar dapat melawn pencobaan iblis.
7. Semua doa dilakukan guna mendukung kehidupan bagi setiap domba-domba agar
punya keberanian, dibawah penggembalaan dari Pendetanya sam halnya seperti
perintah Tuhan Yesus kepada Petrus, gembalakanlah domba-dombaku (Yoh. 21 :
15 – 17).

Demikian jugan Rasul nPetrus menyampaikan perintahnya kepada orang –orang Kristen

yang tersebar di Asia Kecil.

Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan pkasa, tetapi
dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah dan jangan karena mau mencari keuntungan,
tetapi dengan pengabdian diri. ( 1 Pet. 5 : 2 ).

Jadi dari bunyi kedua nats tersebut di aras jelaslah bahwa seorang Pendeta (pelayan)
Tuhan harus jadi gembala terhadap umatnya dengan sukarela tanpa mencari keuntungan atau
mengharapkan upah dan tidak boleh memaksakan kehendak melainkan tugas itu semata-mata
demi kemuliaan Tuhan. Oleh karena itu seorang Pendeta harus memandang dirinya sebagai
hamba yang selalu rinfu untuk memenuhi kebutuhan orang lain, pelayan tidak boleh memandang
orang lain sebagi objek untuk dimanfaatkan atau pun dipermainkan. Tapi sebaliknya ia harus
memandang orang lain sebagai orang yang perlu dilayaninya, dan dasar dari semua ini adalah “
Kasih,55 itulah maka di dalam teks Perjanjian Baru menegaskan bahwa Injil adalah sebagai
pembimbing untuk bentuk pelayanan dan sebagai penguji penyimpangan-penyimpangan
pelayanan.56

Pendeta selaku gembala juga tidak boleh lupa bahwa selain melayani dan menggembalakan
kawanan domba yang berasal dari 1 (satu) kandang yang sama, sebagaimana Yesus berkata "Ada
lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan PERPUS dari kandang ini; domba-domba itu harus

55
Ronald W. Leigh, Melayani dengan Efektif .( Jakarta : BPK-GM), 28
56
David L. Bartlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru (Jakarta : BPK-GM. 2011). 19
Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan
dengan satu gembala". (Yoh. 10: 16).

Dari bunyi nats ini maka Pendeta harus dapat melayani umat lain agar mereka yang belum
mengenal Tuhan Yesus dapat menjadi satu kawanan domba yang sama dibawah Gembala Agung
yaitu Yesus Kristus.

Pendeta Pelayan Khusus Penuh Waktu (PKPW)

Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan tetapi satu Tuhan (satu
Kor. 12:4-5)

Menurut John Stott.57 bahwa setiap orang tidak dapat melakukan segala hal, namun Allah
memanggil semua orang Kristen harus menjadi pelayan (diakonos), dan memanggil orang
berbeda untuk pelayanan yang berbeda dan memusatkan pikiran pada panggilan mereka, karena
orang Kristen adalah pengikut Yesus Kristus, yang telah memberi teladan sebagai pelayan
Agung (Markus 10: 45), jadi logikanya orang Kristen wajib meneladani Tuhan Yesus (Yoh.
13:15).

Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama
seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."

Oleh karena itu sesungguhnya tidak ada alasan bagi Pendeta untuk tidak menjalankan
tugas pelayanannya dengan penuh tanggung jawab tanpa pamrih, karena ia telah menyerahkan
diri sepenuhnya kepada Gereja.

Pendeta adalah pelyan khusus dalam Gereja yang telah dianugerahkan oleh Yesus Kristus
( Ef. 4 : 11) Mereka memang berasal dari anggota sidi jemaat yang telah menerima panggilan
Yesus melalui pemilihan dan ditahbiskan. Pendeta adalah pelayan penuh waktu yang terpanggil
dan mneyerahkan diri sepenuhnya serta memilih tugas Gereja sebagai satu-satunya bidang
pengabdian di dalam hidupnya.58 Ini berarti bahwa jadi Pendeta juga merupakan pilihan
hidupnya.

57
John Stott, The Living Church, terj. oleh: Satrio Widiatmoko, (Jakarta : BPK-GM.2010). 62.

58
Tata Gereja GBKP 2005 – 2015. Op Cit (Kabanjahe: 2005). 8 - 9
Pendeta selaku pelayan khusus penuh waktu memang mempunyai tugas yang sangat
berat yang selalu harus siap untuk tugas-tugas pelayanan khususnya kepada warga jemaatnya,
tanpa mengenal batasan waktu kerja. Di dalam melakukan tugas pelayanannya tetap harus
menaati kode etik yang telah dibuat oleh Gereja masing-masing dimana Pendeta tersebut
bertugas (GBKP, HKBP, GKPI, GKPS, HKI, dan lain-lain). Kode etik ini sangat erat kaitannya
dengan jabatan Pendeta karena jabatan Pendeta sangat erat kaitannya dengan kepribadian orang
yang menyandang gelar Pendea tersebut, karena seorang Pendeta tidak hanya dipanggil Pendeta
saat dia bertoga atau bertugas di mimbar tetapi di mall, kantor, di pasar ia tetap menjalankan
perannya sebagai Pendeta.59

Menurut hemat penulis kehidupan para Pendeta pada era globalisasi sekarang yang telah
dipanggil untuk mengemban misi Kristus, sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan hamba-
hamba Tuhan yang juga telah dipanggil khusus dalam Alkitab seperti Tuhan telah memanggil
Nabi Musa untuk membawa Bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir (Kel. 2:10).
Panggilan Tuhan atas Nabi Yesaya (Yes. 6 : 8 – 9). Untuk mengingatkan Bangsa Israel agar
bertobat.

Demikian juga Tuhan Yesus memanggil Simon Petrus dan saudaranya Andreas untuk
dijadikan murid Yesus dan jadi Penjala manusia (Mat. 4 : 19-20), Rasul Paulus dipanggil Tuhan
Yesus (Kis. 9 : 6) Mereka semua di dalam pengabdiannya kepada Tuhan tetap mengutamakan
tugas pelayanannya, sampai akhir hayatnya dengan segala beban dan penderitaan yang mereka
alami, dan mereka tidak pernah ada yang menggajinya.

Pendeta pada era globalisai ini juga mendapat tugas yang sama meskipun tantangan dan
derita yang dihadpi dan dialami berbeda karena sesuai dengan tuntutan zaman, pada masa
mereka hidup.

Ben Patterson dalam bukunya yang berjudul “ Mastering The Pastoral Role “
mneyebutkan : Bisa melayani Kristus adalah panggilan Allah; bukan sebagi suatu profesi untuk
tempat menyambung hidup, jika kita menganggap melayani sebagai suatu profesi, maka kita
telah merendahkan nilai panggilan Tuhan, karena menjadi hamba Tuhan bukan satu profesi
tetapi nsatu pelayanan.60

59
Agus Wiyanto, Rapor Merah Pendeta. (Yogjakarta : Gloria Grafika: 2010). 25 )
60
Han Yp Un, Problematika Hamba Tuhan , ( Manado: Yayasan Daun Family. 2011), 13
Pendeta selaku pelayan purna waktu menurut penulis tidak boleh mempunyai jam praktek
tetap seperti seorang dokter, atau seorang pegawai negeri yang hanya bekerja tetap seperti
seorang dokter, atau seorang pegawai negeri yang hanya bekerja dan melayani dari hari senin
sampai jumat, dan delapan jam sehari. Memang cukup memprihatinkan bila Pendeta yang
bertugas purna waktu ini mempunyai beban tugas yang sangat berat sementara tingkar
kesehjaterannyya masih belum memadai bilai dilihat dari standar gaji yang diterima oleh seorang
pendeta di GBKP. Seperti gaji yang diterima oleh pendeta A.G. yang bertugas di GBKP Setia
Budi Medan dan Pendeta T.T. yang bertugas di GBKP Sei Beras Sekata, yang telah bertugas
selama 15 Tahun dengan pangkat sama yakni golongan III C. mereka hanya mernerima gaji
pokok sebesar Rp. 1.398.194/bulan.61

Disamping gaji pokok tersebut dia atas Pendeta A.G. masih mendapatkan penghasilan
tambahan yang lain seperti sumbangan-sumbangan, ucapan syukur, dan lain-lain dari warga
jemaat setiap bulan ± Rp. 4.000.000,- ditambah biaya transportasi Rp. 1.300.000,- / bulan.
Fasilitas lain yang disediakan Majelis/runggun adalah rumah dinas type 100 m 2 plus perabotan
rumah tangga dan saran PLN, PDAM, Telepon.62

Pendeta T.T yang bertugas di Desa Sei Beras Sekata, diluar gaji pokok mendapat
penghasilan tambahan dari warga seperti sumbangan-sumbangan, ucapan syukur dan lain-lain
sebesar ± Rp. 1.200.000,-/bulan dan tidak mendapat biaya transportasi. Fasilitas lain yang
disediakan oleh Majelis/Runggun berupa rumah dinas. Type 45 m 2 dan sarana PLN, tanpa
perabot.63 Bahkan menurut keterangan kedua Pendeta tersebut dia atas sampai hari ini mereka
belum mempunyai rumah pribadi.

Bilamana gaji ini dibandingkan dengan gaji pokok yang diterima oleh Pegawai Negeri
Sipil (PNS), dengan pangkat dan golongan yang sama dan masa kerja 14 tahun sebesar Rp. 2.
755.200/bulan64 plus Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) yang berkisar Rp. 1.500.000,- s/d
Rp.15.000.000,- perbulan sesuai dengan kondis keuangan kabupaten dan kota yang
bersanggkutan, maka kelihatan suatu perbedaan yang sangat signifikan. Bahkan gaji pkok

61
Data dari Tabel Gaji Pokok Personalia GBKP Tahun 2012
62
Pdt. A.G., Wwancara Pribadi, 30 November 2012
63
Pdt. T.T., Wwancara Pribadi, 2 Desember 2012
64
Daftar Gaji Pokok PNS PP. No. 15 Tahun 2021
Pendeta ini hanya setara dengan Upah Minimum buruh di Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-
Sumatera Utara Tahun 2012, yakni terendah Rp. 1.260.000, dan tertinggi Rp. 1.320.000/ bulan.65

Dengan kondisi gaji Pendeta yang tergolong relative rendah ini akan dirasan semakin
berat bilaman Pendeta tersebut telah berkeluarga dan memiliki anak-anak yang sedan dalam
masa pendidikan (sekolah).

Untuk itu kiranya lembaga Gereja dan warga Jemaat harus berpartisipasi dan berusaha
meningkatkan penghasilan/gaji Pendetanya. Menurut penulis keprihatinan hidup dengan gaji
yang kecil dari para Pendeta, dalah merupakan tanggung jawab lembaga, bersama warga jemaat
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesehjahteraan para Pendeta dalam tugas pelayanan dan
penggembalan bagi domba-dombanya. Namun penulis yakin bahwa para Pendeta GBKP tetap
teguh dalam menjalani panggilanNya, meskipun kesehjateraannya belum sebaik PNS.

Sama halnya dengan Rasul Paulus semenjak dipanggil oleh Tuhan Yesus mengalami
banyak tantangan dan penderitaan, tapi ia belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan, baik
dalam kekurangan maupun dalam kelimpahan, baik dalam kenyang maupun kelaparan dapat
pditanggun karena Tuhan yang memberi kekuatan kepadaNya. (Fil. 4 : 11 -13).

Karena contoh teladan terbaik telah diberikan Sang Gembala Agung Tuhan Yesus Kristus
semasa hidupnya di dunia ini di dalam melaksanakan pelyanan dan penggembalanNya, tidak
hanya lewat ucapan dan ungkapan tetapi selalu diikuti dengan aksi dan tindakanNya. Bahkan
tindakan yang paling besar dan tidak ada taranya la rela mengorbankan nyawaNya sendiri di
kayu salib demi keselamatan manusia (domba-dombaNya).

Oleh karena itu menurut penulis jikalau seseorang telah menerima panggilan untuk
menjadi hamba Tuhan (Pendeta) hendaklah ia tidak mementingkan diri sendiri meskipun banyak
tantangan tugas yang dihadapi. Tetapi ia harus senantiasa merindukan pekerjaan yang terbaik (an
exellent task) 66

Sebagaimana Rasul Paulus yang juga tidak pernah surut dan dingin guna memelihara
semua jemaat-jemaat (2 Kor. 11: 27-28). Di sisi lain warga jemaat juga adalah domba-
dombaNya harus mengingat akan pemimpin atau Gembalanya yang telah menyampaikan firman

65
Dafar Rekaptulasi Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten / Kota SeSumatera Utara, Tahun 2012
66
Yap Un Han, Problematika, Op. Cit. 25.
Allah kepadanya dan harus pula memperhatikan ahir hidup gembalanya dan mencontoh iman
mereka. (Ibr. 13:7)

Gembala adalah Pemimpin Jemaat

Pemimpin adalah seorang yang memiliki keterampilan untuk mempengaruhi atau


menggerakkan perilaku orang lain agar mampu bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan organisasi.67

Pendeta adalah pemimpin umat/warga jemaat atau domba-domba untuk menggerakkan


seluruh warga jemaat dalam pelayanan kasih terhadap jiwa-jiwa melalui firman Tuhan, apakah
lewat kebaktian, khotbah, sakramen, penelaahan Alkitab dan kegiatan-kegiatan kerohanian
lainnya, yang dalam menjalankan kepemimpinannya tetap harus mengacu dan berpedoman
kepada kepemimpinan Yesus Kristus, yang melayani dengan rendah hati. "Barangsiapa terbesar
di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan
direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat. 23: 11 - 12)

Seorang pemimpin yang mengembalakan warga jemaat haruslah menjadi panutan atau
model dari jemaat yang dilayaninya karena Pendeta selaku pemimpin bukanlah tuan atas warga
jemaat, sebagaimana dikatakan Rasul Petrus "Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau
memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan
bagi kawanan domba itu". (1 Ptr. 5:3)

Berpedoman kepada kepemimpinan Yesus yang melayani, maka seorang Pendeta yang
berada di tengah-tengah jemaat adalah pemimpin sekaligus pelayan (Markus 10:43-44), Rasul
Paulus juga menyatakan bahwa seorang pemimpin juga merupakan gembala

Oleh karena itu Pendeta sebagai pemimpin warga jemaat harus memahami tugas dan
tanggung jawabnya selaku pemimpin dan pelayan. Karena bilamana seorang Pendeta (gembala)
tidak mampu menjadi gembala maka akan terlantarlah domba-domba itu, hal ini akan berbahaya
sekali dari berbagai macam gangguan oleh binatang buas (Mat. 9: 36). 68

67
Lembaga Administrasi Negara RI Jakarta. Kepemimpinan Dalam Keragaman Budaya. Pln.,
(Jakarta: 2008), 98.
68
Sudomo, Ciri Utama Kepemimpinan Sejati. (Yogyakarta: Andi, 2005). 23.
Jadi seorang pemimpin / gembala harus dapat memahami sifat dan perilaku domba-
dombanya agar dapat menggiringnya ke arah padang rumput dan mata air yang baik, dan tidak
satu pun ada domba yang tersesat.

Seorang Pendeta selaku pemimpin warga jemaat harus mempunyai kompetensi yakni
kemampuan untuk menjalankan serangkaian aktivitas pekerjaan sebagai gembala yang
meliputi.69

a) Kompetensi teknis, bersifat keterampilan dan kemampuan khusus yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan
b) Kompetensi managerial, dalam hal perencanaan pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan.
c) Kompetensi sosial, kemampuan dalam berinteraksi dengan pihak lain
d) Kompetensi strategik, kemampuan untuk melihat jauh ke depan, sehingga dapat
merumuskan kebijakan yang bersifat strategik
e) Kompetensi komunikasi yakni kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan efektif.
f) Kompetensi etika, melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan pertimbangan etika
dan moral.

Di samping kompetensi tersebut di atas pemimpin model Alkitabiah menurut Agus Lay,
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :70

Pertama ciri-ciri kepribadian/personal:


1. Yakin akan panggilan kepribadian/personal.
2. Dipenuhi Roh Kudus dan menampakkan buah Roh dalam kepemimpinannya.
3. Hidup berdasarkan firman Tuhan.
4. la adalah manusia doa.
5. Memiliki integritas pribadi (jujur, dapat dipercaya)
6. Penuh disiplin
7. Takut akan Tuhan
8. Memiliki keberanian yang suci
69
Lembaga Administrasi Negara RI, Op. Cit. 99.
70
Agus Lay. Manajemen Pelayanan. (Yogyakarta: Andi, 2006). 75 - 76
9. Mempertahankan kebenaran
10. Bersedia menyangkal diri.

Kedua, sifat pemimpin dalam hubungan dengan tujuan


1. Memiliki tujuan dari Allah
2. Mempunyai visi yang jelas dan iman yang teguh
3. Mampu menjabarkan tujuan ke dalam program
4. Mengutamakan prioritas
5. Kreatif
6. Penuh dedikasi
7. Memiliki daya tahan (fisik dan mental)
8. Mampu membuat keputusan (strategic decision)
9. Berusaha mencapai Excelency (yang lebih baik)
10. Bersedia bekerja sama berdasarkan prinsip sinergi.
Ketiga, sifat pemimpin dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin ( ciri-ciri
hubungan/ relasional).

1. Menjadi pelayan
2. Menjadi teladan
3. Menyelimuti orang yang dipimpin
4. Peka terhadap kebutuhan orang lain
5. Mampu mengedentifikasi talenta orang lain
6. Developer
7. Motivator
8. Komunikator
9. Menguasai seni mengenal orang lain
10. Mampu mengatasi konflik
Namun Pendeta (Gembal) sebagai pemimpin yang melayani harus sadar bahwa sumber
kuasa tertinggi adalah Roh Kudus hanya Roh Kudus yang berkuasa mengubah hati
(mempengaruhi) manusia71

Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan
menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-
Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut
segala ketetapan-Ku dan tetap berpegan pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.
(Yeh. 36: 26 – 27).

Hal tersebut terbukti pada saat Rasul Petrus tekah dipenuhi oleh Roh Kudus, sekali
Berkhotbah di Yerusalem maka tiga ribu orang bertobat dan dibabtis. (Kis. 2 : 14; 41).
Memang tidak seorangpun manusia dapat menjadi pemimpin dan gembala seperti Yesus yang
Dia adalah Tuhan tetapi, kita dapat mengizinkan Roh Kudus untuk menjadi kita alatnya dalam
melakukan kehendakNya. Karena Tuhan tidak akan pernah meminta apa yang tidak ada pada
kita, tetapi apayang ada pada kita.

Seorang Pendeta selaku gembala tidak boleh egois dan mementingkan diri sendiri dan
dalam setiap hal hanus selalu berada di depan karena itu "Leader is some one who knows the way
who shows the way and who walks the way" aroma "Pemimpin adalah seseorang yang tahu
jalannya menunjukkan jalannya dan berjalan di jalan tersebut.72

Jadi menurut penulis seorang gembala yang selalu berada di depan sebagai pemimpin
umat, dan harus mampu meyakinkan umat bahwa jalan yang ditunjukkannya adalah kebenaran
dan untuk itu sang Pendeta harus melakukan dan menjalankan kebenaran itu terlebih dahulu di
dalam kehidupannya (jadi suri teladan), karena satu keteladanan akan lebih bermanfaat daripada
seribu khotbah yang disampaikan lewat mimbar. Oleh karena itu seorang Pendeta selaku
gembala dan pemimpin jemaat harus memiliki integritas dan komitmen sekaligus mampu
membawa perubahan ke arah nilai-nilai Kristiani. Karena bila tiba waktunya bagi para gembala
ini telah sediakan mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu". (1 Petrus 5: 4)

71
Sudomo, ciri Utama Pemimpin Sejati , (Yogyakarta : Andi 2005). 45
72
Ibid. 21.
Tanggung jawab dan Etika Pelayan Pendeta (Gembala)

Tanggung jawab

Tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu
hal. boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Misalnya seseorang yang diberi
tugas untuk menjaga kawanan domba oleh tuannya agar tidak hilang diambil pencuri temyata
ada domba yang

dijaganya hilang, maka si penjaga domba tersebut dapat dituntut untuk diminta
pertanggung jawaban atas hilangnya domba tersebut

Selaku Pendeta yang telah dipanggil dan ditahbiskan untuk melayani warga jemaat atau
kawanan domba di dalam melaksanakan tugasnya mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, warga jemaat dan khususnya kepada Tuhan.

Oleh karena itu setiap Pendeta (gembala) harus mempertanggung jawabkan tugasnya
kepada majelis, warga jemaat dan terutama kepada Tuhan yang telah memanggilnya menjadi
pelayan, seperti yang tertulis dalam :

Roma 14: 12. "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan
jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.

Ibrani 4: 13. "Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab
segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus
memberikan pertanggungan jawab".

1 Petrus 4: 5 "Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah
siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati."

Jadi ketika seorang Pendeta (gembala) mengajar dan melayani, Pendeta tersebut tidak
hanya bertanggung jawab kepada majelis dan warga jemaat yang dia layani tetapi sekaligus
kepada Tuhan. Karena pada suatu saat Allah akan menghakimi setiap orang dari apa yang
dilakukannya, jadi seorang hamba Tuhan di dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh asal-
asalan atau dengan setengah hati. Tuhan Yesus telah membuat suatu perumpamaan di dalam
Matius, 25: 14-30 dikatakan bahwa ada tiga orang yang diberikan tugas atau tanggung jawab,
hamba yang pertama mendapat lima telenta, hamba yang kedua, dua talenta, dan hamba yang
ketiga satu talenta.

Dua orang diantara ketiga hamba tersebut telah melakukan tugas dan tanggung jawabnya
dengan baik dan berhasil dengan baik mengembangkan talentanya maka kepada mereka
diberikan imbalan yang sesuai dengan tanggung jawabnya maka kepada mereka diberikan
imbalan yang sesuai dengan tanggung jawabnya semntara hamba yang seorang yang hanya
menerima satu talenta tidak mau melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya maka kepadanya
diberikan hukuman.

Pertanggung jawaban sebagai Pendeta selaku gembala kawanan domba Allah yang
dipercayakan padanya tidak boleh dilakukan dengan terpaksa tetapi dengan sukarela sesuai
dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi harus dengan
pengabdian diri dan dedikasi. Dan juga tidak beleh dengan memerintah seakan-akan kamu
sebagai atasan. Tetapi jadilah teladan ( 1 Ptr. 5 : 2 – 3 ). Inilah konsekuensi dan tanggung jawab
seorang Pendeta sebagai gembala, dan pemimpin jemaat.

Oleh sebab itu tanggung jawab pelayanan kependetaan dalam kaitannya dengan Alkitab
mempunyai dua makna, dengan setia dan teratur mendalami Alkitab, serta upaya sadar dan
cerdas dalam berkhotbah, pelayanan pastoral, dan kepemimpinan organisatoris guna
mendasarkan kehidupan persukutuan iman di dalam firman yang hidup.73

Dengan demikian Pendeta yang memilikik ras tanggung jawab di dalam melaksanakn
tugas dan kewajiban harus memiliki integritas iman yang dapat menghadirkan kebenaran firman
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelayan umat/warga jemaat yang harus satu kata
dengan perbuatan

Etika Pelayanan Pendeta (Gembala)

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos (Eh) yang artinya kebiasaan, adat atau
kelakuan. Secara defenisi menurut K. Bertens.74 ”Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.”

73
Gaylord Noyce, Tanggung Jawab Etis Pelayanan Jemaat. (Jakarta : BPK-GM 2011). 46
74
K. Bertens, Etika, Jakarta Gramedia, 2007). 6
Bagi umat Kristiani dasar dari etika adalah Alkitab yang berisikan firman Tuhan dan
teladan yang telah dibuat oleh Yesus Kristus. Oleh karena itu seorang Pendeta di dalam
melakukan tugas pelayanannya harus tetap menjaga keharmonisan hubungan antara gembala
dengan kawanan dombanya yang penuh kesantunan, (1 Tim 3:2), Ramah dan Sabar (IL Tim. 2:
24 - 25), Rendah hati dan tidak sombong (Mat. 23: 12: Yak. 4; 10).

Jadi etika mengajarkan seni hidup kepada para hamba Tuhan, bagaimana memberikan
pengajaran dari Kristus agar dilakukan oleh umatNya, agar menjadi lebih dewasa imannya untuk
menjadi serupa dengan Kristus. Tesalonika 2: 12 menegaskan supaya kamu hidup sesuai dengan
kehendak Allah, yang memanggil kamu dalam kerajaan dan kemuliaanNya.75

Etika pelayan Gereja tidak berhenti saat pelayan keluar dari rumah, kantor. dan Gereja.
Dalam banyak hal, etika pelayan Gereja itu mencakup kehidupan pribadi. keputusan keuangan.
komitmen keluarga tanggung jawab pastoral hubungan dengan warga jemaat dengan masyarakat
dan lainnya.76

Pada kesempatan ini penulis mencoba memaparkan beberapa kasus perilaku pelayanan
yang dicam oleh Pendeta yang kurang bertanggungjawab bahkan melanggar etika sebagaimana
pengertian-pengertian tersebut di atas terhadap warga jemaat.

 Seorang Pendeta GBKP yang berinisial X yanng diminta oleh satu keluarga untuk datang
ke rumah sakit untuk mendoakan orang taanya yang sedang sakit, namun sang Pendeta
tidak dapat memenuhi permintaan tersebut dengan alasan pada hari itu Pendeta sibuk
banyak kegiatan.
 Pada suatu hari kami meminta kesediaan seorang Pendeta non GBKP untuk
membawakan kebaktian di suatu tempat di luar kota di luar tempat tinggalnya jawaban
sang Pendeta berapa bonge yang akan diterimanya untuk kebaktian tersebut.
 Berapa orang Pendeta GBKP & tempat tinggal penulis dalam melakukan pelayan masih
sering pilih kasih dan bermuka-muka (“Rayo-ayo”) dalam bahasa Karo = pilih kasih
dalam melakukan pelayan terhadap warga jemaat yang kaya dengan yang miskin.

75
Karel Sosipater. Op Ca. 13.
76
Joc E Troll: James E. Carter terj. oleh: N. Susilo Raharjo, Etika Pelayan Gereja (Jakarta BPK-GM, 2012), 10.
 Seorang Pendeta GBKP berinisial Y yang tinggal di satu sektor warga jemaat yang
dipimpinya tidak pernah mau menghadiri kegiatan PA Keluarga Perpulungen Jabu-jabu
(Pij) di sekitar tempat tinggalnya, tetapi hanya istrinya saja yang ikut kegiatan.
 Seorang Pendeta GBKP yang berinisial Z yang diminta oleh jemaat dan penatua di satu
sektor wilayah binaannya untuk melakukan kunjungan keluarga/rumah tangga jemaat
karena kuramg aktif ke Gereja, namun sang Pendeta sampai habis periode masa tugasnya
tidak pernah melakukan kunjungan kepada warga tersebut.
 Seorang Pendeta GBKP yang berinisial Q yang telah habis(selesai) masa penugasannya
di satu kota namun enggan dan tidak mau dipindah tugaskan ke daerah/kota yang lebih
kecil dengan berbagai dalih dan alasan.

Inilah sebagian kecil kasus yang penulis pernha temukan dan lamai di beberapa Gereja
tempat tinggal penulis berdomisili. Dari kasus-kasus tersebut di atas penulis merasakan bahwa
para Pendeta selaku pelayan dan gembala tidak memiliki ras tanggung jawab dan etika, sebagi
seorang pelayan (gembala) terhadap warga jemaat. Kondisi dan keberadaan Pendeta seperti
tersebut diatas pastilah akan menurunkan nilai dan martabat Pendeta di mata warga jemaat.

Sementara bila mengacu kepada Tta Gereja GBKP 2005 – 2015 tentang Kode Etik
Pendeta Pelayan Khusus Penuh Waktu (PKPW) di mana dinyatakan bahwa:77

Hakekat panggilan

1. Dalam melaksanakan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari PKPW GBKP, senantiasa


lebih mengutamakan panggilan pelayanannya. (Yes. 6 : 5; Mat. 6 : 33 dan ayat-ayat
pendukung lainnya)
2. PKPW GBKP bersedia ditempatkan dimana saja dalam jajaran pelayanan GBKP,
seperti yang tertera dalam Tata Gereja GBKP menyangkut Mutasi Personalia GBKP.
3. PKPW GBKP menjungjung tinggi kehormatan hakekat panggilannya dalam
kehidupan spiritualitasnya, pelayananya, tingkah lakunya dan tutur katanya.

Pemahaman dan Komitmen Teologis

1. PKPW memahami teologis GBKP, menghayati dan menggumuli perkembangannya


serta bersikap kritis terhadap aliran-aliran teologia yang lain.
77
Tata Gereja GBKP . Op. Cit. 109 – 110
2. Mengenal dan memahami aliran Teologia dari Denominasi Gereja yang beraneka
ragam, PKPW mengupayakan terjalinnya hubungan antara denominasi Gereja yang baik,
hidup oikumenis.

3. PKPW GBKP meyakini keberadaannya bahwa Tuhan telah menempatkannya di setiap


wilayah pelayanannya sebagai garam dan terang yang terasa ada manfaat kehadirannya
bagi perubahan dan pembaharuan yang baik.

Perilaku Hidup Pelayanan Jemaat

1. Dalam kehidupan sehari-harinya, PKPW GBKP harus menjadi teladan bagi jemaat
yang dilayaninya (1 Tim. 4: 12b).

2. PKPW GBKP senantiasa berdisiplin dalam mengikuti sidang jabatan Gereja dan
senantiasa setia melaksanakan keputusan keputusan Sidang jabatan Gereja.

3. PKPW GBKP senantiasa berMusyawarah/bermufakat dalam mengatur jadwal


pelayanannya, baik di jemaat pelayanannya antar jemaat di Klasis pelayannya maupun
antar Klasis GBKP.

4. Dalam menjalankan tugas pelayanannya, sesama PKPW GBKP senantiasa saling


menghormati, saling menopang serta menjauhi sikap dan tindakan persaingan yang tidak
sehat (di tengah tengah kenyataan pelayanan PKPW ditemukan adanya PKPW yang
melayani bukan di wilayah pelayanannya atau juga di Runggun/ Majelis Jemaat yang
telah ada PKPWNYA). Hal yang demikian dapat dilaksanakan jika terjadi negosasi antar
PKPW yang datang melayani dengan PKPW setempat, sehingga dapat mengantisipasi
terjadinya pendiskriditan PKPW.

5. PKPW GBKP senantiasa meningkatkan peranannya dalam seluruh bidang pelayanan


jemaat. termasuk sebagai konselor/gembala bagi warga jemaat (untuk dapat menjadi
konselor perlu diberdayakan melalui latihan-latihan bagi PKPW GBKP).

Beberapa Etika Bagi Seorang Pendeta

Banyak pemimpin Gereja dan Pendeta kurang berhasil dalam tugas kepemimpinan dan
pelayannya bukan karena SDM tetapi karena kurang memperhatikan etika baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam pelayanannya karena kurang berkarakter dan kurang mengamalkan etika
baik dalam kehidupan pribadi dan keluarganya maupun dalam pelayanannya kepada warga
jemaat.

Menurut E.P. Gintings, ada empat kunci sukses untuk membentuk karakter Pendeta
(gembala). 78

1. Rendah hati (humble)

2. Jujur (honesty) dan mampu memaafkan.

3. Menjadi contoh yang baik (good example)

4. Gembala tetap mau belajar untuk memiliki kemampuan melayani secara lebih baik
(excellence in ministerial skill), dan peka terhadap perubahan zaman, serta mampu
mempraktekkan pengakuan iman di dalam kehidupan sehari-hari (confession in actu)

Berikut ini ada sembilan jenis etika yang minimal harus dipahami oleh seorang pelayan
atau Pendeta untuk dipedomani dan diamalkan dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Karel
Sosipater dalam bukunya Etika Pelayanan. 79

1. Etika Kepemimpinan Pastoral

Seorang pemimpin harus mempunyai integritas dan kepribadian yang baik mampu membina dan
menciptakan hubungan yang baik dengan semua warga saling mengasihi dan mempercayai serta
mengutamakan keutuhan dan kesejahteraan warga jemaatnya, dapat dipercaya dan bermoral
baik, satu kata dengan perbuatan dan tidak mementingkan kepentingan pribadi.

2. Etika Pelayan Selaku Penginjil

Seorang Pendeta adalah pemberita firman atau penginjil oleh karena itu harus memiliki rasa cinta
kasih terhadap sesama baik terhadap orang telah menerima Kristus dalam hidupnya maupun
yang belum menerima dan mengenal Kristus, dan tidak memaksa orang menjadi Kristen, tidak
untuk memperoleh imbalan, dan tidak menghakimi mereka yang belum atau tidak mau menerima
Kristus

3. Etika Pelayan Berkotbah

78
E.P. Gintings, Penggembalaan Hal-hal yang Pastoral, Op. Cit. 40 - 41
79
Karel Sosipater. Etika Pelayanan. Op Cit. 62 - 143
Dalam berkhotbah seorang Pendeta harus menyadari bahwa dia adalah juru bicara Allah dalam
memberitakan keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus, jadi pengkhotbah bukan pidato
politik, atau orator yang sedang menyampaikan visi. misi dari suatu lembaga oleh karena itu
materi khotbah harus dipersiapkan dengan baik dan doa agar Roh Kudus menyertainya sehingga
tidak menyimpang dari ajaran Allah

4. Etika Pelayanan Konseling

Seorang Pendeta adalah konselor rohani yang dapat menetramkan jiwa-jiwa yang stress,
tertekan, kecewa, ketakutan, sedih, maka Pendeta harus memberikan siraman rohani dari firman
Tuhan terhadap konselinyn. Oleh karena itu Pendeta harus dengan segala kesungguhan hati
membantu konseli sampai selesai permasalahannya. Jadi para konselor Kristen (Pendeta) harus
menyadari bahwa don dan pembacaan firman Allah bukanlah suatu mantera yang bersifat ("eks
opera operator") atau "berlaku dengan sendirinya" menuntaskan segala permasalahan dalam
sekejap mata. 80

Pendeta harus bersikap sabar, ramah, luwes dan ada sukacita (Ef. 4: 2). menepati janji
dan tidak kaku dalam waktu, seperti jam praktek dokter Memegang kerahasiaan masalah pribadi
konseli, dapat dipercaya, bertanggung jawab, menghargai martabat konseli, tidak menghakimi
punya iman yang teguh, tidak diskriminatif, mau mengakui keterbatasan dirinya.

5. Etika Pelayanan Kunjungan

Pendeta sebagai gembala dituntut melibatkan kehidupan pribadinya dengan kehidupan domba-
dombanya, ini berarti Pendeta wajib mengunjungi anggota jemaatnnya agar saling mengenal dan
untuk menjalin komunikasi yang harmonis di antara gembala dengan domba-dombanya
sekaligus sebagai bentuk perhatian dan pengayoman bagi warga jemaat.

Di dalam kunjungan tersebut Pendeta harus mampu dan tanggap dengan waktu yang
diperlukan sesuai kondisi orang yang dikunjungi, bersikap santun dan menghargai nilai budaya
orang yang dikunjungi tidak meminta sesuatu atau mengharapkan imbalan, bila berlainan jenis
kelamin sebaiknya didampingi oleh pihak ketiga (penatua, diaken) kunjungan tidak diskriminatif
(apakah warga kaya atau miskin, pejabat atau warga biasa).

80
EP Gintings. Konseling Pastoral Op Cit 33
6. Etika Dalam Kehidupan Keseharian

Seorang Pendeta atau hamba Tuhan harus mampu menguasai danmengendalikan dirinya agar ia
tidak mudah terjatuh dalam perbuatan dosa dan moral yang jelek

Pendeta harus hidup dengan pola baru karena hidupnya telah dipersembahkan kepada
Allah ini berarti kehidupannya tidak lagi berorientasi kepada hal-hal duniawi melainkan untuk
melayani dan memuliakan nama Tuhan (Rm, 12: 2-3)

Pelayan Tuhan wajib berdoa dan mengucap sukur untuk jemaat dan orang lain serta
bertekun membaca kitab-kitab suci dalam membangun dan dalam mengajar (1 Tim. 4: 13).
Bertanggung jawab mengatur waktu dan jadwal pelayanan, tidak penggemar tahta atau jabatan
hidup di dalam kesederhanaan dan kesantunan serta membatasi hubungan dengan lawan jenis,
ramah dan tidak suka bertengkar, menghormati yang lebih tua, tidak hamba uang, tidak berbisnis
dengan jemaat sebagai objeknya, menghindari penyakit sosial, minuman keras, narkoba, berjudi,
hiburan malam

7. Etika Dalam Keluarga

Dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga Pendeta haruslah menunjukkan keharmonisan di
dalam kasih mengasihi antar suami istri dan juga anak-anaknya, hal ini dapat dijadikan contoh
teladan bagi warga jemaat, bukan malah menjadi batu sandungan karena bila keluarga Pendeta
berantakan atau tidak harmonis. Oleh karena itu kehidupan keluarga seorang hamba Tuhan harus
jauh dari gosip yang kurang baik, hal ini akan sangat berpengaruh kepada posisi Pendeta sebagai
Pelayan.

Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak anaknya. Jikalau
seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat
Allah? (1 Tim 3:4 - 5). Jadi seorang Pendeta harus mampu menjadi Pemimpin Rohani bagi
keluarganya.

8. Etika Dalam Keuangan

"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang
telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (I Tim. 6: 10).
Firman Tuhan menegaskan, "janganlah kamu menjadi hamba uang, dan cukupkanlah
dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman, Aku sekali-kali tidak akan
membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (Ibr. 13:5).81

Seorang hamba Tuhan hendaklah ia melepaskan diri dari ikatan uang termasuk
keluarganya, memang secara umum kalau dilihat kehidupan Pendeta dan keluarganya masih
cukup memprihatinkan namun inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi sebagaimana
Rasul Paulus berkata:

Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal
dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik
dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan
maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan kepadaku. (Flp. 4: 12-13).

Jadi sebaiknya seorang hamba Tuhan janganlah mengelola uang karena risikonya sangat tinggi
yang dapat membuat Pendeta menjadi tercela dan jatuh ke dalam dosa, oleh karena itu Pendeta
harus mencukupkan dirinya dengan gajinya (Luk. 3: 14).

Oleh karena itu Pendeta harus memiliki Integritas sebagai ciri khas orang yang dipanggil oleh
Allah untuk menjadi Pendeta. Tugas utamanya adalah “Menjaga dirinya sendiri" ia tidak mata
duitan, ia hidup dengan penuh pengorbanan (Kis. 20:33 - 34).82

9. Etika terhadap sesama Pelayan Gereja lain

Tuhan Yesus hanya mendirikan satu Gereja di muka bumi ini (Mat. 16: 18). Hal itu, perlu
disadari oleh para Pendeta atau hamba Tuhan dari Gereja maupun mereka berada. Karena setiap
Gereja merupakan bagian dari tubuh Kristus (Ef. 1 : 23). 83

Hal ini harusla benar-benar dipahami dan disadari sepenuhnya oleh para Pendeta dan
pelayan-pelayan Tuhan dalam melakukan pelayanannya harus saling menghormati dan

81
Karel Sosipater. Etika Pelayanan, Op. Cit. 133.

82
Darrel W. Robins, (Bandung : Lembaga Literatur Baptis, 2004). 100.
83
Karel Sosipater, Op. Cit. 175
menghargai, tidak saling berebut jemaat menyerang dan mengkritik doktrin Gereja lain dan
mnyatakan dogma gerejanya yang paling benar dan diberkati Tuhan.

Pendeta sebaiknya memberikan perhatian dan simpati kepada sesame pelayan, apalagi
untuk mendapatkan penghormatan dengan mengkritik dan merendahkan kemampuan pelayanan-
pelayanan dari Gereja lain dan menganggap mereka sebagai saingan, tetapi harus menjalin kerja
sama sebagai mitra yang sejajar demi kemulian nama Tuhan Karena : Memang ada banyak
anggota, tetapi hanya satu tubuh ( 1 Kor. 12 : 20).

Mennurut penulis seorang Pendeta/Pelayan jemaat seharusnya memahami dan memegang


teguh kode etik dalam melakukan tugas pelayannya kepada semua warga jemaat (domba-
dombanya) dengan semangat dan motivasi tinggi. Karena tugas pelayanan itu adalah merupakan
rahmat atau karunia dari Tuhan dan juga panggilanNya, serta amanah Tuhan Yesus di samping
pilihan hidup untuk pengabdian dan pengorbanan dalam mengaplikasikan kasih terhadao sesame.
Oleh karena itu bila hal ini dimaknai dengan iman dan ucapan syukur kepada Tuhan, maka
rasanya tiada hari tanpa pelayanan prima oleh Pendeta kepada warga jemaat.

Anda mungkin juga menyukai