Pada sambungan dengan baut yang dilengkapi mur, kedua ujung baut seolah-olah
merupakan jepit. Karena momen dan tarikan di ujung baut, maka sambungan menjadi lebih kuat.
Momen di ujung baut mengakibatkan dukungan lubang kayu menjadi lebih merata, dan tarikan
baut dapat memberikan pelekatan antara kayu sehingga memperbesar gaya geser (gambar 4.2.a)..
Akibat tambahan dukungan ini, sesaran pada sambungan baut yang dilengkapi dengan mur
menjadi lebih kokoh dibandingkan jika baut tanpa mur (gambar 4.2.b)
P dengan mur
tanpa
mur
(a) (b)
Agar dapat memberi dukungan momen di ujung baut dengan baik, baut dengan mur
dilengkapi dengan cincin tutup yang berukuran garis tengah > 3,5 d, tebal > 4 mm.
Gaya tarik terbesar yang dapat didukung baut adalah Ptr = /4 d12. au. Ukuran baut yang
diperhitungkan adalah tampang setelah dikurangi bagian ulirnya, dengan d 1 + 0,8 d. Gaya tarik ini
menimbulkan pelekatan yang kuat antara batang-batang kayu, dan akan memperbesar gaya geser
c.D = c . /4 d12 . au dengan nilai c = + 0,66 yang diperoleh dari penelitian.
Jika b1 > 2 . b2, maka tegangan plastik terjadi pada kayu tepi,
sehingga Pmaks = 2 . ku . d. b2.
Jika b1 < 2 . b2, maka tegangan plastik terjadi pada kayu tengah,
sehingga Pmaks = ku . d. b1.
Bila baut membengkok dan bersifat plastik, maka persamaan yang dipakai adalah : Pmaks =
0,8862 . ku . au . d2
Jika gaya tarik pada baut diperhitungkan, maka terdapat tambahan kekuatan geser, sehingga:
Pmaks = 0,8862 . ku . au . d2 + c . au . d2
ku
Golongan kayu (kg/cm2)
I 500
II 400
III 300
Dari penelitian yang dilakukan di labolatorium kayu fakultas teknik UGM, diperoleh
bahwa tegangan plastik untuk baut, au = 5400 kg/cm2
Jika angka aman kekuatan kayu diambil nk = 4, dan angka aman kekuatan baja na = 2,25,
maka kekuatan yang diijinkan untuk kayu golongan I :
Pada sambungan satu :
P = 50 . d. b
P = 240 . d2
Pada sambungan tampang dua :
P = 125 . d . b1
P = 250 . d . b2
P = 480 . d2
dengan : P dalam kg
d, b1 dan b2 dalam cm
Pada pemakaiannya, arah gaya di sambungan baut dapat terjadi tidak sejajar dengan arah serat
kayu. Mengingat kekuatan kayu < // , maka kekuatan sambungan menjadi berkurang untuk
arah gaya yang menyimpang dari arah serat kayu.
Menurut hasil penelitian yang pernah dilakukan di Labolatorium kayu Fakultas Teknik UGM,
untuk Indonesia dapat diambil nilai :
ku / ku// = 0,4.
Karena merupakan persamaan berbentuk sinusoida dari atau // , maka :
ku / ku// = 0,4 = ( 1 – 0,6 sin )
jadi, ku = ku// ( 1 – 0,6 sin )
Pada persamaan kekuatan baut juga dijumpai persamaan dengan ku
Untuk itu :
ku
= 0,4 = 0,65 = ( 1 – 0,35. sin )
ku
jadi , ku = ku// ( 1 - 0,35. sin )
Dengan memperhatikan kemungkinan penyimpangan gaya terhadap arah serat, maka secara
praktis, rumus pemakaian sambungan baut adalah sebagai berikut
:Golongan I :
Sambungan tampang satu : P1 = 50 . d . b ( 1 - 0,6 . sin )
bt = 4,8 P2 = 240 . d2 ( 1 - 0,35 . sin )
Kayu dari klas kuat IV dan klas V tidak dimasukkan dalam rumus sambungan baut, karena
kayu dari klas tersebut hampir tidak pernah dipakai untuk sambungan baut.
Rumus –rumus praktis tersebut adalah untuk sambungan tampang satu dan tampang dua.
Dalam pemakaiannya, sambungan dengan baut sering dijumpai merupakan sambungan tampang
empat dan tampang enam. Untuk hal tersebut, kekuatannya dapat dihitung merupakan 2 x
sambungan tampang dua. Demikian pula untuk sambungan batang ganda rangkap tiga, yang
merupakan sambungan tampang enam, kekuatannya dapat dihitung 3 x sambungan tampang dua.
Pada rumus tersebut diberikan nilai-nilai = 00 . Apabila ukuran-ukuran kayu telah
diketahui, pada arah gaya = 00 , jika dipilih ukuran baut sehingga angka kelangsingan baut =
bt maka baut akan menjadi hemat. Dalam kenyataannya ukuran baut dan kayu di perdagangan
sudah tertentu, sehingga bt adalah angka kelangsingan untuk mendekati ukuran yang optimal
dalam pemilihan baut dan kayu.
Ukuran kayu yang biasa dipakai dalam perdagangan, dapat dilihat pada buku PKKI yang
dikutip dari standart Industri Indonesia (SII), sedangkan ukuran baut yang sering digunakan dalam
struktur kayu adalah sebagai berikut :
Inchi cm
3/8 0,95
1/2 1,27
5/8 1,59
3/4 1,91
7/8 2,22
1 2,54
4. Syarat Pemakaian Sambungan Baut
Untuk pemakaian alat sambung baut, PKKI 1961 Pasal 14 telah merinci syarat-syarat
a. Alat penyambung baut harus dibuat dari baja BJ 37 atau dari baja yang mempunyai kekuatan
paling sedikit seperti BJ 37.
b. Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dengan kelonggaran 1,3 mm.
c. Garis tengah baut harus 10 mm ( 3/8” ), dan jika pada sambungan tampang satu atau
tampang dua tebal kayu 8 cm maka harus dipaki baut dengan garis tengah 12,7 mm (
½”)
d. Baut harus disertai cincin-tutup yang tebalnya > 0,3 d dan < 5 mm dengan garis tengah 3d,
atau jika dibentuk persegi empat lebarnya 3d, dimana d = garis tengah baut.
e. Jika pada sambungan tampang satu salah satu batangnya adalah besi atau baja, atau pada
sambungan tampang dua plat-plat sambungannya dari besi atau baja, maka kekuatan
sambungan dapat dinaikkan 25%.
f. Jika baut digunakan pada struktur yang tidak terlindung, maka hitungan kekuatannya dikalikan
dengan angka 5/6. jika digunakan pada struktur yang selalu basah, kekuatannya dikalikan
dengan angka 2/3.
g. Jika gaya yang didukung sambungan disebabkan oleh beban sementara, maka kekuatan
sambungan dapat dinaikkan 25%.
Pada suatu struktur, biasanya baut yang dipakai untuk sebuah sambungan jumlahnya
lebih dari satu baut. Bahkan baut yang dipasang minimal 2 buah, untuk mendukung momen yang
tak terduga (momen sekunder). Baut –baut yang terpasang, dalam sebuah garis jaraknya harus
memadai agar kayu dimuka baut tidak patah karena geser atau terbelah.
5. Syarat jarak-jarak penempatan baut
a. Arah gaya, sejajar dengan arah serat kayu
Jarak minimum :
- antara baut dengan ujung kayu yang dibebani 7 d dan > 10 cm
- antara baut dengan ujung kayu yang tidak dibebani ……. 3,5 d
- antara baut searah gaya ………………………………… 6 d
- antara baut pada arah tegak lurus gaya ………………… 3 d
- antara baut dengan tepi kayu pada arah tegak lurus gaya 2 d
2d
3d
2d
7d 6d 6d 7d
Gambar 4.3. Arah gaya sejajar dengan arah serat kayu
2d
5d
5d 5d
2d 5d
3d 3d
Gambar 4.4. Arah gaya tegak lurus dengan arah serat kayu
c. Arah gaya, membentuk sudut (00 < < 900) dengan arah serat kayu
Jarak minimum :
- antara baut dengan ujung kayu yang dibebani searah gaya 5 d atau 6 d
- antara baut dengan ujung kayu yang tidak dibebani ……. 2 d
- antara baut searah gaya ………………………………… 5 d atau 6 d
- antara baut pada arah tegak lurus gaya ………………… 3 d
Contoh :
Batang tarik suatu struktur kuda-kuda terlindung, mendukung beban tetap 6 ton. Karena
keterbatasan panjang kayu dipasaran, maka diperlukan sambungan perpanjangan. Jenis kayu
adalah klas kuat II, dengan ukuran tampak 8/15 cm dan ukuran plat sambung 2 x 5/15 cm.
Penyambung batang memakai baut.
Jika momen sekunder diabaikan, berapakah kebutuhan baut untuk sambungan tersebut
dan bagaimana penempatannya ?
Penyelesaian :
Untuk menghitung kebutuhan baut, dipakai rumus golongan II, sambungan tampang 2. Pada
sambungan perpanjangan = 00 sehingga :
= 4,3 d ideal = b1/ = 8/4,3
= 1,86 cm
dipakai baut ¾” (d = 1,91 cm)
P1 = 100 d b1 = 100 1,91 8 = 1528 kg
P2 = 200 d b2 = 200 1,91 5 = 1910 kg
P3 = 430 d2 = 430 1,912 = 1568 kg
P yang dipakai adalah 1528 kg
Banyaknya baut yang diperlukan : n = 6000/1528 = 3,93 buah
Maka dipakai baut 4 ¾” dengan penempatan seperti pada Gambar 4.6.
15
14 12 14 5 8 5
Gambar 4.6. Penempatan baut