Anda di halaman 1dari 5

6.

Vitamin K (Phytonadione)

6.1 Definisi Vitamin K

Vitamin K berasal dari bahasa Jerman yaitu “koagulationvitamin” yang secara harfiah
diterjemahkan menjadi “vitamin pembekuan”. 1 Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak dan
faktor pendamping yang diperlukan dalam sintesis faktor koagulasi II, VII, IX dan X, dan protein C dan S.
Asupan makanan yang mengandung vitamin K 50% nya digunakan untuk kebutuhan harian tubuh,
sedangkan sintesis bakteri gastrointestinal vitamin K bertanggung jawab atas 50% lainnya. Vitamin K
makanan (phylloquinnone) dapat ditemukan dalam sayuran berdaun hijau, kubis, lentil, kedelai, dan hati
sapi. Ini akan diserap secara aktif dalam usus halus. Vitamin K dari flora saluran pencernaan
(menaquinone) diserap secara pasif di usus halus dan usus besar. 2

Karena vitamin K adalah kunci kofaktor dalam sistem koagulasi, defisiensi vitamin K biasanya
bermanifestasi sebagai peningkatan pengaktifan pada waktu protrombin dan waktu tromboplastin (PT
dan PTT). Kadar vitamin K serum juga bisa diukur. Sedangkan des-gamma-carboxyprothrombin (DCP)
juga di kenal sebagai protein abnormal yang diinduksi oleh tidak adanya vitamin K (PIVKA), bisa menjadi
indikator sensitif untuk kekurangan vitamin K, keberadanannya juga sangat terkait dengan keganasan
tertentu, khususnya karsinoma hepatoseluler. Itu tampak pada sel karsinoma hepatoseluler
menghasilkan DCP secara langsung dari pada sebagai produk sampingan dari tingkat vitamin K yang
rendah, ini mungkun akan menjadi hal normal pada pasien dengan karsinoma hepatoseluler. 1

6.2 Defisiensi Vitamin K

Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan gangguan koagulasi dan perdarahan yang disebut
perdarahan defisiensi vitamin K (VKDB). Pada fase neonatal, VKDB diklasifikasikan menurut usia: early
(24 jam setelah lahir), classical (24 ham sampai 7 hari setelah lahir), dan late (2-12 minggu setelah
lahir).2

Insiden kategori early VKDB dalam neonatus terjadi beragam dari 6-12 %. Insiden kategori
classical VKDB dalam neonatus terjadi dari 0.25-1.5 % dalam literatur lama dan 0-0.44 % dalam ulasan
terbaru. Dan insiden kategori late VKDB bisa terjadi disetiap 4.4-7.2 per 100.000 kelahiran. 2

Kekurangan vitamin K lebih sering dijumpai pada bayi baru lahir karena faktor endogen dan
eksogen. Tidak ada kecenderungan terhadap jenis kelamin untuk masalah kekurangan vitamin K. secara
etnis pun juga tida ada kecenderungan untuk masalah vitamin K. kekurangan vitamin larut lemak lainnya
(A, D, dan E) dapat terjadi dalam pengaturan malabrsorpsi lemak. 2

Secara faktor prediposisi, neonatus rentan terhadap defiensi vitamin K dan VKDB akibat transfer
transplasenta yang buruk, kurangnya flora gastroinstestinal untuk menghasilkan vitamin K, dan
seringkali asupan makanan yang tidak memadai. Early VKDB terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang
mengkonsumsi obat yang mengganggu metabolisme vitamin K. Classical VKDB dikaitkan dengan
pemberian makan yang tertunda atau tidak mencukupi. Late VKDB berhubungan dengan ASI eksklusif
tanpa profilaksis vitamin K, atau penyakit malabsorpsi lemak yang mendasari. 2

Terapi antibiotik yang berkepanjangan dapat mengubah flora gastrointestinal dan mengurangi
sintesis vitamin K. Berbagai obat dapat mengganggu metabolisme vitamin K, termasuk warfarin
(menghambat vitamin K epoksida reduktase), salisilat dosis tinggi, fenitoin, rifampisin, isoniazid,
sefalosporin dan kolestiramin.2

Pendarahan dan mudah memar adalah gejala utama. Pasien mungkin mengeluhkan perdarahan
gingiva, epistaksis, dan perdarahan genitourinari atau gastrointestinal Presentasi klinis dari early VKDB
seringkali parah, dengan perdarahan kepala (cephalohaematoma, intracranial), intratoraks, dan intra-
abdominal. Classical VKDB umumnya lebih ringan, dan ditandai dengan perdarahan mukosa umbilikalis,
gastrointestinal, kulit dan hidung. Late VKDB bisa berat, dengan perdarahan intrakranial terjadi pada
kebanyakan pasien, sering menyebabkan gejala sisa neurologis persisten. Kekurangan vitamin K pada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dapat muncul dengan purpura, ekimosis, dan perdarahan
gastrointestinal, genitourinari, dan retroperitoneal. 2

Asupan vitamin K harian yang direkomendasikan adalah 2–120 μg, bergantung pada usia dan
jenis kelamin. Neonatus harus secara rutin menerima dosis intramuskular profilaksis tunggal 0,5-1,0 mg
vitamin K saat lahir. Vitamin K oral sebagai alternatif sedang dievaluasi; Namun, saat ini tidak ada
konsensus tentang regimen oral yang optimal. 2

Kekurangan vitamin K diobati dengan vitamin K. intramuskular atau parenteral. Anak-anak


diberikan 2 mg, sementara orang dewasa diberi 5-10 mg. Perdarahan akut diobati dengan plasma beku
segar untuk memperbaiki faktor koagulasi yang kurang.

6.3 Peran Vitamin K dalam Hemostasis untuk Penyembuhan Luka pada Kulit

Vitamin K merupakan faktor pendamping yang diperlukan dalam sintesis faktor koagulasi II, VII,
IX dan X, dan protein C dan S.1,2

6.3.1 Definisi Hemostasis

Hemostasis adalah proses pembentukan gumpalan di dinding pembuluh darah yang rusak dan
mencegah kehilangan darah sekaligus menjaga darah dalam bentuk cairan di dalam sistem vaskular.
Kumpulan mekanisme sistemik kompleks yang saling terkait beroperasi untuk menjaga keseimbangan
antara koagulasi dan antikoagulasi.3

6.3.2 Respon terhadap Cedera (Luka)

Ketika pembuluh darah kecil terpotong atau rusak, cedera memulai serangkaian kejadian yang
mengarah pada pembentukan gumpalan. Ini menutup daerah yang rusak dan mencegah kehilangan
darah lebih lanjut. Sumbatan trombosit hemostatik sementara dipicu saat trombosit berikatan dengan
kolagen dan agregat. Ada juga penyempitan pembuluh darah, dengan penyempitan arteriol yang terluka
atau arteri kecil yang kadang-kadang ditandai dengan rusaknya lumen namun hanya sementara.
Vasokonstriksi ini disebabkan oleh serotonin (5-hydroxytryptamine) dan vasokonstriktor lain yang
dibebaskan dari trombosit yang menempel pada dinding pembuluh yang rusak. Ini kemudian diikuti
dengan konversi sumbat menjadi bekuan definitif. 3
Gambar 6.3.2. Respon terhadap cedera dalam hemostasis. 3

6.3.3 Mekanisme Faktor Pembekuan Darah

Agregasi trombosit yang longgar di sumbat sementara diikat menjadi satu dan diubah menjadi
bekuan definitif oleh fibrin. Pembentukan fibrin melibatkan serangkaian reaksi enzimatik dan
serangkaian faktor-faktor pembekuan. Reaksi mendasar adalah konversi fibrinogen protein plasma
terlarut menjadi fibrin tidak larut. Prosesnya melibatkan pelepasan dua pasang polipeptida dari setiap
molekul fibrinogen. Bagian yang tersisa, monomer fibrin, kemudian berpolimerisasi dengan molekul
monomer lain untuk membentuk fibrin. Fibrin awalnya adalah jaring longgar dari untaian jalinan. Ini
diubah oleh pembentukan ikatan silang kovalen menjadi agregat padat dan rapat (stabilisasi). Reaksi
terakhir ini dikatalisis oleh faktor XIII teraktivasi dan membutuhkan Ca 2+.3

Gambar 6.3.3. Mekanisme faktor pembekuan darah. 3


Konversi fibrinogen menjadi fibrin dikatalisis oleh trombin. Trombin adalah protease serin yang
dibentuk dari prekursor yang bersirkulasi, protrombin, oleh aksi faktor X yang teraktivasi. Trombin
memiliki aksi tambahan, termasuk aktivasi trombosit, sel endotel, dan leukosit melalui apa yang disebut
reseptor teraktivasi proteinase, yaitu G-protein yang berpasangan. 3

Faktor X dapat diaktifkan oleh salah satu dari dua sistem, yang dikenal sebagai intrinsik dan
ekstrinsik. Reaksi awal dalam sistem intrinsik adalah konversi faktor tidak aktif XII menjadi faktor aktif XII
(XIIa). Aktivasi ini, yang dikatalisis oleh kininogen dan kallikrein dengan berat molekul tinggi, dapat
dilakukan secara in vitro dengan memaparkan darah ke gelas, atau in vivo oleh serat kolagen yang
mendasari endotel. Faktor aktif XII kemudian mengaktifkan faktor XI, dan faktor aktif XI mengaktifkan
faktor IX. Faktor aktif IX membentuk kompleks dengan faktor aktif VIII yang teraktivasi jika dipisahkan
dari faktor von Willebrand. Kompleks IXa dan VIIIa mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari agregat
trombosit (PL) dan Ca2+ diperlukan untuk aktivasi penuh faktor X. Sistem ekstrinsik dipicu oleh pelepasan
tromboplastin jaringan (TPL), suatu campuran protein-fosfolipid yang mengaktifkan faktor VII.
Tromboplastin jaringan dan faktor VII mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan adanya PL, Ca 2+, dan faktor
V, faktor X teraktivasi mengkatalisis konversi protrombin menjadi trombin. Jalur ekstrinsik dihambat
oleh tissue factor pathway inhibitor (TFI) yang membentuk struktur kuaterner dengan TPL, faktor VIIa,
dan faktor Xa.3

6.4 Vitamin K Topikal

Vitamin K juga memiliki sifat redoks dan telah terbukti mengubah metabolisme sel dengan cara
yang dapat memberikan sifat anti-inflamasi. Sistem pembekuan darah dapat menjadi alat untuk
mengkoordinasikan angiogenesis dan perkembangan pembuluh darah, terutama dalam proses
penyembuhan luka kulit.

Vitamin K, mikronutrien esensial yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam darah,
diperlukan untuk γ-karboksilasi residu glutamyl spesifik dalam beberapa protein hati dan ekstra-hati.
Dalam studi Nader P, et al (2019). mengamati bahwa aplikasi topikal Vitamin K secara signifikan
meningkatkan laju kontraksi luka. Pada penelitian sebelumnya, dilaporkan bahwa Vitamin K topikal
dapat meningkatkan aktivitas penyembuhan luka, mungkin karena kemampuannya untuk secara
signifikan meningkatkan laju kontraksi luka, peningkatan periode epitelisasi, pembentukan sel fibroblas,
serat kolagen dan pembuluh darah, dan peningkatan kandungan hidroksiprolin dalam model
eksperimental. Karena Vitamin K memiliki efek terkenal pada γ-karboksilasi faktor koagulasi tertentu,
tindakan penyembuhan luka dari Vitamin K mungkin disebabkan oleh efeknya pada sistem pembekuan
darah.

Reactive oxygen species (ROS) memainkan peran penting dalam patogenesis dan terapi luka
kronis. Produksi ROS yang berlebihan menyebabkan sitotoksisitas dan penyembuhan luka yang
tertunda. Oleh karena itu, penghapusan ROS bisa menjadi strategi penting dalam penyembuhan luka
kronis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Vitamin K dianggap sebagai antioksidan kuat. Oleh
karena itu, Vitamin K juga dapat meningkatkan penyembuhan luka berdasarkan sifat antioksidannya.
Namun, penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan mekanisme kerja Vitamin K yang tepat dalam
penyembuhan luka masih diperlukan untuk konfirmasi.
Dalam studi Nader P, et al (2019) menunjukkan efek menguntungkan Vitamin K dalam proses
penyembuhan luka, yang dapat diresepkan sebagai pengobatan selain terapi standar dan mengarah
pada kontrol yang lebih baik dari proses penyembuhan luka dalam jangka pendek. Oleh karena itu,
Vitamin K dapat digunakan sebagai obat tambahan bersama dengan pengobatan lain yang telah terbukti
pada pasien dengan luka kulit akut dan kronis

1. Lowell AG, et al. Fitzpatrick’s: dermatology in general medicine 7 th Edition. United State:
McGraw-Hill; 2012.
2. Christopher G, et al. Rook’s: textbook of dermatology 9 th Edition. United Kingdom: John Wiley @
Sons; 2016.
3. Kim EB, et al. Ganong’s: review of medical physiology 26 th Edition. United State:McGraw-Hill;
2019.
4. Nader P, et al. Wound healing effects of topical vitamin K: a randomized controlled trial. Indian
Journal of Pharmacology. 2019;51(2): 88-92.

Anda mungkin juga menyukai