Anda di halaman 1dari 6

DIC pada kehamilan

Label: Fetomaternal

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindroma abnormalitas koagulasi dan


fibrinolisis, DIC disebut juga konsumtif koagulopati. Kehamilan menyebabkan kondisi status
hiperkoagulasi. Terdapat peningkatan aktivitas semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan
XIII. Fibrinogen meningkat sejak awal kehamilan sekitar 12 minggu, dan mencapai puncaknya
dengan kadar 400-650 mg/dL pada kehamilan aterm. Sistem fibrinolitik tertekan pada kehamilan
dan persalinan, akan tetapi kembali ke normal dalam satu jam setelah plasenta lahir.
1

Banyak kasus DIC berhubungan dengan kehamilan. DIC disebabkan oleh


eclampsia/preeclampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio plasenta, missed septic abortion,
ruptur uterus, emboli air ketuban, Intra uterine fetal death (IUFD), penyakit trofoblas, dan Sickle
Cell Crisis. Penyebab obstetri terbanyak pada DIC adalah solusio plasenta. 1,2 Pada pasien
dengan solusio plasenta berat yang disertai kematian janin, DIC terjadi pada 25% pasien. Pada
pasien dengan IUFD dan missed abortion DIC terjadi pada 25% pasien, dan timbul 5-6 minggu
sesudah kematian janin, dengan hasil perubahan laboratorium pada beberapa kasus sudah nyata
berubah sejak awal. Pada Hellp syndrome DIC terjadi pada 92 dari 442 pasien (21%) 2

Mekanisme terjadinya pembekuan dan DIC


Teori yang paling diterima mengenai koagulasi darah dipopulerkan oleh Ratnoff dan Bennett
(1973) dan dikenal dengan cascade theory. Pada dasarnya sistem koagulasi dibagi menjadi
sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik. Sistem intrinsik mengandung semua komponen
intravaskular yang dibutuhkan untuk mengaktifkan trombin, yaitu faktor XII, XI, X, IX, V, dan
II (protrombin). Faktor ekstrinsik meliputi tromboplastin jaringan yang akan mengawali aktifasi
faktor VII, X, V, dan protrombin. Kedua faktor intrinsik dan ekstrinsik bersamaan mengaktivasi
faktor X, yang berikutnya bereaksi dengan faktor V yang teraktifasi dengan adanya Calcium dan
fosfolipid, untuk mengubah protrombin menjadi trombin. 1 Trombin adalah enzim proteolitik
yang bertanggung jawab untuk memecah rantai fibrinogen menjadi fibrinopeptid, memulai
pembentukan fibrin monomer.
Jalur intrinsik (PTT)
Aktifasi sistem koagulasi juga menstimulasi perubahan plasminogen menjadi plasmin sebagai
mekanisme pertahanan terhadap trombosis intravaskular. Plasmin adalah enzim yang
menghambat aktivitas enzim V dan VIII, dan dapat mengahancurkan fibrin membentuk Fibrin
Degradation Product (FDP). 1
Hemostasis darah yang normal merupakan keseimbangan dinamis antara koagulasi yang
membentuk fibrin dan sistem fibrinolisis, yang berfungsi membuang fibrin ketika fungsi
hemostasis sudah lengkap. Pada DIC terdapat koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas
oleh karena lepasnya tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan konsumsi
faktor koagulasi berlebihan, menurunkan kadar faktor pembekuan, sehingga terjadi
kecenderungan untuk berdarah. Sebagai respon terhadap koagulasi yang luas dan penumpukan
fibrin pada mikrovaskular, proses fibrinolisis menjadi teraktivasi. Ini meliputi perubahan
plasminogen menjadi plasmin, yang memecah fibrin menjadi Fibrin degradation products (FDP).
FDP mempunyai sifat antikoagulan, menghambat fungsi trombosit dan kerja trombin, sehingga
memperburuk kelainan koagulasi. 2

DIC pada kehamilan


Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang lain. Aktifasi sistem
koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan jaringan
desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio plasenta, pada kasus IUFD dan
missed abortion. 2
2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan mengaktifkan
faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam kategori ini.3
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini terjadi pada
reaksi transfusi. 2
Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan pengganti yang
tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan terjadinya vasospasme, menyebabkan
kerusakan endotel, dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi menurunkan perfusi sehingga terjadi
hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan memicu terjadinya DIC. DIC bisa dihindari
dengan mengganti cairan yang cukup, meskipun pada anemia yang berat. 4
Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi obstetri yang
mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa berupa hematom, purpura,
epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih dramatis terjadinya perdarahan aktif dari
luka operasi dan perdarahan post partum.2 Perdarahan bisa berupa hematuria, perdarahan
gastrointestinal, intracarnial dan internal bleeding.3 Gejala sisa adanya trombosis jarang ada
pada DIC yang terjadi secara akut, gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya
perdarahan. Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru.2

Mekanisme klinis terjadinya DIC


Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin, penurunan
mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses fibrinolisis. Antikoagulan fisiologis
meliputi antitrombin III, protein C dan TFPI (tissue factor pathway inhibitor). Pada DIC kadar
antitrombin III, yang merupakan inhibitor trombin utama menurun sebagai respon terhadap
proses koagulasi yang sedang berlangsung, degradasi oleh elastase yang dikeluarkan oleh
neutrofil aktif, dan gangguan sintesis antitrombin III. Penurunan fungsi sistem protein C
disebabkan oleh penurunan aktifitas trombomodulin, penurunan kadar fraksi bebas protein S
(kofaktor esensial protein C), disamping penurunan sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik
diperantrai oleh peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, penghambat utama sistem
fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan meskipun terdapat aktivitas fibrinolitik, pada DIC
aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan aktivitas pembentukan fibrin.5

Diagnosis DIC
Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting dilakukan,
mengingat pentingnya kecepatan diagnosis DIC, dan kurangnya fasilitas laboratorium yang
lengkap menyebabkan tidak dilakukannya tes kelainan hematologi definitif. Tes Pembentukan
jendalan darah merupakan tes yang mudah dikerjakan. Hasil yang abnormal menunjukkan
adanya abnormalitas menyeluruh dari sistem koagulasi. Tes ini dikerjakan dengan mengambil 5
ml darah dalam tabung gelas (atau dalam spuit injeksi), balikkan tabung tiga atau empat kali dan
amati terjadinya jendalan, dan retraksi serta koagulasi jendalan. Waktu penjendalan memanjang
apabila lebih dari 10-12 menit. Jendalan harus dapat bertahan ketika tabung dibalik sesudah 30
menit, dan belum lisis dalam 1 jam. Jendalan harus terbentuk paling tidak separuh dari total
jumlah sampel darah. 2
Pada DIC berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi koagulasi dan fibrinolisis menjadi
abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih ringan hasilnya bervariasi. Uji laboratorium untuk
diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji penentu. Uji tapis meliputi hitung trombosit,
Protrombin time (PT), Partial Tromboplasitin Time, masa trombin, fibrinogen, sedangkan uji
penentu adalah pemeriksaan fibrin monomer terlarut (soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin
degradation product dan anti trombin. Dalam pertemuan Scientific and standardization Comittee
International Society on trombosis and Haemostasis ke 47, Juli 2001 di Paris disusun sistem skor
untuk DIC. 6

Skor DIC.
1. penilaian risiko : apakah terdapat kelainan dasar/etiologi yang berkaitan dengan DIC ? (jika
tidak, penilaian tidak dilanjutkan)
2 Uji koagulasi : hitung trombosit, Protrombin time, Fibrinogen, FDP/D-dimer)
Skor :
Trombosit : >100.000/mm3 :0
: 50.000-100.000/mm3 :1
: <50.000/mm3 :2
FDP atau D-dimer
: < 500μg/L : tidak meningkat : 0
: 500-1000 μg/L : meningkat ringan : 1
: > 500 μg/L : meningkat ringan : 2
Pemanjangan protrombin time (PT)
: < 3 detik :0
: 4-6 detik :1
: > 6 detik :2
Fibrinogen
: > 100 mg/dl :0
: < 100 mg/dl :1
Jumlah skor ≥ 5 sesuai DIC, skor diulang setiap hari
Jumlah skor < 5 sugestif DIC, skor diulang dalam 1-2 hari.

Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini disebabkan kadar faktor VII dari sel
endotelial sering meningkat. Partial tromboplastin time bervariasi dan mungkin hanya
memanjang pada proses akhir, ketika faktor pembekuan turun sangat rendah. Protrombin time
menjadi memanjang, oleh karena hampir semua faktor koagulasi ekstrinsik turun (terutama
II,V,VII,X).4 Trombin time biasanya memanjang. Kadar fibrinogen pada kondisi kehamilan
normal meningkat 400-650 mg/dl pada DIC kadarnya turun pada kadar normal orang tidak
hamil. Pada DIC berat kadar fibrinogen biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80λ/ml
mendukung diagnosis DIC, kadar ini akan menetap tinggi selama 24-48 jam setelah DIC
terkontrol. Sediaan apus darah akan menunjukkan bentuk abnormal, dan sel darah merah yang
pecah (Schistocytes), yang terbentuk akibat melalui lubang fibrin pada kapiler yang tersumbat.2

Manajemen DIC pada Kehamilan


Pada kehamilan DIC berlangsung sangat cepat. Terapi harus diutamakan. Proses dan
perkembangan DIC sangat dinamis sehingga hasil laboratorium mungkin tidak menggambarkan
situasi yang sebenarnya. Namun ini tidak berarti tidak harus mengikuti hasil laboratorium dan
pertolongan dari ahli hematologi bila memang tersedia. Bagaimanapun tanpa hasil hematologi
yang lengkap, harus punya rencana manajemen yang dapat mengatasi masalah yang bisa
menimbulkan komplikasi yang membahayakan.2
Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC. Umumnya hal ini
dilakukan dengan melahirkan produk kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi
organ.2 Pada pasien yang direncanakan dilakukan terminasi secara seksio sesarea pada kondisi
trombositopeni berat terdapat beberapa saran, Jika secara klinis terdapat tanda-tanda perdarahan
nyata dilakukan incisi linea mediana, namun jika tidak dapat dilakukan incisi pfanensteal,
penggunaan cauter boleh dilakukan lebih bebas , tutup uterus dengan 2 lapis, membiarkan plica
vesicouterina tetap terbuka, peritoneum ditutup untuk mencegah perdarahan dari pembuluh darah
yang kadang tidak terlihat dan memberikan tempat untuk pemasangan drain, pemakaian skin
staples, tutup luka dengan balut tekan pada tempat incisi. Selain hal diatas Sibai menambahkan
perlunya dipilih anestesi secara general anestesi, pemberian trombosit 10 unit sebelum operasi
bila angka trombosit <50.000/μL, penutupan luka secara sekunder atau pemasangan drain
subkutan, transfusi diberikan sesuai kebutuhan dan monitoring intensif dilakukan selama 48 jam
sesudah persalinan.4,8
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi organ merupakan hal
yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer laktat atau NaCl, dan mengganti perdarahan
dengan whole blood. Fresh whole blood merupakan yang terbaik karena kandungkan faktor
koagulasi dan trombosit. Oksigenasi dengan sungkup atau intubasi endotracheal diberikan untuk
mencapai oksigenasi arterial yang memuaskan. Monitoring dengan pemasangan CVP untuk
menjaga produksi urin 30-60 ml/jam dan hematokrit >30%.2
Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan oleh ahli hematologi. Fresh frozen plasma
(FFP) mengganti hampir semua faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah
menularkan hepatitis. 1 unit diberikan setelah 4-6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit
whole blood yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi perdarahan masif, defisiensi faktor
koagulasi tertentu, melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin II,
imunodefisiensi dan purpura trombositopeni.1 FFP diberikan bila protrombin time lebih dari 1,5
kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga angka protrombin time dalam
selisih 2-3 detik dari kontrol FFP mengandung semua faktor koagulan, tidak mengandung
trombosit.3 Crioprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah (fibrinogen <100
mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan sesudah pemberian 2-3 unit plasma.4
Criopresipitates mengandung fibrinogen, faktor VIII, XIII.3 Trombosit dapat ditransfusi pada
kondisi trombositopenia berat, dimana satu unit dapat menaikkan angka trombosit 5000/μL –
10.000/μL. Transfusi trombosit diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan angka
trombosit < 50.000/μL, atau pada kondisi angka trombosit <50.000/μL pada pasien dengan
rencana dilakukan tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik dengan
angka trombosit 20.000/μL -30.000/μL. Trombosit biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari.1,2
Vitamin K dan folat diberikan mengingat pasien dengan DIC seringkali kekurangan kedua
vitamin ini. Sedang berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat pada pasien DIC
dapat memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan.2
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC. Heparin
dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene jari-jari. Heparin diberikan
pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena, dengan dosis awal 5000 unit. Kontrol untuk terapi
heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen sangat rendah dan terapi adekuat
diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin time atau Partial tromboplastin time satu sampai
satu setengah kali dari kontrol.3 Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu
mengikatkan diri dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III
dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali).7 Heparin barangkali tidak selalu bermanfaat pada
pasien dengan DIC, oleh karena kadar antitrombin III bervariasi pada tiap pasien, bahkan
kadarnya bisa berkurang, terutama pada DIC yang terjadi secara akut. Penelitian lebih lanjut
pemakain terapi pengganti antitrombin III secara randomisasi sedang berlangsung.9
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti IUFD, dan tidak
direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif. Epsilon aminocaproic acid
(EACA) menghambat perubahan plasminogen menjadi plasmin, dan digunakan untuk mencegah
proses sekunder fibrinolisis. Namun pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih diragukan
penggunaan kedua agen itu dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC. Pemakaiannya hanya
pada tingkatan teori, pemakaian praktis penggunaannya masih kurang.2
Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah penghambatan aktifitas faktor
jaringan. Salah satu penghambatnya adalah nematode rekombinan antikoagulan protein C2, yang
merupakan inhibitor spesifik yang kuat terhadap pembentukan komplek dari faktor jaringan dan
faktor VII a dengan faktor Xa. Pemberian TFPI juga dapat menghambat aktivitas faktor jaringan
sehingga dapat mencegah aktifasi sistem koagulasi. Pemberian protein C mungkin juga akan
memberikan manfaat, seperti yang ditemukan pada binatang dengan kelainan ini.5

Ringkasan
DIC menimbulkan manifestasi klinik berupa trombosis dan perdarahan. Kewaspadaan terhadap
kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting dilakukan. Manajemen yang pertama
adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC. Umumnya hal ini dilakukan dengan melahirkan
produk kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi organ, dan penggantian faktor
koagulasi. Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti IUFD,
dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif

Daftar Pustaka

1. DeCherney,A., Pernoll,M.L. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment


(8thed), Apleton and Lange, 1994

2. The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International, second


edition, Ontario, 2001

3. Creasy, Resnik, Maternal fetal medicine principles and Practise, WB saunders, 1994.

4. Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive care, WB saunders, 1997

5. Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:1999;341:586-91


6. Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana Koagulasi
Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional, cetakan pertama, 2001.

7. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, cetakan III,
Jakarta, 1993

8. Sibai, B.M., Witlin, A.G., Diagnosis and management of women with hemolysis, elevated
liver enzymes, and low platelet count (Hellp) syndrome, Hospital Physician :1999.

9. Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients, Am J


Respir Crit Care Med:2000;162:347-351

Anda mungkin juga menyukai