Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. Tc

Umur : 23 tahun

Alamat : Kedinding Lor Gg. Mawar, Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur

Pekerjaan : Wahasiswa

Tanggal Periksa : 18 Maret 2019

No RM : 708271

1.2 Anamnesa
Keluhan utama : Bintik merah Kecoklatan yang terasa gatal

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang kepoli kulit dan kelamin RSUD

Ibnu Sina Gresik pada tanggal 18 maret 2019

dengan keluhan adanya bintik-bintik merah

kecoklatan pada punggung yang disertai rasa

gatal. Bintik-bintik tersebut muncul sudah dari

1 bulan yang lalu, awalnya bintik-bintik

kemerahan tersebut muncul pada daerah

punggung saja, kemudian menyebar kedaerah

lengan atas, dan leher. Pasien juga mengeluh

sering berkeringatan dan saat berkeringat

banyak bintik bintik tersebut terasa sangat

gatal dan kadang terasa panas. Lama

kelamaan bintik bintik merah tersebut berubah

1
menjadi warna kecoklatan dan ada sebagian

berwarna hitam. Pasien juga mengatakan jika

terasa sangat gatal pasien sering menggaruk

dan memberi bedak salicyl namun tidak

membaik.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti

ini sebelumnya, Riwayat diabetes mellitus di

sangkal, Riwayat asma di sangkal, Riwayat

alergi makanan di sangkal, Riwayat alergi

obat di sangkal, Riwayat digigit serangga di

sangkal, Riwayat bersin di pagi hari di

sangkal.

Riwayat penyakit keluarga : Di keluarga pasien tidak ada yang menderita

penyakit seperti ini, Riwayat asma di sangkal,

Riwayat alergi makanan, Riwayat alergi obat

di sangkal.

Riwayat pengobatan : Riwayat pengobatan jangka panjang disangkl,

Belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat sosial : Tidak ada yang sakit seperti ini disekitar pasien

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status generalis

Keadaan umum :Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

GCS : 456

2
Tanda Vital :

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,5 C

Respiration Rate : 19x/menit

Kepala / leher :

Mata : isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-


Telinga : tidak tampak kelainan

Hidung : tidak tampak kelainan

Mulut : normal, sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (–)

Leher : pembesaran kel. getah bening (-), peningkatan JVP (–)

Thorax : Simetris, retraksi dada (-)

Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, Gallop (-), murmur (-)

Paru : Vesikuler pada kedua lapang paru

Abdomen : Flat, Soefl, bising usus (+) 20x/mnit, organomegali (-)

Ekstremitas : Akral hangat kering merah + | +

Satus Dermatogis

Regio Colli et Fasialis :

- papula eritematus, multiple, homogen, berukuran 1-2 mm


- Makula hiperpigmentasi, berukuran 0,5-1 cm

Regio Thorakalis posterior :

- Makula hiperpigmentasi multiple berukuran 1.5-1 cm

3
Regio Deltoidea :

- Tampak papulopustuler folikular berwarna merah kecoklatan, multiple,


homogen, berukuran miliari 1-2 mm yang ditutupi skuama tipis transparan
yang lepas bada agian tepi dan melekat pada bagian tengah

Regio Brachii :

- Tampak papulopustuler, multiple, homogen berwarna merah kecoklatan


berukuran 1-2 mm
- Makula hiperpigmentasi multiple berukuran 0,5 – 1 cm

A.

(a)

B.

(b)

4
C.

(c)

(d)

D.

(e)

Gambar 1.1 Area Predileksi lesi : A. Regio colli et fasialis dengan efloresensi (a) papula
eritematus. B. Regio Thorakalis posterior dengan efloresensi (b) makula hiperpimentasi. C.
Regio Deltoidea dengan efloresensi (c) papupopustular yang ditutupi skuama tipis (d)
papulopustular berwana merah kecoklatan. D. Regio Brachii dengan efloresensi (e)
papulopustular folikuler. (sumber: file pribadi, 18 maret 2019)

5
1.4 Diagnosa

Pitirosporum ovale folikulitis (Malassezia Folikulitis)

1.5 Diagnosa Banding

- Akne vulgaris

- Folikulitis Bakterial

1.6 Rencana (Diagnostik, Terapi, Edukasi)

Diagnostik :

- Pemeriksaan lampu Wood


- Pemeriksaan KOH dengan tinta parker®

Terapi :

- Sistemik : Caps. itrakonazole 200mg 1 dd 1 no XIV

- Topikal : selenium sulfid 2,5 % (malam hari menjelang tidur)

Edukasi :

- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya

- Menggunakan pakaian yang menyerap keringat

- Menghindari pakaian yang ketat agar agar kulit tidak lembap

1.1

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Folikulitis malassezia atau Folikulitis pityrosporum merupakan infeksi jamur

pada kelenjer sebasea yang disebabkan oleh Malassezia spp., yang ditandai oleh lesi

papulopustular folikular terutama terletak pada bagian tubuh belakang, lengan atas,

leher, dan sering kali disertai dengan adanya rasa gatal.1,2

Secara umum pityrosporum ovale folikulitis (POF) sering dihubungkan

dengan penyakit akne vulgaris, tetapi manifestasi klinis yang ditimbulkan dapat

persisten selama bertahun-tahun tanpa adanya resolusi dengan pengobatan akne

tipikal. pityrosporum ovale folikulitis (POF) timbul akibat overgrowth dari spora yang

merupakan flora normal di kulit.2

2.2 Epidemologi

Folikulitis malassezia merupakan penyakit infeksi jamur oportunistik yang

disebabkan oleh malassezia spp. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1969

oleh weary et al. dan diakui oleh potter et al. pada tahun 1973.2

Pitirosporum ovale hadir pada 75-80% dari permukaan kulit yang sehat dan

jumlah terbanyak terdapat pada bagian tubuh belakang, dada dan lengan. Masyarakat

yang tinggal di iklim hangat dan lembab memiliki insiden yang lebih tinggi terkena

Pitirosporum folikulitis. Salah satu klinik di Filipina mencatat bahwa 16% dari semua

kunjungan pasien adalah kasus Pitirosporum folikulitis.2,3

7
Pada tahun 2008 dari China menyebutkan bahwa 1,5% dari semua pasien kulit

di diagnosis dengan Pitirosporum ovale folikulitis, sebagian besar dari mereka sehat,

dan rata-rata dewasa muda. Laporan Pitirosporum folikulitis bervariasi, dimana rasio

laki – perempuan adalah 2:1.2,4

Di indonesia sendri, Insidensi Malassezia Folikulitis di URJ Kesehatan Kulit

dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2011 sebanyak 24 pasien baru,

dengan jumlah laki-laki 15 orang dan perempuan sebanyak 9 orang, sedangkan pada

tahun 2012 terjadi peningkatan Insidensi Malassezia Folikulitis yaitu sebesar 51

pasien baru dengan jumlah pasien laki-laki sebanyak 27 orang dan wanita sebanyak

24 orang. Tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah pasien baru Malassezia Folikulitis

yaitu sebesar 87 orang, dengan jumlah laki-laki tetap dominan yaitu sebanyak 51

orang, sedangkan pada wanita sebanyak 36 orang.5

Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Richard et.al (2014)

mengatakan bahwa insiden pasien dengan Malassezia Folikulitis lebih dominan

terjadi pada pasien laki-laki dengan rasio perbandingan antara laki-laki dan

perempuan 2:1.

2.3 Etiologi

Malassezia Folikulitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur

normal pada kulit dengan spesies pitirosporum atau malassezia furfur. Selain

Malassezia Folikulitis, jamur ini juga dapat menyebabakan pitiriasis vesikolor atau

sering disebut dengan panu.3

pada tahun 1880, Barrol et al. memberi nama penyakit ini dengan sebutan

pityrosporum yang membagi malassezia spp. menjadi dua spesies yaitu M.

8
pachidermatis dan M. furfur yang terdiri dari pityrosporum ovale dan pityrosporum

orbiculare.3

Pityrosporum orbiculare meupakan jamur yang berbentuk bulat dan

pityrosporum ovale merupakan jamur yang berbentuk oval, monopolar, polimorfik,

lipofilik dengan dinding sel yang tebal dan berlapis lapis. Kedua jamur ini merupakan

organisme yang sama dan dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungannya,

misalnya suhu, media dan kelembapannya.2,7

Seiring perkembangan zaman, spesies ini disebut sebagai Malassezia

semenjak Gueho et,al (1996) menemukan 7 spesies berdasarkan karakteristik

morfologis, mikroskopis, fisiologis, dan biologi biologis yaitu, M. furfur , M.

obtusa , M. globosa , M. slooffiae , M. sympodialis , M. pachydermatis dan M.

restrica. Baru-baru ini jepang memperkenalkan 4 spesies baru yaitu, M. dermatis , M.

japonica , M. nana dan M. yamatoensis dan di benua eropa juga terdapat dua spesies

tambahan yaitu M. caprae dan M. equina.3,6

Berbagai faktor atau keadaan patologik yang dianggap bersosiasi dengan

kejadian Malassezia folikulitis adalah :

a. Faktor eksternal 5,7

 Suhu dan kelembaban udara yang tinggi : jamur penyebab pityrosporum

folliculitis atau malassezia cenderung tumbuh terlalu cepat di tempat

yang panas, lembab, dan lingkungan yang berkeringat.

 Pakaian oklusif : pemakaian pakaian yang ketat mendorong timbulnya

keringat.

 Penggunaan bahan – bahan berlemak untuk pelembab badan yang

berlebihan dapat menutup folikel (misalnya, tabir surya dan pelembab

berminyak).

9
b. Faktor Host atau individu2,6

 Kulit berminyak (diprovokasi oleh pengaruh hormonal)

 Kegemukan

 Kehamilan (terjadi peningkatan produksi sebum dan androgen yang

meningkat sehingga mempotensiasi pengembangan Pityrosporum

folliculitis)

 Stress atau kelelahan

c. Penyakit sistemik, termasuk:3,7

 Diabetes mellitus

 Defisiensi imun

d. Obat-obatan, seperti :1,2

 Antibiotik oral spektrum luas (sering diresepkan untuk jerawat),

antibiotik ini akan mengubah flora normal kulit (menekan bakteri

kulit), bakteri yang tertekan ini malahan memungkinkan jamur (yeast)

untuk berkembang biak.

 Steroid oral, seperti prednisone (jerawat steroid), penggunaan steroid

akan menyebabkan imun menurun yang berakibat mudahnya terinfeksi

jamur.

2.4 Patofisiologi

Infeksi Malassezia spp. sebagian besar belum diketahui hingga saat ini. Hal ini

disebabkan oleh adanya interaksi kompleks antara Malassezia spp. dengan kulit. Pada

kulit sehat Malassezia spp. merupakan flora normal yang biasa ditemukan, dimana

Malassezia spp. ini menfaatkan nutrisi esensial untuk pertumbuhan mereka tanpa

menimbulkan gangguan pada kulit.9

10
Gambar 2.1 interaksi antara kulit dan malassezia spp 9.

Melanin merupakan sel yang ditemukan pada sel basal epidermis, melanin

merupakan komponen yang dihasilkan oleh sel malnosit yang berfugsi sebagai

penyerapan sinar UV dan penahan jaringan bebas sehingga melindungi kulit dari sinar

UV. Proses sintesis melanin membutuhkaan enzin L-dihidroksifenilalatin (L-Dopa)

dioksidasi oleh Tirosinase menjadi Dopaqinone yang nantinya akan dirubah menjadi

leucodopachome yang diikuti oleh serngkaian reaksi reduksi oksidasi dengan

produksi zat antara Drihydroxyinhole (DIH) dan asam karbosilat DIH (DIHCA)

dengan pembentukan akhir eumelanin. Melanin juga dapat meindungi organisme lain,

seperti bakteri dan jamur. Beberapa jenis jamur nomal pad kulit menggunakan

melanin sebagai nutrisi untuk bertahan hidup atau sebagai pigmen fotosintesis yang

memungkinkan mereka menangkap sinar gamma dan menfaatkan energi ini untuk

pertumbuhan tanpa menimbulkan penyakit.9,11

11
Namun, Bila pada hospes terdapat faktor predisposisi yang dapat

menyebabkan perubahan dalam kekebalan, produksi sebum, dan pertumbuhan flora

normal kulit yang mengakibatkan proses ini terganggu. Malassezia spp akan

beradaptasi dengan cara memodifikasi ekspresi enzim b- endropin yang mana akan

melepaskan lipase dan fosfolipase untu memperoleh energi dan pada waktu yang

sama malassezia spp mensintesis indole bioaktif yang bekerja menembus

arylhydrocarbon receptor (AhR) yang diekspresikan hampir pada semua sel epidermis

baik dikulit sehat maupun dikulit yang sakit. Diamana akan mengakibatkan kerusakan

pada sel epidermis dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak rantai sedang

menjadi asam lemak bebas. Pada keratonosit akan memodifikasi dan

mengekspresikan sel sitokin, chemokins, peptida anti mikroba yang akan merusak

sinar uv hingga mengakibatkan keganasan. Hasilnya pada sel langerhans, malassezia

spp akan merespon dan mengkitfkan jalur komplemen alternatif sehingga

menyebabkan inflamasi. 3,9,10

Insisasi dari proses inflamasi diakibatkan oleh teraktifasinya mediator

inflamasi karena infiltrasi dari Malassezia spp. pada stratum korneum. Sehingga

mengakibatkan tanda –tanda seperti eritema, gatal, gatal panas dan rasa terbakar. 3,6

Spesies Malassezia juga akan tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folike

dapat pecah, menyebabkan reaksi peradangan terhadap lemak bebas yang dihasilkan

lipase jamur dan memberikan gambaran folikulitis. Pesatnya pertumbuhan dan

multiplikasi dari jamur diwilayah folikel rambut juga mengakibatkan pengembangan

ruam pada kulit, sehingga kulit membentuk patch gatal dan jerawatan. ,3,6

Setelah Malassezia spp. memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi

proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya pada

kulit. Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang

12
menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya, keratinosit yang

terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus

yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum.

Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit. 3,9,10

2.5 Gambaran Klinis

a. Gatal ditempat predileksi dan kadang disertai rasa panas1,2

b. Klinis morfologi: tampak gambaran papula pustuler folikuler dengan ukuran

miliari 2-3mm kadang terdapat eksoriasi dengan peradangan minimal1,2,3,6

c. Tempat predileksi: punggung, dada, lengan atas, leher dan wajah. Pada

ekstremitas inferior jarang ditemukan1,2,3

2.6 Diagnosa

Diagnosa didasarkan pada keluhan gatal dan lokasi serta morfologi lesi,

dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu wood tampak fluoresensi putih kekuningan

atau copper orange yang di amati pada folikel di lokasi lesi, Cahaya positif Wood di

malassezia folikuler mungkin disebabkan oleh senyawa spesifik yang disintesis oleh

malassezia yang disebut pityriacitrin dan Pityrialactone yang menyerap cahaya dan

berfluoresensi di bawah sinar ultraviolet 365 nm.5,6

Menegakan diagnosa malassezia folikuler juga dapat dilakukan pemeriksaan

dengan larutan KOH dan tinta Parker® biru hitam. Dimana isi folikel dari kelompok

sel ragi dan spora bulat atau blastospora Malassezia dikeluarkan dengan ekstraktor

komedo. Mengingat Malassezia spp. merupakan flora normal kulit, Jacinto-Jamora

menambahkan kriteria yakni dianggap POF jika temuan jumlah organisme ≥ 3+ :

yakni lebih dari 2-6 spora dalam kelompok atau 3-12 spora tunggal tersebar.2,3,5,6

Pemeriksaan KOH dapat mendiagnosis malassezia folikuler lebih cepat

daripada biopsi kulit dan kultur, karena pada kultur Malassezia sp. hanya tumbuh

13
pada media yang kaya asam lemak dan bisa didapat juga dengan menambahkan

mediumnya dengan minyak zaitun (olive oil).5

Pemeriksaan penunjang lain adalah dengan menemukan organisme dalam

ostium folikel rambut pada sediaan histopatologi yang kadang disertai ruptur folikel

dan tanda peradangan.6

2.7 Diagnosa Banding

Malassezia (Pityrosporum) folliculitis adalah suatu kondisi infeksi jamur yang

umumnya salah didiagnosis sebagai acne vulgaris. Meskipun sering dikaitkan dengan

jerawat biasa, kondisi ini dapat bertahan selama bertahun-tahun tanpa perbaikan

dengan pengobatan obat jerawat. Gambaran klinis Malassezia

(Pityrosporum)  folliculitis tampak papula pustula folikuler yang kadang terdapat

eksoriasi dan disertai rasa pruritus atau gatal. Sedangkan pada acne vulgaris

umumnya terjadi pada remaja, berlangsung kronis, tempat predileksi di tempat sebore,

polimorf, terdiri atas komedo, papul, pustul, nodus dan kista, serta jaringan parut

hipertrofi dan hipotrofi yang tidak disertai rasa gatal.6

Pada acne vulgaris hasil KOH semua negatif, karena pemeriksaan KOH

merupakan pemeriksaan yang cepat, berguna dan efektif hanya untuk infeksi jamur.5

2.8 Penatalaksanaan

Malassezia (Pityrosporum) folliculitis dapat diterapi secara sukses

menggunakan terapi sistemik menggunakan itrakonazol oral 200 mg/hari selama 3

minggu. flukonazol oral 100-200 mg/minggu selama 2-4 minggu, dan isotretinoin

yang bersifat sebo-supresif dapat digunakan pada kasus yang parah. Penggunaan agen

sistemik tersebut sangat efektif pada Malassezia (Pityrosporum) folliculitis,

memngingat letak malassezia spp. yang terletak jauh didalam folikel rambut.1,2,3,8

14
Dari beberapa penelitian mengatakan, kombinasi pengobatan sistemik dan

pengobatan topikal pada pasien Malassezia (Pityrosporum) folliculitis mengalami

tingkat perbaikan yang amat baik dan sering sekali digunakan untuk menghindari

adanya kekambuhan berulang. 1,2,8

Mariane, et al mengatakan pengobatan kombinasi topikal menggunakan

selenium disulfid dan propylene glycol memiliki tingkat kesmbuhan hingga 90%,

diamana produk obat tersebut mempunyai efek keratolitk dan aktivasi antijamur.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Bahlou, et al mengatakan bahwa

pengobatan Malassezia (Pityrosporum) folliculitis dengan kombinasi obat topikal

ketonazole kream dan pengoatan sistemik antifungi itraconazole 200mg/hari

menunjukan penyembuhan total (100%). Hal ini serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh Richard, et al, dalam penelitian ini mengkombinasi antifungi sistemik

(itrakonazol 200mg/hari selama dua minggu) dengan antifungi tipokal (ketonazole

kream 2%/ minggu selama 2-4 minggu) mengalami penyembuhan yang siginifikan

dimana diketahui bahwa itrakonazole merupakan triazol spectrume luas yang bersifat

lipofilik dan keratofilik dengan penyerapan oral yang baik dan distribusi dijaringan

luas. Selain itu itrakonazole juga diekskresi dalam konsentrasi yang tinggi pada

jaringan sebum.

2.9 Prognosis

Secara umum prognosis baik, tetapi jika ada faktor predisposisi yang tidak

dapat dihilangkan maka akan bersifat kambuhan

15
BAB III

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesa didapatkan pasien mengeluh tampak bintik bintik kemerahan

pada punggung, tangan dan leher yang terasa gatal sejak 1 bulan yang lalu. Pasien

mengatakan akhir-akhir ini lebih sering berkeringatan dan saat berkeringat banyak, gatal akan

semakin terasa dan kadang disertai rasa panas. Ketika terasa gatal pasien mengatakan sering

menggaruknya dan memberi bedak salicyl namun tidak membaik, lama kelamaan bintik bitik

merah berubah menjadi kecoklatan. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami seperti ini.

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan dan dingin. Dikeluarga dan lingkungan

sekitar pasien juga tidak ada yang sakit seperti ini. Pasien juga tidak sedang dalam

pengobatan jangka panjang dan belum pernah berobat sama sekali.

Dari permikasan dermatologis tampak papulopustula foliker yang berwarna merah

kecoklatan dan berukuran miliari 1-2 mm, yang sebagian papula ditutupi oleh skuama tipis

transparan dengan tepi lepas dan tengahnya melekat. Diberbagai tempat tampak makula yang

hiperpigmentasi.

Pada kepustakaa diakatakan bahwa Malasezia (pityrosporium) folikulitis merupkan

infeksi jamur pada kelenjer sebasea yang disebabkan oleh Malassezia spp., yang ditandai

oleh lesi papulopustular folikular terutama terletak pada bagian tubuh belakang, lengan atas,

leher, dan sering kali disertai dengan adanya rasa gatal. Adapun faktor yang dianggap

memiliki peran dalam terjadinya Malasezia (pityrosporium) folikulitis antara lain yaitu faktor

eksternal, faktor host dan individu, penyakit sistemik dan obat-obatan.

Patogenesis pada Malasezia (pityrosporium) folikulitis sebenarnya belum diketahui

secara pasti. Namun, beberapa penelitian mengatakan jamur Malassezia yang merupakan

penyebab ptirosporum folikulitis ini membutuhkan asam lemak bebas untuk bertahan hidup.

16
Biasanya, mereka ditemukan dalam stratum korneum dan folliculi pilar di daerah dengan

peningkatan aktivitas kelenjar sebaceous seperti dada dan punggung, Menghidrolisis

trigliserida menjadi asam lemak rantai sedang dari asam lemak bebas. Hasilnya adalah sel

mediasi yang merespon dan mengaktivasi jalur komplemen alternatif, yang menyebabkan

peradangan.

Pengobatan pada Malasezia (pityrosporium) folikulitis sebaiknya diterapi secara

kombinasi yaitu dengan pengobatan antifungi sistemik dan topikal. Diamana kita ketahui

bahwa letak malassezia spp. yang terletak jauh didalam folikel rambut. Sehingga

diperlukannya pengobatan sistemik.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahlou Emna, Fatma Frika, Turki Hamia, sellami Khadija, et al.,: Malassezia

Folliciltis; Prevalenve, Clinic Features Risk Fctors and Treatments a Prospective

Randomized Comparative Study: Journal of Imunology and Microbiology, 2018.

Vol;2 No; 1 pg; 1-5

2. Richard M, Rubenstain MD, Sarah A, Malerich; Malassezia (Pityrosporum)

Folliculitis; The Journal of Clinical Aesthetic Dermatology, 2014; Vol; 7 No; 3

pg; 37-41

3. Ko Hyun Jong, Lee Yang Won, Choe Beom Yong, Ahn kyu Joong ;

Epidemiologic Study of Malassezia Yeast in Patient with Malassezia Folliculitis

by 26S rDNA PCR-RFLP Analysis; Departemen of Dermology, Konkuk

University School of Madicine, Seoul, Korea, 2011; Vo;23 No; 2 pg:177-84

4. Gaitanis Georgios, Magitais Prokopis, Hantschke Markus, Bassukas Ioannis, et

al.; The Malassezia Genus in Skin and Systemic Diseases; Clinical Microbiology

Reviews, 2012; Vol;25. No.;1 pg;106-33

5. Pravitasari DN, Suyoso Sunarso, Ervianti Evy; Profil Malassezia Folikulitis;

Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga, 2015; Vol;27 No;2 pg;121-30

6. Akaza N, Akamatsu H, Sasaki Y, Khisi M, ;Malassezia folliculitis is caused by

cutaneus resident Malassezia species; Medical Mycology, 2009; vol; 27 pg; 618-

24

7. Bramono K., Budimulja U., 2015. Nondermatofitosis. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FKUI

18
8. Hald M, Arendrup M, Svejgaard E, Lindskov R, et al., : Evidence-based Danish

Guidelines for The Treatment of Malassezia related Skin Diseases; Acta

Dermatology Venereology, 2015; Vol; 95 pg: 12-19

9. Velegraki A, cafarchia C, Gaitanis G, Latta R, et al.,; Malassezia Infections in

Humans and Animals: Pathophysiology, Detection and Treatment, 2015; Vol;11

No;1 pg; 1-6

10. Theelen B, Cafarchia C, Gaitanis G, Bassukas D, et al.,; Malassezia Ecology,

Pathophysiology, and Treatment;International Society for Human and Animal

Mycology, 2018; Vol; 56 pg;10-25

11. Slomiskin A, Zmijewski M, Pawelek J; L-tyrosine and L-DOPA as hormone like

regulators of melanocytes functios; pigment cell and melnoma research, 2012;

Vol; 27 No; 1 pg; 14-27.

19

Anda mungkin juga menyukai