Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENELITIAN KEAUSAN BIT PADA RIG R600


DI PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
MINYAK DAN GAS BUMI

Disusun Oleh:

Idham Kholid Rahmatullah 1701105

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN KEAUSAN BIT PADA RIG R600
DI PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MINYAK
DAN GAS BUMI

01 Oktober 2020 s/d 23 Oktober 2020

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah


Kerja Praktek Tahun Ajaran 2020/2021
Program Studi Teknik Perminyakan
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan

Mahasiswa

Idham Kholid Rahmatullah


NIM: 1701105

Mengetahui dan Menyetujui,

Ketua Program Studi Dosen Pembimbing


S1 Teknik Perminyakan

Abdi Suprayitno, S.T., M.Eng Nita Ariestiana Putri, S.T., M.Eng


NIDN: 1110098502 NIDN: 1109049401

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan
segala nikmat, rahmat kekuatan serta kesabaran sehingga dapat menyelesaikan
Laporan Kerja Praktek yang berjudul “PENELITIAN KEAUSAN BIT PADA
RIG R600 DI PPSDM MIGAS” guna memenuhi salah satu syarat dalam
kurikulum di Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT MIGAS)
Balikpapan pada Program Studi Teknik Perminyakan. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT. yang telah memberikan nikmat yang tak terhingga.


2. Kedua orang tua kami yang telah mendukung kami sampai saat ini.
3. Bapak Waskito Tunggul Nusanto, S.Kom., M.T. selaku Kepala Bidang
Program dan Evaluasi.
4. Bapak Alex Alexandri, S.T., M.T. selaku Kepala Subbidang Program.
5. Bapak M. Samsul Hadi Alam, S.T. selaku Pembimbing Lapangan.
6. Bapak Budi selaku Pembimbing di Laboratorium Simulasi Pemboran.
7. Bapak Harwito dan Bapak Rosyidi, selaku koordinator PKL
8. Bapak Abdi Suprayitno, S.T., M.Eng. selaku Ketua Program Studi S1
Teknik Perminyakan.
9. Ibu Nita Ariestiana Putri, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing Kerja
Praktek.
10. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan nasehat sehingga bisa
menyelesaikan Laporan Kerja Praktek sesuai dengan waktu yang
ditentukan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna serta
masih banyak kekurangan. Karenanya, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga Laporan Kerja Praktek ini bermanfaat bagi penulis dan
khalayak ramai.
Cepu, 30 Oktober 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFRAR SIMBOL .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Ruang Lingkup Masalah .............................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ........................................................................................... 2
1.4 Rumusan Masalah......................................................................................... 3
1.5 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
BAB II GAMBARAN UMUM PPSDM MIGAS .............................................. 4
2.1 Penjelasan Umum ......................................................................................... 4
2.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi PPSDM MIGAS ....................................... 4
2.1.2 Sejarah Singkat PPSDM MIGAS ...................................................... 5
2.1.3 Stuktur Organisasi dan Kepegawaian .............................................. 9
2.1.4 Lokasi PPSDM MIGAS .................................................................... 10
2.2 Orientasi Perusahaan ................................................................................. 11
2.2.1 Unit Keselamatan Kerja dan Pemadam Kebakaran ..................... 13
2.2.2 Unit Boiler .......................................................................................... 13
2.2.3 Unit Perpustakaan ............................................................................ 13
2.2.4 Laboratorium Dasar ......................................................................... 14
BAB III TEORI DASAR ..................................................................................15
3.1 Rotary Drilling Bit........................................................................................ 15
3.2 Drag Bit ........................................................................................................ 15
3.3 Polyrystalline Diamond (PCD) Bits ............................................................ 18
3.4 Rolling Cutter Bits........................................................................................ 20
3.5 Standard Klasifikasi Bit (IADC Clasification Codes) .............................. 25

iv
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 35
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 44
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 44
5.2 Saran ............................................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PPSDM 10

Gambar 2.2. Peta Lokasi PPSDM Migas 10

Gambar 3.1. Sejarah Perkembangan Rotary Bit 16

Gambar 3.2. Tabel Sifat – Sifat Intan 17

Gambar 3.3. Water Way pada Diamond Bit 17

Gambar 3.4. Profil – Profil Diamond/PCD Bit 19

Gambar 3.5. Cutter Orientation 20

Gambar 3.6. Tri – Cone Bits 21

Gambar 3.7. Penampang Tri – Cone Bits 21

Gambar 3.8. Offset Angel 22

Gambar 3.9. Bentuk – Betuk Gigi untuk Berbagai Formasi 23

Gambar 3.10. Profil Keausan Pada Milled Totth Bits 23

Gambar 3.11. Bentuk – Bentuk Insert Bits 24

Gambar 3.12. Bentuk – Bentuk Bantalan Pada Bit dan Bit pada Rig R600 25

Gambar 3.13. Tabel Category Bit 26

Gambar 3.14. Tabel Klasifikasi IADC untuk Diamond dan PCD Drag Bit 27

Gambar 3.15. Tabel Produk Diamond dan PCD Drag Bit 27

Gambar 3.16 Tabel Produk Diamond dan PCD Drag Bit 4 Perusahaan 28

Gambar 3.17. Tabel Produk Diamond dan PCD Drag–Type Core–cutting bit
29

vi
Gambar 3.18 Tabel Klasifikasi Roller Cutting Bits 30

Gambar 3.19 Tabel Kode Klasifikasi Untuk Roller Cone Bits 31

Gambar 3.20 Tabel Produk Roller Cuting Bits dari 4 Perusahaan 32

Gambar 3.21 Tabel Karakteristik Tooth Desain untuk Rolling–Cutter Bit 33

Gambar 3.22 Variasi Tooth Desain dengan Kelas Bit 34

Gambar 3.23. Kapasitas Beasring dan Offset Cone 35

Gambar 4.1 Tabel Singkatan yang digunakan untuk Klasifikasi Bit 34

Gambar 4.2 Guide Chart unutk keausan Gigi Bit bagi Milled-Tooth Bits 37

Gambar 4.3 Contoh Bit yang mengalami keausan Gigi Bit 37

Gambar 4.4 Bearing Guide untuk Rolling Cutter Bits 38

Gambar 4.5 Penentuan Gauge Wear 39

Gambar 4.6 Tabel w versus m dan L 41

Gambar 4.7 Tabel N versus i 42

Gambar 4.8 Tabel D versus U dan Z 42

Gambar 4.9 Tabel Penentuan Harga K dan r 43

vii
DAFTAR SIMBOL

Bx = laju keausan mata bor


CPF = Cost per Foot suatu biaya yang dikeluarkan dalam pemboran per satuan
feet
D = laju ketumpulan gigi mata bor
IADC = International Association of Drilling Contractor suatu asosiasi atau
perhimpunan para kontraktor pengeboran minyak
ROP = Rate of Penetration suatu laju penetrasi mata bor terhadap kedalaman
sumur
RPM = Rotation per Minute suatu jumlah putaran suatu bit per satuan menit
WOB = Weight on Bit suatu berat yang diterima dari peralatan di atas bit

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada umumnya pendidikan dalam perguruan tinggi merupakan suatu tujuan
sistem pendidikan nasional yang dibangun dan dikembangkan guna menyiapkan
mahasiswa menjadi tenaga kerja yang mempunyai kemampuan akademik dan
profesi yang tanggap terhadap kebutuhan pembangunan dan pengembangan ilmu
pengetahuan sebagai bekal pengabdian kepada bangsa dan negara. Pengembangan
sumber daya manusia di perguruan tinggi dilaksanakan melalui kegiatan belajar
mengajar, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin canggih dan berkembang
pesat pada zaman sekarang, menuntut manusia untuk tanggap terhadap
perkembangan maupun perubahan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, dibutuhkan
sumber daya manusia yang handal dan berkualitas guna menunjang kemajuan.
Perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang memegang peranan penting dalam
mencetak penggerak pembangunan nasional dan mampu bersaing di dunia global.
Sebagai mahasiswa yang telah dibekali ilmu pengetahuan di bangku perkuliahan,
hendaknya dilengkapi dengan kemampuan untuk dapat menerapkan teori-teori
dasar di dunia industri yang sesungguhnya.
Dalam rangka menghasilkan tenaga kerja yang kompeten serta memiliki
pengalaman dan keterampilan kerja di bidang yang ditekuni diperlukan fasilitas
yang dapat mengakomodasi semua kebutuhan mahasiswa akan pengalaman kerja
dan keprofesian. Namun perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki
keterbatasan dalam mengakomodasi kebutuhan tersebut. Praktek yang diberikan
melalui kurikulum perkuliahan dinilai belum mumpuni sehingga diperlukan adanya
pelatihan kerja bagi mahasiswa secara langsung di perusahaan.
Menyikapi hal tersebut, STT Migas sebagai salah satu perguruan tinggi di
Indonesia berupaya untuk selalu mengembangkan sumber daya manusia dan
IPTEK guna menunjang pembangunan industri terutama di bidang minyak dan gas
bumi. Untuk menunjang hal tersebut maka Program Studi Teknik Perminyakan

1
STT Migas mewajibkan mahasiswanya untuk melaksanakan mata kuliah Kerja
Praktek sebagai kelengkapan teori yang dipelajari di bangku kuliah. Mata kuliah
ini menjadi suatu hal yang wajib ditempuh guna menyelesaikan tahap sarjana. Kerja
praktek merupakan kegiatan akademik yang dilakukan oleh mahasiswa dengan
melakukan praktek kerja secara langsung di perusahaan yang relevan dengan
pendidikan yang diambil mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan. Kegiatan kerja
praktek telah menjadi salah satu pendorong utama bagi setiap mahasiswa untuk
mengenal kondisi di lapangan kerja dan untuk melihat keselarasan antara ilmu
pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan aplikasi praktis dalam dunia
kerja.
Diharapkan dengan menempuh mata kuliah Kerja Praktek, mahasiswa
Program Studi Teknik Perminyakan dapat mengambil pengalaman kerja sebanyak-
banyaknya, meningkatkan keterampilan dalam dunia pekerjaan, baik secara teori
maupun praktek, serta diharapkan bahwa nantinya mahasiswa sebagai output dari
perguruan tinggi akan lebih mengenal perkembangan pada industri minyak & gas
bumi.

1.2. Ruang Lingkup Masalah


Kerja Praktek dilakukan selama 23 hari terhitung dari 01 Oktober 2020 sampai
dengan 23 Oktober 2020 di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak
dan Gas Bumi (PPSDM MIGAS) dengan rincian tanggal 01 – 09 Oktober
melakukan observasi di lingkungan PPSDM MIGAS dan tanggal 10 – 23 Oktober
konsultasi online dengan pembimbing. Kerja praktek ini berfokus kepada
pengamatan dan penelitian terhadap mata bor di Rig R600.

1.3. Batasan Masalah


Agar Kerja Praktek lebih terarah dan spesifik serta permasalahan tidak meluas,
maka perlu adanya batasan masalah. Adapun batasan masalah pada laporan Kerja
Praktek ini ialah sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak
dan Gas Bumi (PPSDM MIGAS).
2. Objek Penelitian: Laboratorium Simulasi Pemboran dan Rig R600.

2
3. Penelitian peralatan pemboran.
4. Penelitian Terhadap Keausan Bit di Rig R600.
1.4. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu permasalahan yang memerlukan tanggapan
dan pemecahan tentang apa yang menyebabkan terjadinya masalah serta bagaimana
cara pemecahan masalah yang ada. Dalam penelitian terhadap keausan bit di Rig
R600 ini, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi, seperti:
1. Faktor apa saja yang menyebabkan keausan pada bit.
2. Parameter yang digunakan dalam mengetahui terjadinya keausan pada bit.
1.5. Tujuan Penelitian
Mengingat proses belejar mengajar di bangku kuliah dan pemahaman operasi
lapangan adalah dua hal yang sangat diperlukan mahasiswa di waktu kerja nanti,
maka beberapa hal yang ingin dicapai pada kegiatan kerja praktek ini antara lain :
1. Mendapat gambaran tentang proses operasi lapangan migas secara
menyeluruh.
2. Melatih dan memberi pengalaman kepada calon sarjana Teknik
Perminyakan agar memiliki kemampuan di dalam memecahkan masalah –
masalah yang berhubungan dengan dunia perminyakan.
3. Melatih calon sarjana Teknik Perminyakan agar memiliki kemampuan di
dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh di bangku
kuliah pada kondisi yang sebenarnya.
4. Mengetahui operasi pengeboran dan penyelesaian sumur minyak dan atau
gas di lapangan.
5. Melatih calon sarjana Teknik Perminyakan agar dapat memiliki
kemampuan bekerja baik secara individual maupun team work di dalam
memecahkan masalah – masalah yang berhubungan dengan dunia
perminyakan.
6. Memenuhi persyaratan akademis dalam menempuh pendidikan S1 di
Jurusan Teknik Perminyakan STT MIGAS Balikpapan.

3
BAB II
GAMBARAN UMUM PPSDM MIGAS

2.1. Penjelasan Umum


Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi (PPSDM
MIGAS) adalah sebuah instansi pemerintah usat di bawah Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral4).
Dalam melaksanaan tugas, PPSDM MIGAS Cepu bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral (Surat
Keputusan No.150 tahun 2001 tanggal 2 Maret 2001) yang telah diperbaharui
dengan peraturan Mentri ESDM No.13 Tahun 2016 tanggal 20 juli 2016, dimana
PPSDM MIGAS memepunyai tugas pengembangan sumber daya manusia di
bidang minyak dan gas bumi.

2.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi PPSDM MIGAS


Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Gas Bumi (PPSDM)
mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan pengembangan Sumber Daya
Manusia di bidang Minyak dan Gas Bumi. Sebagai Unit Pengembangan Sumber
Daya Manusia, PPSDM Migas memiliki sarana lengkap yang meliputi gedung,
laboratorium, kilang serta dukungan dengan tenaga Pengajar (fungsional maupun
structural) yang cukup menguasai di bidangnya. PPSDM Migas bertanggung jawab
kepada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya
Mineral (BPSDM ESDM) (Surat Keputusan Sumber Daya dan Mineral Nomer 13
Tahun 2016).
Berdasarkan Peraturan Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen
ESDM) Nomer 13 Tahun 2016, Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Minyak dan Gas Bumi (PPSDM MIGAS) memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Penyiapan Penyusunan kebijakan teknis pengembangan Sumber Daya
Manusia dibidang Minyak dan Gas Bumi,

4
2. Penyusunan program, akuntabilitas kinerja dan evaluasi serta pengolalaan
informasi pengembangan Sumber Daya Manusia dibidang Minyak dan Gas
Bumi,
3. Penyusunan perenanaan dan standarisasi pengembangan Sumber Daya
Manusia di bidang Minyak dan Gas Bumi,
4. Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang Minyak
dan Gas Bumi,
5. Pelaksanaan pengelolaan sarana prasana dan informasi pengembangan
Sumber Daya Manusia di bidang Minyak dan Gas Bumi,
6. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas di bidang
pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi, dan
7. Pelaksanaan administrasi pusat pengembangan Sumber Daya Manusia
Minyak dan Gas Bumi.
2.1.2. Sejarah Singkat PPSDM MIGAS
Lapangan minyak yang ada di Indonesia termasuk cukup banyak di berbagai
daerah dan salah satunya yang sudah lama adalah lapangan minyak di daerah Cepu,
pertama kali ditemukan oleh seorang insinyur dari Belanda bernama Andrian Stoop
pada tahun 1886. Cepu merupakan suatu daerah yang terletak di perbatasan Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
Perkembangan sejarah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas
Bumi, telah mengalami pergantian nama sejak ditemukan minyak di Cepu sampai
sekarang. Pada awal berdirinya sekitar abad XIX tempat ini diberi nama DPM
(Dordtsche petroleum Maarschappij).
Seiring perkembangannya, tempat ini mengalami perubahan nama, hingga
pada tahun 2016 sampai sekarang berubah nama menjadi Pusat Pengembangan
Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi (PPSDM Migas). Selain diterangkan
di atas, sejarah mencatat bahwa perkembangan perminyakan di Cepu dapat
diuraikan dalam tiga periode, yaitu:
1. Periode Zaman Hindia Belanda (Tahun 1886-1942)
Zaman ini telah ditemukan rembesan minyak didaerah pulau Jawa yaitu
Kuwu, Merapen, Watudakon, Mojokerto serta penemuan Minyak dan Gas di

5
Sumatera. Eksplorasi Minyak Bumi di Indonesia di mulai pada tahun 1870 oleh
soerang insinyur dari Belanda bernama P. Vandijik, di daerah Purwodadi Semarang
dengan mulai pengamatan rembesan-rembesan minyak di permukaan.
Kecamatan Cepu Provinsi Jawa Tengah terdapat konsesi minyak di dalam
kota kecil di tepi Bengawan Solo, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
bernama panolan, diresmikan pada tanggal 28 Mei 1893 atas nama AB. Versteegh.
Kemudian beliau menyewakan lapangan tersebut ke perusahaan DPM (Dordtsche
petroleum Maarschappij) yaitu perusahaan Minyak milik Belanda.
2. Periode Zaman Jepang (Tahun 1942-1945)
Periode zaman Jepang, dilukiskan tentang peristiwa penyerbuan tentara
Jepang ke Indonesia pada perang Asia Timur yaitu keinginan Jepang untuk
menguasai daerah-daerah yang kaya akan sumber minyak, untuk keperluan perang
dan kebutuhan minyak dalam negri Jepang.
Terjadi perebutan kekuasaan Jepang terhadap Belanda, para pegawai
perusahaan minyak Belanda ditugaskan untuk menangani taktik bumi hangus
instalasi penting, terutama Kilang Minyak yang ditujukan untuk menghambat laju
serangan Jepang. Namun akhirnya, Jepang menyadari bahwa pemboman atas
daerah minyak akan merugikan pemerintah jepang sendiri.
Sumber-sumber minyak segera dibangun bersama oleh tenaga ahli Jepang,
tukang-tukang bor sumur tawanan perang dan tenaga rakyat Indonesia yang
berpengalaman dan ahli dalam bidang perminyakan, serta tenaga kasar diambil dari
penduduk Cepu dan daerah lainnya dalam jumlah besar.
Lapangan Minyak Cepu masih dapat beroprasi secara maksimal seperti biasa
dan pada saat itu Jepang pernah melakukan pengeboran baru di lapangan Minyak
Kawengan, Ledok, Nglobo, dan Semanggi.
3. Periode Zaman Kemerdekaan (Tahun 1945)
Zaman kemerdekaan, kilang minyak di Cepu mengalami beberapa
perkembangan sebagai berikut:
a. Periode 1945-1950
Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Hal ini
menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Pada tanggal

6
17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan sehingga
Kilang Minyak Cepu diambil alih oleh Indonesia. Pemerintah kemudian
mendirikan Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN) bedasarkan
Maklumat Mentri Kemakmuran No. 05.
Desember 1949 dan menjelang 1950 setelah adanya penyerahan
kedaulatan, Kilang Minyak Cepu dan lapangan Kawengan diserahkan dan
diusahakan kembali oleh BPM perusahaan milik Belanda.
b. Periode 1950-1951
Selepas kegiatan PTMN diebukan pada akhir 1949, pengelolaan
lapangan Ledok, Nglobo dan Semanggi yang pada saat itu dikenal sebagai
Cepu Barat berpindah tangan kepada ASM (Administrasi Sumber Minyak)
yang dikuasai oleh Komando Rayon Militer Blora.
c. Periode 1951-1957
Pada tahun 1951 peusahaan minyak lapangan Ledok, Nglobo,
Semanggi oleh ASM diserahkan kepada pemerintah sipil. Untuk
kepentingan tersebut dibentuk panitia kerja yaitu Badan Penyelenggaraan
Perusahaan Negara di bulan Januari 1951, yangt kemudian melahirkan
Peusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI).
d. Periode 1957-1961
Pada tahun 1957, PTMRI digani menjadi Tambang Minyak Nglobo,
CA.
e. Periode 1961-1966
Tahun 1961, Tambang Minyak Nglobo CA diganti PN PERMIGAN
(Perusahaan Minyak dan Gas Nasional) dan pemurnian minyak di lapangan
minyak Ledok dan Nglobo dihentikan. Pada tahun 1962, Kilang Cepu dan
lapangan Minyak Kawengan dibeli oleh pemerintah RI dari Shell dan
diserahkan ke PN PERMIGAN.
f. Periode 1966-1978
Berdasarkan surat Keputusan Mentri Urusan Minyak dan Gas Bumi
No.5/M/Migas/1966 tanggal 04 Januari 1966, yang menerangkan bahwa
seluruh fasilitas/instalasi PN Permigan Daerah Administrasi Cepu dialihkan

7
menjadi Pusat Pendidikan dan Latihan Lapangan Perindustrian Minyak dan
Gas Bumi (PUSDIKLAP MIGAS). Yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) Jakarta.
Kemudian pada tanggal 07 Februari 1967 diresmikan Akademik Minyak
dan Gas Bumi (Akamigas) Cepu Angkatan I (Pertama).
g. Periode 1978-1984
Berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No.646 tanggal 2
Desember 1977 PUSDIKLAP MIGAS yang merupakan bagian dari
LEMIGAS (Lembaga Minyak dan Gas Bumi) diubah menjadi Pusat
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lembaga Minyak dan Gas
Bumi PPTMGB LEMIGAS) dan berdasarkan SK Presiden No.15 tanggal
15 Maret 1984 pasal 107, LEMIGAS Cepu ditetapkan sebagai Lembaga
Pemerintah dengan nama Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan
Gas Bumi (PPT MIGAS)
h. Periode 1984-2001
Berdasarkan SK Mentri Pertambangan dan Energi No. 0177/1987
tanggal 05 Desember 1987, dimana wilayah PPT Migas yang dimanfaatkan
Diklat Operasional/Laboratorium Lapangan Produksi diserahkan ke
PERTAMINA EP ASSET 4 Cepu, sehingga Kilang Cepu Mengoperasikan
pengolahan crude oil milik PERTAMINA.
Kedudukannya PPT Migas dibawah Direktorat Jendral Minyak dan
Gas Bumi, Departemen Pertambangan dan Energi yang merupakan
pelaksanaan teknis migas di bidang pengembangan tenaga perminyakan dan
gas bumi.
Keberadaan PPT Migas ditetapkan berdasarkan Kepres No.15/1984
tanggal 18 Maret 1984, dan struktur organisasinya ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Mentri Pertambangan dan Energi No. 1092 tanggal 05
November 1984.
i. Periode 2001-2016
Tahun 2001 PPT Migas Cepu diubah menjadi Pusdiklat Migas (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi) Cepu sesuai SK Mentri

8
ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) nomor 150 Tahun 2001 dan telah
diubah Peraturan Mentri ESDM nomor 30 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005.
Kemudian diperbarui Peraturan Mentri No. 18 Tahun 2010 tanggal 22
November 2010.
j. Periode 2016-sekarang
Sesuai Peraturan Mentri No. 13 tahun 2016 tentang organisasi dan tata
Kerja Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusdikat Migas Cepu
berubah nama menjadi Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Minyak Dan Gas Bumi (PPSDM) Migas.
2.1.3. Struktur Organisasi Dan Kepegawaian
Sejak ditetapkan Peraturan Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2016 tanggal 13 Mei 2016, Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi dipimpin oleh
seorang kepala pendidikan dan pelatihan yang dalam melaksanakan tugasnya
dibantu 3 orang Kepala bidang dan 1 orang kepala bagian tata usaha serta kelompok
fungsional. Sebagaimana pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PPSDM MIGAS4)

9
2.1.4 Lokasi PPSDM MIGAS
Secara geografis PPSDM MIGAS berlokasi di Jalan Sorogo No. 1 Cepu
tepatnya di Desa Karangboyo Cepu, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah.

Gambar 2.2. Peta Lokasi PPSDM Migas4)


Lokasi tersebut sangat strategis karena adanya beberapa faktor:
a. Bahan Baku
Sumber bahan baku berasal dari distrik I Kawengan, Distrik II Ledok,
Ngolobo, dan Semanggi yang dioperasikan oleh PT. Pertamina EP Region
Jawa Area Cepu serta lapangan Wonocolo yang merupakan pertambangan
rakyat dibawah pengawasan PT. Pertamina EP Region Jawa Area Cepu.
b. Air
Sumber air berasal dari Bengawan Solo yang dekat dengan kilang sehingga
kebutujan air untuk proses pengelolaan atau untuk minum lebih mudah
dipenuhi.
c. Transportasi
Letak Kilang tidak begitu jauh dari jalan kereta api maupun jalan-jalan raya
yang menghubungkan kota-kota besar sehingga dapat memperlancar
distribusi hasil produksi.
d. Tenaga Kerja
Karena letaknya tidak jauh dari kota-kota pendidikan sehingga mudah untuk
memperoleh tenaga-tenaga tedidik dan terampil.
e. Fasilitas Pendidikan

10
Fasilitas untuk pendidikan cukup memadai, misalnya kilang, laboratorium,
bengkel dan lain sebagainya.

2.2 Orientasi Perusahaan


A. Tata Tertib
Setiap peserta Magang Industri diwajibkan untuk mematuhi peraturan tata
tertib yang ada di PPSDM migas yang meliputi:
a) Peserta Praktik Kerja Industri hadir sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan,
b) Mengisi absen kehadiran pagi dan sore,
c) Menjaga ketertiban selama mengikuti kegiatan Praktik Kerja
Industri,
d) Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi
(PPSDM MIGAS), tidak menyediakan fasilitas akomodasi,
konsumsi, transportasi, kesehatan, dan biaya lainnya,
e) Selama mengikuti kegiatan Praktik wajib mengenakan almamater,
jaket, atau identitas lainnya,
f) Peserta Praktik Kerja Industri wajib mengisi biodata dan
menyerahkan pas foto ukuran 3x4 cm,
g) Peserta Praktik Kerja Industri diwajibkan berprilaku sopan dan
mampu bergaul dengan Dosen/Rekan/Instruktur/Pembimbing,
h) Peserta Praktik Kerja Industri wajib menjauhkan dari perbuatan
tercela antara lain pencurian, mengancam dosen/pembimbing,
i) Peserta Praktik Kerja Industri dilarang:
• Membuat keributan/berkelahi dengan siapapun selama
diruang lingkup Praktik Kerja Industri,
• Memalsukan tanda tangan pembimbing dan pejabat terkait.
B. Humas
Keberadaan humas sangat dibutuhkan dan penting untuk
berkomunikasi dan membangun serta menjaga hubungan baik antara
organisasi baik dengan public atau masyarakat umum. Dengan tujuan

11
menyangkut tiga hal yaitu reputasi, citra dan komunikasi mutual benefit
relationship.
Untuk berkomunikasi dengan publik, Humas PPSDM MIGAS
menyediakan layanan informasi berupa Call Center yang diperuntukkan
bagi stackholder ataupun masyarakat umum yang ingin meyampaikan
keluhan dan pertanyaan di bidang layanan organisasi. Humas PPSDM
MIGAS juga menyediakan informasi mengenai perkembangan organisasi
terkini melalui Buletin Patra yang terbit setiap 3 bulan sekali.
C. Keamanan
Mengingat kompleksnya kegiatan yang terdapat di PPSDM MIGAS
baik proses industri, kegiatan pengajaran dan segala jenis kegiatan lainnya,
unit keamanan PPSDM MIGAS memiliki peran yang penting untuk
menjaga keamanan dan stabilitas kerja di PPSDM MIGAS. Secara umum,
unit keamanan memiliki 4 macam objek pengamanan yaitu pengamanan
personil, pengamanan material, pengamanan informasi dan pengamanan
operasional.
2.2.1. Unit Keselamatan Kerja dan Pemadam Kebakaran
Unit K3LL (keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan)
dibentuk dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi segala sesuatu yang
menyebabkan kecelakaan kerja yang mempengaruhi terhadap proses produksi,
sehingga sumber-sumber produksi dapat digunakan secara efesien dan produksi
dapat berjalan lancer tanpa adanya hambatan yang berarti.
2.2.2. Unit Boiler
Secara umum boiler dapat kita artikan sebagai sebuah sistem untuk
menghasilkan steam (uap). Boiler dibuat dari baja dengan bentuk bejana tertutup
yang didalamnya terdapat air dan air tersbut dipanasi dari hasil pembakaran residu
untuk menghasilkan uap. Boiler plant adalah unit yang bertugas untuk
memproduksi Steam dan pembakaran bahan bakar. Pada boiler plant memiliki
beberapa tugas sebagai berikut :
1. Penyedian steam (uap bertekanan)

12
Proses penyediaan Steam dilakukan dengan menggunakan air
umpan masuk yang di masukkan ke dalam boiler melalui drum
diameter fire tube dan keluar dari boiler sudah berubah menjadi uap
bertekanan yang ada pada keadaan superheated steam dan
mempunyai tekanan ± 6 kg/𝑐𝑚2 .
2. Penyedia Udara Bertekanan
Untuk mendapatkan udara bertekanan yang berfungsi sebagai
tenaga pneumatic untuk instrumentasi, udara dilewatkan ke filter
kemudian dimasukkan ke dalam kompresor. Keluar dari kompresor
udara dilewatkat pada Heat Exchanger untuk didinginkan dengan
media pendingin air sehingga suhunya berubah. Setelah itu masuk
ke separator untuk membuang kondensatnya yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam air dryer untuk mengeringkan udara.
2.2.3. Unit Perpustakaan
Perpustakaan PPSDM MIGAS mempunyai sistem pelayanan terbuka (open
access) yang meliputi:
1. Pelayanan regular
2. Pelayanan non regular
Koleksi perpustakaan antara lain: buku-buku diklat, majalah ilmiah, laporan
penelitian, skripsi, e-book, laporan kerja praktik dan bahan audio visual. Sejarah
berdirinya perpustakaan PPSDM MIGAS erat kaitannya dengan berdirinya
AKAMIGAS yang pada awalnya terkenal dengan nama AMGB (Akademi Minyak
dan Gas Bumi). AKAMIGAS yang berdirinya pada tahun 1967 sebagai salah satu
wadah untuk membina kader-kader perminyakan nasional yang siap pakai. Adapun
tugas-tugas perpustakaan PPSDM MIGAS yaitu:
a. Melakukan perenanaan, pengembangan koleksi,yang menakup buku,
masalah ilmiah, laporan penelitian, skripsi, laporan kerja praktik, majalah
ilmiah, laporan penelitian skripsi, laporan kerja praktik, diklat/hand-out
serta bahan audio visual.
b. Melakukan pengolahan dan proses pengolahan bahan pustaka meliputi
refrigrasi/invetaris, katalogisasi, klasifikasi, shelfing dan filling

13
c. Laporan penggunaan laboratorium bahasa
d. Layanan audio visual pemutaran film dn kaset video ilmiah
e. Layanan kerjasama antara perpustakaan dan jaringan informasi nasional.
2.2.4. Laboratorium Dasar
Laboratorium merupakan sarana yang sangat penting dalam sebuah industry
termasuk juga industry perminyakan. Begitu pula dengan laboratorium yang ada di
PPSDM MIGAS. Laboratorium ini bertugas unutuk memeriksa kualitas produk dari
minyak bumi agar sesuai dengan spesifikasi yang diberikan oleh Dirjen Migas.
PPSDM MIGAS memiliki laboratorium dasar atau yang biasa disebut
dengan laboratorium pengujian. Laboratorium yang tersedia diantaranya:
a. Laboratorium Kimia
b. Laboratorium Fisika
c. Laboratorium Minyak Bumi
d. Laboratorium Lindungan Lingkungan
e. Laboratorium Instrumen/Elektronika
f. Laboratorium Eksplorasi
g. Laboratorium Produksi
h. Laboratorium Proses
i. Laboratorium Simulasi Pemboran
j. Laboratorium Teknik Sipil
k. Laboratorium Komputer
l. Laboratorium Metalurgi dan Las
m. Laboratorium Listrik

14
BAB III
TEORI DASAR
3.1. Rotary Drilling Bit
Berdasarkan bentuk dan fungsinya, bit pemboran terbagi menjadi dua, yakni
drag bit dan rolling cutter bit. Bit ini pertama kali digunakan di awal abad 19. Drag
bit merupakan salah satu bit dimana cutter blade merupakan bagian dari body yang
ikut berputar sebagai suatu kesatuan dengan drillstring2). Rolling cutter bit memiliki
dua atau lebih cones yang merupakan tempat cutting elemen dimana cutting elemen
ini akan berputar terhadap axis dari cone sewaktu bit berputar di dasar lubang.
Rolling cutter bit dengan dua cone diperkenalkan pada 1909. Gambar 3.1.
menggambarkan rekam jejak perkembangan bit semenjak Howard R Hughes
memperkenalkan rotary bit di tahun 1909.

Gambar 3.1. Sejarah Perkembangan Rotary Bit2)


3.2. Drag Bit
Design drag bit meliputi jumlah, ukuran dan material dari cutting blades.
Drag bit mengebor seara fisik hampir sama seperti seorang petani mencangkul
tanah.
Tipe – tipe drag bit meliputi bit dengan cutter dari besi, diamond bit, dan
polycrystalline diamond (PCD) bits. Keuntungan dari drag bit dibandingkan
dengan rolling cutting bit adalah tidak adanya bagian berputar yang membutuhkan
suatu permukaan bantalan yang kuat dan bersih. Hal ini sangat penting terutama

15
dalam ukuran lubang sumur yang sangat kecil dimana tidak adanya tempat untuk
mendesain bearing yang kuat pada rolling cutter bit. Selain itu karena drag bit dapat
dibuat dari suatu potongan logam seutuhnya, hal ini mengurangi kemungkinan
untuk terjadinya patahan dari bit yang akan meninggalkan junk dalam lubang
formasi. Pengangkatan junk harus dilakukan trip terlebih dahulu sehingga
membuang waktu rig.
Drag bit dengan steel cutter cocok digunakan untuk formasi – formasi yang
tidak terkonsolidasi, lunak serta homogen. Bertambah kerasnya formasi, rate bit
wear juga akan bertambah dengan cepat sehingga menurunkan laju pemboran. Hal
ini dapat diatasi dengan merubah bentuk cutter elemen dan mengurangi besarnya
sudut yang dibentuk oleh cutter elemen dengan dasar lubang. Namun kadang –
kadang formasi lunak juga dapat bersifat seperti lem (gummy), hal ini menyebabkan
cutting – cutting pemboran akan menempel pada drag bit dan mengurangi
efektifitasnya. Problema ini dapat diatasi dengan menempatkan jet sehingga fluida
pemboran digunakan untuk membersihkan permukaan cutter elemen. Karena
problema – problema yang dihadapi drag bit dengan steel cutter ini banyak seperti
di formasi yang sangat lunak dan gummy maupun formasi yang keras, penggunaan
drag bit ini sekarang mulai digantikan oleh tipe bit yang lain.
Diamond bit sendiri juga termasuk ke dalam golongan drag bit. Diamond
bit digunakan terutama pada formasi yang sifatnya non – brittle (tidak getas).
Permukaan atau rown dari bit terdiri atas banyak intan yang di tanam pada bodi bit
yang terbuat dari tungsten carbide. Gambar pada Table 3.2. menunjukkan sifat –
sifat dari intan dan perbandingannya dengan material lain.

Gambar 3.2. Tabel Sifat – Sifat Intan2)

16
Pada kondisi pengoperasian yang benar, kontak antara permukaan batuan
hanya terjadi dengan intan, tidak dengan bodi bit (matriks) sehingga terdapat suatu
clearance kecil antara matriks dengan permukaan batuan. Aliran fluida diatur
sedemikian rupa sehingga fliuda dapat mengalir melalui clearance tersebut untuk
membersihkan dan mendinginkan bit.
Jalur aliran fluida pada permukaan bit disebut sebagai water way. Desain
water way yang benar akan mempengaruhi cuttings removal dan pendinginan intan.
Gambar 3.3 memperlihatkan water way serta penurunan tekanan yang terjadi.
Fluida pemboran akan mengalir di sepanjang water way tersebut dalam suatu aliran
yang disebut sebagai cross – pad flow, yang dimana terjadi karena penurunan
tekanan dari P3 – P5.

Gambar 3.3. Water Way pada Diamond Bit2)


Hal lain yang penting dalam desain diamond bit adalah bentuk atau profil
dari crown. Bit dengan taper yang panjang baik untuk pemboran lubang lurus
vertikal dan memungkinkan untuk bit weight yang besar. Sedangkan bit dengan
bentuk taper yang lebih pendek akan lebih mudah untuk dibersihkan karena energi
hidraulik yang tersedia akan terkonsentrasi dalam area yang lebih kecil. Permukaan

17
bit yang lebih cekung digunakan dalam pemboran berarah untuk membantu
meningkatkan build up rate sewaktu kick off.
Ukuran dan jumlah intan yang digunakan dalam sebuah diamond bit
tergantung kekerasan dari informasi yang akan di bor. Bit untuk informasi yang
keras harus terdiri dari atas intan – intan yang kecil (0.07-0.125 karat). Sedangkan
bit untuk formasi yang lunak intan yang digunakan biasanya lebih besar (0.75-2
karat). Jika intan yang digunakan terlalu besar, berat tumpu pada permukaan intan
akan besar sehingga menimbulkan panas yang terlokalisir dan ini akan mengauskan
permukaan potong dari intan.
3.3. Polycrystalline Diamond (PCD) Bits
Diamond bit kemudian berkembang lebih lanjut dengan ditemukannya intan
sintetis, yakni polycrystalline diamond (PCD) Bit yang tebalnya hanya 1/64 inch.
Intan sintetis tersebut kemudian dilekatkan ke tungsten carbide melalui proses
tekanan dan temperature tinggi. Bidang patahan dari polycrystalline diamond ini
memiliki orientasi yang acak sehingga jika terjadi suatu shock yang mengakibatkan
patahan, patahan tidak akan menjalar ke seluruh bidang intan karena bidang patahan
yang tidak tentu arahnya.
Secara umumnya, PCD bit biasa digunakan untuk formasi – formasi keras
seperti formasi pasir atau formasi karbonat. Hal ini terbilang tepat untuk bit – bit
dengan cutting elemen dari intan. Karena semakin keras suatu formasi, semakin
kecil cutting yang akan terjadi sehingga pembersihan bit mudah dilakukan. Selain
itu, karena intan memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
formasi batuan, maka permukaan potongan dari intan tidak akan cepet aus seperti
halnya dengan rock bit.
Penggunaan PCD juga sukses untuk formasi shale atau sandy shale walaupun
sering terjadi problem bit balling seperti pada formasi – formasi yang sangat lunak.
Namun optimasi bit hidraulik sangat berperan dalam mengurangi bit balling.
Bentuk atau profil crown dari PCD bit juga merupakan hal penting dalam
desain bit (Gambar 3.4). Selain bentuk double cone profile seperti pada diamond
bit, single cone profile dengan bermacam bentuk taper juga digunakan untuk PCD

18
bit. Pembersihan bit secara hidaulik dimungkinkan dari penggunaan jet untuk steel
– body PCD bits dan water way untuk matriks – body PCD bit.

Gambar 3.4. Profil – Profil Diamond/PCD bit2)


Desain lain yang penting dalam PCD bit adalah ukuran, jumlah dan bentuk
cutter yang digunakan serta sudut potong (attack angle) dari cutter dengan
perumukaan batuan. Orientasi cutter dinyatakan dalam back rake, side rake dan
chip clearance atau cutter exposure (Gambar 3.5).

Gambar 3.5. Cutter Orientation2)

19
Saat ini, sudut back – rake yang umum digunakan untuk PCD bit adalah -20° .
Sudut back – rake yang lebih kecil biasanya lebih baik untuk formasi yang lebih
lunak. Sudut side rake membantu dalam mendorong cutting yang terbentuk ke sisi
lubang sumur. Cutter exposure harus menyediakan clearance yang cukup untuk
cutting supaya tidak menghantam permukaan atau bodi dari bit.
Orientasi cutter harus disesuaikan dengan kekerasan formasi yang akan dibor.
Untuk formasi lunak dan tidak abrasive, pengausan dari cutter berjalan lambat, dan
orientasi cutter dapat dipilih sedemikian sehingga memungkinkan pemotongan
batuan yang lebih agresif. Namun untuk formasi yang lebih keras dan bertemperatur
tinggi, orientasi cutter yang dipilih harus lebih tidak agresif supaya tidak
mengalami keausan pada cutter.
3.4. Rolling Cutter Bits
Tricone rolling cutter bits adalah tipe bit yang paling sering digunakan dalam
pemboran. Tipe bit ini tersedia dalam berbagai variasi desain gigi dan bearing
sehingga dapat ditemukan berbagai macam tipe sesuai dengan formasi yang akan
dibor. Gamabr 3.6 dan 3.7 menunjukkan contoh rolling cutter bit beserta bagian –
bagiannya. Kerucut yang jumlahnya tiga buah (tricone) akan berotasi pada sumbu
mereka seiring dengan rotasi bit dalam lubang.

Gambar 3.6. Tri – cone Bits2)

20
Gambar 3.7. Penampang Tri – Cone Bits5)
Kemampuan pengeboran dari rolling cutter bit ini tergantung pada offset dari
cones. Offset ditunjukkan dalam Gambar 3.8. merupakan ukuran beberapa besar
sudut yang dibentuk oleh sumbu cone terhadap titik pusat dari bodi bit. Offset akan
menyebabkan cone untuk berhenti berotasi secara periodik sehingga saat bit
berputar, cone akan bertindak seperti drag bit untuk menggerus dasar lubang. Hal
ini akan memperbesar kecepatan pemboran, namun tooth wear (keausan gigi) juga
akana bertambah terutama pada formasi yang abrasive. Sudut offset biasanya
bervariasi dari 4° untuk bit pada formasi lunak hingga nol untuk bit pada formasi
yang keras.

Gambar 3.8. Offset Angel2)


Bentuk dan ukuran gigi bit juga berperan besar dalam kecepatan pemboran.
Bentuk gigi yang panjang dan berjarak cukup besar digunakan untuk membor
formasi yang lunak. Gigi tersebut akan mudah menghancurkan batuan dan aksi
scrapping akibat gerakan rotasi dan offset dari cone akan memudahkan
pengangkatan cutting. Spacing gigi yang besar pada cone akan memudahkan

21
pembersihan bit. Pembersihan gigi bit dilakukan oleh jetting fluid antara tiga
kerucut tersebut.
Jika tipe batuan yang dibor semakin keras, panjang gigi bit serta offset dari
cone harus diperkecil untuk mencegah patahnya gig bit. Pemboran yang dilakukan
oleh suatu bit dengan zero offset adalah dengan cara penghancuran/crushing dari
batuan. Gigi yang kecil juga memperbesar ruang pembuatan bearing yang lebih
kuat.

Gambar 3.9. Bentuk – Bentuk Gigi untuk Berbagai Formasi2)


Metalurgi gigi bit juga bergantung pada sifat – sifat dari formasi. Terdapat
dua jenis gig bit yang umumnya digunakan yaitu (1) milled tooth cutter bit dan (2)
tungsten carbide insert cutter atau yang biasa dikenal sebagai insert bit. Milled
tooth cutter bit dibuat dengan memotong bentuk gigi dari suatu kerucut besi
sedangkan tungsten carbide insert bits dibuat dengan memberikan tekanan kepada
sillinder tungsten carbide ke dalam lubang yang telah dibuat pada kerucut. Milled
tooth bits yang di desain untuk formasi lunak, umumnya gigi bit dilapisi dengan
material untuk membantu mencegah keausan seperti tungsten carbide, namun
pelapisan tersebut hanya dilakukan pada satu sisi dari gigi bit.

Gambar 3.10. Profil Keausan Pada Milled Totth Bits2)

22
Milled tooth bits yang di desain untuk mengebor formasi yang keras biasanya
diproses khusus dengan melibatkan pengerasan dengan temperature tinggi. Besi
yang diperlakukan khusus ini (Case Hardened Steel) akan aus dengan chipping dari
bagiannya sehingga gigi bit tetap tajam.
Tungsten carbide insert bit yang didesain untuk pemboran formasi lunak
memiliki gigi yang panjang dengan bentuk chisel – shaped. Insert yang digunakan
untuk formasi keras bentuknya pendek dan hemispherical. Bit ini umumnya disebut
juga sebagai button bits. Contoh bentuk – bentuk insert bit ditunjukkan dalam
Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Bentuk – Bentuk Insert Bits2)


Roller – type outer bearing adalah bantalan dengan beban kerja yang paling
besar dan paling cepat aus. Intermediate ball bearing dibebani oleh thrust load dari
cones. Bantalan ini juga berfungsi untuk memegang cone pada tempatnya. Nose
bearing didesain untuk menahan sebagian beban thrust load dari cone jika
intermediate bearing terlanjur aus. Nose bearing dapat berupa friction type ataupun
digantikan dengan roller bearing. Dalam desain standard bearing, semua bantalan
dilumasi oleh fluid pemboran. Jika gas digunakan sebagai fluida pemboran, bit
harus dimodifikasi dengan membuat suatu jalur yang memungkinkan gas untuk
mengalir melalui bantalan (Gambar 3.12)

23
(a) (b)
Gambar 3.12. Bentuk – Bentuk Bantalan Pada Bit (a) dan Bit pada Rig
R600 (b)2) & 5)
Tipe intermediate – bearing lain yang sering digunakan dan biasanya lebih
mahal adalah sealed bearing assembly. Dalam tipe bit ini, bantalan dibuat sehingga
dalam keadaan tertutup dan pelumasan dilakukan oleh grease dan tekanan grease
dapat menyesuaikan diri dengan tekanan fluida hidrostatik dalam lubang. Sealed
assembly ini memiliki keuntungan dimana fluida pemboran yang kadang abrasif
tidak kontak langsung dengan bola – bola bantalan sehingga mengurangi wear dari
bearing.
Rolling cutter bits dengan bearing assembly yang paling mutakhir adalah
yang menggunakan journal bearing. Dalam tipe bit ini, roller bearing dihilangkan
sehingga cone berotasi dengan kontak langsung terhadap journal bearing pin. Tipe
bearing ini memiliki keuntungan dimana beban bit terdistribusi secara sempurna ke
seluruh bagian cone karena semakin luasnya daerah kontak cone. Journal bearing
bits memerlukan grease sealing yang efektif dan material khusus. Untuk membantu
mengurangi friksi pada journal biasanya dilapisi dengan perak. Walaupun journal

24
bearing bit lebih mahal daripada standard atau sealed bearing bits, waktu running
bit yang lebih lama dan pengurangan rig time karena operasi trip penggantian bit.

3.5. Standard Klasifikasi Bit (IADC Classification Codes)


Gambar 3.13. menunjukkan tabel pembagian kategori bit. Karena terdapat
berbagai macam produk bit dari perusahaan – perusahaan yang berbeda maka
diperlukan suatu standard klasifikasi bit. Oleh karena itu IADC (International
Association of Drilling Contractors) mengeluarkan suatu system klasisfikasi yang
didasarkan atas penamaan dengan 3 digit kode. Digit pertama dari klasifikasi
disebut sebgaia nomor seri bit. Seri D1 hingga D5 dikhususkan untuk diamond bit
dan PCD bit bagi formasi soft, medium – soft, medium, medium – hard, dan formasi
hard, secara berurutan. Seri D7 hingga D9 dikhususkan untuk diamond core bit
dalam formasi soft, medium dan hard. Seri 1, 2, dan 3 digunakan untuk milled tooth
bit dalam formasi soft, medium dan hard sedangkan seri 5, 6, 7 dan 8 untuk insert
bit dalam formasi soft, medium, hard dan extreme – hard. Seri 4 disimpan untuk
apa yang disebut sebagai ‘Universal Bits’. Digit kedua disebut sebagai nomor tipe
bit. Tipe 0 digunakan untuk PCD drag bit, tipe 1 hingga 4 ditujukan untuk sub
klasifikasi kekerasan formasi dari paling unak hingga paling keras.
Digit ketiga disebut sebagai feature number. Feature number berbeda untuk
setiap tipe bit, seperti (1) diamond dan PCD drag bit, (2) diamond dan OD drag
type core cutting bits, dan (3) rolling bits.
Gambar 3.13. Tabel Categori Bit2)

25
Gambar pada tabel 3.14. menunjukkan klasifikasi IADC untuk diamond dan
PCD drag bits. Sedangan Gambar pada tabel 3.15 menunjukkan contoh produk bit
dari beberapa perusahaan. Feature number untuk diamond dan PCD drag bits
diwakili dari angka 1 hingga 9 dengan masing – masing tipe atau profilnya.
Gambar 3.14. Tabel Klasifikasi IADC untuk diamond dan PCD Drag
Bits2)

Sedangkan untuk diamond dan PCD drag-type-core cutting bits terdapat 2


buah feature numbers. Bit ini digunakan untuk memperoleh contoh core formasi.
Feature tersebut adalah (1) conventional core barrel type dan (2) face – discharge
type. Feature 9 baik untuk diamond dan PCD drag bit dan drag – type core cutting
bits disebabkan untuk bit yang akan dikembangkan kelak.

26
Gambar 3.15. Tabel Produk Diamond dan PCD Drag Bit dari 4
Perusahaan2)

27
Gambar 3.16. Tabel Produk Diamond dan PCD Drag bit dari 4
Perusahaan (lanjutan)2)

28
Gambar 3.17. Tabel Produk Diamond dan PCD Drag – type core –
cutting bits dari 4 Perusahaan2)

29
Sedangkan system klasifikasi untuk rolling cutter bit ditunjukkan dalam
Gambar pada tabel 3.18 dan 3.19. Dimana gambar pada tabel 3.18 merupakan
penjelasan digit kode klasifikasi, sedangkan gambar pada tabel 3.19 dan 3.20
menunjukkan contoh produk bit dari perusahaan. Untuk roller cutting bits terdapat
digit 4 yang lebih merupakan opsional karena bukan keharusan sesuai dengan
sistem IADC. Digit ke 4 tersebut merupakan karakter/huruf dengan penjelasannya
terdapat dalam Gambar pada table 3.18.
Gambar 3.18. Tabel Klasifikasi Roller Cutting Bits2)

30
Gambar 3.19. Tabel Kode Klasifikasi Untuk Roller Cone Bits2)

31
Gambar 3.20. Tabel Produk Roller Cuting Bits dari 4 Perusahaan2)

32
Desain gigi bit juga bergantung pada kelas bit, khususnya untuk roller
cutting bit. Tabel 3.9 dan Gambar 3.12 menunjukkan variasi desain gigi bit untuk
kesan dan tipe bit yang berbeda. Perhatikan bahwa dengan naiknya nomor kelas,
offset cone, tooth height dan jumlah tooth hardfacing akan berkurang sedangkan
jumlah teeth dan jumlah tooth case hardening akan bertambah.
Gambar 3.21. Tabel Karakteristik Tooth Desain untuk Rolling –
Cutter Bits2)

Gambar 3.22. Variasi Tooth Desain dengan kelas Bit2)

33
Gambar 3.23 menunjukkan kapasitas bearing untuk berbagai kelas bit.
Kenaikan kapasitas bearing dimungkinkan untuk bit dengan nomor kelas yang lebih
tinggi karena semakin pendeknya gigi bit dengan naiknya nomor kelas.

Gambar 3.23. Kapasitas Bearing dan Offset Cone untuk berbagai


Kelas Bit2)

34
BAB IV
PEMBAHASAN
Penelitian terhadap keausan bit merupakan salah satu hal yang penting
dilakukan dalam operasi pemboran. Keausan bit juga merupakan salah satu
pertimbangan dari pemilihan atau evaluasi bit2). Pemilihan bit memiliki kesamaan
seperti halnya dengan pemilihan pada fluida pemboran atau komposisi semen
pemboran, yaitu bersifat trial and error. Karena pemilihan bit dilakukan dengan
trial and error, maka catatan penggunaan suatu bit harus selalu ada supaya dapat
digunakan sebagai referensi untuk pemboran selanjutnya. Klasifikasi juga harus
dilakukan pada suatu bit yang telah diangkat dari sumur pemboran, dan IADC juga
telah mengadopsi suatu kode numerik untuk mengklasifikasi tingkat keausan bit
berdasarkan:
1. Gigi Bit
2. Bearing
3. Struktur Diameter Bit (Gauge Wear)

4.1 Mengklasifikasi Keausan Gigi Bit


Grading dari gigi bit didasarkan pada fraksi tinggi gigi bit yang telah aus dan
biasanya dilaporkan dalam satuan 1/8 terdekat. Contohnya, jika setengah bagian
bagian dari tinggi gigi bit telah aus maka bit tersebut akan di grade sebagai T-4
yang artinya gigi bit telah aus sebesar 4/8.
Gambar 4.1. Tabel Singkatan Umum yang digunakan untuk Klasifikasi Bit2)

35
Namun men-grade suatu bit dengan gigi bit yang banyak hanya dengan satu
angka sangatlah susah karena mungkin saja ada gigi bit yang ausnya lebih cepat
dari yang lain atau ada yang patah. Gigi bit yang parah diindikasikan dengan ’BT’
(Broken Teeth). Tabel dibawah menunjukkan beberapa singkatan yang sering
digunakan untuk klasifikasi suatu bit.
Karena klasifikasi bit secara keseluruhan cukup sulit, maka pengamatan secara
visual dan cepat lebih sering dilakukan. Pengamatan secara visual dapat dilakukan
dengan membandingkan gigi bit sebelum di-run atau sesudah running suatu bit
terhadap suatu guide chart, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1 berikut.
Keausan gigi bit kemudian diambil secara rata-rata dari seluruh gigi bit yang ada
pada suatu bit dan diberi grade seperti Gambar 4.1.

Gambar 4.2. Guide Chart untuk keausan Gigi Bit bagi Milled-Tooth Bits2)

Grading gigi bit untuk insert bits agak berbeda dibandingkan dengan milled
tooth bits. Karena struktur cutting elemen insert bit agak terabrasif dibandingkan
dengan milled-tooth bits, maka insert bits biasanya di-grade berdasarkan
banyaknya tooth inserts yang hilang atau patah, bukan aus.

Gambar 4.3. Contoh Bit yang mengalami keausan Gigi Bit5)

36
Jadi suatu insert bit dengan setengah bagian insert telah patah atau hilang akan
di-grade kan sebagai T-4 yang artinya 4/8 bagian insert telah hilang atau patah.

4.2 Mengklasifikasi Keausan Bearing


Mengklasifikasikan keausan bearing suatu bit agak susah dilakukan karena
bit harus dibuka terlebih dahulu kemudian dievaluasi seluruhnya. Namun biasanya
kerusakan bearing dapat mengakibatkan:
1. Kerucut terkunci dan tidak dapat berputar,
2. Kerucut menjadi renggang dan terlepas sehingga bearing yang
didalamnya terekspos keluar.
Bearing failure biasanya dilaporkan dengan kode B-8 yang artinya bahwa
bearing tersebut telah 8/8 rusak. Kerucut yang telah longgar dilaporkan sebagai B-
7. Jika keausan bearing tidak dapat diidentifikasi dari luar, biasanya diestimasi
berdasarkan jumlah waktu rotasi bit serta sisa waktu rotasi bearing yang
diperkirakan oleh seorang drilling engineer. Jadi jika suatu bit di pull-out setelah
10 jam operasi dan drilling engineer memperkirakan bahwa bearing hanya dapat
bertahan sekitar 10 jam lagi, maka keausan bearing dapat dilaporkan sebagai B-4.
Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 4.4. berikut.

Gambar 4.4. Bearing Grading Guide untuk Rolling Cutter Bits2)

37
4.3 Mengklasifikasikan Keausan Gauge (Gauge Wear)
Jika keausan terjadi secara berlebihan pada bit dan bodinya, bit akan membor
lubang yang undersized. Hal ini akan merusak running bit berikutnya karena bit
berikut akan dikorbankan untuk underreaming lubang tersebut. Untuk menentukan
besarnya keausan gauge maka harus digunakan ring gauge serta penggaris seperti
dalam Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Penentuan Gauge Wear5)

Kehilangan diameter dilaporkan dalam satuan 1/8, jadi bit yang telah
kehilangan 0.5 inch diamternya di grade sebagai G-O-4. ’O’ menunjukkan bahwa
bit telah ’out of gauge’ dan ’4’ menunjukkan bahwa diameter telah aus sebesar 4/8
inch. ’I’ digunakan untuk menunjukkan jika bit dalam keadaan ’in-gauge bit’.
Selain grading dalam bearing, gigi bit serta gauge, biasanya digunakan
beberapa singkatan untuk menunjukkan kondisi bit. Kondisi bit ini ditentukan lebih
pada pengamatan visual.

4.4 Optimasi WOB dan RPM dengan metode Galle-Woods


Optimasi faktor mekanik yang akan dibahas disini menggunakan perhitungan
yang dibuat berdasarkan teori Gallle dan Woods. Tujuan dari perhitungannya
adalah memilih kombinasi.

38
WOB dan RPM yang menghasilkan laju pemboran yang maksimal dengan
biaya pemboran yang paling minimum. Dalam perhitungan disini dianggap bahwa
faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju pemboran adalah minimum.
4.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Perhitungan Optimasi WOB-RPM
Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan optimasi WOB-RPM
disini adalah:
a. Faktor Laju Pemboran (ROP)
Laju pemboran dapat dinyatakan secara matematis dengan
persamaan sebagai berikut:
𝐶𝑓 𝑊 𝑘 𝑁 𝑟
𝑅𝑂𝑃 =
𝑎𝑃
Dimana:
ROP = laju pemboran, ft/jam
Cf = konstanta drillability formasi
k = eksponen yang menghubungkan pengaruh WOB pada
ROP
N = putaran meja putar, rpm
r = eksponen yang mempengaruhi pengaruh ROP
aP = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP
Pada persamaan di atas terlihat bahwa laju pemboran
dipengaruhi oleh kemampuan mata bor dan keausan gigi mata bor.
Konstanta kemampuan batuan untuk di bor dapat ditentukan dari
persamaan sebagai berikut:
𝐹. 𝑖
𝐶𝑓 =
̅ 𝑊𝑘 𝑁 𝑟 𝑍
𝑚
Dimana:
F = selang hasil pemboran, ft
i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju
keausan gigi mata bor.
m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap
laju keausan gigi mata bor.

39
Z = parameter yang menyatakan hubungan antara ketumpulan
gigi mata bor dengan umur mata bor

b. Faktor Laju Ketumpulan Gigi Mata Bor


Laju ketumuplan gigi mata bor (D) dapat ditentukan secara
matematis dengan persamaan:
1 𝑇𝑟 . 𝑖
𝐷=( )
𝐴𝑓 𝑎 . 𝑚
̅
Dimana:
Af = konstanta abrassiveness formasi
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1
m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap
laju keausan gigi mata bor.

c. Faktor Laju Keausan Bantalan Mata Bor


Laju keausan bantalan mata bor (Bx) dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
𝑇𝑟 . 𝑁 𝑇𝑟 . 𝑁
𝐵𝑥 = =
𝑆 .𝐿 𝐵𝑓 . 𝐿
Dimana:
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap
laju keausan bantalan mata bor.
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya dapat
ditentukan dengan persamaan:
𝑇𝑟 . 𝑁
𝐵𝑓 =
𝐵𝑥 . 𝐿
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)

40
Dari persamaan yang terdapat diatas, kemudian ditentukan
variabel-variabel berikut sebagai pertimbangan optimasi WOB dan
RPM. Variabel tersebut adalah:
a) Waktu rotasi
b) Selang yang dibor (footage)
c) Biaya pemboran per kaki (CPF)
Gambar 4.6. Tabel w versus m dan L2)

Gambar pada tabel diatas menampilkan hubungan antara berat pada bit atau
WOB (w), terhadap nilai fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap
laju keausan gigi mata bor (m) dan fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB

41
terhadap laju keausan bantalan mata bor (L). Sedangkan pada gambar tabel 4.7
dibawah ini menunjukkan hubungan antara nilai terhadap putaran meja putar (N)
terhadap fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju keausan gigi
mata bor (i).
Gambar 4.7. Tabel N versus i2)

Gambar 4.8. Tabel D versus U dan Z2)

Kemudian gambar pada tabel 4.8 diatas menunjukkan laju ketumpulan dan
umur gigi umur mata bor (D & U), terhadap parameter yang menyatakan hubungan
antara ketumpulan gigi mata bor dengan umur mata bor (z) berdasarkan pola
keausan (p). Ada tiga jenis klasifikasi nilai pada pola keausan, yakni; (1.0)
menunjukkan bahwa ujung gigi aus secara mendatar, (0,5) gigi mata bor
mempertajam sendiri, sedangkan (0,0) tidak ada pengaruh keausan gigi. Rumus
untuk menentukan umur dari gigi mata bor ialah sebagai berikut:

𝐵𝑥 𝐵𝑓 𝐿
𝑈=
𝐴𝑓 𝑚
̅𝑛

42
Keterangan:
U = Umur dari gigi mata bor (day)
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)
Bf = faktor keausan bantalan mata bor
L = laju keausan bantalan mata bor
Af = faktor abrassivitas formasi
m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap laju keausan gigi mata
bor.
n = putaran meja putar

Sedangkan gambar pada tabel 4.9 menunjukan penentuan harga kekerasan


formasi jenis drag bit terhadap eksponen berat (k) dan eksponen kecepatannya (r).

Gambar 4.9. Tabel Penentuan Harga k dan r2)

43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kerja praktek yang telah dilakukan di PPSDM MIGAS, maka
penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Bit merupakan mata bor yang digunakan untuk menggerus formasi
batuan di bawah permukaan.
2. Beberapa jenis-jenis bit antara lain; Drag Bit, Polycrystaline
Diamond (PCD) Bit, dan Rolling Cutter Bit.
3. Sistem klasifikasi dan standarisasi bit diatur oleh International
Association of Drilling Contractors (IADC).
4. IADC juga telah mengadopsi suatu kode numerik untuk
mengklasifikasi tingkat keausan bit berdasarkan; Gigi Bit, Bearing
dan Structur Diameter Bit.
5. WOB dan RPM merupakan salah dua parameter yang digunakan
dalam evaluasi pemilihan bit.
6. Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan optimasi WOB
dan RPM ialah;
a Faktor laju pemboran (ROP),
b Faktor laju ketumpulan gigi mata bor,
c Faktor laju keausan bantalan mata bor.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah melaksanakan kerja praktek yakni:
• Untuk perusahaan agar bisa menyediakan fasilitas yang lebih baik
dan juga,
• Untuk perusahaan pembimbing lebih bisa membimbing mahasiswa
kerja praktek.

44
Sedangkan untuk mahasiswa kerja praktik kedepennya :
• Mahasiswa harus lebih aktif saat melakukakan kerja praktik.
• Mahasiswa harus menjaga sikap, tata krama, sopan santun saat
melaksanakan kerja praktek.
• Mahasiswa harus menunjukkan sikap antusias saat melaksanakan
kerja praktek.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Abriyana, R. 2018. Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina EP Asset 5 Bunyu


Field. STT MIGAS Balikpapan, Indonesia.
2. Rubiandini, R. 2009. Teknik Pemboran I. ITB Press. Institut Teknologi
Bandung, Indonesia.
3. Santo, D. 2018. Laporan Kerja Praktek Sistem Sirkulasi pada Rig R600 di
PPSDM MIGAS. Universidade Dili. Timor Leste.
4. https://ppsdmmigas.esdm.go.id/id/
5. _______ . 2020. File Pribadi. Tidak di Publish.

46
1

Anda mungkin juga menyukai