TUGAS AKHIR
Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan Tugas Akhir ini berjudul “Perhitungan Tebal
Lapis Perkerasan Lentur Metode MDPJ No. 04/SE/DB/2017 dan Tebal Lapis
Tambah dengan Lendutan Balik Metode Pd. T-05-2005-B Serta Perhitungan
Dimensi Saluran Drainase Metode Pd.T-02-2006-B pada Proyek Peningkatan
Ruas Proyek Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Provinsi Sumatera Utara Sta 311+600 s/d Sta 312+600”. Laporan ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir
pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.
Dalam laporan ini, penulis membahas bagaimana perhitungan tebal lapis
perkerasan lentur, lapis tambah (overlay) dan dimensi saluran drainase pada
proyek peningkatan jalan Aek Nabara-Negeri Lama Sta 311+600 s/d Sta
312+600.
Penulis laporan ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya
bantuan, dukungan material, spiritual dan informasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak M. Syahruddin, ST., M.T., Direktur Politeknik Negeri Medan;
2. Bapak Ir. Samsudin Silaen, M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Medan;
3. Bapak Drs. Syarifuddin, M.T., Kepala Program Studi DIII Teknik Sipil
Politeknik Negeri Medan;
4. Bapak Ir. M. Koster Silaen, M.T., Dosen Pembimbing dalam penyusunan
Tugas Akhir ini yang selalu memberi motivasi, pengarahan dan masukan
yang sangat bermanfaat kepada penulis;
5. Bapak Drs. Tarbiyatno, M.T., Wali kelas Sipil 6A;
6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Jurusan Teknik Sipil;
7. Bapak Edison Pardamean Togatorop, S.T., Perencana di Dinas Bina
Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara;
iii
8. Orangtua Penulis yang telah memberikan dukungan sepenuhnya baik
berupa material dan spiritual;
9. Teman-teman Mahasiswa Politeknik Negeri Medan, khususnya Jurusan
Teknik Sipil kelas 6A yang telah turut membantu dalam menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini;
10. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun laporan
ini dengan baik, namun karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh
penyusun. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Hormat penulis,
Penulis I Penulis II
iv
ABSTRAK
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama merupakan jalan provinsi. Jalan ini berada di
Kecamatan Pangkatan Kabupaten Labuhan Batu. Jalan ini termasuk klasifikasi
jalan kolektor primer yang melayani volume lalu lintas yang tinggi dan
konfigurasi kendaraan-kendaraan berat bahkan truk yang over load. Trase jalan ini
berada di dalam area persawitan/industri. Adapun untuk menghitung tebal lapis
perkerasan digunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.
04/SE/Db/2017 dan untuk tebal lapis tambah dengan metode Pd. T-05-2005-B
serta perhitungan dimensi saluran dengan metode Pd. T-02-2006-B. Adapun tebal
lapis perkerasan lentur dengan metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017 di dapat AC-
WC = 4cm, AC-BC = 6cm, AC-BASE = 14,5cm, dan Agg kelas A = 30cm .
Untuk tebal lapis tambah dengan metode Pd. T-05-2005-B di dapat AC-WC =
4cm dan AC-BC = 8cm. Perhitungan dimensi saluran drainase dengan metode Pd.
T-02-2006-B direncanakan dengan 2 bentuk penampang saluran, yaitu saluran
dengan penampang persegi dan saluran penampang trapesium. Saluran dengan
penampang persegi dengan tinggi muka air (h) = 0,6002m, tinggi jagaan (w) =
0,5478m, tinggi total (htotal) = 1,1480m dan lebar drainase (b) = 1,2740m. Saluran
dengan penampang trapesium dengan tinggi muka air (h) = 0,6449 m, tinggi
jagaan (w) = 0,5678 m, tinggi total (htotal) = 1,2127 m, dan lebar drainase (b) =
0,7447 m
Kata kunci : Tebal Lapis Perkerasan Metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017,
Tebal Lapis Tambah Metode Pd. T-05-2005-B, Dimensi
Saluran Drainase dan Metode Pd. T-02-2006-B.
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... v
vi
2.8 Perencanaan Sistem Drainase Jalan dengan Metode
Pd. T-02-2006-B ......................................................................... 42
5.1 Kesimpulan.................................................................................. 88
5.2 Saran ............................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
viii
Tabel 2.22 Kecepatan Aliran Air Yang Diizinkan Berdasarkan Jenis
Material.......................................................................................... 44
Tabel 2.23 Kecepatan Aliran Air Yang Diizinkan Berdasarkan Jenis
Material.......................................................................................... 44
Tabel 2.24 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Koefisien
Limpasan (fk) ................................................................................ 46
Tabel 2.25 Koefisien Hambatan (nd) Berdasarkan Kondisi Permukaan ......... 47
Tabel 2.26 Reduced variated (Yt) sebagai fungsi Periode Ulang ................... 48
Tabel 2.27 Reduced mean (Yn) dengan jumlah data (n) ................................. 49
Tabel 2.28 Reduced standard deviation (Sn) dengan jumlah data (n) ............ 50
Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-rata Ruas Jalan Aek Nabara-
Negeri Lama .................................................................................. 62
Tabel 4.2 Nilai VDF ...................................................................................... 63
Tabel 4.3 Lalu Lintas Harian Rata-rata Pada Awal Umur Rencana .............. 63
Tabel 4.4 LHR (Awal umur rencana) 2021 ................................................... 64
Tabel 4.5 Penentuan jenis pekerasan ............................................................. 65
Tabel 4.6 Menentukan Tebal Perkerasan ...................................................... 66
Tabel 4.7 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Fondasi
Berbutir (sebagai alternative dari Bagan Desain-3 dan 3A) .......... 67
Tabel 4.8 Data Lalu Lintas Awal Tahun Rencana......................................... 69
Tabel 4.9 Data Lendutan Benkelman Beam (BB).......................................... 70
Tabel 4.10 Angka Ekivalen Kendaraan ........................................................... 75
Tabel 4.11 LHR Diawal Tahun Pelaksanaan................................................... 76
Tabel 4.12 Perhitungan Nilai CESA................................................................ 76
Tabel 4.13 Perhitungan Intensitas Curah Hujan .............................................. 82
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur ......................................... 16
Gambar 2.2 Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standart (Ft) ....... 33
Gambar 2.3 Tebal Lapis Tambah (overlay) ...................................................... 38
Gambar 2.4 Faktor Koreksi Tebal Lapis (overlay) ........................................... 39
Gambar 2.5 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) .......... 41
Gambar 2.6 Saluran Empat Persegi .................................................................. 52
Gambar 2.7 Saluran Trapesium......................................................................... 53
Gambar 3.1 Bagan Alir Analisa Perhitungan .................................................... 58
Gambar 3.2 Bagan Alir Analisa Perhitungan Tebal Perkerasan ....................... 59
Gambar 3.3 Bagan Alir Analisa Perhitungan Lapis Tambah (overlay) ............ 60
Gambar 3.4 Bagan Alir Analisa Perencanaan Dimensi Saluran ....................... 61
Gambar 4.1 Susunan Lapisan Perkerasan Metode MDJP No. 04/SE/Db/2017 68
Gambar 4.2 Susunan Tebal Lapis Tambah Dengan Metode Pd. T-05-2005-B 78
Gambar 4.3 Tampak Atas Luasan ..................................................................... 79
Gambar 4.4 Pootongan Melintang Saluran Drainase ........................................ 79
Gambar 4.5 Lengkung Intensitas ...................................................................... 83
Gambar 4.6 Penampang Persegi ....................................................................... 86
Gambar 4.7 Penampang Trapesium .................................................................. 87
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 11 Dokumentasi
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
perkembangan lalu lintas yang pesat. Panjang jalan yang memerlukan perbaikan
dan pelebaran yaitu sepanjang 68000m yakni Sta 307+500 s/d Sta 375+500,
dimana ruas jalan yang diambil sebagai pembahasan adalah sepanjang 1000m
pada Sta 311+600 s/d Sta 312+600 dengan lebar rencana jalan 2,4m (1,2m ruas
kiri dan 1,2m ruas kanan) dan bahu jalan 2m (1m ruas kiri dan 1m ruas kanan).
Adapun alasan penulis memilih Sta 311+600 s/d Sta 312+600, karena pada ruas
jalan ini mengalami kerusakan yang cukup parah disbanding ruas jalan yang lain.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis meninjau segi teknis yaitu
bagaimana melakukan Perhitungan konstruksi jalan dengan hal-hal sebagai
berikut:
2
2. Bagaimana menghitung tebal lapis tambah perkerasan lentur pada proyek
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi
Sumatera Utara dengan Metode Pd. T- 05- 2005-B?
3. Bagaimana menghitung dimensi perhitungan saluran drainase proyek Jalan
Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera
Utara?
3
3. Untuk mengetahui dimensi saluran drainase pada Proyek Peningkatan Jalan
Aek nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara
dengan Metode Pd T-02-2006-B.
4
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB V PENUTUP
Berisi tentang simpulan dan saran dengan memberikan hasil keluaran Tugas
Akhir yang dapat dijadikan bahan pertimbangan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
b. Jalan antar kota/luar kota (rural road)
Jalan antar kota dicirikan oleh:
1. konsentrasi populasi relatif rendah.
2. intensitas tata guna lahan relatif rendah, dimana sebagian besar lahan
dipergunakan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan lain-lain.
3. berdasarkan konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahan, maka
kebutuhan akses (perjalanan) relatif rendah.
4. volume arus lalu lintas atau permintaan angkutan umum bergantung pada
jarak antar kota yang dihubungkannya.
5. peraturan yang digunakan untuk disain geometrik adalah Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 038/TBM/1997.
7
jenjang kota ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga
dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.
b. Sistem jaringan jalan sekunder
1. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan
tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai
fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
2. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua.
3. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
4. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi
sekunder. Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan
terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan
jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada
pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya
disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus.
8
c. Jalan Lokal
Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan
rata-rata rendah, dan jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan Lingkungan.
Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan
rata-rata rendah, dan jalan masuk dibatasi.
9
e. Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan atau
antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan
10
2.2.6 Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Kondisi medan yang
diproyeksikan harus memperhitungkan keseragaman kondisi medan menurut
rencana trase jalan. Klasifikasi jalan berdasarkan medan dan besar kemiringan
medan jalan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi jalan berdasarkan medan jalan
No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G >25
11
Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5
(lima setengah) meter.
12
tingkat pertumbuhan lalu lintas serta sifat-sifat khususnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan jenis kendaraan yang dilayani jalan raya, Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 1993 mengelompokkan jenis kendaraan dengan sistem kelas kendaraan seperti
pada Tabel 2.3.
13
Tabel 2.3 Jenis Kendaraan menurut Karakteristik
Fungsi Dimensi Kendaraan MST
Kelas Jalan
Jalan Lebar (m) Panjang (m) (ton)
>
Kelas I ≤ 2,50 ≤ 18,00
10,00
≤
Kelas II Arteri ≤ 2,50 ≤ 18,00
10,00
≤
Kelas III A ≤ 2,50 ≤ 18,00
8,00
≤
Kelas III A ≤ 2,50 ≤ 18,00
8,00
Kolektor
≤
Kelas III B ≤ 2,50 ≤ 12,00
8,00
≤
Kelas III C Lokal ≤ 2,10 ≤ 9,00
8,00
Sumber: PP Nomor 43 Tahun 1993
dimana: - K (disebut faktor K) adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk
- F (disebut faktor F) adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per
seperempat jam dalam satu jam.
VJP merupakan suatu volume lalu lintas per jam yang dipakai sebagai dasar
perencanaan. VJP digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas
lalu lintas lainnya yang diperlukan. Faktor K dan faktor F tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.4 dibawah.
14
Tabel 2.4 Faktor Volume (K) dan Variasi (F) untuk Volume Lalu Lintas Jam
Perencanaan
PERKIRAAN VOLUME LALU FAKTOR
LINTAS HARIAN (VLHR) K (%) F
>50.000 4-6 0,9 - 1
30.000 – 50.000 6-8 0,8 - 1
10.000 – 30.000 6-8 0,8 -1
5.000 – 10.000 8 - 10 0,6 - 0,8
1.000 - 5.000 10 - 12 0,6 - 0,8
<1000 12 - 16 <0,6
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota
No.038/BM/1997
15
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Lapisan Permukaan
Lapisan Pondasi
16
b. Lapisan pondasi atas (base course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi
bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah
dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain:
1. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk
digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
17
perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Tanah dasar ini dapat terbentuk dari tanah asli yang dipadatkan (pada daerah
galian) ataupun tanah timbun yang dipadatkan (pada daerah urugan). Mutu dan
daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar
yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari
lokasi itu sendiri serta kemampuan mempertahankan perubahan volume selama
masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah
setempat. Sifat masing-masing tanah tergantung dari tekstur, kadar air dan kondisi
lingkungan. Metode yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dapat
ditentukan dengan pengujian CBR (Colifornia Bearing Ratio), DCP (Dinamic
Cone Penetrometer), dan Sand Cone Test. Dalam hal ini yang sering digunakan
adalah cara pengujian CBR.
MR (psi) = 1.500 x CBR ........................................................... Rumus 2.2
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain:
1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu
sebagai akibat beban lalu lintas.
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
3. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.
4. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas
untuk jenis tanah tertentu.
5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalulintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.
18
b. Sebagai Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-
pori yang ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan
aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan
aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi
pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal
berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai
jenis yang sama.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
(viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah
masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami
oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan
aspal yang menyelimuti agregat.
19
2.6 Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur Dengan Metode Manual
Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
2.6.1 Umur Rencana
Umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah waktu dalam tahun yang
dihitung sejak jalan tersebut dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau
dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.
Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 umur rencana
digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan
elemen perkerasan berdasarkan analisis discounted whole of life cost terendah.
Berikut ini merupakan tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan
elemen perkerasan yang disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan No.
04/SE/Db/2017.
Tabel 2.5 Umur Rencana (UR) Perkerasan Jalan Baru
Jenis Umur Rencana
Elemen Perkerasan
Perkerasan (tahun)
Lapisan aspal dan lapisan berbutir 20
Fondasi jalan
Perkerasan Semua perkerasan untuk daerah yang tidak
Lentur dimungkinkan pelapisan ulang (overlay), seperti:
jalan perkotan, underpass, jembatan, terowongan. 40
Cement Treated Base (CTB)
Perkerasan Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton
Kaku semen, dan fondasi jalan
Jalan tanpa
Semua elemen (termasuk fondasi jalan) Minimum 10
penutup
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
Catatan:
1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka
dapat digunakan umur rencana berbeda, namun sebelumnya harus
dilakukan analisis dengan discounted lifecycle cost, yang dapat
menunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan
discounted lifecycle cost terendah.
20
2. Umur rencana harus memperhitungkan kapasitas jalan.
Tabel 2.6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain
Rata-rata
Jawa Sumatera Kalimantan
Indonesia
Arteri dan perkotaan (%) 4,80 4,83 5,14 4,75
Kolektor rural (%) 3,50 3,50 3,50 3,50
Jalan desa (%) 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber: Manual Desain Perkerasan jalan No. 04/SE/Db/2017
Dimana:
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = umur rencana (tahun)
21
Tabel 2.7 Nilai VDF Standard atau Ekivalen
Faktor Ekivalen
Jenis
Distribusi Tipikal (%) Beban (VDF)
Kendaraan
Konfi (ESA/kendaraan)
Kelompok
Uraian gurasi VDF
Klasi Sumbu Semua Semua kendaraan
Alter sumbu VDF 4 5
fikasi Kendaraan bermotor kecuali
natif 2 Pangkat 4 Pang
Muatan yang diangkut
lama Bermotor sepeda motor
kat 5
1 1 Sepeda motor 1.1 2 30,4
2,3,4 2,3,4 Sedan/ Angkot/ Pick up/ Station Wagon 1.1 2 51,7 71,2
5a 5a Bus kecil 1.2 2 3,5 5,0 0,3 0,2
K 5b 5b Bus besar 1.1 2 0,1 0,2 1,0 1,0
E
6a.1 6.1 Truk 2 sumbu-cargo ringan 1.1 Muatan umum 2 0,3 0,2
N 4,6 6,6
6a.1.1 6.2 Truk 2 sumbu- ringan 1.2 Tanah, pasir,besi,semen 2 0,8 0,8
D
6b.1.2 7.1 Truk 2 subu-cargo sedang 1.2 Muatan umum 2 0,7 0,7
A - -
6b.2.1 7.2 Truk 2 sumbu-sedang 1.2 Tanah, pasir,besi,semen 2 1,6 1,7
R
6b.2.2 8.1 Truk 2 sumbu-berat 1.2 Muatan umum 2 0,9 0,8
A 3,8 5,5
7a.1 8.2 Truk 2 sumbu-berat 1.2 Tanah, pasir,besi,semen 2 7,3 11,2
A
7a.2 9.1 Truk 3 sumbu-ringan 1.22 Muatan umum 3 7,6 11,2
N 3,9 5,6
7a.3 9.2 Truk 3 sumbu-sedang 1.22 Tanah, pasir,besi,semen 3 28,1 64,4
7b 9.3 Truk 3 sumbu-berat 1.1.2 3 0,1 0,1 28,9 62,2
N
7c.1 10 Truk 2 sumbu dan trailer penarik 2 sumbu 1.2-22 4 0,5 0,7 36,9 90,4
I
7c.2.1 11 Truk 4 sumbu-trailer 1.2-22 4 0,3 0,5 13,6 24,0
A
7c.2.2 12 Truk 5 sumbu-trailer 1.22-22 5 19,0 33,2
G 0,7 1,0
A 7c.3 13 Truk 5 sumbu-trailer 1.2-222 5 30,3 69,7
7 14 Truk 6 sumbu-trailer 1.2-222 6 0,3 0,5 41,6 93,7
22
2.6.4 Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk dan bus) paling besar. Beban lalu
lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar (ESA)
dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur
kendaraan niaga (DL).
Untuk jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,50
kecuali pada lokasi-lokasi yang jumlah kendaraan niaga cenderung lebih tinggi
pada satu daerah tertentu.
Faktor distribusi lajur (DL) digunakan untuk menyesuaikan beban
kumulatif (ESA) pada jalan dengan dua lajur atau lebih dalam satu arah. Pada
jalan yang demikian, walaupun sebagian besar kendaraan niaga akan
menggunakan lajur luar, sebagian lainnya akan menggunakan lajur-lajur dalam.
Faktor distribusi lajur ditunjukkan pada tabel 2.8
Tabel 2.8 Faktor distribusi lajur (DL)
Kendaraan niaga pada lajur desain
Jumlah lajur per arah
(% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
23
ESA = (∑jenis kendaraan LHRT x VDF) x DD x DL .............. Rumus 2.4
CESA4= ESA x 365 x R ................................................... Rumus 2.5
dimana:
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk
1 (satu) hari
LHRT : lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
VDF : faktor ekivalen beban (Vechile Damage Factor)
DD : faktor distribusi arah
DL : faktor distribusi lajur
CESA4 : fumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
untuk perkersan butir
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
24
2.6.8 Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas,
umur rencana, dan kondisi pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 2.9 tidak mutlak
perencana harus mempertimbangan biaya terendah selama umur rencana,
keterbatasan dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desain harus
didasarkan pada biaya umur pelayanan discounted llifecycle cost terendah.
Tabel 2.9 Pemilihan Jenis Perkerasan
25
2.6. 9 Menentukan Subgrade yang Seragam dan Daya Dukung Subgrade
Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen-segmen yang
seragam (homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama. Apabila data
yang cukup valid tersedia.
CBR karakteristik = CBR rata-rata – 1.3 x Standar deviasi ............. Rumus 2.7
26
2.6.11 Menentukan Struktur Perkerasan
Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan
dan pertimbangan biaya terkecil yang ada pada Tabel 2.11 sebagai berikut.
Tabel 2.11 Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum termasuk Cement
Treated Base (CTB)
27
2.6.12 Ketebalan Lapisan Perkerasan
Keterbatasan pemadatan dan segregasi menetukan tebal struktur
perkerasan pelaksanaan. Desain harus melihat batasan-batasan tersebut termasuk
ketebalan lapisan di dalam Tabel 2.12. jika dalam bagan desain ditentukan bahwa
suatu bahan dihamparkan dalam tebal yang lebih besar diijinkan sesuai tabel
berikut.
Tabel 2.12 Ketebalan Lapisan yang Diijinkan
Bahan Tebal yang Diperlukan (mm)
HRS – WC 30
HRS – Base 35
AC – WC 40-50
AC – BC 60-80
AC – Base 75-120
Lapis Pondasi Agregat Kelas A 40
150-200
(Gradasi dengan ukuran max. 40 mm)
Lapis Pondasi Agregat Kelas B
200
(Gradasi dengan ukuran max. 50 mm)
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
28
Pendekatan berdasarkan lendutan (modifikasi dari Pd T-05-2005) dalam
Pedoman Desain Perkerasan Lentur (Interim) No.002/P/BM/2011.
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel 2.14.
29
........................ Rumus 2.8
30
Tabel 2.16 Faktor Hubungan Antara Umur Rencana dengan Perkembangan
Lalu Lintas (N)
r (%)
n (tahun) 2 4 5 6 8 10
dengan pengertian :
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar
M = jumlah masing-masing jenis kendaraan
365 = jumlah hari dalam satu tahun
E = ekivalen beban sumbu (Tabel 2.15)
C = koefisien distribusi kendaraan (Tabel 2.14)
N = Faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas (Tabel 2.16)
31
2.7.3 Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil
pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktu pengujian
lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut
dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada
lokasi atau titik disekitarnya.
dengan pengertian:
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar
350C, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm, untuk
tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm
atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk
HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm).
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur
udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ............................................. Rumus 2.15
32
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka
air tanah tinggi
33
Tabel 2.17 Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standar (Ft)
Tabel 2.18 Temperatur Tengah (Tt) dan Temperatur Bawah (Tb) Lapis
Beraspal Berdasarkan Data Temperatur Udara (Tu) dan Temperatur
Permukaan (Tp)
Tu+Tp Temperatur Lapis beraspal ) pada kedalaman
) 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm
45 26,8 25,6 22,8 21,9 20,8 20,1
46 27,4 26,2 23,3 22,4 21,3 20,6
47 28,0 26,7 23,8 22,9 21,7 21,0
48 28,6 27,3 24,3 23,4 22,2 21,5
49 29,2 27,8 24,7 23,8 22,7 21,9
50 29,8 28,4 25,2 24,3 23,1 22,4
51 30,4 28,9 25,7 24,8 23,6 22,8
52 30,9 29,5 26,2 25,3 24,0 23,3
53 31,5 30,0 26,7 25,7 24,5 23,7
54 32,1 30,6 27,1 26,2 25,0 24,2
55 32,7 31,2 27,6 26,7 25,4 24,6
56 33,3 31,7 28,1 27,2 25,9 25,1
57 33,9 32,3 28,6 27,6 26,3 25,5
58 34,5 32,8 29,1 28,1 26,8 26,0
59 35,1 33,4 29,6 28,6 27,2 26,4
60 35,7 33,9 30,0 29,1 27,7 26,9
34
61 36,3 34,5 30,5 29,5 28,2 27,3
62 36,9 35,1 31,0 30,0 28,6 27,8
63 37,5 35,6 31,5 30,5 29,1 28,2
64 38,1 36,2 32,0 31,0 29,5 28,7
65 38,7 36,7 32,5 31,4 30,0 29,1
66 39,3 37,3 32,9 31,9 30,5 29,6
67 39,9 37,8 33,4 32,4 30,9 30,0
68 40,5 38,4 33,9 32,9 31,4 30,5
69 41,1 39,0 34,4 33,3 31,8 30,9
70 41,7 39,5 34,9 33,8 32,3 31,4
71 42,2 40,1 35,4 34,3 32,8 31,8
72 42,8 40,6 35,8 34,8 33,2 32,3
73 43,4 41,2 36,3 35,2 33,7 32,8
74 44,0 41,7 36,8 35,7 34,1 33,2
75 44,6 42,3 37,3 36,2 34,6 33,7
76 45,2 42,9 37,8 36,7 35,0 34,1
77 45,8 43,4 38,3 37,1 35,5 34,6
78 46,4 44,0 38,7 37,6 36,0 35,0
79 47,0 44,5 39,2 38,1 36,4 35,5
80 47,6 45,1 39,7 38,6 36,9 35,9
81 48,2 45,6 40,2 39,0 37,3 36,4
82 48,8 46,2 40,7 39,5 37,8 36,8
83 49,4 46,8 41,2 40,0 38,3 37,3
84 50,0 47,3 41,6 40,5 38,7 37,7
85 50,6 47,9 42,1 40,9 39,2 38,2
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
35
Dengan pengertian:
FK = Faktor keseragaman
= …………………………………………….Rumus 2.18
S = Deviasi standard
d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik
pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
Dengan pengertian:
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
s = deviasi standar sesuai
36
2.7.3.4 Lendutan Rencana/Ijin (Drencana)
Menghitung lendutan rencana/ijin (Drencana) dengan menggunakan
Rumus 2.23 untuk lendutan dengan alat FWD dan Rumus 2.24 untuk lendutan
dengan alat BB;
Dengan pengertian :
Drencana = lendutan rencana dalam satuan milimeter
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar dalam satuan ESA
dengan pengertian :
37
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
Dengan pengertian :
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota
tertentu
38
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
Gambar 2.4 Faktor Koreksi Tebal Lapis Overlay
39
3 RAMBATAN, BATUSANGKAR 31,5
4 SUMANI, KOTO SINGKARAK (SOLOK) 32,6
5 B. BENIH PADANG GELUGUR 33,7
6 KLIM. SICINCIN (SICINCIN PARIAMAN) 33,8
7 BANDARA TABING (PADANG) 35,0
Propinsi Riau
1 BANDARA KIJANG (TANJUNG PINANG) 34,8
2 BANDARA SIMP. TIGA (PEKANBARU) 35,2
3 BANDARA JAYAPURA (JAPURA- RENGAT) 35,4
4 BANDARA DABO (DABO-SINGKEP) 35,8
5 BANDARA NATUNA (RANAI) 36,0
6 METEO TAREMPA (TAREMPA) 36,8
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
Dengan pengertian :
FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
MR = modulus resilien (MPa)
Modulus Stabilitas
Jenis Lapisan Resilien, Marshall FKTBL
MR (MPa) (kg)
Laston Modifikasi 3000 min. 1000 0,85
Laston 2000 min. 800 1,00
Lataston 1000 min. 800 1,23
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
40
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
Gambar 2.5 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL)
Dengan pengertian :
bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai
dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan
faktor koreksi tebal tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 2.27
41
2.8 Perencanaan Sistem Drainase Jalan dengan Metode Pd T-02-2006-B
2.8.1 Umum
Drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis
untuk mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan, maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/rembesan sehingga fungsi kawasan/lahan
tidak terganggu.
Perencanaan sistem drainase jalan didasarkan kepada keberadaan air
permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Drainase permukaan (surface drainage)
Drainase permukaan yaitu suatu sistem drainase permukaan jalan yang
terdiri atas kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran
samping jalan, drainase lereng dan gorong-gorong. Sistem drainase
permukaan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di
permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi
jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang melintas di atas perkerasan
jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi.
b. Drainase bawah permukaan (sub surface drainage)
Drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah
dan mencegat serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan
permukaan jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.
42
Tabel 2.21 Kemiringan Melintang Normal Perkerasan Jalan
Kemiringan
No. Jenis Lapisan Perkerasan Jalan
Melintang Im (%)
1 Aspal, Beton 2–3
3 Kerikil 3–6
4 Tanah 3–6
e. Pada bahu jalan yang terebuat dari tanah lempung atau lanau dan tidak
diperkeras, untuk mempercepat pengaliran air hujan agar tidak meresap ke
dalam bahu jalan dibuat saluran-saluran kecil yang melintang bahu jalan.
43
Tabel 2.22 Kecepatan Aliran Air Yang Diizinkan Berdasarkan Jenis Material
Kecepatan aliran air yang diizinkan
Jenis Material
(m/detik)
Pasir halus 0,45
Lempung kepasiran 0,50
Lanau alluvial 0,60
Kerikil halus 0,75
Lempung kokoh 0,75
Lempung padat 1,10
Kerikil kasar 1,20
Batu-batu besar 1,50
Pasangan batu 1,50
Beton 1,50
Beton bertulang 1,50
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B
SALURAN BUATAN
1. Saluran tanah, lurus teratur 0,017 0,020 0,023 0,025
2. Saluran tanah dibuat dengan excavator 0,023 0,028 0,030 0,040
3. Saluran pada dinding batuan, lurus, 0,020 0,030 0,033 0,035
teratur
4. Saluran pada dinding batuan, tidak 0,035 0,040 0,045 0,045
lurus, tidak teratur
5. Saluran batuan yang diledakkan, ada 0,025 0,030 0,035 0,040
tumbuh-tumbuhan
6. Dasar saluran dari tanah, sisi saluran 0,028 0,030 0,033 0,035
berbatu
7. Saluran lengkung, dengan kecepatan 0,020 0,025 0,028 0,030
aliran rendah
SALURAN ALAM
8. Bersih, lurus, tidak berpasir dan tidak 0,025 0,028 0,030 0,033
berlubang
9. Seperti no. 8, tapi ada timbunan atau 0,030 0,033 0,035 0,040
kerikil
44
10. Melengkung, bersih, berlubang,dan 0,030 0,035 0,040 0,045
berdinding pasir
11. Seperti no. 10, dangkal, tidak teratur 0,040 0,045 0,050 0,055
12. Seperti no. 10, berbatu dan ada tumbuh- 0,035 0,040 0,045 0,050
tumbuhan
13. Seperti no. 11, sebagian berbatu 0,045 0,050 0,055 0,060
14. Aliran pelan, banyak tumbuh-tumbuhan 0,050 0,060 0,070 0,080
dan berlubang
15. Banyak tumbuh-tumbuhan 0,075 0,100 0,125 0,150
Dimana pengertian:
v = kecepatan aliran (m/detik) (Tabel 2.22)
n = koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.23)
= jari-jari hidrolis (m)
45
2.8.4 Perhitungan Debit Aliran Rencana (Q)
Dalam memperhitungkan debit aliran rencana (Q) harus mengikuti
langkah-langkah berikut:
1. Plot rute jalan di peta topografi.
2. Tentukan panjang segmen, daerah pengaliran, luas (A), kemiringan lahan
dari peta topografi.
3. Identifikasi jenis bahan permukaan daerah pengaliran.
4. Tentukan koefisien aliran (C) berdasarkan kondisi permukaan kemudian
kalikan dengan harga faktor limpasan.
Tabel 2.24 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Koefisien Limpasan (fk)
Koefisien pengaliran Faktor limpasan
No. Kondisi permukaan tanah
(C) (fk)
Bahan
3 Bahu jalan:
46
5 Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60 1,5
dimana:
= Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe
kondisi permukaan
= Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan
sesuai dengan kondisi permukaan
6. Tentukan kondisi permukaan berikut koefisien hambatan (nd)
Tabel 2.25 Koefisien Hambatan (nd) Berdasarkan Kondisi Permukaan
No. Kondisi lapis permukaan nd
47
7. Hitung curah hujan rencana dengan metode gumbel
Langkah-langkah perhitungan curah hujan rencana dengan Metode
Gumbel sebagai berikut:
Hitung standar deviasi
dimana:
S = standar deviasi
Xi = curah hujan rata-rata
Xr = harga rata-rata
n = jumlah data
Hitung nilai faktor frekuensi (K)
dimana:
K = faktor nilai frekuensi
Yn = harga rata-rata reduced mean (Tabel 2.27)
Sn = reduced standard deviation (Tabel 2.28)
Yt = Reduced variated (Tabel 2.26)
T = Periode ulang (tahun)
Hitung hujan dalam periode ulang T tahun
.................................... Rumus 2.33
dimana:
Xt = hujan dalam periode ulang T tahun
Xr = harga rata-rata
K = faktor frekuensi
Sx = standar deviasi
Tabel 2.26 Reduced Variated (Yt) sebagai Fungsi Periode Ulang
N Yt N Yt N Yt
2 0,3665 10 2,2504 50 3,9019
5 1,4999 25 3,1985 100 4,6001
Sumber: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan SNI 03-4342-1994
48
Tabel 2.27 Reduced Mean (Yn) dengan Jumlah Data (n)
N Yn N Yn N Yn n Yn
49
Tabel 2.28 Reduced Standard Deviation (Sn) dengan Jumlah Data (N)
N Sn N Sn N Sn N Sn
78 1,1923
10 0,9496 32 1,1193 54 1,1667
79 1,1930
11 0,9676 33 1,1226 55 1,1681
80 1,1938
12 0,9833 34 1,1255 56 1,1696
81 1,1945
13 0,9971 35 1,2865 57 1,1708
82 1,1953
14 1,0316 36 1,1313 58 1,1721
83 1,1959
15 1,0411 37 1,1339 59 1,1734
84 1,1967
16 1,0316 38 1,1363 62 1,1770
85 1,1973
17 1,0411 39 1,1388 63 1,1782
86 1,1980
18 1,0493 40 1,1413 64 1,1793
87 1,1987
19 1,0565 41 1,1436 65 1,1803
88 1,1994
20 1,0628 42 1,1458 66 1,1814
89 1,2001
21 1,0696 43 1,1480 67 1,1824
90 1,2007
22 1,0754 44 1,1499 68 1,1834
91 1,2013
23 1,0811 45 1,1519 69 1,1844
92 1,2020
24 1,0864 46 1,1538 70 1,1854
93 1,2026
25 1,0915 47 1,1557 71 1,1854
94 1,2032
26 1,0861 48 1,1574 72 1,1873
95 1,2038
27 1,1004 49 1,1590 73 1,1881
96 1,2044
28 1,1047 50 1,1607 74 1,1890
97 1,2049
29 1,1086 51 1,1623 75 1,1898
98 1,2055
30 1,1124 52 1,1638 76 1,1906
99 1,2060
31 1,1159 53 1,1658 77 1,1915
100 1,2065
Sumber: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03-4342-
1994
50
Dimana:
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
T2 = Waktu inlet (menit)
T1 = Waktu aliran (menit)
Lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L = Panjang saluran (m)
nd = Koefisien hambatan
= Kemiringan daerah pengaliran
V = Kecepatan air rata-rata disaluran (m/detik)
9. Hitung intensitas curah hujan dari BMKG. Periode ulang rencana untuk
saluran drainase yaitu 10 tahun. Curah hujan (mm) merupakan ketinggian
air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Intensitas curah hujan dihitung dengan
rumus:
dimana:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
XT = Hujan harian maksimum dengan periode ulang T
dimana:
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
V = Kecepatan aliran (m/detik)
C = Koefisien pengaliran (Rumus 2.30)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
51
2.8.5 Bentuk saluran penampang
Dalam perencanaan dimensi saluran harus direncanakan agar memperoleh
tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak
ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil tingkat kegagalan akan terlalu
besar. Adapun bentuk penampang saluran yang sering dijumpai dan digunakan
dalam perencanaan drainase adalah:
b
Gambar 2.6 Saluran Empat Persegi
Keterangan :
b = Lebar dasar saluran
h = Tinggi saluran
w = Tinggi jagaan
52
Bentuk penampang drainase ini sering digunakan karena mempunyai
keuntungan dari segi teknis pengerjaan maupun dalam pelaksanaan.
m.h b m.h
Gambar 2.7 Saluran Trapesium
Keterangan :
b = Lebar dasar saluran
h = Tinggi saluran
w = Tinggi jagaan
m = Perbandingan kemiringan talud
53
h = Tinggi air (m)
P = Keliling penampang basah (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
Untuk tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk persegi
ditentukan berdasarkan rumus:
dimana:
A = Luas penampang (m2)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
P = Keliling penampang basah (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
m = Perbandingan kemiringan talud
54
Untuk tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk persegi
ditentukan berdasarkan rumus:
55
BAB III
METODE PEMBAHASAN
3.1 Persiapan
Metode pembahasan pada Tugas Akhir adalah untuk menganalisis
perhitungan tebal lapis perkerasan lentur dan perhitungan dimensi saluran drainase
pada proyek peningkatan Ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten
Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara. Metode yang dipakai pada perencanaan
jalan ini seperti yang disebutkan berikut:
56
1. Perencanaan Tebal Perkerasan
Data Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
Data Tanah
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
2. Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay)
Data Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
Data Lendutan Benkelman Beam (BB)
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
3. Perencanaan Saluran Samping (Drainase)
Data Curah Hujan
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
57
Sumatera Utara Sta 311+600 s/d Sta 312+600 dengan Metode Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T- 05- 2005-B.
c. Perencanan Saluran Samping (Drainase) pada Ruas Jalan Aek Nabara-
Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara Sta
311+600 s/d Sta 312+600 dengan Metode Analisa Perhitungan drainase
jalan Departemen Pekerjaan Umum Pd T-02-2006-B.
Mulai
Identifikasi Masalah
Tinjauan Pustaka
Pustaka
Penentuan lokasi
Pengumpulan Data
Pustaka
Analisis data
Pembahasan
58
3.3.1 Analisa Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan
Pengumpulan Data
- CBR
- Lalu lintas harian rata-rata
- Pertumbuhan lalu lintas
Penentuan CESA4
ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x
VDF)
CESA4=ESA x 365 x R
Tentukan Nilai TM
untuk menentukan
CESA5 = TM x CESA4
Jenis Perkerasan
Penentuan Tebal
Lapis Perkerasan
Perperkerasan
Desain
BahJalan
Selesai
59
3.3.2 Analisa Perhitungan Tebal Lapis Tambah (Overlay)
Analisa perhitungan tebal lapis tambah (overlay) pada ruas Jalan Aek
Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu. Langkah-langkah dalam
menentukan tebal lapis perkerasan lentur dapat dilihat pada bagan alir di bawah
ini.
Mulai
Pengumpulan Data:
Data LHR
Data Lendutan Benkelmann
Beam
Selesai
60
3.3.3 Perencanaan Saluran Samping (Drainase)
Langkah-langkah dalam menentukan dimensi saluran drainase pada Ruas
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Sta 311+600 s/d Sta
312+600 dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini.
Mulai
Pengumpulan data :
- Data curah hujan
- Jenis penutup tanah
Selesai
61
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Data lalu lintas dibawah ini merupakan data survey lalu lintas yang
dihitung pada tahun 2018 di Jalan Aek Nabara-Negeri Lama. Dan akan digunakan
untuk perencanaan perkerasan jalan tahun 2019, dengan umur rencana yang
ditentukan 10 tahun. Pertumbuhan lalu lintas diperhitungkan mencapai 6% dalam
setiap tahun.
Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-rata Ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama
Tahun
No Jenis Kendaraan 2018 2021
2019
(survey awal) (awal rencana)
1 Sepeda motor (1) 6359 6741 7574
2 Mobil penumpang/sedan (2) 817 866 973
3 Oplet (3) 94 100 112
4 Pick up/mikro truk (4) 393 417 468
5 Bus kecil (5a) 151 160 180
6 Bus besar (5b) 10 11 12
7 Truk ringan 2 sumbu (6a) 1005 1065 1197
8 Truk sedang 2 sumbu (6b) 30 32 36
9 Truk 3 As (7a) 211 224 251
10 Trailer 4 As (7c) 1 1 1
Total 9071 9617 10804
Sumber: Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara
62
4.1.2 Menentukan Nilai CESA
a. Menentukan nilai VDF komposisi kendaraan berdasarkan tabel 2.27
Tabel 4.2 Nilai VDF
Kendaraan Sumbu VDF4 VDF5
Sepeda motor - - -
Mobil penumpang, angkot, pick up 1.1 - -
Bus Kecil 1.1 0,3 0,2
Bus Besar 1.2 1,0 1,0
Truk Ringan 2 AS 1.2 0,8 0,8
Truk Sedang 2 AS 1.2 1,6 1,7
Truk As 3 1.2.2 7,6 11,2
Truk Gandeng 1.2+2.2 36,9 90,4
Sumber: Manual Desain perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
b. Menentukan faktor pengali pertumbuhan lalu lintas dilihat pada rumus 2.3
(1 + 0,01. i)UR − 1
R= (𝑟𝑢𝑚𝑢𝑠 2.3)
0,01. i
(1 + 0,01. 6)10 − 1
R=
0,01.6
R = 13,1810
c. Menentukan faktor distribusi lajur berdasarkan tabel yang disajikan BM
2017, faktor distribusi arah sebesar 100%. Maka, nilai CESA dapat
direkapitulasi seperti pada tabel berikut.
Tabel 4. 3 Lalu Lintas Harian Rata-rata Pada Awal Umur Rencana
Tahun
2019 2021
Jenis Kendaraan
Bus Besar 11 12
Truk Sedang 2 AS 32 36
Truk Gandeng 1 1
63
Tabel 4.4 LHR (Awal umur rencana) 2021
LHRT x VDF4
Kendaraan VDF4 LHRT DD DL
(ESA4)
Mobil Penumpang - 973 0,5 1 0
Opelet & pick up - 580 0,5 1 0
Bus Kecil 0,3 180 0,5 1 27
Bus Besar 1,0 12 0,5 1 6
Truk Ringan 2 As 0,8 1197 0,5 1 479
Truk Sedang 2 As 1,6 36 0,5 1 29
Truk Ringan 3 As 7,6 251 0,5 1 954
Truk Gandeng 36,9 1 0,5 1 19
ESA4 1514
64
Tabel 4.5 Penentuan jenis pekerasan
65
Tabel 4.6 Menentukan Tebal Perkerasan
66
Tabel 4.7 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Fondasi Berbutir
(sebagai alternative dari Bagan Desain-3 dan 3A)
67
sehingga dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan pada musim
hujan. Kondisi tersebut berlaku untuk memastikan drainase yang
mencukupi sehingga dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan
pada musim hujan. Kondisi tersebut berlaku untuk semua bagan desain
kecualli Bagan Desain -3B.
5. Tebal LFA berdasarkan Bagian Desain – 3B dapat dikurangi untuk
subgrade dengan daya dukung lebih tinggi dan struktur perkerasan dapat
mengalirkan air dengan baik (faktor m ≥ 1). Lihat Bagan desain 3C.
6. Semua CBR adalah nilai setelah sampel direndam 4 hari.
4 cm Lapisan AC-WC
6 cm Lapisan AC-BC
30 cm LPA Kelas A
68
4.2 Perhitungan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Pd. T- 05- 2005-B
4.2.1 Data Lalu Lintas
Data lalu lintas dibawah merupakan data lalu lintas pada ruas Jalan Aek
Nabara-Negeri Lama dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas 6%.
Bus Besar 11
Truk Sedang 2 As 32
Truk As 3 224
Truk Gandeng 1
69
Tabel 4.9 Data Lendutan Benkelman Beam (BB)
BEBAN
LENDUTAN BALIK TEMPERATUR FKB-
NO STA UJI Ft Ca DB DB^2
BB
TON d1 d2 d3 d4 Tu Tp Tt Tb TL
1 311+600 8.200 16.6700 16.4130 16.2730 16.1030 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.2461 1.5529
2 311+700 8.200 16.5000 16.2850 16.4560 15.9650 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.1758 1.3825
3 311+800 8.200 16.3000 16.1560 16.0260 15.8260 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0417 1.0852
4 311+900 8.200 16.1670 16.0280 15.9030 15.6890 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0505 1.1036
5 312+000 8.200 16.0000 15.9000 15.7800 15.5500 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 0.9890 0.9781
6 312+100 8.200 17.0000 16.8800 16.7500 16.5300 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0330 1.0670
7 312+200 8.200 18.0000 17.8600 17.7100 17.5100 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0769 1.1597
8 312+300 8.200 19.0000 18.8500 18.6800 18.4900 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.1209 1.2563
9 312+400 8.200 20.0000 19.8300 19.6400 19.4600 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.1868 1.4085
10 312+500 8.200 21.0000 20.8100 20.6100 20.4400 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.2308 1.5148
11 312+600 8.200 22.0000 20.8100 21.5700 21.4100 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.2967 1.6814
Jumlah 12.4482 14.1901
Lendutan Rata-rata (DR) 1.1317
Jumlah titik (ns) 11
Deviasi standar (s) 0.1015
70
Keterangan:
dB = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB (rumus 2.14)
dB = lendutan balik
d1 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
d4 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
Ft = factor penyesuaian terhadap temperature Standar 35℃
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari
temperature
udara yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb (rumus 2.15)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal
Tb = temperatur bawah lapis beraspal
Ca = factor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka
air tanah tinggi
Maka:
dB (311+600) = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB
= 2(16,6700 - 16,1030) x 0,9254 x 1,2000 x 0,9896
= 1,2461
dB (311+700) = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB
= 2(16,5000 - 15,9650) x 0,9254 x 1,2000 x 0,9896
= 1,1758
dB (311+800) = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB
= 2(16,3000- 15,8260) x 0,9254 x 1,2000 x 0,9896
= 1,0417
dB (311+600) s/d dB (312+600) dicari dengan rumus yang sama seperti
diatas.
71
DR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
= jumlah total ds / jumlah titik (rumus 2.18)
= 12,44 / 11
= 1,1317
S = standar deviasi (rumus 2.19)
n n 2
ns (∑1 s d2 ) − (∑1 s d)
=√
ns (ns − 1)
11 (14,1901) − (12,4482)2
=√
11 (11 − 1)
= 0,1015
FKB-BB = factor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
= 77,3430 x (Beban Uji dalam ton)-2,0715 (rumus 2.16)
= 77,3430 x (8,2 ton)-2,0715
= 0,9896
a. Faktor Keseragaman (FK)
FK = (S/Drata-rata) x 100% (rumus 2.17)
FK = (0,1015 / 1,1317) x 100%
FK = 8,9688 %
b. Lendutan Wakil
Menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan
dengan ketentuan jenis jalan adalah jalan kolektor.
Dwakil = Drata-rata + 1,64S (rumus 2.21)
= 1,1317 + 1,6400 (0,1015)
= 1,2982
c. Menentukan Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan
Perkembangan Lalu Lintas (N)
diketahui: r = 6%
n = 10 tahun
72
1 n
(1 + r)n−1 − 1
N = [1 + (1 + r) + 2(1 + r) ] (rumus 2.12)
2 r
1 10
(1 + 6%)10−1 − 1
N = [1 + (1 + 6%) + 2(1 + 6%) ]
2 6%
N = 13,5762
d. Menentukan Jumlah Lajur
Dengan lebar jalan = 5,00 m maka dari tabel didapat jumah lajur = 2 (tabel
2.13) 4,50 m ≤ L ≤ 8,00 m.
e. Menentukan Koefisien Distribusi Kendaraan
Berdasarkan Tabel 2.14 dengan jumlah lajur = 2 dan jumlah arah = 2,
maka diperoleh nilai C = 0,50 untuk kendaraan ringan dan nilai C = 0,5
untuk kendaraan berat.
f. Menentukan Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Gol. 2 Mobil penumpang = 2 ton (1+1)
Sumbu depan = 1 ton (rumus 2.8)
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400
1000 4
=[ ]
5400
= 0, 0012
Sumbu belakang = 1 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400
1000 4
=[ ]
5400
= 0,0012
Maka, angka ekivalen beban sumbu untuk Gol. 2 Mobil Penumpang
adalah = 0.0012 + 0.0012 = 0,0024
73
3000 4
=[ ]
5400
= 0,0953
Sumbu Belakang ganda = 6 ton (rumus 2.9)
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRG =[ ]
8160
6000 4
=[ ]
8160
= 0.2923
Maka, angka ekivalen beban sumbu untuk Gol. 5a Bus Kecil adalah
= 0,0953 + 0.2923= 0,3876
6000 4
=[ ]
5400
= 1,5242
Sumbu belakang dual ganda = 14 ton (rumus 2.10)
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen SDRG =[ ]
13760
14000 4
=[ ]
13760
= 1,0716
Maka, angka ekivalen untuk Gol. 7a Truk Berat adalah
= 1,5242 +1,0716 = 2,5958
6000 4
=[ ]
5400
74
= 1,5242
Sumbu tengah ganda = 10 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRG =[ ]
5400
10000 4
=[ ]
8160
= 2,2555
Sumbu belakang dual ganda = 14 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen SDRG =[ ]
8160
14000 4
=[ ]
13760
= 1,0716
Maka, angka ekivalen untuk Gol. 7a Truk Berat adalah
= 1,5242 +2,2555 + 1,0716 = 4,8513
7a Truk 3 As 2,5958
75
g. Perhitungan Akumulasi Beban Sumbu Standard (CESA)
Tabel 4.11 LHR Diawal Tahun Pelaksanaan
Tahun
Jenis Kendaraan 2019 2021
Bus Besar 11 12
Truk Sedang 2 As 32 36
Truk Gandeng 4 As 1 1
Sumber: Dinas Bina Marga Dan Bina Konstruksi Provinsi
Sumatera Utara
Tabel 4.12 Perhitungan Nilai CESA
Gol LHR Hari E Koef. C N CESA
2 973 365 0.0024 0.5000 13.5762 5785,8235
3&4 580 365 0.0200 0.5000 13.5762 28740,8154
5a 180 365 0.1141 0.5000 13.5762 50886,1092
5b 12 365 0.3876 0.5000 13.5762 11524,0759
6a 1197 365 0.3252 0.5000 13.5762 964463,4709
6b 36 365 1.6588 0.5000 13.5762 147957,7177
7a 251 365 2.5958 0.5000 13.5762 1614306,6864
7c 1 365 4.8513 0.5000 13.5762 12019,8550
Total 2835684,5539
76
i. Menghitung Tebal Lapis Tambah/Overlay (Ho)
Untuk menentukan tebal lapis tambah/overlay (Ho) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus 2.25.
[Ln (1,0364) + Ln (Dsbl ov ) + Ln (Dstl ov )]
HO =
0,0597
[Ln (1,0364) + Ln (1,2982) + Ln (0,7209)]
HO =
0,0597
HO = 10,8845
j. Menentukan Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo)
Lokasi ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama, diperoleh temperatur
perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) = 34,8. Maka faktor koreksi tebal
lapis tambah (Fo) menggunakan rumus 2.26 sebagai berikut:
Fo = 0,5032 x EXP(0.0194x34,8)
Fo = 0,9884
k. Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ht) menggunakan rumus 2.28
Ht = Ho x Fo
Ht = 10,6620 x 0,9884
Ht = 10,5383
l. Menentukan Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian.
Untuk lapis tambah yang menggunakan laston maka modulus resilien
(MR) sebesar 2000 mpa dan Stabilitas marshall minimum 800 kg. Apabila
campuran untuk lapis tambah menggunakan laston modifikasi dan lataston
atau campuran beraspal yang memiliki sifat berbeda dapat menggunakan
faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian sesuai rumus 2.27.
FKTBL = 12,5100 x MR(-0,333)
FKTBL = 0,9954
m. Menghitung Tebal Lapis Tambah Koreksi
Ht = Ho x FKTBL (rumus 2.28)
Ht = 10,8845 x 0,9954
Ht = 10,8344 ≈ 11 cm
Menurut Metode Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
bahwa tebal lapis AC-WC minimum adalah 4 cm. Maka tebal lapis
77
tambah Ht sisa = 11 – 4 = 7 cm, maka lapis tambah dibagi menjadi 2 lapis
yaitu terdiri dari:
AC-WC = 4 cm
Ht sisa = AC-WC = 7 cm (diganti menjadi lapis AC-BC)
11 = a1 d1 + a2 d2
Dimana faktor kekuatan relatif a1 untuk AC-WC = 0,40 dan a2
untuk AC-BC = 0,35 (dilihat pada lampiran 8).
11 = 4 + a1 d2
0,40
AC − BC = x 7 = 8 cm
0,35
Jadi, didapat tebal lapis AC-BC = 8 cm
AC-WC = 4 cm
Overlay AC-BC = 8 cm
Perkerasan eksisting
Gambar 4.2 Susunan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Pd. T-05- 2005-B
78
312+600 harus disesuaikan dengan luas dan kondisi jalan, luasan bahu jalan,
panjang drainase, dan luasan dari sekitar luar jalan yang akan direncanakan.
3.5 m
Lapisan Aspal = 2%
1m
Bahu Jalan = 4%
15 m
Daerah Samping = 4%
i=2% i=2%
i=4% i=4%
79
4.3.2 Besar Koefisien (C)
Besar koefisien (C) merupakan perbandingan antara jumlah air hujan yang
mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang
jatuh dari atmosfer. Besaran koefisien ini dipengaruhi oleh tata guna lahan,
kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Adapun koefisien yang diperoleh dari
ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera
Utara pada Sta 311+600 s/d Sta 312+600 yaitu:
Aspal (0,70-0,95) I1, koefisien C1 = 0,85 (tabel 2.24)
Bahu Jalan (batuan masif keras 0,70-0,85) I2, koefisien C2 = 0,75 (tabel 2.24)
Daerah Industri/Persawitan (0,60-0,90) I3, koefisien C3 = 0,65 (tabel 2.24)
Faktor Limpasan (Tata Guna Lahan Perindustrian) Fk = 1,20 (tabel 2.24)
80
nd = 0,1000 (permukaan licin dan kokoh) tabel 2.25
kemiringan (s) lapisan perkerasan 4%
2 0,1000 0,1670
Tbahu jalan = ( x 3,2800 x 1,0000 x )
3 √0,0400
= 1,0150 menit
1000
T2 = (dilihat rumus 2.36)
60 x 1,1
= 15,1500 menit
Tc = T1 + T2 (dilihat rumus 2.34)
= 2,0110 + 15,1500
= 17,1610 menit
Maka didapat waktu konsentrasi pengaliran air sebesar 17,1610 menit
81
4.3.4 Menentukan Intensitas Curah Hujan
Dengan data curah hujan yang diperoleh dari BMKG maka selanjutnya
data curah hujan tersebut diolah untuk mencari intensitas curah hujan rencana.
Berikut merupakan perhitungan intensitas curah hujan rencana bisa dilihat pada
tabel 4.13 di bawah ini
Tabel 4.13 Perhitungan Intensitas Curah Hujan
∑ 𝑋𝑖
Xave =
n
1694,0800
Xave =
10
Xave = 169,4080 mm
0,5
∑(Xi −Xave )2
Sd =( ) (rumus 2.31)
n−1
2785,3092 0,5
Sd =( )
10 − 1
Sd = 17,5920
82
Yn = 0,4952 (tabel 2.27)
Sn = 0,9497 (tabel 2.28)
YT −Yn
Xt = Xave + (Sd x ( )) (rumus 2.33)
Sn
2,2502 − 0,4954
Xt = 169,4080 + (17,5920 × ( ))
0,9497
= 201,9135 mm/jam
90% 𝑥 Xt
I = (rumus 2.37)
4
90% 𝑥 201,9135
I =
4
I = 45,4305 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚
I= 45,4305 mm/jam,
Tc=17,1610 menit
didapat I max = 185 mm/jam
KURVA BASIS
Gambar 4.5 Lengkung Intensitas
Dari kurva dengan memotong intensitas hujan kurva rencana dan intensitas
hujan maksimum, maka didapat Imax =185 mm/jam dengan panjang jalan =1000m.
83
saluran drainase yang akan dirancang. Berikut merupakan perhitungan debit
rencana pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
provinsi Sumatera Utara STA 311+600 s/d STA 312+600.
A = (3,5000 x 1000) + (1,0000 x 1000) + (15,0000 x1000)
= 19500 m2
= 0,0195 km2
C = 0,7910
I = 185 mm/jam
1
Q = x C x I x A (rumus 2.39)
3,6
1
Q = x 0,7910 x 185 x 0,0195
3,6
= 0,7926 m3/detik
84
Q = V x A (rumus 2.38)
0,7926 = 1,1000 x A
A = 0,7205 meter2
A = 2h2
0,7205 = 2h2
h2 = 0,3603 meter2
h = 0,6002 meter
b = 2h (rumus 2.45)
= 2 x 0,6002
= 1,2004 meter
w = √0,5000 × h (rumus 2.46)
= √0,5000 × 0,6002
= 0,5478 meter
htotal =h+w
htotal = 0,6002 + 0,5478
= 1,3781 x 1000
= 1378,1000 m3
85
w = 0.5478 m
htot = 1.480 m
h = 0.6002 m
b = 1.2004 m
86
2
b = × 0,6449 × √3
3
b = 0,7447 meter
w = √0,5000 × h
= √0,5000 × 0,6449
= 0,5678
htotal =h+w
= 0,6449 + 0,5678 meter
= 1,2127 meter
m = 1: √3
w = 0.5678 m
htot = 1.2127 m
1
0.58 h = 0.6449 m
b = 0.7447 m
87
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
88
Lapis Pondasi Bawah = 20 cm
Penampang Trapesium
89
5.2 Saran
1. Semakin dekat jarak antar titik pengujian lendutan dengan
menggunakan alat Benkelman Beam, maka data lendutan yang didapat
akan lebih baik dan akurat, selain itu juga agar perencanaan tebal lapis
tambah lebih optimal, sehingga tidak mudah amblas dan mengalami
retak.
90
DAFTAR PUSTAKA
NAMA RUAS : Aek Nabara - Negeri lama DARI NODE 18 19 Pos Pengamatan
WAKTU
Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah
Total Total Total Total Total Total Total Total Total Total Total
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
06.00-07.00 145 125 270 8 11 19 8 4 12 9 9 11 8 19 1 1 25 30 55 0 7 7 0 0
07.00-08.00 335 225 560 28 16 44 15 9 24 6 2 8 9 10 19 0 20 29 49 1 1 2 12 4 16 0 0 0
08.00-09.00 169 159 328 14 30 44 11 10 21 30 4 34 2 1 3 0 2 24 26 2 2 12 4 16 0 0
09.00-10.00 139 160 299 18 37 55 9 9 18 13 31 3 3 0 9 22 31 0 2 3 5 0 0
10.00-11.00 165 162 327 17 27 44 2 2 10 2 12 2 2 4 0 30 15 45 2 2 8 8 1 1 0
11.00-12.00 170 175 345 25 30 55 2 2 4 6 10 3 5 8 0 33 16 49 5 5 9 7 16 0 0
12.00-13.00 195 175 370 27 16 43 2 2 10 5 15 2 3 5 0 53 18 71 0 7 5 12 0 0
13.00-14.00 240 250 490 19 20 39 1 1 12 15 27 14 13 27 0 55 23 78 0 10 10 20 0 0
14.00-15.00 227 253 480 27 22 49 0 17 20 37 7 10 17 0 41 25 66 2 1 3 1 5 6 0 0
15.00-16.00 185 197 382 19 22 41 0 13 21 34 7 2 9 0 41 25 66 2 2 3 9 12 0 0
16.00-17.00 240 220 460 24 26 50 0 21 12 33 5 2 7 0 38 42 80 1 1 3 17 20 0 0
17.00-18.00 271 271 542 35 32 67 7 7 6 6 5 2 7 0 26 23 49 1 1 2 1 5 6 0 0
18.00-19.00 148 175 323 32 23 55 9 9 6 5 11 3 2 5 0 13 39 52 1 2 3 2 12 14 0 0
19.00-20.00 217 125 342 27 17 44 0 3 6 9 2 1 3 0 31 26 57 0 1 9 10 0 0
20.00-21.00 74 89 163 15 15 30 0 7 10 17 2 1 3 3 3 14 18 32 0 2 10 12 0 0
21.00-22.00 40 50 90 11 15 26 0 3 3 6 2 1 3 1 1 3 26 29 1 1 2 5 7 0 0
22.00-23.00 27 30 57 13 11 24 0 5 5 10 1 1 0 7 18 25 1 1 1 5 6 0 0
23.00-24.00 8 16 24 10 4 14 0 1 5 6 0 0 1 20 21 1 1 4 4 0 0
JUMLAH 2995 2857 5852 369 374 743 37 52 89 181 134 315 79 64 143 5 0 5 442 439 881 15 10 25 83 114 197 0 1 1 0 0 0
NAMA RUAS : Aek Nabara - Negeri lama DARI NODE 18 19 Pos Pengamatan
WAKTU
JUMLAH 55 57 112 24 10 34 0 4 4 46 18 64 3 0 3 6 0 6 37 55 92 3 2 5 7 1 8 0 0 0 0 0 0
5964 777 93 379 146 11 973 30 205 1 0
5811 736 81 348 133 8 889 26 186
NAMA PETUGAS : PARAF : NAMA SUPERVISOR : PARAF : CUACA : 1. CERAH 3. MENDUNG
2. GERIMIS 4. HUJAN
PERENCANAAN DED JALAN AEK NABARA-NEGERI LAMA-TJ.SARANG ELANG
TRAFFIC COUNTING
Nama Ruas : Aek Nabara - Negeri lama
LHR Hari 1 LHR Hari 2 LHR Total Faktor LHR
NO JENIS KENDARAAN GOL
(24 Jam) (16 Jam) (40 Jam) Koefisien Taksiran
1 . Sepeda Motor, Sekuter, dan Kendaraan Roda tiga 1 5964 5811 11775 0.54 6359
2 . Sedan, Jeep dan Station Wagon 2 777 736 1513 0.54 817
3 . Oplet, Pick-Up Oplet, Suburban, Combi dan Mini Bus 3 93 81 174 0.54 94
4 . Pick-Up, Micro Truck dan Mobil Hantaran 4 379 348 727 0.54 393
5 . Bus Kecil 5a 146 133 279 0.54 151
6 . Bus Besar 5b 11 8 19 0.54 10
7 . Truk Ringan 2 Sumbu 6a 973 889 1862 0.54 1005
8 . Truk Sedang 2 Sumbu 6b 30 26 56 0.54 30
9 . Truk 3 Sumbu 7a 205 186 391 0.54 211
10 . Truk Gandeng 7b 1 0 1 0.54 1
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
DINAS BINA MARGA DAN BINA KONSTRUKSI
PROYEK PERENCANAAN JALAN DAN JEMBATAN
R/S
Sta 311+400 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Baik Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
17.00 40.00 16.67 16.52 16.38 1.40 19.00 37.00 18.82 18.60 18.44 1.26 1.40 30 41
L/S
Sta 312+000 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Retak - retak Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
16.00 39.00 15.90 15.78 15.55 1.01 18.00 38.00 17.77 17.59 17.48 1.17 1.17 30 41
R/S
Sta 312+600 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Aus Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
22.00 38.00 21.79 21.57 21.42 1.31 17.00 40.00 16.82 16.70 16.50 1.13 1.31 30 41
L/S
Sta 314+000 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Retak - retak Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
14.00 39.00 13.71 13.63 13.49 1.15 11.00 38.00 10.88 10.63 10.51 1.10 1.15 30 41
R/S
Sta 314+400 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Retak - retak Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
17.00 39.00 16.85 16.67 16.53 1.06 13.00 40.00 12.75 12.63 12.43 1.28 1.28 30 41
Notes:
d1 = INITIAL GAUGE READING d4 = READING AT +/- 9 M
xt 12 = EXCAT MEASURED DISTANCE DL.DR = FM.FL.FE (d1 - d4)
TO d2 POSITION ( 30 - 40 CM ) Dmax LARGER OF DL AND DR
d2 = READING AT xt!2 FE = ERARGEMENT FACTOR DEPENDING
d3 = READING AT DIMENSION "C" ON SEASON AND DRAINAGE (MAX 1.15)
FM;FL = FROM SHEET DL 2.11
Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS Kt CBR
(kg) (kg/cm2) (%)
0,40 744 LASTON
0,35 590
0,32 454
0,30 340
0,35 744
0,31 590
0,28 454 Asbuton
0,26 340
0,30 340 Hot Rolled Asphalt
0,26 340 Aspal makadam
0,25 LAPEN (mekanis)
0,20 LAPEN (manual)
0,28 590
0,26 454 LASTON ATAS
0,24 340
0,23 LAPEN (mekanis)
0,19 LAPEN (manual)
0,15 22 Stabilitas tanah dengan semen
0,13 18
0,15 22 Stabilitas tanah dengan kapur
0,13 18
0,14 100 Pondasi macadam (basah)
0,12 60 Pondasi macadam (kering)
0,14 100 Batu pecah (Kelas A)
0,13 80 Batu pecah (Kelas B)
0,12 60 Batu pecah (Kelas C)
0,13 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
0,12 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
0,11 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
0,10 20 Tanah/lempung kepasiran
Catatan: Kuat tekan stabilitasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7. Kuat
tekan stabilitasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM
TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
2009 56 77 191 156 107 105 313 196 286 221 236 153
2010 426 59 209 149 91 210 225 94 168 104 208 148
2011 120 30 128 143 220 89 158 241 129 612 219 116
2012 18 97 94 155 210 40 223 124 186 228 136 112
2013 78 138 93 87 80 44 115 189 254 381 265 334
2014 157 27 41 138 172 146 31 271 238 328 257 347
2015 205 55 71 199 176 108 42 196 127 93 465 264
2016 129 138 56 93 213 118 107 104 101 221 188 228
2017 155 57 128 119 173 99 153 216 478 167 314 210
2018 208 132 49 61 147 259 58 138 231 279 396
Sumber: Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara