Anda di halaman 1dari 124

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE MDPJ

NO. 04/SE/Db/2017 DAN TEBAL LAPIS TAMBAH DENGAN LENDUTAN


BALIK METODE Pd. T-05-2005-B SERTA PERHITUNGAN DIMENSI
SALURAN DRAINASE METODE Pd. T-02-2006-B PADA PROYEK
PENINGKATAN RUAS JALAN AEK NABARA-NEGERI LAMA
KABUPATEN LABUHAN BATU PROVINSI SUMATERA
UTARA STA 311+600 S/D STA 312+600

TUGAS AKHIR

Ditulis Untuk Menyelesaikan


Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI
Pendidikan Program Diploma III

Oleh:

BESNIATI NABABAN FITRI SITORUS


NIM 1605021038 NIM 1605021007

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan Tugas Akhir ini berjudul “Perhitungan Tebal
Lapis Perkerasan Lentur Metode MDPJ No. 04/SE/DB/2017 dan Tebal Lapis
Tambah dengan Lendutan Balik Metode Pd. T-05-2005-B Serta Perhitungan
Dimensi Saluran Drainase Metode Pd.T-02-2006-B pada Proyek Peningkatan
Ruas Proyek Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Provinsi Sumatera Utara Sta 311+600 s/d Sta 312+600”. Laporan ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir
pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.
Dalam laporan ini, penulis membahas bagaimana perhitungan tebal lapis
perkerasan lentur, lapis tambah (overlay) dan dimensi saluran drainase pada
proyek peningkatan jalan Aek Nabara-Negeri Lama Sta 311+600 s/d Sta
312+600.
Penulis laporan ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya
bantuan, dukungan material, spiritual dan informasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak M. Syahruddin, ST., M.T., Direktur Politeknik Negeri Medan;
2. Bapak Ir. Samsudin Silaen, M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Medan;
3. Bapak Drs. Syarifuddin, M.T., Kepala Program Studi DIII Teknik Sipil
Politeknik Negeri Medan;
4. Bapak Ir. M. Koster Silaen, M.T., Dosen Pembimbing dalam penyusunan
Tugas Akhir ini yang selalu memberi motivasi, pengarahan dan masukan
yang sangat bermanfaat kepada penulis;
5. Bapak Drs. Tarbiyatno, M.T., Wali kelas Sipil 6A;
6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Jurusan Teknik Sipil;
7. Bapak Edison Pardamean Togatorop, S.T., Perencana di Dinas Bina
Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara;

iii
8. Orangtua Penulis yang telah memberikan dukungan sepenuhnya baik
berupa material dan spiritual;
9. Teman-teman Mahasiswa Politeknik Negeri Medan, khususnya Jurusan
Teknik Sipil kelas 6A yang telah turut membantu dalam menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini;
10. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun laporan
ini dengan baik, namun karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh
penyusun. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, 28 Agustus 2019

Hormat penulis,

Penulis I Penulis II

BESNIATI NABABAN FITRI SITORUS


NIM 1605021038 NIM 1605021007

iv
ABSTRAK

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE


MDPJ No. 04/SE/Db/2017 DAN TEBAL LAPIS TAMBAH DENGAN
LENDUTAN BALIK METODE Pd. T-05-2005-B SERTA PERHITUNGAN
DIMENSI SALURAN DRAINASE METODE Pd.T-02-2006-B PADA
PROYEK PENINGKATAN RUAS PROYEK JALAN AEK NABARA-
NEGERI LAMA KABUPATEN LABUHAN BATU PROVINSI
SUMATERA UTARA
STA 311+600 S/D STA 312+600

Oleh: Besniati Nababan (1605021038) dan Fitri Sitorus (1605021007)

Jalan Aek Nabara-Negeri Lama merupakan jalan provinsi. Jalan ini berada di
Kecamatan Pangkatan Kabupaten Labuhan Batu. Jalan ini termasuk klasifikasi
jalan kolektor primer yang melayani volume lalu lintas yang tinggi dan
konfigurasi kendaraan-kendaraan berat bahkan truk yang over load. Trase jalan ini
berada di dalam area persawitan/industri. Adapun untuk menghitung tebal lapis
perkerasan digunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.
04/SE/Db/2017 dan untuk tebal lapis tambah dengan metode Pd. T-05-2005-B
serta perhitungan dimensi saluran dengan metode Pd. T-02-2006-B. Adapun tebal
lapis perkerasan lentur dengan metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017 di dapat AC-
WC = 4cm, AC-BC = 6cm, AC-BASE = 14,5cm, dan Agg kelas A = 30cm .
Untuk tebal lapis tambah dengan metode Pd. T-05-2005-B di dapat AC-WC =
4cm dan AC-BC = 8cm. Perhitungan dimensi saluran drainase dengan metode Pd.
T-02-2006-B direncanakan dengan 2 bentuk penampang saluran, yaitu saluran
dengan penampang persegi dan saluran penampang trapesium. Saluran dengan
penampang persegi dengan tinggi muka air (h) = 0,6002m, tinggi jagaan (w) =
0,5478m, tinggi total (htotal) = 1,1480m dan lebar drainase (b) = 1,2740m. Saluran
dengan penampang trapesium dengan tinggi muka air (h) = 0,6449 m, tinggi
jagaan (w) = 0,5678 m, tinggi total (htotal) = 1,2127 m, dan lebar drainase (b) =
0,7447 m
Kata kunci : Tebal Lapis Perkerasan Metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017,
Tebal Lapis Tambah Metode Pd. T-05-2005-B, Dimensi
Saluran Drainase dan Metode Pd. T-02-2006-B.

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PESETUJUAN ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

ABSTRAK ..................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 3
1.4 Tujuan Pembahasan..................................................................... 3
1.5 Manfaat Pembahasan................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan.................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6

2.1 Tinjauan Umum........................................................................... 6


2.2 Klasifikasi Jalan .......................................................................... 6
2.3 Bagian-bagian Jalan .................................................................... 12
2.4 Kajian Lalu Lintas ....................................................................... 12
2.5 Perkerasan Jalan Raya ................................................................. 15
2.6 Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur dengan Metode
Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 ................ 20
2.7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah dengan Metode
Pd. T-05-2005-B ......................................................................... 28

vi
2.8 Perencanaan Sistem Drainase Jalan dengan Metode
Pd. T-02-2006-B ......................................................................... 42

BAB III METODE PEMBAHASAN ............................................................ 56

3.1 Persiapan ..................................................................................... 56


3.2 Tahapan Analisa Perhitungan...................................................... 56
3.3 Bagan Tahap Analisa Perhitungan .............................................. 58

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ......................... 62

4.1 Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan dengan Metode Manual


Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017 No. 04/SE/Db/2017 ......... 62
4.2 Perhitungan Tebal Lapis Tambah dengan Metode
Pd. T-05-2005-B.......................................................................... 69
4.3 Perhitungan Saluran Drainase Menggunakan Metode
Pd. T-02-2006-B.......................................................................... 78

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 88

5.1 Kesimpulan.................................................................................. 88
5.2 Saran ............................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Medan Jalan................................... 11


Tabel 2.2 Dimensi Kendaraan Rencana ......................................................... 13
Tabel 2.3 Jenis Kendaraan Menurut Karakteristik ........................................ 14
Tabel 2.4 Faktor Volume (K) dan Varia si (F) untuk Volume Lalu Lintas
Jam Perencanaan ............................................................................ 15
Tabel 2.5 Umur Rencana (UR) Perkerasan Jalan Baru .................................. 20
Tabel 2.6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain ....... 21
Tabel 2.7 Nilai VDF Standard atau Ekivalen ................................................ 22
Tabel 2.8 Faktor distribusi lajur (DL) ............................................................ 23
Tabel 2.9 Pemilihan Jenis Perkerasan ........................................................... 25
Tabel 2.10 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum ......................................... 26
Tabel 2.11 Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum termasuk
Cement Treated Base (CTB) ......................................................... 27
Tabel 2.12 Ketebalan Lapisan yang Diijinkan ................................................ 28
Tabel 2.13 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan ............................ 29
Tabel 2.14 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) .......................................... 29
Tabel 2.15 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) ..................................... 30
Tabel 2.16 Faktor Hubungan Antara Umur Rencana dengan
Perkembangan Lalu Lintas (N) ................................................. 31
Tabel 2.17 Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standar (Ft) .... 34
Tabel 2.18 Temperatur Tengah (Tt) dan Temperatur Bawah (Tb) Lapis
Beraspal Berdasarkan Data Temperatur Udara (Tu) dan
Temperatur Permukaan (Tp) ...................................................... 34
Tabel 2.19 Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan (TPRT)
beberapa Daerah/Kota di Indonesia .......................................... 39
Tabel 2.20 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) ...... 40
Tabel 2.21 Kemiringan Melintang Normal Perkerasan Jalan.......................... 43

viii
Tabel 2.22 Kecepatan Aliran Air Yang Diizinkan Berdasarkan Jenis
Material.......................................................................................... 44
Tabel 2.23 Kecepatan Aliran Air Yang Diizinkan Berdasarkan Jenis
Material.......................................................................................... 44
Tabel 2.24 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Koefisien
Limpasan (fk) ................................................................................ 46
Tabel 2.25 Koefisien Hambatan (nd) Berdasarkan Kondisi Permukaan ......... 47
Tabel 2.26 Reduced variated (Yt) sebagai fungsi Periode Ulang ................... 48
Tabel 2.27 Reduced mean (Yn) dengan jumlah data (n) ................................. 49
Tabel 2.28 Reduced standard deviation (Sn) dengan jumlah data (n) ............ 50
Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-rata Ruas Jalan Aek Nabara-
Negeri Lama .................................................................................. 62
Tabel 4.2 Nilai VDF ...................................................................................... 63
Tabel 4.3 Lalu Lintas Harian Rata-rata Pada Awal Umur Rencana .............. 63
Tabel 4.4 LHR (Awal umur rencana) 2021 ................................................... 64
Tabel 4.5 Penentuan jenis pekerasan ............................................................. 65
Tabel 4.6 Menentukan Tebal Perkerasan ...................................................... 66
Tabel 4.7 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Fondasi
Berbutir (sebagai alternative dari Bagan Desain-3 dan 3A) .......... 67
Tabel 4.8 Data Lalu Lintas Awal Tahun Rencana......................................... 69
Tabel 4.9 Data Lendutan Benkelman Beam (BB).......................................... 70
Tabel 4.10 Angka Ekivalen Kendaraan ........................................................... 75
Tabel 4.11 LHR Diawal Tahun Pelaksanaan................................................... 76
Tabel 4.12 Perhitungan Nilai CESA................................................................ 76
Tabel 4.13 Perhitungan Intensitas Curah Hujan .............................................. 82

ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur ......................................... 16
Gambar 2.2 Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standart (Ft) ....... 33
Gambar 2.3 Tebal Lapis Tambah (overlay) ...................................................... 38
Gambar 2.4 Faktor Koreksi Tebal Lapis (overlay) ........................................... 39
Gambar 2.5 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) .......... 41
Gambar 2.6 Saluran Empat Persegi .................................................................. 52
Gambar 2.7 Saluran Trapesium......................................................................... 53
Gambar 3.1 Bagan Alir Analisa Perhitungan .................................................... 58
Gambar 3.2 Bagan Alir Analisa Perhitungan Tebal Perkerasan ....................... 59
Gambar 3.3 Bagan Alir Analisa Perhitungan Lapis Tambah (overlay) ............ 60
Gambar 3.4 Bagan Alir Analisa Perencanaan Dimensi Saluran ....................... 61
Gambar 4.1 Susunan Lapisan Perkerasan Metode MDJP No. 04/SE/Db/2017 68
Gambar 4.2 Susunan Tebal Lapis Tambah Dengan Metode Pd. T-05-2005-B 78
Gambar 4.3 Tampak Atas Luasan ..................................................................... 79
Gambar 4.4 Pootongan Melintang Saluran Drainase ........................................ 79
Gambar 4.5 Lengkung Intensitas ...................................................................... 83
Gambar 4.6 Penampang Persegi ....................................................................... 86
Gambar 4.7 Penampang Trapesium .................................................................. 87

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Bimbingan Asistensi

Lampiran 2 Peta Situasi

Lampiran 3 Gambar Situasi dan Potongan Memanjang

Lampiran 4 Gambar Potongan Melintang

Lampiran 5 Data Lhr

Lampiran 6 Bagan Desain Perkerasan Lentur

Lampiran 7 Data Lendutan Benkelman Beam (BB)

Lampiran 8 Koefisien Kekuatan Relatif

Lampiran 9 Data Curah Hujan

Lampiran 10 Hasil Perencanaan Bina Marga

Lampiran 11 Dokumentasi

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belakangan ini konstruksi perkerasan terus berkembang pesat terutama pada


konstruksi peningkatan lapisan perkerasan lentur pada jalan, guna untuk memberi
kenyamanan bagi pengendara. Peningkatan konstruksi perkerasan ini akan
berdampak ke segala aspek kehidupan manusia.

Jalan raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan


transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian
dan pembangunan dapat berputar dengan baik. Seiring dengan bertambahnya
kepemilikan kendaraan, kemajuan dibidang industri dan perdagangan, serta
distribusi barang dan jasa menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas.
Terkadang, peningkatan volume lalu lintas ini tidak diikuti dengan kapasitas jalan
yang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan Analisa Perhitungan konstruksi jalan
yang optimal dan memenuhi standar menurut fungsi jalan agar dapat berguna
secara maksimal bagi perkembangan daerah sekitarnya.

Perkembangan lalu lintas di Aek Nabara-Negeri Lama pada saat ini


menunjukkan kemajuan yang pesat, meliputi perkembangan di bidang ekonomi
dan industri. Ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama termasuk klasifikasi jalan
kolektor primer yang berada di wilayah Industri Perkebunan, dimana jalan ini
melayani volume lalu lintas dan konfigurasi kendaraan-kendaraan berat bahkan
truk yang over load. Sehingga memerlukan penambahan tebal lapis perkerasan
untuk mampu menahan beban lalu lintas yang meningkat setiap tahunnya selama
tahun perencanaan yaitu selama 10 tahun. Serta memerlukan penambahan lebar
eksisting untuk menghindari adanya kemacetan jalan dan untuk memenuhi
kapasitas jalan.

Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Provinsi


Sumatera Utara dipilih untuk menjadi pembahasan karena merupakan jalan
Kolektor Primer dan merupakan satu-satunya jalan penghubung antara Aek
Nabara menuju ke Negeri Lama, serta termasuk daerah yang mengalami

1
perkembangan lalu lintas yang pesat. Panjang jalan yang memerlukan perbaikan
dan pelebaran yaitu sepanjang 68000m yakni Sta 307+500 s/d Sta 375+500,
dimana ruas jalan yang diambil sebagai pembahasan adalah sepanjang 1000m
pada Sta 311+600 s/d Sta 312+600 dengan lebar rencana jalan 2,4m (1,2m ruas
kiri dan 1,2m ruas kanan) dan bahu jalan 2m (1m ruas kiri dan 1m ruas kanan).
Adapun alasan penulis memilih Sta 311+600 s/d Sta 312+600, karena pada ruas
jalan ini mengalami kerusakan yang cukup parah disbanding ruas jalan yang lain.

Sebelumnya Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera


Utara merencanakan tebal lapis perkerasan jalan untuk pekerjaan overlay dimana
data utama adalah Lendutan Perkerasan maka rujukan utama yang digunakan
adalah Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan
lendutan Pd.T-05-2005-B. Untuk konsep perkerasan penuh seperti pelebaran dan
pelapisan pondasi digunakan Metode Perencanaan Tebal Perkerasan Penuh.
Rujukan yang dipakai adalah ”Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Tahun
2002 Pd T-01-2002-B”. Dan untuk perhitungan dimensi saluran drainase dengan
menggunakan Metode Pd T-02-2006-B. Oleh sebab itu penulis ingin
menggunakan metode terbaru yaitu Pekerjaan Tebal Lapis Tambah dengan
metode Pd. T-05-2005-B, untuk perhitungan tebal lapis perkerasan lentur dengan
metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017, dan untuk perhitungan dimensi saluran
drainase dengan menggunakan metode Pd T-02-2006-B.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis meninjau segi teknis yaitu
bagaimana melakukan Perhitungan konstruksi jalan dengan hal-hal sebagai
berikut:

1. Bagaimana menghitung tebal lapis perkerasan lentur pada proyek


pembangunan Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Propinsi Sumatera Utara dengan menggunakan metode Manual Desain
Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017?

2
2. Bagaimana menghitung tebal lapis tambah perkerasan lentur pada proyek
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi
Sumatera Utara dengan Metode Pd. T- 05- 2005-B?
3. Bagaimana menghitung dimensi perhitungan saluran drainase proyek Jalan
Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera
Utara?

1.3 Batasan Masalah


Dalam penulisan Tugas Akhir ini perlu diadakan pembatasan masalah agar
penulis lebih terfokus pada masalah yang dihadapi. Adapun batasan masalah pada
Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan tebal lapis perkerasan lentur menggunakan Metode Manual
Desain Perkerasan Lentur No. 04/SE/Db/2017 dan Perhitungan Tebal Lapis
Tambah dengan Metode Pd. T- 05- 2005-B serta perhitungan dimensi
saluran Drainase dengan Metode Pd T-02-2006-B;
2. Jalan yang menjadi objek Tugas Akhir adalah Ruas Jalan Aek Nabara-
Negeri Lama yang merupakan Jalan Kolektor Primer di Kabupaten Labuhan
Batu, tepatnya pada Sta 311+600 s/d Sta 312+600;
3. Tidak membahas tentang manajemen, geometrik, time schedule, rencana
anggaran biaya (RAB), pengujian lab. material, dinding penahan tanah
(DPT), dan pekerjaan Jembatan pada proyek.

1.4 Tujuan Masalah


Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini
yaitu:
1. Untuk mengetahui tebal lapis perkerasan lentur pada proyek Peningkatan
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi
Sumatera Utara dengan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.
04/SE/Db/2017.
2. Untuk mengetahui tebal lapis tambah perkerasan lentur pada proyek
peningkatan Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Propinsi Sumatera Utara dengan menggunakan Metode Pd. T- 05- 2005-B.

3
3. Untuk mengetahui dimensi saluran drainase pada Proyek Peningkatan Jalan
Aek nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara
dengan Metode Pd T-02-2006-B.

1.5 Manfaat Pembahasan


Hasil perhitungan diharapkan akan memberikan wawasan dalam upaya
meningkatkan pengetahuan tentang perhitungan tebal lapis perkerasan lentur dan
perhitungan tebal lapis tambah dengan lendutan balik serta memberikan referensi
kepada mahasiswa/mahasiswi teknik sipil dalam upaya meningkatkan
pengetahuan tentang bagaimana cara merencanakan suatu perkerasan lentur dan
perhitungan dimensi saluran drainase.

1.6 Sistematika Penulisan


Penulisan Tugas akhir ini disusun bab demi bab yang mana tiap-tiap bab
dibagi lagi menjadi beberapa sub bab yang akan diuraikan lagi agar setiap
permasalahan yang dibahas dapat segera diketahui dengan mudah. Penguraian
dari sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penulisan laporan, rumusan masalah, tujuan
penulisan, ruang lingkup pembahasan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi uraian mengenai teori-teori kajian kepustakaan yang mendasari


penelitian yang dilaksanakan dan bersumber dari beberapa referensi studi pustaka
yang berhubungan dengan tebal perkerasan dan perhitungan rencana anggaran
biaya.

BAB III METODE PEMBAHASAN

Berisi tentang tahapan persiapan, tahap analisa perhitungan, bagan tahap


analisa perhitungan, tahapan pengumpulan data dan analisis data.

4
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Meliputi pembahasan perhitungan tebal lapis perkerasan lentur dengan


metode Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 dan perhitungan
tebal lapis tambah dengan Metode Pd. T-05-2005-B serta perhitungan dimensi
saluran drainase dengan Metode Pd. T-02-2006-B pada proyek peningkatan Jalan
Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang simpulan dan saran dengan memberikan hasil keluaran Tugas
Akhir yang dapat dijadikan bahan pertimbangan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel (Undang-undang No. 38
Tahun 2004).

2.2 Klasifikasi Jalan


Jalan raya umumnya digolongkan dalam beberapa klasifikasi yaitu
klasifikasi menurut lokasi jalan, menurut sistem jaringan jalan, menurut fungsi
jalan, menurut status jalan, menurut kelas jalan, menurut medan jalan, dan
menurut spesifikasi penyediaan prasarana jalan (Bina Marga, 1997).

2.2.1 Klasifikasi Menurut Lokasi Jalan


Lokasi jalan yang akan dibangun sangat menentukan bentuk desain
geometrik. Karakteristik lokasi yang relevan adalah kawasan perkotaan (urban
area) dan kawasan luar kota (rural area).
a. Jalan perkotaan (urban road)
Jalan perkotaan dikenali dengan ciri-ciri berikut ini, antara lain:
1. konsentrasi populasi relatif tinggi.
2. intensitas tata guna lahan relatif tinggi, dimana banyak lahan yang
dipergunakan untuk perkantoran, pendidikan, permukiman, dan lain-lain.
3. berdasarkan konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahan, maka
kebutuhan akses (perjalanan) makin tinggi sehingga volume lalu lintas
atau permintaan angkutan umum menjadi tinggi.
4. peraturan yang digunakan untuk disain geometrik adalah Standar Geometri
Jalan Perkotaan (RSNI T–14–2004).

6
b. Jalan antar kota/luar kota (rural road)
Jalan antar kota dicirikan oleh:
1. konsentrasi populasi relatif rendah.
2. intensitas tata guna lahan relatif rendah, dimana sebagian besar lahan
dipergunakan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan lain-lain.
3. berdasarkan konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahan, maka
kebutuhan akses (perjalanan) relatif rendah.
4. volume arus lalu lintas atau permintaan angkutan umum bergantung pada
jarak antar kota yang dihubungkannya.
5. peraturan yang digunakan untuk disain geometrik adalah Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 038/TBM/1997.

2.2.2 Klasifikasi Menurut Sistem Jaringan Jalan


Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalanyang terdiri
dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin
dalam hubungan hirarki.
a. Sistem jaringan jalan primer
1. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang
menghubungkan simpul-simpul jasa konstruksi.
2. Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu,
kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya
sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan.
3. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
4. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang kedua dengan kota
jenjang ketiga.
5. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota

7
jenjang kota ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga
dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.
b. Sistem jaringan jalan sekunder
1. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan
tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai
fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
2. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua.
3. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
4. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi
sekunder. Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan
terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan
jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada
pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya
disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus.

2.2.3 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan


a. Jalan Arteri
Jalan Arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanannya jarak jauh, dengan
kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk ke jalan ini sangat
dibatasi berdaya guna.
b. Jalan Kolektor
Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

8
c. Jalan Lokal
Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan
rata-rata rendah, dan jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan Lingkungan.
Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan
rata-rata rendah, dan jalan masuk dibatasi.

2.2.4 Klasifikasi Jalan Menurut Status Jalan


Klasifikasi jalan berdasarkan statusnya dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu:
a. Jalan Nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan Provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
c. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sitem jaringan jalan primer,
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
ibukota kabupaten, dengan pusat kegiatan lokal. Antar pusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan Kota
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

9
e. Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan atau
antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan

2.2.5 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


Menurut PP Nomor 43 Tahun 1993, pengelompokan jalan berdasarkan
karakteristik kendaraan adalah:
a. Jalan Kelas I
Jalan kelas I merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan, dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,50 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18,00 meter, dan Muatan Sumbu Terberat (MST) yang
diijinkan 10 ton.
b. Jalan Kelas II
Jalan kelas II merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan ,dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,50 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18,00 meter, dan Muatan Sumbu Terbesar (MST) yang
diijinkan 10 ton.
c. Jalan Kelas III A
Jalan kelas III A merupakan jalan arteria atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan, dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,50
meter, panjang tidak melebihi 18,00 meter, dan Muatan Sumbu Terberat
(MST) yang diijinkan 8 ton.
d. Jalan Kelas III B
Jalan kelas III B merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan, dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,50 meter,
panjang tidak melebihi 12,00 meter, dan Muatan Sumbu Terberat (MST) yang
diijinkan 8 ton.
e. Jalan Kelas III C
Jalan kelas III C merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan, dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,10 meter,
panjang tidak melebihi 9,00 meter, dan Muatan Sumbu Terberat (MST)
Yang diijinkan 8 ton.

10
2.2.6 Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Kondisi medan yang
diproyeksikan harus memperhitungkan keseragaman kondisi medan menurut
rencana trase jalan. Klasifikasi jalan berdasarkan medan dan besar kemiringan
medan jalan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi jalan berdasarkan medan jalan
No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G >25

2.2.7 Klasifikasi Jalan Menurut Penyediaan Prasarana Jalan


Menurut UU Nomor 38 Tahun 2004, pengelompokan jalan berdasarkan
penyediaan prasarana jalan adalah:
a. Jalan Bebas Hambatan (freeway)
Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus
yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian
jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta
dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap
arah dan dilengkapi dengan median.
b. Jalan Raya (highway)
Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median,
paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah.
c. Jalan Sedang (road)
Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang
dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur
untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter.
d. Jalan Kecil (street)

11
Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5
(lima setengah) meter.

2.3 Bagian-Bagian Jalan


Menurut Undang-Undang Tahun 2004 tentang jalan, bagian-bagian jalan
meliputi:
a. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan
yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
Rumaja meliputi badan jalan, saluran tepi, dan ambang pengamatan.
b. Ruang Milik Jalan (Rumija)
Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman tertentu. Rumija diperuntukkan bagi ruang manfaat
jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas dimasa akan datang
serta kebutuhan ruangan untuk pengamatan jalan. Rumija terdiri dari ruang
manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.
c. Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan. Ruwasja
diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi
jalan serta pengamanan fungsi jalan.

2.4 Kajian Lalu Lintas


Dalam perencanaan jalan, lalu lintas harus di analisa berdasarkan atas:
a. Hasil perhitungan volume lalu lintas dan komposisi beban sumbu berdasarkan
data terakhir dari pos-pos resmi setempat
b. Kemungkinan pengembangan lalu lintas sesuai dengan kondisi dan potensi-
potensi social ekonomi daerah yang bersangkutan , serta daerah-daerah
lainnya yang berpengaruh terhadap jalan yang direncanakan , atas pendugaan

12
tingkat pertumbuhan lalu lintas serta sifat-sifat khususnya dapat
dipertanggung jawabkan.

2.4.1 Kendaraan Rencana


Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
Kendaraan rencana dikelompokkan kedalam kategori :
a. Kendaraan Ringan
Kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 - 3,0 m
(termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick-up dan truk kecil).
b. Kendaraan Sedang
Kendaraan bermotor diwakilkan oleh truk as 3 tandem dan bus besar 2 as.
c. Kendaraan Berat
Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih
dari 4 , biasanya diwakili oleh truk semi trailer.

Tabel 2.2 Dimensi Kendaraan Rencana


Kategori Dimensi Kendaraan Radius
Tonjolan (cm) Radius Putar (cm)
Kendaraan (cm) Tonjolan
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum (cm)
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997

Berdasarkan jenis kendaraan yang dilayani jalan raya, Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 1993 mengelompokkan jenis kendaraan dengan sistem kelas kendaraan seperti
pada Tabel 2.3.

13
Tabel 2.3 Jenis Kendaraan menurut Karakteristik
Fungsi Dimensi Kendaraan MST
Kelas Jalan
Jalan Lebar (m) Panjang (m) (ton)
>
Kelas I ≤ 2,50 ≤ 18,00
10,00

Kelas II Arteri ≤ 2,50 ≤ 18,00
10,00

Kelas III A ≤ 2,50 ≤ 18,00
8,00

Kelas III A ≤ 2,50 ≤ 18,00
8,00
Kolektor

Kelas III B ≤ 2,50 ≤ 12,00
8,00

Kelas III C Lokal ≤ 2,10 ≤ 9,00
8,00
Sumber: PP Nomor 43 Tahun 1993

2.4.2 Volume lalu lintas


Volume lalu lintas harian rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu
lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari
atau smp/hari. Volume Jam Perencanaan (VJP) adalah perkiraan volume lalu
lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp/jam,
dengan rumus:

....................................................................... Rumus 2.1

dimana: - K (disebut faktor K) adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk
- F (disebut faktor F) adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per
seperempat jam dalam satu jam.
VJP merupakan suatu volume lalu lintas per jam yang dipakai sebagai dasar
perencanaan. VJP digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas
lalu lintas lainnya yang diperlukan. Faktor K dan faktor F tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.4 dibawah.

14
Tabel 2.4 Faktor Volume (K) dan Variasi (F) untuk Volume Lalu Lintas Jam
Perencanaan
PERKIRAAN VOLUME LALU FAKTOR
LINTAS HARIAN (VLHR) K (%) F
>50.000 4-6 0,9 - 1
30.000 – 50.000 6-8 0,8 - 1
10.000 – 30.000 6-8 0,8 -1
5.000 – 10.000 8 - 10 0,6 - 0,8
1.000 - 5.000 10 - 12 0,6 - 0,8
<1000 12 - 16 <0,6
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota
No.038/BM/1997

Volume Jam Perencanaan (VJP) merupakan suatu volume lalu lintas


perjam yang dipakai sebagai dasar perencanaan. VJP digunakan untuk
menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan.

2.4.3 Umur Rencana


Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut
dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang
bersifat structural ( sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan). Umur rencaa
perkerasan jalan ditentukan atas dasar pertimbangan –pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan.

2.5 Perkerasan Jalan Raya


2.5.1 Tinjauan Umum
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Perencanaan jalan ditentukan oleh
bereat jenis kendaraan yang melintas di jalan dan volume lalu lintas yang akan
menggunakan jalan tersebut selama umur rencana jalan. Berdasarkan bahan
pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya.
2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya.

15
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

2.5.2 Kontruksi Perkerasan Lentur


Konstruksi Perkerasan Lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan di
atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada di bawahnya,
sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang
diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Lapisan Permukaan
Lapisan Pondasi

Lapisan Pondasi Bawah


Bawah

Lapisan Tanah Dasar

Gambar 2.1 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur


Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari:
a. Lapisan permukaan (surface course)
Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas dari bagian
perkerasan jalan. Lapis permukaan terdiri atas campuran mineral agregat dan
bahan pengikat aspal dimana aspal berfungsi untuk menghasilkan lapisan yang
kedap air dan disamping itu aspal dapat memberikan bantuan tegangan Tarik,
yang berarti memperinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Fungsi lapis permukaan antara lain:
1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
2. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca
3. Sebagai lapisan aus (wearing course)

16
b. Lapisan pondasi atas (base course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi
bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah
dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain:
1. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk
digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

c. Lapisan pondasi bawah (sub base course)


Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari
material berbutir (granular material) yang dipadatkan atau lapisan tanah yang
distabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebar beban roda.
2. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-
lapisan selebihnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya
konstruksi).
3. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
4. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar, lapis
pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya
dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat
pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa
harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
d. Lapisan tanah dasar (subgrade)
Tanah dasar (subgrade) adalah merupakan permukaan dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi

17
perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Tanah dasar ini dapat terbentuk dari tanah asli yang dipadatkan (pada daerah
galian) ataupun tanah timbun yang dipadatkan (pada daerah urugan). Mutu dan
daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar
yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari
lokasi itu sendiri serta kemampuan mempertahankan perubahan volume selama
masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah
setempat. Sifat masing-masing tanah tergantung dari tekstur, kadar air dan kondisi
lingkungan. Metode yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dapat
ditentukan dengan pengujian CBR (Colifornia Bearing Ratio), DCP (Dinamic
Cone Penetrometer), dan Sand Cone Test. Dalam hal ini yang sering digunakan
adalah cara pengujian CBR.
MR (psi) = 1.500 x CBR ........................................................... Rumus 2.2
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain:
1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu
sebagai akibat beban lalu lintas.
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
3. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.
4. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas
untuk jenis tanah tertentu.
5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalulintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

2.5.3 Sifat Perkerasan Lentur


Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan lentur berfungsi:
a. Sebagai Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan
agregat dan antara aspal itu sendiri.

18
b. Sebagai Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-
pori yang ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan
aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan
aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi
pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal
berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai
jenis yang sama.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
(viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah
masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami
oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan
aspal yang menyelimuti agregat.

19
2.6 Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur Dengan Metode Manual
Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
2.6.1 Umur Rencana
Umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah waktu dalam tahun yang
dihitung sejak jalan tersebut dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau
dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.
Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 umur rencana
digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan
elemen perkerasan berdasarkan analisis discounted whole of life cost terendah.
Berikut ini merupakan tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan
elemen perkerasan yang disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan No.
04/SE/Db/2017.
Tabel 2.5 Umur Rencana (UR) Perkerasan Jalan Baru
Jenis Umur Rencana
Elemen Perkerasan
Perkerasan (tahun)
Lapisan aspal dan lapisan berbutir 20
Fondasi jalan
Perkerasan Semua perkerasan untuk daerah yang tidak
Lentur dimungkinkan pelapisan ulang (overlay), seperti:
jalan perkotan, underpass, jembatan, terowongan. 40
Cement Treated Base (CTB)
Perkerasan Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton
Kaku semen, dan fondasi jalan
Jalan tanpa
Semua elemen (termasuk fondasi jalan) Minimum 10
penutup
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
Catatan:
1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka
dapat digunakan umur rencana berbeda, namun sebelumnya harus
dilakukan analisis dengan discounted lifecycle cost, yang dapat
menunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan
discounted lifecycle cost terendah.

20
2. Umur rencana harus memperhitungkan kapasitas jalan.

2.6.2 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan
historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila
tidak ada maka pada Tabel 2.6 digunakan yang minimum.

Tabel 2.6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain
Rata-rata
Jawa Sumatera Kalimantan
Indonesia
Arteri dan perkotaan (%) 4,80 4,83 5,14 4,75
Kolektor rural (%) 3,50 3,50 3,50 3,50
Jalan desa (%) 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber: Manual Desain Perkerasan jalan No. 04/SE/Db/2017

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung


sebagai berikut:

..................................................................... Rumus 2.2

Dimana:
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = umur rencana (tahun)

2.6.3 Angka Ekivalen


Berat kendaraan dapat dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui roda
kendaraan yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan
mempunyai konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu depan merupakan sumbu
tunggal roda tunggal sedangkan sumbu belakang dapat berupa sumbu tunggal atau
roda ganda. Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan di dalam Tabel 2.7 dalam
melakukan survei lalu lintas harus menggunakan pembagian jenis kendaraan dan
muatannya seperti yang tertulis di dalam tabel tersebut.

21
Tabel 2.7 Nilai VDF Standard atau Ekivalen
Faktor Ekivalen
Jenis
Distribusi Tipikal (%) Beban (VDF)
Kendaraan
Konfi (ESA/kendaraan)
Kelompok
Uraian gurasi VDF
Klasi Sumbu Semua Semua kendaraan
Alter sumbu VDF 4 5
fikasi Kendaraan bermotor kecuali
natif 2 Pangkat 4 Pang
Muatan yang diangkut
lama Bermotor sepeda motor
kat 5
1 1 Sepeda motor 1.1 2 30,4
2,3,4 2,3,4 Sedan/ Angkot/ Pick up/ Station Wagon 1.1 2 51,7 71,2
5a 5a Bus kecil 1.2 2 3,5 5,0 0,3 0,2
K 5b 5b Bus besar 1.1 2 0,1 0,2 1,0 1,0
E
6a.1 6.1 Truk 2 sumbu-cargo ringan 1.1 Muatan umum 2 0,3 0,2
N 4,6 6,6
6a.1.1 6.2 Truk 2 sumbu- ringan 1.2 Tanah, pasir,besi,semen 2 0,8 0,8
D
6b.1.2 7.1 Truk 2 subu-cargo sedang 1.2 Muatan umum 2 0,7 0,7
A - -
6b.2.1 7.2 Truk 2 sumbu-sedang 1.2 Tanah, pasir,besi,semen 2 1,6 1,7
R
6b.2.2 8.1 Truk 2 sumbu-berat 1.2 Muatan umum 2 0,9 0,8
A 3,8 5,5
7a.1 8.2 Truk 2 sumbu-berat 1.2 Tanah, pasir,besi,semen 2 7,3 11,2
A
7a.2 9.1 Truk 3 sumbu-ringan 1.22 Muatan umum 3 7,6 11,2
N 3,9 5,6
7a.3 9.2 Truk 3 sumbu-sedang 1.22 Tanah, pasir,besi,semen 3 28,1 64,4
7b 9.3 Truk 3 sumbu-berat 1.1.2 3 0,1 0,1 28,9 62,2
N
7c.1 10 Truk 2 sumbu dan trailer penarik 2 sumbu 1.2-22 4 0,5 0,7 36,9 90,4
I
7c.2.1 11 Truk 4 sumbu-trailer 1.2-22 4 0,3 0,5 13,6 24,0
A
7c.2.2 12 Truk 5 sumbu-trailer 1.22-22 5 19,0 33,2
G 0,7 1,0
A 7c.3 13 Truk 5 sumbu-trailer 1.2-222 5 30,3 69,7
7 14 Truk 6 sumbu-trailer 1.2-222 6 0,3 0,5 41,6 93,7

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

22
2.6.4 Lalu Lintas Pada Lajur Rencana

Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk dan bus) paling besar. Beban lalu
lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar (ESA)
dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur
kendaraan niaga (DL).
Untuk jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,50
kecuali pada lokasi-lokasi yang jumlah kendaraan niaga cenderung lebih tinggi
pada satu daerah tertentu.
Faktor distribusi lajur (DL) digunakan untuk menyesuaikan beban
kumulatif (ESA) pada jalan dengan dua lajur atau lebih dalam satu arah. Pada
jalan yang demikian, walaupun sebagian besar kendaraan niaga akan
menggunakan lajur luar, sebagian lainnya akan menggunakan lajur-lajur dalam.
Faktor distribusi lajur ditunjukkan pada tabel 2.8
Tabel 2.8 Faktor distribusi lajur (DL)
Kendaraan niaga pada lajur desain
Jumlah lajur per arah
(% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

2.6.5 Beban Sumbu Standar Kumulatif


Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 04/SE/Db/2017 membagi ESA
menjadi 2 yaitu ESA4 dan ESA5. ESA4 merupakan jumlah pengulangan sumbu
standard pada perkerasan jalan pada umumnya (perkerasan berbutir) sedangkan
untuk perkerasan lentur (aspal) ESA4 harus di ubah menjadi ESA5 dengan
mengalikan ESA4 dengan Traffic Multiplier (TM) atau disebut juga kelelahan
lapisan aspal.
Beban sumbu standar kumulatif (CESA) merupakan jumlah kumulatif
beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana, yang
ditentukan sebagai:

23
ESA = (∑jenis kendaraan LHRT x VDF) x DD x DL .............. Rumus 2.4
CESA4= ESA x 365 x R ................................................... Rumus 2.5
dimana:
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk
1 (satu) hari
LHRT : lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
VDF : faktor ekivalen beban (Vechile Damage Factor)
DD : faktor distribusi arah
DL : faktor distribusi lajur
CESA4 : fumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
untuk perkersan butir
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

2.6.6 Traffic Multiplier (TM)


Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi
jumlah pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor
pangkat lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. Nilai TM kelelahan
lapisan aspal (TMlapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia
adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban
berlebih pada kendaraan niaga didalam kelompok truk.

2.6.7 Menentukan Nilai CESA5


Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus
dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan
menggunakan persamaan berikut:
CESA5=(TM x CESA4) .............................................. Rumus 2.6
dimana:
CESA5 : kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
untuk perkerasan lentur
TM : kelelahan lapisan aspal (1,8-2)
CESA4 : kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
untuk pekerasan tanpa penutup: Pedenc

24
2.6.8 Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas,
umur rencana, dan kondisi pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 2.9 tidak mutlak
perencana harus mempertimbangan biaya terendah selama umur rencana,
keterbatasan dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desain harus
didasarkan pada biaya umur pelayanan discounted llifecycle cost terendah.
Tabel 2.9 Pemilihan Jenis Perkerasan

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

Catatan tingkat kesulitan


1: Kontraktor kecil – medium
2: Kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai
3: Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus – kontraktor spesialis
Burtu/Burda.

25
2.6. 9 Menentukan Subgrade yang Seragam dan Daya Dukung Subgrade
Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen-segmen yang
seragam (homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama. Apabila data
yang cukup valid tersedia.
CBR karakteristik = CBR rata-rata – 1.3 x Standar deviasi ............. Rumus 2.7

2.6.10 Menentukan Struktur Pondasi Jalan


Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis
penopang, tiang pancang mikro atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk
memberikan landasan pendukung struktur perkerasan lentur.
Tabel 2.10 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum
Lalu Lintas Lajur
Desain Umur Rencana
CBR Kelas Prosedur
Deskripsi Struktur 40 tahun (juta CESA5)
Tanah Kekuatan Desain
Pondasi Jalan <2 2-4 >4
Dasar Tanah Dasar Pondasi
Tebal Minimum
Peningkatan Tanah Dasar
≥6 SG6 Perbaikan tanah Tidak Perlu Peningkatan
5 SG5 dasar meliputi bahan 100
4 SG4 A stabilisasi kapur atau 100 150 200
3 SG3 timbunan pilihan 150 200 300
2,5 SG2,5 (pemadatan berlapis 175 250 350
≤ 200 mm tebal
Tanah Ekspansif (Potential
AE lepas) 400 500 600
Swell >5%)
Lapis Penopang 1000 1100 1200
Perkerasan
(Capping Layer)2,4
Lentur
SG1 aluvial B Atau lapis
diatas tanah
penopang dan 650 750 850
lunak
geogrid2,4
Tanah gambut dengan HRS
atau perkerasan Burda untuk Lapis penopang
D 1000 1250 1500
jalan kecil (nilai minimum- berbutir
peraturan lain digunakan)
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

26
2.6.11 Menentukan Struktur Perkerasan
Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan
dan pertimbangan biaya terkecil yang ada pada Tabel 2.11 sebagai berikut.
Tabel 2.11 Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum termasuk Cement
Treated Base (CTB)

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017


Catatan:
1. Ukuran Gradasi LPA nominal maksimum harus 20 mm untuk tebal
lapisan100 – 150 mm atau 25 mm untuk tebal lapisan125 – 150 mm.
2. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap
peralatan yang sesuai dan keahlian yang diijinkan melaksanakan
pekerjaan CTB.
3. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area
sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
4. AC – BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan
maksimum 80 mm.
5. HRS tidak cocok untuk gradien curam atau daerah perkotaan dengan
lalu lintas melebihi 1 juta ESA4.

27
2.6.12 Ketebalan Lapisan Perkerasan
Keterbatasan pemadatan dan segregasi menetukan tebal struktur
perkerasan pelaksanaan. Desain harus melihat batasan-batasan tersebut termasuk
ketebalan lapisan di dalam Tabel 2.12. jika dalam bagan desain ditentukan bahwa
suatu bahan dihamparkan dalam tebal yang lebih besar diijinkan sesuai tabel
berikut.
Tabel 2.12 Ketebalan Lapisan yang Diijinkan
Bahan Tebal yang Diperlukan (mm)
HRS – WC 30
HRS – Base 35
AC – WC 40-50
AC – BC 60-80
AC – Base 75-120
Lapis Pondasi Agregat Kelas A 40
150-200
(Gradasi dengan ukuran max. 40 mm)
Lapis Pondasi Agregat Kelas B
200
(Gradasi dengan ukuran max. 50 mm)
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

2.7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Pd T-05-2005-B


2.7.1 Pendahuluan
Penanganan overlay seringkali dimaksudkan juga untuk memperbaiki
fungsi jalan misalnya penanganan bentuk permukaan, kenyamanan dan perbaikan
lain pada permukaan jalan yang sifatnya non struktural. Namun peningkatan
struktur dari penanganan ini harus tetap diperhatikan jika lendutan karakteritsik
suatu segmen jalan melampaui Pemicu Lendutan.
Terdapat 3 (tiga) Pedoman yang dapat digunakan untuk desain overlay:
 Pendekatan berdasarkan lendutan yang terdapat dalam Pedoman
Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan
(Pd T-05-2005)
 Pendekatan berdasarkan AASHTO 1993 yang diuraikan pada Pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur (Pt T-01-2002-B)

28
 Pendekatan berdasarkan lendutan (modifikasi dari Pd T-05-2005) dalam
Pedoman Desain Perkerasan Lentur (Interim) No.002/P/BM/2011.

2.7.2 Lalu Lintas


2.7.2.1 Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel
2.13.

Tabel 2.13 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan


Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur
L < 4,50 m 1
4,50 m  L < 8,00 m 2
8,00 m  L < 11,25 m 3
11,25 m  L < 15,00 m 4
15,00 m  L < 18,75 m 5

18,75 m  L < 22,50 m 6

Sumber:Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel 2.14.

Tabel 2.14 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)


Kendaraan ringan* Kendaraan berat**
Jumlah Lajur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,00
2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 - 0,30 - 0,45
5 - 0,25 - 0,425
6 - 0,20 - 0,40
Keterangan : *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus
Sumber:Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B

2.7.2.2 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)


Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut Rumus dibawah ini atau pada Tabel 2.15.

29
........................ Rumus 2.8

........................ Rumus 2.9

........................ Rumus 2.10

....................... Rumus 2.11

Tabel 2.15 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)


Beban sumbu Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
(ton)
STRT STRG SDRG STRG
1 0,00118 0,00023 0,00003 0,00001
2 0,01882 0,00361 0,00045 0,00014
3 0,09526 0,01827 0,00226 0,00070
4 0,30107 0,05774 0,00714 0,00221
5 0,73503 0,14097 0,01743 0,00539
6 1,52416 0,29231 0,03615 0,01118
7 2,82369 0,54154 0,06698 0,02072
8 4,81709 0,92385 0,11426 0,03535
9 7,71605 1,47982 0,18302 0,05662
10 11,76048 2,25548 0,27895 0,08630
11 17,21852 3,30225 0,40841 0,12635
12 24,38653 4,67697 0,57843 0,17895
13 33,58910 6,44188 0,79671 0,24648
14 45,17905 8,66466 1,07161 0,33153
15 59,53742 11,41838 1,41218 0,43690
16 77,07347 14,78153 1,82813 0,56558
17 98,22469 18,83801 2,32982 0,72079
18 123,45679 23,67715 2,92830 0,90595
19 153,26372 29,39367 3,63530 1,12468
20 188,16764 36,08771 4,46320 1,38081
Sumber:Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B

2.7.2.3 Faktor Umur Rencana dan Perkembangan Lalu Lintas


Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas
ditentukan menurut Rumus 2.12 atau Tabel 2.16 dibawah ini.

.......................... Rumus 2.12

30
Tabel 2.16 Faktor Hubungan Antara Umur Rencana dengan Perkembangan
Lalu Lintas (N)

r (%)
n (tahun) 2 4 5 6 8 10

1 1,01 1,02 1,03 1,03 1,04 1,05


2 2,04 2,08 2,10 2,12 2,16 2,21
3 3,09 3,18 3,23 3,28 3,38 3,48
4 4,16 4,33 4,42 4,51 4,69 4,87
5 5,26 5,52 5,66 5,81 6,10 6,41
6 6,37 6,77 6,97 7,18 7,63 8,10
7 7,51 8,06 8,35 8,65 9,28 9,96
8 8,67 9,40 9,79 10,19 11,06 12,01
9 9,85 10,79 11,30 11,84 12,99 14,26
10 11,06 12,25 12,89 13,58 15,07 16,73
11 12,29 13,76 14,56 15,42 17,31 19,46
12 13,55 15,33 16,32 17,38 19,74 22,45
13 14,83 16,96 18,16 19,45 22,36 25,75
14 16,13 18,66 20,09 21,65 25,18 29,37
15 17,47 20,42 22,12 23,97 28,24 33,36
20 24,54 30,37 33,89 37,89 47,59 60,14
25 32,35 42,48 48,92 56,51 76,03 103,26
30 40,97 57,21 68,10 81,43 117,81 172,72

Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B

2.7.2.4 Akumulasi Ekivalen Beban Sumbu Standar (CESA)

Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA) selama


umur rencana ditentukan dengan Rumus 2.13.

.......................... Rumus 2.13

dengan pengertian :
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar
M = jumlah masing-masing jenis kendaraan
365 = jumlah hari dalam satu tahun
E = ekivalen beban sumbu (Tabel 2.15)
C = koefisien distribusi kendaraan (Tabel 2.14)
N = Faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas (Tabel 2.16)

31
2.7.3 Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil
pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktu pengujian
lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut
dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada
lokasi atau titik disekitarnya.

2.7.3.1 Lendutan dengan Benkelman Beam (BB)

Lendutan yang digunakan untuk perencanaan adalah lendutan balik.


Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor
musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji
tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah sesuai Rumus
2.14.

dB = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB ....................................... Rumus 2.14

dengan pengertian:
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar
350C, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm, untuk
tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm
atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk
HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm).
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur
udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ............................................. Rumus 2.15

Tp = temperatur permukaan lapis beraspal


Tt = temperatur tengah lapis beraspal
Tb = temperatur bawah lapis beraspal

32
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka
air tanah tinggi

FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)

= 7,343 x (Beban Uji dalam ton)(-2,0715) .................... Rumus 2.16

Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B


Gambar 2.2 Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standar (Ft)

33
Tabel 2.17 Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standar (Ft)

Faktor Koreksi (Ft) Faktor Koreksi (Ft)


Kurva A Kurva B TL Kurva A Kurva B
TL (oC) (HL < 10 (HL ≥ 10 (oC) (HL < 10 (HL ≥ 10
cm) cm) cm) cm)
20 1,25 1,53 46 0,90 0,81
22 1,21 1,42 48 0,88 0,79
24 1,16 1,33 50 0,87 0,76
26 1,13 1,25 52 0,85 0,74
28 1,09 1,19 54 0,84 0,72
30 1,06 1,13 56 0,83 0,70
32 1,04 1,07 58 0,82 0,68
34 1,01 1,02 60 0,81 0,67
36 0,99 0,98 62 0,79 0,65
38 0,97 0,94 64 0,78 0,63
40 0,95 0,90 66 0,77 0,62
42 0,93 0,87 68 0,77 0,61
44 0,91 0,84 70 0,76 0,59
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B

Tabel 2.18 Temperatur Tengah (Tt) dan Temperatur Bawah (Tb) Lapis
Beraspal Berdasarkan Data Temperatur Udara (Tu) dan Temperatur
Permukaan (Tp)
Tu+Tp Temperatur Lapis beraspal ) pada kedalaman
) 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm
45 26,8 25,6 22,8 21,9 20,8 20,1
46 27,4 26,2 23,3 22,4 21,3 20,6
47 28,0 26,7 23,8 22,9 21,7 21,0
48 28,6 27,3 24,3 23,4 22,2 21,5
49 29,2 27,8 24,7 23,8 22,7 21,9
50 29,8 28,4 25,2 24,3 23,1 22,4
51 30,4 28,9 25,7 24,8 23,6 22,8
52 30,9 29,5 26,2 25,3 24,0 23,3
53 31,5 30,0 26,7 25,7 24,5 23,7
54 32,1 30,6 27,1 26,2 25,0 24,2
55 32,7 31,2 27,6 26,7 25,4 24,6
56 33,3 31,7 28,1 27,2 25,9 25,1
57 33,9 32,3 28,6 27,6 26,3 25,5
58 34,5 32,8 29,1 28,1 26,8 26,0
59 35,1 33,4 29,6 28,6 27,2 26,4
60 35,7 33,9 30,0 29,1 27,7 26,9

34
61 36,3 34,5 30,5 29,5 28,2 27,3
62 36,9 35,1 31,0 30,0 28,6 27,8
63 37,5 35,6 31,5 30,5 29,1 28,2
64 38,1 36,2 32,0 31,0 29,5 28,7
65 38,7 36,7 32,5 31,4 30,0 29,1
66 39,3 37,3 32,9 31,9 30,5 29,6
67 39,9 37,8 33,4 32,4 30,9 30,0
68 40,5 38,4 33,9 32,9 31,4 30,5
69 41,1 39,0 34,4 33,3 31,8 30,9
70 41,7 39,5 34,9 33,8 32,3 31,4
71 42,2 40,1 35,4 34,3 32,8 31,8
72 42,8 40,6 35,8 34,8 33,2 32,3
73 43,4 41,2 36,3 35,2 33,7 32,8
74 44,0 41,7 36,8 35,7 34,1 33,2
75 44,6 42,3 37,3 36,2 34,6 33,7
76 45,2 42,9 37,8 36,7 35,0 34,1
77 45,8 43,4 38,3 37,1 35,5 34,6
78 46,4 44,0 38,7 37,6 36,0 35,0
79 47,0 44,5 39,2 38,1 36,4 35,5
80 47,6 45,1 39,7 38,6 36,9 35,9
81 48,2 45,6 40,2 39,0 37,3 36,4
82 48,8 46,2 40,7 39,5 37,8 36,8
83 49,4 46,8 41,2 40,0 38,3 37,3
84 50,0 47,3 41,6 40,5 38,7 37,7
85 50,6 47,9 42,1 40,9 39,2 38,2
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B

2.7.3.2 Keseragaman Lendutan

Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik


pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan
panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus
dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Keseragaman yang
dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0
sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara
21 sampai dengan 30 keseragaman cukup baik. Untuk menentukan faktor
keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan Rumus 2.17 sebagai
berikut:

.................................................... Rumus 2.17

35
Dengan pengertian:

FK = Faktor keseragaman

FK ijin = Faktor keseragaman yang ijinkan

= 0% - 10%; keseragaman sangat baik

= 11% - 20%; keseragaman baik

= 21% - 30%; keseragaman cukup baik

DR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan

= …………………………………………….Rumus 2.18

S = Deviasi standard

……………………………. Rumus 2.19

d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik
pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan

2.7.3.3 Lendutan Wakil


Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub
ruas/seksi jalan, digunakan Rumus yang disesuaikan dengan fungsi/kelas
jalan, yaitu:
Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol .............................Rumus 2.20
Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor ....................... Rumus 2.21
Dwakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal .............................. Rumus 2.22

Dengan pengertian:
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
s = deviasi standar sesuai

36
2.7.3.4 Lendutan Rencana/Ijin (Drencana)
Menghitung lendutan rencana/ijin (Drencana) dengan menggunakan
Rumus 2.23 untuk lendutan dengan alat FWD dan Rumus 2.24 untuk lendutan
dengan alat BB;

Drencana = 17,004 x CESA (-0,2307) ........................................... Rumus 2.23

Drencana = 22,208 x CESA (-0,2307) ........................................... Rumus 2.24

Dengan pengertian :
Drencana = lendutan rencana dalam satuan milimeter
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar dalam satuan ESA

2.7.3.5 Hitung Tebal lapis Tambah/Overlay (Ho)


Hitung tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan menggunakan Rumus
25 atau dengan memplot pada Gambar 5.

Ho = ................. Rumus 2.25

dengan pengertian :

Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan


daerah tertentu dalam satuan centimeter
Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil dalam satuan milimeter
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana dalam satuan
millimeter

37
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B

Gambar 2.3 Tebal Lapis Tambah/Overlay

2.7.3.6 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah

Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan


temperatur standar 35oC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi
karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang
berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk setiap daerah
atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor koreksi tebal lapis
tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus 2.26 atau menggunakan
Gambar 2.4.
Fo = 0,5032 x EXP(0.0194xTPRT) ......................................... Rumus 2.26

Dengan pengertian :
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota
tertentu

38
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
Gambar 2.4 Faktor Koreksi Tebal Lapis Overlay

Tabel 2.19 Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan (TPRT) beberapa


Daerah/Kota di Indonesia
TP rata2
NO. KOTA (oC)
Propinsi DI Aceh
1 BAND.CUT NYAK DIEN (MEULABOH) 34,6
2 MET. LHOKSEUMAWE (LHOKSEUMAWE) 34,9
3 PBRK.GULA COK GIREK (COK GIREK) 35,4
4 BANDARA BILANG BINTANG (BANDA ACEH) 35,5
5 KODAM I. SABANG (SABANG) 35,9
Propinsi Sumatra Utara
1 BRASTAGI-KOTA GADUNG 24,6
2 KEB.PERCOB. BALIGE-GURGUR 24,9
3 MARIHAT ST.P.SIANTAR (PEMATANG 32,7
SIANTAR)
4 ARON GLP. TIGA 32,9
5 MET.GUNUNG SITOLI (BINAKA) 34,4
6 BANDAR. PINANG SORI (SIBOLGA) 34,8
7 BANDARA POLONIA (MEDAN) 35,8
8 KLIMATOLOGI SAMPALI (SAMPALI) 35,7
9 JL.GEROPAH BELAWAN (BELAWAN- MEDAN) 36,2
Propinsi Sumatra Barat
1 SUKARAME KEBUN PERCOB. 27,8
2 PADANG PANJANG 28,0

39
3 RAMBATAN, BATUSANGKAR 31,5
4 SUMANI, KOTO SINGKARAK (SOLOK) 32,6
5 B. BENIH PADANG GELUGUR 33,7
6 KLIM. SICINCIN (SICINCIN PARIAMAN) 33,8
7 BANDARA TABING (PADANG) 35,0
Propinsi Riau
1 BANDARA KIJANG (TANJUNG PINANG) 34,8
2 BANDARA SIMP. TIGA (PEKANBARU) 35,2
3 BANDARA JAYAPURA (JAPURA- RENGAT) 35,4
4 BANDARA DABO (DABO-SINGKEP) 35,8
5 BANDARA NATUNA (RANAI) 36,0
6 METEO TAREMPA (TAREMPA) 36,8
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B

2.7.3.7 Jenis Lapis Tambah


Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus
resilien (MR) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg.
Nilai modulus resilien (MR) diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau
alat lain dengan temperatur pengujian 25oC. Apabila jenis campuran beraspal
untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau
campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston)
dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL)
sesuai Rumus 2.27 atau Gambar 2.5 dan Tabel 2.20.
..................................................... Rumus 2.27

Dengan pengertian :
FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
MR = modulus resilien (MPa)

Tabel 2.20 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL)

Modulus Stabilitas
Jenis Lapisan Resilien, Marshall FKTBL
MR (MPa) (kg)
Laston Modifikasi 3000 min. 1000 0,85
Laston 2000 min. 800 1,00
Lataston 1000 min. 800 1,23
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B

40
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-05-2005-B
Gambar 2.5 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL)

2.7.3.7 Tebal Lapis Tambah Terkoreksi (Ht)

Menghitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan


mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan
Rumus 2.28;

Ht = Ho x Fo ..................................................................... ...Rumus 2.28

Dengan pengertian :

Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan


temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan
centimeter.
Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-
rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (sesuai Rumus 2.26
atau Gambar 2.4)

bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai
dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan
faktor koreksi tebal tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 2.27

41
2.8 Perencanaan Sistem Drainase Jalan dengan Metode Pd T-02-2006-B
2.8.1 Umum
Drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis
untuk mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan, maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/rembesan sehingga fungsi kawasan/lahan
tidak terganggu.
Perencanaan sistem drainase jalan didasarkan kepada keberadaan air
permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Drainase permukaan (surface drainage)
Drainase permukaan yaitu suatu sistem drainase permukaan jalan yang
terdiri atas kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran
samping jalan, drainase lereng dan gorong-gorong. Sistem drainase
permukaan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di
permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi
jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang melintas di atas perkerasan
jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi.
b. Drainase bawah permukaan (sub surface drainage)
Drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah
dan mencegat serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan
permukaan jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.

2.8.2 Kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan


Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan yang diuraikan sebagai
berikut:
a. Daerah jalan yang datar dan lurus
b. Kemiringan perkerasan jalan mulai dari tengah perkerasan (as jalan)
menurun/melandai kearah saluran drainase jalan
c. Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 4% lebih besar daripada
kemiringan permukaan jalan
d. Kemiringan melintang normal pada perkerasan jalan dapat dilihat pada
Tabel 2.21.

42
Tabel 2.21 Kemiringan Melintang Normal Perkerasan Jalan
Kemiringan
No. Jenis Lapisan Perkerasan Jalan
Melintang Im (%)
1 Aspal, Beton 2–3

2 Japat (Jalan yang dipadatkan) 2–4

3 Kerikil 3–6

4 Tanah 3–6

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

e. Pada bahu jalan yang terebuat dari tanah lempung atau lanau dan tidak
diperkeras, untuk mempercepat pengaliran air hujan agar tidak meresap ke
dalam bahu jalan dibuat saluran-saluran kecil yang melintang bahu jalan.

2.8.3 Saluran drainase


Saluran samping adalah saluran yang dibuat di sisi kanan dan kiri badan
jalan. Saluran samping berfungsi sebagai tempat untuk menampung dan
membuang air yang berasal dari permukaan jalan dan yang dari daerah pengaliran
sekitar jalan.
Kemiringan melintang normal (en) perkerasan jalan untuk lapis permukaan
aspal adalah 2%, sedangkan untuk bahu jalan diambil 4%. Pemilihan jenis
material saluran samping ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran air
yang mengalir di saluran samping jalan tersebut. Jenis material dapat dilihat pada
Tabel 2.22 berikut ini.

43
Tabel 2.22 Kecepatan Aliran Air Yang Diizinkan Berdasarkan Jenis Material
Kecepatan aliran air yang diizinkan
Jenis Material
(m/detik)
Pasir halus 0,45
Lempung kepasiran 0,50
Lanau alluvial 0,60
Kerikil halus 0,75
Lempung kokoh 0,75
Lempung padat 1,10
Kerikil kasar 1,20
Batu-batu besar 1,50
Pasangan batu 1,50
Beton 1,50
Beton bertulang 1,50
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

Tabel 2.23 Angka Kekasaran Manning (n)


No Tipe Saluaran Baik Sekali Baik Sedang Jelek

SALURAN BUATAN
1. Saluran tanah, lurus teratur 0,017 0,020 0,023 0,025
2. Saluran tanah dibuat dengan excavator 0,023 0,028 0,030 0,040
3. Saluran pada dinding batuan, lurus, 0,020 0,030 0,033 0,035
teratur
4. Saluran pada dinding batuan, tidak 0,035 0,040 0,045 0,045
lurus, tidak teratur
5. Saluran batuan yang diledakkan, ada 0,025 0,030 0,035 0,040
tumbuh-tumbuhan
6. Dasar saluran dari tanah, sisi saluran 0,028 0,030 0,033 0,035
berbatu
7. Saluran lengkung, dengan kecepatan 0,020 0,025 0,028 0,030
aliran rendah
SALURAN ALAM
8. Bersih, lurus, tidak berpasir dan tidak 0,025 0,028 0,030 0,033
berlubang
9. Seperti no. 8, tapi ada timbunan atau 0,030 0,033 0,035 0,040
kerikil

44
10. Melengkung, bersih, berlubang,dan 0,030 0,035 0,040 0,045
berdinding pasir
11. Seperti no. 10, dangkal, tidak teratur 0,040 0,045 0,050 0,055
12. Seperti no. 10, berbatu dan ada tumbuh- 0,035 0,040 0,045 0,050
tumbuhan
13. Seperti no. 11, sebagian berbatu 0,045 0,050 0,055 0,060
14. Aliran pelan, banyak tumbuh-tumbuhan 0,050 0,060 0,070 0,080
dan berlubang
15. Banyak tumbuh-tumbuhan 0,075 0,100 0,125 0,150

SALURAN BUATAN, BETON, ATAU


BATU KALI
16. Saluran pasangan batu, tanpa 0,025 0,030 0,033 0,035
penyelesaian
17. Seperti no. 16, tapi dengan penyelesaian 0,017 0,020 0,025 0,030
18. Saluran beton 0,014 0,016 0,019 0,021
19. Saluran beton halus dan rata 0,010 0,011 0,012 0,013
20. Saluran beton pracetak dengan acuan 0,013 0,014 0,014 0,015
baja
21. Saluran beton pracetak dengan acuan 0,015 0,016 0,016 0,018
kayu

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

Untuk menghitung kemiringan memanjang saluran digunakan rumus:

.......................................................................... Rumus 2.29

Dimana pengertian:
v = kecepatan aliran (m/detik) (Tabel 2.22)
n = koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.23)
= jari-jari hidrolis (m)

F = luas penampang basah (m2)


P = keliling basah (m)
is = kemiringan memanjang saluran

45
2.8.4 Perhitungan Debit Aliran Rencana (Q)
Dalam memperhitungkan debit aliran rencana (Q) harus mengikuti
langkah-langkah berikut:
1. Plot rute jalan di peta topografi.
2. Tentukan panjang segmen, daerah pengaliran, luas (A), kemiringan lahan
dari peta topografi.
3. Identifikasi jenis bahan permukaan daerah pengaliran.
4. Tentukan koefisien aliran (C) berdasarkan kondisi permukaan kemudian
kalikan dengan harga faktor limpasan.
Tabel 2.24 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Koefisien Limpasan (fk)
Koefisien pengaliran Faktor limpasan
No. Kondisi permukaan tanah
(C) (fk)

Bahan

1 Jalan beton & jalan aspal 0,70 – 0,95 -

2 Jalan kerikil & jalan tanah 0,40 – 0,70 -

3 Bahu jalan:

- Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65 -

- Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20 -

- Batuan masif keras 0,70 – 0,85 -

- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75 -

Tata Guna Lahan

1 Daerah perkotaan 0,70 – 0,95 2,0

2 Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70 1,5

3 Daerah industry 0,60 – 0,90 1,2

4 Permukiman padat 0,40 – 0,60 2,0

46
5 Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60 1,5

6 Taman dan kebun 0,20 – 0,40 0,2

7 Persawahan 0,45 – 0,60 0,5

8 Perbukitan 0,70 – 0,80 0,4

9 Pegunungan 0,75 – 0,90 0,3

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B


5. Hitung koefisien aliran rata-rata dengan rumus:

dimana:
= Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe
kondisi permukaan
= Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan
sesuai dengan kondisi permukaan
6. Tentukan kondisi permukaan berikut koefisien hambatan (nd)
Tabel 2.25 Koefisien Hambatan (nd) Berdasarkan Kondisi Permukaan
No. Kondisi lapis permukaan nd

1 Lapisan semen dan aspal beton 0,013

2 Permukaan licin dan kedap air 0,020

3 Permukaan licin dan kokoh 0,100

Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan


4 0,200
permukaan sedikit kasar

5 Padang rumput dan rerumputan 0,400

6 Hutan gundul 0,600

7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan


0,800
hamparan rumput jarang sampai rapat
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

47
7. Hitung curah hujan rencana dengan metode gumbel
Langkah-langkah perhitungan curah hujan rencana dengan Metode
Gumbel sebagai berikut:
 Hitung standar deviasi

dimana:
S = standar deviasi
Xi = curah hujan rata-rata
Xr = harga rata-rata
n = jumlah data
 Hitung nilai faktor frekuensi (K)

dimana:
K = faktor nilai frekuensi
Yn = harga rata-rata reduced mean (Tabel 2.27)
Sn = reduced standard deviation (Tabel 2.28)
Yt = Reduced variated (Tabel 2.26)
T = Periode ulang (tahun)
 Hitung hujan dalam periode ulang T tahun
.................................... Rumus 2.33
dimana:
Xt = hujan dalam periode ulang T tahun
Xr = harga rata-rata
K = faktor frekuensi
Sx = standar deviasi
Tabel 2.26 Reduced Variated (Yt) sebagai Fungsi Periode Ulang
N Yt N Yt N Yt
2 0,3665 10 2,2504 50 3,9019
5 1,4999 25 3,1985 100 4,6001
Sumber: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan SNI 03-4342-1994

48
Tabel 2.27 Reduced Mean (Yn) dengan Jumlah Data (n)

N Yn N Yn N Yn n Yn

10 0,4952 34 0,5396 58 0,5515 82 0,5672


11 0,4996 35 0,5402 59 0,5518 83 0.5574
12 0,5035 36 0,5410 60 0,5521 84 0,5576
13 0,5070 37 0,5418 61 0,5524 85 0,5578
14 0,5100 38 0,5424 62 0,5527 86 0,5580
15 0,5128 39 0,5430 63 0,5530 87 0,5581
16 0,5157 40 0,5436 64 0,5533 88 0,5583
17 0,5181 41 0,5442 65 0,5535 89 0,5585
18 0,5202 42 0,5448 66 0,5538 90 0,5586
19 0,5220 43 0,5453 67 0,5540 91 0,5587
20 0,5236 44 0,5458 68 0,5543 92 0,5589
21 0,5252 45 0,5463 69 0,5545 93 0,5591
22 0,5268 46 0,5468 70 0,5548 94 0,5592
23 0,5283 47 0,5473 71 0,5550 95 0,5593
24 0,5296 48 0,5477 72 0,5552 96 0,5595
25 0,5309 49 0,5481 73 0,5555 97 0,5596
26 0,5320 50 0,5485 74 0,5557 98 0,5598
27 0,5332 51 0,5489 75 0,5559 99 0,5599
28 0,5343 52 0,5493 76 0,5561
100 0,5600
29 0,5353 53 0,5497 77 0,5563
30 0,5362 54 0,5501 78 0,5565
31 0,5371 55 0,5504 79 0,5567
32 0,5380 56 0,5508 80 0,5569
33 0,5388 57 0,5511 81 0,5570
Sumber: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03-4342
1994

49
Tabel 2.28 Reduced Standard Deviation (Sn) dengan Jumlah Data (N)
N Sn N Sn N Sn N Sn
78 1,1923
10 0,9496 32 1,1193 54 1,1667
79 1,1930
11 0,9676 33 1,1226 55 1,1681
80 1,1938
12 0,9833 34 1,1255 56 1,1696
81 1,1945
13 0,9971 35 1,2865 57 1,1708
82 1,1953
14 1,0316 36 1,1313 58 1,1721
83 1,1959
15 1,0411 37 1,1339 59 1,1734
84 1,1967
16 1,0316 38 1,1363 62 1,1770
85 1,1973
17 1,0411 39 1,1388 63 1,1782
86 1,1980
18 1,0493 40 1,1413 64 1,1793
87 1,1987
19 1,0565 41 1,1436 65 1,1803
88 1,1994
20 1,0628 42 1,1458 66 1,1814
89 1,2001
21 1,0696 43 1,1480 67 1,1824
90 1,2007
22 1,0754 44 1,1499 68 1,1834
91 1,2013
23 1,0811 45 1,1519 69 1,1844
92 1,2020
24 1,0864 46 1,1538 70 1,1854
93 1,2026
25 1,0915 47 1,1557 71 1,1854
94 1,2032
26 1,0861 48 1,1574 72 1,1873
95 1,2038
27 1,1004 49 1,1590 73 1,1881
96 1,2044
28 1,1047 50 1,1607 74 1,1890
97 1,2049
29 1,1086 51 1,1623 75 1,1898
98 1,2055
30 1,1124 52 1,1638 76 1,1906
99 1,2060
31 1,1159 53 1,1658 77 1,1915
100 1,2065
Sumber: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03-4342-
1994

8. Hitung waktu konsentrasi (Tc) dengan rumus:


........................................................... Rumus 2.34

T1 = .................................. Rumus 2.35

T2 = ............................................................... Rumus 2.36

50
Dimana:
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
T2 = Waktu inlet (menit)
T1 = Waktu aliran (menit)
Lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L = Panjang saluran (m)
nd = Koefisien hambatan
= Kemiringan daerah pengaliran
V = Kecepatan air rata-rata disaluran (m/detik)

9. Hitung intensitas curah hujan dari BMKG. Periode ulang rencana untuk
saluran drainase yaitu 10 tahun. Curah hujan (mm) merupakan ketinggian
air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Intensitas curah hujan dihitung dengan
rumus:

dimana:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
XT = Hujan harian maksimum dengan periode ulang T

10. Untuk menghitung debit air (Q) dapat menggunakan rumus:


Q = A x V .................................................... Rumus 2.38

......................................... Rumus 2.39

dimana:
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
V = Kecepatan aliran (m/detik)
C = Koefisien pengaliran (Rumus 2.30)
I = Intensitas hujan (mm/jam)

51
2.8.5 Bentuk saluran penampang
Dalam perencanaan dimensi saluran harus direncanakan agar memperoleh
tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak
ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil tingkat kegagalan akan terlalu
besar. Adapun bentuk penampang saluran yang sering dijumpai dan digunakan
dalam perencanaan drainase adalah:

1. Saluran Berpenampang Empat Persegi


Bentuk penampang empat persegi panjang dipakai untuk debit-debit yang
besar, untuk membuat saluran seperti ini biasanyadibuat pada daerah yang
memiliki luasan yang kecil, hanya didukung oleh konstruksi yang kokoh
dan digunakan untuk saluran air hujan, air rumah tangga dan lain-lain.

b
Gambar 2.6 Saluran Empat Persegi

Keterangan :
b = Lebar dasar saluran
h = Tinggi saluran
w = Tinggi jagaan

2. Saluran Berpenampang Trapesium


Bentuk penampang trapesium dipakai untuk debit yang besar dan
umumnya untuk mengalirkan air hujan, limbah domestik, dan irigasi.
Saluran ini memerlukan tempat yang aak luas dan dapat terbuat dari tanah.

52
Bentuk penampang drainase ini sering digunakan karena mempunyai
keuntungan dari segi teknis pengerjaan maupun dalam pelaksanaan.

m.h b m.h
Gambar 2.7 Saluran Trapesium

Keterangan :
b = Lebar dasar saluran
h = Tinggi saluran
w = Tinggi jagaan
m = Perbandingan kemiringan talud

2.8.6 Perhitungan Dimensi Penampang


1. Saluran Penampang Persegi
Untuk saluran berpenampang persegi, dimensinya dapat direncanakan
dengan persamaan-persamaan dibawah ini:
....................................................................... Rumus 2.40
....................................................................... Rumus 2.41

Penampang basah saluran drainase dapat dihitung yang paling


ekonomis, untuk menampung debit maksimum (A), yaitu:
........................................................................ Rumus 2.43

............................................................................. Rumus 2.45


dimana:
A = Luas penampang (m2)
b = Lebar dasar saluran (m)

53
h = Tinggi air (m)
P = Keliling penampang basah (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
Untuk tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk persegi
ditentukan berdasarkan rumus:

........................................................ Rumus 2.46


dimana:
W = Tinggi jagaan (m)
h = Kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)
2. Saluran Penampang Trapesium
Untuk saluran berpenampang trapesium, dimensinya dapat
direncanakan dengan persamaan-persamaan dibawah ini:
........................................................ Rumus 2.47

Penampang basah saluran drainase dapat dihitung yang paling


ekonomis, untuk menampung debit maksimum (A), yaitu:
.................................................................. Rumus 2.50

................................................................. Rumus 2.52

dimana:
A = Luas penampang (m2)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
P = Keliling penampang basah (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
m = Perbandingan kemiringan talud

54
Untuk tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk persegi
ditentukan berdasarkan rumus:

........................................................ Rumus 2.54


dimana:
W = Tinggi jagaan (m)
h = Kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)

55
BAB III
METODE PEMBAHASAN

3.1 Persiapan
Metode pembahasan pada Tugas Akhir adalah untuk menganalisis
perhitungan tebal lapis perkerasan lentur dan perhitungan dimensi saluran drainase
pada proyek peningkatan Ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten
Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara. Metode yang dipakai pada perencanaan
jalan ini seperti yang disebutkan berikut:

3.1.1 Metode Penentuan Subjek


Maksud penentuan subjek ini adalah variabel yang dapat dijadikan
sasaran dalam penulisan Tugas Akhir ini. Variabel tersebut terdiri dari tebal
perkerasan dan dimensi saluran drainase.

3.1.2 Metode Studi Pustaka


Studi pustaka diperlukan sebagai acuan perhitungan setelah subjek
ditentukan. Studi pustaka juga merupakan landasan teori bagi perhitungan
yang mengacu pada buku-buku, pendapat, dan teori-teori yang berhubungan
dengan perencanaan jalan ini.

3.2 Tahapan Analisa Perhitungan


Pengamatan pendahuluan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
langsung di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi secara umum dan
aktual pada lokasi yang menjadi objek studi.
Pengamatan dapat dimulai dari pendataan survai Lalu Lintas (LHR),
penyelidikan tanah dan perkerasan seperti CBR subgrade, data kondisi perkeraan
eksisting seperti data lendutan perkerasan eksisting.

3.2.1 Pengumpulan data


Dalam analisis perhitungan tebal lapis perkerasan lentur dan perhitungan
dimensi saluran drainase pada proyek peningkatan Ruas Jalan Aek Nabara-Negeri
Lama Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara diperlukan sejumlah data
sebagai bahan kajian, diantaranya:

56
1. Perencanaan Tebal Perkerasan
 Data Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
 Data Tanah
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
2. Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay)
 Data Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
 Data Lendutan Benkelman Beam (BB)
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.
3. Perencanaan Saluran Samping (Drainase)
 Data Curah Hujan
Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi
Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Analisis Data


Data sekunder yang diperoleh dari Instansi yang berwewenang akan
digunakan dalam menganalisis parameter yang akan digunakan dalam perhitungan
tebal lapis perkerasan lentur dan perhitungan dimensi saluran drainase pada proyek
peningkatan Ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Provinsi Sumatera Utara. Adapun jenis-jenis analisis yang akan dilakukan dalam
Analisa Perhitungan perkerasan jalan adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan tebal lapis perkerasan lentur untuk pelebaran Ruas Jalan Aek
Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara
Sta 311+600 s/d Sta 312+600 dengan Metode Manual Desain Perkerasan
Lentur No. 04/SE/Db/2017.
b. Perhitungan tebal lapis tambah (overlay) perkerasan lentur pada Ruas
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Provinsi

57
Sumatera Utara Sta 311+600 s/d Sta 312+600 dengan Metode Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T- 05- 2005-B.
c. Perencanan Saluran Samping (Drainase) pada Ruas Jalan Aek Nabara-
Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara Sta
311+600 s/d Sta 312+600 dengan Metode Analisa Perhitungan drainase
jalan Departemen Pekerjaan Umum Pd T-02-2006-B.

3.3 Bagan Tahap Analisa Perhitungan

Mulai

Identifikasi Masalah
Tinjauan Pustaka
Pustaka
Penentuan lokasi

Pengumpulan Data
Pustaka

Data Primer : Data Sekunder :


Survey kondisi untuk a. Data CBR
mendapatkan gambaran umum b. Data LHR
c. Data Lendutan BB
kondisi di lapangan
d. Data Curah Hujan

Analisis data

Analisa Perhitungan Teknis

Perhitungan Perkerasan Perhitungan Tebal Lapis Perhitungan Rencana


Dengan Metode MDPJ Tambah (Overlay) Saluran Drainase Metode
No.04/SE/Db/2017 2017 Metode Pd. T-05- 2005-B Pd T-02-2006-B

Pembahasan

Kesimpulan & Saran

Gambar 3.1 Bagan Alir Analisa Perhitungan

58
3.3.1 Analisa Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan

Analisa Perhitungan tebal lapis perkerasan lentur pada Pelebaran Jalan


Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu. Langkah-langkah dalam
menentukan tebal lapis perkerasan lentur dapat dilihat pada bagan alir di bawah
ini.
Mulai

Pengumpulan Data
- CBR
- Lalu lintas harian rata-rata
- Pertumbuhan lalu lintas

Tentukan Umur Rencana

Penentuan CESA4
ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x
VDF)
CESA4=ESA x 365 x R

Tentukan Nilai TM
untuk menentukan
CESA5 = TM x CESA4

Jenis Perkerasan

Penentuan Tebal
Lapis Perkerasan
Perperkerasan

Desain
BahJalan

Selesai

Gambar 3.2 Bagan Alir Analisa Perhitungan Tebal Perkerasan

59
3.3.2 Analisa Perhitungan Tebal Lapis Tambah (Overlay)
Analisa perhitungan tebal lapis tambah (overlay) pada ruas Jalan Aek
Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu. Langkah-langkah dalam
menentukan tebal lapis perkerasan lentur dapat dilihat pada bagan alir di bawah
ini.
Mulai

Pengumpulan Data:
 Data LHR
 Data Lendutan Benkelmann
Beam

Menghitung Nilai CESA:


 Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
 Faktur Hubungan Umur Rencana dan Pertumbuhan Lalu
Lintas (N)

Keseragaman Lendutan (FK)

Menghitung Lendutan Wakil (Dwakil)

Lendutan Rencana (Dijin)

Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)

Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo)

Tebal Lapis Tambah


Terkoreksi (Ht)

Mengoreksi Ketebalan FKTBL

Selesai

Gambar 3.3 Bagan Alir Perhitungan Lapis Tambah (overlay)

60
3.3.3 Perencanaan Saluran Samping (Drainase)
Langkah-langkah dalam menentukan dimensi saluran drainase pada Ruas
Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Sta 311+600 s/d Sta
312+600 dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini.

Mulai

Pengumpulan data :
- Data curah hujan
- Jenis penutup tanah

Intensitas Curah Hujan (I)

Luas daerah pengaliran (A)

Harga koefisien pengaliran (C)

Perhitungan debit rencana

Perhitungan dimensi rencana

Selesai

Gambar 3.4 Bagan Alir Perencanan Dimensi Saluran

61
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Manual Desain Perkerasan


Jalan Tahun 2017 No. 04/SE/Db/2017.
4.1.1 Data Lalu Lintas

Data lalu lintas dibawah ini merupakan data survey lalu lintas yang
dihitung pada tahun 2018 di Jalan Aek Nabara-Negeri Lama. Dan akan digunakan
untuk perencanaan perkerasan jalan tahun 2019, dengan umur rencana yang
ditentukan 10 tahun. Pertumbuhan lalu lintas diperhitungkan mencapai 6% dalam
setiap tahun.

Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-rata Ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama

Tahun
No Jenis Kendaraan 2018 2021
2019
(survey awal) (awal rencana)
1 Sepeda motor (1) 6359 6741 7574
2 Mobil penumpang/sedan (2) 817 866 973
3 Oplet (3) 94 100 112
4 Pick up/mikro truk (4) 393 417 468
5 Bus kecil (5a) 151 160 180
6 Bus besar (5b) 10 11 12
7 Truk ringan 2 sumbu (6a) 1005 1065 1197
8 Truk sedang 2 sumbu (6b) 30 32 36
9 Truk 3 As (7a) 211 224 251
10 Trailer 4 As (7c) 1 1 1
Total 9071 9617 10804
Sumber: Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara

62
4.1.2 Menentukan Nilai CESA
a. Menentukan nilai VDF komposisi kendaraan berdasarkan tabel 2.27
Tabel 4.2 Nilai VDF
Kendaraan Sumbu VDF4 VDF5
Sepeda motor - - -
Mobil penumpang, angkot, pick up 1.1 - -
Bus Kecil 1.1 0,3 0,2
Bus Besar 1.2 1,0 1,0
Truk Ringan 2 AS 1.2 0,8 0,8
Truk Sedang 2 AS 1.2 1,6 1,7
Truk As 3 1.2.2 7,6 11,2
Truk Gandeng 1.2+2.2 36,9 90,4
Sumber: Manual Desain perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

b. Menentukan faktor pengali pertumbuhan lalu lintas dilihat pada rumus 2.3
(1 + 0,01. i)UR − 1
R= (𝑟𝑢𝑚𝑢𝑠 2.3)
0,01. i
(1 + 0,01. 6)10 − 1
R=
0,01.6
R = 13,1810
c. Menentukan faktor distribusi lajur berdasarkan tabel yang disajikan BM
2017, faktor distribusi arah sebesar 100%. Maka, nilai CESA dapat
direkapitulasi seperti pada tabel berikut.
Tabel 4. 3 Lalu Lintas Harian Rata-rata Pada Awal Umur Rencana
Tahun
2019 2021
Jenis Kendaraan

Mobil Penumpang 866 973

Oplet & Pick up 517 580


Bus Kecil 160 180

Bus Besar 11 12

Truk Ringan 2 AS 1065 1197

Truk Sedang 2 AS 32 36

Truk 3 As 224 251

Truk Gandeng 1 1

63
Tabel 4.4 LHR (Awal umur rencana) 2021
LHRT x VDF4
Kendaraan VDF4 LHRT DD DL
(ESA4)
Mobil Penumpang - 973 0,5 1 0
Opelet & pick up - 580 0,5 1 0
Bus Kecil 0,3 180 0,5 1 27
Bus Besar 1,0 12 0,5 1 6
Truk Ringan 2 As 0,8 1197 0,5 1 479
Truk Sedang 2 As 1,6 36 0,5 1 29
Truk Ringan 3 As 7,6 251 0,5 1 954
Truk Gandeng 36,9 1 0,5 1 19
ESA4 1514

Maka, dari perhitungan seperti tampak pada tabel rekapitulasi untuk


mendapatkan nilai CESA4 bisa diselesaikan dengan menggunakan rumus 2.5
CESA4 = ESA4 x 365 x R (rumus 2.5)
= 1514 x 365 x 13,1810
= 7.283.952,4100 ESAL
Menggunakan TM sebesar 1,8 diambil yang minimum dari Kelelahan lapisan
aspal antara 1,8 – 2, maka untuk mendapatkan CESA5 menggunakan rumus 2.6
CESA5 = TM x CESA4 (rumus 2.6)
= 1,8 x 7.283.952,4100
= 13.111.114,3400

4.1.3 Penentuan Dan Pemilihan Jenis Perkerasan


Pemilihan perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur
rencana, dan kondisi pondasi jalan. Manual Desain Perkerasan No.
04/SE/Db/2017 menyajikan solusi alternatif menggunakan tabel 4.4. Untuk
menentukan pemilihan jenis perkerasan yang digunakan CESA4. Untuk CESA4
dengan umur rencana selama 10 tahun didapat sebesar 7.283.952,4100 ESAL;
sehingga tipe perkerasan yang dipilih yaitu AC tebal diatas lapis pondasi berbutir.
Penentuan jenis perkerasan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

64
Tabel 4.5 Penentuan jenis pekerasan

Sumber: Manual Desain perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017

4.1.4 Menentukan Desain Tebal Perkerasan


Tebal yang akan dihasilkan oleh Manual Desain Perkerasan 2017 didapat
melalui bagan desain yang telah disediakan berdasarkan CESA5 yang telah
didapat. Untuk CESA5 dengan umur rencana selama 10 tahun didapat sebesar
13.111.114,3400 sehingga untuk desain perkerasan lenturnya dapat dilihat pada
tabel 4.6 dibawah ini.

65
Tabel 4.6 Menentukan Tebal Perkerasan

Tabel 4.6 Desain Perkerasan Lentur

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017


Perkerasan dengan CTB pada tabel 4.6 tidak memungkinkan untuk
digunakan karena faktor ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia,
tidak praktis pada pelebaran perkerasan lentur dan konstruksi CTB membutuhkan
kontraktor yang kompeten dengan sumber daya peralatan yang memadai. Maka
untuk memperoleh hasil tebal lapis perkerasan yang dipakai dapat dicari dengan
menggunakan bagan desain - 3B pada lampiran 6 .

66
Tabel 4.7 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Fondasi Berbutir
(sebagai alternative dari Bagan Desain-3 dan 3A)

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017


Catatan Bagan Desain – 3B:
1. FFF1 atau FFF2 harus diutamakan daripada solusi FF1 dan FF2 (bagian
Desain – 3A) atau dalam situasi jika HRS berpotensi mengalami rutting.
2. Perkerasan dengan CTB (Bagan Desain – 3) dan pilihan perkerasan kaku
dapat lebih efektif biaya tapi tidak praktis jika sumber daya yang
dibutuhkan tidak tersedia.
3. Untuk desain perkerasan lentur dengan beban > 10 juta CESA5,
diutamakan menggunakan Bagan Desain – 3B. Bagan desain – 3B
digunakan jika CTB sulit untuk dimplementasi. Solusi dari FFF5-FFF9
dapat lebih praktis daripada solusi Bagian Desain -3 atau 4 untuk situasi
seperti:
a Perkerasan kaku atau CTB bisa menjadi tidak praktis pada
pelebaran perkerasan lentur eksisting atau,
b Diatas tanah yang berpotensi konsolidasi atau,
c Pergerakan tidak seragam (dalam hal perkerasan kaku) atau,
d Jika sumber daya kontraktor tidak tersedia.
4. Tebal minimum lapis pondasi agregat yang tercantum di dalam Bagan
Desain -3 dan 3A diperlukan untuk memastikan drainase yang mencukupi

67
sehingga dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan pada musim
hujan. Kondisi tersebut berlaku untuk memastikan drainase yang
mencukupi sehingga dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan
pada musim hujan. Kondisi tersebut berlaku untuk semua bagan desain
kecualli Bagan Desain -3B.
5. Tebal LFA berdasarkan Bagian Desain – 3B dapat dikurangi untuk
subgrade dengan daya dukung lebih tinggi dan struktur perkerasan dapat
mengalirkan air dengan baik (faktor m ≥ 1). Lihat Bagan desain 3C.
6. Semua CBR adalah nilai setelah sampel direndam 4 hari.

Maka dari hasil perhitungan tebal lapis perkerasan dengan menggunakan


metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017 maka diperoleh susunan lapisan perkerasan
sebagai berikut :

4 cm Lapisan AC-WC

6 cm Lapisan AC-BC

14,5 cm Lapisan AC-Base

30 cm LPA Kelas A

Lapisan Tanah Dasar

Gambar 4.1 Susunan Lapisan Perkerasan Metode MDPJ No. 04/SE/Db/2017

68
4.2 Perhitungan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Pd. T- 05- 2005-B
4.2.1 Data Lalu Lintas

Data lalu lintas dibawah merupakan data lalu lintas pada ruas Jalan Aek
Nabara-Negeri Lama dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas 6%.

Tabel 4.8 Data Lalu Lintas Awal Tahun Rencana


Tahun 2019
Jenis Kendaraan
Mobil Penumpang 866

Opelet & pick up 517


Bus Kecil 160

Bus Besar 11

Truk Ringan 2 As 1065

Truk Sedang 2 As 32

Truk As 3 224

Truk Gandeng 1

 Pertumbuhan lalu lintas adalah 6%


 Umur rencana jalan adalah 10 tahun
 Klasifikasi jalan adalah kolektor primer

4.2.2 Data Lendutan


Sebelum menentukan tingkat keseragaman lendutan yang terkoreksi,
pertama sekali dilaksanakan adalah menghitung lendutan dengan alat Benkelman
Beam (BB). Dibawah ini merupakan data hasil perhitungan lendutan balik
terkoreksi dengan menggunakan metode lendutan Benkelman Beam pada ruas
jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu pada Sta 311+600 s/d
Sta 312+600.

69
Tabel 4.9 Data Lendutan Benkelman Beam (BB)
BEBAN
LENDUTAN BALIK TEMPERATUR FKB-
NO STA UJI Ft Ca DB DB^2
BB
TON d1 d2 d3 d4 Tu Tp Tt Tb TL
1 311+600 8.200 16.6700 16.4130 16.2730 16.1030 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.2461 1.5529
2 311+700 8.200 16.5000 16.2850 16.4560 15.9650 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.1758 1.3825
3 311+800 8.200 16.3000 16.1560 16.0260 15.8260 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0417 1.0852
4 311+900 8.200 16.1670 16.0280 15.9030 15.6890 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0505 1.1036
5 312+000 8.200 16.0000 15.9000 15.7800 15.5500 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 0.9890 0.9781
6 312+100 8.200 17.0000 16.8800 16.7500 16.5300 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0330 1.0670
7 312+200 8.200 18.0000 17.8600 17.7100 17.5100 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.0769 1.1597
8 312+300 8.200 19.0000 18.8500 18.6800 18.4900 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.1209 1.2563
9 312+400 8.200 20.0000 19.8300 19.6400 19.4600 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.1868 1.4085
10 312+500 8.200 21.0000 20.8100 20.6100 20.4400 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.2308 1.5148
11 312+600 8.200 22.0000 20.8100 21.5700 21.4100 30.0000 41.0000 40.1000 35.4000 38.8333 0.9254 1.2000 0.9896 1.2967 1.6814
Jumlah 12.4482 14.1901
Lendutan Rata-rata (DR) 1.1317
Jumlah titik (ns) 11
Deviasi standar (s) 0.1015

70
Keterangan:
dB = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB (rumus 2.14)
dB = lendutan balik
d1 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
d4 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
Ft = factor penyesuaian terhadap temperature Standar 35℃
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari
temperature
udara yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb (rumus 2.15)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal
Tb = temperatur bawah lapis beraspal
Ca = factor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka
air tanah tinggi
Maka:
dB (311+600) = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB
= 2(16,6700 - 16,1030) x 0,9254 x 1,2000 x 0,9896
= 1,2461
dB (311+700) = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB
= 2(16,5000 - 15,9650) x 0,9254 x 1,2000 x 0,9896
= 1,1758
dB (311+800) = 2(d1-d4) x Ft x Ca x FKB-BB
= 2(16,3000- 15,8260) x 0,9254 x 1,2000 x 0,9896
= 1,0417
dB (311+600) s/d dB (312+600) dicari dengan rumus yang sama seperti
diatas.

71
DR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
= jumlah total ds / jumlah titik (rumus 2.18)
= 12,44 / 11
= 1,1317
S = standar deviasi (rumus 2.19)
n n 2
ns (∑1 s d2 ) − (∑1 s d)
=√
ns (ns − 1)

11 (14,1901) − (12,4482)2
=√
11 (11 − 1)
= 0,1015
FKB-BB = factor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
= 77,3430 x (Beban Uji dalam ton)-2,0715 (rumus 2.16)
= 77,3430 x (8,2 ton)-2,0715
= 0,9896
a. Faktor Keseragaman (FK)
FK = (S/Drata-rata) x 100% (rumus 2.17)
FK = (0,1015 / 1,1317) x 100%
FK = 8,9688 %

Faktor keseragaman 0 % ≤ 8,9688 % ≤ 10 % , maka dapat disimpulkan


keseragaman sangat baik.

b. Lendutan Wakil
Menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan
dengan ketentuan jenis jalan adalah jalan kolektor.
Dwakil = Drata-rata + 1,64S (rumus 2.21)
= 1,1317 + 1,6400 (0,1015)
= 1,2982
c. Menentukan Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan
Perkembangan Lalu Lintas (N)
diketahui: r = 6%
n = 10 tahun

72
1 n
(1 + r)n−1 − 1
N = [1 + (1 + r) + 2(1 + r) ] (rumus 2.12)
2 r
1 10
(1 + 6%)10−1 − 1
N = [1 + (1 + 6%) + 2(1 + 6%) ]
2 6%
N = 13,5762
d. Menentukan Jumlah Lajur
Dengan lebar jalan = 5,00 m maka dari tabel didapat jumah lajur = 2 (tabel
2.13) 4,50 m ≤ L ≤ 8,00 m.
e. Menentukan Koefisien Distribusi Kendaraan
Berdasarkan Tabel 2.14 dengan jumlah lajur = 2 dan jumlah arah = 2,
maka diperoleh nilai C = 0,50 untuk kendaraan ringan dan nilai C = 0,5
untuk kendaraan berat.
f. Menentukan Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
 Gol. 2 Mobil penumpang = 2 ton (1+1)
Sumbu depan = 1 ton (rumus 2.8)
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400

1000 4
=[ ]
5400
= 0, 0012
Sumbu belakang = 1 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400

1000 4
=[ ]
5400
= 0,0012
Maka, angka ekivalen beban sumbu untuk Gol. 2 Mobil Penumpang
adalah = 0.0012 + 0.0012 = 0,0024

 Gol. 5b Bus Besar = 9 ton (3+6)


Sumbu depan = 3 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400

73
3000 4
=[ ]
5400
= 0,0953
Sumbu Belakang ganda = 6 ton (rumus 2.9)
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRG =[ ]
8160

6000 4
=[ ]
8160
= 0.2923
Maka, angka ekivalen beban sumbu untuk Gol. 5a Bus Kecil adalah
= 0,0953 + 0.2923= 0,3876

 Gol. 7a Truk Ringan 3 As = 20 ton (6 + 14)


Sumbu depan = 6 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400

6000 4
=[ ]
5400
= 1,5242
Sumbu belakang dual ganda = 14 ton (rumus 2.10)
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen SDRG =[ ]
13760

14000 4
=[ ]
13760
= 1,0716
Maka, angka ekivalen untuk Gol. 7a Truk Berat adalah
= 1,5242 +1,0716 = 2,5958

 Gol. 7c Truk Gandeng 4 As = 30 ton (6+10 +14)


Sumbu depan = 6 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRT =[ ]
5400

6000 4
=[ ]
5400

74
= 1,5242
Sumbu tengah ganda = 10 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen STRG =[ ]
5400

10000 4
=[ ]
8160
= 2,2555
Sumbu belakang dual ganda = 14 ton
Beban Sumbu Kendaraan (kg) 4
Angka ekivalen SDRG =[ ]
8160

14000 4
=[ ]
13760
= 1,0716
Maka, angka ekivalen untuk Gol. 7a Truk Berat adalah
= 1,5242 +2,2555 + 1,0716 = 4,8513

Tabel 4.10 Angka Ekivalen Kendaraan


Gol Jenis Kendaraan Angka Ekivalen
2 Kendaraan Penumpang 0,0024

3&4 Opelet, Pick up dan Minibus 0,0200

5a Bus Kecil 0,1141

5b Bus Besar 0,3876

6a Truk Ringan 2 As 0,3252

6b Truk Sedang 2 As 1,6588

7a Truk 3 As 2,5958

7c Truk Gandeng 4 As 4,8513

75
g. Perhitungan Akumulasi Beban Sumbu Standard (CESA)
Tabel 4.11 LHR Diawal Tahun Pelaksanaan

Tahun
Jenis Kendaraan 2019 2021

Mobil Penumpang 866 973

Oplet & pick up 517 580


Bus Kecil 160 180

Bus Besar 11 12

Truk Ringan 2 As 1065 1197

Truk Sedang 2 As 32 36

Truk 3 As 224 251

Truk Gandeng 4 As 1 1
Sumber: Dinas Bina Marga Dan Bina Konstruksi Provinsi
Sumatera Utara
Tabel 4.12 Perhitungan Nilai CESA
Gol LHR Hari E Koef. C N CESA
2 973 365 0.0024 0.5000 13.5762 5785,8235
3&4 580 365 0.0200 0.5000 13.5762 28740,8154
5a 180 365 0.1141 0.5000 13.5762 50886,1092
5b 12 365 0.3876 0.5000 13.5762 11524,0759
6a 1197 365 0.3252 0.5000 13.5762 964463,4709
6b 36 365 1.6588 0.5000 13.5762 147957,7177
7a 251 365 2.5958 0.5000 13.5762 1614306,6864
7c 1 365 4.8513 0.5000 13.5762 12019,8550
Total 2835684,5539

h. Menghitung Lendutan Rencana/Ijin


Drencana = 22,208 x (CESA)-0,2307 (dilihat rumus 2.24)
Drencana = 22,208 x (2835684,5539)-0,2307
Drencana = 0,7209

76
i. Menghitung Tebal Lapis Tambah/Overlay (Ho)
Untuk menentukan tebal lapis tambah/overlay (Ho) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus 2.25.
[Ln (1,0364) + Ln (Dsbl ov ) + Ln (Dstl ov )]
HO =
0,0597
[Ln (1,0364) + Ln (1,2982) + Ln (0,7209)]
HO =
0,0597
HO = 10,8845
j. Menentukan Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo)
Lokasi ruas Jalan Aek Nabara-Negeri Lama, diperoleh temperatur
perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) = 34,8. Maka faktor koreksi tebal
lapis tambah (Fo) menggunakan rumus 2.26 sebagai berikut:
Fo = 0,5032 x EXP(0.0194x34,8)
Fo = 0,9884
k. Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ht) menggunakan rumus 2.28
Ht = Ho x Fo
Ht = 10,6620 x 0,9884
Ht = 10,5383
l. Menentukan Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian.
Untuk lapis tambah yang menggunakan laston maka modulus resilien
(MR) sebesar 2000 mpa dan Stabilitas marshall minimum 800 kg. Apabila
campuran untuk lapis tambah menggunakan laston modifikasi dan lataston
atau campuran beraspal yang memiliki sifat berbeda dapat menggunakan
faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian sesuai rumus 2.27.
FKTBL = 12,5100 x MR(-0,333)
FKTBL = 0,9954
m. Menghitung Tebal Lapis Tambah Koreksi
Ht = Ho x FKTBL (rumus 2.28)
Ht = 10,8845 x 0,9954
Ht = 10,8344 ≈ 11 cm
Menurut Metode Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
bahwa tebal lapis AC-WC minimum adalah 4 cm. Maka tebal lapis

77
tambah Ht sisa = 11 – 4 = 7 cm, maka lapis tambah dibagi menjadi 2 lapis
yaitu terdiri dari:
 AC-WC = 4 cm
 Ht sisa = AC-WC = 7 cm (diganti menjadi lapis AC-BC)
11 = a1 d1 + a2 d2
Dimana faktor kekuatan relatif a1 untuk AC-WC = 0,40 dan a2
untuk AC-BC = 0,35 (dilihat pada lampiran 8).
11 = 4 + a1 d2
0,40
AC − BC = x 7 = 8 cm
0,35
Jadi, didapat tebal lapis AC-BC = 8 cm

AC-WC = 4 cm

Overlay AC-BC = 8 cm

Perkerasan eksisting

Gambar 4.2 Susunan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Pd. T-05- 2005-B

4.3 Perhitungan Saluran Drainase Menggunakan Metode Pd T-02-2006-B


Ada beberapa perhitungan mencari intensitas curah hujan untuk mencari
debit rencana sebelum merancang dimensi saluran, berikut merupakan tahapan
perencanaan drainase pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten
Labuhan Batu provinsi Sumatera Utara. Perhitungan saluran drainase dilakukan
pada STA 311+600 s/d STA 312+600.

4.3.1 Menghitung Luasan Daerah Aliran Air


Perancangan drainase pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama
Kabupaten Labuhan Batu provinsi Sumatera Utara STA 311+600 s/d STA

78
312+600 harus disesuaikan dengan luas dan kondisi jalan, luasan bahu jalan,
panjang drainase, dan luasan dari sekitar luar jalan yang akan direncanakan.

3.5 m

Lapisan Aspal = 2%
1m

Bahu Jalan = 4%

15 m
Daerah Samping = 4%

Gambar 4.3 Tampak Atas Luasan

i=2% i=2%
i=4% i=4%

Gambar 4.4 Potongan Melintang Saluran Drainase

Panjang saluran drainase (L) = 1000 meter


I1 = lebar perkerasan jalan (aspal) = 3,50 meter
I2 = lebar bahu jalan = 1,00 meter
I3 = lebar bagian luar jalan = 15,00 meter
Daerah luasan pengaliran air pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama
Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara pada Sta 311+600 s/d Sta
312+600 yaitu:
 Aspal A1 = 3,50 m x 1000 m = 3500 m2
 Bahu jalan A2 = 1,00 m x 1000 m = 1000 m2
 Daerah samping A3 = 15,00 m x 1000 m = 15000 m2

79
4.3.2 Besar Koefisien (C)
Besar koefisien (C) merupakan perbandingan antara jumlah air hujan yang
mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang
jatuh dari atmosfer. Besaran koefisien ini dipengaruhi oleh tata guna lahan,
kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Adapun koefisien yang diperoleh dari
ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera
Utara pada Sta 311+600 s/d Sta 312+600 yaitu:
 Aspal (0,70-0,95) I1, koefisien C1 = 0,85 (tabel 2.24)
 Bahu Jalan (batuan masif keras 0,70-0,85) I2, koefisien C2 = 0,75 (tabel 2.24)
 Daerah Industri/Persawitan (0,60-0,90) I3, koefisien C3 = 0,65 (tabel 2.24)
 Faktor Limpasan (Tata Guna Lahan Perindustrian) Fk = 1,20 (tabel 2.24)

Adapun koefisien rata-rata yang didapat bedasarkan perhitungan luasan daerah


pengaliran air yaitu:
C1 A1 + C2 A2 + C3 A3 . fk
C= (rumus 2.30)
A1 + A2 + A3
(0,8500 𝑥 3500) + (0,7500 𝑥 1000) + (0,6500 𝑥 15000 x 1,2000 )
=
(3500 + 1 000 + 15000)
= 0,7910

4.3.3 Perhitungan Waktu Konsentrasi (Tc)


Waktu Konsentrasi (Tc) yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan
di bagian hilir suatu saluran. Berikut perhitungan mencari waktu konsentrasi
aliran pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Propinsi Sumatera Utara pada Sta 311+600 s/d Sta 312+600 dengan cara:
2 nd 0,167
T = ( x 3,28 x Lo x ) menggunakan Rumus 2.35
3 √s
 nd = 0,0130 (Lapisan semen dan aspal beton) tabel 2.25
kemiringan (s) lapisan perkerasan 2% tabel 2.21
2 0,0130 0,1670
Taspal = ( x 3,2800 x 3,5000 x )
3 √0,0200
= 0,9429 menit

80
 nd = 0,1000 (permukaan licin dan kokoh) tabel 2.25
kemiringan (s) lapisan perkerasan 4%
2 0,1000 0,1670
Tbahu jalan = ( x 3,2800 x 1,0000 x )
3 √0,0400
= 1,0150 menit

 nd = 0,4000 (Padang rumput dan rerumputan) tabel 2.25


kemiringan (s) lapisan perkerasan 4%.
2 0,4000 0,1670
Tdaerah samping = ( x 3,2800 x 15,0000 x )
3 √0,0400
= 2,0110 menit

T1 dari badan jalan = Taspal + Tbahu menggunakan Rumus 2.34


= 0,9429+ 1,0150
= 1,9579 menit
T1 dari daerah samping = 2,0110 menit

T1 dari badan jalan ≥ T1 dari daerah samping


1,9579 ≤ 2,0110
Maka nilai T1 diambil yang nilai yang lebih besar yaitu 2,0110 menit
L
T𝐶 =
60 x V

(Jenis Material lempung padat maka V = 1,1) lihat tabel 2.22

1000
T2 = (dilihat rumus 2.36)
60 x 1,1
= 15,1500 menit
Tc = T1 + T2 (dilihat rumus 2.34)
= 2,0110 + 15,1500
= 17,1610 menit
Maka didapat waktu konsentrasi pengaliran air sebesar 17,1610 menit

81
4.3.4 Menentukan Intensitas Curah Hujan
Dengan data curah hujan yang diperoleh dari BMKG maka selanjutnya
data curah hujan tersebut diolah untuk mencari intensitas curah hujan rencana.
Berikut merupakan perhitungan intensitas curah hujan rencana bisa dilihat pada
tabel 4.13 di bawah ini
Tabel 4.13 Perhitungan Intensitas Curah Hujan

No Tahun Xterurut (xi - xave)2

1 2009 174,7500 28,5369


2 2010 174,2500 23,4449
3 2011 183,7500 205,6929
4 2012 135,2500 1166,7689
5 2013 171,5000 4,3764
6 2014 179,4200 100,2401
7 2015 166,7500 7,0649
8 2016 141,3300 788,3741
9 2017 189,0800 386,9876
10 2018 178,0000 73,8225
JUMLAH 1694,0800 2785,3092

∑ 𝑋𝑖
Xave =
n
1694,0800
Xave =
10
Xave = 169,4080 mm

0,5
∑(Xi −Xave )2
Sd =( ) (rumus 2.31)
n−1

2785,3092 0,5
Sd =( )
10 − 1
Sd = 17,5920

Untuk periode ulang 10 tahun (T) = 10 Tahun


YT = 2,2504 (tabel 2.26)

82
Yn = 0,4952 (tabel 2.27)
Sn = 0,9497 (tabel 2.28)
YT −Yn
Xt = Xave + (Sd x ( )) (rumus 2.33)
Sn

2,2502 − 0,4954
Xt = 169,4080 + (17,5920 × ( ))
0,9497

= 201,9135 mm/jam
90% 𝑥 Xt
I = (rumus 2.37)
4
90% 𝑥 201,9135
I =
4
I = 45,4305 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚

I= 45,4305 mm/jam,
Tc=17,1610 menit
didapat I max = 185 mm/jam

KURVA BASIS
Gambar 4.5 Lengkung Intensitas
Dari kurva dengan memotong intensitas hujan kurva rencana dan intensitas
hujan maksimum, maka didapat Imax =185 mm/jam dengan panjang jalan =1000m.

4.3.5 Perhitungan debit air rencana


Perhitungan debit rencana dilakukan setelah didapat nilai intensitas hujan
yang direncanakan. Perhitungan debit rencana ini digunakan untuk mendimensi

83
saluran drainase yang akan dirancang. Berikut merupakan perhitungan debit
rencana pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
provinsi Sumatera Utara STA 311+600 s/d STA 312+600.
A = (3,5000 x 1000) + (1,0000 x 1000) + (15,0000 x1000)
= 19500 m2
= 0,0195 km2
C = 0,7910
I = 185 mm/jam
1
Q = x C x I x A (rumus 2.39)
3,6
1
Q = x 0,7910 x 185 x 0,0195
3,6
= 0,7926 m3/detik

4.3.6 Dimensi Saluran Drainase


Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang ditampung oleh
saluran, setelah debit rencana sudah didapat maka berikutnya dapat dihitung
dimensi dari drainase yang akan dirancang, berikut adalah perhitungan dimensi
dari drainase yang akan dirancang pada ruas jalan Aek Nabara-Negeri Lama
Kabupaten Labuhan Batu provinsi Sumatera Utara Sta 311+600 s/d Sta 312+600.
Bentuk saluran yang direncanakan adalah sebagai berikut
1. Penampang Persegi
 Saluran direncanakan dibuat dari pasangan batu dengan kecepatan aliran
yang diizinkan 1,1000 m/detik
 Bentuk penampang: Persegi
 Angka kekasaran permukaan saluran Manning, n = 0,0230 saluran tanah ,
lurus teratur dengan keadaan sedang (tabel 2.23)
 Qrencana = 0,7926 m3/detik
 Luas penampang basah
A = b x h (rumus 2.40)
A
b = (rumus 2.44)
h
b = 2h (Syarat Ekonomis)

84
Q = V x A (rumus 2.38)
0,7926 = 1,1000 x A
A = 0,7205 meter2
A = 2h2
0,7205 = 2h2
h2 = 0,3603 meter2
h = 0,6002 meter
b = 2h (rumus 2.45)
= 2 x 0,6002
= 1,2004 meter
w = √0,5000 × h (rumus 2.46)

= √0,5000 × 0,6002
= 0,5478 meter

htotal =h+w
htotal = 0,6002 + 0,5478

htotal = 1,1480 meter

Volume = Luas persegi x Panjang

= (1,1480 x 1,2004) x 1000

= 1,3781 x 1000

= 1378,1000 m3

85
w = 0.5478 m

htot = 1.480 m

h = 0.6002 m

b = 1.2004 m

Gambar 4.6 Penampang Persegi

2. Penampang Berbentuk Trapesium.


 Saluran direncanakan saluran tanah yang teratur dengan kecepatan aliran
yang diizinkan 1,1000 m/detik
 Bentuk penampang: trapesium
 Angka kekasaran permukaan saluran Manning, n = 0,0230 saluran tanah,
lurus teratur dengan keadaaan sedang (tabel 2.23)
 Qrencana = 0,7926 m3/detik
 Kemiringan dinding saluran 1:1√3
 Luas penampang basah
Q =VxA
0,7926 = 1,1000 x A
A = 0,7205 meter2
A = h2 √3
A
h2 =
√3
0,7205 0,5
h = ( )
√3
h = 0,6449 meter
2
b = h√3 (rumus 2.51)
3

86
2
b = × 0,6449 × √3
3
b = 0,7447 meter

w = √0,5000 × h
= √0,5000 × 0,6449
= 0,5678

htotal =h+w
= 0,6449 + 0,5678 meter
= 1,2127 meter
m = 1: √3

Volume = luas trapesium x panjang saluran


a+b
=( x t) x 1000
2
2,8897 + 0,7447
=( x 1,2127) x 1000
2
= 2,2037m³

w = 0.5678 m

htot = 1.2127 m
1

0.58 h = 0.6449 m

b = 0.7447 m

Gambar 4.7 Penampang Trapesium

87
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari analisis perhitungan, maka diperoleh data-data yang dapat


disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari perhitungan perkerasan dengan menggunakan Metode Manual
Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 didapat CESAL
13.111.114,34. Maka didapat tebal lapis perkerasan lentur untuk
pelebaran Jalan Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu
Sta 311+600 s/d Sta 312+600 yaitu :
 Lapisan permukaan (AC-WC) = 4 cm

 Lapis permukaan antara (AC-BC) = 6 cm

 Lapis permukaan bawah (AC-Base) = 14,5 cm

 Lapisan pondasi aggregate kelas A = 30 cm

Kelebihan perhitungan perkerasan dengan menggunakan Metode Manual


Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 adalah konstruksi perkerasan
tidak mudah amblas dan retak, dikarenakan lapis pondasi aggregate kelas
A yang tebal, sehingga gaya lintang dari beban roda dapat ditahan.

Kekurangan perhitungan perkerasan dengan menggunakan Metode


Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 adalah lebih mahal
dikarenakan lapis pondasi atas yang lebih tebal, hal ini dikarenakan biaya
lapis pondasi aggregate kelas A lebih mahal.

Dari perhitungan perkerasan dengan menggunakan Metode Pd. T-01-


2002-B didapat tebal lapis perkerasan lentur untuk pelebaran Jalan
Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu (sumber: Dinas
Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara) yaitu:
 Lapis Permukaan Aspal = 10 cm
 Lapis Pondasi Atas = 15 cm

88
 Lapis Pondasi Bawah = 20 cm

Kelebihan perhitungan perkerasan dengan menggunakan Metode Pd. T-01-


2002-B adalah lebih murah dikarenakan lapis pondasi atas yang lebih tipis,
hal ini dikarenakan biaya lapis pondasi atas lebih mahal dibandingkan
lapis pondasi bawah maupun lapis permukaan.

Kekurangan perhitungan perkerasan dengan menggunakan Metode Pd. T-


01-2002-B adalah mudahnya amblas dan retak pada konstruksi perkerasan,
dikarenakan tipisnya lapis pondasi atas, hal ini disebabkan gaya lintang
dari beban roda tidak dapat ditahan oleh lapis pondasi atas yang tipis.

2. Dari perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan


menggunakan Metode lendutan Pd T-05-2005-B, maka didapat tebal
Slapis perkerasan lentur untuk Jalan Aek Nabara-Negeri Lama
Kabupaten Labuhan Batu Sta 311+600 s/d Sta 312+600 yaitu :
 Lapisan permukaan (AC-WC) = 4 cm

 Lapis permukaan antara (AC-BC) = 8 cm

3. Dari perhitungan dimensi saluran drainase dengan menggunakan


metode Pd T-02-2006-B, maka di dapat dimensi drainase untuk Jalan
Aek Nabara-Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu Sta 311+600 s/d
Sta 311+600 yaitu:
 Penampang Persegi

Tinggi muka air (h) = 0,6002 meter


Tinggi jagaan (w) = 0,5478 meter
Tinggi total (htotal) = 1,1480 meter
Lebar drainase (b) = 1,2740 meter

 Penampang Trapesium

Tinggi muka air (h) = 0,6449 meter


Tinggi jagaan (w) = 0,5678 meter
Tinggi total (htotal) = 1,2127 meter
Lebar dasar drainase (b) = 0,7447 meter

89
5.2 Saran
1. Semakin dekat jarak antar titik pengujian lendutan dengan
menggunakan alat Benkelman Beam, maka data lendutan yang didapat
akan lebih baik dan akurat, selain itu juga agar perencanaan tebal lapis
tambah lebih optimal, sehingga tidak mudah amblas dan mengalami
retak.

2. Jika dalam mendimensi saluran sangat diperhatikan penggunaan kurva


basis dengan teliti dan benar, maka akan diperoleh nilai intensitas curah
hujan maksimum, sehingga didapat dimensi saluran yang optimal.

90
DAFTAR PUSTAKA

Bina Marga, 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota


No.038/BM/1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jendral Bina Marga.
Bina Marga, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga.
Bina Marga, 2005. Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Metode
Pd. T-05-2005-B. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jendral Bina Marga.
Bina Marga, 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan No.04/SE/Db/2017. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga.
Bina Marga, 2006. Perencanaan Sistem Drainase Jalan Pd T-02-2006-B. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga.
Bina Marga, 1994. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan SNI 03-
4342-1994.
Sukirman, Silvia, 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.
Sukirman, Silvia, 2003. Perkerasan Jalan Raya. Bandung: Nova.
DINAS BINA MARGA DAN BINA KONSTRUKSI PROVINSI SUMATERA UTARA
PERENCANAAN TEKNIS JALAN DAN JEMBATAN GAMBAR SKETSA SITUASI POS
PAKET : PERENCANAAN TEKNIS JALAN RUAS AEK NABARA-NEGERI LAMA-TJ.SARANG ELANG
KONSULTAN CV. EKA VISI

PERHITUNGAN LALU LINTAS TANGGAL, BULAN, TAHUN Arah 1


Negeri Lama
Aek Nabara
Arah 2
RUAS : 3 NOMOR POS 13

NAMA RUAS : Aek Nabara - Negeri lama DARI NODE 18 19 Pos Pengamatan

KENDERAAN BERMOTOR CUACA


KENDERAAN RINGAN KENDERAAN ANGKUTAN BARANG
1 2 3 4 5a 5b 6a 6b 7a 7b 7c

WAKTU

PICK UP, MICRO


SEPEDA MOTOR, OPELET (PICK UP
SEDAN ST. TRUK, MOBIL TRUCK RINGAN 2 TRUCK SEDANG 2
SEKUTER, SEPEDA COMBI, SUBUR BAN), BUS KECIL BUS BESAR TRUCK AS 3 TRUK GANDENG TRUK SEMI TRAILER
WAGON JEEP HANTARAN, PICK SUMBU SUMBU
KUMBANG DAN RODA 3 OPELET
UP BOX

Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah
Total Total Total Total Total Total Total Total Total Total Total
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
06.00-07.00 145 125 270 8 11 19 8 4 12 9 9 11 8 19 1 1 25 30 55 0 7 7 0 0
07.00-08.00 335 225 560 28 16 44 15 9 24 6 2 8 9 10 19 0 20 29 49 1 1 2 12 4 16 0 0 0
08.00-09.00 169 159 328 14 30 44 11 10 21 30 4 34 2 1 3 0 2 24 26 2 2 12 4 16 0 0
09.00-10.00 139 160 299 18 37 55 9 9 18 13 31 3 3 0 9 22 31 0 2 3 5 0 0
10.00-11.00 165 162 327 17 27 44 2 2 10 2 12 2 2 4 0 30 15 45 2 2 8 8 1 1 0
11.00-12.00 170 175 345 25 30 55 2 2 4 6 10 3 5 8 0 33 16 49 5 5 9 7 16 0 0
12.00-13.00 195 175 370 27 16 43 2 2 10 5 15 2 3 5 0 53 18 71 0 7 5 12 0 0
13.00-14.00 240 250 490 19 20 39 1 1 12 15 27 14 13 27 0 55 23 78 0 10 10 20 0 0
14.00-15.00 227 253 480 27 22 49 0 17 20 37 7 10 17 0 41 25 66 2 1 3 1 5 6 0 0
15.00-16.00 185 197 382 19 22 41 0 13 21 34 7 2 9 0 41 25 66 2 2 3 9 12 0 0
16.00-17.00 240 220 460 24 26 50 0 21 12 33 5 2 7 0 38 42 80 1 1 3 17 20 0 0
17.00-18.00 271 271 542 35 32 67 7 7 6 6 5 2 7 0 26 23 49 1 1 2 1 5 6 0 0
18.00-19.00 148 175 323 32 23 55 9 9 6 5 11 3 2 5 0 13 39 52 1 2 3 2 12 14 0 0
19.00-20.00 217 125 342 27 17 44 0 3 6 9 2 1 3 0 31 26 57 0 1 9 10 0 0
20.00-21.00 74 89 163 15 15 30 0 7 10 17 2 1 3 3 3 14 18 32 0 2 10 12 0 0
21.00-22.00 40 50 90 11 15 26 0 3 3 6 2 1 3 1 1 3 26 29 1 1 2 5 7 0 0
22.00-23.00 27 30 57 13 11 24 0 5 5 10 1 1 0 7 18 25 1 1 1 5 6 0 0
23.00-24.00 8 16 24 10 4 14 0 1 5 6 0 0 1 20 21 1 1 4 4 0 0
JUMLAH 2995 2857 5852 369 374 743 37 52 89 181 134 315 79 64 143 5 0 5 442 439 881 15 10 25 83 114 197 0 1 1 0 0 0

CATATAN : TIAP KOTAK DIATAS DIISI UNTUK 5 KENDERAAN


NAMA PETUGAS : PARAF : NAMA SUPERVISOR : PARAF : CUACA : 1. CERAH 3. MENDUNG
2. GERIMIS 4. HUJAN
DINAS BINA MARGA DAN BINA KONSTRUKSI PROVINSI SUMATERA UTARA
PERENCANAAN TEKNIS JALAN DAN JEMBATAN GAMBAR SKETSA SITUASI POS
PAKET : PERENCANAAN TEKNIS JALAN RUAS : AEK NABARA-NEGERI LAMA-TJ.SARANG ELANG
KONSULTAN CV. EKA VISI

PERHITUNGAN LALU LINTAS TANGGAL, BULAN, TAHUN Arah 1


Negeri Lama
Aek Nabara
Arah 2
RUAS : 3 NOMOR POS 13

NAMA RUAS : Aek Nabara - Negeri lama DARI NODE 18 19 Pos Pengamatan

KENDERAAN BERMOTOR CUACA


KENDERAAN RINGAN KENDERAAN ANGKUTAN BARANG
1 2 3 4 5a 5b 6a 6b 7a 7b 7c

WAKTU

SEPEDA MOTOR, OPELET (PICK UP PICK UP, MICRO


SEDAN ST. TRUCK RINGAN 2 TRUCK SEDANG 2
SEKUTER, SEPEDA COMBI, SUBUR BAN), TRUK, MOBIL BUS KECIL BUS BESAR TRUCK AS 3 TRUK GANDENG TRUK SEMI TRAILER
WAGON JEEP SUMBU SUMBU
KUMBANG DAN RODA 3 OPELET HANTARAN, PICK
Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah Arah
Total Total Total Total Total Total Total Total Total Total Total
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
24.00-01.00 3 2 5 5 2 7 0 2 2 4 0 0 2 16 18 1 1 1 1 0 0
01.00-02.00 4 4 8 3 3 6 0 1 3 4 1 1 0 1 15 16 1 1 0 0 0
02.00-03.00 2 2 2 1 3 0 2 6 8 0 0 7 5 12 0 1 1 0 0
03.00-04.00 3 1 4 1 1 0 2 2 4 0 0 5 7 12 0 0 0 0
04.00-05.00 8 6 14 1 1 1 1 3 2 5 1 1 3 3 6 12 18 1 1 1 1 2 0 0
05.00-06.00 35 44 79 13 3 16 3 3 36 3 39 1 1 3 3 16 16 2 2 4 4 0 0

JUMLAH 55 57 112 24 10 34 0 4 4 46 18 64 3 0 3 6 0 6 37 55 92 3 2 5 7 1 8 0 0 0 0 0 0
5964 777 93 379 146 11 973 30 205 1 0
5811 736 81 348 133 8 889 26 186
NAMA PETUGAS : PARAF : NAMA SUPERVISOR : PARAF : CUACA : 1. CERAH 3. MENDUNG
2. GERIMIS 4. HUJAN
PERENCANAAN DED JALAN AEK NABARA-NEGERI LAMA-TJ.SARANG ELANG
TRAFFIC COUNTING
Nama Ruas : Aek Nabara - Negeri lama
LHR Hari 1 LHR Hari 2 LHR Total Faktor LHR
NO JENIS KENDARAAN GOL
(24 Jam) (16 Jam) (40 Jam) Koefisien Taksiran
1 . Sepeda Motor, Sekuter, dan Kendaraan Roda tiga 1 5964 5811 11775 0.54 6359
2 . Sedan, Jeep dan Station Wagon 2 777 736 1513 0.54 817
3 . Oplet, Pick-Up Oplet, Suburban, Combi dan Mini Bus 3 93 81 174 0.54 94
4 . Pick-Up, Micro Truck dan Mobil Hantaran 4 379 348 727 0.54 393
5 . Bus Kecil 5a 146 133 279 0.54 151
6 . Bus Besar 5b 11 8 19 0.54 10
7 . Truk Ringan 2 Sumbu 6a 973 889 1862 0.54 1005
8 . Truk Sedang 2 Sumbu 6b 30 26 56 0.54 30
9 . Truk 3 Sumbu 7a 205 186 391 0.54 211
10 . Truk Gandeng 7b 1 0 1 0.54 1
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
DINAS BINA MARGA DAN BINA KONSTRUKSI
PROYEK PERENCANAAN JALAN DAN JEMBATAN

BENKLEMAN BEAM TEST FORM DL 2.1.2

Link No. : Province : Sumatera Utara


Link name : Aek Nabara - N. Lama - Tj. Sarang Elang Date of Test : 26 September 2018
KM post Datum from MDN : 309 + 000 - 317 + 000 Consultant : CV. Eka Visi
STA. : Perencanaan Teknik Pembangunan Jalan
Tested by : Mahmuddin Siregar

TEST LANE INCREASING / DECREASING DIRECTION


AXLE LOAD DEFLECTION FACTOR FL = 0.98
BEAM 1 ( L ) LEFT WHEEL GRADE MULTIPLYING FACTOR FM = 2
BEAM 1 ( R ) RIGHT WHEEL GRADE MULTIPLYING FACTOR FM = 2

R/S
Sta 311+400 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Baik Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
17.00 40.00 16.67 16.52 16.38 1.40 19.00 37.00 18.82 18.60 18.44 1.26 1.40 30 41
L/S
Sta 312+000 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Retak - retak Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
16.00 39.00 15.90 15.78 15.55 1.01 18.00 38.00 17.77 17.59 17.48 1.17 1.17 30 41
R/S
Sta 312+600 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Aus Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
22.00 38.00 21.79 21.57 21.42 1.31 17.00 40.00 16.82 16.70 16.50 1.13 1.31 30 41
L/S
Sta 314+000 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Retak - retak Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
14.00 39.00 13.71 13.63 13.49 1.15 11.00 38.00 10.88 10.63 10.51 1.10 1.15 30 41
R/S
Sta 314+400 Pavement width: 5.00 Time: Weather : cerah FE: 1.15 Pavement
°C
Pavement condition : Retak - retak Water table: Low Remark : Thickness
L d1 xt 12 d2 d3 d4 DL R d1 xt 12 d2 d3 d4 DR Dmax TU TP cm
17.00 39.00 16.85 16.67 16.53 1.06 13.00 40.00 12.75 12.63 12.43 1.28 1.28 30 41

Notes:
d1 = INITIAL GAUGE READING d4 = READING AT +/- 9 M
xt 12 = EXCAT MEASURED DISTANCE DL.DR = FM.FL.FE (d1 - d4)
TO d2 POSITION ( 30 - 40 CM ) Dmax LARGER OF DL AND DR
d2 = READING AT xt!2 FE = ERARGEMENT FACTOR DEPENDING
d3 = READING AT DIMENSION "C" ON SEASON AND DRAINAGE (MAX 1.15)
FM;FL = FROM SHEET DL 2.11
Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS Kt CBR
(kg) (kg/cm2) (%)
0,40 744 LASTON
0,35 590
0,32 454
0,30 340
0,35 744
0,31 590
0,28 454 Asbuton
0,26 340
0,30 340 Hot Rolled Asphalt
0,26 340 Aspal makadam
0,25 LAPEN (mekanis)
0,20 LAPEN (manual)
0,28 590
0,26 454 LASTON ATAS
0,24 340
0,23 LAPEN (mekanis)
0,19 LAPEN (manual)
0,15 22 Stabilitas tanah dengan semen
0,13 18
0,15 22 Stabilitas tanah dengan kapur
0,13 18
0,14 100 Pondasi macadam (basah)
0,12 60 Pondasi macadam (kering)
0,14 100 Batu pecah (Kelas A)
0,13 80 Batu pecah (Kelas B)
0,12 60 Batu pecah (Kelas C)
0,13 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
0,12 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
0,11 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
0,10 20 Tanah/lempung kepasiran
Catatan: Kuat tekan stabilitasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7. Kuat
tekan stabilitasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM

Lokasi Pengamatan/Stasiun : Kebun Negeri Lama (Labuhan Batu)


Koordinat : 2.3161440N; 100.0696500E
Curah Hujan (mm)

TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
2009 56 77 191 156 107 105 313 196 286 221 236 153
2010 426 59 209 149 91 210 225 94 168 104 208 148
2011 120 30 128 143 220 89 158 241 129 612 219 116
2012 18 97 94 155 210 40 223 124 186 228 136 112
2013 78 138 93 87 80 44 115 189 254 381 265 334
2014 157 27 41 138 172 146 31 271 238 328 257 347
2015 205 55 71 199 176 108 42 196 127 93 465 264
2016 129 138 56 93 213 118 107 104 101 221 188 228
2017 155 57 128 119 173 99 153 216 478 167 314 210
2018 208 132 49 61 147 259 58 138 231 279 396

Sumber: Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai