Anda di halaman 1dari 48

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI


Kampus A, Jalan Kyai Tapa No.1, Jakarta 11440
Telp. (021)5670496, 5663232 Ext. 8505, 8510, Fax. (021) 2556 5637
Webiste : www.ftke.trisakti.ac.id E-mail : ftke@trisakti.ac.id

SURAT TUGAS
Nomor : 1128/C-4/FTKE/USAKTI/IV/2022

Dekan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, dengan ini
memberikan tugas kepada Saudara :

NIK/ JABATAN
NO NAMA GOL. NIDN KET.
USAKTI AKADEMIK
Apriandi Rizkina Rangga
1 3607 Asisten Ahli III/b 0320049301 Penulis
Wastu, S.T., M.T.

Dasar : Usulan Surat Dari Teknik Perminyakan


Nomor Surat : 173/B-7/TP/FTKE/USAKTI/III/2023
Untuk : Melaksanakan Kegiatan Pendidikan
Judul Kegiatan : “Hidrolika Pemboran”
Tingkat : Lokal
Tempat : Jakarta
Waktu : 20 April 2022

Demikian agar Saudara yang bersangkutan dapat menjalankan tugas dengan sebaik-
baiknya serta penuh rasa tanggung jawab, dan mengirim foto kegiatan serta memberi
laporan secara tertulis kepada Dekan melalui Wakil Dekan I, setelah selesai melaksanakan
tugas.
Jakarta, 19 April 2022
Dekan

Ditandatangani secara elektronik oleh


Dr. Ir. Muhammad Burhannudinnur, M.Sc., IPM
NIK 1978/USAKTI

Dr. Ir. Muhammad Burhannudinnur, M.Sc., IPM


NIK : 1978/USAKTI

"Takwa-Tekun-Terampil, Asah-Asih-Asuh, Satria-Setia-Sportif"


HALAMAN JUDUL
Modul
HIDROLIKA PEMBORAN

Oleh

Apriandi Rizkina Rangga Wastu, S.T, M.T

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur serta terima kasih kepada Allah Subhaanahu Wata’ala atas berkat
dan karunia-Nya lah sehingga modul “Hidrolika Pemboran” ini dapat selesai
dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan buku ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan
mengerti tentang hidrolika pemboran didunia perminyakan serta dapat
mengaplikasikannya dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan buku ini masih
banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu
kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan modul ini. Dengan adanya
buku ini diharapkan agar buku ini dapat menjadi penuntun untuk mahasiswa
maupun pihak - pihak umum yang ingin belajar tentang hidrolika pemboran.

Jakarta, 20 April 2022

Apriandi Rizkina Rangga Wastu, S.T, M.T

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
GLOSARIUM ........................................................................................................ vi
PENDAHULUAN ....................................................................................... 7
Deskripsi ....................................................................................... 7
Petunjuk dan Penjelasan Penggunaan Modul ............................... 7
Tujuan Akhir dan Kompetensi yang diharapkan ......................... 7
Pembelajaran .............................................................................................. 9
Rencana Pembelajaran .................................................................. 9
Kegiatan Belajar Kasus 1 .............................................................. 9
Tujuan Kegiatan Pembelajaran ..................................... 10
Hidrolika Pemboran ...................................................... 10
Jenis-Jenis Fluida .......................................................... 10
Pola Aliran Lumpur ...................................................... 13
Kehilangan Tekanan pada Sistem Sirkulasi .................. 15
Menyangga sebagian berat rangkaian pipa atau selubung.
.................................................................................... 18
Penentuan Ukuran Nozzle............................................. 19
Hidrolika Mud Pump .................................................... 22
Optimasi Hidrolika Pemboran ...................................... 23
Rangkuman ................................................................... 26
Tugas ............................................................................. 27
Lembar Kerja / Media Pembelajaran ............................ 29
Test Formatif ................................................................. 29
Kunci Jawaban Tugas ................................................... 30
EVALUASI............................................................................................. 39
Studi Kasus Pertama ................................................................... 39
Evaluasi Tugas Studi Kasus Pertama ............................ 39
Kriteria Penilaian pada Evaluasi Studi Kasus Tugas
Pertama ....................................................................... 40
PENUTUP .............................................................................................. 43
Kesimpulan Studi Kasus Pertama ............................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44

iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.1 Studi Kasus pada Modul Hidrolika Pemboran ....................................... 8
Tabel II.1 Dimensi 4 tipe Sambungan Peralatan Permukaan .......................... 16
Tabel II.2 Nilai konstanta E (Rubiandini, R., 2012) ............................................ 16
Tabel II.3 Rangkaian pada Kedalaman 1691 FT TVD ........................................ 28
Tabel II.4 Data SPR pada Kedalaman 1691 ft TVD ............................................ 28
Tabel II.5 Rangkaian pada Kedalaman 1746 FT TVD ........................................ 30
Tabel II.6 Data SPR pada Kedalaman 1691 ft TVD ............................................ 30
Tabel III.1 Rangkaian pada Kedalaman 1913 ft TVD ......................................... 40
Tabel III.2 Data SPR pada Kedalamana 1913 ft TVD ......................................... 40
Tabel III.3 Pembobotan Nilai pada Studi Kasus Pertama .................................... 41
Tabel III.4 Komponen Nilai Akhir dengan Notasi Huruf pada Studi Kasus Pertama
............................................................................................................ 41

iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Aliran Laminar (DrillingFormulas, 2012) ........................................ 14
Gambar II.2 Aliran Turbulance (DrillingFormulas, 2012) ................................... 15

v
GLOSARIUM

SINGKATAN Nama Pemakaian pertama


kali pada halaman

BHHP Bit Hydraulics Horse Power 8


GPM Gallon Per Minute 17
OD Outside Diameter 19
ID Inside Diameter 19
PV Plastic Viscosity 20
YP Yield Point 20
DH Diameter hole 20
Pstd Tekanan di stand pipe 21
Pbit Kehilangan tekanan di bit, psi 21
ROP Rate Of Penetration 23
RPM Rate Per Minute 23
AN Luas area nozzle 26
Pc Tekanan yang hilang di sepanjang sistem 26
sirkulasi
Ps Tekanan Standing 26
Ps Tekanan pompa di permukaan, 26

LAMBANG
r Density 15
Q Flow rate, 17
E Konstanta E 17
t Shear Stress 17
n Index Kelakuan Aliran 19
k Konstanta Power Law 19
L Panjang pipa 19
!" Kecepatan Annular 19
DPL Tekanan di sepanjang sistem sirkulasi 21

vi
PENDAHULUAN

Deskripsi
Modul studi kasus ini memiliki thema tentang hidrolika pemboran dan
pembersihan cutting pada dasar lubang bor. Dalam modul ini akan menjelaskan
tentang pengertian hidrolika pemboran, arah aliran, , pressure losses, tekanan dibit
serta optimasi hidrolika pada saat pemboran berlangsung. Diskusi kelompok
diperlukan untuk melakukan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
dalam pembelajaran ini. Di akhir pembelajaran akan dilaksanakan ujian atau test
studi kasus sebagai alat tolak ukur tingkat penguasaan mahasiswa pada studi kasus
yang sudah dipelajari pada materi ini.

Petunjuk dan Penjelasan Penggunaan Modul


Dalam mempelajari modul ini mahasiswa perlu mempelajari bahan ajar
dalam bab IV hidrolika pemboran, dan membaca modul ini disertai dengan
memahami konsep pada hidrolika serta proses hitungan pada proses hidrolika
pemboran berlangsung. Pada pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang
dipergunakan adalah kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh dosen / fasilitator,
diskusi/ tanya jawab, focused group discussion dengam case study, serta problem
solving. Untuk menunjang tercapai pembelajaran ini diperlukan alat bantu/ media
pembelajaran tertentu yaitu LCD/projector untuk mendapatkan template excel,
white board dengan spidol dan penghapus, serta bahan ajar tentang hidrolika
pemboran.

Tujuan Akhir dan Kompetensi yang diharapkan


Tujuan akhir pada pembuatan modul hidrolika pemboran ini adalah sebagai
berikut
1. Mahasiswa mampu memahami hidrolika lumpur pemboran
2. Mahasiswa mampu memahami arah aliran pada sirkulasi hidrolika pemboran
3. Mahasiswa mampu memahami tipe fluid pada sirkulasi hidrolika pemboran
4. Mahasiswa mampu menghitung pressure loss

7
5. Mahasiswa mampu menghitung persentasi tekanan pada bit.
6. Mahasiswa mampu memahami optimasi hidrolika pemboran
7. Mahasiswa mampu memahami optimasi dengan BHHP (Bit Hydraulic
horsepower)
8. Mahasiswa mampu menghitung optimasi hidrolika dengan metode
BHHP (Bit Hydraulic horsepower)

Kompetensi yang diharapakan pada modul hidrolika pemboran ini adalah


sebagai berikut
1. Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa diharapkkan dapat aktif
dalam proses diskusi kelompok
2. Mampu melakukan pemecahan kasus guna menemukan alternatif solusi
pada proses hidrolika pemboran tersebut.

Dibawah ini merupakan contoh studi kasus yang terdapat pada modul
hidrolika pemboran ini adalah sebagai berikut

Tabel I.1 Studi Kasus pada Modul Hidrolika Pemboran


No Kasus Permasalahan Tujuan Pembelajaran Kompetensi Akhir
Mahasiswa
1 Studi Kasus Optimasi Mampu memahami Mampu melakukan
Hidrolika menggunakan proses optimasi pemecahan kasus guna
Metode BHHP (Bit hidrolika pemboran jika meneukan alternatif
Hydraulic Horse Power) memaksimalkan tenaga solusi pada proses
horse power pada hidrolika horse power
pemboran berlangsung

8
Pembelajaran

Rencana Pembelajaran
Renacana pembelajaran yang dilakukan pada modul ini membahas tentang
materi sebagai berikut ini
1. Hidrolika Pemboran
2. Arah Aliran
3. Non Newtonian Fluid
4. Pressure losses
5. Tekanan dibit
6. Optimasi hidrolika pemboran

Pada pelaksaan metode pembelajaran ini menggunakan metode pemaparan


yang akan dilakukan oleh dosen / fasilitator , terdapat diskusi/ tanya jawab serta
form excel yang membantu pada saat melakukan proses perhitungan pada proses
hidrolika berlangsung. Pada bahan diatas terdapat pada bahan ajar hidrolilka
pemboran pada bab IV Teknik Pemboran. Alat dan media yang digunakan adalah
Laptop / Komputer , LCD/projector, white board dengan spidol dan penghapus.
Alokasi waktu yang diberikan pada pelaksaan kegiatan belajar mengajar untuk mata
kuliah studi kasus ini adalah 3 (tiga) jam pelajaran (JP) atau sekitar 180 menit.

Kegiatan Belajar Kasus 1


Pada kegiatan belajar pada kasus 1 ini menjelasakan tentang proses
hidrolika pemboran pada pemboran berlangsung. Ketika operasi pemboran
berlangsung hal yang diinginkan ialah memiliki laju penetrasi (rate of penetration)
yang tinggi dengan seminimal mungkin pengeluaran biaya, dengan kata lain faktor-
faktor yang turut memengaruhi hal diatas antara lain; faktor dengan variabel yang
dapat diubah antara lain sifat dan jenis dari drilling fluid, tipe dari drill bit, dan
hidrolika. Optimasi hidrolika terbagi menjadi 3 bagian namun pada kasus ini adalah
mengoptimalkan hidrolika pemboraan dengan cara memaksimalkan horse power
pada pemboran.

9
Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada pembuatan modul ini adalah untuk mengetahui
proses hidrolika pemboran dari arah aliran , pressure losses , tekanan dibit serta
optimasi hidrolika dengan metode Bit hydraulic horse Power dan sebagai tolak ukur
untuk menilai mahasiswa apakah sudah mengerti tentang studi kasus pada
pemboran ini.

Hidrolika Pemboran
Berbicara mengenai pemboran, tidak terlepas dari fungsi fluida pemboran,
terdapat beberapa fungsi utama dari drilling fluid, tiga diantaranya ialah mencegah
terjadinya water influx, mengangkat cutting ke permukaan, dan mejaga kestabilan
dari lubang bor, ketiga fungsi tersebut bergantung pada laju alir dari fluida
pemboran dan tekanan laju alir fluida. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
apabila tekanan di dalam lubang bor lebih tinggi daripada tekanan rekah maka akan
terjadi fluid loss ke formasi tetapi sebaliknya apabila tekanan di dalam lubang bor
lebih rendah daripada tekanan reservoir dapat menjadi penyebab kick yang menjadi
awal mula dari blowout, sehingga menjadi penting untuk memprediksi tekanan
secara akurat. Fluida pemboran biasa berkisar pada fluida yang incompressible
yaitu air atau brine hingga ke fluida yang compresible seperti udara dan busa. Untuk
permasalahan dalam mekanika fluida yang dapat terjadi mulai dari hal yang paling
sederhana seperti static fluid hingga ke hal yang paling rumit seperti dynamic surge
pressure yang berhubungan dengan pemasangan pipa atau casing di dalam lubang
bor. (Mitchell, 2016).

Jenis-Jenis Fluida
Drilling fluid menjadi salah satu kategori fluida pemboran yang memilki
peran penting dalam kegiatan pengeboran. Secara garis besar lumpur pemboran
harus dapat meminimalisir masalah-masalah yang mungkin terjadi di dalam lubang
bor. Apabila jenis lumpur yang digunakan bermasalah dapat mengakibat kerugian
baik waktu dan material, sedangkan dari sisi teknikal dapat menimbulkan
permasalahan saat pengerjaan komplesi dan kegiatan lain. Pada dasarnya terdapat

10
2 jenis dari fluida pemboran yaitu Newtonian dan non-newtonian. (Rabia, H.,
1985).

Newtonian Fluids
Newtonian fluid mempunyai hubungan antara laju geser dan tegangan geser,
dimana jika laju geser dua kali lipat, maka tegangan geser juga akan dua kali lipat.
Tekanan dan temperatur, misalnya air, alkohol dan minyak ringan yang encer
menjadi faktor yang memengaruhi viskositas dari Newtonian fluid. Dalam hal ini
perbandingan antara shear stress dan shear rate adalah konstan, dinamakan
(viskositas). Perhitungannya dapat di nyatakan dengan rumus:

!" $%&
#= #! $&
(II.1)

Keterangan :
# = gaya shear per unit luas (shear stress), lb/100 ft2
dVr/dr = shear rate, 1/sec
gc = convertion constant

Garis lurus yang terbentuk diantara shear rate dan shear stress hanya berlaku
apabila fluida bergerak dalam aliran laminar. Ketika shear rate bernilai rendah,
fungsi dari pressure velocity adalah property fluida yang viscous, sedangkan saat
shear rate bernilai tinggi maka arah alir akan berubah dari yang semula laminar
menjadi turbulence dimana partikel fluida akan bergerak kearah bawah. (Mitchell,
2016).

Non-Newronian Fluids
Non-Newtonian fluid merupakan fluida yang memiliki karakteristik aliran.
Oleh karena itu, sebagian besar cairan pengeboran berasal dari fluida berjenis ini.
Fluida non-newtonian tidak memiliki nilai perbandingan yang tetap antara shear
rate dan shear stress. Untuk itu, non-newtonian fluid dibagi menjadi dua yaitu,
Bingham Plastic dan Power Law.

11
1. Bingham Plastik
Pada awal 1900an Bingham pertama kali mengakui bahwa beberapa cairan
menunjukkan perilaku plastik, berbeda dari cairan Newtonian. Suatu fluida
dapat dikatakan sebagai bingham plastic apabila harga shear stress minimum
harus melebihi yield point sebelum terjadi aliran. Dengan kata lain tidak ada
laju pergerakan fluida yang terjadi sampai gaya yang diberikan melebihi yield
stress. Setelah nilai yield stress atau dapat disebut juga melampaui nilai yield
point maka penambahan lebih lanjut shear stress akan mendapat hasil shear
rate yang sebanding, disebut juga plastic viscosity (Rubiandini, R., 2012).
Dapat dinyatakan perhitungan nilai Bingham plastic sebagai berikut:
"" $%&
%# − #' ' = #!
(− $&
) (II.2)

Perlu dicatat bahwa permasaan II.7 hanya dapat digunakan untuk aliran yang
laminar

2. Power Law
Penentuan shear stress dengan metode power law membutuhkan dua variabel
dalam karakterisitk fluida. Satu diantaranya, variabel K adalah indeks
konsistensi dari fluida yang menggambarkan ketebalan fluida sehingga hampir
dianalogikan dengan viskositas efektif dan parameter n adalah power-law
exponent atau behavior index. Metode power law juga dapat digunakan untuk
pseudoplastic fluid (n < 1), Newtonian fluid (n = 1), atau dilatant fluid (n > 1).
(Mitchell, 2016).

$%& (
# = * (− $&
) (II.3)

Keterangan :
# = Viskositas efektif, cp
$%&
$&
= shear rate, 1/sec

+ = Behavior index
, = Index konsistensi dari fluida

12
Pola Aliran Lumpur
Ketika membahas mengenai pola aliran fluida di dalam pipa, perlu diketahui
bahwa terdapat beberapa jenis aliran dari fluida diantaranya adalah, laminer,
turbulen dan gabungan keduanya atau yang lebih dikenal dengan transisi. Pada
mulanya ketiga aliran ini diperkenalkan oleh Osborne Reynolds tahun 1883 melalui
eksperimen dengan berbagai cairan yang dicampur pewarna dan dialirkan melalui
tabung kaca. Dari hasil eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa, aliran
viscous atau laminer memiliki pergerakan partikel fluida yang geraknya sejajar
dengan aliran (dinding tabung kaca) dengan rate yang lambat dan teratur. Pada
aliran turbulen, dengan kecepatan yang tinggi fluida bergerak dan partikel fluida
bergerak tak teratur sehingga alirannya berputar dalam tabung kaca dan dalam
beberapa keadaan, aliran dapat bergantian bolak-balik antara menjadi laminer dan
turbulen, ketika hal itu terjadi itulah yang disebut aliran transisi. (Rubiandini, R.,
2012).
Selain dari ketiga aliran diatas terdapat juga aliran yang khusus untuk fluida
aliran plastis dimana shear terjadi di dekat dinding pipa saja, dan ditengah-tengah
aliran terdapat aliran tanpa shear, seperti suatu sumbat, biasa disebut aliran plug
Flow. Dalam penentuan jenis aliran apakah turbulen atau laminer maka digunakan
metode Reynold Number (Rubiandini, R., 2012).

)%$
-./ = 928 "
(II.4)

Keterangan :
r = Density fluida, ppg
V = Kecepatan aliran, feet per second
d = Diameter pipa, in
µ = Viscositas, cp
Nilai NRe > 3000 adalah turbulen dan NRe < 2000 adalah laminer,
diantaranya adalah transisi yang diperoleh dari percobaan.

13
Aliran Laminar

Aliran laminar, aliran fluida bergerak pada laju lambat, teratur, geraknya
sejajar dengan dinding pipa dan distribusi kecepatannya tidak merata tetapi
meruncing seperti parabola. Pada bagian tepi kecepatan aliranya sangat rendah, hal
ini mengakibatkan efek torsi pada cutting sehingga cutting pipih akan terdorong ke
arah tepian aliran dan menempel pada dinding lubang atau ke dinding luar pipa
hingga jatuh pada jarak tertentu kemudian naik lagi. (Viktorovitsj, 2015).
Karakteristik dari aliran yang bersifat laminar ini sangat berguna untuk
meminimalkan erosi yang terjadi pada dinding lubang bor dan tekanan friksi.

Gambar II.1 Aliran Laminar (DrillingFormulas, 2012)

Aliran Turbulen

Aliran turbulen memiliki pola dimana fluida bergerak dengan kecepatan yang
lebih besar, partikel–partikel memiliki distribusi kecepatan yang cukup merata
sehingga tidak terjadi efek torsi dan bergerak pada garis yang tidak teratur seperti
pusaran. Selain itu, khusus fluida plastis memiliki pola aliran sumbat (plug flow)
dimana gesekan hanya terjadi dekat dinding pipa dan aliran tanpa gesekan terjadi
pada bagian tengah, seperti sumbat. Untuk mengangkat serbuk bor ke permukaan
memiliki pola aliran turbulen akan lebih baik. (Viktorovitsj, 2015). Aliran turbulen
dapat menjadi salah satu penyebab masalah erosi pada lubang bor.

14
Gambar II.2 Aliran Turbulance (DrillingFormulas, 2012)

Kehilangan Tekanan pada Sistem Sirkulasi


Kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi dapat diakibatkan oleh friksi
yang terjadi di permukaan, pipa dan annulus serta pada bit.
Surface Pressure Loss
Kehilangan tekanan di permukaan biasa terdapat pada bagian sambungan
seperti rotary hose, swivel, standpipe, dan Kelly. Cukup sulit dalam menentukan
kehilangan tekanan di permukaan karena terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi seperti dimensi dan geometri sambungan di permukaan. Sehingga
persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan besar kehilangan tekanan di
permukaan adalah:

3* = 4 6+,- 7*,- (3!)+,. , ;<=


(II.4)
Keterangan:
P1 = Tekanan yang hilang pada sambungan permukaan, psi
6 = Densitas lumpur, lbm/gal atau kg/l
Q = Flow rate, gpm atau l/min
E = Konstanta, tergantung dari tipe peralatan permukaan yang digunakan
PV = Plastic viscosity, cP

Peralatan permukaan terdapat empat tipe, yang mana tiap tipe menunjukkan
dimensi dari kelly, rotary hose, standpipe, dan swivel. Dibawah ini merupakan
Tabel II.1 yang berisi dimensi 4 tipe sambungan dari peralaan permukaan.

15
Tabel II.1 Dimensi 4 tipe Sambungan Peralatan Permukaan
Surface Standpipe Rotary Hose Swivel Kelly
Equipment Length ID Length ID Length ID Lengt ID
Type (ft) (in) (ft) (in) (ft) (in) (ft) (in)
1 40 3.0 40 2.0 4 2.0 40 2.25
2 40 3.5 55 2.5 5 2.5 40 3.25
3 45 4.0 55 3.0 5 2.5 40 3.25
4 45 4.0 55 3.0 6 3.0 40 4.00

Dibawah ini merupakan Tabel II.2 yang berisi nilai konstanta E dari tipe
peralatan yang ada di permukaan.

Tabel II.2 Nilai konstanta E (Rubiandini, R., 2012)


Surface Equipment Value of E
Type Imperials Units (ft) Metric Units
1 2.5 x 10-4 8.8 x 10-6
2 9.6 x 10-5 3.3 x 10-6
3 5.3 x 10-5 1.8 x 10-6
4 4.2 x 10-5 1.4 x 10-6

Pipe and Annular Pressure loss


Kehilangan tekanan dapat terjadi di drill collar dan juga drill pipe, perlu
diperhatikan juga bahwa selain kehilangan tekanan di pipa, memungkinkan untuk
terjadi kehilangan tekanan juga di annulus. Besarnya kehilangan tekanan di pipa
dan annulus dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti dimensi dari drill pipe
atau drill collar (ID, OD, dan panjang DP maupun DC), sifat rheologi lumpur
pemboran juga turut berpengaruh dalam kehilangan tekanan seperti densitas, plastic
viscosity dan yield point, serta jenis aliran berupa laminer maupun turbulen.
(Rubiandini, R., 2012).
Beberapa hal yang terindikasi sebagai penyebab naiknya kehilangan tekanan
di anulus diantaranya terdapat surge pressure saat pipa kembali diturunkan setelah
round trip, tekanan udara yang terjebak di dalam lumpur setelah terbentuk gel

16
strength, tekanan yang disebabkan oleh impact force ketika sirkulasi dihentikan,
flokulasi lumpur yang disebabkan oleh kontaminasi kimia pada saat treatment
lumpur dan bertambahnya densitas lumpur. (Rubiandini, R., 2012)
Beberapa persamaan kehilangan tekanan di pipa dan annulus dengan model
power law (Rabia, H., 1985):
1. Hitung nilai n dan k sebagai fungsi dari sifat fluida dengan persamaan:
>600 = 23! + B3 (II.5)
>300 = 3! + B (II.6)
/0++
+ = 3.32 log (/1++) (II.7)
/1++
, = (3**)# (II.8)

2. Pada pipa alir menghitung nilai kecepatan kritis dan kecepatan rata-rata
dengan persamaan:
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J (ft/min) (II.9)
.>.3?
!" = ;<% (ft/min) (II.10)

Jika, !" > !H KL,L aliran adalah turbulance, maka persamaan tekanan yang
digunakan :
-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B
3= ;< $.*
(psi) (II.11)

Apabila !" < !H aliran adalah laminar, maka:


C 1(=* ( 9B
*.0%
3=I ;< >(
J 1++<
(psi) (II.12)

3. Pada annulus menghitung nilai kecepatan kritis dan kecepatan rata-rata


dengan persamaan:
*/(.!()
1.-D- 7*+$ 89 ..> .(=* (/(.!()
!H = I )
J I<E!F<G 1(
J (ft/min) (II.13)
.>.3?
!" = <E% !F<% G (II.14)

Apabila, nilai !" > !H aliran adalah turbulance, maka:


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B
3= (<E!F<), (<E=F<)+.*
(psi) (II.15)

Jika !" < !H aliran adalah laminar, maka:


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
(psi) (II.16)

17
keterangan:
OD = Outside Diameter, inch
ID = Inside Diameter, inch
DH = Diameter Hole, inch
L = Length, ft
r = Density, lbm/gal atau ppg
V = Velocity, ft/s
PV = Plastic Viscosity, cP
YP = Yield point, lbf/ft2
Pressure Drop Across Bit
Pengoptimasian pressure drop di bit agar pembersihan lubang bor berjalan
dengan maksimum menjadi tujuan dari pemrograman hydraulic. Ukuran nozzle
yang digunakan dan penentuan hydraulic horsepower menjadi faktor penentu
dalam kehilangan tekanan di bit. Semakin kecil ukuran nozzle yang digunakan
maka semakin besar pressure drop yang terjadi dan kecepatan nozzle akan
meningkat. Untuk menentukan kehilangan tekanan di bit dapat dipergunakan
persamaan (Rubiandini, R., 2012):

Pbit = Pstd - DPL (II.17)


Keterangan:
Pstd = Tekanan di stand pipe, psi
DPL = Tekanan di sepanjang sistem sirkulasi, psi
Pbit = Kehilangan tekanan di bit, psi

Menyangga sebagian berat rangkaian pipa atau selubung.


Dengan bertambahnya kedalaman, berat rangkaian yang harus ditahan oleh
alat permukaan menjadi semakin besar, karena semua rangkaian mengalami
pengapungan (buoyed) di dalam lumpur oleh gaya apung yang sama dengan berat
lumpur yang dipindahkan, sesuai dengan prinsip Archimedes maka akan menjadi
jelas sekali gaya apung ini akan banyak mengurangi beban yang ditahan oleh alat-
alat di permukaan. Hal ini karena lumpur pemboran akan menyangga berat
rangkaian seberat volume fluida yang dipindahkan. Buoyancy effect ini akan
bertambah besar dengan bertambah besarnya berat jenis lumpur. Di dalam

18
mendesain rangkaian bor, faktor apung dari lumpur selalu diperhitungkan untuk
mengetahui letak dari titik netral dari rangkaian pipa di dalam operasi pengeboran.

Penentuan Ukuran Nozzle


Metode umum dalam pemilihan jenis mata bor adalah “Balanced wear”
dimana pada metode ini teeth, bearing dan gauge menjadi aus di saat yang
bersamaan. Hal ini mudah untuk dilakukan, tetapi tidak mengurangi biaya
pengeboran secara signifikan. Metode lain yang dapat digunakan adalah “Minimum
Cost” namun terdapat beberapa kendala dalam pemilihan mata bor dengan metode
ini, diantaranya adalah pemilihan mata bor yang digunakan sesuai dengan riwayat
pemboran dan pemilihan harga mata bor (bit) terendah harus memperhatikan
kinerja dari mata bor tersebut. (Mitchell, 2016)
Jet nozzle mempunyai kinerja yang baik dan dapat meningkatkan
pembersihan dasar lubang pada sumur dalam. Sebelum adanya jet nozzle, jalannya
fluida di bit harus melewati lubang yang berada di pusat dari bit dan fluida
pemboran keluar dari drill string langsung ke annulus, metode ini dinamakan
“conventional water courses” yang tidak berpengaruh dalam pengangakatan
cuttings selama proses pemboran. Baik roller cone bit dan PDC bit (polycrystalline
diamond compact bit) mempunyai ukuran jet nozzle yang berbeda untuk mencapai
kinerja hidrolika yang sempurna. Roller cone bit memiliki ukuran 3 hingga 4 nozzle
sedangkan untuk PDC bit memiliki ukuran 6 hingga 9 nozzle. (Baker Hughes
INTEQ, 1995).
Persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran nozzle menurut
(Rabia, H., 1985).
1. Tentukan kecepatan nozzle yang dipengaruhi oleh kehilangan tekanan di bit
dan densitas lumpur dengan persamaan berikut:
AHIJ
!+ = 33,6 M )
(II.18)

Keterangan:
Vn : nozzle velocity, psi/ft
Pbit : bit pressure loss, psi
r : densitas lumpur, ppg

19
2. Perhitung luas nozzle total optimum menggunakan persamaan:
?
N = 0,32 %( (II.19)

Keterangan:
A : luas nozzle, in2
Q : flow rate, gpm
Vn : nozzle velocity, psi/ft
3. Tentukan diameter nozzle optimum dengan menggunakan persamaan:
>K
O+ = 32M1L (II.20)

Keterangan:
dn : diameter nozzle, in
A : luas nozzle, in2

Salah satu faktor yang paling signifikan dalam menentukan efisiensi dari
suatu kinerja pahat bor adalah laju pemboran, dimana merupakan kemampuan
untuk menembus suatu kedalaman tertentu dalam kurun waktu tertentu. (Mitchell,
2016). Nilai dari rate of penetration akan meningkat apabila cutting di bawah bit
dapat terangkat dengan baik, Pada formasi lunak lubang dapat dihasilkan dari
jetting action fluida pemboran dan drill rate terbatas pada connection time,
undesirable deviation serta loading cutting di annulus. Sedangkan pada formasi
keras drill rate tergantung pada beban di bit jika pembersihan lubang berjalan
dengan baik. (Baker Hughes INTEQ, 1995). Selain hal diatas, terdapat juga
beberapa parameter yang erat kaitannya dengan rate of penetration yang perlu dicek
seperti kemampuan pahat bor untuk menghancurkan batuan, ketahanan pahat bor
terhadap lingkungan pemboran yang mempunyai kaitan dengan temperature pada
saat pemboran mencapai kedalaman tertentu. Faktor yang berpengaruh ialah:
1. Weight on Bit
Beban pada pahat bor yang dihasilkan dari beban yang berada diatasnya
menjadi hal penting bagi pahat bor untuk dapat menembus batuan. Beban tersebut
berasal dari hasil tumpukan drill string diatasnya, terutama berasal dari drill collar.
Ketika pemboran berlangsung, rangkaian pemboran akan diturunkan secara
perlahan sampai pahat bor menyentuh dasar lubang, dengan begitu gaya tekan yang

20
diberikan dari beban diatas pahat bor dapat tersalurkan ke pahat bor. Dengan
optimalnya weight on bit dapat mempercepat laju penembusan (ROP) sehingga
ROP yang diperoleh juga menjadi lebih optimal. (Baker Hughes INTEQ, 1995).
2. Rotation per Minute
Laju penembusan lapisan batuan ikut dipengaruhi oleh kecepatan putar dari
pahat bor yang dikerjakan oleh pahat itu sendiri dalam tiap menitnya. Kecepatan
putar yang dimaksud adalah rotation per minute atau RPM. Kecepatan putar dari
pahat bor perlu memperhatikan jenis dari batuan yang dibor, umunya RPM yang
besar akan menghasilkan ROP yang besar juga sampai ke batas RPM tertentu,
sehingga jika kecepatan putar dinaikkan sampai melebihi batas dari vibrasi
maksimal, maka dapat menyebabkan torque yang terlalu besar dan akan berdampak
pada usia pahat bor yang relatif tidak tahan lama. (Alexandri, 2016)
3. Mud Properties
Properti dari lumpur pemboran pada dasarnya menjadi penting untuk
dilakukan pengukuran dan analisa kemudian dilaporkan secara rutin setiap harinya.
Setiap property dari lumpur akan berpengaruh terhadap karakteristik dari fluida,
diantaranya berat jenis, funnel viscosity, plastic viscosity, yield point, gel strength,
fluid loss, mud cake dan lubrisitas. Dengan melakukan control dan menjaga properti
tersebut agar sesuai dengan kondisi saat pemboran terutama untuk lubrisitas pada
pemboran yang baik harus memiliki koefisien gaya gesek yang kecil, karena akan
mempermudah dalam kontrol pada weight on bit dan RPM sehingga dapat
membantu serta meningkatkan optimasi laju penembusan batuan. Jika properti dari
lumpur yang digunakan tidak cocok, seperti saat pemboran dilakukan pada formasi
shale, maka dapat menyebabkan bit balling yang dapat menurunkan efisiensi
kinerja bit dan berdampak pada laju penembusan batuan ketika operasi
berlangsung. (Rabia, H., 2002) (Baker Hughes INTEQ, 1995)
4. Hydraulic Efficiency
Hidrolika pemboran menjadi sangat penting dalam laju penembusan batuan
karena menjadi salah satu penentu keberhasilan pengangkatan cutting ke
permukaan, membersihkan cutting di mata bor dan hole cleaning. Perencanaan
hidrolika yang efisien serta tepat dapat mempercepat laju pengeboran dan
menurunkan biaya. Dengan aliran lumpur yang dioptimasi secara efisien

21
diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan ROP serta pengangkatan cutting
secara lebih efektif dan efisien.

Hidrolika Mud Pump


Berdasarkan teori yang digunakan, diketahui bahwa fokus dari
permasalahan tidak terletak pada unit penggeraknya, karena apapun jenisnya tidak
bergitu berbeda terhadap unit pompa yang digunakan, misal menggunakan mesin
uap, listrik, motor bensin, diesel dan lain-lain. Pump unit yang dapat digunakan
dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan mekanisme pemindahan dan pendorong
lumpur pemboran, yaitu pompa sentrifugal dan pompa torak (piston). Jenis yang
umum digunakan adalah tipe torak, dikarenakan kelebihannya dibanding dengan
pompa sentrifugal, sebagai contoh pompa torak dilalui oleh fluida pemboran yang
memiliki kadar solid tinggi dan abrasive, pemeliharaan dan sistem kerjanya yang
mudah serta memiliki kelebihan yaitu lebih dari satu macam liner dapat digunakan,
sehingga dapat mengatur laju dan tekanan pompa yang diinginkan. Dilihat dari
jumlah pistonnya, pompa ada yang berjenis simplex (1 piston), duplex (2 piston),
dan triplex (3 piston) dengan arah kerja dapat berupa single acting (1 arah kerja)
atau double acting (2 arah kerja). (Rubiandini, R., 2012)
Faktor yang berpengaruh dalam perhitungan volume pada area annulus terdiri
atas 2 yaitu annular area point dan length pipe. Persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut (Amoco Production Company, 1994):
<E % !F<GIGM %
NP/L 3Q=+R L++ = *+.@,>
(II.21)

!L++ = NP/L ;Q=+R L++ S T/+URℎ ;=;/ (II.22)


Keterangan:
Area point ann : Annular area point, bbl/ft
Vann : Annular volume, bbl
Length pipe : Panjang pipa, ft

Perhitungan volume di dalam pipa dapat diketahui dengan rumus:


;<GIGM %
WXRYZ/ [Q\YK/ = *+.@,>
S T/+URℎ ;=;/ (II.23)

keterangan:
ID tube volume : Volume inside tube, bbl

22
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penentuan total waktu dan jumlah stroke
yang dibutuhkan untuk tiap sirkulasi lumpur adalah:
1. Waktu dan total strokes yang dibutuhkan untuk cutting sampai ke
permukaan dapat diketahui dari persamaan (Amoco Production Company,
1994)
NO((PQO& RSQPTM
TLU ]=K/ = ?UAV
(II.24)
NO((PQO& RSPQTM
^QRRQK< Y; = ?UAW
(II.25)

Keterangan:
Lag Time : Waktu cutting sampai ke permukaan, min
Sannular volume : Total annular volume, bbl
Bottoms up : Total stroke untuk cutting sampai ke permukaan,
stroke
2. Menghitung waktu dan total strokes yang diperlukan sehingga aliran lumpur
dari permukaan untuk sampai ke bit dengan persamaan:
NI(XI$M RSQPTM
]=K/ RQ ^=R = ?UAV
(II.26)

NI(XI$M RSQPTM
_RPQ,/< RQ ^=R = ?UAW
(II.27)
Keterangan:
Time to Bit : Waktu aliran lumpur sampai ke bit, min
Sinside volume : Total inside volume, bbl
Strokes to Bit : Total strokes untuk lumpur sampai ke bit, min
3. Menghitung total waktu dan strokes yang diperlukan setiap satu kali lumpur
disirkulasikan menggunakan persamaan berikut:
]QRL\ `=PHY\LR=Q+ = TLU ]=K/ + ]=K/ RQ ^=R (II.28)
]QRL\ _RPQ,/< = ^QRRQK< Y; + _RPQ,/< RQ ^=R (II.29)
Optimasi Hidrolika Pemboran
Berbicara mengenai hidrolika, hal pertama yang menjadi fokus adalah
konsep dari hidrolika itu sendiri, yaitu untuk mengoptimasi aliran dari lumpur pada
bit dengan tujuan dapat membantu laju penembusan (ROP). Untuk mencapai tujuan
tersebut, jet nozzle mulai diperkenalkan pada tahun 1948 dengan tujuan untuk

23
meningkatkan laju penetrasi dengan harapan penghancuran batuan yang baik dan
hole cleaning yang efisien. Dalam melakukan optimasi dari hidrolika pemboran
perlu untuk diperhatikan peralatan dan fluida pemboran yang terkait. Pada dasarnya
terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu meode BBHP (Bit Hydraulic
Horse Power) dan BHI (Bit Hydraulics Impact). Dengan metode BHHP akan lebih
difokuskan mengenai kemamapuan horse power pada bit dalam mengakat serbuk
bor (cutting) sedangkan pada metode BHI lebih terfokus pada kemampuan
tumbukan dari bit itu sendiri. Dalam sub-bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
metode BHHP (Bit Hydraulic Horse Power).

Bit Hyraudlic Horse Power (BHHP)


BHHP merupakan salah satu metode yang digunakan dalam optimasi
hidrolika. Metode ini cocok digunakan dengan asumsi bahwa semakin besar daya
yang disampaikan fluida terhadap batuan akan semakin besar pula efek
pembersihannya, sehingga metoda ini berusaha untuk mengoptimalkan horse
power (daya), yang dipakai di bit dari horse power pompa yang tersedia di
permukaan. Konsep tersebut mengasumsikan bahwa, optimasi hidrolika dapat
dicapai ketika daya horse power yang hilang pada bit adalah 65% dari kekuatannya.
Dengan mengetahui kehilangan tekanan pada pahat bor, maka besar hydraulic
horsepower dapat dihitung dengan persamaan berikut (Hughes, 1995),
1. Menghitung luas area nozzle dengan persamaan:
*
N- = > aO . (II.30)

2. Menghitung tekanan di bit dan tekanan yang hilang sepanjang sistem


sirkulasi dapat dilakukan dengan:
7AHY@...Z*+&' 8? % )
3Z = K[ %
(II.31)

3H = 3< − 3Z (II.32)
3. Menghitung nilai n dan k dengan persamaan:
\]^_ A`.!]^_ A`*
+= ]^_ ?.!QS#?*
(II.33)
A`
, = ?# (II.34)

Pressure loss yang terjadi di pahat bor pada dasarnya merupakan perbedaan tekanan
antara tekanan pada standpipe dan tekanan yang hilang di sepanjang sistem

24
sirkulasi. Untuk memperoleh nilai optimum dari hidrolika, maka kehilangan
tekanan pada pahat bor harus merupakan sebagian dari tekanan permukaan
maksimum yang tersedia. Untuk laju alir tertentu, nilai optimum dari hidrolika bisa
diperoleh pada saat BHHP mengasumsi sebagian dari surface horse power yang
tersedia. Untuk kasus tekanan permukaan yang terbatas, kehilangan tekanan
maksimum pada pahat bor, sebagai fungsi tekanan permukaan yang tersedia,
menghasilkan hydraulic horsepower maksimum pada pahat bor untuk besaran dari
laju alir optimum seperti dalam persamaan berikut (Rabia, H., 2002)
4. Menghitung tekanan pada metode BHHP dengan persamaan:
(
P bit (BHHP) = (=* S3< (II.41)

5. Mengitung area nozzle yang baru dan diameter nozzle yang baru dengan
persamaan:
)
-/h N- = 0.0096 S 7MAH (II.42)

> K[
-/h X- = M 1L
32 (II.43)

6. Menghitung Pc optimum dan laju alir optimum dengan persamaan:


3H i;R=KYK = 3_ − 3Z (psi) (II.44)
A` SGJITPT
7Q;R=KYK( = a
(II.45)

Keterangan:
AN = Luas area nozzle, inch
Pb = Tekanan di bit, psi
Pc = Tekanan yang hilang di sepanjang sistem sirkulasi, psi
Ps = Tekanan Standing, psi
Ps = Tekanan pompa di permukaan, psi
Dalam beberapa literatur, terdapat sumber-sumber yang menyatakan nilai n,
semua nilai tersebut memiliki rentang besaran antara 1,8-1,86. Sehingga ketika nilai
n adalah 1,86 maka tekanan pada pahat bor adalah 65% dari tekanan di permukaan.
Dalam kata lain untuk mendapatkan hidrolika yang optimum, kehilangan tekanan
pada pahat bor haruslah 65% dari total tekanan yang tersedia di permukaan. Nilai n
yang sebenarnya akan dapat ditentukan dengan menjalankan pompa pada beberapa
kecepatan (rate) dan membaca hasil tekanannya, kemudian nilai n akan diperoleh

25
dari kemiringan grafik Pc terhadap Q. (Rabia, H., 2002)
Ketika melakukan perbandingan dari beberapa studi literatur, metode BHHP
memiliki nilai atau tingkat efisiensi hidrolika yang lebih baik dibanding metode
BHI. Pada dasarnya BHI bergantung pada laju alir dan kecepatan dari nozzle bukan
terhadap tekanan, sehingga diperlukan laju alir yang besar. Kondisi yang paling
optimal saat laju sirkulasi dan pahat bor telah dipilih akan menghasilkan 48% dari
tekanan pompa yang digunakan untuk mendorong fluida melalui jet nozzles. (Baker
Hughes INTEQ, 1995).

Rangkuman
Konsep dari hidrolika tidak lain mengoptimasikan aliran lumpur pada pahat
pemboran sedemikian rupa sehingga dapat membantu laju penembusan. Pada pahat
bor konvensional, nozzle hanya berada pada bagian tengah pahat bor sehingga
fluida yang dikeluarkan langsung menyentuh gigi-gigi dari pahat bor. Potongan-
potongan batuan yang menempel dapat dibersihkan langsung oleh fluida pemboran
yang dikeluarkan maupun oleh fluida yang sudah terkontaminasi potongan-
potongan batuan lainnya. Hal ini kurang efektif karena pada sumur yang dalam
pembersihan potongan-potongan batuan yang hancur tersebut tidak dapat berjalan
dengan efisien dan memberikan laju penetrasi yang cukup lama.
Dalam mengoptimasikan hidrolika, seluruh aspek mengenai fluida
pemboran dan yang terkait dengan peralatan harus dipertimbangkan. Komponen
pertama dari desain hidrolika adalah peralatan permukaan dan hydraulic
horsepower yang disediakan dari peralatan tersebut. Terdapat 2 faktor yang
membatasi hydraulic horsepower di permukaan, antara lain laju alir dan tekanan
dari pompa yang digunakan. Faktor pertama adalah kisaran dari nilai laju alir yang
diberikan pompa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pola aliran dalam
annulus sebaiknya laminar dimana kecepatan yang paling tinggi dalam annulus
terdapat pada sekitar drill collar. Kecepatan kritis atau critical velocity harus
diperhitungkan pada bagian ini, hal ini bertujuan untuk mengetahui kisaran laju alir
yang diperbolehkan atau masih ditoleransi. Laju alir pompa yang lebih besar dari
kisaran tersebut dapat mempercepat aus pada peralatan bawah permukaan dan
membutuhkan bahan bakar yang berlebih, sedangkan laju alir pompa yang lebih
kecil akan menyebabkan pembersihan dasar lubang bor yang tidak efisien.

26
Faktor kedua adalah tekanan pompa pada saat pengoperasian. Sebagian
besar pompa mampu menghasilkan tekanan yang dibutuhkan tanpa menyebabkan
banyak masalah. Akan tetapi, karena berbagai macam komponen berkaitan dengan
sistem di permukaan seperti standpipe, rotary hose, pulsation dampener, dan
lainnya, tekanan permukaan yang maksimal biasanya terbatas.
Optimasi hidrolika di bit menyangkut kehilangan tekanan di bit. Besarnya
kehilangan teknan di bit (PLossBit) dibatasi oleh Daya Pompa Maksimum (HHPmax)
dan Tekanan Maksimum Pompa yang tersedia di permukaan (Ppumpmax). Telah
dikenal ada tiga kriteria yang biasa dipakai untuk perhitungan optimasi hidrolika
pada bit, yaitu Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)

Tugas
Sumur X merupakan deviated development well pada formasi Baturaja
yang berlokasi di Sumatera Selatan dengan koordinat kearah timur sebesar
290395,75° dan utara sebesar 9623625,1°. Formasi ini memiliki jenis batuan
Limestone dengan temperature reservoir sebesar 149° F dan kedalaman reservoir
2.207 ft. Casing yang digunakan memiliki ukuran 9 5/8 inch dan 7 inch untuk
masing-masing trayek yang tersedia. Sumur ini menggunakan jenis lumpur PHPA
(Potassium Chloride Partially Hydrolyzed Polyacrylamide) dengan native mud
pada bagian atas lubang. Spud mud akan digunakan pada trayek 17 ½ inch dan pada
trayek selanjutnya yaitu 12 ¼ dan 8 ½ inch akan digunakan KCL PHPA.
Pada suatu sumur x memiliki kedalamaan sumur 2141,8 ft terbagi menjadi
3 trayek yaitu yaitu trayek 17 ½ inch, 12 ¼ inch dan 8 ½ inch. Pada sumur tersebut
akan dilakukan evaluasi hidrolika pemboran untuk mengetahui sejauh mana hasil
persentasi hidrolika yang terjadi pada sumur x tersebut. Data yang digunakan
adalah sample kedalaman 1691 ft TVD pada trayek 12 ¼ inchi. Beberapa data yang
digunakan adalah sebagai berikut
Densitas : 10,2 ppg
Plastik Viskosits : 20 cp
Yield point : 25 cp
Flowrate pompa : 780 gpm
Stand Pipe pressure : 1630 psi

27
Dial reading 600 : 65 cp
Dial reading 300 : 45 co
Konstanta : 0,000043
n : 0,530
k : 1,649
BHA : 605,96 ft
Panjang DP : 1085,04

Dibawah ini merupakan tabel rangkaian pada kedalaman 1691 FT TVD

Tabel II.3 Rangkaian pada Kedalaman 1691 FT TVD


Component OD (in) ID (in) Length (ft) De
Mud Motor + stabilizer 8 5,25 29,1 4 1/4
Float Sub 8 2,88 3,08 4 1/4
X-Over Sub 1 8 2,88 2,79 4 1/4
NMDC 6,5 3,25 30,87 5 3/4
EM Repeater Sub + EMT DTU 5 1/2
Insert 6 3/4 3,06 2,99
EM Antena Sub + EMT DTU 5 1/2
Insert 6 3/4 3,06 3,2
HWDP 1 5 3 360 7 1/4
JAR 6,5 2,5 20,93 5 3/4
HWDP 2 5 3 150 7 1/4
X-Over Sub 2 6 3/4 2,88 3 5 1/2
DP @ 1691ft 5 3 1085,04 7 1/4

Dibawah ini merupakan data SPR pada kedalaman 1691 ft TVD

Tabel II.4 Data SPR pada Kedalaman 1691 ft TVD


Depth (ft) MP SPM SPP GPM
#1 11 175 242
862-1691
#2 17 198 260

Tentukan evaluasi perhitungan hidrolika pemboran pada kedalaman 1691


ft , apakah hidrolika pemboran harus dilakukan optimasi atau tidak ?

28
Lembar Kerja / Media Pembelajaran
Lembar kerja atau media pembelajaran yang digunakan pada studi kasus
pertama dapat menggunakan template excel (sheet 1) pada link dibawah ini
https://drive.google.com/drive/u/2/folders/14cjdQFDmf7__AMgkhxQZZGHuyP5
iggDD) / kalkulator scientific untuk menentukan perhitungan hidrolika dan
optimasi pada studi kasus tersebut.

Test Formatif
Sumur X merupakan deviated development well pada formasi Baturaja
yang berlokasi di Sumatera Selatan dengan koordinat kearah timur sebesar
290395,75° dan utara sebesar 9623625,1°. Formasi ini memiliki jenis batuan
Limestone dengan temperature reservoir sebesar 149° F dan kedalaman reservoir
2.207 ft. Casing yang digunakan memiliki ukuran 9 5/8 inch dan 7 inch untuk
masing-masing trayek yang tersedia. Sumur ini menggunakan jenis lumpur PHPA
(Potassium Chloride Partially Hydrolyzed Polyacrylamide) dengan native mud
pada bagian atas lubang. Spud mud akan digunakan pada trayek 17 ½ inch dan pada
trayek selanjutnya yaitu 12 ¼ dan 8 ½ inch akan digunakan KCL PHPA.
Pada suatu sumur x memiliki kedalamaan sumur 2141,8 ft terbagi menjadi
3 trayek yaitu yaitu trayek 17 ½ inch, 12 ¼ inch dan 8 ½ inch. Pada sumur tersebut
akan dilakukan evaluasi hidrolika pemboran untuk mengetahui sejauh mana hasil
persentasi hidrolika yang terjadi pada sumur x tersebut. Data yang digunakan
adalah sample kedalaman 1746 ft TVD pada trayek 8 ½ inchi. Beberapa data yang
digunakan adalah sebagai berikut
Densitas : 10,2 ppg
Plastik Viskosits : 22 cp
Yield point : 27 cp
Flowrate pompa : 292 gpm
Stand Pipe pressure : 1533 psi
Dial reading 600 : 71 cp
Dial reading 300 : 49 cp
Konstanta : 0,000042
n : 0,40

29
k : 1,51
BHA : 721,95 ft
Panjang DP : 1024,05

Dibawah ini merupakan tabel rangkaian pada kedalaman 1746 ft TVD

Tabel II.5 Rangkaian pada Kedalaman 1746 FT TVD


Component OD (in) ID (in) Length (ft) De
mud motor + stabilizer 6 3/4 4,5 25,33 1,75
Float Sub 6,5 2,88 2,62 2
Motor top stabilizer 6 3/4 2,88 4,33 1,75
NMDC 6 1/2 3,25 30,76 2
EM Repeater Sub + EMT DTU
Insert 6,5 3,06 3,13 2
EM Antena Sub + EMT DTU
Insert 6,5 3,06 3,26 2
HWDP 1 5 3 450 3,5
JAR 6,5 2,5 21,42 2
HWDP 2 5 3 180 3,5
X Over Sub 6 3/4 2,88 1,1 1,75
DP @ 1746 ft 5 3 1024,05 3,5

Dibawah ini merupakan data SPR pada kedalaman 1746 ft TVD

Tabel II.6 Data SPR pada Kedalaman 1691 ft TVD


Depth (ft) MP SPM SPP GPM
#1 21 238 230
1691-1746
#2 23 123 160

Tentukan evaluasi dan optimasi pada kedalaman 1746 ft TVD

Kunci Jawaban Tugas


Jawaban pada Tugas

a. Pressure loss kedalaman 862-1691 ft.


1. Pipe dan annulus pressure loss
>300 = 45
>600 = 65

30
/0++ 03
+ = 3,32 log (/1++) = 3,32 log (>3) = 0,530
/1++ >3
, = (3**)# = (3**)(,', = 1,649

Pipa alir
- Rangkaian mud motor + stabilizer
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I3,.3 > Z +,31
J = 353,707 ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = 3,.3% = 693,333 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* .@,*
3= ;< $.*
= 3,.3$.*
= 1,698 psi

- Rangkaian float sub


*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I J I J = 439,25 ft/min
*+,. .,-- > Z +,31
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = .,--% = 2303,964 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* 1,+-
3= ;< $.*
= .,--$.*
= 3,208 psi

- Rangkaian X-Over sub 1


*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I.,-- > Z +,31
J = 439,25 ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = .,--% = 2303,964 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* .,D@
3= ;< $.*
= .,--$.*
= 2,906 psi

- Rangkaian NMDC
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J

31
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I1,.3 > Z +,31
J = 420,51 ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = % = %
= 1809,231 ft/min
;< 1,.3

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* 1+,-D
3= ;< $.*
= 1,.3$.*
=17,998 psi

- Rangkaian EM Repeater sub + EMT DTU Insert


*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I1,+0 > Z +,31
J = 429,748ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = 1,+0% = 2040,882 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*7*+&' 8)(.* ? +.* B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* .,@@
3= ;< $.*
= 1,+0$.*
= 2,328 psi

- Rangkaian EM Antena sub + EMT DTU Insert


*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I1,+0 > Z +,31
J = 429,748ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = 1,+0% = 2040,882 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*7*+&' 8)(.* ? +.* B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* 1,.
3= ;< $.*
= 1,+0$.*
= 2,491 psi

- Rangkaian HWDP 1
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I1 > Z +,31
J = 432,829ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = 1%
= 2123,333 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*7*+&' 8)(.* ? +.* B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* 10+
3= ;< $.*
= 1$.*
= 308,216 psi

- Rangkaian Jar

32
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I.,3 > Z +,31
J = 462,253ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = .,3% = 3057,6 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*7*+&' 8)(.* ? +.* B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* .+,@1
3= ;< $.*
= .,3$.*
= 42,992 psi

- Rangkaian HWDP 2
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I1 > Z +,31
J = 432,829ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = 1%
= 2123,333 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*7*+&' 8)(.* ? +.* B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* *3+
3= ;< $.*
= 1$.*
= 128,423 psi

- Rangkaian X-Over sub 2


*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I.,-- > Z +,31
J = 439,25 ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = .,--% = 2303,964 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* 1
3= ;< $.*
= .,--$.*
= 3,124 psi

- Rangkaian DP
*/(.!()
3.-. 7*+$ 89 *.0 1(=* (/(.!()
!H = I )
J I ;< >(
J
*/(.!+,31)
3.-. 7*+$ 8*,0>@ *.0 +,31=* +,31/(.!+,31)
=I *+,.
J I1 > Z +,31
J = 423,829ft/min
.>.3? .>.3 Z D-+
!" = ;<% = 1%
= 2123,222 ft/min

!" > !H ; aliran turbulen


-.@*(*+&' ))(.* ? +.* (A%)(.% B -.@*7*+&' 8*+,.(.* D-++.* *+-3,+>
3= ;< $.*
= 1$.*
= 928,962 psi

Tekanan total di pipa = 1442,3458 psi

33
Annulus
- Rangkaian mud motor + stabilizer
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I J I J = 342,378 ft/min
*+,. >,.3 1Z+,31
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !-%
= 222,048 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z...,+>- (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z .@,*


I >..3 1Z +,31
J 1++(>,.3)
= 0,559 psi

- Rangkaian float sub


*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I>,.3 1Z+,31
J = 342,378 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !-%
= 222,048 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B ..>Z...,+>- (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z 1,+-
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=I >..3 1Z +,31
J 1++(>,.3)

= 0,059 psi
- Rangkaian X-Over Sub 1
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I>,.3 1Z+,31
J = 342,378 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !-%
= 222,048 ft/min

!" < !H ; aliran laminer


C
..>% (.(=*) ( 9B
3=I J =
<E!F< 1( 1++(<E!F<)

..>Z...,+>- (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z .,D@


I >..3 1Z +,31
J 1++(>,.3)
= 0,054 psi

34
- Rangkaian NMDC
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I3,D3 1Z+,31
J = 307,008 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !0,3%
= 177,252 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*DD,.3. (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z 1+,D-


I 3,D3 1Z +,31
J 1++(3,D3)
= 0,332 psi

- Rangkaian EM Repeater sub + EMT DTU Insert


*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I3,3 1Z+,31
J = 311,97 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !0,D3%
= 182,871 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*-.,-D* (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z .,@@


I 3,3 1Z +,31
J 1++(3,3)
= 0,035 psi

- Rangkaian EM Antena sub + EMT DTU Insert


*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I3,3 1Z+,31
J = 311,97 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !0,D3%
= 182,871 ft/min

!" < !H ; aliran laminer


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*-.,-D* (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z 1,.


I 3,3 1Z +,31
J 1++(3,3)
= 0,037 psi

- Rangkaian HWDP 1

35
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J ID,.3 1Z+,31
J = 282,38 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !3%
= 152,804 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*3.,-+> (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z 10+


I D,.3 1Z +,31
J 1++(D,.3)
= 2,507 psi

- Rangkaian Jar
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I3,D3 1Z+,31
J = 307,008 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !0,3%
= 177,252 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*DD,.3. (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z .*,>.


I 3,D3 1Z +,31
J 1++(3,D3)
= 2,022 psi

- Rangkaian HWDP 2
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J ID,.3 1Z+,31
J = 282,38 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !3%
= 152,804 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*3.,-+> (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z *3+


I D,.3 1Z +,31
J 1++(D,.3)
= 1,044 psi

- Rangkaian X-Over Sub 2

36
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J I3,3 1Z+,31
J = 311,97 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !0,D3%
= 182,871 ft/min

!" < !H ; aliran laminar


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*-.,-D* (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z .,@@


I 3,3 1Z +,31
J 1++(3,3)
= 0,035 psi

- Rangkaian DP
*/(.!()
3.878 (10> )* 2.4 2+ + 1 (/(.!()
!H = n q r s
6 Xℎ − iX; 3+
*/(.!+,31)
1.-D- 7*+$ 8*,0>@ ..> .Z+,31=* +,31/(.!+,31)
= I *+,.
J ID,.3 1Z+,31
J = 282,38 ft/min
.>.3? .>.3Z D-+
!" = <E% !F<% = *.,.3% !3%
= 152,804 ft/min

!" < !H ; aliran laminer


C
..>% (.(=*) ( 9B
3 = I<E!F< 1(
J 1++(<E!F<)
=

..>Z*3.,-+> (.Z+,31=*) +,31 *,0>@ Z Z *+-3,+>


I D,.3 1Z +,31
J 1++(D,.3)
= 7,549 psi

Tekanan total di annulus = 12,4363 psi


Pressure loss total pipa dan annulus = 1454,7822 psi
2. Pressure loss di permukaan.
3 = 4 S 6+,- S7*,- S3! +,. = 0,000042 S 10,2+,- S780*,- S20+,.
= 78,7237 psi
3. Pressure loss di bit
3 = 3<; − 3\Q<< ;=;L OL+ L++Y\Y< − 3\Q<< ;/PKY,LL+ = 1630-
1454,7822-78,7237 = 96,4941 psi
4. Persentase bit hidrolika = (Ploss bit/Psp) x 100 = (96,4941/1630)x100
= 5,9199%
Setelah mendapatakan hasil persentasi bit hidrolika mendapatkan hasil
5, 9199% maka diputuskan untuk dilakukan optimasi hidrolika , ini

37
dikarenakan hasil persentaes bit hidrolika pemboran di bawah standar
yang dibutuhkan yaitu di bawah 50 %
b. Optimasi hidrolika pemboran kedalaman 862-1691 ft
1. Luas area nozzle
* * *0. * *-.
N- = > aO . = (( > S 3,14 S 1.
) x2 )+ ( > S 3,14 S 1.
)+(
* .+.
>
S 3,14 S 1.
) = 0,948

2. Pressure bit loss dan pressure circulation system


7@...Z*+&' 8? % ) 7@...Z*+&' 8.>.% *+,.
3Z1 = K[ %
= +,@>-%
= 61,2837 psi
7@...Z*+&' 8? % ) 7@...Z*+&' 8.0+% *+,.
3Z2 = K[ %
= +,@>-%
= 70,7393 psi

3H1 = 3< − 3Z = 1630−61,2837 = 113,7163 psi


3H2 = 3< − 3Z = 1630−70,7393 = 127,2607 psi
3. Nilai n dan k
]^_ A`.!]^_ A`* ]^_ *.D,.0+D!]^_ **1,D*01
+= ]^_ ?.!QS#?*
= ]^_ .0+!QS#.>.
= 1,5685
A` **1,D*01
,1 = ?# = .>.+,'.*'
= 0,0207
A` *.D,.0+D
,1 = ?# = .0++,'.*'
= 0,0207

, L[U = 0,0207 psi/gpm


4. Tekanan bit BHHP
( *,30-3
P bit (BHHP) = (=* S3< = *,30-3=* S1630 = 995,3899 psi

5. Area dan diameter nozzle baru


) *+,.
-/h N- = 0.0096 S 7MAH = 0.0096 S 780M@@3,1-@@ = 0,758

> K[ > Z +,D3-


-/h X- = M 1L
S 32 = M 1 Z 1.*> S 32 = 15,7148

6. Tekanan sirkulasi optimum dan laju alir optimum


3H i;R=KYK = 3_ − 3Z = 1630 - 995,3899 = 634,6101 psi
A` SGJITPT 01>,0*+*
7Q;R=KYK( = a
= +,+.+D
= 724,2082 gpm

7. Persentase optimasi hidrolika bit


AHEEG @@3,1-@@
%Q;R=KL<= Z=R = AXG
S 100 = *01+
S 100 = 61,0669 %

38
EVALUASI

Studi Kasus Pertama


Pada studi kasus pertama, tentang mengenai optimasi hidrolika pemboran
dengan menggunakan metode BHHP (Bit Hydraulic Horse Power) dibawah ini
merupakan tugas yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi pada studi kasus
pertama ini.

Evaluasi Tugas Studi Kasus Pertama


Sumur X merupakan deviated development well pada formasi Baturaja
yang berlokasi di Sumatera Selatan dengan koordinat kearah timur sebesar
290395,75° dan utara sebesar 9623625,1°. Formasi ini memiliki jenis batuan
Limestone dengan temperature reservoir sebesar 149° F dan kedalaman reservoir
2.207 ft. Casing yang digunakan memiliki ukuran 9 5/8 inch dan 7 inch untuk
masing-masing trayek yang tersedia. Sumur ini menggunakan jenis lumpur PHPA
(Potassium Chloride Partially Hydrolyzed Polyacrylamide) dengan native mud
pada bagian atas lubang. Spud mud akan digunakan pada trayek 17 ½ inch dan pada
trayek selanjutnya yaitu 12 ¼ dan 8 ½ inch akan digunakan KCL PHPA.
Pada suatu sumur x memiliki kedalamaan sumur 2141,8 ft terbagi menjadi
3 trayek yaitu yaitu trayek 17 ½ inch, 12 ¼ inch dan 8 ½ inch. Pada sumur tersebut
akan dilakukan evaluasi hidrolika pemboran untuk mengetahui sejauh mana hasil
persentasi hidrolika yang terjadi pada sumur x tersebut. Data yang digunakan
adalah sample kedalaman 1913 ft TVD pada trayek 8 ½ inchi. Beberapa data yang
digunakan adalah sebagai berikut
Densitas : 10,2 ppg
Plastik Viskosits : 20 cp
Yield point : 24 cp
Flowrate pompa : 550 gpm
Stand Pipe pressure : 1870 psi
Dial reading 600 : 64 cp
Dial reading 300 : 44 cp
Konstanta : 0,000042

39
n : 0,34
k : 2,21
BHA : 721,95 ft
Panjang DP : 1191,05 ft

Dibawah ini merupakan tabel rangkaian pada kedalaman 1913 ft TVD

Tabel III.1 Rangkaian pada Kedalaman 1913 ft TVD


Component OD (in) ID (in) Length (ft) De
mud motor + stabilizer 6 3/4 4,5 25,33 1,75
Float Sub 6,5 2,88 2,62 2
Motor top stabilizer 6 3/4 2,88 4,33 1,75
NMDC 6 1/2 3,25 30,76 2
EM Repeater Sub + EMT
DTU Insert 6,5 3,06 3,13 2
EM Antena Sub + EMT
DTU Insert 6,5 3,06 3,26 2
HWDP 1 5 3 450 3,5
JAR 6,5 2,5 21,42 2
HWDP 2 5 3 180 3,5
X Over Sub 6 3/4 2,88 1,1 1,75
DP @ 1913 ft 5 3 1191,05 3,5

Dibawah ini merupakan data SPR pada kedalaman 1913 ft TVD

Tabel III.2 Data SPR pada Kedalamana 1913 ft TVD


Depth (ft) MP SPM SPP GPM
#1 18 91 120
1746-1913
#2 20 251 210

Tentukan evaluasi dan optimasi pada kedalaman 1913 ft TVD ?

Kriteria Penilaian pada Evaluasi Studi Kasus Tugas Pertama

Dalam menentukan keberhasilan studi kasus ini di tetapkan dua komponen


kriteria penilaian yaitu kriteria peniliaian dari segi kognitif skill dan psikomotor
skill. Dibawah ini merupakan dua kriteria penilaian yang digunakan pada studi
kasus optimasi hidrolika pemboran dengan menggunakan metode BHHP (Bit
Hydraulic Horse Power)

40
1. Kognitif skill : Mahasiswa dapat mengetahui tentang teorotis dari studi
kasus optimasi hidrolika pemboran dengan menggunakan metode BHHP
(Bit Hydraulic Horse Power)
2. Psikomotor Skill : Mahasiswa dapat mempraktekkan evaluasi perhitungan
dengan menggunakan excel pada studi kasus optimasi hidrolika pemboran
metode BHHP (Bit Hydraulic Horse Power)
Pada kedua kriteria penilaian memiliki bobot persentasi nilai pada masing
masing komponen tersebut. Dibawah ini merupakan Tabel Pembobotan Penilaian
pada studi kasus optimasi hidrolika pemboran dengan menggunakan metode BHHP
(Bit Hydraulic Horse Power)

Tabel III.3 Pembobotan Nilai pada Studi Kasus Pertama


Komponen Rentang Nilai Bobot
(Angka) (dalam %)
Kognitif Skill 0 - 100 50
Psikomotor Skill 0 - 100 50
Jumlah Bobot 100

Total nilai akhir pada studi kasus optimasi hidrolika pemboran dengan
menggunakan metode BHHP (Bit Hydraulic Horse Power) akan dinyatakan pada
notasi huruf yang merupakan penyeteraan berdasarkan total nilai pada studi kasus
tersebut. Dibawah merupakan komponen nilai akhir dengan notasi huruf yang
digunakan pada studi kasus ini

Tabel III.4 Komponen Nilai Akhir dengan Notasi Huruf pada Studi Kasus
Pertama
Huruf Angka Keterangan
A 80 - 100 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
A- 77 – 79,99 1. Mahasiswa dapat memahami proses hidrolika pada
pemboran
2. Mahasiswa dapat memahami karateristik yang
terjadi pada proses hidrolika pemboran

41
3. Mahasiswa dapat memahami konsep pada optimasi
hidrolika pemboran
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan perhitungan
pada hidrolika pemboran
5. Mahasiswa dapat mengaplikasikan perhitungam
pada optimasi hidrolika pemboran
B+ 74 – 76,99 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
B 68 – 73,99 1. Mahasiswa dapat memahami proses hidrolika pada
B- 65 – 67,99 pemboran
2. Mahasiswa dapat memahami karateristik yang
terjadi pada proses hidrolika pemboran
3. Mahasiswa dapat memahami konsep pada optimasi
hidrolika pemboran
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan perhitungan
pada hidrolika pemboran
C+ 6,2 – 64,99 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
C 56 – 61,99 1. Mahasiswa dapat memahami proses hidrolika pada
pemboran
D 45 – 55,99 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
1. Mahasiswa kurang memahami proses hidrolika
pada pemboran
2. Mahasiswa kurang memahami karateristik yang
terjadi pada proses hidrolika pemboran
3. Mahasiswa kurang memahami konsep pada
optimasi hidrolika pemboran
4. Mahasiswa kurang mengaplikasikan perhitungan
pada hidrolika pemboran
5. Mahasiswa kurang mengaplikasikan perhitungam
pada optimasi hidrolika pemboran
E N < 44,99 Tidak memenuhi indikator penilaian

42
PENUTUP

Dibawah ini merupakan kesimpulan pada kedua studi kasus hidrolika


pemboran

Kesimpulan Studi Kasus Pertama


1. Dari hasil evaluasi trayek 17 ½ inch, di sumur X lapangan Y diperoleh nilai
hidrolika pemboran tersebut berada dibawah batas minimum yaitu 50%,
sehingga perlu dilakukan optimasi, selain itu dapat diketahui juga faktor-
faktor yang memengaruhi hal tersebut yaitu nilai flow rate, mud weight,
pressure loss baik di bit, surface, maupun pipe dan annulus, PV, YP, nilai
n (behavior index) dan k (indeks konsistensi fluida).
2. Hasil optimasi hidrolika pemboran dengan metode bit hydraulic horse
power pada sumur X lapangan Y memilki hasil yang baik, dimana metode
ini berhasil meningkatkan nilai optimasi dari setiap interval pada tiap trayek
yang semula di bawah 50% menjadi diatas 50%.
3. Tekanan di bit pada trayek 12 ¼ inchi dengan interval kedalaman 862- 1691
FT TVD setelah dilakukan optimasi mendapat 61% yang semula hanya
5,9199%. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan optimasi yang dilakukan
berhasil karena nilai setelah dioptimasi telah melebihi nilai batas minimim
hidrolika sebesar 50%.

43
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, R. K., Hassanpour, A., Hare, C., dan Ghadiri, M. (2014): Instantaneous
monitoring of drill bit wear and specific energy as a criteria for the
appropriate time for pulling out worn bits, Society of Petroleum Engineers.
Adam, N.J. (1985): Drilling Engineering, Tulsa, PennWell Books Publishing
Company.
Adila, Dian Putrie. (2015). Optimasi Hidrolika dan evaluasi kinerja bit dengan
metode drilling specific energy trayek 17 ½ inch pada sumur dn-06 lapangan
adl-01. Trisakti
Al Rubaii, M. M. (2018): A new robust approach for hole cleaning to improve rate
of penetration, Society of Petroleum Engineers.
Alexandri, A. (2016): Perencanaan Rate of Penetration pada operasi pemboran,
Forum Teknologi, Vol 6 No 2, 79-89.
Allawi, R. H., Najem, M. A., Sagger, M. A., & Abd, S. M. (2019). Effect of
Temperature on Rheology Drilling Mud. Journal of Physics: Conference
Series, 1279(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1279/1/012054
Alsubaih, A., Albadran, F., dan Alkanaani, N. (2018): Mechanical Specific Energy
and statistical techniques to maximizing the drilling rates for production
section of Mishrif Wells in Southern Iraq, SPE/IADC Middle East Drilling
Technology Conference and Exhibition.
Amadi, W. K., dan Iyalla, I. (2012): Application of Mechanical Specific Energy
techniques in reducing drilling cost in deepwater development, Society of
Petroleum Engineers.
Amoco Production Company. (1994): Drilling Fluid Manual, Amoco
Coorporation, Chicago.
Armenta, M. (2008): Identifying inefficient drilling conditions using Drilling-
Specific Energy, Society of Petroleum Engineer
Baroid/NL Industries Inc. (1979): Manual of Drilling Fluids Technology.
Baroid/NL Industries Publications
Baker Hughes INTEQ. (1995): Drilling Engineering Workbook. Houston: Baker
Hughes

44
DAFTAR PUSTAKA
(Lanjutan)

Brouse, M (1982): Pratical hydraulics: A key to efficient drilling. World Oil, Oct
Bourgoyne et. al , (1991): Applied Drilling Engineering, SPE Textbook Vol. 2,
SPE,
Brown-Hughes (1984): Liner Equipment. Brown-Hughes Catalogue
Course, D. (2015): Drilling Course. Retrieved from
WWW.DRILLINGCOURSE.COM/2015/12/INTRODUCTION-TO-
CASING.HTML?M=1
Chillingarian, G and Vorabutr, P.(1981): Drilling and Drilling Fluids. Elsevier
Scientific, Amsterdam
Dresser Magcobar, (1981): Drilling Fluid Hanbook.
DrillingFormulas (2011): Cutting Carrying Index – Simple Tool To Determine Hole
Cleaning, Boston
Gould, R. K. (1959). Cutting fluids. World Petroleum Congress Proceedings,
1959-May, 333–344.
Herianto (2018): Optimization of hydraulic horsepower to predict the Rate of
Penetration, American Journal of Physics and Applications.
Hemphill, T., Campos, W., & Pilehvari, A. (1993, Aug 23): Yield-power law model
more accurately predicts mud rheology. Oil & Gas Journal, 91, 45. Retrieved
from https://search.proquest.com/docview/274440935?accountid=49910
IMCO (1979): Applied Mud Technology (Manual). IMCO Services Publications.
Iskhov, D. O. (2017). Drilling Engineering, hal 195-240 CREATE SPACE
INDEPENDENT PUBLISHING PLATFORM, United Kingdom
J.J Azar : Drilling in Petroelum Engineering, University of Tulsa, Tulsa, Oklahoma,
USA.
Kelly, J. (1983): Drilling Fluid Selection, Performance and Quality Control. JPT,
May, 889-898.
Magcobar Division, (1977): Drilling Fluid Handbook, Dresser Industries, Inc.
Resived edition.
Mitchell, R. F. (2011): Fundamentals of Drilling (Vol. 12). Richardson: Society of
Petroleum Engineers

45
DAFTAR PUSTAKA
(Lanjutan)

Miska, S. dan Mitchell, R. (2011): Fundamental of Drilling Engineering, USA,


Society of Petroleum Engineering.
Oloruntobi, Olalere and Butt, Stephen., (2019): Application Of Spesific Energy For
Lithology Indentification, Journal of Petroleum Science and Engineering.
Okon, A. N., Agwu, O. E., & Udoh, F. D. (2015). Evaluation of the cuttings
carrying capacity of a formulated synthetic-based drilling mud. Society of
Petroleum Engineers - SPE Nigeria Annual International Conference and
Exhibition, NAICE 2015. https://doi.org/10.2118/178263-ms
Pilehvari, A. A., Texas, A., Kingsville, M. U., Azar, J. J., Shirazi, S. A., & Tulsa,
U. (1999). St ate-of-the-Art Cuttings Tra nsport in Horizont al Wellb ores.
14(September).
Rabia H, (1985): Oil Well Drilling Engineering Principles and Practices, Graham
& Truman.
Rabia, H. (2002): Well Engineering & Construction. London: Entrac Petroleum.
Ramsey, M. S. (2019): Practical Wellbore Hydraulics and Hole Cleaning.
Massachusetts: Gulf Professional Publishing.
Robinson, L. (1982): Optimising Bit Hydraulics Increase Penetration Rate, World
Oil, July.
Rogers, F. (1963): Composition and Properties of Oilwell Drilling Fluids. Gulf
Publishing Company, Houston.
Rubiandini, Rudi. (2012): Teknik Operasi Pemboran Volume I, Insitut Teknologi
Bandung, Bandung.
Sadya,Robani. (1984): Teknik Lumpur Pemboran, Diktat, Jakarta, Universitas
Trisakti.
Su, O., & Wang, X. (2019). cuttability indexes for evaluating the performance of
mechanical excavators using conical picks. Proceedings - Rapid Excavation
and Tunneling Conference, 2019-June(June), 980–985.
Suman, G. and Ellis, R. (1977): Cementing Handbook. Including Casing Handling
Procedures. Reprinted from World Oil, Gulf Publishing Co.

46
DAFTAR PUSTAKA
(Lanjutan)

Steiger, R.P, (1982): Fundamentals and Use Of Pottasium / Polymer Drilling Fluids
to Minimize Drilling and Completions Problems Associted With Hydratable
Clays, JPT
Tesco (2004): MLT Ring Field Make-Up Handbook, Canada, Tesco Coorporation.
Ukog. (2018): Korelasi lubang sumur dengan diameter casing. Retrieved from
www.ukogplc.com/page.php?pID=76
Viktorovitsj, D. (2015): Evaluation of Rheology and Pressure Losses for Oil-based
Drilling Fluids in a Simulated Drilling Process, Trondheim.
Walangitan, K. S. B., Hamid, A., & Wastu, A. R. R. (2020). Evaluasi Pengangkatan
Cutting pada Trayek 17 ½ inch dengan Metode CTR CCA dan CCI pada
Sumur KS Lapangan BW. PETRO:Jurnal Ilmiah Teknik Perminyakan, 9(2),
74. https://doi.org/10.25105/petro.v9i2.7097
Wastu, A. R. R., Hamid, A., & Samsol, S. (2019). The effect of drilling mud on
hole cleaning in oil and gas industry. Journal of Physics: Conference Series,
1402(2). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1402/2/022054
William, Jr. L.H. Underdown D.R. (1981): New Polymer Offers Effective,
Permanent Clay Stabilization Treatment”, JPT
Vertuil, R.D., dan McCourt, I. (2001): Introduction to Directional Drilling, Sugar
Land Learning Center.
Young, G and Robinson, L. (1982): How to Design A Mud System for Optimum
Solids Removal. World Oil, Sept., Oct., Nov.
Zakhrifady, F. M. (2018). Hidrolika Pemboran Dan Pengangkatan Cutting. Petro,
7(1), 5–14. https://doi.org/10.25105/petro.v7i1.3222

47

Anda mungkin juga menyukai