Anda di halaman 1dari 7

Jenis penelitian kualitatif, yakni etnografi (ethnography), studi kasus (case studies),

studi dokumen/teks (document studies), observasi alami (natural observation), Grounded


theory & Fenomenologi.

A.    ETNOGRAFI (ETHNOGRAPHY)


Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok social.
Etnografi juga merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara
alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah
budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian
lapangan, karena memang  dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Peneliti mengamati
perilaku seseorang atau kelompok sebagaimana apa adanya. Peneliti meneliti cirri khas dan
kebiasaan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Data diperoleh dari observasi sangat
mendalam sehingga memerlukan waktu berlama-lama di lapangan, wawancara dengan
anggota kelompok budaya secara mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli.
Tidak seperti jenis penelitian kualitatif yang lain dimana lazimnya data dianalisis setelah
selesai pengumpulan data di lapangan, data penelitian etnografi dianalisis di lapangan sesuai
konteks atau situasi yang terjadi pada saat data dikumpulkan. Penelitian etnografi bersifat
antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi. Para ahli pendidikan bisa
menggunakan etnografi untuk meneliti tentang pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran atau
sekolah-sekolah di tengah-tengah kota.
Artinya etnografi ini lebih terkhusus kepada apa yang menjadi pedoman bagi
masyarakat dan dinamika-dinamika social yang ada di masyarakat. Seperti yang dikatakan
bahwa etnografi cocok digunakan di bidang pendidikan, karena sekolah-sekolah mempunyai
satu cirri khas tersendiri artinya sekolah memiliki kebudayaan tersendiri yang tidak
melupakan kebudayaan yang ada didaerah setempatnya.

B.     STUDI KASUS (CASE STUDIES)


Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok,
satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya
untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus
menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Sebagaimana
prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara,
observasi, dan arsif. Studi kasus bisa dipakai untuk meneliti sekolah di tengah-tengah kota di
mana para siswanya mencapai prestasi akademik luar biasa.
Studi kasus dapat juga digunakan untuk meneliti bagaimana aspek psikologis siswa
yang bermasalah. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu contoh studi kasus
yang saat ini banyak di gunakan oleh guru untuk meneliti siswa-siswanya. Penelitian ini
dibatasi oleh waktu dan tempat dan kasusu yang dipelajari berupa program, peristiwa atau
individu.
a.       Pengertian Studi Kasus
Menurut Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236), studi kasus tidak selalu
menggunakan pendekatan kualitatif, ada beberapa studi kasus yang menggunakan pendekatan
kuantitatif. Stake, dalam membahas studi kasus, akan menekankan pendekatan kualitatif,
bersifat naturalistik, berbasis pada budaya dan minat fenomenologi. Studi kasus bukan
merupakan pilihan metodologi, tetapi pilihan masalah yang bersifat khusus untuk dipelajari.
Terdapat contoh masalah yang dapat bersifat kuantitatif, misalnya; anak yang sakit, dokter
mempelajari anak yang sakit dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan
dokter lebih bersifat kuantitatif ketimbang kualitatif. Contoh lain studi tentang anak yang
diabaikan (neglected child) dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan
pekerja sosial lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif. Sebagai suatu bentuk penelitian,
pemilihan studi kasus lebih ditentukan oleh ketertarikan pada kasus-kasus yang bersifat
individual, bukan oleh pemilihan penggunaan metode penelitian. Hal ini dapat dilihat dari
penjelasan Stake sebagai berikut: “Some case studies are qualitative studies, some are not. In
this chapter I will concentrate on case studies where qualitative inquiry dominates, with
strong naturalistic, holistic, cultural, phenomenological interests. Case study is not a
methodological choice, but a choice of object to be studied. We could study it in many ways.
The physician studies the child because the child is ill. The child’s symptoms are both
qualitative and quantitative. The physician’s record is more quantitative than qualitative.
The social worker studies the child because the child is neglected. The symptoms of neglect
are both qualitative and quantitative. The formal record the social worker keeps in more
qualitative than quantitative. In many professional and practical fields, cases are studied and
recorded. As a form of research, case study is defined by interest in individual cases, not by
methods of inquiry used.”
Selanjutnya, Stake menjelaskan bahwa nama studi kasus ditekankan oleh beberapa
peneliti karena memokuskan tentang apa yang dapat dipelajari secara khusus pada kasus
tunggal. Penekanan studi kasus adalah memaksimalkan pemahaman tentang kasus yang
dipelajari dan bukan untuk mendapatkan generalisasi. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan
Stake sebagai berikut: “The name case study is emphasized by some of us because it draws
attention to the question of what specifically can be learned from the single case. That
epistemological question is the driving question of this chapter: What can be learned from
the single case? I will emphasize designing the study to optimize understanding of the case
rather than generalization beyond.”
Lebih lanjut, Stake menjelaskan tentang identifikasi kasus bahwa kasus dapat bersifat
sederhana tetapi dapat juga bersifat kompleks. Kasus dapat bersifat tunggal misalnya hanya
terkait dengan seorang anak, atau banyak misalnya satu kelas, atau bersifat kompleks
misalnya kaum profesional yang mempelajari anak dalam masa kanak-kanak. Waktu yang
dibutuhkan untuk mempelajari dapat pendek atau panjang, tergantung waktu untuk
berkonsentrasi. Setelah menentukan mempelajari suatu kasus, peneliti seyogyanya terlibat
secara mendalam pada kasus tersebut. Hal ini dpat dibaca penjelasan Stake sebagai berikut:
“A case may be simple or complex. It may be a child or a classroom of children or a
mobilization of professionals to study a childhood condition. It is one among others. In any
given study, we will concentrating our inquiry on the one may be long or short, but while we
so consentrate, we are engaged in case study.”
Selanjutnya, Stake menjelaskan bahwa apabila ingin mempelajari suatu kasus, tidak
mungkin memahami secara mendalam tanpa mengetahui tentang kasus-kasus lain. Tetapi
apabila sumber daya terbatas, maka lebih baik hanya berkonsentrasi memahami kompleksitas
satu kasus saja tanpa harus melakukan perbandingan antar kasus-kasus tersebut. Apabila
mempelajari lebih dari satu kasus, maka sebaiknya penelitian berkonsentrasi pada kasus
tunggal. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut: “Ultimately we may be
more interested in phenomenon or population of cases than in the individual case. We cannot
understand this case without knowing about other cases. But while we are studying it, our
meager resources are concentrated on trying to understand its complexities. For the while,
we probably will not study comparison cases. We may simultaneously carry on more one
case study, but each case study is concentrated inquiry into a single case.”
Stake mengidentifikasikan adanya 3 (tiga) tipe studi kasus. Yang pertama disebut studi
kasus intrinsik, yaitu studi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari kasus yang
khusus, hal ini disebabkan karena seluruh kekhususan dan keluarbiasaan kasus itu sendiri
menarik perhatian. Tujuan studi kasus intrinsik bukan untuk memahami suatu konstruksi
abstrak atau konstruksi fenomena umum seperti kemampuan membaca (literacy),
penggunaan obat-obatan oleh remaja atau apa yang harus dilakukan oleh kepala sekolah.
Tujuannya bukan untuk membangun teori, meskipun pada waktu lain peneliti mungkin
mengerjakan hal tersebut. Studi dilakukan karena ada minat intrinsik di dalamnya, sebagai
contoh anak luar biasa, konferensi, klinik, atau kurikulum. Apa yang dikemukakan ini dapat
dilihat dari dengan penjelasan Stake sebagai berikut: “Different researchers have different
purposes for studying cases. To keep such differences in mind, I find it useful to identify three
types of study. In what we may call intrinsic case study, study is undertaken because one
wants better understanding of its particular case. It is not undertaken primarily because the
case represents other cases or illustrates a particular trait or problem, but because, in all its
particularity and ordinariness, this case itself is of interest. The researcher temporarily
subordinates other curiosities so that case may reveal its story. The purpose is not to come to
understand some abstract constructs or generic phenomenon, such as literacy or teenage
drug use or what a school principal does. The purpose is not theory building – though at
other times the researcher may do just that. Study is undertaken because of intrinsic interest
in, for example, this particular child, clinic conference or curriculum.”
Studi kasus yang kedua disebut studi kasus instrumental (instrumental case study), adalah
kasus khusus yang diuji untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu
masalah (issue) atau untuk memperbaiki teori yang telah ada. Walaupun studi kasus ini
kurang diminati, ia memainkan peran yang mendukung, memasilitasi pemahaman terhadap
sesuatu yang lain (minat eksternal). Kasusnya dilihat secara mendalam, dan konteksnya
diteliti secara cermat, aktivitas-aktivitas untuk mendalami kasus tersebut dilakukan secara
rinci, karena kasus ini membantu pemahaman tentang ketertarikan dari luar (minat eksternal).
Dasar pemilihan mendalami kasus ini dikarenakan kasus ini diharapkan dapat memperluas
pemahaman peneliti tentang minat lainnya. Hal ini disebabkan karena para peneliti bersama-
sama mempunyai beberapa minat yang selalu berubah-ubah yang tidak membedakan studi
kasus intrinsik dari studi kasus instrumental dan bertujuan memadukan keterpisahan di antara
keduanya. Hal ini dapat dibaca dalam penjelasan Stake sebagai berikut: “In what we may call
instrumental case study, a particular case is examined to provide insight into an issue or
refinement of theory. The case of secondary interest; it plays a supportive role, facilitating
our understanding of something else. The case is often looked at in depth, its contexts
scrutinized, its ordinary activities detailed, but because this helps us pursue the external
interest. The case may be seen as typical of other cases or not. (I will discuss the small
importance of typicality later.) The choice of case is made because it is expected to advance
our understanding of that other interest. Because we simultaneously have several interests,
often changing, there is no line distinguishing intrinsic case study from instrumental; rather,
a zone of combined purpose separates them.”
Studi kasus ketiga adalah studi kasus kolektif (collective case study), yaitu penelitian
terhadap gabungan kasus-kasus dengan maksud meneliti fenomena, populasi, atau kondisi
umum. Ini bukan merupakan kumpulan studi instrumental yang diperluas pada beberapa
kasus. Studi kasus kolektif memerlukan kasus-kasus individual dalam kumpulan kasus-kasus
diketahui lebih dahulu untuk mendapatkan karakteristik umum. Kasus-kasus individual dalam
kumpulan kasus-kasus tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama atau berbeda, masing-masing
mempunyai kelebihan dan bervariasi. Kasus-kasus tersebut dipilih karena dipercaya bila
memahami kasus-kasus tersebut akan menghasilkan pemahaman yang lebih baik, penyusunan
teori yang lebih baik tentang kumpulan kasus-kasus yang lebih luas. Hal ini dapat dibaca
pada penjelasan Stake sebagai berikut: “With even less interest in one particular case,
researchers may study a number of cases jointly in order to inquire into the phenomenon,
population, or general condition. We might call this collective case study. It is not the study
of collective but instrumental study extended to several cases. Individual cases in the
collection may or may not be known in advance to manifest the common characteristic. They
may be similar or dissimilar, redundancy and variety each having voice. They are chosen
because it is believed that understanding them will lead to better understanding, perhaps
better theoritizing, about a still larger collection of cases.”
Selanjutnya mengenai studi kekhususan, Stake menjelaskan bahwa peneliti kasus mencari
tahu tentang apa yang bersifat umum dan apa yang bersifat khusus dari kasus tersebut, tetapi
hasil akhir dari kasus tersebut biasanya menampilkan sesuatu yang unik. Keunikan tersebut
mungkin meresap dan meluas kepada:
–        Hakikat suatu kasus
–        Latar belakang sejarah kasus tersebut
–        Latar (setting) fisik
–        Konteks-konteks lainnya, termasuk ekonomi, politik, hukum, dan estetika
–        Kasus lainnya bilamana kasus tersebut berkaitan dengan kasus yang dipelajari
–        Informan-informan dipilih dari orang-orang yang mengetahui kasus ini
Untuk mempelajari kekhususan suatu kasus, keseluruhan data tersebut harus
dikumpulkan.
Keunikan, kekhususan dan perbedaan tidak disukai secara meluas. Studi kasus dirugikan
oleh orang-orang yang kurang menghargai kekhususan. Banyak ahli ilmu pengetahuan sosial
telah menulis tentang studi kasus, seolah-olah studi kasus khusus tidak sepenting studi kasus
lainnya yang diarahkan guna menghasilkan generalisasi. Studi kasus dianggap merupakan
tipifikasi dari kasus-kasus lainnya sebagai eksplorasi yang mengawali studi-studi yang dapat
menghasilkan generalisasi, atau hanya merupakan suatu langkah awal dalam membangun
teori. Jadi studi kasus kurang dihargai sebagai studi intrinsik yang bernilai kekhususan seperti
biografi, studi mandiri kelembagaan, program evaluasi, praktek terapi dan banyak macam
pekerjaan. Hal ini dapat dibaca dalam penjelasan Stake sebagai berikut: “Case researchers
seek out both what is common and what is particular about the case, but the end result
regularly presents something unique (Stouffer, 1941). Uniqueness is likely to be pervasive,
extending to
–        The nature of the case
–        Its historical background
–        The physical setting
–        Other contexts, including economic, political, legal and aesthetic
–        Other cases trough which this case is recognized
–        Those informants through whom the case can be known
To study the case, many researchers will gather data on all the above.
Uniqueness, particulary, diversity is not universally loved. Case study
methodology has suffered somewhat because it has sometimes been presented by people who
have a lesser regard for study of the particular (Denzin, 1981; Glaser & Strauss, 1967;
Herriott & Firestone, 1983; Yin, 1984). Many social scientists have written about case study
as if intrinsic study of a particular case is not as important as studies to obtain generalizations
pertaining to a population of cases. They have emphasized case study as typification of other
cases, as exploration leading to generalization producing studies, or as an occasional early
step in theory building. Thus, by these respected authorities, case study method has been little
honored as in the intrinsic study of a valued particular, as its generally in biography,
institutional self study, program evaluation, therapeutic practice, and many lines of work….”
Dari pandangan-pandangan Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236-238) tersebut
dapat disimpulkan tentang studi kasus dan ciri-cirinya sebagai berikut: Studi kasus adalah
suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat
kekhususan (particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun
kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan
masyarakat luas. Dalam buku yang penulis susun ini lebih ditekankan pendekatan
kualitatif.
b.      Ciri-ciri studi kasus
Ciri-ciri studi kasus adalah sebagai berikut:
1)      Studi kasus bukan suatu metodologi penelitian, tetapi suatu bentuk studi (penelitian)
tentang masalah yang khusus (particular).
2)      Sasaran studi kasus dapat bersifat tunggal (ditujukan perorangan /individual) atau suatu
kelompok, misalnya suatu kelas, kelompok profesional, dan lain-lain.
3)      Masalah yang dipelajari atau diteliti dapat bersifat sederhana atau kompleks. Masalah
yang sederhana misalnya anak yang mengalami penyimpangan perilaku. Masalah yang
kompleks misalnya suatu periode (masa) kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, hal-hal
yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal-hal yang menyebabkan skizofrenia, dll.
4)      Tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu kasus, atau
dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar erklaren (deskripsi suatu
fenomena).
5)      Studi kasus tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi, walaupun studi dapat
dilakukan terhadap beberapa kasus. Studi yang dilakukan terhadap beberapa kasus bertujuan
untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, sehingga pemahaman yang dihasilkan
terhadap satu kasus yang dipelajari lebih mendalam.
6)      Terdapat 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu:
a)      Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang dipelajari secara
mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri,
atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest).
b)      Studi kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang dipelajari secara
mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk memperbaiki atau menyempurnakan
teori yang telah ada atau untuk menyusun teori baru. Hal ini dapat dikatakan studi kasus
instrumental, minat untuk mempelajarinya berada di luar kasusnya atau minat eksternal
(external interest).
c)      Studi kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang dipelajari secara
mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus, walaupun masing-masing kasus
individual dalam kelompok itu dipelajari, dengan maksud untuk mendapatkan karakteristik
umum, karena setiap kasus mempunyai ciri tersendiri yang bervariasi.
7)      Hal-hal umum juga dipelajari dalam studi kasus, tetapi fokusnya terarah pada hal yang
khusus atau unik. Untuk mendapatkan hal-hal yang unik dari data-data sebagaimana tersebut
di bawah ini, harus dikumpulkan dan dianalisis, yaitu:
a)      Hakikat (the nature) kasus
b)      Latar belakang sejarah kasus
c)      Latar (setting) fisik
d)     Konteks dengan bidang lain; ekonomi, politik, hukum, dan estetika
e)      Mempelajari kasus-kasus lain yang berkaitan dengan kasus yang dipelajari
f)       Informan-informan yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui kasus ini

Untuk memperdalam wawasan pembaca, berikut ini akan dikemukakan tulisan Baedhowi
(2001:94) yang mengacu pada Yin (1981) tentang perbedaan studi kasus intrinsik dengan
studi kasus instrumental dan studi kasus kolektif sebagai berikut: “Intrinsic case study
dilakukan untuk memahami secara lebih baik tentang suatu kasus tertentu. Jadi studi terhadap
kasus ini karena peneliti ingin mengetahui secara intrinsik mengenai fenomena, keteraturan,
dan kekhususan dari suatu kasus, bukan alasan eksternal lainnya. Sebaliknya, instrumental
case study merupakan studi terhadap kasus untuk alasan eksternal, bukan karena kita ingin
mengetahui tentang hakekat kasus tersebut. Kasus hanya dijadikan sebuah instrumen untuk
memahami hal lain di luar kasus, misalnya dalam membuktikan sebuah teori yang
sebelumnya sudah ada. Sedangkan collective case study dilakukan untuk menarik kesimpulan
atau generalisasi terhadap fenomena atau populasi dari kasus-kasus tersebut. Jadi, jenis studi
kasus ke-tiga ini ingin membentuk sebuah teori berdasarkan persamaan dan keteraturan yang
didapat dari setiap kasus yang diselidiki.”

c.       Kelebihan dan Kelemahan Studi Kasus


1)      Kelebihan Studi Kasus
a)      Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal yang amat
mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu mengungkap
makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.
b)      Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa, suasana
kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi bahan studi yang
tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat ketat.
2)      Kelemahan Studi Kasus
Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi validitas,
reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya unik dan kualitatif tidak dapat
diukur dengan parameter yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang bertujuan untuk
mencari generalisasi.

C.    STUDI DOKUMEN/TEKS (DOCUMENT STUDY)


Studi dokumen atau teks merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau
interpretasi bahan  tertulis berdasarkan  konteksnya. Bahan bisa berupa catatan yang
terpublikasikan, buku teks, surat kabar, majalah, surat-surat, film, catatan harian, naskah,
artikel, dan sejenisnya. Untuk memperoleh kredibilitas yang tinggi peneliti dokumen harus
yakin bahwa naskah-naskah itu otentik. Penelitian jenis ini bisa juga untuk menggali pikiran
seseorang yang tertuang di dalam buku atau naskah-naskah yang terpublikasikan. Para
pendidik menggunakan metode penelitian ini untuk mengkaji tingkat keterbacaan sebuah
teks, atau untuk menentukan tingkat pencapaian pemahaman terhadap topik tertentu dari
sebuah teks.
Penlitian ini dapat pula kita lakukan di bidang pendidikan, misalnya mengkaji
kurikulum sekolah, RPP, dan berkas-berkas yang ada di sekolah tersebut. Keadaan siswa
setiap semester pun dapat dilihat melalui studi dokumen ini.

D.    PENGAMATAN ALAMI (NATURAL OBSERVATION)


Pengamatan alami merupakan jenis penelitian kualitatif dengan melakukan observasi
menyeluruh pada sebuah latar tertentu tanpa sedikitpun mengubahnya. Tujuan utamanya
ialah untuk mengamati dan memahami perilaku seseorang atau kelompok orang dalam situasi
tertentu. Misalnya, bagaimana perilaku seseorang ketika dia berada kelompok diskusi yang
anggota berasal dari latar sosial yang berbeda-beda. Dan, bagaimana pula perilaku dia jika 
berada dalam kelompok yang homogen. Peneliti menggunakan kamera tersembunyi atau
isntrumen lain yang sama sekali tidak diketahui oleh orang yang diamati (subjek).peneliti
bisa mengamati sekelompok anak ketika bermain dengan teman-temannya untuk memahami
perilaku interaksi sosial mereka.

E.     FENOMENOLOGI
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau
fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.
Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam
memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Creswell (1998:54), Pendekatan
fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar
tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah
membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi
pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk
mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.

F.     GROUNDED THEORY


Walaupun suatu studi pendekatan menekankan arti dari suatu pengalaman untuk
sejumlah individu, tujuan pendekatan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau
menemukan suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu . Situasi di mana individu
saling berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon terhadap suatu
peristiwa. Inti dari pendekatan grounded theory adalah pengembangan suatu teori yang
berhubungan erat kepada konteks peristiwa dipelajari.

Anda mungkin juga menyukai