Oleh:
(1521900014)
Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (1989), diartikan sebagai 1). contoh kejadian
sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi
tertentu tentang orang atau sesuatu. Berdasarkan pengertian diatas bisa disimpulkan
bahwa studi kasus merupakan bagian dari kajian yang mendalam terhadap sesuatu
yang berbeda atau unik yang ada dalam suatu kelompok, lembaga atau individu
tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa penelitian studi kasus merupakan sebuah
metode yang berfokus pada menjelaskan, memahami, mempraktikan dan atau
mengontrol individu (seperti contoh proses, binatang, manusia, rumah tangga,
organisasi, kelompok, industri, budaya dan negara (Woodside, 2010).
Jenis penelitian ini berusaha fokus pada beberapa kasus, seperti halnya yang
pendapat Skinner (1996) yang menyatakan daripada mempelajari seribu tikus untuk
masing-masing satu jam, atau seratus tikus selama sepuluh setiap jam, peneliti
cenderung mempelajari satu tikus selama seribu jam. Lebih lanjut Hodgetts & Stolte
(2003) menjelaskan bahwa studi kasus individu, kelompok, komunitas membantu
untuk menunjukkan hal-hal penting yang menjadi perhatian, proses sosial masyarakat
dalam peristiwa yang konkret, pengalaman pemangku kepentingan.
Terlepas dari berbagai kritik terhadap jenis penelitian ini, penelitian ini tetap
membawa manfaat bagi peneliti untuk memahami kasus-kasus yang terjadi di
masyarakat, serta membantu juga untuk memperkaya ilmu pengetahuan yang ada.
Oleh karena itu, melalui makalah in, penulis hendak membahas lebih dalam mengenai
penelitian studi kasus.
2. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN METODE PENELITIAN STUDI KASUS
Berbeda dengan pengguanaan studi kasus dalam ranah lain, misalnya teaching
case. Teaching case digunakan dalam setting pendidikan tidak perlu menggambarkan
individu, peristiwa atau proses tertentu secara akurat. Tujuan utama dari misalnya
teaching case adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran.
Teaching case dapat berupa ilustrasi dan meskipun berasal dari pengamatan studi
kasus tidak selalu sesuai dengan metodologi penelitian tertentu. Jenis lain dari
penggunaan studi kasus adalah studi kasus yang digunakan dalam bidang kesehatan.
Misalnya studi kasus gangguan psikologi klinis yang didasarkan pada penelitian
tertentu. Studi kasus ini dikembangkan menggunakan kombinasi kriteria diagnostik
dan observasi klinis (Prihatsanti, 2018).. Peneletian studi kasus berbeda juga dengan
case history, teknik ini digunakan untuk penyimpanan catatan.
Menurut Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si (2017) menyimpulkan bahwa studi
kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci
dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat
perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh
pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut. Pada umumnya target penelitian
studi kasus adalah hal yang aktual (Real-Life) dan unik. Targetnya bukanlah sesuatu
yang sudah terlewati atau masa lampau. Merriam & Tisdell (2015) mendefinisikan
studi kasus sebagai diskripsi dan analisis mendalam dari bounded system, sebuah
sistem yang tidak bisa terlepas dari satu kasus dengan kasus yang lain karena dalam
studi kasus memunculkan adanya bagian-bagian sistem yang bekerja secara
terintergratif dan berpola dengan yang lain.
Kelebihan
Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-halyang
amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu
mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.
Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa,
suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi
bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat ketat.
Karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1) mengidentifikasi “kasus” untuk
suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu
dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam
pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam
tentang respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus,
peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting
untuk suatu kasus. Hal ini mengisyaratkan bahwa suatu kasus dapat dikaji menjadi
sebuah objek studi (Stake, 1995) maupun mempertimbangkannya menjadi sebuah
metodologi (Merriam, 1988).
Ciri-ciri dari studi kasus yang baik adalah (1) Batas-batasnya dapat ditentukan
dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data
yang digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan baik
dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan. (2) Mampu mengantisipasi
berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda. (3) Studi kasus
mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung
pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip selektifitas. (4) Hasilnya
ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu menarik minat pembaca.
Adapun contoh peristiwa yang bisa diangkat menjadi objek Penelitian Studi
Kasus adalah sebagai berikut.
b. Di sebuah pabrik sering terjadi keributan karena uang dan barang-barang milik
karyawan sering hilang. Berkali-kali manajer pabrik memberi pengarahan dan
mengingatkan jika tertangkap pelakunya akan diberi sanksi, mulai dari sanksi
ringan hingga berat, sampai pemecatan. Bahkan pernah mengundang polisi untuk
memberi pengarahan serupa. Peringatan berkali-kali dari pimpinan pabrik dan
kepolisian tidak ada efeknya sama sekali. Buktinya pencurian masih saja terus
terjadi. Demi mengatasi masalah tersebut, pabrik mengundang seorang da’i untuk
berceramah di hari peringatan keagamaan. Sebagian besar karyawan senang, sang
da’i itu diundang lagi beberapa kali. Dalam ceramahnya, da’i itu tidak lupa
menyelipkan makna kejujuran dalam hidup dan apa konsekwensinya di hadapan
Tuhan jika seseorang tidak jujur. Sejak itu pencurian mereda, bahkan akhirnya
tidak ada sama sekali. Jelas sekali bahwa sentuhan spiritualitas jauh lebih efektif
daripada peringatan atau ancaman dari pimpinan. Peristiwa tersebut bisa diangkat
menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus.
Studi kasus dibagi dalam beberapa jenis, Stake (1995) membagi studi kasus
menjadi studi kasus intrinsik dan instrumental. Studi kasus instrinsik dilakukan
karena peneliti menginginkan pemahaman lebih baik pada kasus khusus yang
diteliti. Hal ini tidak dilakukan karena kasus tersebut mewakili permasalahan
tertentu, tetapi dengan semua kekhususan dan keserupaan dalam kasus membuat
kasus itu menjadi menarik. Tujuannya bukan untuk memahami fenomena umum
melainkan lebih pada minat intrinsik pada fenomena tertentu, sehingga meskipun
peneliti dapat membangun teori dari studi ini, hal itu bukan menjadi tujuan
utama. Studi kasus instrumental digunakan ketika kasus diteliti terutama untuk
memberikan wawasan tentang masalah atau untuk koreksi atas penelitian
sebelumnya. Kasus bukan merupakan hal yang utama namun memiliki peran
yang mendukung, memfasilitasi pemahaman peneliti tentang sesuatu yang lain.
Kasus dilihat secara mendalam, konteksnya diteliti, kegiatannya dirinci karena
membantu peneliti menemukan tujuan penelitian.
Pendapat lain, yakni menurut Yin (1994) studi kasus dibagi ke dalam tiga
jenis yakni studi kasus eksplanatori, eksploratori, diskriptif. Pertama studi kasus
eksplanatori. Studi kasus explanatori merupakan studi kasus yang kompleks da
multivarian biasanya pada studi kasus explanatori ini digunakan dalam studi
kausal. Karena model yang ada pada studi kausu explanatori tepat menggunakan
sistem pencocokan pola. Kedua, Studi kasus eksploratori, Proses pengumpulan
data dilapangan dapat dilakukan sebelum adanya pertanyaan peneliti dan
biasanya model penelitian seperti ini di anggap sebagai studi pendahuluan dan
penelitian sosial. walaupun proses data dilakukan sebelum adanya pertanyaan
tetap kerangka kerja penelit haruslah sudah dibuat sebelumnya. Ketiga, studi
kasus diskriptif, pada jenis studikasus ini semua kesimpulan akan di jabarkan
dengan bentuk diskripsi yang dikaitkan dengan teori dan temuan.
Yin (2002) menyatakan desain sebagai “the logical sequence that connects
the empirical data to a study’s initial research questions and, ultimately, to its
conclusions,” dan menyarankan empat tipe desain penelitian yang dapat
digunakan. Single holistic design, single embedded design, multiple holistic
design dan multiple embedded design”. Holistic design membutuhkan satu unit
analisis, sementara embedded design membutuhkan unit analisis ganda. Pada
perspektif ini desain studi kasus terdiri dari lima komponen, yaitu pertanyaan
penelitian, preposisi jika, unit analisis, logika yang menghubungkan data dengan
analisis, kriteria untuk menafsirkan temuan. Komponen keempat dan kelima
menjadi perhatian karena digunakan untuk merencanakan analisis data.
Adapun tahapan yang harus dilakukan peneliti ketika memilih studi kasus
adalah sebagai berikut.
Topik dalam penelitian menjadi hal sangat penting dalam kajian studi
kasus. Hal ini disebabkan tema adalah “body of knowledge” begitu penting
pemilihan tema maka alangkah baiknya peneliti haruslah melihat latar
belakang akademisi yang menji bagian dari keilmuanya. Sebagai contok
seorang mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa Inggris, maka wajiblah dalam
menentukan tema penelitian yang berkaitan dengan kasusu-kasus yang sering
muncul di bidang pendidikan Bahasa Inggris, sehingga hasil kajian
peneliatnya akan mendalam dan komprehensif karena sesua dengan bidang
keilmuanya.
Pada tahapan kedua ini, peneliti harus mau dan siap untuk membaca dan
juga menelaah kajian teori-teori, yang ada pada buku bacaan, jurnal, majalah
ilmiah, surat kabar dan juga laporan penelitian terdahulu. Menurut Yin
(1994) pembacaan literatur sangat penting untuk memperluas wawasan
peneliti di bidang yang akan diteliti dan mempertajam rumusan masalah
yang akan diajukan. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si (2017) memberi
penjelas bahwa dalam upaya pengumpulan bahan bacaan peneliti perlu
mempertimbangkan dua aspek penting, yakni relevansi (relevance) bahan
bacaan/literatur tersebut dengan topik bahasan (kasus) yang diangkat dan
kemutakhiran (novelty). Semakin muktahir kajian bacaan yang dibaca maka
semakin baik dan relevan sesuai dengan perkembangan yang di hadapi oleh
peneliti. Sering di temukan kutipan bacaan yang kurang tepat dan relevan
karenatidak sesuai dengan kajian pembahasan pada bidangnya.
c) Perumusan Masalah
Proses perumusan masalah, peneliti di tuntut untuk lebih teliti hal apa
yang akan di jadikan pokok masalah pada penelitian, menurut Dr. Suwartono
(2014: 24) perumusan suatu permasalahan perlu dilakukan untuk
memperjelas masalah yang dihadapi. Untuk menghindari kurang
mendalamnya hasil penelitian. Maka seorang peneliti bisa mengfokuskan
pada titik yang menjadi pusat perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, S. H. (2006). Studi kasus tentang kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga di kota Yogyakarta. Humanitas, 3(2), 75
Hartley, J. (2004). Case study research dalam Cassel, D & Symon, G. Essential guide
to qualitatice methods in organizational research (eds). London: SAGE
Publications. doi: 10.4135/978144628 0119.n9.-86
Merriam, S. B., & Tisdel, E. J. (2015). Qualitative research: A guide to design and
implementation. Fourth edition. San Fransisco: Jossey-BassNurmala, D., Anam, C., &
Suyono, H. (2006). Studi kasus perempuan lesbian (butchy) di Yogyakarta.
Indonesian Psychological Journal, 3(1), 28-37
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. 2017. STUDI KASUS DALAM PENELITIAN
Yin, R. K. (1994). Case study research design and methods (2nd ed.). Thousand Oaks,
CA: Sage