Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENELITIAN STUDI KASUS

TUGAS MATERI KULIAH PENELITIAN KUALITATIF

Dosen Pengampu: Prof. Drs. Koentjoro. MBSc. Ph.D Psikolog

Oleh:

Rizka Azaria Usa Lizhardy

(1521900014)

PSIKOLOGI PROFESI JENJANG MAGISTER


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020
1. LATAR BELAKANG

Berbagai upaya dilakukan manusia untuk membangun ilmu pengetahuan,


termasuk dengan mempelajari kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. Mempelajari
kasus, sudah sering digunakan dalam ranah bidang kesehatan, psikologi, organisasi,
dan bidang lain untuk menunjukkan hal-hal penting dari kasus (Prihatsanti, 2018).
Yin (1994) menyatakan bahwa penelitian merupakan usaha empiris untuk meneliti
fenomena kontemporer dalam kehidupan nyata, terutama ketika batasan antara
fenomena dan konteks fenomena itu tidak jelas. Salah satu cara penelitian yang bisa
digunakan adalah studi kasus, studi kasus digunakan untuk memberikan pemahaman
akan sesuatu yang menarik perhatian, proses sosial yang terjadi, peristiwa konkret,
atau pengalaman orang yang menjadi latar dari sebuah kasus (Prihatsanti, 2018).
Sebuah studi kasus diharapkan dapat menangkap kompleksitas satu kasus dan
metodologi ini semakin berkembang dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk dalam bidang
yang berorientasi pada praktik seperti studi lingkungan, pendidikan, maupun bisnis
(Johanson, 2003).

Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (1989), diartikan sebagai 1). contoh kejadian
sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi
tertentu tentang orang atau sesuatu. Berdasarkan pengertian diatas bisa disimpulkan
bahwa studi kasus merupakan bagian dari kajian yang mendalam terhadap sesuatu
yang berbeda atau unik yang ada dalam suatu kelompok, lembaga atau individu
tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa penelitian studi kasus merupakan sebuah
metode yang berfokus pada menjelaskan, memahami, mempraktikan dan atau
mengontrol individu (seperti contoh proses, binatang, manusia, rumah tangga,
organisasi, kelompok, industri, budaya dan negara (Woodside, 2010).

Jenis penelitian ini berusaha fokus pada beberapa kasus, seperti halnya yang
pendapat Skinner (1996) yang menyatakan daripada mempelajari seribu tikus untuk
masing-masing satu jam, atau seratus tikus selama sepuluh setiap jam, peneliti
cenderung mempelajari satu tikus selama seribu jam. Lebih lanjut Hodgetts & Stolte
(2003) menjelaskan bahwa studi kasus individu, kelompok, komunitas membantu
untuk menunjukkan hal-hal penting yang menjadi perhatian, proses sosial masyarakat
dalam peristiwa yang konkret, pengalaman pemangku kepentingan.

Penelitian studi kasus sering digambarkan sebagai metodologi yang fleksibel,


menantang dan paling umum digunakan dalam penelitian ilmu sosial (Prihatsanti,
2018). Meskipun demikian, penelitian ini juga menuai kritik bahwa penelitian ini
tidak dapat memberikan wawasan kausalitas dan generalisasi. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Idowu (2016) menegaskan bahwa mayoritas kritik terhadap
metodologi dalam studi kasus. Kritik yang paling sering adalah ketergantungan pada
kasus tunggal yang menjadikannya tidak dapat digeneralisasi. Studi sejumlah kecil
kasus dalam studi kasus tidak dapat digunakan untuk membangun keandalan temuan.
Penelitian studi kasus dianggap mengandung bias terhadap verifikasi, dengan kata
lain studi kasus memiliki kecenderungan untuk mengkonfirmasi ide-ide yang
terbentuk sebelumnya oleh peneliti. Kritik tersebut diarahkan pada statistik dan bukan
generalisasi analitik yang menjadi dasar studi kasus, di mana dalam generalisasi
analitik, teori yang dikembangkan sebelumnya digunakan sebagai template untuk
membandingkan hasil empiris dari studi kasus. Beberapa penelitian menggunakan
judul studi kasus, contoh penelitian Budi (2006) tentang studi kasus kekerasan
terhadap perempuan dalam rumah tangga di kota Yogyakarta kurang dapat memberi-
kan gambaran ‘bagaimana’ kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi, tidak
menyebutkan desain studi kasus yang dimaksudkan, analisis data dilakukan secara
kuantitatif. Demikian pula dengan penelitian Nurmala, Anam & Suyono (2006)
tentang studi kasus perempuan lesbian (butchy) di Yogyakarta kurang dapat
memberikan kesimpulan bagaimana dina-mika psikologis perempuan lesbian yang
dimaksud, sumber data tunggal berasal dari wawancara, hasil penelitian belum
merujuk pada parameter penelitian.

Terlepas dari berbagai kritik terhadap jenis penelitian ini, penelitian ini tetap
membawa manfaat bagi peneliti untuk memahami kasus-kasus yang terjadi di
masyarakat, serta membantu juga untuk memperkaya ilmu pengetahuan yang ada.
Oleh karena itu, melalui makalah in, penulis hendak membahas lebih dalam mengenai
penelitian studi kasus.
2. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN METODE PENELITIAN STUDI KASUS

Berbeda dengan pengguanaan studi kasus dalam ranah lain, misalnya teaching
case. Teaching case digunakan dalam setting pendidikan tidak perlu menggambarkan
individu, peristiwa atau proses tertentu secara akurat. Tujuan utama dari misalnya
teaching case adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran.
Teaching case dapat berupa ilustrasi dan meskipun berasal dari pengamatan studi
kasus tidak selalu sesuai dengan metodologi penelitian tertentu. Jenis lain dari
penggunaan studi kasus adalah studi kasus yang digunakan dalam bidang kesehatan.
Misalnya studi kasus gangguan psikologi klinis yang didasarkan pada penelitian
tertentu. Studi kasus ini dikembangkan menggunakan kombinasi kriteria diagnostik
dan observasi klinis (Prihatsanti, 2018).. Peneletian studi kasus berbeda juga dengan
case history, teknik ini digunakan untuk penyimpanan catatan.

Metode penelitian studi kasus dimaksudkan dengan tujuan menyelidiki kegiatan


atau proses kompleks yang tidak mudah dipisahkan dari konteks sosial di mana hal itu
terjadi. Kategori ini mempertahankan penggunaan metodologi dalam penelitiannya
untuk menyajikan temuan yang akurat dan dapat diandalkan untuk mewakili data.

Menurut Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si (2017) menyimpulkan bahwa studi
kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci
dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat
perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh
pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut. Pada umumnya target penelitian
studi kasus adalah hal yang aktual (Real-Life) dan unik. Targetnya bukanlah sesuatu
yang sudah terlewati atau masa lampau. Merriam & Tisdell (2015) mendefinisikan
studi kasus sebagai diskripsi dan analisis mendalam dari bounded system, sebuah
sistem yang tidak bisa terlepas dari satu kasus dengan kasus yang lain karena dalam
studi kasus memunculkan adanya bagian-bagian sistem yang bekerja secara
terintergratif dan berpola dengan yang lain.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan penelitian studi kasus adalah


erangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam
mengenai hal yang aktual. Hal yang diteliti biasanya terdiri dari beberapa kasus
karena biasanya kasus-kasus serupa bersifat integratif dan saling berhubungan.
Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau
bahkan dengan kepentingan nasional. 

Kelebihan

Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-halyang
amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu
mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.

Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa,
suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi
bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat ketat.

Karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1) mengidentifikasi “kasus” untuk
suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu
dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam
pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam
tentang respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus,
peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting
untuk suatu kasus. Hal ini mengisyaratkan bahwa suatu kasus dapat dikaji menjadi
sebuah objek studi (Stake, 1995) maupun mempertimbangkannya menjadi sebuah
metodologi (Merriam, 1988).

Ciri-ciri dari studi kasus yang baik adalah (1) Batas-batasnya dapat ditentukan
dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data
yang digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan baik
dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan. (2) Mampu mengantisipasi
berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda. (3) Studi kasus
mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung
pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip selektifitas. (4) Hasilnya
ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu menarik minat pembaca.

Adapun contoh peristiwa yang bisa diangkat menjadi objek Penelitian Studi
Kasus adalah sebagai berikut.

a. Sebuah komunitas memperoleh banyak prestasi, baik di tingkat lokal, provinsi


bahkan nasional. Prestasi-prestasi itu diraih ketika sekolah dipimpin oleh seorang
Tuli. Selama menjadi ketua, ia dikenal sebagai sosok yang tekun. Model
kepemimpinan orang Tuli tersebut pantas dijadikan “kasus” untuk diteliti
mengapa itu bisa terjadi. Jika peneliti bisa menggali model kepemimpinan orang
Tuli, akan bisa diperoleh banyak pelajaran yang bermanfaat, tidak saja bagi
peneliti itu sendiri dan sekolah tetapi juga masyarakat luas.

b. Di sebuah pabrik sering terjadi keributan karena uang dan barang-barang milik
karyawan sering hilang. Berkali-kali manajer pabrik memberi pengarahan dan
mengingatkan jika tertangkap pelakunya akan diberi sanksi, mulai dari sanksi
ringan hingga berat, sampai pemecatan. Bahkan pernah mengundang polisi untuk
memberi pengarahan serupa. Peringatan berkali-kali dari pimpinan pabrik dan
kepolisian tidak ada efeknya sama sekali. Buktinya pencurian masih saja terus
terjadi. Demi mengatasi masalah tersebut, pabrik mengundang seorang da’i untuk
berceramah di hari peringatan keagamaan. Sebagian besar karyawan senang, sang
da’i itu diundang lagi beberapa kali. Dalam ceramahnya, da’i itu tidak lupa
menyelipkan makna kejujuran dalam hidup dan apa konsekwensinya di hadapan
Tuhan jika seseorang tidak jujur. Sejak itu pencurian mereda, bahkan akhirnya
tidak ada sama sekali. Jelas sekali bahwa sentuhan spiritualitas jauh lebih efektif
daripada peringatan atau ancaman dari pimpinan. Peristiwa tersebut bisa diangkat
menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus.

C. Profesional yang berpindah-pindah pekerjaan yang berusaha menentukan


alasan para profesional ini berpindah pekerjaan. Studi kasus dipilih, karena
kasusnya adalah para profesional yang berpindah kerja namun kasus tersebut
tidak dapat dipertimbangkan tanpa konteks, yaitu di mana para profesional ini
bekerja. Tidaklah mungkin peneliti mendapatkan gambaran benar tentang alasan
profesional ini berpindah kerja tanpa mempelajari atau mempertimbangkan
konteks di mana hal itu terjadi.

Studi kasus digunakan dengan mempertimbangkan digunakan dengan


mempertimbangkan (a) fokus penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan
“bagaimana” dan “mengapa”; (b) peneliti tidak dapat memanipulasi perilaku
mereka yang terlibat dalam penelitian; (c) peneliti ingin menutupi kondisi
kontekstual karena yakin hal itu relevan dengan yang diteliti; (d) batas tidak jelas
antara fenomena dan konteks (Yin, 1994).
Hartley (2004) menjelaskan studi kasus dapat digunakan pada beberapa
konteks. Pertama, pada konteks yang lebih luas, misalnya organisasi. Contohnya
ketika menjelaskan job insecurity pada kasus kemunduran organisasi, peneliti
dapat mengeksplorasi tentang job insecurity, bagaimana karyawan mengalami
secara berbeda terkait hal tersebut, bagaimana tindakan yang dilakukan
organisasi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Sehingga studi kasus dapat
berguna untuk mengeksplorasi proses atau perilaku yang muncul. “Case studies
have an important function in generating hypotheses and building theory”
(Hartley, 2004); kedua, studi kasus digunakan ketika memiliki tujuan untuk
mengeksplorasi kasus yang ‘aneh’ atau ekstrim, misalnya perubahan organisasi
yang ekstrim; ketiga, studi kasus berguna menangkap sifat yang muncul dan
berubah dalam organisasi, yang tidak dapat ditangkap melalui survei karena
proses atau aliran aktivitasnya yang demikian cepat, misalnya turnover karyawan
yang tinggi; keempat, studi kasus merupakan teknik untuk mengeksplorasi
perilaku organisasi informal, tidak biasa, rahasia bahkan terlarang; kelima, studi
kasus digunakan untuk memahami praktik sehari-hari, di mana orang-orang yang
terlibat tidak dapat dieksplorasi dalam kontak atau waktu yang singkat.

B. JENIS METODE PENELITIAN STUDI KASUS

Studi kasus dibagi dalam beberapa jenis, Stake (1995) membagi studi kasus
menjadi studi kasus intrinsik dan instrumental. Studi kasus instrinsik dilakukan
karena peneliti menginginkan pemahaman lebih baik pada kasus khusus yang
diteliti. Hal ini tidak dilakukan karena kasus tersebut mewakili permasalahan
tertentu, tetapi dengan semua kekhususan dan keserupaan dalam kasus membuat
kasus itu menjadi menarik. Tujuannya bukan untuk memahami fenomena umum
melainkan lebih pada minat intrinsik pada fenomena tertentu, sehingga meskipun
peneliti dapat membangun teori dari studi ini, hal itu bukan menjadi tujuan
utama. Studi kasus instrumental digunakan ketika kasus diteliti terutama untuk
memberikan wawasan tentang masalah atau untuk koreksi atas penelitian
sebelumnya. Kasus bukan merupakan hal yang utama namun memiliki peran
yang mendukung, memfasilitasi pemahaman peneliti tentang sesuatu yang lain.
Kasus dilihat secara mendalam, konteksnya diteliti, kegiatannya dirinci karena
membantu peneliti menemukan tujuan penelitian.

Pendapat lain, yakni menurut Yin (1994) studi kasus dibagi ke dalam tiga
jenis yakni studi kasus eksplanatori, eksploratori, diskriptif. Pertama studi kasus
eksplanatori. Studi kasus explanatori merupakan studi kasus yang kompleks da
multivarian biasanya pada studi kasus explanatori ini digunakan dalam studi
kausal. Karena model yang ada pada studi kausu explanatori tepat menggunakan
sistem pencocokan pola. Kedua, Studi kasus eksploratori, Proses pengumpulan
data dilapangan dapat dilakukan sebelum adanya pertanyaan peneliti dan
biasanya model penelitian seperti ini di anggap sebagai studi pendahuluan dan
penelitian sosial. walaupun proses data dilakukan sebelum adanya pertanyaan
tetap kerangka kerja penelit haruslah sudah dibuat sebelumnya. Ketiga, studi
kasus diskriptif, pada jenis studikasus ini semua kesimpulan akan di jabarkan
dengan bentuk diskripsi yang dikaitkan dengan teori dan temuan.

C. TAHAPAN PENELITIAN STUDI KASUS

Yin (2002) menyatakan desain sebagai “the logical sequence that connects
the empirical data to a study’s initial research questions and, ultimately, to its
conclusions,” dan menyarankan empat tipe desain penelitian yang dapat
digunakan. Single holistic design, single embedded design, multiple holistic
design dan multiple embedded design”. Holistic design membutuhkan satu unit
analisis, sementara embedded design membutuhkan unit analisis ganda. Pada
perspektif ini desain studi kasus terdiri dari lima komponen, yaitu pertanyaan
penelitian, preposisi jika, unit analisis, logika yang menghubungkan data dengan
analisis, kriteria untuk menafsirkan temuan. Komponen keempat dan kelima
menjadi perhatian karena digunakan untuk merencanakan analisis data.
Adapun tahapan yang harus dilakukan peneliti ketika memilih studi kasus
adalah sebagai berikut.

a) Pemilihan Tema atau Topik Penelitian Tema

Topik dalam penelitian menjadi hal sangat penting dalam kajian studi
kasus. Hal ini disebabkan tema adalah “body of knowledge” begitu penting
pemilihan tema maka alangkah baiknya peneliti haruslah melihat latar
belakang akademisi yang menji bagian dari keilmuanya. Sebagai contok
seorang mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa Inggris, maka wajiblah dalam
menentukan tema penelitian yang berkaitan dengan kasusu-kasus yang sering
muncul di bidang pendidikan Bahasa Inggris, sehingga hasil kajian
peneliatnya akan mendalam dan komprehensif karena sesua dengan bidang
keilmuanya.

b) Kajian Teori Penelitian

Pada tahapan kedua ini, peneliti harus mau dan siap untuk membaca dan
juga menelaah kajian teori-teori, yang ada pada buku bacaan, jurnal, majalah
ilmiah, surat kabar dan juga laporan penelitian terdahulu. Menurut Yin
(1994) pembacaan literatur sangat penting untuk memperluas wawasan
peneliti di bidang yang akan diteliti dan mempertajam rumusan masalah
yang akan diajukan. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si (2017) memberi
penjelas bahwa dalam upaya pengumpulan bahan bacaan peneliti perlu
mempertimbangkan dua aspek penting, yakni relevansi (relevance) bahan
bacaan/literatur tersebut dengan topik bahasan (kasus) yang diangkat dan
kemutakhiran (novelty). Semakin muktahir kajian bacaan yang dibaca maka
semakin baik dan relevan sesuai dengan perkembangan yang di hadapi oleh
peneliti. Sering di temukan kutipan bacaan yang kurang tepat dan relevan
karenatidak sesuai dengan kajian pembahasan pada bidangnya.

c) Perumusan Masalah

Proses perumusan masalah, peneliti di tuntut untuk lebih teliti hal apa
yang akan di jadikan pokok masalah pada penelitian, menurut Dr. Suwartono
(2014: 24) perumusan suatu permasalahan perlu dilakukan untuk
memperjelas masalah yang dihadapi. Untuk menghindari kurang
mendalamnya hasil penelitian. Maka seorang peneliti bisa mengfokuskan
pada titik yang menjadi pusat perhatian.

d) Pengumpulan Data Menurut Dr. Suwartono, M. Hum (2014)

Pengumpulan data adalah berbagai cara yang digunakan untuk


mengumpulkan data, menghimpun, mengambil atau menjaring data
penelitian. Pada proses pengumpulan data studi kasus, peneliti dapat
menggunakan beberapa teknik diantarantanya adalah wawancara, observasi
dan dokumentasi. Pada tahapan ini peneliti mempunyai peranan yang sangat
penting hal itu dikarenakan penelitilah yang bisa menyimpulkan kapan waktu
untuk memulai dan mengakhiri penelitian dan juga mampu mengukur data
yang dibutuhkan sudah cukup.

e) Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan

Data menjadi bagian terpenting pada penelitian, setelah proses


mencarian informasi dilakukan dan dianggap cukup tahap selanjutnya adalah
pengumpulan data. Pada proses ini , peneliti harus mengecek setiap data,
menyusun data, melakukan pengkodingan pada data, mengklasifikasi data,
dan mengoreksi jawaban atas hasil wawancara yang dianggap masih kurang
jelas. Setelah data terkumpul baik melalui, hasil wawancara dan observasi,
dukumentasi dalam bentuk gambar atau photo. Data akan di olah oleh
peneliti. Menurut Dr. Suwartono, M. Hum (2014:79) istilah “olah” atau
“proses” data inilah penulis sering mengunakan untuk mengganti kata
“Analisis” yang lebih terkesan rumit. Pada proses analisis data. Menurut
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si (2017:20) Pada hakikatnya analisis data
adalah sebuah kegiatan untuk memberikan makna atau memaknai data
dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau
tanda, dan mengkategorikannya menjadi bagian-bagian berdasarkan
pengelompokan tertentu sehingga diperoleh suatu temuan terhadap rumusan
masalah yang diajukan. Untuk dapat menyimpulkan hasil temuan pastilah
tidak semudah yang kita pikirkan karena peneliti akan dituntut harus melalui
tahapan-tahapan proses dan ini memerlukan ketelitian, kecerdasan tersendiri.
Tidak hanya kecerdasan dan ketelitian yang menjamin akan hasil nya tepat
wawasan retorika, pengalaman peneliti dan bimbingan dosen akan sangat
berpengaruh terhadap informasi hasil temuan pada penelitian.

f) Simpulan dan Laporan Hasil Penelitian

Pada akhir proses penelitian, peneliti akan mengkroscek ,mengulang dan


meringkas hasil temuan yang sudah di lakukan kemudian membuat hasil
kesimpulan temuan . Laporan pertanggung jawaban merupakan bentuk
laporan yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil penemuan secara ilmiah.
Menurut Yunus (2010: 417) ada beberapa versi mengenai laporan penelitian,
tetapi secara umum terdapat 3 syarat agar laporan penelitian dapat
dikategorikan sebagai karya ilmiah, yaitu: 1. Objektif, 2. Sistematik 3.
Mengikuti metode ilmiah. Berdasarkan standar diatas, maka hasil karya
ilmiah tidaklah semudah yang kita bayangkan dan tidak asal. Pertama,
Objektif , ini bermaksud hasil pemerolehan data yang didapatkan dalam
penelitian adalah benar-benar data hasil dari subjek peneliti, bukan dari sudut
pandang peneliti. Kedua, sistematik dalam artian pada proses penelitian ada
tahapan-tahapanya, mulai dari awal sampai akhir kesimpulan dan laporan
masih berkaitan. Ketiga, mengikuti methode ilmiah, maksudnya pada proses
penelitian kegiatan yang dilakukan haruslah terstandar dengan alur dan
tahapan yang sudah disepakati oleh para ilmuwan .

D. ANALISA DATA STUDI KASUS

1. Pengumpulan kategori, peneliti mencari suatu kumpulan dari


contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan
isu yang akan muncul;
2. Interpretasi langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh
serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak contoh.

3. Peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau


lebih kategori. Kesepadanan ini dapat dilaksanakan melalui tabel 2x2
yang menunjukkan hubungan antara dua kategori;

4. Pada akhirnya, peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik


melalui analisa data, generalisasi ini diambil melalui orang-orang yang dapat
belajar dari suatu kasus, apakah kasus mereka sendiri atau menerapkannya
pada sebuah populasi kasus.

DAFTAR PUSTAKA
Budi, S. H. (2006). Studi kasus tentang kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga di kota Yogyakarta. Humanitas, 3(2), 75

Hartley, J. (2004). Case study research dalam Cassel, D & Symon, G. Essential guide
to qualitatice methods in organizational research (eds). London: SAGE
Publications. doi: 10.4135/978144628 0119.n9.-86

Hodgetts, D. J., & Stolte, O. M. E. (2012). Case-based research in community and


social pychology: Introduction to the special issue. Journal of Community &
Applied Social Psychology, 22, 379–389.doi: 10.1002/casp.2124

Idowu, O. M. (2016). Criticisms, constraints and constructions of case study research


strategy. Asian Journal of Business and Management, 4(5), 184-188

Merriam, S. B., & Tisdel, E. J. (2015). Qualitative research: A guide to design and

implementation. Fourth edition. San Fransisco: Jossey-BassNurmala, D., Anam, C., &
Suyono, H. (2006). Studi kasus perempuan lesbian (butchy) di Yogyakarta.
Indonesian Psychological Journal, 3(1), 28-37

Prihatsanti, Unika, Suryanto, Hendriani, Wiwin. (2018). Menggunakan Studi Kasus


sebagai Metode Ilmiah dalam Psikologi. Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print)
2018, Vol. 26, No. 2, 126 – 136

Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. 2017. STUDI KASUS DALAM PENELITIAN

KUALITATIF: KONSEP DAN


ROSEDURNYA.http://repository.UINMalang.ac.id.//1104/1/studi-kasus-
dalampenelitian-kualitatif

Skinner, B. F. (1996). Operant behavior. In: W. K. Honig (Ed.), Operant behavior:


Areas for research and application (pp. 12–32). New York: Appleton-Century-
Crofts.

Woodside. (2010). Case Study Research: Theory.Methods.Practice. USA. Emerald


Group Publishing Limited

Yin, R. K. (1994). Case study research design and methods (2nd ed.). Thousand Oaks,
CA: Sage

Anda mungkin juga menyukai