Anda di halaman 1dari 20

TEORI GROUNDED

METODE PENELITIAN KUALITATIF

Oleh
Kelompok :

1. Nibras A. Gunanjar NPM. 1521900001


2. Monika Yuni Ariska NPM. 1521900007
3. Pratiwi Hozeng NPM. 1521900013

PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020
A. SEJARAH DAN TOKOHNYA
Pendekatan grounded theory atau yang kemudian dikenal dengan grounded
research merupakan sebuah metode yang tergolong baru dalam ilmu sosial. Metode
ini pertama kali dikenalkan pada cabang ilmu sosiologi oleh Glasser dan Strauss
dalam bukunya berjudul The Discovery of Grounded Theory pada tahun 1967. Metode
ini kemudian lebih lanjut dikembangkan oleh Strauss dan Corbin (1990), Channaz
(1995); Chlarke (2005 dan Schlegel (2010). Secara kronologis perkembangan
grounded teori dapat dilihat pada deskripsi table 1.
Table l . Seminal grounded theory texts
Year Author Title
The discovery (grounded theory)
1967 Glaser and Strauss 1967 The discovery of grounded theory
1978 Glaser 1978 Theoretical sensitivity
1987 Strauss 1987 Qualitative analysis for social scientists
1990 Strauss and Corbin 1990 Basics of qualitative research: Grounded
theory procedures and techniques
1992 Glaser 1992 Basics of grounded theory analysis

1994 Straussand Corbin 1994 Grounded theory methodology: An overview'


in Handbook of qualitative research (lst
Edition)
1995 Channaz 1995 ‘Grounded theory' in Rethinking methods in
psychology
1998 (Strauss and Corbin Basics of qualitative research: Grounded
1998) themy procedures and techniques (2nd
Edition)
2000 (Charmaz 2000) 'Grounded theory: Objectivist and
constructivist methods' in Handbook of
Qualitative research (2nd Edition)
2005 (Clarke 2005) Situational analysis: Grounded theory after
the postmodern turn
2006 (Charmaz 2006) Constructing grounded theory A practical
guide through qualitative analysis

Penelitian grounded theory dikembangkan pertama kali pada tahun 1960-an


oleh dua ahli sosiologi, Barney Glaser and Anselm L. Strauss, berdasarkan penelitian
yang mereka lakukan pada pasien-pasien berpenyakit akut di Rumah Sakit Universitas
California, San francisco. Glaser dari Universitas Columbia yang desertasi doktornya
(1961) tentang karir professional para ilmuan. Penelitian untuk desertasinya ini
menggunakan pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Glaser sangat
terpengaruh oleh pola kerja pikiran induktif (baik kualitatif maupun kuantitatif) yang
dikembangkan oleh Paul Lazarsfeld dan koleganya. Disertasi Gleser di bimbing oleh
Robert K. Merton yang menjadi murid Talcott Persons. Setelah lulus program
doktornya, Glaser bergabung dengan University of California Medical Center di San
Fransisco, tempat ia kemudian bertemu dengan Anselm L. Strauss (sosiolog) yang
menyelesaikan program doktornya (1945) di University of Cicago. Strauss cenderung
untuk berkonsentrasi dalam menentukan prosedur dalam mengaplikasikan
pendekatan. Sedangkan Glaser menentang perubahan apapun dari gagasan awalnya.
Dua versi grounded theory kemudian muncul, Straussian dan Glaserian.
Catatan-catatan dan metode penelitian yang digunakan dipublikasikan dan
menarik minat banyak orang untuk mempelajarinya. Sebagai respon, Glaser dan
Strauss menerbitkan The Discovery of Grounded Theory (1967), buku yang
menjelaskan prosedur metode Grounded Theory secara terperinci. Hingga saat ini,
buku ini diterima sebagai peletak konsep-konsep mendasar Grounded Theory.(Glaser,
2010; Cresswell, 2007)
Pada awalnya Strauss menyatakan bahwa GT hanya dapat dikembangkan oleh
para sosiolog profesional. Namun, beberapa sepuluh tahun kemudian, Glaser (2010)
memperluas posisi penerapan GT untuk pedoman desertasi pada ilmu politik,
kesejahteraan sosial, pendidikan, pendidikan kesehatan, sosiologi pendidikan,
kesehatan masyarakat, bisnis dan administrasi, keperawatan perencanaan kota dan
perencanaan wilayah, serta antropologi. GT tidak lagi terbatas pada bidang-bidang
sosiologi, tetapi, bisa untuk bidang-bidang ilmu sosial lainnya termasuk pendidikan
(Noeng, 2000; Sudira, 2009)
Dengan kata lain, penelitian grouded theory dapat secara sukses diterapkan
dalam berbagai disiplin ilmu. Walaupun demikian, penelitian grounded theory saat
ini, khususnya banyak dikembangkan dan digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan
sosial. Sejak awal Glaser dan Strauss tidak memandang prosedur grounded theory
sebagai disiplin khusus dan mereka mendorong para peneliti untuk menggunakan
prosedur ini untuk tujuan disiplin ilmu mereka. (Noeng, 2000)
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum dari penelitian grounded theory adalah: (1) Secara induktif
memperoleh dari data, (2) yang diperlukan pengembangan teoritis, dan (3) yang
diputuskan secara memadai untuk domainnya dengan memperhatikan sejumlah
kriteria evaluatif. (Sudira, 2009). Grounded research melepaskan teori dan peneliti
langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan kata lain, peneliti
model grounded bergerak dari data menuju konsep. Data yang telah diperoleh
dianalisis menjadi fakta, dan dari fakta diinterpretasi menjadi konsep. Jadi prosesnya
adalah data menjadi fakta, dan fakta menjadi konsep. Bagi peneliti grounded, dan
semua peneliti kualitatif pada umumnya, data selalu dianggap benar, walau bukan
yang sebenamya, dan karena itu untuk mengetahui atau menjadikan data menjadi data
yang sebenarnya ada proses keabsahan data yang disebut triangulasi data. Karena itu,
triangulasi wajib dilakukan untuk mempcroleh data yang kredibel. Kredibilitas data
sangat menentukan kualitas hasil penelitian.
Karena tidak berangkat dari teori, sering disebut peneliti grounded ke
lapangan dengan "kepala kosong". Sayang, dalam kenyataannya istilah "kepala
kosong" disalahpahami. Maksudnya "kepala kosong" adalah peneliti tidak berangkat
dari kerangka teoretik tertentu, tetapi langsung terjun ke lapangan untuk
mengumpulkan data. Dengan tanpa membawa kerangka teoretik atau sebuah konsep,
maka diharapkan peneliti dapat mernotret fenomena dengan jemih tanpa harus
rnemaksakan data empirik untuk menyesuaikan diri dengan konsep tcoretik. At.au
dengan kata-kata lain, istilah "kepala kosong" artinya adalah peneliti mclcpaskan
sikap, pandangan, keberpihakkan pada tcori tertentu Sebab, keberpihakkan semacam
itu dikhawatirkan kegagalan peneliti menangkap fenomena atau data yang diperoleh
secara jernih karena sudah dipengaruhi oleh pandangan sebuah teori yang dibawa.
Meski demikian bukan berarti peneli ti tidak tahu apa-apa sama sekali
mengenai tujuan dan tema penelitian. Peneliti tetap harus memiliki tujuan dan
pengatahuan, terhadap hal yang akan diteliti sebelumnya, namun semua dugaan-
dugaan tersebut hendaknya dihindari agar tidak terjadi bias dalam mengintepretasikan
data yang ada. Sebagian orang berpendapat bahwa Grounded Research lebih ke arah
suatu pendekatan dari pada metode itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam
pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan etnografi
misalnya. Dalam metode ini peneliti harus berpartisipasi aktif. Dalam tema-tema
tertentu yang menyangkut etnis tertentu misalnya peneliti bahkan harus terjun
langsung dan tinggal dalam masyarakat tersebut. Tujuannya adalah agar peneliti tidak
lagi dianggap outgroup tetapi menjadi ingroup dari subjek penehtiannya tersebut.
Kedekatan peneliti dengan subjek sangat penting agar dapat memiliki data secara
mendalam dan tidak mengalami bias dalam memahaminya.
C. CARA MELAKUKAN PENELITIAN
Metode grounded teori dalam fragmentasinya mencakup pembangkitan teori
dari data empirik. Dengan demikian, variasi metode pengumpulan datanya harus
diterapkan seperti interview, observasi partisipan, eksperimen dan pengumpulan data
secara langsung. Dalam studi kualitatif umumnya interview atau observasi dilakukan
melalui serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengevaluasi dari sebuah teori
yang ada. Dalam grounde teori permulaan pengumpulan data interpretif menjadi
kunci awal pengumpulan data. Hasil interview atau pencatatan/perekaman (audio atau
video) interaksi dan atau kejadian dijelaskan atau dituliskan kembali (ditulis dalam
format teks atau di tangkap dalam bentuk identifikasi yang jelas dari sub-element.
Sebagai contoh video dapat dianalisis detik-per detik. Elemen data kemudian diberi
kode dalam kategori apa yang sedang diobservasi.
Dalam pengumpulan data dibedakan antara empirik dengan data. Hanya
empirik yang relevan dengan obyek dan dikumpulkan oleh peneliti dapat disebut data.
Maka, diperlukan proses seleksi dalam kewajaran menangkap semua empirik.
Sesudah melakukan observasi atau wawancara, peneliti segera membuat catatan hasil
rekaman observasi partisipan atau wawacara. Noeng Muhadjir, sebagaimana dikutip
Sudira (2009) emnyarankan agar mencari peluang waktu dimana ingatan masih segar
dan sedang tidak ada bersama dengan subyek responden.
Lebih lanjut, Noeng Muhadjir (2000) membedakan catatan dalam dua hal
yaitu catatan deskritif dan catatan reflektif. Catatan deskriftif lebih menyajikan rincian
kejadian, bukan merupakan ringkasan dan juga bukan evaluasi. Bukan meringkas atau
mengganti kata atau kalimat yang dikatan. Ini penting karena sebuah kata atau kalimat
maknanya akan bisa berbeda tergantung konteksnya. Karenanya perlu deskripsi yang
riil tentang tampilan fisiknya (pakaian, raut wajah, perlengkapan dan sebagainya),
situasinya, interaksi yang terjadi, lingkungan fisik, kejadian khusus, lukisan aktivitas
secara rinci, perilaku dan perasaan peneliti juga perlu dideskripsikan. Sedangkan
catatan reflektif lebih mengetengahkan kerangka pikiran, ide dan perhatian peneliti,
komentar peneliti, hubungan berbagai data dan kerangka piker.
Hal ini ditegaskan Creswell (1997) pengumpulan data dalam studi grounded
teori merupakan proses “zigzag”, keluar lapangan untuk informasi, menganalisis data
dan seterusnya. Partisipan yang diwawancarai dipilih secara teoritis dalam –
theoretical sampling – untuk membantu peneliti membentuk teori yang paling baik.
Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan
kegiatan pengumpulan data. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang ketiga
penyampelan tersebut.
1. Panyampelan terbuka, pola ini bertujuan untuk menemukan data sebanyak
mungkin, berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat pada awal penelitian.
Karena, pada tahap awal peneliti belum yakin tentang konsep mana yang relevan
secara teoritik, maka, obyke pengamatan dan orang-orang yang diwawancarai juga
belum dibatasi. Data yang terkumpul dari kegiatan pengumpulan data awal ini
kemudian dianalisis dengan pengkodean terbuka.
2. Penyampelan relasional dan variasional, pola yang berfokus pada pengungkapan
dan pembuktian hubungan-hubungan antara kategori dengan sub-sub kategorinya.
Pada penyampelan kedua ini diupayakan untuk menemukan sebanyak mungkin
perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok yang perlu pada penemuan
tingkat ukuran tersebut adalah proses dan variasi. Jadi, inti utama penyampelan
relasional adalah memilih subyek, lokasi atau dokumen yang memaksimalkan
peluang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan
data yang bertalian dengan perubahan.
3. Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean terpilih. Oleh
karena itu, penyampelan pembeda adalah menetapkan subyek yang diduga dapat
member peluang bagi peneliti untuk membuktikan atau menguji hubungan antar
kategori.
Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian grounded teori berlangsung
secara bertahap dan dalam rentang waktu yang relative lama. Proses pengambilan
sampel juga berlangsung secara terus menerus, ketika kegiatan pengumpulan data.
Jumlah sampel bisa terus bertambah sejalan dengan pertambahan jumlah data yang
dibutuhkan. Berdasarkan model penyampelannya, pengambilan kesimpulan dalam
penelitian grounded teori tidak didasarkan pada generalisasi sampel, melainkan pada
spesifikasi. Bertolak dari pola-pola penalaran di atas, penelitian grounded teori
bermaksud membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap: (a) kondisi yang menjadi sebab
munculnya fenomea; (b) tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi
tertentu; (c) serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan interaksi itu.
Jadi rumusan teoritik sebagai hasil akhir ditemukan dari jenis penelitian ini
tidak menjustifikasi keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian
kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.
Prosedur penelitian grounded theory yang diadaptasi dari Strauss & Corbin (Creswell,
2007: 66- 67). Prosedur yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Memastikan bahwa permasalahan yang akan diteliti cocok jika dikaji/ diteliti/
diselesaikan dengan menggunakan grounded theory. Perlu diketahui bahwa grounded
theory untuk digunakan ketika:
a) tidak adanya teori yang dapat menjelaskan suatu proses/ permasalahan dan
b) teori yang diperlukan untuk menjelaskan suatu proses sudah ada, tetapi tidak mengarah
pada variabel yang menjadi perhatian si peneliti.
2. Menentukan partisipan dan menyusun pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian
haruslah difokuskan pada pertanyaan untuk memperoleh pemahaman terhadap bagaimana
partisipan mengalami dan menjalani suatu proses tertentu. Lebih lanjut, peneliti juga perlu
menyusun pertanyaan terkait inti dari suatu fenomena, hal yang memengaruhi dan
menjadi penyebab dari munculnya fenomena tersebut, strategi dalam menghadapi
fenomena tersebut, dan akibat yang (mungkin) ditimbulkan dari adanya fenomena
tersebut.
3. Mengumpulkan data penelitian melalui kegiatan wawancara.
4. Melakukan analisis data. Bahwa ada tiga tahap analisis data, yaitu: open coding axial
coding; dan selective coding. Pada tahap open coding, peneliti membuat kategori-
kategori dari informasi tentang fenomena yang sedang diteliti. Setelah kategori- kategori
tersebut terbentuk, peneliti menyusun kategori- kategori tersebut menjadi bentuk lain
(misal: model visual) dengan menggunakan paradigma pengkodean untuk
mengidentifikasi data- data terkait dengan pertanyaan penelitian. Nah, tahapan itu disebut
dengan tahap axial coding. Adapun pada tahap terakhir, yaitu selective coding, peneliti
menuliskan jalan cerita berdasarkan hubungan antarkategori dan mengembangkan
hipotesis- hipotesis yang menjelaskan keterhubungan kategori- kategori tersebut.
5. Setelah melakukan analisis data, peneliti mengembangkan dan memotret secara visual
suatu perangkat (disebut: conditional matrix) yang berguna dalam membantu peneliti
untuk menghubungkan antara kondisi mikro dan makro yang memengaruhi fenomena.
Hasil dari langkah ini adalah suatu teori substantif yang dekat dengan inti permasalahan.
Teori substantif ini dapat diperoleh dengan melalui proses memoing. Lebih lanjut, teori
substantif ini kemudian diuji untuk menentukan apakah teori tesebut dapat digeneralisasi.
Terakhir, apabila teori tersebut dapat digenaralisasikan untuk suatu sampel dan populasi,
maka teori substantif tersbut jadilah suatu teori yang sebenarnya (yang dicari).

D. CODING DAN ANALISIS DATANYA


Pengertian dan prosedur pengekodan (Coding)
Pengertian Coding
Coding pada dasarnya merupakan proses analisis data, iaitu data diperincikan,
dikonsepkan dan diletakkan kembali bersama-sama dalam cara baru. Ini merupakan
proses sentral di mana teoriteori dibentuk dari (Strauss & Corbin, 1990: 57).
Prosedur Coding
Apa yang menjadikan proses coding sedemikian menarik dalam pembangunan
grounded theory? Apa yang membuatnya berbeza dari kaedah-kaedah analisis yang
lain? Iaitu bahawa kaedah ini mempunyai tujuan yang lebih luas, tidak hanya
membolehkan penyelidik memberikan beberapa tema, atau mengembangkan rangka
kerja deskriptif yang teorinya berdasarkan konsep-konsep yang terjalin secara
longgar. Menurut Strauss dan Corbin (1990: 57) prosedur analisis dalam grounded
theory direka sebagai berikut:
1. Membina teori lebih daripada sekadar menguji pada teori.
2. Memberikan proses kajian suatu kepastian / keketatan yang diperlukan untuk
membuat teori menjadi ilmu pengetahuan “yang baik”.
3. Membantu penganalisaan yang bebas dari bias-bias dan andaian-andaian yang
terbawa, dan yang boleh berkembang selama proses kajian berlangsung.
4. Memberikan dasar atau alas (grounding), membina kepaduan, dan
mengembangkan kepekaan dan integrasi yang diperlukan untuk menghasilkan teori
yang kaya, tersusun secara ketat (tightly woven), penerangan teori yang lebih
mendekati kenyataan / reality yang ada.
Untuk mencapai tujuan atau maksud tersebut diperlukan adanya keseimbangan
antara kreativiti, ketepatan (rigor), ketekunan dan kepekaan teoritik (theoretical
sensitivity). Ini merupakan gabungan beberapa kualiti yang tidak mudah, namun
semuanya itu jelas diperlukan pada bilabial pun kajian dilakukan. Walaupun biasanya
tidak boleh diharapkan bahawa penyelidik pemula dapat menghasilkan penemuan
besar, tetapi dengan usaha keras dan ketekunan penyelidik akan mampu memberikan
sumbangan pada bidang kajiannya. Analisis dalam grounded theory terdiri atas 3
(tiga) jenis utama coding, iaitu: a) pengekodan terbuka (open coding), b) pengekodan
paksi (axial coding), c) pengekodan terpilih (selective coding).
Sebelum dihuraikan lebih lanjut apa itu pengekodan (coding), terdapat 4
(empat) perkara penting yang perlu diketahui, iaitu:
1. Melakukan analisis sesungguhnya adalah membuat interpretasi. Ada alasan yang
bagus untuk itu, seperti yang dikemukakan oleh Diesing (1971: 14) seorang ahli
falsafah ilmu pengetahuan: “Sesungguhnya ilmu pengetahuan ilmiah sebahagian
besar merupakan penemuan atau pembangunan, bukan peniruan; konsep,
hipotesis, dan teori tidak ditemui dalam keadaan sudah dibuat oleh kenyataan
tetapi harus dibina”.
2. Walaupun ditetapkan prosedur dan teknik tetapi sama sekali tidak dimaksudkan
agar penyelidik hanya terpaku pada prosedur dan teknik tersebut. Diesing (1971:
14) mengemukakan: “Prosedur tidak bersifat mekanistis atau automatik, bukan
pula sebuah algoritma yang dijamin dapat memberikan hasil. Prosedur dan teknik
hanya dilaksanakan secara fleksibel mengikut situasi, dan pelbagai alternatif boleh
didapati dalam tiap langkah”.
3. Teknik umum yang merupakan inti dari semua prosedur pengekodan untuk
membantu penggunaan prosedur agar menjadi fleksibel adalah penyerahan soalan.
Penyelidik harus mengajukan soalan semasa melakukan penyelidikan. Agar
fenomena dapat difahami dengan baik, penyelidik dituntut mengajukan banyak
soalan, berkaitan dengan fenomena yang sedang dikaji, termasuk ciri-ciri,
dimensi, dan komponen-komponen paradigm enomena tersebut.
(Catatan penulis: soalan kajian dalam penyelidikan kualitatif tidak hanya
digunakan dalam usaha mendapatkan pemahaman yang mendalam dari
permasalahan yang diteliti, tetapi dalam konteks grounded theory, soalan
digunakan dalam rangka mencari konsepkonsep yang sama guna penyusunan
kategori-kategori, mencari ciri-ciri yang sama guna penyusunan dimensi-dimensi
sebagai dasar-dasar penyusunan teori)
4. Disyorkan untuk mempelajari semua prosedur pengekodan secara lebih terperinci.
Setiap prosedur harus difahami sebelum menuju proses selanjutnya, dengan
demikian dimiliki pemahaman yang lebih baik. Apabila prosedur ini difahami dan
diamalkan dengan baik, maka pengekodan itu akan menjadi alat kajian yang
benar-benar berkesan.
Justeru, coding adalah sangat memberi manfaat untuk memperincikan,
menyusun konsep (conceptualized) dan membincangkan kembali semuanya itu
dengan cara baru. Ini merupakan cara yang terkawal di mana teori dibina dari data.
Konseptualisasi atau membina konsep atau teori berdasarkan data ini merupakan hal
yang sangat khusus dari proses coding dalam mengembangkan suatu grounded
theory. Hal ini juga membuat berbeza dari analisis-analisis lain seperti yang telah
dikemukakan dalam bab pendahuluan. Perbezaan tersebut merupakan usaha
memperluaskan cara yang membolehkan penyelidik mendapatkan beberapa tema atau
mengembangkan keterangan kerangka teori yang berkaitan dengan konsep-konsep.
Proses Pengekodan (Coding)
Menurut Strauss dan Corbin, analisis dalam grounded theory terdiri atas 3 (tiga) jenis
utama coding, iaitu: a) pengekodan terbuka (open coding), b) pengekodan paksi
(axial coding), c) pengekodan terpilih (selective coding). Teori yang dibina
berdasarkan ketiga-tiga jenis coding tersebut harus dilakukan secara serentak dalam
kajian.
Pengekodan Terbuka (Open Coding)
Adalah proses memperincikan, menguji, membandingkan, konseptualisasi, dan
melakukan bentuk kategori data.
1. Istilah yang akan digunakan dalam penjelasan pengekodan terbuka (open
coding), yaitu:
a. Konsep - merupakan label konsep yang diberikan pada kejadian-kejadian,
peristiwaperistiwa yang berlainan, dan hal-hal lain fenomena lain.
b. Kategori - merupakan klasifikasi konsep. Klasifikasi ini dibuat pada masa
konsep-konsep diperbandingkan satu dengan yang lain yang berkaitan dengan
fenomena yang sama. Kemudian konsep-konsep tersebut dikumpulkan secara
bersama-sama dalam suatu tahap yang lebih tinggi, iaitu konsep yang lebih
abstrak yang disebut kategori.
c. Pengekodan - proses analisis data.
d. Pencatatan kod - hasil pengekodan. Ini merupakan sebuah bentuk memo.
e. Pengekodan terbuka - proses perincian, ujian, perbandingan, pengonsepan dan
pengkategorian data.
f. Ciri-ciri - sifat-sifat atau ciri-ciri yang berkenaan dengan suatu kategori.
g. Dimensi - lokasi ciri sepanjang suatu garis kontinum.
h. Dimensionalisasi - proses perincian ciri-ciri ke dalam dimensi-dimensinya.
Dalam huraian selanjutnya akan dikemukakan contoh konkrit bagaimana
melakukan pelabelan, penyusunan dan penamaan kategori, pembangunan
kategori mengikut ciri dan dimensi.

2. Pelabelan Fenomena
Strauss & Corbin memberikan contoh tentang pelabelan fenomena sebagai
berikut:
Anda berada dalam sebuah restoran yang cukup mahal tetapi popular. Restoran
tersebut terdiri dari bangunan bertingkat tiga. Tahap pertama untuk bar, tingkat
dua untuk ruang makan kecil-kecil, tingkat tiga untuk ruang makan utama dan
dapur. Dapur tersebut terbuka, sehingga anda dapat melihat apa sahaja yang
sedang berlaku. Anda melihat ada seorang wanita berpakaian merah. Ia hanya
berdiri di dapur, tetapi menurut akal sihat tidak mungkin pemilik restoran
menggaji seseorang hanya untuk berdiri. Rasa ingin tahu anda terusik, dan anda
memutuskan untuk melakukan analisis induktif untuk mencari tahu apa
sesungguhnya pekerjaan wanita tersebut.
Anda memperhatikan bahawa wanita tersebut sedang memperhatikan secara
serius sekeliling dapur, juga tempat para juru masak (chef) bekerja dan wanita
tersebut juga memperhatikan secara teliti apa yang sedang berlaku. Lalu anda
memberikan label “memperhatikan” (“watching”). Selanjutnya datang seseorang
padanya dan mengajukan soalan, dan wanita berbaju merah tadi menjawab. Anda
memberi label “penyampaian maklumat” (“information passing”). Wanita
tersebut kelihatan memperhatikan segala sesuatu yang ada di dapur dan di ruang
makan lalu anda memberikan label “pemerhati” (“attentiveness”). Wanita
berbaju merah tadi berjalan dan memberi tahu seseorang pegawai yang membawa
makanan sehingga anda memberi label “penyampaian maklumat” (“information
passing”). Walaupun ia berdiri ditengahtengah kegiatan para pekerja, ia tidak
kelihatan melakukan campur tangan misalnya mengambil alih pekerjaan dari para
pekerja, sehingga anda memberi label “tidak campur tangan”
(“unintrusiveness”). Selanjutnya wanita tersebut berjalan memperhatikan setiap
orang dan segala sesuatu, sehingga anda memberi label “memantau”
(“monitoring”). Kelihatannya ia memperhatikan kualiti perkhidmatan,
memperhatikan bagaimana pelayan berinteraksi dengan pelanggan,
memperhatikan bagaimana pekerja bertindak balas pelanggan, masa
perkhidmatan, berapa lama masa yang diperlukan pelanggan duduk sampai
menyampaikan pesanan, memperhatikan pekerja menghantar makanan,
memperhatikan respon pelanggan, kepuasan pelanggan terhadap perkhidmatan
yang diterima.
Selanjutnya pelayan datang dengan pesanan untuk pesta besar, wanita berbaju
merah tadi bergerak untuk membantu beliau, ia “menawarkan bantuan”
(“providing assistance”). Wanita tadi kelihatan seolah-olah ia tahu betul apa
yang sedang ia lakukan, dan ia mempunyai kompetensi / kemampuan untuk itu, ini
bermakna ia “berpengalaman” (“experienced”). Ia berjalan menuju tembok dekat
dapur dan memperhatikan apa yang ada pada jadual, bermakna ia melakukan
“pengumpulan maklumat” (“information gathering”).
3. Penemuan dan Penamaan Kategori
Selanjutnya label-label dari pelbagai konsep tersebut harus dikumpulkan ke
dalam konsep yang lebih abstrak. Konsep yang lebih abstrak ini merangkumi
seluruh konsep sejenis yang di bawahnya (kurang abstrak). Proses
pengelompokkan konsep yang sama disebut bentuk kategori. Contoh konkrit
kegiatan-kegiatan wanita berbaju merah tersebut di atas yang melakukan kegiatan
memperhatikan (watching) sekeliling dapur, memberikan maklumat (information
passing) kepada para pengunjung, memperhatikan (attentiveness) segala sesuatu
yang ada di dapur dan di ruang makan. Memantau (monitoring) iaitu
memperhatikan setiap orang dan segala sesuatu yang terjadi, termasuk
memperhatikan kualiti perkhidmatan, memperhatikan bagaimana pegawai
berinteraksi dengan pelanggan, petugas bertindak balas pelanggan, masa
perkhidmatan, berapa lama masa yang diperlukan pelanggan mulai dari duduk
sampai menyampaikan pesanan. Juga memperhatikan petugas menghantar
makanan, memperhatikan respon pelanggan, kepuasan pelanggan terhadap
perkhidmatan yang diterima. Semua kegiatan tersebut di atas boleh dikategorikan
ke dalam konsep yang lebih abstrak iaitu memantau (monitoring). Sedang bahawa
wanita yang berbaju merah mempunyai kemampuan atau kompetensi sehingga ia
diberi label “berpengalaman” (“experienced”) tidak boleh dimasukkan ke dalam
kategori monitoring.
Di samping melakukan pemantauan, wanita berbaju merah juga melakukan
kegiatan menilai dan memperhatikan atau menjaga jalannya pekerjaan. Kerana
pekerjaannya berkaitan dengan makanan, maka menilai dan menjaga jalannya
pekerjaan tersebut diberi label pengatur makanan. Selanjutnya label “pengatur
makanan”, label “tidak campur tangan” dan label “berpengalaman” dikategorikan
ke dalam konsep yang lebih abstrak iaitu “pengaturan makanan yang baik”.
Kategori “pengaturan makanan yang baik” dan kategori “monitoring” boleh
dikategorikan ke dalam konsep yang lebih abstrak lagi iaitu “pengawas restoran
yang baik”, kerana pekerjaan memonitori dan mengatur makanan dilakukan dalam
konteks rumah makan atau restoran. d) Penyusunan Kategori berdasarkan Ciri-ciri
dan Dimensi Selanjutnya pembangunan kategori mengikut ciri-ciri (properties) dan
dimensi-dimensi dilakukan sebagai berikut: Ciri dan dimensi merupakan hal yang
penting untuk difahami dan dikembangkan kerana ciri dan dimensi itu membentuk
dasar untuk membuat hubungan antara kategori dengan sub-kategori. Ciri dan
dimensi ini juga diperlukan untuk melakukan analisis melalui grounded theory.
Contoh ciri dan dimensi dari kegiatan wanita berbaju merah dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Telah diketahui ternyata bahawa wanita berbaju merah adalah bukan wanita
misteri tetapi wanita yang mempunyai kerjaya pengurus makanan. Kegiatan-
kegiatan wanita berbaju merah diberikan kategori “pengurus makanan” paling
tidak memberi kesan ia bukan pelanggan yang mungkin juga berbaju merah. Dari
kategori dapat diperincikan dalam subkategori dari jenis pekerjaannya, iaitu:
mengamati, memantau, membantu, melihat jadual, memberikan maklumat, dan
lain sebagainya. Selanjutnya dari setiap subkategori misalnya subkategori
mengamati dapat dilihat dari frekuensinya, tempoh waktunya, bagaimana kerja itu
dilakukan, siapa saja yang terlibat, dan lain sebagainya. Dari segi kekerapan
boleh didimensionalkan dengan membuat soalan: “Berapa kerap ia mengamati
pekerjaan tersebut?” Dari soalan dapat diperoleh jawaban sering sekali, sering,
jarang, jarang sekali dan lain sebagainya. Mengamati juga dapat dilihat dari
dimensi kepentingannya. Apakah kepentingannya rendah atau tinggi. Mengamati
juga dapat dilihat dari dimensi tempoh waktunya iaitu: lama atau sebentar.
Demikian juga subkategori memberikan maklumat dapat dilihat dari dimensi
sedikit atau banyak maklumat yang diberikan, dimensi cara memberikan
maklumat: dengan cara bertulis atau lisan, secara terbuka atau tertutup, dengan
suara lantang atau lembut.
Pengekodan Berpaksi (Axial Coding)
Adalah suatu peranti prosedur di mana data dikumpulkan kembali bersama
dengan cara baru selepas open coding, dengan membuat kaitan antara kategori-
kategori. Ini dilakukan dengan menggunakan landasan berfikir (paradigma) coding
yang meliputi keadaan-keadaan, kontekskonteks, aksi strategi-strategi interaksi dan
kesan-kesan.
1. Istilah-istilah yang akan digunakan
Sebelum membincangkan Axial Coding, akan dihuraikan terlebih dahulu
pengertian beberapa istilah yang dipergunakan dalam operasionalisasi Axial
Coding, yaitu:
a. Pengekodan berpaksi (Axial Coding) adalah satu set prosedur di mana data
disatukan kembali secara baru setelah pengekodan terbuka, dengan membuat
hubungan diantara kategori-kategori. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
model pengekodan yang meliputi keadaan, konteks, tindakan / strategi
interaksi, dan akibat.
b. Keadaan Sebab-Akibat (Causal Conditions): Peristiwa, insiden, kejadian
yang mengarah pada terjadinya atau perkembangan fenomena.
c. Fenomena (phenomenon): Gagasan utama, kejadian, peristiwa, kejadian
mengenai satu set tindakan atau interaksi yang teratur atau berkaitan.
d. Konteks (Context): Seperangkat ciri khusus yang berkaitan dengan suatu
fenomena, yaitu; lokasi peristiwa atau kejadian yang berkaitan dengan
fenomena sepanjang rentang suatu dimensi. Konteks, mewakili satu siri
keadaan tertentu yang didalamnya terdapat strategi interaksi / strategi
tindakan yang diambil.
e. Keadaan yang mempengaruhi (intervening Conditions): Keadaan struktur
yang membuat strategi tindakan / interaksi berlaku, yang berkaitan dengan
fenomena. Keadaan-keadaan ini memudahkan atau menghalang strategi yang
diambil dalam suatu konteks khusus.
2. Proses Pengekodan Berpaksi
Seperti telah diterangkan di muka pengekodan terbuka (Open Coding)
memperincikan data sehingga membolehkan si penyelidik menyusun kategori,
ciri-cirinya dan lokasi dimensinya. Pengekodan berpaksi (Axial Coding)
menetapkan data-data itu kembali secara bersama dalam cara-cara yang baru
dengan membuat hubungan di antara kategori dan subkategorinya. Di sini
belum dibincangkan tentang hubungan beberapa kategori utama untuk
membentuk rumusan teori yang menyeluruh (hal ini akan dibincangkan dalam
pengekodan terpilih (Selective Coding), melainkan masih terbatas pada
pembangunan suatu kategori, tetapi melebihi pembangunan ciri-ciri dan
dimensinya.
Dalam Axial Coding fokus pembahasan dalam membuat tertentu /
khusus suatu kategori dari segi keadaan-keadaan yang muncul, iaitu konteks
(siri ciri-ciri yang khusus) yang berkaitan; tindakan atau strategi interaksi yang
dilakukan dan dikendalikan; dan akibat dari strategi-strategi tersebut. Usaha
mencari kekhususan / tujuan tersebut, (konteks, strategi dan akibat) adalah
merupakan penyusunan sub-kategori. Sub-kategori pada hakikatnya juga
merupakan kategori tetapi dilihat dari kekhususannya / spesifikasinya. Pada
Open Coding telah bermula meletakkan data-data secara bersama-sama dalam
suatu bentuk yang berkaitan. Walaupun Open Coding dan Axial Coding
merupakan prosedur analisis yang berbeza, tetapi sebenarnya pada waktu si
penyelidik melakukan proses analisis, ia boleh menggunakan salah satu
alternatif dari kedua jenis coding tersebut.
Sebelum dibahas mengenai bagaimana membuat spesifikasi dari
kategori melalui Axial Coding, beberapa perkara perlu diketahui, iaitu:
a. Ketika melakukan Open Coding berbagai-bagai kategori dikenalpasti.
Contohnya, suatu kategori mempunyai kekhususan yang bersifat keadaan
sementara kategori lain menunjukkan tindakan / strategi interaksi, kategori
lain menunjukkan kesimpulan dari tindakan / strategi interaksi.
b. Label-label konsep yang ada tidak harus selalu ditempatkan pada kategori
keadaan, strategi dan akibat. Tetapi apabila memang menghadapi fenomena
atau peristiwa yang boleh dibezakan seperti itu sebaiknya dilakukan
penyusunan subkategori seperti itu, misalnya: Ada subjek yang sakit /
mengalami sakit (keadaan), subjek tadi mengalami demam (fenomena), lalu
ia amoxilin (strategi), setelah beberapa saat ia merasa baik (akibat). Sehingga
tersusun tiga sub-kategori iaitu sub-kategori keadaan, fenomena, strategi dan
akibat.
c. Dengan tersusunnya subkategori-subkategori, maka dapat disusun ciri-ciri
seperti tempoh, tingkatan dan intensitas. Dari tempoh, tingkatan dan intensiti
ini dapat ditentukan lokasi dimensinya dan lokasi dimensi ini berkaitan
dengan penyusunan teori.
d. Dalam Axial Coding, sub-kategori tersebut dihubungkan dengan kategori-
kategori melalui sebuah model yang disebut sebagai “model hubungan”.

Proses analisis data


Proses analisis data dalam penelitian grounded teori bersifat sistimatis
dan mengikuti format sandar sebagai berikut :
1. Dalam pengkodean terbuka (open coding), peneliti membentuk kategori awal
dari informasi tentang fenomena yang dikaji dengan pemisahan informasi
menjadi segmen-segmen. Di dalam setiap kategori, peneliti menemukan
beberapa properties atau sub kategori dan mencari data untuk membuat
dimensi (to dimensionalize) atau memperlihatkan kemungkinan ekstrem pada
kontinum property tersebut.
2. Dalam pengkodean poros (axial coding) peneliti merakit data dalam cara
baru setelah open coding. Rakitan data ini dipresentasikan menggunakan
paradigm pengodean atau diagram logika, dimana peneliti
mengidentifikasikan fenomena-fenomena sentral (yaitu kategori sentral
tentang fenomena), menspesifikasikan strategi (yaitu tindakan atau interaksi
yang dihasilkan dari fenomena sentral), mengidentifikasi konteks dan kondisi
yang menengahinya (yaitu kondisi luas dan sempit yang mempengaruhi
strategi) dan menggambarkan konsekusensi (yaitu hasil dari stetegi) untuk
fenomena ini.
3. Dalam pengkodean selektif (selective coding), peneliti mengidentifikasi
“garis cerita” dan menulis cerita yang mengintegrasikan kategori dalam
model pengkodean poros. Dalam fase ini, proposisi bersyarat (conditional
proposition) atau hipotesis biasanya disajikan.
4. Akhirnya, peneliti dapat mengembangkan dan menggambarkan secara visual
matrik kondisional yang menjelaskan kondisi social, historis dan ekonomis,
yang mempengaruhi fenomena sentral. Pada fase ini catatan teoritis yang
bertujuan menuliskan kembaliide-ide teoritis tentang kode-kode dan
hubungan sebagai analisis langsung pada saat melakukan koding (Glasser,
1978:83). Catatan ini kemudian berfungsi sebagai bahan analisis yang
diperkuat dengan keterbacaan dan bantuan teori sebelumnya. Pembangkitan
teori dilakukan melalui constant comparison dari kontruksi teoritis
pengumpulan data studi baru. Pada fase inilan hasil akhir dalam bentuk teori
baru ditemukan dalam grounded theory.
Dalam hal analisis pun tidak jauh berbeda dengan metode kualitatif
lainnya, yang meliputi open coding, axial coding, dan selective coding.
Namun, secara lebih detail Payne (2007) menjelaskan metode analisis
tersebut, yakni: (1) Pengumpulan data, dapat dilakukan melalui metode
observasi dan wawancara; (2) Transkrip data, data yang dimiliki kemudian
dijadikan transkrip secara tertulis untuk memudahkan analisis; (3) Develop
initial, koding terbuka dan kategorisasi dilakukan terhadap data yang telah
dimiliki. Open coding merupakan identifikasi dan pemberian label terhadap
unit-unit yang bermakna. Unit ini bisa berupa kata, kalimat, ataupun
paragraph; (4) Saturate categories, unit-unit yang memiliki kemiripan
disatukan untuk membentuk suatu kategori-kategori tertentu; (5) Defining
categories, ketika kategori telah terbentuk, langkah berikutnya adalah
mendefisinisikan masing-masing kategori tersebut; (6) Theoritical sampling,
dari kategori yang ada digunakan untuk membentuk kategori-kategori
selanjutnya dan melakukan pengujian terhadap kategori yang telah dibentuk;
(7) Axial coding, hubungan-hubungan antara kategori satu dengan lainnya
diperhatikan dan diujikan kembali ke data yang ada; (8) Theoritical interation,
kategori inti ditemukan dan dihubungkan dengan berbagai sub kategori yang
ada; (9) Grounding the theory, dari kategori-kategori tersebut ditarik sebuah
simpulan mengenai topic penelitian tersebut; dan (10) Filling in gaps, bagian
yang kurang disempurnakan dengan data-data tambahan.

E. CONTOH PENELITIAN
Pada perkembangannya, metode penelitian grounded banyak diaplikasikan
pada riset-riset antropologis. Salah satu buku yang dikutip sebagai contoh oleh Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi dalam “Metode Penelitian Survey” tentang penelitian
grounded adalah buku berjudul ”Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh: Hasil-
hasil Penelitian dengan Metode Grounded Research”, editan Alfian dkk.
Dalam pengantarnya dijelaskan bagaimana metode penelitian grounded
diterapkan. Sebagaimana sudah disampaikan di awal, peneliti turun ke lapangan tanpa
membawa teori yang sudah dibaca dalam literatur. Peneliti melakukan observasi
partisipatoris serta wawancara mendalam untuk mengumpulkan data lapangan.
Ketika di lapangan itulah, konsep-konsep dikembangkan. Dalam
mengembangkan konsep, peneliti tetap tidak mengaplikasikan teori yang sudah eksis
sebelumnya sebagai kerangka berpikir. Konsep yang dibangun selama di lapangan tak
jarang masih mungkin berkembang ketika data baru diperoleh.
Sebagai contoh, Cliffort Geertz pernah membangun teori tentang masyarakat
muslim Jawa yang terbagi menjadi kelas priyayi, santri dan abangan. Ketika saat ini
kita ingin melakukan penelitian grounded tentang masyarakat muslim di suatu desa di
Jawa, kita tidak perlu menerapkan klasifikasi yang dibuat oleh Geertz tersebut.
Melainkan, kita harus melihat data lalu memunculkan konsep sebagaimana data
tersebut berbicara.
Sangat mungkin klasifikasi yang dicetus oleh Geertz tidak relevan untuk
situasi sosial yang khas dari masyarakat yang kita teliti, bahkan sekalipun kita
melakukan penelitian di desa yang sama dengan yang diteliti Geertz. Hal ini karena
situasi sosial bersifat dinamis, berkembang, dan terus berubah.

F. KARAKTERISTIK PENELITIAN
Grounded Theory (GT) merupakan metodologi penelitian kualitatif yang berakar
pada kontruktivisme, atau paradigma keilmuan yang mencoba mengkontruksi atau
merekontruksi teori atas suatu fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada data
empirik. Kontruksi atau rekontruksi teori itu diperoleh melalui analisis induktif atas
seperangkat data diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan

Menurut Creswell (2008: 440), ada enam karakteristik dari penelitian Grounded
Theory. Enam karakteristik tersebut adalah : Process approach, Theoretical sampling,
Constant comparative data analysis, a core category, theory generalization, and
memos.

a.   Process approach


Dalam penelitian GT, proses merujuk pada urutan tindakan-tindakan dan interaksi
antar manusia dan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sebuah topik, seperti
pengalihbahsaan novel Animal Farm ke dalam bahasa Indonesia. 

b.  Theoretical sampling
Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, instrumen pengumpul data
penelitian GT adalah peneliti sendiri. Data-data yang dikumpulkan dapat berbentuk
transkrip wawancara, percakapan, catatan wawancara, dokumen-dokumen publik,
buku harian dan jurnal responden, dan catatan reflektif peneliti (Charmaz, dalam
Creswell, 2008: 442) . Proses pengumpulan data itu dilaksanakan dengan
mengunakan ada dua metode secara simultan, yaitu observasi dan wawancara
mendalam (depth interview)

c.  Constant comparative data analysis


Dalam penelitian GT, peneliti terlibat dalam proses pengumpulan data,
pengelompokan data ke dalam kategori-kategori, pengumpulan data tambahan, dan
pembandingan informasi yang baru itu dengan kategori-kategori yang muncul. Proses
pengembangan kategori-kategori informasi yang berlangsung secara perlahan-lahan
ini dinamai prosedur perbandingan konstan (constant comparative procedure). 

d.  A core category


Dari seluruh kategori utama yang diperoleh dari data, peneliti memilih satu kategori
sebagai inti fenomena dalam rangka merumuskan teori. Setelah mengidentifikasi
beberapa kategori (misalnya, 8 hingga 10—tergantung pada besarnya data, peneliti
memilih satu kategori inti sebagai basis penulisan teori.

Berikut ini adalah enam kriteria untuk menentukan kategori inti (Strauss and Corbin,
dalam Creswell, 2008: 444).

(a) It must be central ; that is, all other major categories can relate to it.

(b) It must appear frequently in the data. This mean that within all or almost all cases,
there are indicators pointing to the concept.

(c) The explanation that evolves by relating the categories is logical and consistent,
there is no forcing of  data.

(d) The name or phrase used to describe the central category should be sufficiently
abstract.

(e) As the concept is refined, the theory grows in depth and explanatory power.
(f) When conditions vary, the explanation still holds, although the way in which a
phenomenon is expressed might look somewhat different. 

Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa memilih kategori inti terlalu awal


adalah sangat riskan. Akan tetapi, bila terlihat bahwa salah satu kategori mucul
dengan frekuensi tinggi dan terhubung dengan jelas pada kategori-kategori lain,
kategori itu dapat dipilih sebagai kategori inti.

f.   Memos
Dalam penelitian GT, memo merupakan catatan-catatan yang dibuat peneliti
untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan dengan data dan kategori-kategori
yang dikodekan.

Anda mungkin juga menyukai