Anda di halaman 1dari 28

GROUNDED THEORY

OLEH:

1. Ida Ayu Chandra Artiasih 15060140023


2. Kadek Dwi Apriliani 15060140041
3. Luh Tirta Wardani 15060140152
4. Putu Diah Cahyaningrum 15060140032
5. Ni Komang Diah Hottri Kusuma 15060140033
6. Putu Dessy Ariyani 15060140028
7. Luh Putu Ari Purnami 15060140006
8. Kadek Karisma Wati 15060140064
9. Putu Linda Erliyani 15060140070
10. Made Dian Pratiwi 15060140034
11. Putu Devi Kurnia Sari 15060140029
12. Kadek Ita Ariani 15060140060
13. Gusti Ayu Loji Astiti 15060140073

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng


Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
2018
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,
Puji serta syukur kita panjatkan kepada kehadapan Ida Sang Hyang Widi
Wasa yang telah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun
tidak akan menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Ida Sang
Hyang Widi Wasa. Selain itu, penyusun juga merasa sangat bersyukur karena
telah mendapatkan anugrah yang tak terhingga dari-Nya sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Dengan anugrah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah dengan judul “Gerounded Theory”. Penyusun
sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut
membantu proses penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-
kekurangan dan kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur
penulisannya, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
positif untuk perbaikan dikemudian hari.
Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para
pembaca dan khususnya bagi penyusun sendiri.
Om Santhi, Santhi, Santhi Om.

Singaraja, 26 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Grounded Theory .............................................................................. 3
Grounded Theory sebagai metode ilmiah ........................................................... 6
prinsip-prinsip metodologi Grounded Theory .................................................... 7
metode pengumpulan data Grounded Theory ................................................... 18
proses analisis data Grounded Theory............................................................... 19
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................ 25
Saran .................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Grounded Theory

Grounded Theory sebagai metode ilmiah

prinsip-prinsip metodologi Grounded Theory

metode pengumpulan data Grounded Theory

proses analisis data Grounded Theory

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAK

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh


pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh dari
penelitian terdiri dari fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memungkinkan
manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
masalah penelitian dapat timbul karena adanya kesulitan yang mengganggu
kehidupan manusia atau semata-mata karena dorongan ingin tahu sebagai sifat
naluri manusia.

Secara garis besar dibedakan dua macam penelitian yaitu, penelitian kualitatif
dan penelitian kuantitaif. Keduanya memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur I
penelitian yang berbeda.

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-


penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif
secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat,
sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain.
Salah satu alas an menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para
peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami
apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu
yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.

Di dalam penelitian kualitatif ada beberapa model penelitian yang digunakan.


Salah satunya model penelitian Grounded Theory dan kami akan membahas lebih
mendalam tentang model penelitian Grounded Theory.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu Grounded Theory ?
1.2.2 Bagaimana Grounded Theory sebagai metode ilmiah?
1.2.3 Bagaimana prinsip-prinsip metodologi Grounded Theory?
1.2.4 Bagaimana metode pengumpulan data Grounded Theory?
1.2.5 Bagaimana proses analisis data Grounded Theory?
1.2.6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk Mengetahui apa itu Grounded Theory.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana Grounded Theory sebagai metode ilmiah.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip Grounded Theory.
1.3.4 Untuk mengetahui metode pengumpulan data Grounded Theory.
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana proses analisis data Grounded Theory.
1.3.6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Umum
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan wawasan.
1.4.2 Manfaat Khusus
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa mampu menerapkan Grounded Theory dalam
penelitiannya.
1.4.2.2 Bagi Peneliti
Agar peneliti mampu menerapkan Grounded Theory dalam
melakukan penelitian serta mengembangkannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Dua orang ahli sosiologi Barney Glaser dan Anselm Strauss, pertama kali
menyatakan penelitian Grounded theory pada tahun 1967 dan terakhir
mengelaborasikannya melalui bagian dari buku – buku (Glaser,1978: Glaser
dan Strauss,1967:Strauss,1987:Strauss dan Corbin,1990:Creswell,1998:56).
Berbeda dari orientasi teoritis a priori dalam sosiologi, mereka memengang
teguh bahwa teori – teori harus diasah (Grounded) dalam data dari lapang,
khususnya dalam tindakan, interaksi, dan proses sosial seseorang. Meskipun
suatu historis yang kaya tentang kolaborasi antara Glaser dan Stauss yang
memproduksi karya – karya seperti Awareness of Dying (Glaser &
Strauss,1965) dan Time For Dying (Glaser dan Strauss,1968), mereka
memiliki perbedaan tentang Grounded theory pada tahun – tahun belakangan
ini, terutama Glaser (1990) meluncurkan serangan pedas menentang Strauss
masih terus menulis tentang pendekatan Grounded theory, dan memperoleh
popuraritasnya dalam sosiologi, perawatan, pendidikan dan bidang – bidang
ilmu sosial lainnya (Craswell 1998:56).
Strauss dan Corbin mendefinisikan Grounded theory sebagai berikut.
A Grounded theory is one that is in inductively derived from the study of
phenomenon represent. That is, it is discovered, developed, and provisionally
verified through systematic data collection, analysis of data pertaining to that
phenomenon, therefore, data collection, analysis, and theory stand in
reciprocal relationship with each other. One does not begin with a theory,
then area is allowed to emerge. Theory dasar adalah suatu theory yang secara
induktif diproleh dari pengkajian fenomena yng mewakilinya. Theory
tersebut ditemukan, dikembangkan, dan untuk sementara waktu dibuktikan
melalui pengumpulan data yang sistematis, analisis dat yang menyinggung
phenomena tersebut oleh karna itu, pengumpulan data, analisis data, dan

3
4

theory berada didalam hubungan timbal balik satu dengan yang lainnya.
Orang tidak mulai dengan theory, orang mulai dengan suatu area study dan
apa yang berkaitan dengan area tersebut dibiarkan muncul (Strauss dan
Corbin,1990:23).
Menurut Strauss dan Corbin penelitian Grunded theory mempunyai
tujuan untuk membangun theory yang dapat dipercayai dan menjelaskan
wilayah dibawah study. Penelitian yang berkerja dalam tradisi ini juga
berharap theory – thepry mereka akhirnya akan berhubungan dengan theory –
theory lainnya didalam disiplin – disiplin yang mereka perhatikan dalam
suatu cara komulatif, dan bahwa theory tersebut memiliki implikasi yang
bermanfaat (Strauss dan Corbin,1990:24).
Meskipun study fenomologis menekankan makna dari pengalaman untuk
sejumlah individu, perhatikan study Grounded theory adalah untuk
menghasilkan atau menemukan theory, skema analitis abstract suatu
fenomena, yang berhubungn dengan situasi khusus, situasi ini merupakan
suatu diman individu – individu berintraksi, mengambil tindakan, atau
melakukan proses dalam merespon fenomena. Untuk mengkaji bagaimana
orang bertindak dan bereaksi Pada fenomena ini, penelitian mengumpulkan
data wawancara primer, membuat berbagai pertemuan lapangan,
mengembangkan kategori yang salingf berhubungan dari informasi, dan
menulis proposisi – propisisi teoritis atau hipotesis atau menyajikan gambaran
visual teori tersebut (Creswell,1998:55-6).
Menurut Glaser dan Strauss Grounded theory adalah teori umum dari
metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi
dari teori ilmu sosial. Menurut mereka penelitian Grounded theory perlu
memberikan aturan yang dapat diterima untuk membantu ilmu pengetahuan
(konstentensi, kemampuan produksi, kemempuan genelisasi, dan lain – lain),
walaupun pemikiran metodologis ini tidak untuk dipahami dalam suatu
pengertian positifisme. Tujuan umum dari penelitian Grounded adalah (1)
secara induktif memperoleh dari data, (2) yang diperlakukan untuk
pengembangan teoritis, dan (3) yang putuskan secara memadai untuk
domainnya dengan memperhatikan sejumlah kreteria evaluative. Walaupun
5

penelitian Grounded teori dikembangkan dan digunakan dalam bidang ilmu


pengetahuan sosial, penelitian Grounded teori dapat secara sukses diterapkan
dalam berbagai disiplin ilmu. Ini termasuk ilmu pendidikan, study kesehatan,
ilmu politik, ilmu psikologi. Glasser dan Strauss tidak memandang prosedur
Grounded theory sebangai disiplin khusus, dan mereka mendorong para
peneliti untuk menggunakan prosedur ini untuk tujuan disiplin ilmu mereka
sendiri (Haig,2004:1).
Frase “Grounded Theory” merujuk pada teori yang dikembangkan secara
induktif dari suatu fokus data. Jika dilakukan dengan baik, ini berarti
menghasilkan teori paling tidak pada suatu set data yang sempurna. Ini
berbeda dengan teori yang diproleh secara deduktif dari teori utama, tanpa
bantuan data, dan yang dapat dihasilkan tanpa data sama sekali
(Borgatti,2005:1).
Grounded theory lebih menggamnil suatu kasus daripada mengambil
persfektif pariabel, meskipun perbedaan tersebut hamper tidak mungkin
digambarkan. Ini berarti dalam bagian itu peneliti mengambil kasusu – kasus
yang berbeda menjadi keseluruhan, dalam mana variable berinteraksi sebagai
suatu unit untuk memproduksi hasil tertentu. Suatu persefektif berorientasi
kasus cenderung berasumsi bahwa variable berinteraksi dengan cara yang
kompleks, dan merupakan kecurigaan tentang model tambahan sederhana,
seperti sebagai ANOVA dengan hanya efek utama (main effects) (Borgatti,
2005:1).
Bagian dan peket orientasi kasus merupakan orientasi komperatif. Kasus
yang sama pada banyak variable, tetapi dengan hasil yang berbeda
dibandingkan untuk melihat dimana perbedaan kasual kunci mungkin tidak
dapat dipercayai. Ini didasarkan pada metode John Stuart Mills (1843 tentang
perbedaan yang secara esensial menggunakan desain ekspremental. Dengan
cara yang sama, kasus yang memiliki hasil yang sama diuji untuk melihat
kondisi mana yang umum yang mereka miliki, sehingga menyatakan
penyebab yang diperlukan (Borgatti,2005:1).
Pendekatan Grounded theory, suatu cara yang dikembangkan oleh Strass,
terdiri atas serangkaian tahap yang dilakukan secara cermat yang dianggap
6

member jaminan suatu teory yang baik sebagai hasil. Strauss menyatakan
bahwa kualitas suatu teory dapat dievaluasi dengan proses dimana teory
tersebut tidak dibangun.
Meskipun bukan bagian dari retorika Grounded theory terbukti bahwa
ahli grounded theory dipengaruhi secara luas oleh pemahaman emik dunia:
mereka menggunakan kategori yang digambarkan dari responden itu sendiri
dan cenderung memfokuskan pada pemmbuatan sistem kepercayaan implicit
menjadi eksplisit.
Bagian sentral penelitian Grounded theory adalah pengembangan atau
penurunan theory secara tertutup berhubungan dengan konteks fenomena
yang dikaji. Strauss dan Corbin (1994), sebgai contoh, menyebutkan bahwa
teori adalah hubungan yang masuk akal (plausible relationship) diantara
konsep dan serangkaian konsep. Teori ini dikembangkan oleh peneliti, yang
mengungkapkan tentang akhir dari suatu study dan dapat mengamsumsikan
bentik pernyataan naratif (Strauss dan Corbin, 1990), suatu gambaran visual
(Morrow & Brown. 1995), atau serangkaian hipotesis atau proposisi
(Creswell & Brown, 1992) (Creswell,1998:56).

B. Grounded Theory Sebagai Metode Ilmiah

Dalam memutuskan hubungan dengan kekolotan (ortodoks) metodelogis,


grounded theory telah diperlakukan dengan sejumlah pertimbangan kritis yang
pantas, yang secara prinsip atas dasar bahwa isyarat pendekatan tersebut secara
sederhana dapat dikembalikan kepada abduktivisme “Beconian”. Bagaimanapun
metologi grounded theory berwujud suatu konsepsi tentang penelitian ilmiah yang
ditarik jauh dari tanggung jawab naif seperti itu. Memang dapat dipercaya bahwa
suatu teori yang dibangun dan direkonstruksi dapat menawarkan kepada kita
konsepsi atraktif metode ilmiah. Berdasarkan atas itu Haig (2004:1) melengkapi
rekontruksi metodelogis pandangan glaser dan strauss tentang penelitian ilmu
sosial. Dia mengatakan bahwa grounded theory merupakan yang terbaik dan
dihormati sebagai teori umum dari metode ilmiah terkait dengan penjelasan dan
pendeteksian fenomena sosial. Sampai disini, grounded theory di rekonstruksi
sebagai suatu usaha yang berorientasi pada masalah dimana teori-teori secara
7

induktif diturunkan dari pola data yang kuat, di elaborasi melalui konstruksi
model yang masuk akal, dan dijustifikasikan dalam istilah tentang koherensi
penjelasannya. Haig mendasarkan pernyataannya pada asumsi bahwa grounded
theory dapat diperkuat dengan merekonstruksinya sesuai dengan perkembangan
terbaru dalam metodelogi ilmiah yang paling nyata. Selanjutnya haig menyatakan
bahwa perhitungan umum metode ilmiah ini sebagai “abductive explanatory
inferentialism” (AEI). Sementara ini suatu label yang diperluas, yang dapat
melayani tujuan yang bermanfaat dalam mengusulkan bahwa teori dari metode
ilmiah secara sentral berurusan dengan penurunan teori-teori secara abduktif dan
penilaian dalam kaitannya dengan apa yang disebut ahli filsafat bahwa inferensi
adalah penjelasan terbaik (Haig, 2004:1).

C. Prinsip-prinsip Metodelogi Grounded Theory

Haig (2004 : 1-5) mengemukakan beberapa prinsip grounded theory sebagai


metode imiah, sebagai berikut :

1. Perumusan masalah
Sesuai dengan teori AEI tentang metode ilmiah, pemilihan dan perumusan
masalah merupakan pusat terpnting dari penelitian ilmiah. Suatu fakta
bahwa dengan mengadopsi penetapan secara khusus masalah ilmiah,
metode AEI mampu menjelaskan bagaimana penelitian mungkin
dilakukan, dan pada saat yang sama menyediakan bimbingan untuk
melakukan penilitian. Penetapan masalah yang membanggakan kebaikan
kembar ini merupakan constrain-composition teori “teori komposisi
terbatas”. Secara singkat dinyatakan, constrain-composition teori
menyatakan bahwa suatu masalah meliputi semua batasan pemecahannya,
beserta harapan bahwa pemecahannya ditemukan. Pada perumusan ini
batasan tersebut secara aktual dibangundari masalah itu sendiri, mereka
mencirikan masalah tersebut dan memberinya struktur. Permintaan yang
eksplisit bahwa pemecahannya ditemukan muncul dari tujuan program
penelitian, penulusuran yang mengantarkan, yaitu diharapakan, untuk
mengisi suatu jurang yang nyata didalam struktur permasalahan. Selain itu,
dengan memasukkan semua batasan dalam perumusan masalah, masalah
8

tersebut memungkinkan peneliti untuk mengarahkan penyelidikan secara


efektif dengan penunjukan jalan ke pemecahan itu sendiri. Dalam
pengertian yang sangat nyata, masalah adalah separuh dari pemecahan
(haig, 2004 : 2).
Sebagaimana disebutkan diatas, Glaser dan Strauss secara jelas
memperkenalkan pentingnya pemahaman metode dalam konteks
pemecahan masalah. Meskipun demikian, menurut haig mereka tidak
memberikan perhatian yang sistematis tentang materi masalah penelitian.
Faktanya, komentar mereka berisi sejumlah kesalah pahaman yang
merupakan karakteristik pemikiran masalah-kesalah pahaman suatu
pandangan komposisi batasan (a constrain composition view) tentang
masalah penelitian, pengoperasian didalam ambit dari metode AEI,
diposisikan secara konseptual untuk dihindari. Satu kesalahpahaman yang
tampak dalam pembicaraan masalah adalah peranggapan bahwa masalah
dan metode merupakan bagian penelitian yang terpisah. Straus
menyatakan bahwa, karena kita tidak mempersiapkan masalah yang
dirumuskan dalam penelitian pendahuluan, peneliti boleh memulai
masalah penelitian yang mereka pada titik manapun dalam proses
penelitian. Namun, saran ini tidak mempertimbangkan bahwa seseorang
biasanya memulai penelitian dengan masalah yang kurang terstruktur, dan
masalah yang kurang terstruktur ini dikembangkan selama proses
penelitian. Dari perspektif komposisi tersebut suatu masalah menjadi
kurang terstruktur pada tingkat bahwa kekurangan tersebut diperlukan
untuk pemecahannya. Karena permasalahan penelitian yang paling utama
akan diputuskan kurang terstruktur, kita dapat mengatakan bahwa tugas
dari penelitian ilmiah adalah membuat struktur permasalahan penelitian
menjadi lebih baik dengan membangun dalam berbagai batasan yang
diperlukan sebagai proses penelitian.(Haig,2004 : 2)
Suatu kesalah pahaman yang berhubungan dengan Straus adalah
kepercayaan bahwa seseorang dapat memepengaruhi unsur metodologi
pemikiran lineal dengan penegasan bahwa metode muncul sebelum
masalah. Bagaimanapun, saran ini tidak memberikan jalan keluar dari
9

pemikiran linear yang secara sederhana menunjukan bahwa langkah-


langkah yang membentuk suatu kemajuan linearyang diperlukan tidak
perlu terjadi dalam satu urutan yang ditetapkan. Bahkan untuk
menegaskan bahwa masalah penelitian merupakan bagian integral dari
metode tidak akan memberdaya sebagai straight-jacketing pemikiran linear,
karena seseorang dapat mengatakan bahwa permaslah itu merupakan
bagian integral dari metode bahkan merupakan unsur penting tahap
pertama dalam suatu urutan temporal aktivitas penelitian. Jawaban ini
didasarakan pada dua kesalahpahaman dalam masalah ilmiah. Pertama,
kesalahpahaman yang melibatkan kepercayaan bahwa metode ilmiah
memiliki suatu permulaan yang alami, apakah melalui observasi, teori,
atau masalah. Bagaimanapun, lebih realistik menangani penelitian mulai
dimana saja asalkan sesuai untuk memasuki pemikiran kompleksnya. Oleh
karena itu, walaupun penampilan metode AEI dimulai dengan
menyebutkan permasalahan, harus dipikirkan bahwa masalah merupakan
tahap pertama dalam metode tersebut. Suatu karakteristik yang khas dari
komponen-komponen yang saling berinetraksi yang dicakup oleh metode
AEI memerlukan perumusan masalah yang merupakan sistem-theoretik
dari pada lineal.
Kedua, kesalahpahaman melibatkan kepercayaan bahwa komponen
permasalahan metode merupakan fase temporal yang dihadapi peneliti,
yang kemudian bergerak kefase lainnya, dan seterusnya. Bagaimanapun,
peneliti yang melaksanakan metode AEI berhadapan dengan masalah
ilmiah sejak semula. Masalah dihasilkan, dipilih untuk dipertimbangkan,
dikembangkan, dan dimodifikasi. Dalam pengertian yang paling nyata
masalah brfungsi sebagai ” range riders” metode dengan peregulasian
pemikiran kita dalam konteks menghasilkan, mengembangkan, dan
menilai teori. Metode AEI membentul ruang metodologis dimana masalah
penelitian beroperasi. Pada gilirannya, batasan yang membentuk masalah
penelitian kita melengkapi metode dengan kekuatan operasional untuk
memandu penelitian (haig, 2004 : 2)
10

Sebagai tabahan dalam menentukan sumber masalah dan


penyususnannya didalam konsep dal litertur, penelitian kualitatif harus
mengodekan pembahasan masalah tersebut dengan bahasa yang
membayangkan tradisi penelitian mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan
menentukan fokus penelitian. Dalam penelitian Graunded theori, contoh
perumusan masalah adalah sebagai berikut : “a teori takes center stage,
and wolt expert to learn how we need to modify an exciting teori because
it ill sweets a population or issue or how to generte a teori because no
exeisting teorotikal perspectif fits a partiular issues.” (suatu teori
mengambil jalan tengah, berharap menemukan bagaimana kita perlu
memodifikasi teori yangada karena ketidaksesuian dengan populasi atau
isu, atau bagaimana ita perlu menghasilkan suatu teori karena tidak ada
suatu perspektif teoritis yang sesuai dengan isu tertentu) (Kresuel, 1998 :
95).

2. Deteksi fenomena
Walaupun hipotetiko-deduktifism dan graunded teori menawarkan
perhitungan yang berbeda tentang penelitian, keduanya berbagi pandangan
bahwateori-teori ilmiah menjeaskan dan memprediksikan fakta tentang
yang di amati. Bagaimanapun, hal ini secara luas menangani pandangan
yang gagal membedakan antaradata dan fenomena. Keagagalan dalam
menggambarkan perbedaan ini mengarah pada perhitungan yang
menyesatkan tentang hakikat ilmu pengetahuan, sebab merupakan
fenomena khas, bukan data, bahwa teori kita dibangun untuk menjelskan
dan memprediksikan. Dengan demikian, teori harus dirumuskan, graunded
teori harus diambil sebagai dasar dalam fenomena, bukan data.
Fenomena stabil secara relatif, ciri umum yang muncul dari dunia
yang kita lihat untuk menjelaskan. Yang lebih menarik, “keteraturan
penting yang dapat dibedakan “ ini kadang-kadang disebut “efek”.
Fenomena meliputi suatu cakupan untuk ontologis yang bervariasi yang
meliputi objek, keadaan, proses, dan peristiwa, serta ciri-cirri lain yang
sulit digolongkan. Oleh karena itu, lebih bermanfaat untuk
11

mendeskripsikanfenomena dalam istilah perannya sebagai objek khusus


penjelasan dan prediksi. Tidak hanya memperlakukan fenomena yang
memberikan poin-poin penejelasan ilmiah “ tanpa pendeteksian fenomena
akan sulit mengetahui apa yang akan dijelaskan), berdasarkan perhitungan
generalitas dan stabilitasnya, serta menjadi fokus yang sesuai bagi
penjelasan ilimiah ( penjelasan sistematis dari perisitiwa yang berlangsung
sangat singkat akan sangat sulit, jika tidak mustahil).
Data, sebagai perbandingan, bersifat idiosyncratic pada konteks
penelitian khusus. Data tidak sestabil fenomena. Data adalah rekaman atau
laporan yang secara perseptual dapat diakses. Dengan demikian, data dapat
diamati dan terbuka bagi pemeriksaan publik. Pentingnya data berada
dalam fakta bahwa data bertindak sebagai bukti bagi fenomena yang
diteliti. Dalam penyulingan fenomena dari data, kita sering mulai bekerja
dalam reduksi data menggunakan metode statistik. Secara umum, metode
statistik merupakan bantuan langsung dalam pendeteksian fenomena,
tetapi bukan dalam kontruksi teori-teori yang bersifat menjelaskan.
Adalah penting untuk menyadari reialibilitas data membentuk basis
untuk mengakui bahwa fenomena itu ada. Penetapan data itu merupakan
bukti yang handal untuk keberadaan fenomena, kita mengontrol dengan
berbagai cara faktoryang bercampur (confounding factors) (secara
eksperimen dan statistik ), menyelesaikan replikasi, menglibrasi instrumen,
secara empiris memeriksa perawatan, dan melakukan analisis statistik
untuk tujuan reduksi data. Sementara reliabilitas merupakan dasar untuk
kebenaran klaim tentang fenomena, kemudian kita akan melihat bahwa
pertimbangan tentang kohenrensi eksplanatori merupakan dasar-dasar
yang sesuai untuk penerimaan teori.
Berbicara tentang justificasy realibilitas untuk pendeteksian
fenomena mengingatkan pentingnya pemikiran metodologis tentang
kekuatan. Pemikiran ini, yang telah lama menjadi pertimbangan penting
dalam ilmu pengetahuan, memiliki gagasan, bahwa perlu berbagai cara
untuk menetapkan hakikat dan eksistensi fenomena. Srategi berbagai
penentuan penting karena merupakan cara utama untuk menetapkan
12

reliabilitas yang diperlukan untuk justificasy klaim tentang fenomena.


Strauss berbicara singkat tentang kekuatan / ketahanan sebagai suatu
kebutuhan bagi Graunded teori, tetapi dengan cara yang berbeda
pemikiran yang secara umum dipertimbangkan didalam ilmu
pengetahuan ; disamping fokusnya pada pemikiran kekuatan yang
merupakan teori bukan fenomena. Haig menyatakan bahwa saran Glaser
dan Strauss untuk memeriksa data hrus diambil oleh ahli Graunded teori
sebagai peringatan bahwa mereka perlu mencari penetapan fenomena yang
dapat dipercaya dalam berbagai cara yang ditentukan sebelum mereka
mulai untuk menghasilkan teori dasar (Haig, 2004:2-3).
3. Penurunan teori (theory generation)
Menurut resep metode hipotepiko-deduktif yang sebenarnya, orang
mengambil suatu teori atau hipotesis dan mengujinya secara tidak
langsung memperoleh dari konsekuensinya yang merupakan kesediaan
mereka menguji secara empiris. Dalam pengambilan teori sebagaimana
adanya metode hipotepiko-deduktif tidak mempertimbangkan penciptaan
atau asal teori tersebut, hanya dengan validasi dan justifikasinya. Hal ini
disebabkan penciptaan teori dianggap menjadi peristiwa psikologis saja,
semntara ilmu pengetahuan sebagai suatu usaha rasional berkaitan dengan
pengujian, karena itu dianggap sebagai urusan logis.
Disamping status hegemoniknya, hipotetiko-deduktifisme secara serius
tidak mencukupi sebagai suatu teori dari metode ilmiah. Dalam berbicara
menentang ‘logico-deductive theorizhing’. Glaser dan Strauss, pada
dasarnya, mengukur kedua kritisme pada metode tersebut : pertama, nyata
sekali melebih-lebihkan dalam penempatan pengujian teori dalam ilmu
pengetahuan : dan kedua, penolakannya bahwa penalaran induktif dapat
membentuk perumusan ide-ide teoritis.
Di dalam argumentasi bahwa teori dasar secara induktif muncul dari data,
Glaser dan Strauss telah dikritik bahwa mereka mendukung induktifisme
“Beconian”. Pada penafsiran ini graunded teori digambarkan sebagai suatu
pandangan tabularasa dari penelitian yang tidak mungkin dipertahankan
bahwa pengamatan tidak terikat dengan konsep atau teori. Namun, tak
13

seorang pun terikat dengan posisi induktifisme yang naif seperti itu. Tentu
saja Glaser dan Strauss dengan tegas menyatakan bahwa “peneliti tidak
mendekati realita sebagai suatu tabularasa-bila harus memiliki pandangan
(dalam rangka) melihat data yang relevan dan kategori abstrak yang
penting darinya. Oleh karena itu, demi kepentingan keperolehan kategori
yang berbeda pada level yang berbeda dari abstraksi yang menurut Glaser
dan Strauss akan membuat peneliti pemegang semua teori dan fakta yang
relevan dengan latar belakang suatu watu.
Walaupun sudah jelas bahwa Glaser dan Strauss bukanlah ahli induktif
yang naif, hakikat aktual dari hubungan induktif menyebabkan teori-teori
penting mendasar dalam data mereka sulit dipahami atau diketahui seluk
beluknya. Menurut Glaser dan Strauss, graunded teori dikatakan muncul
secara induktif dari sumber data sesuai dengan metode “constant
comparison” ‘perbandingan tetap’. Sebagai suatu metode penemuan,
metode perbandingan tetap merupakan campuran pengodean sistematis,
analisa data, dan prosedur sampling teoritis yang memungkinkan peneliti
membuat penafsiran pengertian dari sebagian besar pola yang berbeda
dalam data, dengan pengembangan ide-ide teoritis pada level abtraksi yang
lebih tinggi, daripada deskripsi data awal. Bagaimanapun, pemikiran
tentang perbandingan tetap memberikan sedikit konstribusi untuk
menghitung dengan teliti apakah kesimpulan induktif yang dimasalahkan
enumeratif, eliminatif, abduktif, atau beberapa bentuk lain. Pengaruh ahli
pragmatis pada metodologi graunded teori tidak mengejutkan untuk
menemukan Strauss mencirikan metode ilmiah dalam pertunjukan
paircean sebagai perbandingan induksi, deduksi, dan ferifikasi.
Bagaimanapun, itu suatu kejutan untuk dicatat bahwa sementara Strauss
menyebutkan gagasan paircean tentang abduksi dalam diskusi ringkas
tentang induksi, dia menahan diri untuk menghubungkan dengan diskusi
tentang penemuan induktif tentang teori.
Apapun pandangan Glaser dan Strauss tentang materi tersebut,
adalah penting mengikuti arahan pairc dan mencirikan kesimpulan kreatif
yang dilibatkan dalam penurunan teori sebagai aduktif secara alami. Suatu
14

karakterisasi yang khas dari penyimpulan abduktif dapat diberikan sebagai


berikut : beberapa pengamatan fenomena ynag ditemukan merupakan
kejutan karena tidak mengikuti hipotesis manapun yang diterima : kita
datang untuk mencatat bahwa pengamatan tersebut akan diikuti sebagai
materi pelajaran kebenaran tentang hipotesis baru dalam hubungannya
dengan klien-klien pembantu yang dapat diterima. Oleh karena itu, kita
menyimpulkan bahwa hipotesis baru tersebut masuk akal dan demikian,
layak diterima dan diselidiki lebih lanjut. Lukisan standar dari
penyimpulan abduktif ini hanya berfokus pada bentuk logisnya sehingga
menjadi nilai terbatas dalam memahami proses penilitian, kecualoi kita
digabung dengan suatu set batasan regulatif yang memungkinkan kita
untuk meninjau abduksi suatu pola penyimpulan tidak hanya untuk
penjelasan. Batasan yang mengatur penurunan teori ilmiah secara abduktif
meliputi sejumlah besar heuristik untuk melakukan penjelasan fenomena.
Pekerjaan terakhir pada graunded teori menekankan sentralitas heuristik
pada metodologi, dan memperhitungkan komposisi batasan permasalahan
secara strategis yang diposisikan di dalam metode AEI untuk memudahkan
operasi heuristik seperti itu. Akhirnya, penting untuk dicatat bahwa
walaupun abduksi tidak secara luas diakui sebagai jenis peyimpulan,
kodifikasi yang berhasil dari beberapa metode abduktif telah dicapai.
Sebagai contoh, analisis faktor eksplanatori, telah lama digunakan dalam
penelitian psikologi dan pendidikan, suatu gaya yang secara abduktif
menghasilkan penyebab umum untuk penjelasan makna data yang
berhubungan. Baru-baru ini, Yohanes Holland dan lain-lain telah
menghasilkan teori induksi umum yang meliputi perkembangan komputer,
proses induksi yang berisi alogaritma untuk menghasilkan penjelasan
potensial secara abduktif dari fenomena yang membingungkan.
4. Pengembangan teori
Karena teori ditangkap dari genggaman hypothetico-deductipe secara
ortodoks, peneliti bidang pendidikan dan ilmu sosial pernah peduli dengan
pengujian teori berkenaan dengan kecukupan empiris mereka. Suatu
peranggapan yang tak diungkapkan dari praktek semacam itu adalah
15

bahwa teori muncul dalam bentuk berbunga penuh (full-blow form),


sesudah itu teori tersebut setiap saat siap diuji. Sesungguhnya teori
semacam itu belum dikembangkan, dan peneliti tanpa sadar
menyampaikan teori dengan kadar gizi rendah tersebut kepada pengujian
empiris prematur. Ini terjadi, sebagai contoh, dengan praktek biasa kita
melalui pengujian kebermaknaan hipotesis 0, dan sering terjadi manakala
metode statistik regresi kompleks digunakan untuk menguji model kausa.
Sebagai pembanding, glaser dan strauss memegang suatu perspektif
dinamis pada kontruski. Ini jelas dari klaim mereka bahwa strategi analisis
komparatif untuk penurunan teori meletakkan suatu tekanan yang kuat
pada teori sebagai proses : yaitu, teori sebagai suatu kesatuan yang pernah
berkembang bukan sebagai suatu produk yang sempurna.mengenai hal ini,
glaser dan strauss menyarankan peneliti untuk secara konstan waspada
pada perspektif baru yang mungkin membantu mereka mengembangkan
teori dasar mereka, walaupun mereka tidak memiliki poin tersebut secara
detail.
Secara berarti, metode AEI memberikan nasehat yang sama, tetapi dalam
suatu cara yang lebih konstruktif : Karena kita sering tidak memiliki
pengetahuan tentang hakikat mekanisme kausa yang kita periksa secara
abduktif, kita diimbau untuk membangun model mekanisme dengan
membayangkan sesuatu yang sama dengan mekanisme alami yang kita
ketahui. Lebih khusus, pengembangan teori dalam ilmu pengetahuan
sering merupakan suatu materi pembangunan yang disebut model
paramorf ikonik. Dengan model paramorf sumber yang menjadi model
berbeda sama sekali dari materi pokok yang dimodelkan-pengembangan
teori yang memerlukan mekanisme generatif untuk menjelaskan efek yang
berbeda dari kasus tersebut. Mode ikonik refresentasi sering melibatkan
simulasi kenyataan di dalam suatu gambaran yang dapat di visualkan
secara kongkret ini merupakan mode yang pantas untuk mewakili luasnya
mekanisme kausa kita yang digambarkan dari domain pengalaman yang
mungkin. Teori kemudian diturunkan secara abduktif dan dikembangkan
melalui perluasan.
16

5. Penilaian teori (Theory Appraisal)


Penganut aliran empirisme yang dominan tentang penilaian teori
dicirikan dalam pertunjukan hipotetiko – deduktif normal, dimana teori
ditafsir kecukupan empirisnya dengan memastikan apakah prediksi tesnya
dibuktikan oleh data yang relevan. Bagaimanapun, batasan suatu
konfirmasi yang keras seperti itu sekarang secara luas diterima dalam
filososi ilmu pengetahuan.
Sementara itu, glaser dan trauss tidak menyatakan perhitungan
yang tepat menyangkut hakikat dan tempat pengujian teori dalam ilmu
sosial, mereka menjelaskan bahwa ada yang lebih dari pada penilaian teori
dari pada pengujian untuk kecukupan empiris. Kejelasan, konsistensi, sifat
hemat, kepadatan, ruang lingkup, pengintergrasian, cocok untuk data,
kemampuan menjelaskan, bersifat prediksi, harga heuristik, dan aplikasi
semua itu disinggung oleh glaser dan strauss sebagai kriteria penilaian
yang bersangkutan, walaupun mereka tidak mengerjakannya dalam suatu
pandangan yang koheren tentang penilaian teori.
Karena ilmu pengetahuan menegjar berbagai tujuan, dan teori
secara khusus ditentukan oleh bukti-bukti empiris yang relevan, penilaian
teori harus ditentukan oleh bukti-bukti empiris yang relevan, penilaian
teori harus dilakukan pada dimensi evaluatif sebagai tambahan terhadap
kecukupan empiris itu. Dipahami sebagai corak sentral dari realisme,
metode AEI mempertimbangkn penilaian sistematis teori-teori yang sudah
matang yang secara esensial menjadi materi kesimpulan pada penjelasan
yang paling baik, dimana suatu teori diterima manakala diputuskan untuk
memberikan penjelasan yang lebih baik menyangkut bukti dibanding
saingannya. Kritik awal terhadap pemikiran yang paling baik dikeluhkan,
yaitu bahwa ketidakhadiran kriteria yang di formulasikan mencegah
penelitian mengambil keputusan menyangkut penjelasan yang terbaik itu.
Namun, paul thagrad baru-baru ini mengembangkan peluang perhitungan
penilaian teori yang mengambil kesimpulan pada penjelasan terbaik
menjadi terkait secara sentral dengan menetapkan koherensi yang bersifat
17

menjelaskan. Teori thagrad bukanlah suatu teori umum koherensi :


melainkan merupakan teori koherensi ekplanatori diamna proposi menjaga
kesatuan karena relasi ekplanatorinya, relasi koherensi eksplanatori
ditetapkan melalui operasi tujuh prinsip : simetris, penjelasan, analogi,
prioritas data, kontradikasi, kompetisi, keberterimaan. Penentuan
koherensi eksplanatori suatu teori dibuat dalam istilah tiga kriteria :
Conslienc (atau menjelaskan secara luas), Penyederhanaan, dan analogi.
Kriteria dapat menjelaskan, yang dipercaya thagard yang paling penting
untuk pemilihan penjelasan terbaik, mengangkat ide bahwa suatu teori
lebih koherensi ekplanatori dari saingannya bila teori tersebut menjelaskan
suatu rentangan fakta lebih besar. Pemikiran penyederhanaan thagard
dianggap paling sesuai untuk pemilihan teori yang ditangkap oleh ide
dimana pilihan harus diberikan kepada teori yang membuat asumsi khusus
lebih sedikit akhirnya, penjelasan diputuskan lebih koheren jika didukung
oleh analogi teori yang dianggap terpercya oleh ilmuan.
Teori thagard tentang keherensi eksplanatori memiliki sejumlah
kelebihan kedua memenuhi permintaan untuk justifikasi oleh pendekatan
pada pertimbangan koherensi dari pada asas mempertimbangkan penilaian
teori menjadi suatu materi komperantif dan suatu yang terkait secara
sentral dengan penjelasan dan dapat diimplementasikan dalam suatu
program komputer sementara masih meninggalkan suatu tempat yang
paling penting untuk keputusan oleh peneliti. Teori tentang koherensi
eksplanatori menawarkan pada ahli grounded theory suatu perhitungan
terintegrasi dari banyak kriteria penilaian yang dianggap penting untuk
penilaian teori oleh glaser dan strauss

6. Gounded Theory yang di rekonstruksi


Walaupun pengaruh pragmatisme amerika pada metodologi gorunded
theory berbagai macam, dampak filosofi kontemporer ilmu pengetahuan
pada tulisan glaser dan strauss hampir tidak ada. Ini mencurigakan, sebagai
mana diungkapkan oleh ahli pragmantis seperti dewey yang menangani
filosofi seperti ilmu penegtahuan, hanya lebih umum. Namun, juga suatu
18

ketidakberuntungan, bahwa dalam formulasinya tentang grounded teori


sebagai metode umum, glasser dan strauss tetap mengabaikan
pengembangan yang bersangkutan didalam metodologi filosofis.
Walaupun ingat akan asal ahli pragantisme grafunded teori, sebagai
rekonstruksi filosofis, tidak harus dipahami sebagai suatu laporan akurat
dari perhitungan glasser dan strauss tentang grounded teori. Sama halnya
konstruksi suatu makalah yang merupakan kelengkapan suatu penelitian
dibandingkan perhitungan naratif tersebut, maka rekonstruksi filosofis
metode merupakan kontruksi yang menguntungkan dibandingkan panduan
terpercaya pada perumusan asli dari metode.

D. Metode Pengumpulan Data

Peneliti biasanya melakukan 20-30 wawancara berdasarkan beberapa


pertemuan “dilapangan “ untuk mengumpulkan data. Wawancara dilakukan untuk
meneyerap (saturate) (atau menemukan informasi yang kontinue untuk menambah
hingga tidak ada lagi yang dapatditemukan) kategori. Suatu kategori mewakili
unit informasi yang tersusun dari peristiwa, kejadian dan instansi (strauss dan
corbin, 1990, dalam creswel, 1998: 56). Peneliti juga mengumpulkan dan
menganalisis pengamatan dan dokumen, tetapi bentuk data ini tidak biasa.
Sementara peneliti mengumpulkan data, dia mulai menganalisis. Menurut creswel
pengumpulan data dalam studi graunded teori merupakan proses “zigzag” keluar
lapangan untuk memperoleh informasi, mengalisis, dan seterusnya. Partisipan
yang diwawancarai dipilih secara teoritis – dalam theoritical sampling- untuk
membantu peneliti membentuk teori yang paling baik. Berapa banyak
prosesdibuat seseorang dilapangan akan tergantung pada apakah kategori
informasi yang akan diserap dan apakah teori tersebut dieraborasi dalam semua
kompleksitasnya. Proses pengambilan informasi melalui pengumpulan data dan
membandingkannya dengan kategori yang muncul disebut metode komparatif
konstan (constant comparative) analisis data (creswel, 1998: 56-7).
19

E. Proses Analisi Data

Proses analisis data dalam penelitian graunded teori bersifat sistematis dan
mengikuti format standar sebagai berikut.

1. Dalam pengodean terbuka (open coding), peneliti membentuk kategori


awal dari informasi tentang fenomena yang dikaji dengan pemisahan
informasi menjadi segmen-segmen. Didalam setiap kategori, peneliti
menemukan beberapa properti atau sub kategori dan mencari data untuk
membuat dimensi (to dimesionalize) atau memperlihatkan kemungkinan
ekstrain pada kontinum properti tersebut.
2. Dalam pengodean poros (axial coding), peneliti merakit data dalam cara
baru setelah open coding. Rakitan data ini dipresentasikan menggunakan
pradigma pengodean atau diagram logika dimana peneliti mengidentifkasi
fenomena sentral (yaitu kategori sentral tentang fenomena) menjajaki
kondisi kausal (yaitu kategori yang mengaruhi fenomena),
menspesifikasikan strategi(yaitu tindakan atau interaksi yang dihasilkan
dari fenomena), mengidentifikasi konteks dan kondisi yang menengahinya
(yaitu kondisi luasdan sempit yang mengaruhi strategi), dan
menggambarkan konsekuensi (yaitu hasil dari strategi) untuk fenomena ini.
3. Dalam pengoden selektif (selektife coding ), peneliti mengidentifikasi
“garis cerita” dan menulis cerita yang mengintegrasikan kategori dalam
model pengodean poros. Dalam fase ini, proposisi bersaret (conditional
proposition) atau hipotesis biasanya disajikan.
4. Akhirnya, peneliti dapat mengembangkan dan menggambarkan secara
visual suatu matrik conditional yang menjelaskan kondisi, historis, dan
ekonomis yang memegaruhi fenomena sentral. Fase analisis ini tidak
ssering ditemukan dalam studi graunded teori. (strauss dan cormin, 1990 :
57-60); (creswel 1998:57). Diagram pohon untuk studi graunded teori
menggunakan program NUD-IST dapat dilihat pada gambar 6.1
Hasil proses pengumpulan dan analisis data ini adalah suatu teori,
teori level substantif (subtantife-level teori), yang ditulis oleh peneliti
tertutup pada suatu masalah khusus atau populasi orang. Teori in
20

selanjutnya cenderung diuji secara empiris karena sekarang kita


mengetahui variabel atau kategori data lapangan, meskipun studi ini dapat
diakhiri pada poin ini karena penurunan suatu teori merupakan hasil studi
yang sah / legitimate (creswel, 1998:57-8)

Book

Demog Open Azial Selective Proposition


rafis Coding coding coding

Causal Strategis
condition

Category Category
1 2 Story Story Story
1 2 3

Menurut strauss dan corbin prosedur analisis dalam penelitian graunded


teori yang disebutnya sebagai proses pengodean (coding proces) dirancang
sebagai berikut.
1. Membangun dari padahanya mengetes teori.
2. Memberikan proses penelitian rigor “ketegasan” yang diperlukan
untuk membuat teori ilmu pengetahuan yang baik.
3. Membantu menganalisis untuk memecahkan melalui bias dan asumsi
yang dibawa.
4. Melengkapi graunding, membangun pengungkapan
danmengembangkan kepekaan dan integrasi yang diperlukan untuk
melahirkan sesuatu yang besar mempersempit jaringan, menjelaskan
21

teori yang secara tertutup mendekati realitas yang mewakilinya


(straussdan corbin, 1990 : 57)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian model


Grounded Theory merupakan varian lain dalam tradisi penelitian kualaitatif
dengan cirri-ciri kerja yang berbeda dengan model penelitian-penelitian kualitatif
yang lain pada umumnya. Perbedaan mencolok terletak pada posisi dan peran
teori yang dikembangkan. Jika penelitian kualitatif pada umumnya berangkat dari
perspektif teoretik tertentu untuk dikembangkan menjadi teori baru, maka
penelitian Grounded Theory justru menyingkirkan teori dan langsung ke
lapangan untuk mengumpulkan data. Dari data akan dihasilakan teori baru.
Namun demikian tidak berarti penelitian Grounded Theory akan “berkepala
kosong” ketika ke lapangan mengumpulkan data, melainkan tetap diperlukan
wawasan teoretik mengenai tema atau topic yang diteliti agar bisa memaknai
setiap informasi atau data yang diperoleh. Tanpa wawasan teoretik, informasi
yang sangat penting tidak bermakna dan terlewat begitu saja. Dan, itu adalah
kehilangan momen yang sangat penting bagi seorang peneliti Grounded Theory.

3.2 Saran

Saran bagi penulis adalah semoga dengan adanya makalah ini diharapkan
para pembaca dapat mengaplikasikan Grounded Theory untuk penelitiannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Dwi Mekar. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif


dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Emzir. 2017. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kualitatif dan Kuantitaif.


Depok: Rajawali Pers

Strauss, Anselm and Corbin, Juliet. 1990. Basic Qualitative research: Grounded
Theory Procedures and Techniques. Newbury Park: Sage Publications

Anda mungkin juga menyukai