Anda di halaman 1dari 4

Studi Kasus (Case Studies) Sebagai Metode Penelitian

A. Pendahuluan
Jika mau mengamati hasil penelitian di perpustakaan yang telah terkumpul dalam jilid, termasuk
perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, maka di sana kita bisa menemukan berbagai corak strategi
dalam penelitian yang dipakai seseorang peneliti. Untuk mengungkap sesuatu yang tersembunyi di dalam
objek penelitian, tentunya diperlukan cara yang paling tepat agar hasilnya juga baik. Dalam hal ini, seorang
peneliti dapat memakai salah satu strategi tertentu, di mana strategi tersebut dijadikan sebagai metode untuk
penelitiannya.
Di antara beberapa strategi penelitian yang digunakan seorang peneliti, kemungkinan kita akan
menemukan apa yang namanya studi kasus (case studies). Dalam benak pun segera terselip bermacam
pertanyaan mengenainya. Pertanyaan yang sering muncul, apa yang membedakan penelitian dengan strategi
studi kasus dengan penelitian lainnya? Di sini, perlu sedikit kita tahu bahwa metode case studies sangat tepat
dipakai untuk memahami fenomena tertentu di suatu tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula, misalnya
tentang metode pengajaran mata kuliah metodologi penelitian pendidikan Islam di lembaga pendidikan
tertentu dalam waktu tertentu (yang masih dalam proses). Penelitian studi kasus menekankan kedalaman
analisis pada kasus tertentu yang lebih spesifik.
Pertanyaan lain yang tidak kalah seringnya, apa hasil penelitian studi kasus bisa digeneralisasi atau
berlaku secara umum? Sejujurnya saya pribadi masih risau dengan pertanyaan tersebut, sebab selain istilah
generalisasi tidak dikenal dalam metode penelitian kualitatif, hasil studi kasus memang tidak dimaksudkan
untuk digeneralisasi karena lingkupnya yang sempit.
Bahwa studi kasus bukanlah suatu pemilihan metodologis, akan tetapi lebih sebagai pilihan objek yang
diteliti: kita memilih untuk menelitimelakukan studi kasus. Studi kasus diartikan sebagai metode atau
strategi dalam penelitian untuk mengungkap kasus tertentu. Ada juga pengertian lain, yakni hasil dari suatu
penelitian sebuah kasus tertentu. Jika pengertian pertama lebih mengacu pada strategi penelitian, maka
pengertian kedua lebih pada hasil penelitian. Dalam sajian pendek ini diuraikan pengertian yang pertama.
Lebih lanjut, penelitian studi kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat
sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di balik
fenomena sebab yang kasat mata hakikatnya bukan sesuatu yang rill (realitas), itu hanya pantulan dari yang
ada di dalam. Sebagaimana lazimnya perolehan data dalam penelitian kualitatif, data studi kasus dapat
diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik melalui wawancara maupun dokumentasi. Data yang
diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi. Ada kalanya data yang diperoleh dari
wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari lewat cara lain, seperti observasi dan partisipasi.
Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang menekankan pada jumlah atau kuantitas sampel dari
populasi yang diteliti, sebaliknya penelitian model studi kasus lebih menekankan kedalaman pemahaman
atas masalah yang diteliti. Karena itu, metode studi kasus dilakukan secara intensif, terperinci, dan
mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena tertentu dengan lingkup yang sempit. Kendati lingkupnya
sempit, dimensi yang digali harus luas, mencakup berbagai aspek hingga tidak ada satu pun aspek yang
tertinggal. Oleh karena itu, di dalam studi kasus sangat tidak relevan pertanyaan-pertanyaan, seperti berapa
banyak subjek yang diteliti, berapa sekolah, dan berapa banyak sampel dan sebagainya. Perlu diperhatikan
bahwa sebagai varian penelitian kualitatif, penelitian studi kasus lebih menekankan kedalaman subjek
ketimbang banyaknya jumlah subjek yang diteliti. Sebagaimana sifat metode penelitian kualitatif pada
umumnya, metode studi kasus juga sebaiknya dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang
berlangsung. Bukan gejala atau peristiwa yang sudah selesai (ex post facto). Unit of analysis bisa berupa
individu, kelompok, institusi, atau masyarakat.
Umumnya, penelitian hanya berakhir pada temuan substantif, yakni ketika masalah yang diajukan telah
dijawab berdasarkan data. Padahal, masih ada satu tahap lagi yang harus dilalui jika diharapkan penelitian
menjadi karya ilmiah yang baik, yaitu tahap temuan formal, berupa thesis statement dari hasil abstraksi
temuan substantif.
B. Pengertian Studi Kasus (Case Studies)
Sebelum membahas lebih lanjut tentang bagaimana aplikasi dari studi kasus (case studies), alangkah
lebih baik jika diperdalam terlebih dahulu apa yang dimaksud studi kasus itu sendiri. Banyak definisi
berbeda dilontarkan seseorang mengenai studi kasus. Suatu hari, di kampus X penulis mencoba menanyakan
apa yang diketahui tentang definisi studi kasus kepada beberapa dosen yang penulis temui secara accidental.
Hasilnya, bervariasi. Ada yang menjawab dengan sederhana dan ada yang menjawab di luar dugaan yang

menunjukkan persepsi masing-masing tentang apa sebenarnya studi kasus. Dosen pertama menjawab, Apa
pun penelitian terhadap apa pun yang disepakati sebagai kasus maka itulah yang dimaksud studi kasus.
Jadi, jika publik melabeli peristiwa bom buku sebagai kasus maka penelitian terhadap peristiwa tersebut
adalah studi kasus.
Kemudian, penulis bertemu dosen lain dan setelah ditanya, dosen yang lain tersebut jawabnya, Studi
kasus itu seperti penelitian jenis lain tapi yang membedakan adalah jumlah responden yang diteliti sedikit
(satu atau dua). Hemat saya ini adalah cara pembedaan yang ekstrem dari penelitian studi kasus dengan
jenis penelitian lainnya. Pada hari yang lain kemudian penulis menjumpai dosen yang berbeda dan
menanyakan hal yang sama, dan dosen tersebut menjawab bahwa studi kasus adalah penelitian yang
mendalam, susah pelaksanaannya.
Istilah studi kasus berasal dari bahasa Inggris dari frase case study. Jika di urai kata case dan
study maka keduanya mempunyai arti dan makna sendiri. Case, dalam Kamus Oxford dimaknai sebagai
example of the occurrence of something; set of facts; matter being investigated by the police; jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: contoh kejadian sesuatu, serangkaian kenyataan-kenyataan, dan
perihal yang sedang di periksa polisi. Sedang kata study dimaknai oleh kamus tersebut sebagai process of
learning something; book etc, resulting from research; give time and attention to learning something;
examine carefully; yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai serangkaian kegiatan
mempelajari sesuatu; buku dll hasil penelitian; mencurahkan waktu dan perhatian untuk mempelajari
sesuatu; memeriksa dengan saksama. Mencermati makna dua kata tersebut maka kiranya dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud studi kasus (case study) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh dengan penuh perhatian terhadap sesuatu fenomena aktual yang menjadi fokus
perhatian.
Dalam konteks penelitian, beberapa ahli telah menyampaikan pendapat dan mengajukan definisi studi
kasus. Aziz S.R. menyatakan bahwa penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit
sosial selama kurun waktu tertentu disebut studi kasus. Lebih tegas, Aziz menambahkan bahwa penelitian
studi kasus adalah penelitian terhadap fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas
antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas; dan di mana: multi sumber bukti dimanfaatkan.
Untuk memahami lebih jauh tentang studi kasus dengan lugas Feagin, Orum, dan Sjoberg dalam Tellis
menyatakan bahwa studi kasus merupakan penelitian yang melakukan analisis dari berbagai sudut pandang
(multi-perspectives analyses). Artinya, bahwa peneliti tidak saja memperhatikan suara dan perspektif dari
aktor saja, tapi juga kelompok dari aktor-aktor yang relevan dan interaksi antara mereka. Aspek ini
merupakan titik yang menonjol dan penting yang merupakan ciri-ciri dari studi kasus.
Sedangkan studi kasus menurut Kumar adalah suatu pendekatan untuk meneliti fenomena sosial melalui
analisis kasus individual secara lengkap dan teliti, serta memberikan suatu analisis yang intensif dari banyak
rincian khusus yang sering terlewatkan oleh metode penelitian lain. Pollit dan Hungler memaknai studi
kasus sebagai metode penelitian yang menggunakan analisis mendalam, yang dilakukan secara lengkap dan
teliti terhadap seorang individu, keluarga, kelompok, lembaga, atau unit sosial lain. Pendapat Pollit &
Hungler memperjelas lagi tentang esensi studi kasus: karena harus tepat untuk analisis yang intensif,
maka fokus studi kasus khususnya adalah pada penentuan dinamika mengapa seseorang berpikir,
berperilaku, atau mengembangkan diri dan bukan pada apa statusnya, kemajuannya, tindakannya atau
pikirannya.
Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian
berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwaperistiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa
kini) di dalam konteks kehidupan nyata.
C. Langkah-langkah Pelaksanaan Studi Kasus
Kita perlu mengetahui pokok-pokok keterampilan dari orang yang melakukan studi kasus tersebut
terlebih dahulu sebelum masuk lebih dalam. Di sini, Robert K. Yin juga menyempatkan diri untuk membagi,
sebagaimana berikut:
1. Seseorang harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik dan menginterpretasikan
jawaban-jawabannya.
2. Seseorang harus menjadi pendengar yang baik dan tak terperangkap oleh ideology atau
prakonsepsinya sendiri.

3. Seseorang hendaknya mampu menyesuaikan diri dan fleksibel agar situasi yang baru dialami dapat
dipandang sebagai peluang dan bukan ancaman.
4. Seseorang harus memiliki daya tangkap yang kuat terhadap isu-isu yang akan diteliti, apakah hal ini
berupa orientasi teoritis atau kebijakan, ataupun bahkan berbentuk eksploratoris. Daya tangkap
seperti itu mengurangi peristiwa-peristiwa yang relevan dan informasi yang harus dipilih ke arah
proporsi yang bisa dikelola.
5. Seseorang harus tidak bias oleh anggapan-anggapan yang sudah ada sebelumnya; termasuk
anggapan-anggapan yang diturunkan dari teori. Karena itu, seseorang harus peka dan responsive
terhadap bukti-bukti yang kontradiktif.
Setelah memenuhi beberapa pokok di atas, maka seorang peneliti selanjutnya melakukan langkahlangkah, dalam hal ini prosedur yang pertama kali dilakukan peneliti, yakni pengumpulan data. Ini semua
tentunya dilaksanakan setelah urusan penentuan kasus telah ditemukan. Untuk memperoleh pengetahuan
secara mendalam, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua
pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data atau informasi bisa dari banyak
sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada kasus yang diteliti. Untuk memperoleh informasi yang mendalam
terhadap sebuah kasus, maka diperlukan informan yang andal yang memenuhi syarat sebagai informan,
yakni maximum variety, yakni orang yang tahu banyak tentang masalah yang diteliti, kendati tidak harus
bergelar akademik tinggi.
Sebagaimana sifat metode penelitian kualitatif pada umumnya, metode studi kasus juga sebaiknya
dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung, bukan gejala atau peristiwa yang sudah
selesai (ex post facto). Enam sumber bukti yang dapat dijadikan fokus bagi pengumpulan data studi kasus,
antara lain: pertama, dokumentasi. Terkecuali untuk penelitian tentang masyarakat yang belum mengenal
baca-tulis, informasi dokumenter tentunya relevan untuk setiap topik studi kasus. Tipe informasi ini bisa
menggunakan berbagai bentuk dan hendaknya menjadi objek rencana-rencana pengumpulan data yang
eksplisit. Sebagai contoh, pertimbangkan jenis dokumen-dokumen berikut ini:
1. Surat, memorandum, dan pengumuman resmi.
2. Agenda, kumpulan-kumpulan pertemuan, dan laporan-laporan peristiwa tertulis lainnya.
3. Dokumen-dokumen administratif-proposal, laporan kemajuan, dan dokumen-dokumen intern lainnya
.
4. Penelitian-penelitian atau evaluasi-evaluasi resmi pada situs yang sama.
5. Kliping-kliping baru dan artikel-artikel lain yang muncul di media massa.
Manfaat dari tipe-tipe dokumen ini dan yang lain tidaklah selalu disandarkan pada keakuratan atau
kekurang-biasannya. Dokumen perlu digunakan secara hati-hati dan tidak asal diterima sebagaimana adanya
dari tempat pengambilannya.
Kedua, rekaman arsip. Pada banyak studi kasus, rekaman arsipsering kali dalam bentuk komputerisasi
bisa merupakan hal yang relevan, ini meliputi:
1. Rekaman layanan, seperti jumlah klien yang dilayani dalam suatu periode waktu tertentu.
2. Rekaman keorganisasian, seperti bagan dan anggaran organisasi pada periode waktu tertentu.
3. Peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat.
4. Daftar nama dan komoditi lain yang relevan.
5. Data survei, seperti rekaman atau data sensus yang terkumpul sebelumnya di sekitar situs.
6. Rekaman-rekaman pribadi, seperti buku harian, kalender dan daftar nomor telepon.
Rekaman-rekaman arsip ini dan lainnya dapat digunakan bersama-sama dengan sumber-sumber
informasi yang lain dalam pelaksanaan studi kasus. Namun demikian, tak seperti bukti dokumenter,
kegunaan rekaman arsip akan bervariasi pada satu studi kasus dan lainnya. Pada beberapa penelitian,
rekaman tersebut begitu penting sehingga bisa menjadi objek perolehan kembali dan analisis yang luas. Pada
penelitian-penelitian lainnya, rekaman mungkin hanya sepintas relevansinya.
Ketiga, wawancara. Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah wawancara.
Konklusi semacam ini mungkin mengejutkan, karena adanya asosiasi yang sudah terbiasa antara wawancara
dan metodologi survei. Namun demikian, wawancara memang merupakan sumber informasi yang esensial
bagi studi kasus.
Wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum, wawancara studi kasus bertipe openended, di mana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di
samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan bisa meminta

responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan bisa menggunakan
proposisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Keempat, observasi langsung. Dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus, peneliti
menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Dengan berasumsi bahwa fenomena yang diminati tidak
asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan sosial yang relevan akan tersedia untuk observasi.
Observasi semacam itu berperan sebagai sumber bukti lain bagi suatu studi kasus.
Observasi tersebut dapat terbentang mulai dari kegiatan pengumpulan data yang formal hingga yang kasual.
Yang paling formal, protokol observasi dapat dikembangkan sebagai bagian dari protokol studi kasus, dan
peneliti yang bersangkutan bisa diminta untuk mengukur peristiwa tipe perilaku tertentu dalam periode
waktu tertentu di lapangan.
Kelima, observasi partisipan. Peran-peran untuk berbagai penelitian ilustratif pada lingkungan sosial dan
organisasi tersebut telah mencakup:
1. Menjadi penduduk di lingkungan sosial yang bersangkutan sebagai pelaku studi kasus.
2. Mengambil peran fungsional lainnya dalam suatu lingkungan sosial, seperti berperan sebagai
pembantu pelayan toko.
3. Berperan sebagai anggota staf dalam suatu latar organisasi.
4. Menjadi pembuat keputusan kunci dalam suatu latar organisasi.
Teknik observasi partisipan tersebut telah sering digunakan dalam penelitian-penelitian antropologi
kelompok budaya atau sub-budaya yang berbeda-beda. Teknik tersebut juga dapat digunakan dalam latar
sehari-hari, seperti organisasi-organisasi atau kelompok kecil lainnya.
Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan analisis data tersebut, semuanya, tanpa terkecuali.
Analisis data terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian, ataupun pengombinasian kembali buktibukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian. Menganalisis bukti studi kasus adalah suatu hal yang
sulit karena strategi dan tekniknya belum teridentifikasikan secara memadai di masa yang lalu. Namun
begitu, setiap peneliti hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum yang mengandung prioritas
tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa. Dalam strategi seperti itu, tiga teknik analisis yang
menentukan hendaknya dipergunakan, yaitu: penjodohan pola, pembuatan penjelasan, dan analisis deret
waktu. Masing-masing strategi ini dapat diaplikasikan baik pada suatu penelitian yang mencakup desain
kasus tunggal ataupun multikasus, dan setiap studi kasus hendaknya mempertimbangkan teknik-teknik ini.
Langkah terakhir, membuat laporan hasil penelitian. Dalam membuat laporan, seorang peneliti
hendaknya menulisnya secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan
sosial secara jelas, sehingga mempermudah pembaca untuk memahami seluruh informasi penting. Laporan
diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.
Ada beberapa ciri studi kasus yang baik, di antaranya: pertama, menyangkut sesuatu yang luar biasa,
yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional; kedua, batas-batasnya
dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang
digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan baik dan tepat meskipun dihadang
oleh berbagai keterbatasan; ketiga, mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang
yang berbeda-beda; keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik
yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan prinsip selektifitas; kelima, hasilnya
ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasikan pada pembaca.
D. Penutup
Bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalam.
Para peneliti berusaha menemukan semua variabel yang penting. Adapun batasan studi kasus meliputi:
sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; sasaran-sasaran tersebut ditelaah
secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud
untuk memahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
Peneliti yang berbeda tentu memiliki tujuan-tujuan yang berbeda pula ketika mengkaji kasus. Agar
selalu ingat dengan perbedaan ini, ada baiknya kita mengidentifikasi tiga jenis kajian : Studi kasus intrinsik
(intrinsic case study), jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu;
studi kasus instrumental (instrumental case study), yakni digunakan untuk meneliti suatu kasus tertentu agar
tersaji sebuah perspektif tentang isu atau perbaikan suatu teori; studi kasus kolektif (collective case study),
jenis ini bukan berarti melakukan studi tentang kasus kolektif, namun lebih sebagai pengembangan dari
studi instrumental ke dalam beberapa kasus.**

Anda mungkin juga menyukai