Secara natur, manusia ingin mengejar dan mendapatkan kebahagiaan atau berkat.
Banyak orang mencari kebahagiaan melalui makanan, minuman, atau melalui hiburan :
film, musik, lawakan dan lain-lain. Ada lagi yang mencari kebahagiaan lewat pekerjaan,
uang atau dengan melakukan kebajikan: bagi-bagi sedekah atau bagi uang. Di sisi lain
orang Kristen juga berusaha mengejar yang namanya berkat. Berkat yang
berkelimpahan atau kemakmuran menjadi suatu tujuan hidupnya.
Jika kita menilik 1 Timotius 6:15, ada kata “berkat” yang dalam
Alkitab Yunani berasal dari kataμακαριος (makarios) [10], yang juga
mengandung arti kebahagiaan dalam kata μακαρισμος (m) .[11] Dari etimologi
kata tersebut, PB memandang kebahagiaan itu adalah berkat. Ketika seseorang
diberkati, pada saat itulah ia mendapatkan kebahagiaan.
Dalam PB, istilah bahagia memakai kata “makarios” yang bisa berarti senada
dengan “barakh” tapi juga bisa sebagai ucapan selamat. Kata ini dalam konteks sekuler
menunjuk pada keaadaan senang dan sehat seperti juga yang dirasakan oleh dewa-
dewa.
Kata Makarios berasal dari kata “makar” yang artinya suatu kebahagiaan yang tidak
dipengaruhi keadaan atau kondisi apapun
Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “berbahagia” itu ialah makarios. Arti asli
dari makarios sebenarnya lebih luas dan lebih kaya dari sekadar “bahagia”. Sebab,
makarios mengandung pula janji akan berkat, ucapan selamat, dan anjuranKonsep
kebahagiaan dalam PB menekankan pada suatu keadaan yang diberkati, dalam
keadaan merana, menangis atau seburuk apapun itu, apabila ia merasa diberkati
maka disitulah kebahagiaan hadir melingkupi kehidupannya.
Para komentator Alkitab memberikan penjelasan apa sebenarnya
arti "makarios." William Barclay berkata bahwa "makarios" menggambarkan rasa
sukacita yang tenang dan tak terjamah atau diganggu oleh perubahan atau
perubahan hidup. Zodhiates menambahkan bahwa kata ini menggambarkan
seseorang didalam mana Allah yang membuat dia berbahagia secara penuh,
bukan karena keadaan yang menjadikan dia berbahagia tetapi karena Allah yang
tinggal didalam seseorang melalui Kristus.[12]
Jika melihat makna bahagia dalam “Khotbah di Bukit” dimana Yesus memberikan 12
ucapan bahagia yang jika dipahami menurut konteks dunia, justru akan membuat
seseorang tidak bahagia.
Dan diakhir khotbah di bukit, Yesus menutup dengan ucapan “Berbahagialah kamu, jika
karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.”
(Matius 5:11).
Tentu hal ini bertentangan dengan konsep dunia.
Jadi apa makna kebahagiaan itu secara utuh dan benar menurut Firman Tuhan ?
Isi
Pertama-tama kita melihat ada tiga tingkatan konsep bahagia :
Konsep 1 dan 2 akan terbentur pada satu kata “kapan hal tersebut mencapai kata
cukup” karena memuaskan hasrat pribadi (hati) tidak ada yang sedalam,selebar dan
seluas hati) tidak akan pernah cukup serta bagaimana menyenangkan atau
membahagian orang karena selalu aka nada orang-orang yang harus dibantu (Matius
26:11)
Dari ketiga konsep tersebut, maka sebetulnya, Konsep ketiga (Theosentris) menjawab
semua makna kebahagiaan
1. Bahagia egosentris Yesaya 58:11
2. Bahagia Sosial I Tim 5:10
Jadi konsep bahagia dalam terang Firman Tuhan adalah jika seseorang hidup
dalam standard dan kehendak-Nya sehingga menyenangkan Tuhan dan Tuhan
akan membuat kita ikut dalam kebahagiaan Tuhan (Matius 25:11-13)
Tentu hal ini akan menjadikan kita penuh kontroversi karena cara hidup kita berbeda
dengan konsep,standard dan kebiasaan dunia.
Justru nilai kebahagiaan terletak pada kemauan diri kita sekalipun mengalami
“perlawanan” baik dari dalam diri sendiri (keinginan daging) maupun dari luar
(celaan,aniaya).
Why Justru disitulah kebahagiaan Tuhan hadir secara utuh yang mengatasi segala
keadaan.
Tuhan ingin kita benar-benar memiliki kebahagian sejati yang bersumber dari Dia dan
semua itu hanya diperoleh jika kita “pikul salib” dipersiapkan untuk hal tersebut dan
ini merupakan panggilan. Roma 8:5-8 band Gal 5:24
Aplikasi
1. Kebahagiaan sejati hanya diperoleh di dalam Tuhan
Kebahagian sejati merupakan satu kombinasi antara Kehendak Tuhan bagi
kita serta keputusan kita untuk mentaati kehendak-Nya.
bahwasannya kebahagiaan tidaklah otonom, ia selalu terbentuk sesuai
dengan subyek yang memberinya makna. Konsep kebahagiaan dalam PL
dan PB, menekankan bahwa kebahagiaan diperoleh jika kita ada di dalam
Tuhan dan melakukan apa yang menjadi kehendakNya dan harus
diaplikasikan melalui hubungan horizontal dengan sama kita