Anda di halaman 1dari 101

Indah Sari

Bagai Hujan di Musim Kemarau


Bagai Hujan di Musim Kemarau

Bagai Hujan di Musim Kemarau

Penulis: Indah Sari


Editor:
Tata Letak:
Sampul:

Diterbitkan Oleh:
Guepedia
The First On-Publisher in Indonesia

E-mail: guepedia@gmail.com
Fb. Guepedia
Twitter. @guepedia

Website: www.guepedia.com

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


All right reserved

2
Indah Sari

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala
limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan novel berjudul “Bagai Hujan di Musim
Kemarau” ini tanpa halangan yang berarti.
Tak lupa Penulis ucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan dalam
penulisan novel ini, sehingga novel ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kepada
orang tua yang senantiasa mendukung di setiap langkah penulis.
Novel adalah karya sastra yang mengandung banyak nilai-nilai kehidupan. Melalui novel ini
banyak hikmah dapat kita ambil. Tentunya karena novel ini mengandung nilai-nilai kehidupan.
Semoga novel ini bermanfaat bagi pembaca.

Terima kasih

DKI Jakarta
Penulis

(Indah Sari)
.

3
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................…………………………………………………………3
Prolog…………………………………………………………………………………………………………………….5
Cemburu……………………………………………………………………………………………………………......6
Bagai Air Mengalir…………………………………………………………………………………………………….8
Babak Pertama……………………………………………………………………………………………………….10
Awal Kisah…………………………………………………………………………………………………………….12
Mulai Terasa………………………………………………………………………………………………………….14
Kejutan……………………………………………………………………………………………………………......16
Benarkah……………………………………………………………………………………………………………...18
Tanpa Kepastian Satu………………………………………………………………………………………………21
Tanpa Kepastian Dua………………………………………………………………………………………………24
Bimbang……………………………………………………………………………………………………………....28
Datang…………………………………………………………………………………………………………….......31
Hujan di Musim Kemarau…………………………………………………………………………………………34
Kapan Aku Mencintaimu…………………………………………………………………………………………..37
Maafkan Aku………………………………………………………………………………………………………….40
Lamaran……………………………………………………………………………………………………………....43
Kuatkanlah…………………………………………………………………………………………………….……..47
Pengorbanan………………………………………………………………………………………………………….50
Penentuan Hidup…………………………………………………………………………………………………….53
Sebuah Rahasia…………………………………………………………………………………………………......56
Semakin Dekat……………………………………………………………………………………………………….59
Hari Pernikahan……………………………………………………………………………………………………..62
Telah Berubah………………………………………………………………………………………………………..65
Lembaran Baru………………………………………………………………………………………………………71
Sebuah Berkah……………………………………………………………………………………………………….74
Waktu……………………………………………………………………………………………………………........76
Pertanda……………………………………………………………………………………………………………....78
Aku Seorang Ibu……………………………………………………………………………………………………..81
Putri Kecilku………………………………………………………………………………………………………….84
Embusan Angin………………………………………………………………………………………………………86
Berdoa…………………………………………………………………………………………………………….......88
Bagai Hujan di Musim Kemarau Kedua………………………………………………………………………..91
Hujan…………………………………………………………………………………………………………….........93
Berlalunya Kemarau………………………………………………………………………………………………..95
Epilog…………………………………………………………………………………………………………….........98
Tentang Penulis…………………………………………….………………………………………………………..99
Sinopsis…………………………………………….………………………………………………………………..100

4
Indah Sari

PROLOG
Aku Silvia, ini adalah my true story. Hujan dimusim kemarau, begitulah yang aku rasakan.
Ketika diri ini jatuh hati kepada seorang pria untuk pertama kalinya. Namun sayang, takdir tidak
mempertemukanku dengan cinta pertamaku itu. Hanya saja takdir membasahi hidupku yang
dilanda kemarau dengan hadirnya sang hujan, hingga tumbuh sebuah harapan dan kebahagiaan
lainnya. Cinta, aku sering mendengar kata cinta. Tetapi aku belum sepenuhnya mengerti makna
dari kata cinta yang sebenarnya. Mungkin cinta adalah sebuah perasaan kasih sayang. Mungkin
pula sebuah rasa yang harus dibagi kepada seseorang. Aku masih bertanya-tanya dan aku butuh
lebih memahami makna kata tersebut, sebelum aku benar-benar mencintai seseorang.
Kisah ini bermula ketika aku masuk kuliah. Disanalah aku bertemu dengan seorang pria
yang istimewa bagiku, cinta pertamaku. Ini benar-benar pertama kalinya bagiku. Bisa dibilang
aku adalah gadis yang terlampau polos tentang cinta. Pertemuan pertama dengan dia yakni pada
saat Ospek. Dia menjadi  pendamping kelompokku. Saat itu pertemuan pertamaku dengan dia.
Entah mengapa aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Sungguh aku tidak percaya
dengan hal itu, namun apa hendak dikata. Aku benar-benar merasakannya. Aku benar-benar
jatuh hati padanya, meski aku belum mengetahui namanya.
Ketika dia memperkenalkan diri, hatiku berdegup kencang tak karuan. Ingin rasanya
melayang tinggi ke udara. Namun, aku tetap menjaga sikap dan seolah biasa saja. Ternyata
namanya adalah Andrean. Dia dua semester diatasku dan tak disangka dia satu jurusan
denganku. Wah, kebetulan macam apa ini. Ataukah ini yang disebut takdir, entahlah.
Aku terhanyut dalam lamunanku, tiba-tiba aku tersadar ketika Kak Andrean menepuk
bahuku dengan lembut. Aku terhenyak, dan meminta maaf karena kurang fokus. Ternyata,
sudah giliranku untuk memperkenalkan diri, aduh rasanya sangat malu.
“Perkenalkan nama saya Silvia dan biasa dipanggil Silvi.” Lalu aku duduk.
“Kalau kakak panggil Via boleh tidak?” Tanya Kak Andrean yang membuatku malu.
“Bo…boleh kak.” Jawabku terbata-bata.
“Baiklah, terima kasih Via.” Ujar Kak Andrean.
Sungguh aku tidak akan pernah bisa melupakan senyum manis Kak Andrean pada saat
itu. Terkadang tak butuh waktu lama untuk mencintai. Sejak saat itu aku mulai menaruh hati
pada Kak Andrean. Hal itu membuat aku bersemangat untuk selalu berangkat Ospek. Berjumpa
dengan dia seolah mengubah hidup dan duniaku. Aku masih berpikir dalam diam, mengenai apa
yang aku rasakan. Mungkinkah itu cinta, entahlah. Aku belum mendapat jawaban pastinya. Bisa
saja iya dan bisa pula tidak. Namun, aku bahagia bisa bertemu dengan dia, Kak Andrean.
Ringkas cerita aku mencintai Kak Andrean sejak kuliah, aku tidak tahu mengapa aku bisa
menyukai bahkan mencintainya. Karena cinta tidak perlu alasan bukan?

***

5
Bagai Hujan di Musim Kemarau

CEMBURU
Ketika ditanya tentang cinta, aku tak mengerti apa itu cinta. Ini pertama kalinya aku
merasakan jatuh cinta. Cinta, ah entahlah. Mungkinkah ini benar-benar cinta atau hanya
sekadar mengagumi. Aku harus mencari jawabannya.
Hari-hari terlewati dengan rasa nyaman meski penat. Terlalu banyak hal yang harus
disiapkan untuk rangkaian kegiatan Ospek. Di sana kita saling berbagi cerita, pengalaman, rasa
susah dan senang sehingga kita sudah seperti keluarga. Kedekatan antara aku dan teman-teman
juga sangat terasa tak terkecuali dengan pendamping kelompok kami, Kak Andrean. Kak
Andrean orang yang baik, hangat dan selalu membantu kami menyiapkan segala keperluan
untuk kegiatan Ospek. Terutama di saat kami membuat tanda pengenal, memang sangat rumit
sekali. Nah, saat itu aku mulai dekat dengan Kak Andrean. Dia sangat sabar membantuku
membuat tanda pengenal meski aku sering salah. Tetapi dia tidak marah dan tetap membantuku
dengan sabar. Senyum memang tidak pernah lepas dari wajah tampannya itu. Hal itu
membuatku tidak fokus pada saat memotong tanda pengenalku, karena aku terus menatapnya.
Tanpa sadar tanganku teriris.
“Aw………” Ketika jariku teriris.
“Kamu tidak apa-apa dik?” Tanya Kak Adrean cemas
“Tidak apa-apa Kak.” Jawabku sambil memegang jariku yang terluka, darahnya terus mengalir.
Kak Andrean berlari menuju UKS untuk mengambil kotak obat.
“Kakak mau kemana?” Tanyaku
“Tunggu sebentar disini!” Jawabnya sambil berlari
Aku memang orang yang ceroboh. Teman-teman juga khawatir padaku karena jariku terus
mengeluarkan darah. Aku hanya bisa meniup-niup jariku agar rasa perihnya berkurang. Tak
lama, Kak Andrean kembali dengan membawa kotak P3K dan langsung membersihkan darah di
jariku. "Tahan ya! Mungkin akan sedikit perih." Ucap Kak Andrean sambil memegang jariku dan
meniupnya sambil membersihkan darahnya. Namun, aku hanya diam dan memandanginya
dalam-dalam. Setelah dibersihkan, dia membalutkan plaster dijariku.
Kak Andrean menasihatiku agar lebih berhati-hati. Kemudian dia membantuku
menyelesaikan tanda pengenalku. Tetapi aku menolak, karena merasa tak enak pada yang lain.
Namun Kak Andrean memaksa, hingga aku tak punya pilihan selain menurutinya. Setelah tanda
pengenal kami selesai, kami memutuskan untuk beristirahat. Lalu, malam harinya kami
berkumpul kembali untuk menyiapkan hal lain.
Malamnya, kami bertemu di depan gedung jurusan, untuk berlatih yel-yel dan menghafal
lagu-lagu wajib yang harus dihafalkan beserta gerakannya. Tiba-tiba salah seorang temanku
jatuh sakit dan pada saat itu kami memutuskan untuk beristirahat. Selain itu, karena temanku
itu tidak bisa melanjutkan latihan, maka kami sepakat untuk mengantarnya pulang. Namun,
kami tidak ada yang tahu dimana dia tinggal. Karena kami belum pernah datang ke tempat
tinggalnya. Ternyata Kak Andrean tahu tempat tinggal temanku itu, lalu dia mengantarkannya
pulang. Disaat itu mungkin untuk pertama kalinya aku merasa cemburu. Aku bertanya-tanya
bagaimana bisa Kak Andrean bisa mengetahui tempat tinggal temanku itu. Seharusnya aku tak
berpikir begitu karena temanku sedang sakit bukan. Tapi entahlah, mengapa justru aku
memikirkan egoku sendiri dan merasa cemburu.

6
Indah Sari

Setelah Kak Andrean kembali, kami melanjutkan latihan dan entah mengapa aku merasa
tidak bersemangat. Sejujurnya aku juga kurang sehat malam ini. Mungkin karena terlalu lelah,
aku merasa lemas dan sedikit demam. Karena kejadian tadi ingin rasanya cepat pulang.
Beberapa temanku menyadari hal itu dan bertanya-tanya, namun aku hanya menjawab dengan
senyuman yang memang terkesan ku buat-buat. Dan akhirnya latihan malam ini berakhir. Aku
dan teman-teman pulang ke tempat masing-masing untuk beristirahat. Karena masih banyak
kegiatan yang menanti didepan mata. Ku telusuri jalan dengan langkah tanpa semangat, karena
masih terbayang-bayang oleh kejadian tadi yang membuatku merasa cemburu. Bukan, tapi aku
benar-benar cemburu.
Sesampainya di indekos, aku langsung menuju kamarku dan menjatuhkan diri di atas
ranjang. Ku tatap langit-langit putih itu dengan lekat, sambil memikirkan apa yang harus aku
lakukan untuk melupakan perasaan menyebalkan ini. Namun, tak kunjung juga ku temukan
jawabannya, lalu pada akhirnya aku tertidur.

***

7
Bagai Hujan di Musim Kemarau

BAGAI AIR MENGALIR


Hari-hari terlewati, dan tak terasa sudah tiba dirangkaian Ospek yang kedua. Kebetulan
kegiatan ini dilakukan di luar kampus. Kami seluruh mahasiswa baru berangkat menuju tempat
kegiatan, cukup jauh memang dari kampus kurang lebih tiga jam perjalanan. Kami menuju
lokasi dengan mengendarai truk, anti mainstream bukan. Di sepanjang perjalanan, kami
bercanda tawa, apalagi waktu truk yang kami naiki tiba-tiba ngerem mendadak. Duh, kami
benar-benar tersentak dan itu membuat kami semua tertawa. Satu jam perjalanan aku masih
baik-baik saja dan menikmati pemandangan. Hamparan gunung, perkebunan dan sawah sangat
memanjakan mata.
Dua jam selanjutnya aku sudah mulai merasa jika aku sudah lelah dan kurang enak
badan. Aku tidak tahu kenapa, kepalaku terasa pusing dan tubuhku lemas. Aku berpegang erat
pada bagian samping truk. Bahkan, pada saat truk yang kami naiki ngerem mendadak aku
hampir terjatuh karena posisiku paling belakang. Aku masih bertahan untuk beberapa saat,
namun kali ini aku sudah benar-benar di ujung pertahanan diriku. Pusing menggelayut di kepala
dan tubuh terasa sangat lemas. Padahal perjalanan baru setengah jalan. Disaat aku sudah
hampir mencapai puncak dan terasa akan jatuh. Tiba-tiba ada seseorang yang setengah
merengkuh tubuh lemasku. Pandanganku memang sudah tidak terlalu fokus karena pusing yang
menyerang. Ku coba melihat seseorang yang telah menahan tubuhku. Ku tatap seseorang itu
namun, tidak cukup jelas karena teriknya matahari. Ternyata seseorang itu adalah Kak Andrean,
meski aku kurang yakin. Dia membantu menahan tubuhku agar tetap berdiri dan tidak jatuh.
Sebenarnya aku masih tidak percaya kalau itu Kak Andrean. Namun, karena sudah tidak kuat
lagi aku mencoba memejamkan mataku dan tidak memperdulikan apapun lagi.
Terdengar sayup-sayup suara teman-temanku yang memperbincangkan aku. Aku tidak
bisa berkata-kata dan mencoba tidur. Hampir satu jam aku berada dalam posisi seperti itu,
namun tak sepatah katapun keluar dari mulutku maupun Kak Andrean. Seolah Kak Andrean
ingin membuatku lebih baik dan nyaman. Tak terasa ternyata kami sudah di lokasi. Perlahan
kubuka mataku, dan mencoba untuk berdiri sendiri. Ternyata aku belum terlalu kuat untuk
berdiri sendiri dan aku hampir jatuh.
“Kamu masih lemas Vi, izinkan aku membantumu!” Ujar Kak Andrean
"Tidak apa-apa Kak, saya bisa sendiri." Jawabku
Namun, Kak Andrean tidak memperdulikan ucapanku dan tetap membantuku untuk turun
dari truk. Meski sudah turun dia tetap memapahku untuk menuju tempat istirahat, aku tidak
bisa menolak karena memang aku belum benar-benar pulih. Pusing memang tidak separah tadi,
namun lemas tak kunjung menghilang.
Setelah sampai di camp aku duduk bersandar, dan Kak Andrean memberikan teh hangat
untukku. Dia menanyakan keadaanku dengan nada yang terdengar khawatir. “Apa dia benar-
benar khawatir padaku?” Ujarku dalam hati.
Banyak kakak-kakak yang lain berbisik-bisik mengenai aku dan Kak Andrean, namun Kak
Andrean cuek saja. Sedangkan aku merasa tidak enak, sehingga aku memutuskan untuk ke
tempat teman-teman yang lain.
“Kak tolong antar saya ke tempat teman-teman!” Pintaku
“Kamu sudah benar-benar baikan?” Tanyanya

8
Indah Sari

“Iya kak, tolong antarkan saya!” Pintaku lagi.


Lalu Kak Andrean mengantarkanku ke tempat teman-teman kelompokku. Sesampainya di
di sana, aku duduk dan mencoba berbaur dengan teman-temanku. Sebentar lagi kegiatan akan
segera dimulai. Dan karena Kak Andrean adalah pendamping kelompok kami jadi dia juga tetap
disana dan duduk di sebelahku. Rasanya begitu aneh, kenapa dia begitu baik kepadaku. Bahkan
jika memang aku sakit, toh ada kakak-kakak dari KSR. Jadi kenapa dia begitu peduli. Ah
sudahlah, pikiran itu aku buang jauh-jauh. Kak Andrean memberitahu kelompok kami bahwa
kegiatan akan segera dimulai dan meminta kami bersiap-siap. Setelah itu Kak Andrean pergi
meninggalkan kami.
Aku masih mengumpulkan energi untuk bisa mengikuti kegiatan selanjutnya. Teman-
teman pun mengerti dan tidak keberatan. Tiba saatnya untuk makan siang, kami makan siang
bersama dengan semua teman-teman dan kakak-kakak. Memang kegiatan ini dimaksudkan
untuk mendekatkan kami. Canda tawa mengiringi suasana makan siang kami. Setelah makan
siang kami bersiap-siap untuk halang rintang dan syukurnya aku sudah lebih baik. Aku
memutuskan untuk ikut halang rintang. Suasana sangat menyenangkan, ditambah lagi dengan
udara sejuk pegunungan membuat keseruan ini semakin terasa.
Pada saat halang rintang, kami seru-seruan bahkan basah-basahan. Setiap kelompok
harus kompak untuk menyelesaikan rintangan yang ada. Dalam hal ini kekompakan tim
memang sangat penting, terlebih kegiatan ini bertujuan untuk mengakrabkan semua mahasiswa.
Kami bermain air untuk menggoda anggota yang lain sehingga kami semua basah kuyup. Udara
sore hari bertambah dingin, tetapi itu tidak membuat kami berhenti bermain air. Tak terkecuali
aku, aku pun basah karena diceburkan oleh teman laki-laki dikelompokku. Tak satupun dari
kami yang luput dari basahnya air. Kegiatan halang rintang ini berlangsung hingga sore hari, lalu
kami kembali ke camp dengan kakak pendamping masing-masing. Ditengah perjalanan ke camp,
Kak Andrean hendak memakaikan jaketnya kepadaku
“Tidak usah kak, kakak pakai saja. Kakak juga basah kan?” Ujarku
“Tidak apa-apa, kamu terlihat sangat pucat. Kakak tidak mau kamu terkena flu, pakailah!”
Ujarnya
Teman-temanku berbisik-bisak sambil melirik kearah kami dan itu membuatku tidak
nyaman dan merasa aneh.
“Baiklah, terima kasih kak!” Ujarku.
Lalu Kak Andrean memakaikan jaketnya padaku, dan kami melanjutkan perjalanan.
Setelah sampai di camp kami membersihkan diri dan istirahat sejenak. Lalu dilanjutkan untuk
makan malam, kemudian setelah itu dilanjutkan dengan pentas seni di halaman terbuka pada
malam harinya.

***

9
Bagai Hujan di Musim Kemarau

BABAK PERTAMA
Malam harinya, diadakan pentas seni di ruang terbuka sekitar camp yang kami tempati.
Sejuk, udara malam pegunungan begitu segar nan sejuk. Pensi kali ini di mulai pukul setengah
sembilan, setelah makan malam dan sholat isya bagi yang menjalankannya. Setelah makan
malam dan sholat, kami semua berjalan menuju lokasi pensi secara berkelompok. Setiap
kelompok memang diwajibkan untuk menampilkan sebuah pertunjukan, dan aku salah satu dari
perwakilan kelompokku. Suasana malam semakin dingin menusuk hingga tulang-tulang.
Semakin malam semakin dingin, meski api unggun telah menyala dengan gagahnya ditengah
hamparan hijaunya pepohonan. Tibalah saatnya acara pensi dimulai. Diawali dengan beberapa
sambutan dari dosen dan panitia. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan masing-masing
kelompok. Kebetulan kelompokku mendapat giliran kesepuluh.
Satu per satu sebuah sajian di pertunjukkan. Dinginnya malam serasa terbakar oleh
hangatnya kebersamaan. Semuanya melebur menjadi satu, tidak ada pembedaan. Entah dari
teman-teman semua maupun kakak-kakak panitia. Semua terlihat bahagia, lelah seakan sirna,
yang ada hanyalah sebuah kebahagiaan. Tak terasa akhirnya tiba juga saatnya bagiku untuk
tampil bersama teman sekelompokku. Petikan gitar memecah kesunyian malam dan suara
lembut menghangatkan dinginnya malam. Meski aku sedikit grogi, tapi aku berusaha untuk
tetap santai membawakan sebuah lagu dari salah satu soundtrack film kenamaan Indonesia.
Suara tepuk tangan mengakhiri penampilan kami, sungguh lega rasanya.
Setelah semuanya tampil tepat pukul satu dini hari acara selesai, kami semua segera
menuju camp untuk beristirahat, karena besok pagi masih banyak kegiatan yang menanti.
Kami kembali secara berkelompok dan di dampingi oleh masing-masing pendamping.
Namun, saat itu bukan Kak Andrean yang mendampingi kelompok kami, entah kemana Kak
Andrean, aku tidak tahu. Kami berjalan menuju camp bersama-sama. Kelihatannya aku memang
tidak dalam keadaan yang baik. Ketika di tengah jalan pandanganku tiba-tiba kabur dan aku
jatuh pingsan. Aku tak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu.
Keesokan harinya aku terbangun, aku sadar bahwa saat ini aku berada ditempat
kesehatan. Aku bangun dan betapa terkejutnya aku ketika melihat Kak Andrean tidur tepat di
sebelahku, entah sejak kapan dia berada di sebelahku. Pada saat aku bangun dan akan turun
dari tempat tidur, Kak Andrean terbangun dan refleks memegang tanganku.
“Kamu sudah baikan?” Tanyanya kemudian melepaskan tanganku
“Iya kak, saya sudah baikan!” Jawabku
“Lalu kamu mau kemana? Biar kakak antar!” Ujarnya
“Saya mau ke toilet kak, mau membasuh muka.” Jawabku
“Ya sudah, kakak antar!” Ujarnya tak ingin dibantah.
Lalu kami berjalan menuju toilet, saat di jalan menuju toilet kami berbincang-bincang
mengenai kejadian tadi malam. Ternyata aku pingsan sangat lama, dan yang membawaku ke
ruang kesehatan adalah Kak Fahri. Kak Fahri kebetulan menggantikan Kak Andrean untuk
menjadi pendamping sementara kelompok kami. Dan setelah mendengar bahwa aku pingsan,
Kak Andrean langsung menuju tempat kesehatan untuk melihat kondisiku. Namun, aku tak
kunjung sadar karena menunggu aku sadar, Kak Andrean sampai tertidur di sebelahku.

10
Indah Sari

Sebenarnya aku masih belum mengerti dengan semua perhatian dan kebaikan Kak Andrean. Aku
menganggap bahwa semua itu hanya bentuk tanggung jawabnya sebagai pendamping.
Ternyata sudah sampai di toilet, aku masuk dan Kak Andrean menunggu di depan. Setelah
itu, kami kembali ke tempat kesehatan. Udara pagi memang sangat dingin, dan meski aku sudah
memakai jaket dingin masih mendera. Ku gesekkan kedua telapak tanganku untuk mengurangi
rasa dingin yang ku rasakan. Tiba-tiba Kak Andrean melepas jaketnya dan memakaikannya
padaku. Aku menolak, namun Kak Andrean tetap melakukannya. Lalu dia menggesek kedua
telapak tangannya dan menempelkannya di pipiku, sontak membuat aku terkejut dan malu.
Rasanya seperti aku tak bisa bernapas.
Kami masuk ke tempat kesehatan, disana ada kakak-kakak KSR sedang merawat teman-
teman yang sakit. Kak Andrean mengambilkan sarapan untukku dan menyuapiku, aku merasa
tidak enak kepada yang lain. Tatapan mereka seakan mengintimidasiku, tetapi Kak Andrean
mencoba mengalihkan pikiranku.
“Sebentar lagi kita akan bersiap untuk kembali ke kampus, kamu disini saja ya! Nanti kakak
yang akan membereskan barang-barangmu dan membantu yang lain.” Ucap Kak Andrean
“Tapi kak, aku bisa sendiri.” Jawabku.
“Sudahlah, tidak bisakah kamu menuruti kakak? Nanti setelah semuanya selesai kakak akan ke
sini lagi. Kakak pergi dulu!” Belum sempat ku jawab, Kak Andrean sudah pergi.
“Kapan aku tidak mendengarkannya.” Gerutuku.
Cukup lama dia pergi dan akhirnya kembali.
"Ayo kita pulang, nanti kamu didepan saja ya!” Ujarnya
Aku hanya mengikuti apa yang dikatakan Kak Andrean. Lalu semuanya pulang ke kampus
bersama-sama. Sesampainya di kampus, kami semua pulang ke tempat masing-masing. Pada
saat aku hendak pulang, Kak Fahri tiba-tiba memanggilku.
“Silvia, tunggu!” Teriak Kak Fahri sambil berlari ke arahku. Aku menoleh dan berhenti.
“Kamu mau pulang?” Tanyanya
“Iya kak, ada apa?” Tanyaku
"Tunggu sebentar disini, kakak ambil motor dulu!" Lalu berlari meninggalkan aku.
"Kenapa ya? Aku kok jadi bingung?” Tanyaku.
Tak lama Kak Fahri datang dan memintaku naik ke motornya. Aku bingung dan
mengikutinya saja. Ternyata Kak Andrean melihatku pergi bersama Kak Fahri, tanpa ku ketahui.
Kak Fahri bertanya tentang keadaanku, aku pun menjawab kalau aku baik-baik saja. Lalu aku
memberi petunjuk kepada Kak Fahri dimana aku tinggal. Sesampainya di tempat tinggalku, aku
turun dari motor Kak Fahri. Tak lupa aku juga mengucapkan terima kasih padanya, untuk tadi
malam dan hari ini. Kak Fahri pulang setelah aku masuk.
Setelah itu aku masuk dan merebahkan diri,  memikirkan tentang dua kakak yang
bersikap aneh itu membuatku mengantuk. Karena rasa lelah masih singgah di seluruh tubuh
aku pun tertidur.

***

11
Bagai Hujan di Musim Kemarau

AWAL KISAH
Kegiatan Ospek kedua terlalui dengan indah. Pada hari ini aku dan seluruh mahasiswa
baru untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di kampus untuk kuliah perdana. Pada pagi ini
semua tampak begitu gembira. Pagi yang indah ini diawali dengan perjumpaanku dengan Kak
Fahri, kami tidak sengaja mereka bertemu di tangga. Karena terlalu asyik ngobrol dengan
teman-temanku aku tidak melihat sekitar dan menabrak Kak Fahri yang hendak turun.
“Maaf kak, saya tidak sengaja!” Ujarku
“Oh iya, tidak apa-apa Vi!” Ujar Kak Fahri sambil membantuku berdiri.
“Makasih kak, maaf sekali lagi!” Ujarku
“Santai saja Vi, sekarang kamu mau kuliah diatas?” Tanya Kak Fahri
“Iya kak. Kakak sendiri tidak kuliah?” Tanyaku
“Sudah selesai Vi, oh iya ngomong-ngomong kalau ada apa-apa jangan sungkan menghubungi
kakak ya!” Ujar Kak Fahri
“Iya kak, tapi saya nggak punya kontaknya kakak.” Jawabku
Kak Fahri tiba-tiba mengambil ponselku yang memang sedang ku pegang dan mengetikkan
nomor HP nya. “Di simpan ya!” Ujar Kak Fahri sembari pergi meninggalkan aku. Kemudian aku
segera masuk ke ruang kuliah bersama sahabatku. Sesampainya di ruang kuliah, dua sahabatku
tiba-tiba membicarakan hal yang membuat aku bingung. Mereka beranggapan bahwa, Kak Fahri
menyukaiku. Itu merupakan hal yang sangat tidak masuk akal bagiku. Iya memang dia sangat
baik, namun apakah mungkin seorang Kak Fahri yang populer di kampus menyukai aku seorang
Silvia yang masih kekanak-kanakan dan labil ini. Sungguh tidak masuk akal, mana ada cowok
yang menyukaiku, aku terlalu banyak kekurangan. Aku tidak cantik, keras kepala, di tambah
lagi ceroboh, apa yang bisa di lihat dari aku yang seperti itu. Aku hanya percaya, bahwa Kak
Fahri baik kepadaku hanya karena dia menganggap aku sebagai adik tingkatnya saja.
“Sudahlah lupakan saja anggapan itu!” Pintaku kepada sahabatku. Mereka berdua malah
tertawa mengejek aku. Ah, sudahlah.
Seusai kuliah, aku dan teman-teman kelompokku berkumpul untuk membahas persiapan
Ospek terakhir yaitu pensi. Di sana aku juga bertemu dengan Kak Andrean, seolah terhipnotis
ketika pandangan kami bertemu. Itu selalu terjadi setiap kali aku bertemu dengan Kak Andrean.
Entahlah, aku sendiri juga bingung dengan perasaanku sendiri.
Pensi penutupan akan dilaksanakan dua minggu lagi, hal itu membuat kami setiap malam
harus berkumpul untuk latihan. Tentu saja Kak Andrean juga mendampingi kami.
Hari-hari terlewati, malam-malam pun terlalui. Namun, disana aku terkadang merasa sedih
karena setiap kali selesai latihan Kak Andrean selalu saja mengantar Linda pulang. Tentu saja
aku merasa cemburu, tapi bagaimana lagi mereka memang terlihat sangat serasi. Setiap malam
aku selalu pulang sendirian di tengah suasana malam yang sepi. Karena indekosku berbeda arah
dengan teman-teman yang lain. Namun, malam ini berbeda, aku tidak lagi pulang sendirian.
Malam ini aku diantar oleh Kak Fahri, yang kebetulan tadi kami bertemu di kampus. Kak Fahri
mengecek persiapan semua kelompok. Kak Andrean melihat aku diantar oleh Kak Fahri, namun
dia hanya melihat saja. Sikapnya memang telah berubah kepadaku, tidak seperti sebelumnya
yang sangat baik dan perhatian kepadaku. Akan tetapi aku tidak tahu alasan perubahan sikap
Kak Andrean itu. Aku pulang dengan Kak Fahri dan meninggalkan Kak Andrean dengan Linda.

12
Indah Sari

Diperjalanan pulang, aku masih memikirkan Kak Andrean yang begitu berubah, hingga aku
tidak sadar jika Kak Fahri mengajak ngobrol. Ternyata Kak Fahri tidak langsung mengantarku
pulang, melainkan mengajakku ke sebuah kafe terlebih dahulu.
Sebenarnya tadi aku mau menolak ajakan Kak Fahri untuk mengantarku pulang. Namun,
entah mengapa pada saat aku mengetahui Kak Andrean melihatku, aku malah menerima
tawaran Kak Fahri.
“Vi, kita makan dulu ya! Kamu belum makan kan? Vi..? Via?” Tanya Kak Fahri
“A..apa kak?” Jawabku panik karena sejak tadi aku melamun
“Kita makan dulu ya! Kamu belum makan kan?” Kak Fahri mengulangi pertanyaannya. Aku
mengangguk menandakan persetujuanku.
Sesampainya di kafe, Kak Fahri menggandeng tanganku dan anehnya aku hanya diam saja
tak menolak. Lalu kami duduk di sebuah meja di sudut kafe. Kak Fahri memesankan makanan
juga untukku, tapi aku belum juga beranjak dari lamunanku tentang Kak Andrean. Aku
harusnya bersyukur, karena sekarang ini aku sedang bersama cowok terkeren di jurusanku.
Namun entah mengapa, aku tidak merasa seperti itu, dan cenderung biasa saja. Aku tetap dalam
lamunanku.
“Vi, kamu kenapa? Kok dari tadi bengong terus?” Tanya Kak Fahri
Aku terkejut,
“I…ya, Kak Andre…..eh Kak Fahri, ada apa?” Jawabku, terlihat sekali Kak Fahri terkejut
“Nggak papa-papa, ini makanannya sudah datang, cepat dimakan!” Ujarnya
“Iya kak” Jawabku
Pada saat kami makan, kami hanya diam. Tapi tiba-tiba Kak Fahri mengusap sudut bibirku
dengan jarinya, sangat mengejutkanku. Aku menunduk dan diam karena malu.
“Kamu kalau makan belepotan ya?” Ujarnya. Aku hanya diam karena sangat malu.
“Kamu itu lucu ya Vi.” Ujarnya
“Lucu? Lucu bagaimana kak?” Tanyaku
“Enggak, hanya saja kamu selalu bisa membuatku tertawa.” Ujar Kak Fahri sambil tersenyum.
“Masak sih kak, tapi aku tidak merasa membuat kakak tertawa?” Ujarku bingung
“Sudahlah lupakan saja, cepat makan saja Vi!” Ujar Kak Fahri sambil tersenyum lagi. Sedangkan
aku masih merasa aneh.
Kebersamaan dengan Kak Fahri memang sedikit mengurangi pikiran-pikiranku tentang
Kak Andrean. Setelah makan Kak Fahri mengantarkan aku pulang, malam memang sudah larut.
Dan jujur saja aku sudah mengantuk, tanpa sadar aku tertidur saat perjalanan pulang dan
bersandar di bahu Kak Fahri.
Meski sudah sampai di depan indekosku Kak Fahri tidak membangunkanku. Cukup lama
dengan keadaan seperti itu, kemudian aku terbangun. Aku merasa tidak enak karena tertidur
cukup lama. Tetapi aku juga sedikit sebal dengan Kak Fahri, karena dia tidak membangunkan
aku. Ya sudahlah, aku langsung masuk ke dalam dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.
Lalu Kak Fahri pulang. Sungguh malam yang melelahkan, setelah itu aku langsung tidur karena
ngantuk sudah tak dapat tertahan. Aku berharap bisa mimpi indah malam ini.

***

13
Bagai Hujan di Musim Kemarau

MULAI TERASA
Dua hari lagi acara puncak rangkaian kegiatan Ospek akan berlangsung. Tetapi aku tak
lagi bersemangat untuk mengikuti rangkaian kegiatan itu. Semakin hari sikap Kak Andrean
semakin berubah, dia tak lagi peduli kepadaku. Bahkan ia tak pernah lagi menghubungiku.
Sebenarnya aku tak terima diperlakukan seperti itu, namun aku harus bagaimana. Aku tidak
tahu alasan mengapa sikap Kak Andrean berubah, hal itu membuatku penasaran. Penasaran tak
membuat aku meminta penjelasan darinya. Sementara aku hanya diam membiarkan semua itu.
Rasa tak  nyaman dan sakit semakin mendera batinku. Bagaimana tidak, aku seolah dianggap
tidak ada, sedangkan Linda semakin dekat dan tak canggung lagi menunjukkan hal itu
didepanku dan teman-teman. Sungguh sesak rasa di dada, tetapi karena itu aku menyadari,
bahwa aku memang telah jatuh hati pada Kak Andrean tepatnya aku telah mencintainya. Harus
bagaimanakah aku bersikap. Disatu sisi aku mencintainya, di sisi lain aku tidak tahu perasaan
Kak Andrean kepadaku. Hal itu membuat aku tertekan, rasa bingung kian menyambangi hatiku.
Seakan-akan ingin pergi menjauh, ke tempat dimana aku tak bisa melihat kemesraan mereka,
aku cemburu, dan terluka.
Setiap selesai latihan, Kak Andrean selalu mengantar Linda pulang, sedangkan aku selalu
sendirian berjalan ditengah dingin dan sepinya malam. Aku mengutuk rasa cinta ini, mengapa
aku tersakiti disaat aku baru merasakan cinta, mengapa begini. Siapa yang bisa aku salahkan,
tidak ada gunanya aku terus memikirkan hal yang membuatku sakit dan kecewa ini.
Malam ini puncak kegiatan terakhir rangkaian Ospek. Setiap kelompok menampilkan
sebuah pertunjukkan. Namun, kali ini aku tidak ikut serta mewakili kelompokku.
Ternyata Kak Andrean menjadi pembawa acara dalam acara puncak ini, aku semakin
malas dengan acara ini. Aku hanya diam dan tidak tertawa sama sekali selama acara
berlangsung. Meski semua orang tertawa dan terlihat gembira. Dua sahabatku bisa mengerti
aku, mereka berusaha untuk menghibur tapi sayangnya aku tidak bisa meski hanya tersenyum.
Mungkin saja Kak Fahri sedari tadi memperhatikan aku, tiba-tiba dia duduk di sebelahku.
Dia tidak berkata sepatah kata pun, dan entah mengapa aku ingin menangis saat melihat Kak
Fahri. Air mata tak terbendung lagi, dan tanpa sadar aku menangis di bahu Kak Fahri. Dia
mengusap rambutku dan sesekali menepuk bahuku. Aku tidak memikirkan apa kata orang-
orang disekitar kami, karena aku sudah tidak tahan menahan duka dalam hati ini lagi. Setelah
puas menangis, aku beranjak dari posisi itu. Dengan lembut Kak Fahri mengusap air mataku,
dia juga tidak bertanya atau memberi nasihat kepadaku. Seolah dia sudah tahu apa yang aku
rasakan, dia memang kakak yang baik, sangat baik. Seusainya acara tersebut, satu per satu
meninggalkan tempat acara dan pulang menuju tempat masing-masing. Begitu pula dengan dua
sahabatku, mereka pamit untuk pulang. Aku juga beranjak dari tempat itu, aku berjalan seorang
diri, tanpa semangat dan hanya mengikuti langkah kaki yang entah kemana akan membawaku.
Kak Fahri, dia tadi hendak mengantarku pulang, tetapi aku menolak. Aku tak ingin selalu
menjadi beban untuk orang lain. Tetapi ternyata Kak Fahri mengikutiku dan memperhatikanku
dari kejauhan.
Tiba-tiba aku terhenyak dari lamunanku. Aku merasakan sebuah tangan yang tidak asing,
tangan itu memegang erat lenganku hingga aku terhenti. Beberapa detik kemudian tubuh ini
terhempas dalam pelukannya. Aku bisa merasakan bahwa aku mengenalnya, bau ini, dada ini

14
Indah Sari

sepertinya aku mengetahui pemiliknya, ya Kak Andrean. Sangat erat sekali dia merengkuh tubuh
mungilku, seakan tak ingin melepaskan aku pergi.
“Ka..kakak?” Ujarku
Tampak dari kejauhan Kak Fahri meremas tangannya karena dia sangat marah, entah apa
yang membuatnya marah. Kemudian ia pergi dan tak mengikutiku lagi. Kak Andrean melepaskan
pelukannya dan berkata ”Kita harus bicara!”. Sebelum aku menjawab dia sudah menggandeng
tanganku, dan mengajakku naik ke motornya. Aku hanya diam dan mengikutinya saja. Sebelum
kami berangkat menuju suatu tempat, Kak Andrean memakaikan helm padaku. Lalu ia menarik
tanganku dan meletakkannya di pinggangnya, menyuruhku untuk berpegangan. Kami menuju
tempat yang dituju, dan setelah sampai aku turun dan dia sudah menggandeng tanganku lagi.
“Bisakah kau menjelaskan sesuatu kepadaku?” Tanyanya
“Menjelaskan? Apa yang harus aku jelaskan? Bukannya kakak yang berhutang penjelasan
padaku?” Jawabku
“Kenapa aku? Aku bertanya padamu?” Ujarnya
“Sudahlah, lupakan saja kak!” Jawabku seraya beranjak pergi karena saat ini aku ingin
menangis.
Tetapi Kak Andrean justru menahanku. Saat ini aku benar-benar tidak dapat menahan air
mataku. Melihatku menangis Kak Andrean memelukku dan berkata “Maafkan aku, kita harus
menyelesaikan masalah ini!”
Kemudian kami memutuskan untuk berbicara baik-baik. Dia menjelaskan segalanya
kepadaku, tentang hubungannya dengan Linda. Dia hanya merasa bertanggung jawab kepada
Linda sebagai seorang pendamping, tidak lebih dari itu. Dan aku juga menjelaskan kedekatanku
dengan kak Fahri, bahwa kami hanya berteman.
“Kamu itu terlalu polos, bagaimana bisa antara cowok dan cewek bisa berteman. Seharusnya
kamu lebih tahu kalau Fahri menyukaimu Vi.” Ujar Kak Andrean
Tetapi aku tidak membenarkan ucapan Kak Andrean, karena menurutku Kak Fahri
menganggapku seperti adiknya. Memang terkesan sangat naif, tetapi itulah yang aku rasakan.
“Ah, aku ini juga cowok Vi jadi aku tahu. Terlebih Fahri adalah sahabatku.” Ujarnya
“Apaan sih kak, sudah jangan dibahas lagi!” Pintaku
Akhirnya kesalahpahaman diantara kamipun terselesaikan. Aku tersenyum, lega
mengetahui bahwa Kak Andrean tidak memiliki hubungan dengan Linda, ditambah dia cemburu
dengan Kak Fahri. Malam yang melelahkan, menguras emosi, namun berarti. Oh Tuhan, jagalah
hati ini, jangan biarkan aku  terluka lagi.
Malam semakin larut, setelah semuanya selesai Kak Andrean mengantarkanku pulang.
Kemudian untuk penutup kisah malam ini pelukan hangat kembali aku dapatkan.
Kesalahpahaman akan selamanya menjadi kesalah pahaman, jika tidak ada yang
memulai untuk meluruskannya. Dan terkadang mencintai tak butuh waktu yang lama.
Namun, terkadang pula mencintai  itu butuh waktu yang sangat lama.

***

15
Bagai Hujan di Musim Kemarau

KEJUTAN
Keadaan sudah lebih baik, rangkaian kegiatan telah berakhir. Kini saatnya bagiku untuk
merasakan masa-masa kuliah. Terlebih, bahagia rasanya bisa menjadi bagian hidup seseorang
yang kita sayangi. Meski sudah aktif kuliah tetapi masih banyak acara yang harus diikuti. Salah
satunya adalah pesta yang diadakan oleh fakultas. Di mana pesta ini di selenggarakan semalam
suntuk dan diwajibkan untuk seluruh mahasiswa baru tak terkecuali aku. Sebenarnya aku tidak
suka dengan pesta seperti ini, namun aku tetap harus menghadirinya. Musisi-musisi yang cukup
terkenal diundang untuk memeriahkan malam ini. Suara bising memekan telinga, semua orang
menari dan tertawa lepas menikmati pesta, hanya aku yang diam karena aku tidak suka dengan
suasana yang seperti ini. Sesak, namun tak bisa menghindar, semua orang di semua sisiku
menari berdesak-desakan sedang aku terhimpit ditengah. Aku bingung harus bagaimana.
Terkadang para mahasiswa menarik tanganku dan mengajakku menari, aku menolak. Namun,
ada pula yang memaksa dengan kasar seperti kali ini. Di sini aku hanya berharap akan ada yang
membawaku pergi dari tempat ini. ”Kumohon siapapun selamatkan aku!” Pintaku dalam hati.
Aku memejamkan mataku dan terus berharap, lalu aku mendengar suara yang aku kenal.
Seseorang itu membawaku pergi entah kemana. Perlahan aku membuka mataku dan benar saja
aku mengenal seseorang yang menyelamatkanku, orang itu adalah Kak Fahri. Setelah ditempat
yang tidak terlalu ramai dia menanyakan keadaanku, apakah aku baik-baik saja, dan aku hanya
mengangguk.
Dia marah karena dia tidak bisa menjaga diriku dan menyalahkan dirinya sendiri. Apa
jadinya kalau sampai dia tidak datang, pikiran itu membuatnya sangat marah. Menyadari itu
aku meminta maaf pada Kak Fahri karena telah membuatnya khawatir. Tiba-tiba Kak Fahri
memelukku dan berkata.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu Vi. Karena aku menyukaimu Vi. Aku serius, tidak bisakah
kamu merasakan apa yang aku rasakan?.” Kemudian aku mencoba melepaskan pelukan Kak
Fahri dan berkata.
“Maafkan aku kak, aku tidak mengerti kenapa semua jadi begini. Maafkan aku!” Aku pergi
karena merasa sangat terkejut. Aku tidak menyangka yang dikatakan Kak Andrean itu benar,
bahwa Kak Fahri menyukaiku. Kak Fahri tidak begitu saja melepaskan aku, dia mengejarku.
“Vi, tunggu! Aku tahu kamu terkejut, tapi inilah yang aku rasakan, kumohon berhenti!” Ujar Kak
Fahri
Aku tetap berjalan menjauh dari Kak Fahri, dan tiba-tiba langkahku terhenti karena
tanganku telah tertangkap olehnya.
“Aku harus bagaimana Vi? Kamu jangan menjauhi aku, kumohon!” Ujarnya. Aku hanya bisa
terdiam dan meneteskan air mata, aku tidak menyangka bahwa seseorang yang aku anggap
seperti kakakku sendiri ternyata mencintaiku.
“Jangan menangis Vi, kumohon!” Pintanya
“Maafkan aku kak, aku mau pulang. Jangan kejar aku, kumohon!” Jawabku
Aku pergi meninggalkan Kak Fahri ditempat pesta, aku butuh sendiri untuk memikirkan
masalah ini. Apa yang harus aku lakukan. Aku menyayangi Kak Fahri, tetapi aku mencintai Kak
Andrean. Oh Tuhan, seandainya orang yang aku cintai dan aku sayangi adalah orang yang sama,
mungkin tak akan serumit ini. Malam memang telah larut, namun mata tak bisa pula untuk

16
Indah Sari

terpejam. Aku masih memikirkan pernyataan Kak Fahri, dan aku menangis dalam kesunyian
malam. Aku harus bagaimana, perasaan bingung membuatku semakin ingin menangis. Pukul
empat pagi aku baru bisa tidur, sedangkan pukul tujuh aku harus kuliah. Keesokan harinya,
aku kesiangan dan terburu-buru untuk berangkat kuliah, untung saja dosennya tidak masuk.
Pagi ini aku merasa kurang sehat, maklum saja waktu tidurku sangat kurang, sehingga
wajahku sedikit pucat. Kedua sahabatku menanyakan keadaanku, apakah aku sakit. Namun,
aku belum bisa bercerita tentang semalam pada mereka. Karena kelas kosong mereka
mengajakku untuk makan namun aku tidak berselera meski mereka memaksaku. Pada saat
kami turun dari lantai dua, tanpa disangka kami bertemu dengan Kak Andrean.
“Vi, kamu sakit? Kamu terlihat pucat?” Tanyanya
“Nggak papa kak, aku baik-baik saja. Kami pergi dulu kak.” Jawabku
“Baiklah, nanti kabari kakak ya!” Ujarnya dan aku mengangguk.
Kami berlalu meninggalkan Kak Andrean, sementara lemas benar terasa, aku turun
digandeng Intan. Rasanya hari ini begitu berat, tidak ada semangat. Aku yang biasanya ceria
mendadak murung dan pucat hari ini. Memang benar, masalah hati, dan cinta membuat orang
bisa gila dan sakit. Aku diantar pulang oleh Intan, karena aku sudah tidak kuat lagi. Sementara
Kak Fahri tidak henti-hentinya menelpon dan mengirim pesan padaku. Demam menyerang,
rasanya sungguh menyiksa. Karena tidak tahan akhirnya Intan menghubungi Kak Andrean
untuk mengantarkan aku ke dokter, dan tak lama Kak Andrean sampai. Dia mengantarku ke
dokter, dan karena harus mengantri cukup lama sampai aku tertidur di pundak Kak Andrean.
Dia memperlakukan aku dengan lembut, menyelimuti aku dan mengusap-usap rambutku.
Sampai tiba giliranku diperiksa aku masih tertidur dan terpaksa Kak Andrean menggendongku
masuk untuk diperiksa. Setelah di ruang periksa aku terbangun, dan menyadari bahwa aku
sedang diperiksa. Kata dokter aku hanya kurang istirahat dan mengalami anemia ringan saja.
Dokter memintaku untuk istirahat beberapa hari. Lalu setelah menebus obat, kami kembali ke
indekosku. Kak Andrean sangat peduli dan menjagaku bersama Intan, karena indekosku khusus
perempuan. Karena sudah malam Kak Andrean pulang, dan kembali dipagi harinya.
Aku tidak berani bercerita tentang Kak Fahri pada Kak Andrean. Aku hanya ingin diam dan
seolah tidak terjadi sesuatu. Aku tidak ingin persahabatan mereka hancur, karena sahabat itu
lebih indah dari cinta. Setelah sembuh, aku berangkat kuliah seperti biasa. Tapi aku belum siap
untuk bertemu dengan Kak Fahri, aku selalu menghindar jika bertemu Kak Fahri. Rasanya
memang tidak menyenangkan tapi aku benar-benar belum siap untuk bertemu Kak Fahri.
Mungkin kalian juga akan melakukan hal yang sama jika berada diposisiku. Butuh waktu yang
lama untuk menerima kenyataan aneh ini. Entah sampai kapan aku harus menghindari Kak
Fahri aku belum tahu. Mungkin aku adalah pengecut, tetapi aku memiliki alasan tersendiri
untuk menghindarinya. Permasalahan ini bukan lagi antara aku dengan Kak Fahri, tetapi
menyangkut Kak Andrean juga. Terlebih mereka bersahabat, aku hanya tidak mau membuat
keputusan yang salah.

***

17
Bagai Hujan di Musim Kemarau

BENARKAH
Hidup memang tidak pernah lekang oleh masalah, karena masalah selalu ada dalam setiap
perjalanan hidup manusia. Sudah genap sebulan sejak malam itu, aku dan Kak Fahri tidak lagi
berkomunikasi satu sama lain. Aku belum siap untuk berbicara dengan Kak Fahri, tapi kali ini
mungkin waktu yang tepat karena aku sudah siap menjelaskan dan menerima kenyataan ini.
Aku memberanikan diri untuk menghubungi Kak Fahri dan menyelesaikan masalah yang
tertunda. Syukurlah Kak Fahri merespon dengan baik dan memintaku bertemu untuk
membahas masalah itu. Malam harinya Kak Andrean menghubungiku untuk mengajak makan
malam. Namun, aku menolak dengan alasan sudah ada janji dengan teman. Karena aku sudah
terlanjur janji dengan Kak Fahri dan tidak mungkin juga aku berkata kepada Kak Andrean
bahwa aku sudah ada janji dengan Kak Fahri. Malam itu aku bertemu dengan Kak Fahri di kafe
biasanya. Aku sungguh canggung, tapi ku coba untuk tetap tenang.
“Aku sangat senang kamu menghubungiku, Vi. Lalu bagaimana jawabanmu tentang
pernyataanku waktu itu?" Tanya Kak Fahri
“Tentang itu, mungkin kakak sudah tahu jawabanku. Dan Kakak pasti tahu perasaanku kepada
Kak Andrean. Jadi maafkan aku kak, aku tidak bisa menerima perasaan kakak, maaf!" Jawabku
dengan lembut.
"Iya Vi, aku paham tentang itu. Tetapi tidak bisakah kamu memberikan kesempatan kepadaku?"
Jawab Kak Fahri
"Maafkan aku kak, aku tidak bisa membohongi hatiku. Aku memang menyayangi kakak tapi
cuma sebagai kakak tidak lebih. Jadi segeralah kakak obati luka itu, dan carilah seseorang yang
benar-benar mencintaimu. Maafkan aku kak!" Jawabku
"Setidaknya izinkan aku tetap menjadi kakak untukmu, bisakan?” Terlihat sekali dari sorot
matanya bahwa dia benar-benar serius dengan ucapannya.
"Tentu saja kak, tapi aku mohon mengenai hal ini jangan sampai Kak Andrean tahu. Aku tidak
ingin persahabatan kalian hancur karena aku!" Jawabku
"Baiklah adik kecil, aku juga mengerti itu." Jawab Kak Fahri sambil mengusap rambutku.
Sebenarnya aku tahu kalau Kak Fahri sangat terluka, namun dia tetap berusaha
tersenyum didepanku. Dia adalah seseorang yang baik, dia pantas mendapatkan seseorang yang
lebih baik dariku. Tiba-tiba Kak Andrean menelponku dan menanyakan keberadaanku, Kak
Fahri justru mengambil handphoneku dan berbicara dengan Kak Andrean. Jujur saja aku takut
Kak Andrean akan marah dan salah paham, namun Kak Fahri menyakinkan aku. Syukurlah Kak
Andrean tidak salah paham, persahabatan mereka lebih erat dari yang aku pikirkan. Kak
Andrean meminta Kak Fahri untuk menjagaku dan mengantarku pulang.
Setelah itu, kami saling diam dan tak lama kami memesan makanan dan ngobrol ringan.
Pada waktu makanan kami datang kami langsung makan. Setelah makan kami langsung pulang,
diperjalanan kami hanya diam dan itu membuatku mengantuk sampai aku tertidur dipunggung
Kak Fahri. Tak terasa ternyata kami sudah sampai di indekosku, aku terbangun dan turun.
“Terima kasih sudah mengantarku pulang kak, hati-hati dijalan!” Ujarku kemudian beranjak
masuk.
“Tunggu Vi!” Ujar Kak Fahri sehingga membuatku berhenti.

18
Indah Sari

“Ada apa kak?” Tanyaku


Kemudian Kak Fahri berjalan kearahku dan memelukku.
”Setidaknya izinkan aku memelukmu untuk yang terakhir kali, Vi.” Ujarnya.” Tapi kak…ucapku
sambil berusaha melepas pelukannya.
”Sebentar saja, izinkan aku memelukmu sebentar saja, Vi!” Ujarnya
Aku tidak bisa menolak, setidaknya aku tidak ingin melukai Kak Fahri lagi, sehingga aku
hanya diam menuruti permintan Kak Fahri kali ini saja. Dia memelukku cukup lama, dan
kemudian melepaskan pelukannya, setelah itu Kak Fahri pamit untuk pulang. Sesampainya di
dalam kamar aku bercerita pada sahabatku mengenai malam itu, usai bercerita aku tertidur dan
aku terlupa memberi kabar kepada Kak Andrean jika aku sudah pulang.
Keesokan harinya aku berangkat kuliah seperti biasa, aku bertemu dengan teman-teman
dan juga Kak Andrean. Dia mengajakku bicara usai kuliah berakhir, aku tidak tahu apa yang
hendak dibicarakan oleh Kak Andrean. Kebetulan Kak Andrean kuliah diruang sebelahku.
Setelah kuliah Kak Andrean menungguku di depan ruanganku, aku keluar dengan dua
sahabatku.
"Vi kamu udah ditunggu tuh." Ucap Nina
"Oh iya." Jawabku
"Ya udah, kita duluan ya Vi." Ujar Nina dan Intan.
"Dah…hati-hati ya!" Jawabku
Lalu aku menyapa Kak Andrean.
"Hai kak, sudah lama?" Tanyaku
"Tidak kok, baru aja. Yuk kita jalan sekarang!" Jawab Kak Andrean
"Kita mau kemana Kak?" Tanyaku penasaran
"Sudah ikut saja, nanti juga tahu. Ayo buruan, keburu malam." Jawabnya
"Iya kak, oh iya maaf tadi malam aku lupa mengabari Kakak aku ketiduran.” Jawabku sambil
kita turun ke bawah.
"Nggak papa Vi, soalnya kamu kan sama Fahri jadi aku tenang." Jawab Kak Andrean
Setelah sampai di parkiran kami langsung pergi menuju tempat yang kami tuju. Kira-kira
tiga puluh menit perjalanan dari kampus, akhirnya kami sampai ditempat tujuan. Ternyata Kak
Andrean mengajakku ke tempat yang ingin sekali aku kunjungi, dan di sana juga terdapat
teman-teman Kak Andrean. Tepatnya teman-teman organisasi Kak Andrean. Sebenarnya aku
malu karena disana yang ku kenal hanya Kak Andrean dan ternyata ada Kak Fahri.
"Hai Vi, sini!" Sapa Kak Fahri.
Aku hanya tersenyum karena aku tidak enak pada Kak Andrean yang berada disampingku.
Lalu, Kak Andrean mengajakku duduk bersama teman-temannya sambil menggandeng
tanganku.
"Ndre, itu siapa? Pacar kamu?" Tanya salah seorang teman Kak Andrean.
"Oh iya, kenalin ini Silvia, pacarku." Jawabnya.
Aku terkejut dengan jawaban Kak Andrean, sejujurnya kami belum resmi pacaran karena
Kak Andrean belum menyatakan perasaannya padaku. Aku hanya tersenyum mendengar
jawaban Kak Andrean itu. Teman-teman Kak Andrean semua bersorak senang entah kenapa,
sedangkan aku melihat Kak Fahri yang tampak sedih, dan dia terlihat menyendiri.
"Hei, Ri kesini, sedang apa kau disana? Bergabunglah dengan kami." Teriak Kak Andrean.
"Iya aku kesana." Jawab Kak Fahri lalu bergabung bersama kami.
Kak Fahri duduk disebelah kanan Kak Andrean, semua orang tampak gembira terkecuali
Kak Fahri dan aku. Aku merasa bersalah pada Kak Fahri, sungguh itu membuat aku sedih.
"Vi, kamu kenapa?" Tanya Kak Andrean
"Nggak papa kak." Jawabku.
”Kamu nggak sakit kan?" Tanyanya sambil memegang dahiku.
"Tidak kak." Jawabku sambil tersenyum
"Ya udah, sini makan dulu. Aku suapin ya!" Ujarnya
"Nggak papa kak, aku bisa sendiri. Kakak makan saja, aku malu kak." Jawabku
"Malu sama siapa? Nggak papa, sini buka mulutmu." Jawabnya

19
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Meski malu, aku tetap membuka mulut dan menikmati suapan dari Kak Andrean. Terlihat
juga Kak Fahri yang hanya menganduk-aduk makanannya. Sesekali Kak Andrean juga
mengusap bibirku yang belepotan. Setelah itu kami pulang. Diperjalanan banyak sekali
kendaraan yang berlalu-lalang, hingga membuat Kak Andrean sering ngerem mendadak dan itu
membuatku terdorong kedepan.
"Vi kamu nggak papa kan? Kamu pegangan ya!" Ujar Kak Andrean.
"Iya kak." Jawabku
Lalu aku berpegang pada Kak Andrean, dan Kak Andrean mempererat peganganku.
Setengah jam berlalu, akhirnya kami sampai di indekosku.
"Selamat malam, dan selamat tidur my princess." Ujarnya
"Selamat malam, my prince. Be  carefull!" Jawabku malu-malu.
Senang sekali karena aku telah diakui didepan teman-teman Kak Andrean, dan tanpa
diucapkan aku telah memahami bahwa ia juga mencintaiku. Namun, rasa bersalah tetap singgah
di hatiku karena melukai Kak Fahri, maafkan aku.

***

20
Indah Sari

TANPA KEPASTIAN SATU


Segala sesuatu di dunia ini saling berkebalikan. Disaat ada kebahagiaan, sudah pasti ada
rasa sedih. Rasa sedih mengenai Kak Fahri belum juga hilang, aku sebenarnya menyayangi Kak
Fahri. Namun, aku terlanjur mencintai Kak Andrean lebih dulu, dan aku mengenal Kak Andrean
lebih dulu. Andai waktu dapat diputar kembali. Kak Fahri adalah laki-laki yang baik, meski aku
telah menyakiti dan melukai hatinya tetapi Kak Fahri masih saja baik kepadaku. Dia selalu ada
disaat aku butuh dan dia selalu baik kepadaku seperti aku tak pernah melukainya.
Hari-hari seperti biasa ku lalui dengan kuliah, seperti biasa kuliah membuat aku sibuk.
Tugas mulai banyak dan kegiatan juga mulai padat. Aku semakin jarang bertemu dengan Kak
Andrean, meski masih tetap berkomunikasi dengan baik. Maklum saja aku dan Kak Andrean
beda semester jadi jadwal kuliah juga tidak dapat dipastikan. Sejauh ini, Kak Andrean belum
pernah secara khusus menyatakan perasaannya kepadaku, meski kami sejauh ini sudah sering
jalan bersama. Belum ada kepastian akan hubungan kami, entah kenapa Kak Andrean belum
juga menyatakan perasaannya padaku. Tetapi aku tahu, sebenarnya kami saling menyukai,
mungkin mencintai. Atau hanya aku yang berpikiran begitu, aku tak tahu.
Karena kesibukan kami masih-masing membuat intensitas kami untuk bertemu
berkurang. Pernah suatu malam, Kak Andrean menghubungiku melalui telepon. Dia bertanya
apakah aku sudah makan, jika belum maka dia akan mengajakku makan malam bersama
teman-teman organisasinya. Namun, aku menolak meski aku juga belum makan, karena aku
sedang sibuk mengerjakan tugas. Bahkan Kak Andrean akan membelikan makanan untukku
kemudian mengantarkannya ke indekosku, tapi aku juga menolaknya. Akhirnya, Kak Andrean
menyerah membujukku untuk makan. Diakhir pembicaraan, dia memberiku semangat dan
mengingatkan untuk tidak lupa makan dan jangan tidur terlalu larut malam.
Dia memang tidak berubah, namun sebagai seorang wanita aku juga butuh kepastian, iya,
kepastian. Jujur saja jika waktu dapat diputar kembali, aku memilih untuk bertemu lebih dulu
dan mencintai Kak Fahri. Kak Fahri berani memberikan kejelasan, sedangkan Kak Andrean
sejauh ini belum memberikan kepastian. Padahal kami sudah sangat dekat hampir satu
semester. Dia sering ngajak aku jalan dan pergi ke berbagai kegiatan lainnya. Meski begitu aku
tidak berani berterus terang kepada Kak Andrean. Aku bingung jika ada temanku yang bertanya
kepadaku mengenai hubungan kami. Pernah suatu pagi, aku dikejutkan oleh temanku yang tiba-
tiba bertanya.
"Silvia, sebenarnya kamu ada hubungan apa dengan Kak Andrean?” Tanya Kimi
"Memangnya kenapa Kim? Kok tiba-tiba tanya gitu?" Jawabku
"Nggak, aku cuma pengen tahu aja Vi. Jawab dong!" Ujarnya
"Oh, aku nggak ada apa-apa kok sama Kak Andrean.” Jawabku
"Beneran? Serius kan Vi?" Tanyanya
"Iya, kenapa sih Kim? Sepertinya kamu sangat ingin tahu soal itu?" Tanyaku
"Nggak kok, aku cuma pengen tahu doang, ya udah Vi makasih." Jawab Kimi tersenyum.
Nah, disaat seperti ini status sangat penting. Supaya aku tidak kesulitan untuk
menjawabnya. Intinya, meski banyak yang bilang status itu tidak penting namun, pada
kenyataannya status itu sangat penting.

21
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Menjelang ujian tengah semester, aku memang disibukkan dengan berbagai kegiatan yang
aku ikuti. Biasanya aku sering pulang lewat tengah malam. Sesampainya di indekos, aku tidak
langsung tidur melainkan harus mengerjakan tugas, sehingga waktu untuk istirahatku sangat
sedikit. Hal itu berlangsung hingga akhir ujian akhir akhir semester. Kesibukan membuat aku
lupa untuk makan teratur dan juga istirahat. Pada pagi itu, aku berangkat kuliah seperti biasa.
Sore harinya setelah kuliah, aku pulang untuk mandi, lalu pukul tujuh aku kembali ke kampus
untuk latihan rutin hingga pukul 12 malam. Setelah itu, aku rapat untuk sebuah acara yang
akan dilaksanakan akhir bulan ini. Selain itu, akhir bulan ini pada malam harinya aku ada
pentas, sungguh lelah. Malam ini aku rapat sampai pukul tiga pagi, karena sudah pagi kami
semua memutuskan untuk menginap di pusat kegiatan mahasiswa. Kemudian pukul setengah
enam pagi kami pulang. Itulah rutinitas yang aku lakukan kurang lebih sebulan ini. Mulai
minggu depan aku akan mengikuti ujian akhir semester dan ini memberikan waktu bagiku
untuk sedikit mengurangi kegiatan, karena kami harus fokus pada ujian dan fokus kegiatan lagi
setelah ujian akhir berakhir.
Hari pertama ujian, aku bersemangat untuk mengikutinya. Sebenarnya aku sudah mulai
merasa kurang sehat. Hari selanjutnya hingga ujian berakhir aku juga masih tetap sama. Aku
enggan ke dokter karena aku berpikir bahwa aku hanya butuh istirahat. Rutinitas latihan dan
rapat kembali aku jalani hingga H-1. Malam itu aku ingat, aku rapat hingga pukul 10 malam
karena dua hari lagi adalah hari pelaksanaan kegiatan. Entah kenapa aku benar-benar sakit dan
lemas sehingga, aku hanya tidur di tempat rapat. Teman-teman semua mengerti keadaanku dan
memakluminya. Setelah rapat, aku juga tidak bisa ikut latihan untuk pentas yang
pelaksanaannya pada malam hari setelah kegiatan yang pagi. Aku dimarahi oleh kakak pelatih
karena waktu sudah dekat, aku terima jika pelatih marah. Aku berjanji pada kakak pelatih
bahwa besok aku ikut latihan untuk gladi bersih dan akan menampilkan yang terbaik. Malam itu
setelah rapat, aku hanya bisa tidur di tempat rapat. Ada teman yang hendak mengantarku ke
dokter namun, karena sudah malam pasti sudah tutup, lalu aku meminta untuk diantar pulang
saja. Sesampainya di indekos aku langsung tidur, banyak sekali chat dari Kak Andrean dan Kak
Fahri. Ada delapan kali panggilan tak terjawab dari Kak Andrean, tiga kali dari Kak Fahri dan
beberapa pesan. Tak ada satupun yang aku balas. Syukurlah pagi ini aku merasa lebih baik, dan
pada saat aku mau berangkat kuliah aku melihat Kak Fahri ada didepan indekosku, aku
terkejut.
Kak Fahri datang untuk menjemputku, dia merasa khawatir karena semalam aku tidak
dapat dihubungi. Begitulah, dia masih saja baik padaku meski aku telah mengecewakannya.
Beberapa saat ketika kami hendak berangkat ke kampus, tiba-tiba Kak Andrean datang. Pagi ini
banyak sekali kejutan tak terduga bukan. Kak Andrean menyapaku dan Kak Fahri. Sama halnya
dengan Kak Fahri, Kak Andrean juga sangat khawatir padaku. Kemudian aku menceritakan
alasanku tidak bisa dihubungi dan merekapun mengerti. Namun, yang tidak mengenakkan
adalah ketika Kak Andrean memintaku untuk berangkat bersamanya. Aku merasa serba salah,
seharusnya aku berangkat bersama Kak Fahri karena dia yang lebih dahulu datang. Tetapi Kak
Fahri meyakinkan aku bahwa tidak apa-apa jika aku bersama Kak Andrean. Selain itu, Kak
Andrean juga telah meminta kepada Kak Fahri, tentu Kak Fahri mengizinkannya meski dengan
berat hati.
Aku merasa tidak enak pada Kak Fahri, tapi bagaimana. Dengan berat hati aku ikut Kak
Andrean, lalu kami berangkat ke kampus bersama-sama. Sesampainya di kampus, kami berjalan
bersama menuju kelas, tak sengaja aku terpleset karena lantai baru saja dipel. Dengan sigap Kak
Fahri memegang tubuhku hingga aku tidak terjatuh ke lantai, sontak tanpa sadar aku memeluk
Kak Fahri. Cukup lama kami berada dalam posisi seperti itu, hingga kami sadar bahwa disitu
ada Kak Andrean.
“Oh maaf kak.” Ujarku pada Kak Fahri
“Iya nggak papa, hati-hati licin.” Jawab Kak Fahri
“Vi kamu ke atas kan? Ya udah cepat sana masuk!” Ujar Kak Andrean terlihat agak marah.
“Iya kak, aku duluan ya!” Jawabku sambil naik ke lantai atas meninggalkan mereka.
Usai kuliah aku langsung latihan untuk pentas besok malam, setelah itu aku lanjut rapat
untuk acara besok pagi. Malam itu kami mendekor tempat acara hingga pukul tiga pagi. Lalu

22
Indah Sari

setelah itu kami semua tidur sejenak di tempat acara. Dingin sudah pasti, karena tidur tanpa
alas. Waktu itu aku tidak memakai jaket sehingga aku semakin kedinginan, tetapi tiba-tiba aku
merasa ada yang menyelimutiku. Aku melihat salah satu temanku menyelimuti aku, tapi aku
tidak melihatnya dengan jelas, tetapi terima kasih. Pagi harinya kami semua bergantian untuk
pulang, mandi dan bersiap-siap. Aku diantar oleh orang yang semalam menyelimuti aku yakni
Rendra, lalu aku dijemput lagi setelah siap. Pukul tujuh pagi kami semua sudah berkumpul dan
melaksanakan acara hingga sore hari, syukur acaranya berjalan dengan lancar.  Tak cukup
sampai disitu kegiatanku, aku harus segera bersiap untuk pentas nanti malam. Rasa grogi jelas
ada, apalagi penontonnya sangat banyak ditambah dengan Kak Andrean dan Kak Fahri. Waktu
pentas tinggal beberapa menit lagi, penonton sudah memadati ruangan pentas. Kak Andrean dan
Kak Fahri juga sudah hadir. Tiba waktunya untuk tampil, siap tidak siap aku harus tampil.
Sorak-sorai penonton begitu menggema mengakhiri penampilan kami, dan para penonton
meminta foto bersama. Setelah itu kami membereskan properti dan make up kemudian kami
pulang. Sungguh hari yang panjang. Aku pulang diantar oleh Kak Andrean, setelah itu aku tidur
karena sungguh sangat lelah.

***

23
Bagai Hujan di Musim Kemarau

TANPA KEPASTIAN DUA


Serangkaian kegiatan telah terselesaikan dengan baik, dan ujian akhir semester juga telah
berakhir. Sambil menunggu nilai keluar, Kak Andrean mengajakku jalan-jalan ke tempat yang
indah. Aku suka sekali dengan pegunungan, dan tidak terlalu suka pantai. Pantai menyimpan
kenangan tersendiri bagiku, aku lebih suka pemandangan gunung dari pada laut. Hari itu Kak
Andrean mengajakku ke kebun teh, aku sangat senang. Di sana kami bercanda tawa, berkejar-
kejaran, menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Namun jalannya memang masih terjal berbatu,
sering sekali aku tersandung saat berjalan. Beruntung Kak Andrean selalu menjagaku agar tidak
jatuh, dengan hangat Kak Andrean menggandeng tanganku. Serasa hari itu adalah hari milik
kami berdua, aku sangat bahagia. Udara pegunungan memang sejuk dan karena hari hampir
menjelang sore, udara semakin dingin.
"Vi, kamu kedinginan?" Tanya Kak Andrean
"Tidak kak." Jawabku sambil tersenyum
"Benarkah? Kamu tidak pandai berbohong, Vi. Sini!" Ujarnya
Aku tersenyum malu karena ketahuan berbohong. Aku mendekat kepada Kak Andrean
hingga kami saling berhadapan. Kak Andrean tiba-tiba mengalungkan sebuah syal berwarna
pink ke leherku.
"Cantik, cocok untuk kamu." Ujar Kak Andrean sambil tersenyum.
"Makasih kakak, aku suka." Jawabku sambil tersenyum.
Hari semakin sore, akhirnya kami memutuskan untuk segera turun. Kak Andrean
merangkul bahuku dan berjalan disampingku. Tiba-tiba aku tersandung dan jatuh. Kak Andrean
segera menolongku, karena jalan yang berbatu membuat telapak tanganku terluka. Dan saat aku
mencoba untuk berdiri dan berjalan, aku tidak bisa, sepertinya kakiku terkilir. Kak Andrean
memintaku untuk naik ke punggungnya, aku menolak, namun pada akhirnya aku juga
menyerah dan menuruti perkataan Kak Andrean.
Sesekali kami bercakap-cakap memecah kesunyian.
“Kalau kakak capek turunkan aku saja kak, ini masih jauh!” Ujarku.
“Nggak kok, aku nggak capek lagian ini sudah dekat.” Ujarnya.
Benar saja memang sudah dekat dari saung tempat kami memarkir motor. Kak Andrean
menurunkanku di saung, lalu Kak Andrean memegang tanganku dan melihat luka ditanganku.
“Tanganmu terluka Vi. Kamu itu seperti seperti anak kecil ya, hahahaha. Kamu itu seperti bunga
kosmos, lemah dan lembut membuat aku ingin selalu melindungimu.” Ujarnya mengejekku.
Mendengar itu aku memasang wajah cemberut dan berkata ”Ih, kakak jahat banget sih!”
Kemudian, lukaku dibalut dengan sapu tangan Kak Andrean. Baik sekali, siapa yang tidak
meleleh jika diperlakukan semanis ini.
“Nanti setelah makan malam kita mampir ke klinik dulu ya! Aku takut kakimu cidera!” Ujarnya
“Baiklah kak.” Jawabku
Setelah makan malam kami meninggalkan lokasi dan menuju klinik terdekat.
Sesampainya di klinik dokter memeriksa kakiku dan memang benar kakiku terkilir dan sedikit
memar, lalu kakiku juga dibalut dengan perban. Setelah itu luka ditanganku diobati dan dibalut
perban juga, selepas itu kami pulang.

24
Indah Sari

Sesampainya di indekos, Kak Andrean memapahku untuk masuk ke kamar, setelah itu dia
berpamitan untuk pulang. Intan melihat kondisiku langsung ngomel-ngomel, ya aku tahu karena
dia sangat khawatir padaku. Namun, aku malah dengan sengaja meninggalkannya untuk mandi,
dia semakin ngomel, hahaha biarkan sajalah. Setelah mandi kau bergegas untuk tidur karena
hari menjelang larut malam. Sebelum tidur aku memeriksa Hpku dan ternyata Kak Fahri
mengirim sebuah pesan.
Vi, masih bisakah aku menempati sedikit saja di ruang hatimu? Maaf jika aku membuatmu
merasa tidak nyaman, tapi itu yang aku rasakan. Tidak mudah menghapus rasa cintaku
padamu, maafkan aku". Isi pesan Kak Fahri
Aku sangat bingung setelah membaca pesan dari Kak Fahri, tanpa sadar air mataku telah
mengalir deras membasahi pipiku.
"Kamu kenapa? Kenapa menangis?" Tanya Intan
Aku tidak menjawab dan memeluk Intan, setelah agak lega baru aku bercerita mengenai
pesan Kak Fahri. Aku bingung harus bagaimana. Disatu Sisi aku mencintai Kak Andrean, namun
sampai sekarang dia belum juga memberiku kepastian. Disisi lain jelas sekali ada seseorang yang
benar-benar tulus mencintaiku, dan jujur aku menyayanginya. aku harus bagaimana. Mereka
adalah dua orang yang benar-benar aku sayangi, bagaimana aku harus menyikapi hal ini. Aku
memilih yang pasti (Kak Fahri) apa yang belum pasti (Kak Andrean) sungguh ini pilihan yang
sangat sulit, terlebih lagi mereka adalah dua sahabat. Jika aku harus memilih salah satu dari
mereka maka salah satunya akan terluka. Situasi ini yang sangat sulit untukku. Setelah
bercerita pada Intan, aku berusaha tidur karena besok kami kuliah pagi, tetapi aku tidak bisa
menjawab pesan dari Kak Fahri. Pagi harinya aku dan Intan bersiap untuk berangkat kuliah,
meski kakiku masih sakit dan harus menggunakan tongkat. Tanpa aku duga Kak Fahri dan Kak
Andrean datang ke untuk menjemputku, lagi-lagi aku bingung harus memilih siapa. Lagi-lagi
aku menyakiti Kak Fahri karena memilih Kak Andrean, dan Kak Fahri memboncengkan Intan.
Hanya kata maaf yang bisa aku katakan untuk situasi seperti ini.
Sesampainya di kampus perlahan Kak Andrean membantuku untuk berjalan menuju kelas,
tiba-tiba Kak Andrean mendapat telepon entah dari siapa dan pergi menjauh dariku. Lalu Intan
yang membantuku, perlahan kami naik tangga Kak Fahri juga berada disampingku. Susah juga
berjalan dengan satu kaki seperti ini, berjalan dengan dua kaki saja aku sering jatuh dan kali ini
pula aku jatuh. Beruntung Kak Fahri sigap menangkapku, selalu saja aku merepotkan orang
lain. Kebetulannya jika aku jatuh pasti Kak Fahri yang menolongku.
"Kamu nggak papa Vi?" Tanya Intan.
"Oh nggak papa, hanya saja kakiku terasa sangat sakit karena terbentur tangga." Jawabku.
"Aduh gimana ini Vi? Kita masih harus naik, kamu masih kuat nggak?" Tanya Intan
"Nggak papa, aku masih kuat jalan kok. Yuk jalan lagi!" Jawabku meyakinkan. Lalu Kak Fahri
juga menanyakan apa aku baik-saja, aku menjawab aku baik-baik saja. Namun Kak Fahri tidak
menggubrisku dan langsung menggendongku untuk naik ke lantai tiga dan aku mengucapkan
terima kasih.
Tiba-tiba Kak Andrean datang, aku terkejut dan berharap Kak Andrean tidak melihatku
ketika aku digendong Kak Fahri.
"Nanti kalau pulang, hubungi Kakak ya!" Ujar Kak Andrean
"Iya kak, siap. Udah sana masuk kelas, ntar telat!" Jawabku
"Ya udah, aku ke kelas." Ujarnya sambil mengusap rambutku
"Hati-hati Kak, Kak Fahri juga ya ! Da....." Ujarku sambil tersenyum. Mereka pergi meninggalkan
kelasku.
"Vi, sebaiknya kamu segera memberikan kepastian untuk mereka!" Ujar Intan
"Aku harus gimana Tan? Aku sudah menolak Kak Fahri tapi melihat dia yang setia menunggu
dan tetap baik membuatku merasa bersalah, aku menyayanginya, sedangkan aku mencintai Kak
Andrean sebelum aku mengenal Kak Fahri, tapi sejauh ini Kak Andrean tidak memberikan
kepastian kepadaku. Meski sering sekali dia berkata bahwa dia menyayangiku. Aku harus
bagaimana?" Jawabku
"Benar, ini masalah yang rumit, terlebih lagi mereka bersahabat. Itu semakin membuat rumit
masalah ini. Ya sudah kamu yang sabar!" Ujar Intan

25
Bagai Hujan di Musim Kemarau

"Iya, semoga aku menemukan jalan keluar." Jawabku


Kebetulan dosen tidak berangkat, jadi aku bisa beristirahat karena aku tidak begitu baik
hari ini. Kepalaku pusing dan aku demam. Akhir-akhir ini kesehatanku tidak baik, mungkin
karena terlalu capek dan kurang istirahat, mungkin juga karena terlalu memikirkan masalah
mengenai Kak Fahri dan Kak Andrean. Benar itu membuatku berpikir keras. Kenapa ada pilihan
yang sesulit itu, bagaimana aku harus menyelesaikan masalah itu. Aku tidak tahu, apakah Kak
Andrean sudah mengetahui tentang Kak Fahri atau belum.
Ditempat yang berbeda.
"Ri, aku mau kamu jujur sama aku!" Ujar Kak Andrean
"Maksud kamu jujur tentang apa Ndre? Aku nggak ngerti?" Jawab Kak Fahri
"Sebenarnya aku udah curiga sejak lama, kalau kamu itu sebenarnya suka sama Via kan. Jujur
aja sama aku!" Ujar Kak Andrean terlihat agak marah
"Iya Ndre, maafin aku. Aku nggak bermaksud untuk merebut Via dari kamu, tapi aku benar-
benar mencintai Via Ndre." Ujar Kak Fahri
"Jadi benar, feellingku. Sejak kapan kamu menyukai Via?" Ujar Kak Andrean
"Sejak Ospek Ndre, ketika aku melihatnya menyanyi pada saat pensi. Tapi aku belum tahu saat
itu kamu sudah menyukai dia." Jawab Kak Fahri
"Lalu setelah kamu tahu, kenapa kamu tetap mendekati dia? Aku duluan yang menyukai dia,
kamu tahu kan?" Tanya Kak Andrean
"Karena kamu belum juga ngasih kepastian ke Via, aku ikhlas kalau kamu udah nembak dia dan
tidak menggantungkan dia seperti ini. Ini udah lama Ndre, kenapa kamu belum juga menyatakan
perasaan kamu ke Via? "  Ujar Kak Fahri
"Itu karena aku......" Jawab Kak Andrean
"Kenapa? Kamu belum bisa sepenuhnya melupakan Jessi? Kamu harus memberikan kepastian,
jangan kamu nyakitin Via. Asal kamu tahu, aku udah nembak Via, tapi dia nolak aku dan itu
karena kamu Ndre." Ujar Kak Fahri
"Benarkah? Jadi Via suka juga sama aku?" Tanya Kak Andrean
"Iya Ndre, tapi kalau kamu belum bisa move on dari Jessi dan tidak memberikan kepastian
kepada Via, aku akan merebut Via dari Kamu. Ingat itu! Dan aku nggak akan maafin kamu kalau
Via kamu  sakiti." Ujar Kak Fahri, lalu pergi meninggalkan Kak Andrean, sedangkan Kak
Andrean tampak berpikir.
Hari ini adalah hari dimana nilai hasil ujian telah keluar, aku merasa takut jika hasilnya
tidak sesuai harapanku. Namun, tetap kuberanikan untuk membuka hasilnya dan syukurlah
hasilnya tidak mengecewakan, aku bersyukur karena itu. Beberapa hari ini Kak Andrean sama
sekali tidak menghubungiku, dan nomornya juga tidak aktif. Aku sangat khawatir, aku bahkan
menghubungi Kak Fahri tetapi dia juga tidak tahu mengenai Kak Andrean. Aku mencoba
bersabar menanti kabar dari Kak Andrean. Dan kebetulan hari ini perban di kakiku akan dilepas,
karena aku tidak bisa menghubungi Kak Andrean jadi aku diantar oleh Kak Fahri. Seperti biasa
Kak Fahri selalu ada disaat aku butuh, tidak berubah sedikitpun meski aku telah melukainya
berkali-kali.
"Syukurlah, kakimu sudah sembuh." Ujar Kak Fahri
"Iya Kak, aku senang banget." Jawabku tersenyum
"Vi bagaimana jawaban pertanyaan ku waktu itu? Bisakah kau memberiku kesempatan?" Tanya
Kak Fahri
"Soal itu kak....A.. Aku belum bisa menjawabnya. Maaf kak!" Jawabku
"Oke, bukankah Andrean belum memberikan kepastian? Jadi apa yang kamu tunggu Vi?
Mungkin saja dia belum melupakan mantan pacarnya." Ujar Kak Fahri
"Apa kak?" Tanyaku
"Mungkin saja Andrean masih belum bisa melupakan Jessi, karena yang aku tahu dia sangat
mencintainya." Jawab Kak Fahri
"Benarkah itu kak?" Tanyaku tak percaya, aku menangis.
"Aku tidak mau kamu terluka Vi, jadi beri aku kesempatan.” Ujarnya
"Aku tidak percaya kak, maaf." Jawabku lalu berlari meninggalkan Kak Fahri.

26
Indah Sari

"Vi, tunggu......" Ujar Kak Fahri sambil mengejarku. Aku tidak peduli dan tetap berlari sambil
menangis.
Kenyataan memang tidak selamanya manis, terkadang kenyataan itu sangat menyakitkan.

***

27
Bagai Hujan di Musim Kemarau

BIMBANG
Permasalahan semakin rumit, beberapa hari ini Kak Andrean tiba-tiba berubah. Ia tidak
menghubungiku atau menemuiku. Entahlah, ditambah lagi dengan perkataan Kak Fahri bahwa
Kak Andrean masih mencintai Jessi, itu membuat aku terluka. Sebaiknya aku mempercayai hal
itu atau tidak. Aku tidak ingin percaya, namun aku juga merasa bahwa ada benarnya juga
perkataan Kak Fahri. Hal itu semakin diperkuat dengan Kak Andrean yang tidak kunjung
memberikan kejelasan hubungan kami. Aku diambang kebimbangan yang memuncak, aku
memutuskan untuk menghubungi Kak Andrean. Beberapa kali aku menelpon Kak Andrean, tapi
belum juga diangkat hingga aku coba lagi dan lagi akhirnya diangkat juga.
“Kakak kenapa? Kenapa beberapa hari ini tidak memberikan kabar? Aku khawatir kak.” Ujarku
“Aku nggak apa-apa, sekarang aku di rumah jadi jangan khawatir!” Jawabnya
“Syukurlah, aku lega mendengarnya.” Ujarku
“Kamu juga baik-baik saja kan Vi?” Tanya Kak Andrean
“Aku baik kak, tapi kenapa kakak pergi tanpa memberikan kabar padaku.”Tanyaku
“Maafkan aku, nanti jika sudah waktunya aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi tidak
untuk sekarang!” Ujar Kak Andrean
“Tapi kenapa kak? Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku.
Kak Andrean tidak menjawab dan langsung mematikan teleponnya. Aku sangat bingung
dengan perubahan sikap Kak Andrean. Tidak ada alasan yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Aku jadi semakin bertanya-tanya, mungkinkah yang dibilang Kak Fahri itu benar. Entahlah, itu
membuatku semakin sakit kepala. Tak bisa dipungkiri jika hati ini bimbang tak tentu arah.
Tiba juga saatnya libur panjang, aku berpikir untuk segera pulang. Namun, aku masih
memiliki kegiatan yang lumayan panjang dan membuat rencana pulangku tertunda. Terlalu
banyak pikiran dan kegiatan akhir-akhir ini, membuat aku tidak teratur makan, tidur dan
istirahat. Dan aku masih saja memikirkan Kak Andrean dan apa sebenarnya yang ingin dia
katakan padaku. Aku sudah menunggu tentang itu, namun Kak Andrean belum juga
memberitahukannya padaku. Pagi ini, Kak Fahri menjemputku untuk mengajakku jalan-jalan ya
sembari menikmati liburan ditengah kesibukan.
“Tan, aku pergi dulu ya. Kak Fahri udah datang!” Ucapku
“Kamu yakin mau pergi Vi? Kamu itu masih demam dan pucat, sebaiknya kamu jangan pergi
biar aku yang bilang ke Kak Fahri. Dia pasti mengerti.” Ujar Intan
“Nggak papa kok, aku baik-baik saja kok. Tenang saja ya!” Ujarku
“Dasar kepala batu. Ya sudah hati-hati!” Jawab Intan
“Okay, Bye!” Jawabku sambil tersenyum.
Dari pintu terlihat Kak Fahri sudah menungguku, dia tersenyum setelah melihatku. Kak
Fahri menyapaku dan bertanya mengapa aku terlihat pucat, aku menjawab bahwa aku baik-baik
saja. Lalu kami berjalan menuju mobil Kak Fahri, yang terparkir didepan gerbang. Namun tiba-
tiba aku merasa pusing.
"Vi, kamu kenapa?" Tanya Kak Fahri
"Eng..... nggak." Aku belum menyelesai kata-kataku karena aku sudah jatuh pingsan. Lagi-lagi
Kak Fahri yang menyelamatkan aku, aku terjatuh dalam pelukannya. Setelah itu aku tidak ingat
apa yang terjadi lagi, yang aku ingat aku terbangun di sebuah ruangan bernuansa putih. Aku

28
Indah Sari

melihat Intan dan Kak Fahri sedang duduk disampingku. Setelah sadar aku bertanya kepada
mereka apa yang terjadi denganku, mereka menjawab bahwa saat ini aku di rumah sakit. Aku
bertanya aku sakit apa, mereka berkata bahwa hasil labnya belum keluar jadi mereka juga belum
tahu. Kemudian Intan keluar ruangan untuk menghubungi orang tuaku dan meninggalkan aku
berdua dengan Kak Fahri.
“Maaf kak rencana kita gagal karena aku.” Ujarku
“Tidak apa-apa, syukurlah kamu sudah sadar dan melewati masa kritismu. Kamu pingsan
sangat lama Vi, aku jadi khawatir.” Ujar Kak Fahri
“Benarkah? Lalu apa Kak Andrean sudah tahu aku di sini kak?” Tanyaku
“Oh Andrean, dia belum tahu. Haruskah aku memberitahunya?” Tanya Kak Fahri
“Aku takut Kak Andrean khawatir kak.” Jawabku
“Baiklah, aku akan menghubungi dia.” Jawabnya lalu pergi keluar ruangan bergantian dengan
Intan yang masuk. Mungkin Kak Fahri merasa tersakiti lagi dengan sikapku kali ini, maaf untuk
itu kak. Kata-kata itu tak keluar dari mulutku melainkan hanya di dalam hati. Intan berkata
bahwa orang tuaku masih dalam perjalanan karena saat ini orang tuaku di luar negeri.
Kemudian aku meminta tolong Intan untuk memberitahu Kak Sela bahwa aku tidak bisa
mengikuti kegiatan.
Setelah itu aku tidur karena demamku masih sangat tinggi dan kepalaku juga masih
pusing. Sore harinya tanpa diduga, teman-teman sekelasku datang menjengukku sebelum
mereka pulang ke rumah masing-masing, mengingat ini sudah liburan. Mereka menanyakan
keadaanku karena merasa khawatir, namun setelah mereka melihatku mereka merasa lega. Aku
jadi penasaran, dari mana mereka tahu aku di sini. Ternyata mereka mengetahuinya dari Kak
Andrean. Aku sangat senang mereka datang menjengukku. Tak lama berselang Kak Fahri
datang, dan menyapa teman-temanku lalu dia duduk di sampingku dan memegang tanganku.
Teman-temanku hanya berpura-pura tidak melihatnya, itu membuatku malu. Kemudian aku
minta tolong pada Kak Fahri untuk membelikan minuman untuk teman-temanku, tentu saja dia
tidak keberatan. Sebelum pergi Kak Fahri meminta Intan untuk menjagaku selagi dia pergi, Intan
mengangguk tanda setuju.
“Kenapa kamu bisa sampai sakit seperti ini sih Vi? Kamu harus jaga kesehatan dong!” Ujar Sam
“Begitulah Sam, seharusnya aku menjaga kesehatanku.” Ujarku menyesal
Sam hanya merespon dengan wajah marah yang dibuat-buat, kami semua tertawa
karenanya. Tiba-tiba kami mendengar seseorang membuka pintu dengan tergesa-gesa. Ternyata
yang datang adalah Kak Andrean, dia terlihat sangat khawatir. Dia langsung saja memelukku
tanpa melihat sekitar.
”Kamu kenapa bisa sakit seperti ini?” Tanya Kak Andrean khawatir.
“Aku nggak papa kak!” Jawabku, barulah kemudian Kak Andrean melepaskan pelukannya.
Di saat itu Kak Fahri datang dengan membawa dua kantong minuman, dia terlihat agak
marah. Mungkin Kak Fahri tidak nyaman dengan kedatangan Kak Andrean. Lalu Kak Fahri
memberikan minuman ke semua temanku dan setelah itu dia pergi keluar tanpa berkata
apapun. Semua temanku memang mengenal Kak Fahri dan Kak Andrean karena kami satu
jurusan. Tak berselang lama, suster datang membawakan obat dan juga makanan. Awalnya
Intan yang menyuapi aku namun digantikan Kak Andrean, kemudian Intan keluar untuk
menemani Kak Fahri. Kemudian teman-temanku berpamitan untuk pulang. Mereka juga pamit
kepada Kak Andrean lalu keluar ruangan. Terdengar mereka juga berpamitan kepada Kak Fahri
dan Intan yang berada di luar.
Aku sangat tidak nafsu makan, namun Kak Andrean memaksaku untuk makan walau
sedikit dan tentu saja aku menurutinya. Baru beberapa suap tiba-tiba aku merasa mual dan
akan muntah. Kak Andrean panik, disusul oleh Kak Fahri dan Intan yang juga panik bergegas
menghampiriku. Kak Fahri meminta Kak Andrean memanggil dokter karena berkali-kali bel
darurat ditekan namun dokter tidak kunjung datang. Sekarang Kak Fahri dan Intan yang
menjagaku. Aku sangat lemas, pusing dan juga demam, terlebih juga nafas terasa sesak. Mereka
semakin khawatir.
Kedua orang tuaku masih dalam perjalanan karena mereka dari luar negeri. Tak lama
dokter datang dengan beberapa suster. Dokter memeriksaku, dan suster memasangkan oksigen.

29
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Setelah itu suster memberikan suntikan lewat infus entah untuk apa. Namun, rasanya sakit
sekali dan aku tertidur setelahnya. Mereka sangat khawatir dengan keadaanku. Setelah
memeriksaku dokter meminta waliku untuk ke ruangannya. Dan Kak Andreanlah yang menemui
dokter.
Diruangan dokter.
“Begini, menurut hasil laboratorium Nona Silvia, Nona Silvia di diagnonis terkena typus dan juga
anemia akut. Kondisinya saat ini dalam masa-masa yang mengkhawatirkan. Anemia ini bukan
anemia biasa, karena disebabkan beberapa kelainan genetik jadi butuh waktu untuk
memulihkannya.” Ujar dokter
“Bagaimana untuk mengatasinya dok? Apakah ini berbahaya?” Tanya Kak Andrean khawatir
“Anda tenang saja, tapi ini akan membutuhkan waktu untuk membuatnya pulih. Terlebih Nona
menderita dua penyakit. Kami akan melakukan yang terbaik.” Ujar Dokter
“Baiklah dokter terima kasih, tolong lakukan yang terbaik. Permisi.” Ujar Kak Andrean
“Silakan!” Jawab Dokter
Kemudian Kak Andrean kembali ke ruanganku lalu berbicara kepada Intan dan Kak Fahri.
Kak Andrean menjelaskan keadaanku pada mereka, dan tentu saja mereka tidak memberitahuku
tentang keadaanku. Mereka bersama-sama menjagaku bergantian. Malam semakin larut, Kak
Andrean meminta Intan untuk pulang dan Kak Fahri mengantarnya, sehingga malam ini Kak
Andrean yang menjagaku. Aku tahu dia mengkhawatirkan aku. aku sadar bahwa dia
mencintaiku. Kak Andrean bahkan tidak mau melepaskan tanganku, dia menggenggamnya
sangat erat. Dia mengompresku karena demamku sangat tinggi, ia begitu peduli padaku meski
tak hal itu tak pernah terucap. Oh orang tuaku baru sampai besok pagi.
Sebuah cinta yang tidak terucap, namun nyata adanya.

30
Indah Sari

DATANG
Sepanjang malam Kak Andrean menjagaku, dengan siaga. Disaat aku membuka mataku
dipagi hari aku melihatnya tidur dengan sangat damai. Melihatnya membuat aku berpikir bahwa
tidak bisa aku memikirkan kebalikan dari kenyataan ini. Beberapa saat dia terbangun dan
langsung memeriksa keadaanku.
“Kamu sudah lebih baik?” Tanya Kak Andrean.
Aku hanya diam memperhatikan Kak Andrean. Tak lama terdengar suara Intan dan Kak
Fahri yang datang. Mereka menyapaku dan Kak Andrean serta menanyakan keadaanku.
Ternyata Kak Fahri membawakan bunga kesukaanku, aku sangat senang dan berterima kasih.
Kemudian Kak Fahri meminta Kak Andrean untuk pulang dan beristirahat, namun Kak
Andrean menolak. Lalu aku berusaha meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja, dan
memintanya untuk beristirahat sejenak. Akhirnya dia menurutiku, sebelum pulang dia
mengecup keningku. Tak lupa dia meminta Kak Fahri dan Intan untuk menjagaku. Tak
berselang lama setelah kepergian Kak Andrean, suster datang untuk mengecek suhu tubuhku
dan juga mengambil sampel darahku.
“Permisi Nona, saya mau mengecek keadaan Nona dan mengambil sampel darah Nona!” Ujar
suster
Setelah mengecek keadaanku, mengganti infus suster itu mengambil sampel darahku.
Rasanya sedikit sakit dan nyeri, aku memejamkan mataku. Melihat itu Kak Fahri khawatir dan
menenangkan aku. Setelah selesai, suster pamit, kemudian aku meminta tolong kepada Intan
untuk mengantarku ke toilet. Intan membantuku untuk turun dari tempat tidur, perlahan aku
turun dan Intan memegangi aku dan infusku. Ternyata aku tidak sanggup untuk berjalan meski
dengan jarak yang dekat, Intan tak bisa menahan tubuhku karena dia juga memegangi infus.
Intan berteriak memanggil Kak Fahri, Kak Fahri pun berlari menghampiri kami.
“Kamu masih mau ke toilet?” Tanya Kak Fahri, aku mengangguk.
“Kalau begitu kakak antar sampai ke dalam, nanti biar Intan yang membantumu di dalam.” Ujar
Kak Fahri.
Lalu Kak Fahri menggendongku sampai ke dalam toilet, lalu Intan membantuku didalam
dan Kak Fahri keluar. Setelah selesai, Kak Fahri kembali menggendongku untuk kembali ke
tempat tidur.
Ternyata orang tuaku sudah sampai, mereka sangat khawatir dengan kondisiku. Ayah dan
bunda memelukku, ah aku sangat merindukan mereka. Aku memperkenalkan Kak Fahri, mereka
mengucapkan terima kasih kepada Kak Fahri karena sudah membawaku ke rumah sakit. Mereka
juga mengucapkan terima kasih kepada Intan. Terlihat sekali bahwa orang tuaku menyukai Kak
Fahri. Ternyata Kak Andrean sudah datang namun, melihat Kak Fahri sudah akrab dengan
orang tuaku dia ingin pergi, beruntung aku melihatnya. Lalu aku memanggil Kak Andrean dan
memintanya untuk masuk, Kak Andrean menghampiri kami. Aku juga memperkenalkan Kak
Andrean pada orang tuaku, dan mereka juga sangat berterima kasih kepada Kak Andrean karena
telah menjagaku.
Sudah saatnya sarapan untukku, bundaku menyuapi aku meski aku tak nafsu makan.
Karena aku juga harus minum obat. Tiba-tiba dokter memanggil orang tuaku.
“Ndre, tolong kamu suapin Silvia ya! Kami mau menemui dokter dulu!” Ujar Bunda

31
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Baik tante.” Jawab Kak Andrean sambil menerima piring dari bunda.
Lalu ayah dan bundaku pergi menemui dokter, suster datang untuk memberikan berbagai
infus yang berbeda jumlahnya empat buah dengan ukuran yang berbeda pula. Rasanya sungguh
sakit saat infusnya mulai mengalir kedalam tubuhku. Bukan itu saja, suster juga memberikan
suntikan untuk mengetahui aku memiliki alergi terhadap obat atau tidak, kemudian mengambil
sampel darahku, dan juga mengecek suhu tubuhku. Rasanya baru sehari semalam di rumah
sakit namun aku sudah tidak tahan.
Diruang dokter,
“Bapak dan ibu orang tua Nona Silvia?” Tanya Dokter
“Benar dok, bagaimana keadaan putri kami dokter?” Jawab dan tanya ayah kepada dokter.
“Kemarin saya sudah menjelaskan kepada walinya Nona, oh maksud saya tunangannya.” Jawab
dokter
“Tunangan? maksud Dokter Andrean atau Fahri? Karena putri kami belum bertunangan.” Ujar
Bunda
“Oh jadi begitu, saya bicara pada Andrean. Baiklah saya akan menjelaskan kepada Anda!” Ujar
Dokter
Dokter menjelaskan bahwa aku terkena anemia akut dan juga typus. Oleh karena itu, aku
sering pusing, lemas, sesak nafas dan lain-lain ditambah dengan anemia akut. Dokter
menyarankan agar aku di rawat hingga keadaanku pulih, karena jika dibiarkan penyakit ini bisa
berbahaya. Aku tidak tahu mengenai penyakit yang ku derita, tak seorangpun memberitahuku.
Sudah satu minggu aku dirumah sakit, aku bosan terus-menerus dirumah sakit. Kata
orang tuaku, aku boleh pulang jika sudah benar-benar sembuh. Karena sudah terlalu lama,
Intan dan Kak Fahri minta izin kepadaku untuk pulang, karena ini memang sudah libur panjang.
Namun tidak dengan Kak Andrean, dia masih setia menungguiku. Suatu sore aku bosan sekali di
kamar sehingga aku meminta kepada orang tuaku untuk jalan-jalan di halaman rumah sakit.
Mereka mengizinkan dan aku ditemani oleh Kak Andrean untuk berkeliling sekitar rumah sakit.
Orang tuaku memintaku untuk menggunakan kursi roda, namun aku menolak karena aku ingin
berjalan sendiri, dan mereka tak bisa menolak dan menuruti keinginanku. Kak Andrean
menggandengku dan memegang tongkat infusku. Aku sangat menikmati keindahan sore hari ini,
kami berjalan disekitar taman rumah sakit.
“Kamu senang?” Tanya Kak Andrean
“Tentu saja, aku sudah lama tidak menghirup udara luar seperti ini.” Jawabku bersemangat
“Syukurlah kalau begitu, aku senang bisa melihatmu tersenyum bahagia seperti itu lagi.” Ujar
Kak Andrean
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa dingin dan pusing, namun aku tidak bilang kepada Kak
Andrean. Aku tetap bertahan untuk bisa lebih lama disini. Aku berjalan dan terus tersenyum
agar Kak Andrean tidak menyadari perubahan raut wajahku yang pucat. "Vi tunggu sebentar ya!"
Ujar Kak Andrean lalu pergi sejenak.
Kak Andrean ingin mengambilkan aku setangkai bunga. Namun, disaat dia pergi aku
sudah tidak kuat lagi dan aku jatuh pingsan. Kak Andrean terkejut melihat aku pingsan, dia
berlari menghampiriku hingga tak sadar bunga yang diambilnya jatuh begitu saja. Dia berteriak
meminta bantuan suster, dia menggendongku dengan berlari dibantu dengan suster yang
memegangi infusku. Orang tuaku juga sangat panik lalu dokter datang memeriksaku, meminta
suster untuk bersiap membawaku ke ruang ICU. Aku hampir saja kehabisan nafas dan juga
suhu tubuhku turun drastis. Kak Andrean dan orangtuaku hanya bisa menunggu dan berdoa
didepan ruang ICU. Sebenarnya sudah lama aku menyembunyikan fakta kepada kedua orang
tuaku, bahwa sejak SMP aku sering sekali jatuh pingsan. Aku takut mereka khawatir kepadaku,
sehingga aku meminta para sahabatku untuk tidak memberitahu orang tuaku. Aku pikir itu
karena kelelahan dan bukan hal yang serius. Sekitar satu jam kemudian dokter keluar dari
ruangan dan menjelaskan kepada orangtuaku bahwa aku membutuhkan donor darah untuk
mengatasi rendahnya hemoglobin dalam tubuhku, karena obat tidak bisa membantu dengan
cepat. Dan ayahkulah yang golongan darahnya sama denganku, lalu ayahku pergi bersama
suster untuk mengambil darahnya. Tidak lupa pemanas ruangan juga dinyalakan untuk
membuatku tetap hangat. Ibuku lemas mendengar penjelasan dokter, dia sangat khawatir

32
Indah Sari

terlebih karena aku adalah anak tunggal. Ibuku sangat menyayangiku dengan sepenuh jiwa dan
raganya. Semua ibu pasti begitu, mencintai anaknya. Setelah mendapat transfusi darah
kondisiku perlahan mulai stabil, namun aku belum juga sadar. Orang tuaku setia menunggu
disampingku, dan bergantian dengan Kak Andrean untuk menjagaku.
Aku baru sadar dipagi harinya, sama seperti waktu itu disaat sadar orang yang pertama
kali aku lihat adalah Kak Andrean. Dia terlihat sangat lelah, aku sangat sedih melihatnya. Lalu
dokter datang bersama dua orang suster untuk memeriksaku, tak lama orang tuaku datang.
Dokter berkata bahwa kondisiku sudah mulai membaik namun harus benar-benar istirahat total.
Kondisiku masih benar-benar lemah. Namun, karena perawatan yang baik perlahan kondisiku
mulai membaik, aku sangat ingin cepat sembuh karena sudah tidak tahan di rumah sakit. Aku
sudah cukup lama dirumah sakit, sudah dua minggu ingin rasanya cepat pulang. Hari demi hari
berlalu dan hampir satu bulan lamanya aku dirumah sakit hingga hari yang aku tunggu ini tiba,
ya hari ini aku sudah boleh pulang. Senang rasanya dan tentunya bersyukur, aku memeluk
kedua orang tuaku. Lalu kami pulang ke rumahku, namun Kak Andrean tidak ikut karena dia
juga harus pulang karena liburan sebentar lagi usai. Aku sangat berterima kasih kepada orang
tuaku, Kak Andrean, Kak Fahri, dan Intan. Gomawo 😊

***

33
Bagai Hujan di Musim Kemarau

HUJAN DI MUSIM KEMARAU


Mengenalmu bagaikan hujan dimusim kemarau, menyegarkan dan memberikan sebuah
harapan tentang kehidupan yang penuh kebahagiaan. Aku berharap kisah cinta ini bersamamu
akan menjadi kisah cinta pertama dan terakhir. Meski kau belum memberikan kepastian, namun
dengan semua sikap, perhatian, dan perlakuanmu aku bisa merasakan adanya cinta di hatimu
untukku. Segenap perhatian yang kau tunjukkan padaku semakin membuatku yakin, jika aku
benar-benar mencintaimu. Setelah keluar dari rumah sakit, kita memang terpisah oleh jarak,
namun tak pernah seharipun Kak Andrean tidak menghubungi aku. Semakin aku terjerat dalam
cintamu, dan sudah ku putuskan untuk memilihmu hingga akhir. Orang tuaku juga menyetujui
jika Kak Andrean kelak menjadi suamiku, karena melihat ketulusannya saat merawatku ketika
aku sakit. Di rumah aku harus benar-benar istirahat total, aku sama sekali tidak dibiarkan
untuk melakukan aktivitas yang berat, harus sering check up, dan mengkonsumsi obat tentunya.
Di sisa-sisa libur panjang ini aku hanya dirumah, aku sangat jenuh.
Kak Fahri juga sering menanyakan keadaanku, dia juga masih sama seperti itu. Beberapa
hari lagi sudah saatnya kembali menjalani aktivitas kuliah, aku sudah mulai menyiapkan segala
keperluan untuk dibawa ke indekos dibantu bunda.
“Sayang, bagaimana kalau untuk sementara waktu bunda tinggal sama kamu, untuk menjaga
kamu ya! Bunda takut kamu kenapa-napa.” Ujar Bunda
“Aduh bunda, nggak usah. Nanti ayah sendirian, lagian Silvia bisa jaga diri kok, bunda tenang
saja!” Jawabku
“Tapi sayang, bunda khawatir karena kamu belum benar-benar sembuh!” Ujar Bunda
“Bagaimana kalau setiap minggu, bunda dan ayah menemui Silvia. Aku rasa itu lebih baik,
ayolah bun kumohon!” Ujarku
“Baiklah, bunda dan ayah akan menemuimu setiap minggu. Bunda memang tidak bisa menolak
permintaan putri bunda ini.” Ujar Bunda sambil mencubit hidungku dan tersenyum.
Kemudian bunda mengingatkan untuk meminum obat, bunda mengambilkan obatku dan
menyuruhku meminumnya. Aku menuruti bunda dan meminumnya. Setelah itu bunda
memintaku untuk beristirahat. Aku tertidur setelah minum obat, dalam tidurku aku bermimpi
bertemu dengan Kak Andrean. Namun, mimpi indah itu berubah menjadi mimpi yang
menyedihkan. Dalam mimpiku itu Kak Andrean pergi meninggalkan aku, dengan alasan jika dia
tidak mencintaiku.
“Vi, lebih baik kita akhiri sampai di sini. Aku tidak mau membuatmu semakin terluka, karena
aku tidak pernah mencintaimu. Maafkan aku Vi!” Ujar Kak Andrean
Setelah berkata seperti itu Kak Andrean berlalu meninggalkan aku, mimpi itu begitu nyata.
Aku berlinang air mata karena kesedihan yang mendalam, ku hapus bekas air mataku. Keesokan
harinya dengan aku khawatir tentang kebenaran mimpi itu. Hari ini Kak Andrean sama sekali
tidak menghubungi aku dan aku juga tidak bisa menghubunginya, aku semakin khawatir
tentang mimpi itu. Mungkin ini hanya ketakutanku karena takut kehilangan dia, atau mungkin
benar semua akan berakhir seperti di mimpiku. Aku berdoa, semoga mimpi buruk itu tidak
menjadi nyata.
Tinggal beberapa hari lagi kuliah akan kembali dimulai. Hari ini tanggal 13 Februari aku
mendapat sebuah surat, aku sedikit khawatir mengenai isi surat ini. Aku tahu surat ini dari Kak

34
Indah Sari

Andrean, karena itu aku benar-benar takut membacanya. Aku tidak mau membaca surat itu
sebelum hatiku benar-benar siap, karena aku memiliki perasaan yang tidak enak. Beberapa kali
Kak Andrean menghubungiku dan bertanya apakah aku sudah membaca surat darinya. Namun,
aku tidak membalasnya dan sekalinya aku membalas aku berkata bahwa aku sudah tahu isinya
meski aku belum membacanya. Mungkin itu tidak adil, belum tentu yang aku pikirkan itu benar.
Aku hanyalah seorang pengecut, tapi jika kalian diposisiku apakah kalian tidak seperti aku.
Berkali-kali Kak Andrean mengirim pesan singkat agar aku membaca surat darinya. Aku
semakin curiga karena Kak Andrean berkali-kali meminta maaf. Apakah yang aku pikirkan itu
benar. Kemudian untuk memastikannya aku membaca suratnya meski hati ini sangat takut. Ini
karena permintaan Kak Andrean dan untuk menghargai Kak Andrean.
Setelah itu aku membaca suratnya kata perkata, dan benar saja tentang perasaanku. Kak
Andrean berkata dalam suratnya "Aku mencintaimu Via, perasaanku terhadapmu tidak pernah
berdusta. Namun, aku menyadari bahwa aku tidak bisa memperjuangkan itu, aku memang
terlalu pengecut. Maaf, aku tidak mengatakan semua ini padamu sejak awal, mungkin aku yang
terlalu tega padamu hingga membuat semuanya berlarut-larut. Maaf aku mengecewakanmu, tapi
aku harus jujur bahwa aku sebenarnya sudah dijodohkan dengan Jessi sejak kami kecil. Aku
juga tidak bisa menyangkal jika aku pernah mencintai Jessi, namun itu sudah berlalu.  Setelah
aku mengenalmu, aku benar-benar mencintaimu. Maaf karena aku terlalu pengecut tidak bisa
memperjuangkan kamu, aku tidak bisa menolak keinginan orang tuaku. Maafkan aku, tapi aku
mohon kita tetap menjadi teman, dan aku akan tetap menjadi kakak bagimu selamanya.”
Tak sanggup aku menahan kesedihan ini, air mataku mengalir tiada henti. Dadaku
terasa sangat sesak menerima kenyataan pahit ini. Aku sempat menyalahkan takdir yang telah
membuat aku bertemu dengan Kak Andrean. Aku juga menyalahkan diriku sendiri karena telah
jatuh cinta padanya. Namun, aku mencoba tegar dan membalas pesan Kak Andrean meski masih
dengan berlinang air mata.
“Benar saja apa yang aku pikirkan, aku mengerti. Dan baiklah kita berteman.” Isi pesanku
“Maafkan aku Vi, terima kasih atas kelapangan hatimu. Aku akan selalu menjadi orang yang bisa
kamu andalkan!” Balas Kak Andrean
“Terima kasih atas kejujuranmu, meski menyakitkan aku sangat menghargai kejujuran. Jangan
salahkan dirimu karena telah melukaiku dan karena tidak bisa memperjuangkan aku, karena itu
bukan sepenuhnya salahmu melainkan juga salahku telah mencintaimu.” Balasku
“Terima kasih, dan maaf!” Balas Kak Andrean
Entah dapat kekuatan dari mana, aku bisa setegar itu dan menerima kenyataan pahit ini.
Seolah suatu kejadian telah mendewasakan aku, meski butuh waktu untuk menyembuhkan luka
namun aku tetap berusaha untuk ikhlas. Aku mengurung diri untuk beberapa waktu dan tidak
bercerita pada siapapun, bagiku rasa sakit tak perlu untuk diketahui orang lain. Tak lama
setelah itu aku harus kembali ke Bandung karena kuliah sudah  berangkat, aku sengaja kembali
lebih cepat karena harus beres-beres. Intan juga sudah kembali, dia sangat merindukan aku
begitu pula dengan aku yang merindukan dia. Rasanya banyak sekali yang ingin ku ceritakan
kepadanya. Namun, aku belum siap membagi rasa sakit yang disebabkan Kak Andrean itu.
Semua hal ku ceritakan kecuali hal itu.
Besok adalah hari yang menyenangkan karena bisa bertemu dengan teman-teman setelah
liburan panjang, tapi juga sekaligus hari yang aku takutkan. Aku takut jika bertemu Kak
Andrean. Aku tahu aku mencoba ikhlas dan melepaskan dia, namun aku belum siap
menghadapi dia. Aku harus bagaimana jika bertemu Kak Andrean, bagaimana aku harus
bersikap. Benar kami memutuskan untuk berteman namun, perlu kesiapan untuk itu.
Aku masuk kelas seperti biasa dan mengikuti kuliah seperti biasa. Namun memang tidak
bisa berbohong kalau kondisiku belum pulih total, butuh waktu untuk sembuh. Aku juga harus
rajin check up setiap dua minggu. Usai kuliah aku bertemu Kak Fahri, aku merindukan dia,
begitu pula sebaliknya. Dia menghampiriku dan langsung memelukku, aku merasa tidak enak
dengan orang-orang disekitar kami.
“Kak, jangan begini. Malu dilihat orang!” Ujarku pelan. Kak Fahri melepaskan pelukannya.
“Oh maaf, aku terlalu senang melihat kamu lagi. Oh iya bagaimana keadaanmu?” Ujar Kak Fahri
“Sudah lebih baik kak, kakak sendiri apa kabar?” Tanyaku

35
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Seperti yang kamu lihat, aku baik.” Jawabnya sambil tersenyum.


Dari arah belakang Kak Fahri aku melihat Kak Andrean berjalan menuju arah kami.
Namun, aku mencoba menghindarinya, aku belum siap bertemu dengannya. Kemudian aku
mengajak Kak Fahri untuk pergi dari sini, Kak Fahri menuruti permintaanku. Kak Fahri
memahami maksudku bahwa aku ingin menghindari Kak Andrean. Kak Fahri menggandengku
menuju mobilnya. Aku bergegas masuk mobil Kak Fahri, aku memperhatikan bahwa Kak
Andrean melihat kami, namun aku tidak peduli. Aku hanya ingin menghindar dan melepaskan
dia pergi demi kebahagiaannya. Tanpa aku sadari air mata sudah membasahi pipiku. Melihatku
menangis Kak Fahri bertanya.
“Kamu kenapa Vi?” Tanya Kak Fahri hati-hati.
“Nggak papa kak, cuma kelilipan.” Jawabku berbohong sambil mengusap air mataku.
“Oh gitu, kita makan dulu ya!” Ujarnya
“Iya kak, terserah kakak saja!” Jawabku mencoba sambil tersenyum.
Lalu kami meninggalkan kampus, dari kaca spion aku memperhatikan Kak Andrean dia
terlihat kecewa. Aku harus tetap kuat menghadapi situasi ini, karena takdir belum mengizinkan
kami bersama. Aku hanya diam dan aku tahu sebenarnya Kak Fahri Ingin bertanya padaku
mengenai hal yang terjadi, namun dia tidak mau memaksaku bercerita. Aku menangis tanpa
sadar, dengan hangat Kak Fahri meminjamkan bahunya untuk tempatku bersandar.
Ikhlas itu tidak mudah. Namun, jika kita mau menerimanya maka ikhlas tidak sesulit
yang kita bayangkan.

***

36
Indah Sari

KAPAN AKU MENCINTAIMU


Aku tidak tahu kapan aku mencintaimu, aku juga tidak tahu kapan aku mulai
mencintaimu, ternyata aku sudah mencintaimu selama ini. Ketika seseorang jatuh cinta,
terkadang lupa sejak kapan mulai mencintainya. Benarkah ini cinta, aku tidak dapat
menyimpulkannya. Meski hati menolak mengakuinya, namun tetap saja ini cinta. Aku sudah
sangat mencintai Kak  Andrean, aku menolak mengakuinya karena aku sudah tersakiti karena
mencintainya. Sekarang dan seterusnya bagiku cinta adalah membuat orang yang kita cintai
bahagia, meski kita sendiri ternyata terluka karena cinta itu.
Tiga tahun telah ku lewati meski dengan susah payah tanpa Kak Andrean. Kak Andrean
telah lulus S1, sedang aku tinggal menunggu waktunya wisuda. Waktu berjalan begitu lambat,
namun aku harus kuat dan tetap menjalani hidup yang panjang ini. Kalian pasti bertanya-tanya
apakah aku sudah menikah, atau Kak Andrean sudah menikah pula. Aku tidak tahu-menahu
tentang Kak Andrean, tapi aku berpikir dia telah bahagia bersama Jessi. Sebaliknya aku, aku
masih sama seperti dulu. Hanya satu yang membuatku berbeda, ya sekarang aku telah
menerima Kak Fahri menjadi bagian hidupku. Kami sebentar lagi akan merayakan anniversary
kedua tahun. DDia selalu sama hingga aku mencoba dan berusaha untuk mencintainya. Setiap
perjalanan hidup manusia tidak pernah ada yang tahu kedepannya, Kak Fahri menerima aku
meski dia tahu aku telah mencintai orang lain lebih dulu. Bahkan dia juga tahu bahwa hingga
detik ini mungkin aku masih mencintai Kak Andrean. Lelaki yang sangat mencintaiku ini
mungkin saja adalah jodoh yang dikirimkan Tuhan kepadaku untuk mengobati luka hatiku. Kak
Fahri sekarang juga sudah bekerja di perusahaan ayahnya dan meneruskan S2. Jujur saja aku
takut melukai hati Kak Fahri, karena itu sebisa mungkin aku tidak membahas mengenai Kak
Andrean didepannya. Melupakan adalah hal tersulit dilakukan, bahkan aku hampir saja
menyerah untuk melupakan Kak Andrean. Namun, ketika aku melihat Kak Fahri aku kembali
bangkit dan menyakinkan diri bahwa aku bisa melupakan Kak Andrean.
Beberapa hari lagi adalah hari jadi kami yang kedua tahun, aku bingung harus
memberikan hadiah apa kepada Kak Fahri. Aku baru ingat bahwa Kak Fahri menyukai
blackforest buatanku. Jadi aku berencana membuat blackforest spesial buat Kak Fahri, dan hari
ini aku berencana membeli bahan-bahan untuk membuatnya. Aku menuju toko bahan kue,
lumayan jauh memang. Aku membeli segala keperluan untuk membuat kue, satu per satu bahan
yang ku butuhkan telah mengisi keranjang belanjaanku. Setelah semuanya lengkap segera aku
menuju kasir. Tak berselang lama setelah keluar dari toko. Tiba-tiba handphoneku bergetar
ternyata ada yang menelponku namun, aku tidak kenal nomor tersebut. Meski begitu aku tetap
menerima telepon tersebut aku pikir mungkin saja penting.
“Hallo, maaf ini dengan siapa?” Tanyaku. Tidak ada sahutan, kemudian aku mencoba bertanya
lagi.
“Hallo, maaf jika tidak penting akan saya tutup.” Ujarku
“Ini aku Vi.” Jawabnya. Jujur aku mengenal suara itu, namun aku hanya diam tidak menjawab.
“Ini aku Vi, Andrean.” Ujarnya lagi
“Oh…Kak Andrean…” Jawabku terbata-bata
“Iya ini aku Vi, bagaimana kabarmu?” Tanyanya
“Aku baik kak.” Jawabku

37
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Tiba-tiba Kak Fahri menelponku, sehingga aku bingung.


"Kak maaf, nanti kita sambung lagi. Sekarang ada telepon masuk yang penting." Ujarku lalu
menutup telepon Kak Andrean dan mengangkat telepon dari Kak Fahri.
“Iya, hallo kak.” Jawabku
“Kamu lagi dimana sayang?” Tanya Kak Fahri
“Aku lagi dijalan kak, mau pulang. Kenapa kak, apa kakak merindukanku?” Jawabku bercanda
“Tentu saja aku merindukanmu, apa perlu kakak jemput?” Tanyanya
“Nggak usah kak, aku bisa naik taksi kok. Aku nggak mau merepotkan Kakak.” Jawabku
“Ya udah, hati-hati dijalan. Nanti malam kakak akan datang.” Ujarnya
“Siap kak, kakak jangan lupa makan ya!” Ujarku
“Oke, ya udah kakak mau meeting dulu. I love you.” Ujarnya
“I love you too kak.” Jawabku.
Lalu aku mematikan teleponnya dan mencari taksi untuk pulang, cukup lama aku
menunggu taksi di tepi jalan. Terik matahari sangat menyengat, tiba-tiba ada sebuah mobil yang
berhenti didepanku. Tak lama seseorang keluar dari mobil dan menghampiriku. ternyata dia
adalah Kak Andrean. Dia bertanya apa yang sedang aku lakukan dipinggir jalan, aku menjawab
bahwa aku mencari taksi untuk pulang. Sebenarnya aku sangat senang bisa melihat Kak
Andrean lagi, tapi aku berusaha bersikap biasa saja. Kak Andrean menawarkan diri untuk
mengantarku, aku berusaha menolak namun pada akhirnya aku kalah dan menerima
tawarannya. Kak Andrean tersenyum dan membukakan pintu mobil untukku, aku pun masuk ke
mobil Kak Andrean. Di dalam mobil kami lebih banyak diam, karena memang sudah lama tidak
bertemu.
Obrolan yang sangat ringan membuka percakan kami, kemudian mulai membahas hal
yang cukup sensitif yakni tentang pertunangan Kak Andrean dengan Jessi. Menyadari suasana
yang canggung kemudian aku meminta maaf untuk mencairkan suasana. Tanpa aku sangka Kak
Andrean menceritakan semuanya, tentang pertunangannya dengan Jessi. Ada sesuatu yang
mengejutkanku dari cerita Kak Andrean tersebut. Kak Andrean membatalkan perjodohan dan
pertunangannya dengan Jessi sehingga sekarang ini Kak Andrean tidak terikat oleh status
apapun, apalagi mempunyai seorang istri. Tiba-tiba Kak Andrean menghentikan mobil dan
memegang tanganku.
“Aku membatalkan perjodohanku dengan Jessi karena aku masih sangat mencintaimu Silvia.”
Ucap Kak Andrean. Jantungku berdetak kencang saat ini, aku tidak bisa berkata-kata.
"Sampai detik ini aku masih mencintaimu Silvia, apa karena suratku itu kamu menjauhi aku?
Aku mengerti kalau kamu kecewa padaku. Tapi setelah kamu menjauhi aku, aku memutuskan
untuk tidak melakukan perjodohan itu karena sungguh hati ini tidak bisa berbohong kalau aku
mencintaimu." Jelas Kak Andrean.
Tanpa sadar aku menangis mendengar perkataan Kak Andrean. Kak Andrean mengusap air
mataku dengan lembut, dia menatapku lekat. Aku tidak ingin menjadi gadis lemah di hadapan
Kak Andrean, lalu aku keluar dari mobil dan berusaha menjauh dari Kak Andrean. Namun, dia
mengejarku dan menarikku dalam pelukannya, aku tidak bisa menolak dan hanya bisa
menangis. Kak Andrean meminta maaf.
"Lebih baik kakak menjauhi aku, aku tidak ingin melukai siapapun. Aku sudah tidak mencintai
kakak lagi, ku mohon tetap jalani hidupmu seperti biasa tanpa aku. Aku sudah punya
kehidupanku sendiri, jadi kakak harus segera melupakan aku dan mencari kebahagiaan kakak!"
Ujarku lalu berlari meninggalkan Kak Andrean.
"Vi...Via tunggu!" Teriak Kak Andrean.
Aku tidak menggubris dan tetap lari menjauhinya, lalu aku naik taksi. Aku hanya bisa
menangis dan bingung, harus bagaimana aku menghadapi situasi ini. Sungguh aku sangat
merindukan dia, dan sungguh aku masih sangat mencintainya. Jujur aku bahagia mendengar
bahwa Kak Andrean masih mencintaiku, dan juga aku senang mendengar bahwa dia belum
menikah. Tapi meski begitu aku tidak bisa kembali padanya. Aku tidak boleh menyakiti
seseorang yang telah mencintaiku dengan tulus, meski aku belum mencintainya.
Dia selalu menjaga dan berusaha membahagiakan aku, dia selalu ada disaat tersulitku. Dia
selalu ada disaat aku butuh seseorang untuk bersandar, terlebih dari semua itu kami akan

38
Indah Sari

merayakan anniversary kedua tahun kami. Aku tidak boleh merusak segalanya hanya karena
keegoisanku ingin bersama orang yang aku cintai. Tiba-tiba handphoneku berdering, terlihat Kak
Fahri menelponku, segera aku angkat. Aku mengatur suaraku agar terdengar baik-baik saja,
syukurlah Kak Fahri tidak curiga. Dan dia juga percaya dengan alasannya mengapa aku belum
sampai di indekos, itu sangat melegakan.
Sesampainya di indekos aku hanya duduk terdiam merenungkan kejadian hari ini, aku
tahu kalau aku masih mencintai Kak Andrean tapi aku tidak boleh egois. Aku tidak boleh
melukai Kak Fahri apapun itu. Aku mencoba melupakan kejadian tadi dan mencoba untuk
memejamkan mataku. Aku berharap bisa menjalani hari-hari seperti biasa sebelum aku bertemu
dengan Kak Andrean hari ini.
Jujur hatiku sedikit goyah, ketika dia ingin kembali dalam hidupku. Namun, itu semua
tidak jadi ku teruskan ketika aku mengingat Kak Fahri. Mungkin benar aku belum mencintainya
sepenuh hatiku namun, aku yakin cinta itu akan datang pada waktu yang tepat. Aku hanya
ingin dicintai meski belum mencintai. Kebaikan dan ketulusan Kak Fahri yang membuatku
mampu untuk mencoba melupakan cintaku pada Kak Andrean. Bagiku sekarang, Kak Fahri
adalah segalanya bukan karena aku membutuhkan dia, tetapi karena dia aku bisa melanjutkan
hidup setelah kepergian Kak Andrean. Ya, satu-satunya alasanku mampu melupakan Kak
Andrean adalah Kak Fahri, jadi aku tidak boleh egois dan tidak boleh melukai dia.
Tuhan, tolong kuatkan hatiku menghadapi semua ini, aku harus memilih Kak Fahri sampai
akhir bukan. Karena dia sungguh-sungguh tulus mencintaiku dengan sepenuh hatinya.
Hilangkanlah keraguan dalam hatiku ini, dan teguhkan keputusanku. Aku akan memilihnya
sampai akhir karena aku meyakini bahwa yang telah ku putuskan adalah benar. Benarkan?

***

39
Bagai Hujan di Musim Kemarau

MAAFKAN AKU
Keesokan harinya aku terbangun dan menjalani rutinitas sehari-hari karena sudah tidak
ada kuliah, tinggal mengurus beberapa dokumen untuk wisuda sehingga hariku cukup santai.
Aku mencoba menyibukkan diri untuk melupakan segala yang terjadi kemarin, hari ini aku
berencana untuk membuat blackforest untuk Kak Fahri. Tiba-tiba terdengar suara seseorang
memanggilku, ternyata yang datang adalah Intan dan Rima. Mereka menggodaku karena tumben
sekali aku membuat blackforest, mereka juga tahu bahwa ini spesial untuk Kak Fahri, untuk
hari jadi kami. Kami bercanda seperti biasa, setelah selesai membuat blackforest kami berbagi
cerita termasuk aku juga bercerita mengenai kejadian kemarin. Sama seperti aku mereka juga
tidak bisa memberikan saran yang pasti, mereka juga tahu kalau aku masih mencintai Kak
Andrean. Entahlah, masalah ini menjadi rumit ketika dia ingin kembali. Lalu kami memutuskan
untuk pergi.
Sore ini kita bertiga ingin jalan-jalan ke mol untuk shopping, membeli novel, nonton dan
lain-lain. Sesampainya di mol kita mengunjungi toko sepatu karena aku ingin beli high heels
baru dan juga membelikan sepatu untuk Kak Fahri, mereka membantuku memilih. Aku memang
menyukai high heels karena aku tidak tinggi, sedangkan Kak Fahri menyukai sepatu sport.
Setelah menemukan high heels yang ku sukai dan sepatu yang cocok untuk Kak Fahri kami
melanjutkan untuk membeli baju, Intan dan Rima juga membeli baju. Setelah cukup puas
berbelanja lalu kami lanjutkan untuk nongkrong di kafe biasa. Aku sudah menghubungi Kak
Fahri bahwa aku sedang di mol bersama sahabatku. Kak Fahri bilang akan menyusul kami dan
sebentar lagi akan sampai. Mendengar itu Intan dan Rima malah ingin pulang takut mengganggu
kami. Namun, aku menyarankan untuk nonton film saja ramai-ramai dan akhirnya mereka mau.
Terlihat Kak Fahri menghampiri kami, dia langsung memelukku seperti biasa.
“Kakak sudah makan belum? Kalau belum kakak makan dulu!” Ujarku
“Oh iya boleh, kalian udah makan?” Tanyanya
“Kita udah makan kok kak.” Jawab Intan
“Oh kakak makan dulu ya!” Ujar Kak Fahri
Sembari menunggu Kak Fahri makan kami lanjut bercanda. Tiba-tiba Kak Fahri
memanggil seseorang yang dia kenal, yang ternyata makan juga disini  bersama teman-
temannya. Ternyata orang itu adalah Kak Andrean, kemudian Kak Andrean menghampiri kami.
Aku dan kedua sahabatku terkejut, aku bingung harus bersikap seperti apa. Kak Andrean
mendekati kami, aku menyembunyikan wajahku diatas meja dan pura-pura tidak tahu
kedatangan Kak Andrean.
“Gimana kabar kamu sekarang Ndre? Kenapa ada di Bandung tapi tidak ngabarin aku?” Tanya
Kak Fahri.
“Kabar baik Ri, bukannya gitu aku hanya takut mengganggu kamu jadi aku nggak ngabarin!”
Jawab Kak Andrean.
“Oh gitu, sini duduk dulu kita sudah lama tidak bertemu. Kamu nggak lupa sama mereka kan?”
Tanya Kak Fahri
“Kenapa Kak Fahri nggak peka banget sih, pakai ngajak Kak Andrean duduk di sini lagi.”
Gerutuku dalam hati. Lalu sahabatku menyapa Kak Andrean, Kak Andrean membalas dengan
senyuman. Ternyata Kak Andrean tidak menyapaku, namun Kak Fahri justru terlihat khawatir

40
Indah Sari

dengan keadaanku saat itu. Dia bertanya apa aku sakit tapi aku berkata bahwa aku baik-baik
saja meski sebenarnya aku sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Namun, Kak
Andrean bersikap seolah tidak terjadi sesuatu kemarin. Padahal aku sudah sangat takut jika dia
membahas hal itu terutama di depan Kak Fahri, untung saja tidak.
Tidak sampai disitu saja, Kak Fahri malah mengajak Kak Andrean untuk ikut nonton film
bersama kami. Kak Fahri sama sekali tidak tahu kecanggunganku atau apa, sungguh aku sebal
karenanya. Dan parahnya Kak Andrean menerima tawaran itu dan ikut nonton bersama kami.
Aku merasa sangat canggung, dua sahabatku juga terlihat begitu dan berbisik satu sama lain.
Tanganku digandeng oleh Kak Fahri dan tentu saja Kak Andrean melihatnya. Tapi di satu sisi
aku merasa senang, karena dengan begitu Kak Andrean akan berpikir ulang untuk kembali
padaku, karena sekarang aku telah bersama sahabatnya.
“Oh iya Ndre, gimana kabar Jessi? Apa kalian sudah menikah?” Tanya Kak Fahri
Terlihat Kak Andrean merasa tidak nyaman, namun dia tetap menjawab.
“Dia baik, dan kami tidak jadi menikah. Aku membatalkan perjodohan kami.” Jawab Kak
Andrean
“Maaf Ndre aku tidak tahu.” Ujar Kak Fahri merasa bersalah.
“Nggak papa, lalu sekarang siapa pacarmu Ri?” Tanya Kak Andrean seperti ingin memastikan
sesuatu.
“Oh iya, maaf Ndre. Bukankah kamu sudah melihatnya?” Jawab Kak Fahri sambil
memperlihatkan tangan kami berdua. Kak Andrean terkejut dan memasang senyuman palsu.
“Oh begitu, jadi kalian sudah emm..pacaran.” Jawab Kak Andrean
Kak Fahri mengangguk.
Ternyata kami sudah sampai di bioskop, Kak Fahri membeli tiket untuk kami. Di saat itu
aku berbicara dengan Kak Andrean.
"Kak, kakak sudah tahu sekarang jadi kumohon kakak juga bisa bahagia bersama orang lain dan
jangan kembali lagi di hidupku!" Ujarku.
Dia tidak menjawab, dan tidak lama Kak Fahri kembali membawa lima lembar tiket. Lalu
kami masuk kedalam, posisi duduk kami sangat membuatku tidak nyaman, yakni Rima, Intan,
Kak Andrean, aku dan Kak Fahri. Tuhan, keadaan apa ini, aku merasa serba salah. Kenapa aku
dihadapkan dengan keadaan seperti ini lagi. Suasana sangat sepi karena filmnya sudah diputar.
Namun aku tidak menikmatinya, aku memilih memejamkan mataku dan membuat diriku
tertidur agar melupakan hal ini. Kak Fahri masih memegangi tanganku, aku terlelap dan tidak
menyadari bahwa aku telah jatuh dibahu Kak Andrean. Melihat itu Kak Fahri ingin
memindahkan kepalaku ke bahunya, tapi Kak Andrean meminta Kak Fahri biarkannya, dia takut
aku terbangun. Itu yang aku dengar dari sahabatku, karena aku tidak ingat. Baru setelah film
selesai, Kak Fahri membangunkan aku, dan kami semua berjalan pulang dan berpisah didepan
mol. Tentunya aku diantar pulang oleh Kak Fahri, dan Kak Andrean terlihat tidak baik-baik saja.
Di dalam mobil,
“Kamu masih ngantuk Vi?” Tanya Kak Fahri.
“Tidak kak.” Jawabku.
“Bagaimana perasaanmu bertemu lagi dengan Andrean setelah beberapa tahun? Dan mengetahui
bahwa dia belum menikah?” Ujar Kak Fahri.
Jujur saja pertanyaan itu sangat menohok hatiku, aku terkejut, jantungku berdebar karena
aku takut Kak Fahri salah paham. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa Kak Fahri akan
bertanya seperti itu. Aku mencoba menjelaskan bahwa aku tidak akan kembali pada Kak
Andrean, aku sangat berharap Kak Fahri mempercayaiku. Tiba-tiba Kak Fahri mengerem
mendadak dan berhenti.
"Aku percaya padamu sayang, hanya saja jika kau ingin kembali padanya aku tidak akan
memahaminya." Ujarnya lembut dan terlihat matanya berkaca-kaca.
"Kenapa kakak bertanya seperti itu? Apa kakak tidak mencintaiku lagi?" Ujarku menangis
"Bukan begitu sayang, kumohon jangan menangis. Aku sangat mencintaimu, karena itu aku
takut kehilanganmu." Jawabnya sambil menghapus air mataku.
Aku semakin menangis, Kak Fahri memelukku erat.
“Kau tidak akan meninggalkan aku kan sayang?” Tanyanya.

41
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Aku mengangguk dan tersenyum kecil, lalu Kak Fahri mencium keningku kemudian
melanjutkan perlanan. Setelah sampai, aku turun dari mobil dan Kak Fahri mencium keningku
dengan lembut lalu pulang. Bagiku hari ini adalah hari yang benar-benar berat setelah kemarin,
hidupku kembali dihadapkan dengan sebuah kenyataan yang sulit.
Aku mencintaimu, namun aku tidak akan pernah bisa bersamamu Kak Andrean.
Maafkan aku memilih menyakitimu, karena aku memilih dia yang mencintaiku melebihi
dirimu. Orang itu adalah sahabatmu sendiri, Kak Fahri.

***

42
Indah Sari

LAMARAN
Lika-liku kisah perjalanan cinta kami selama dua tahun ini sangat tidak mudah. Aku
hanya bisa menyayangi Kak Fahri sebagai kakak dan belum bisa mencintainya sepenuhnya,
karena hatiku telah dimiliki. Namun, selama dua tahun ini aku sudah belajar mencintainya,
Meski memang cinta untuk Kak Andrean belum padam sepenuhnya, tetapi aku sudah berusaha
mencintai Kak Fahri.
Godaan cinta memang membuatku bimbang, terutama beberapa hari ini. Dimana Kak
Andrean tiba-tiba datang dan dia membatalkan perjodohannya karena aku. Perasaan apa ini,
aku tidak mengerti. Sejujurnya aku sangat ingin bersama dengan Kak Andrean, tapi aku tidak
bisa melakukan hal itu, karena hal itu akan begitu melukai Kak Fahri. Kak Fahri sangat-sangat
mencintaiku dan juga sangat takut kehilanganku. Hari ini adalah hari jadi kami yang kedua
tahun, aku telah menyiapkan hadiah dan sesuatu yang disukai Kak Fahri. Sore ini aku pergi ke
salon untuk terlihat lebih segar karena acara ini sangat penting. Kak Fahri menjemputku dan
mengajakku ke tempat spesial. Aku memakai gaun berwarna merah selutut, memakai high heels
berwarna emas, rambutku tergerai. Aku sengaja berdandan untuk membuat Kak Fahri senang,
sedang Kak Fahri memakai jas berwarna hitam, kemeja dan celana yang berwarna senada, dia
terlihat sangat tampan.
“Sayang.” Ujarnya
“Iya kak, kenapa? Apa ada yang salah denganku?” Tanyaku
“Tidak, tapi kamu sangat cantik.” Jawabnya sambil tersenyum. Aku tersenyum malu. Lalu kak
Fahri menghampiriku memeluk dan mencium keningku, dia membukakan pintu mobil dan aku
pun masuk ke dalam mobil. Setelah di dalam mobil aku bertanya kepada Kak Fahri kita akan
kemana, namun Kak Fahri tidak memberitahuku dan berkata “Nanti kamu juga tahu sayang”.
Tak berselang lama kami sampai disebuah restoran, Kak Fahri membuka pintu mobil dan
menggandeng tanganku. Lalu kami duduk di meja yang telah dipesan, tak berselang lama datang
seorang pelayan membawakan bunga mawar untukku. Aku sangat senang, lalu aku memberikan
hadiah dan blackforest kepada Kak Fahri, dia juga sangat senang. Kami memesan makanan, dan
makan sambil ngobrol. Tiba-tiba terdengar suara pembawa acara memanggil nama Kak Fahri
untuk naik ke atas panggung. Kak Fahri pun meminta izin padaku dan naik ke atas panggung.
Ternyata Kak Fahri menyanyikan sebuah lagu untukku. Sebuah lagu yang sangat indah, aku
terharu dengan hal itu, lalu Kak Fahri memanggil namaku untuk maju ke atas panggung. Aku
malu tetapi aku tetap harus kesana. Setelah naik keatas panggung Kak Fahri memegang
tanganku dan berlutut dihadapanku, aku tersipu malu. Kak Fahri mengeluarkan sebuah kotak
berisi cincin yang indah.”Kak Fahri sedang melamarku? Oh Tuhan bagaimana ini?” Ujarku dalam
hati.
“Will You Marry Me, Silvia?” Ujarnya.
Aku sangat bingung, tetapi sangat tidak mungkin untuk menolaknya. Dengan yakin ku
putuskan untuk menerimanya dan menjawab “Yes, I Will.”
Kak Fahri sangat bahagia, dan semua orang yang ada di sana bertepuk tangan. Kak Fahri
memasangkan cincin itu dijari manisku dan memelukku. Sungguh aku tidak menyangka kalau
Kak Fahri akan melamarku malam ini. Setelah itu Kak Fahri mengajakku ke sebuah taman,
dimana di sana kita berbicara banyak.

43
Bagai Hujan di Musim Kemarau

"Via, terima kasih telah menerima lamaranku." Ujarnya.


Aku hanya tersenyum dan bersandar di bahunya. Kak Fahri menatapku dan mengusap
rambutku.
“Aku mencintaimu.” Ujarnya
“Aku tahu kak.” Jawabku sambil mengangkat kepalaku dari bahunya dan tersenyum.
“Jangan pernah tinggalkan aku, Vi!” Ujarnya.
Aku mengangguk dan tersenyum. Lalu aku memberikan sepatu yang telah aku belikan
untuk Kak Fahri, dia sangat menyukainya.
Karena hari sudah malam kami memutuskan untuk pulang. Karena di indekos aku
sendirian Kak Fahri memintaku untuk ikut pulang ke rumahnya. Aku ragu, tapi Kak Fahri
meyakinkanku.
”Kamu jangan khawatir, kakak nggak akan macam-macam jadi tenang saja!” Ujarnya.
Akhirnya aku menyetujuinya dan ikut pulang bersamanya, karena di rumah Kak Fahri juga
ada sepupunya. Kami pun, menuju rumah Kak Fahri. Aku sudah sangat mengantuk dan tertidur
di mobil. Sesampainya di rumah Kak Fahri dia menggendongku dan membawaku ke kamarnya,
dia melepas sepatuku, menyelimuti aku dan mengecup keningku. Kak Fahri, dia tidur di sofa
ruang tamu.
Aku terbangun karena aku merasa haus, aku melihat Kak Fahri dan menyelimutinya,
kemudian pergi ke dapur. Setelah itu aku membuka lemari pakaian Kak Fahri untuk meminjam
kaos dan celananya karena tidak nyaman tidur memakai gaun. Lalu aku membersihkan make
up, ganti baju dan tidur lagi. Keesokan harinya aku membuka kulkas dan mencari bahan
makanan untuk membuat sarapan, Kak Fahri masih tidur. Setelah sarapan siap, aku
membangunkan Kak Fahri supaya cepat mandi karena dia harus ke kantor.
“Kak bangun, sudah pagi.” Ujarku.
Kak Fahri membuka matanya dan langsung memelukku.
“Selamat pagi, senang sekali sudah melihatmu sepagi ini.” Ujarnya.
”Sudah cepat mandi kak, setelah itu sarapan. Nanti kakak telat ke kantor!” Ujarku sedikit
ngomel.
”Baiklah sayang.” Jawabnya tersenyum.
Kak Fahri beranjak dari sofa dan pergi ke kamar mandi, aku turun ke bawah lagi untuk
membereskan rumah dan merapikannya. Aku mencuci piring, dan mencuci baju Kak Fahri
dengan mesin cuci. Tak lama Kak Fahri turun, dan sudah berpakaian rapi.
“Sayang kamu dimana?” Tanya Kak Fahri sedikit berteriak.
“Aku di belakang kak.” Jawabku
Melihatku mencuci pakainnya Kak Fahri tidak membiarkannya, namun aku sudah
terlanjur selesai mencuci. Dia tidak mau membuatku bekerja, lalu dia memintaku untuk sarapan
bersamanya. Setelah sampai di meja makan kami sarapan, berkali-kali Kak Fahri memuji
masakanku. Tapi aku malah mengeluh karena tidak banyak bahan makanan di rumah Kak Fahri
terlebih bumbu masaknya. Maklum saja Kak Fahri jarang makan di rumah dan selalu makan di
luar.
"Hahahaha... kalau begitu mulai saat ini kakak akan belanja bahan makanan dan bumbu agar
kamu sering masakin kakak." Ujarnya
Aku hanya tersenyum.
“Oh iya kak, Dina dimana kok tidak kelihatan?” Tanyaku
“Dia masih tidur, biasa dia begadang tadi malam.” Ujarnya
“Oh begitu.” Ujarku
“Kamu akan pulang sekarang Vi?” Bagaimana kalau kamu disini saja!” Ujarnya
“Aku akan selesaikan pekerjaan di sini lalu pulang kak, lagian kakak juga kerja kan.” Jawabku
“Tidak bisakah kamu tinggal di sini saja dengan kakak? Nanti kakak akan mengajakmu bertemu
orang tua kakak untuk membicarakan kelanjutan hubungan kita.” Ujarnya
“Tapi kak, bukankah ini terlalu cepat? Baiklah aku akan tinggal di sini sementara waktu.”
Jawabku
“Baiklah sayang, jika itu maumu. Kakak akan menunggumu siap untuk itu.” Ujarnya
“Terima kasih kak.” Jawabku.

44
Indah Sari

Tak lama sepupu Kak Fahri juga ikut sarapan bersama kami, namun dia terburu-buru
karena harus kuliah. Pada akhirnya dia meninggalkan kami berdua. Setelah sarapan Kak Fahri
berangkat ke kantor. Aku mengantarkan sampai teras, dan melambaikan tangan. Mobil Kak
Fahri meninggalkan rumah dan aku masuk untuk melanjutkan pekerjaan rumah. Aku juga
sempat berpikir apakah aku melukai Kak Fahri dengan hal tadi. Aku terus berpikir tentang itu,
lalu aku menelpon bunda untuk bertanya tentang hal itu. Bunda pun memberikan kebebasan
kepadaku, jika aku sudah siap maka orang tuaku juga siap. Bahkan bunda juga tidak
memaksaku untuk memilih Kak Fahri, karena bunda tahu aku masih mencintai Kak Andrean.
Bagi orangtuaku kebahagiaanku itu yang terpenting. Aku rasa aku akan bahagia bersama orang
yang  mencintaiku yaitu Kak Fahri.
Karena aku tidak memiliki baju ganti aku meminjam baju Kak Fahri yang terlihat sangat
kebesaran saat kupakai. Aku sangat kesepian karena aku sendirian di rumah Kak Fahri setelah
Kak Fahri dan sepupunya pergi. Lalu aku meminta tolong kepada kedua sahabatku untuk
datang dan membawakan baju untukku.
“Tan tolong bawain aku baju ya! Dan nanti datang ke alamat yang aku kirim, thanks.” Pesanku
pada Intan.
”Oke, nanti aku dan Rima ke sana, tunggu ya!” Balasnya.
”Oke, makasih.” Balasku.
Aku menghabiskan waktu untuk menonton drama kesukaanku yaitu drama Korea,
begitulah aku menunggu mereka datang. Tiba-tiba terdengar bunyi bel rumah, aku berpikir
bahwa itu adalah Intan dan Rima jadi aku segera membuka pintu.
“Kalian udah datang!" Ujarku sambil membuka pintu, ternyata yang datang bukanlah mereka
tetapi Kak Andrean. Dia terkejut melihatku di rumah Kak Fahri, aku beralasan bahwa aku
datang untuk beres-beres.
“Oh begitu, boleh kakak masuk?” Tanyanya.
“Boleh, masuklah kak!” Ujarku mempersilakan masuk.
Kami duduk di ruang tamu, aku sangat canggung, begitu juga dengan Kak Andrean.
Karena Kak Andrean tahu jika aku sekarang adalah pacar Kak Fahri. Aku menawarkan
minuman dan membawakannya segelas jus jeruk dan mempersilakannya.
“kakak mencari Kak Fahri? Apa perlu aku menelpon Kak Fahri?” Tanyaku memecah
kecanggungan.
“Tidak usah, biar kakak nanti ke kantornya saja.” Jawabnya. Aku menganngguk tanda mengerti.
Namun kecanggungan diantara kami sangat terasa.
“Apa kamu bahagia bersama Fahri?” Ujarnya membuatku kaget.
“A..aku tentu saja bahagia. Kak Fahri orang yang baik.” Jawabku gugup
“Jadi begitu, apakah kamu mencintainya?” Tanyanya.
Aku benar-benar bingung untuk beberapa saat, lalu aku menjawab.
“Tentu saja, tapi kenapa kakak bertanya seperti itu?” Tanyaku. Kak Andrean bilang dia hanya
ingin tahu saja, kemudian dia bertanya padaku lagi.
“Benarkah kamu sudah tidak mencintaiku lagi?” Tanyanya.
Aku tidak bisa menjawab, tiba-tiba saja air mataku mengalir membasahi pipiku. Kak
Andrean merasa bersalah karena telah membuatku menangis, dan memelukku untuk
membuatku tenang.
“Maaf karena aku egois, tapi aku tidak bisa melupakanmu dan aku juga tidak bisa mencintai
orang lain selain dirimu. Maafkan aku telah kembali lagi di hidupmu.” Ujarnya
Sekuat apapun seorang wanita, dia juga akan tetap menangis jika pertahanan dirinya telah
runtuh.
“Jika kakak tahu bahwa kakak egois, ku mohon jangan hadir lagi dalam hidupku! Biarkan aku
hidup bersama orang yang mencintaiku tanpa celah. Dia yang selama tiga tahun ini menjagaku
disaat kau meninggalkanku.” Jawabku menangis
Kak Andrean tetap saja memintaku memberikan kesempatan kepadanya, kemudian aku
mengeluarkan semua isi hatiku, tentang kekecewaanku padanya dan berapa banyak kesempatan
yang aku berikan padanya. Apa tiga tahun itu tidak cukup memberikan kesempatan padanya
untuk memperbaiki segalanya. Mengapa baru sekarang di datang lagi dalam hidupku. Lalu aku

45
Bagai Hujan di Musim Kemarau

memintanya untuk pergi meninggalkan aku, aku ingin sendiri saat ini. Pada saat keluar Kak
Andrean bertemu Intan dan Rima.
“Jaga Via ya!” Ujarnya. “Iya kak.” Jawab Intan dan Rima.
Lalu mereka menghampiriku dan memelukku. Masalah menjadi rumit hanya karena
masih mencintai dirinya, dan keegoisannya untuk kembali, sungguh kejam cinta ini.

***

46
Indah Sari

KUATKANLAH
Sebuah cinta yang pada akhirnya melukai banyak orang, bukankah cinta itu suci,
bukankah cinta itu indah. Mengapa kisah ini tak berakhir seperti sebuah drama yang selalu
berakhir indah. Jika kita bisa menentukan takdir maka tidak akan ada hati yang terluka. Jika
kita bisa memilih mencintai seseorang maka semuanya akan bahagia. Bukankah ini terlalu sulit
untuk dilakukan. Mencintai seseorang tetapi tidak bisa mengabaikan seseorang yang
mencintaiku. Sungguh aku harus bagaimana, aku tidak bisa memilih diantara dua pria ini.
Mereka adalah orang-orang yang teramat penting bagiku, tidak bisa ku lukai salah seorang di
antara mereka. Meski demikian, aku harus tetap memilih salah satu dari mereka, karena tidak
mungkin bagiku untuk memiliki keduanya.
Hari ini Kak Fahri mengajakku berlibur ke Bogor, karena dia sedang mendapat libur
selama seminggu. Aku juga mengajak dua sahabatku, tentu saja Kak Fahri mengiyakan
permintaanku. Kami bersiap-siap untuk berangkat, menyiapkan segala keperluan selama satu
minggu di sana. Setelah semuanya siap kami segera berangkat menuju lokasi. Selama seminggu
yang akan datang kami menginap di villa keluarga Kak Fahri. Sepanjang perjalanan kami isi
dengan segala candaan, hingga tak terasa kami sudah sampai di villa. Kak Fahri membantu kami
menurunkan barang bawaan dan membawakan barang-barangku masuk ke kamar. Ternyata
bukan hanya kami berempat, tetapi kami berenam karena dua sepupu Kak Fahri juga ikut, yakni
Alex dan Reza. Mereka sangat ramah, meski kami baru saling mengenal.
Setelah beres-beres kami beristirahat sebentar untuk meregangkan otot, baru kemudian
kami semua berjalan-jalan ke kebun teh. Hal itu justru membuat aku teringat mengenai Kak
Andrean, karena dulu aku juga pernah ke kebun teh bersamanya. Dua sahabatku terlihat sangat
akrab dengan sepupu Kak Fahri, sedang aku selalu bersama Kak Fahri.
“Kamu suka disini sayang?” Tanya Kak Fahri
Aku membayangkan saat-saat itu bersama Kak Andrean, di kebun teh juga. Senyumnya
masih terbayang dipikiranku, manis bagai dewa Yunani yang sangat tampan. Tiba-tiba
lamunanku buyar dikala Kak Fahri memegang tanganku, aku hanya menatapnya. Kak Fahri
tampak marah karena aku tidak mendengarkannya. Kami berjalan lagi dan menjumpai beberapa
kuda bersama penjaganya. Kak Fahri mengajakku berkuda, dan karena aku tidak bisa berkuda
akhirnya aku berkuda dengan Kak Fahri. Aku dan Kak Fahri, menikmati keindahan senja
dengan damai sambil berkuda, sedangkan dua sahabatku dan dua sepupu Kak Fahri sedang
berjalan-jalan menyusuri perkebunan teh, dan seolah membiarkan kami berduaan. Sungguh
indah senja ini, senja ini ku nikmati bersama seseorang yang mencintaiku dan aku
menyayanginya.
“Apa kamu senang?” Tanya Kak Fahri
“Tentu saja, ini pertama kalinya aku berkuda.” Jawabku
“Syukurlah!” Ujarnya
Kak Fahri menghentikan kudanya, dan dia memelukku dari belakang. Aku merasakan
ketulusan yang amat dalam melalui pelukannya. Lalu bagaimana mungkin aku melukai Kak
Fahri yang seperti ini.
“Terima kasih sayang, aku mencintaimu.” Ujarnya

47
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Aku juga menyayangimu kak.” Jawabku. Tiba-tiba dia melepaskan pelukannya, entah mengapa
akhir-akhir ini Kak Fahri menjadi sangat sensitif.
“Apa kamu hanya menyayangiku? Tidakkah kamu mencintaiku?” Ujarnya seolah membuat
jantungku berhenti berdetak. Inilah kalimat yang paling aku takutkan, bagaimana aku harus
menjawabnya. Aku takut melukai Kak Fahri. Mungkin selama ini Kak Fahri sangat menderita,
karena aku tak pernah mengatakan bahwa aku mencintainya, semua ini salahku.
“Jawab aku, kenapa kamu diam saja?” Ujarnya dengan nada yang tidak seperti biasanya. Aku
berusaha meyakinkan Kak Fahri bahwa aku juga mencintainya. Syukurlah Kak Fahri percaya
padaku bahwa aku juga mencintainya. Lalu dia meminta maaf karena telah meragukanku.
Kami segera kembali ke villa karena hari sudah sore. Setelah kejadian sore itu, aku menjadi
lebih diam dari biasanya. Kami menghabiskan waktu di villa untuk dengan bersantai dan
melepaskan penat, namun aku tidak bersemangat. Kami juga berpesta barbeque dan membakar
jagung. Aku merasa kurang sehat karena terlalu banyak hal yang aku pikirkan, aku pun kembali
ke kamar meninggalkan mereka. Mereka mempersilahkan namun, Kak Fahri menemaniku ke
kamar.
“Kamu nggak papa kan sayang?” Tanya Kak Fahri
“Iya kak, aku hanya lelah saja.” Jawabku
“Ya sudah, kamu tidur saja!” Ujarnya sambil menyelimutiku
“Kalau begitu kakak kembali saja!” Ujarku
“kakak mau menemani kamu di sini, kamu tidur saja. Kakak nggak bisa pergi kalau kamu dalam
keadaan seperti ini.” Jawabnya
“Baiklah kak.” Jawabku lalu tidur
Kak Fahri duduk di tepi ranjang dan memegang tanganku, aku telah memasuki alam
mimpi. Ternyata semalam Kak Fahri menemaniku hingga pagi, dia selalu saja seperti itu. Aku
membangunkan Kak Fahri, dan dia kembali ke kamarnya. Terdengar suara pintu tertutup
setelah itu. Aku melanjutkan untuk mandi dan bergabung dengan yang lain setelahnya. Kami
semua sarapan bersama-sama. Di pagi itu kami lanjutkan agenda kami untuk sekadar menonton
TV. Santai adalah suasana yang sangat menyenangkan tanpa beban. Tiba-tiba saja Alex bertanya
kapan aku dan Kak Fahri akan menikah. Aku terkejut dengan pertanyaan itu, aku tidak
menjawab tetapi Kak Fahri yang menjawabnya. Terlihat bahwa mereka tidak puas dengan
jawaban Kak Fahri mengingat kami sudah pacaran cukup lama, syukurnya Kak Fahri mampu
mengalihkan pembicaraan.
“Bagaimana kalau nanti sore kita jalan-jalan ke sekitar villa atau pemukiman warga.” Ujar Intan
memecah suasana.
“Setuju.” Semuanya menjawab kecuali aku.
“Vi, kamu kenapa?” Tanya Rima
“Oh aku nggak papa, oh iya maaf aku mau menelpon Bunda dulu. Kemarin aku lupa
menghubungi Bunda.” Jawabku kemudian pergi meninggalkan mereka.
Sebenarnya aku berbohong kepada mereka, karena yang sebenarnya Kak Andrean yang
ingin menelponku. Jadi aku harus pergi menghindari mereka.
“Halo kak, kenapa kakak menelponku?” Tanyaku
"Maaf kakak mengganggumu, kakak hanya rindu suaramu, karena kakak tahu kakak tidak akan
bisa bertemu denganmu lagi." Jawabnya terdengar sedih.
"Tapi kakak juga jangan sering menelponku seperti ini! Bagaimana jika Kak Fahri tahu tentang
hal ini kak, maaf kak." Jawabku
"Aku mengerti, tapi bagaimana lagi kakak sangat merindukan kamu! I MISS YOU." Ujarnya
"Kumohon jangan goyahkan hatiku kak. Sekarang aku sudah bahagia bersama Kak Fahri, kakak
harus mengerti dan kakak juga harus bahagia bersama orang lain." Ujarku
"Aku tidak bisa Via, jangan kamu memintaku seperti itu. Aku tahu kamu masih mencintaiku,
jadi berilah aku kesempatan!" Ujarnya
Aku menangis, mengapa seperti ini. Aku berharap kamu tidak pernah kembali, aku
berharap kamu bahagia bersama orang lain, karena itu aku melepaskanmu. Tiba-tiba saja aku
jatuh pingsan.
"Vi... kamu kenapa? Vi jawab aku!" Ujar Kak Andren.

48
Indah Sari

Terdengar semua orang berlarian ke arahku, setelah mendengar suara yang keras.
"Via kamu kenapa?" Ujar Kak Fahri sambil memegang kepalaku. Tak berapa lama dia juga
melihat ponselku yang masih tersambung dengan Kak Andrean dan kemudian diangkat Kak
Fahri.
"Halo, ini kamu Ndre?" Tanyanya
"Ini Fahri? Ya ini aku. Via kenapa Ri?" Tanya Kak Andrean
"Harusnya aku yang tanya kamu apain Via, hingga tiba-tiba dia jatuh pingsan seperti ini?" Jawab
Kak Fahri marah.
"Apa Via pingsan? Sekarang bagaimana keadaannya?" Tanya Kak Andrean
"Udah deh kamu nggak perlu tahu." Jawab Kak Fahri lalu mematikan teleponnya.
Kak Fahri menggendongku ke kamar, sedang dua sahabatku mengambilkan obat. Mereka
semua tampak cemas. Aku terlalu terpukul dengan semua hal yang terjadi belakangan ini.
Semuanya tahu jika aku mencintainya namun aku tak bisa meninggalkan Kak Fahri. Hidup ini
sangat sulit ku jalani, tidak ada pilihan selain menyakiti salah satu diantara mereka. Aku
berharap jika waktu dapat di reset, aku berharap tidak bertemu dengan mereka berdua dari pada
menyakiti mereka seperti ini. Kuatkanlah hatiku untuk memantapkan pilihan yang telah ku pilih
dan ku yang yakini itu benar.
Jangan mencoba untuk selalu kuat, dan beritahu saja jika memang sulit. Ketika kau
tidak jujur dengan hatimu, rasa sakit yang kau rasakan adalah jawabannya.

***

49
Bagai Hujan di Musim Kemarau

PENGORBANAN
Aku sangat merasa bersalah kepada Kak Fahri, mengapa Kak Fahri harus tahu dengan
cara seperti ini. Di satu sisi pula aku juga sangat merasa bersalah kepada Kak Andrean karena
harus menyakiti dia seperti itu. Kejam memang menyuruh seseorang yang mencintai kita untuk
tidak mencintai kita lagi. Aku tersadar dengan air mata yang telah membasahi pipiku,
“Via sayang, kamu sudah sadar?” Tanya Kak Fahri khawatir. Aku hanya mengangguk.
“Syukurlah! Apa perlu kita ke rumah sakit?” Tanyanya
“Aku baik-baik saja kak.” Jawabku
“Mengapa kamu bisa pingsan? Ada sesuatu yang kamu pikirkan?” Tanyanya
“Nggak papa kak, aku hanya lelah saja. Kakak nggak usah khawatir!” Jawabku
“Bagaimana kakak nggak khawatir, kamu tiba-tiba pingsan seperti itu. Apa kamu tahu betapa
khawatirnya kakak?” Ujar Kak Fahri
“Maafkan aku kak.” Ujarku
“Sudahlah, yang terpenting sekarang kamu baik-baik saja. Ini minumlah!” Ujarnya.
Kak Fahri memberikan teh hangat dan menyandarkan kepalaku di ujung tempat tidur,
kemudian membaringkan aku lagi. Tiba-tiba saja Kak Fahri membahas tentang Kak Andrean, dia
bertanya apakah aku ingin kembali kepada Kak Andrean. Namun, aku tentu menjawab tidak
karena aku tidak ingin membuat Kak Fahri kecewa. Kak Fahri tidak lantas percaya, karena yang
ia tahu aku membohonginnya. Berbohong bahwa ternyata aku ditelpon Kak Andrean dan
bukannya Bunda.
“Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk berbohong. Aku hanya tidak ingin menyakiti kakak!”
Ujarku meyakinkan
“Lalu apa bedanya sekarang Vi? Kakak pada akhirnya juga terluka!” Jawabnya
“Maafkan aku kak!” Aku menangis.
“Sudahlah, sekarang kamu istirahat. Kita lanjutkan lagi pembicaraan ini lain kali!” Ujarnya
Disaat Kak Fahri hendak berdiri, aku meraih tangannya dan Kak Fahri terduduk. Lalu aku
memeluknya dari belakang dan menangis sejadi-jadinya. Aku meminta maaf berkali-kali, bahkan
aku akan terima jika Kak Fahri akan marah kepadaku. Namun jangan salahkan Kak Andrean,
pintaku. Ternyata aku salah dalam hal ini karena membela Kak Andrean dan membuat Kak
Fahri sangat sedih. "Mengapa kau membuatku menjadi orang yang jahat Via? Mengapa kamu
membuat aku menjadi orang yang berdosa?" Ujarnya sambil menangis.
Aku tidak berhenti menangis dan meminta maaf kepada Kak Fahri. “Lebih baik kita akhiri
perseteruan ini. Kakak lelah dan kamu harus istirahat!” Ujar Kak Fahri lirih sambil berjalan
menuju pintu.
Aku masih menangis terisak-isak, menangis tiada henti, menyesali semua yang telah
terjadi. Seharian aku tidak meninggalkan kamar, walau hanya sekadar makan atau minum. Dua
sahabatku yang mengantarkan makanan ke kamarku, namun aku sama sekali tidak
menyentuhnya. Rima dan Intan tak berhenti membujukku untuk makan, tapi aku tetap tidak
mau makan apapun. Aku diam tak menyahut, aku hanya bisa menangis. Terkadang seorang
wanita bisa menjadi sangat kuat, tetapi terkadang pula wanita itu bisa menjadi sangat rapuh.
Jika suatu hal yang dianggapnya sebagai rumah telah runtuh karena dirinya. Dua sahabatku
mulai kehabisan cara untuk membujukku, mereka berlalu dari kamarku. Aku tetap diam dan

50
Indah Sari

terbaring di ranjang, aku menyesali semua hal yang telah terjadi padaku. Aku memang salah
telah membuat Kak Fahri kecewa, aku memang salah tidak bisa berhenti mencintai Kak
Andrean. Tapi setidaknya Kak Fahri harus percaya padaku, karena dialah yang aku pilih, aku
mengorbankan cintaku dan keegoisanku untuk dia, karena aku tidak mau menyakiti hatinya.
Seharusnya dia tahu itu, tapi mengapa dia tidak bisa melihat keputusanku untuk tetap
bersamanya. Sebenarnya bisa saja aku memilih pergi meninggalkan dia dan bersama Kak
Andrean, namun aku tidak melakukan itu. Ku mohon buka pintu hatinya ya Tuhan. Ku
korbankan cintaku demi cintanya kepadaku.
Malam pukul tujuh, aku tidak juga beranjak dari tempat tidur. Aku terlelap dalam sebuah
pemikiran panjang, aku lelah dengan persoalan yang tidak ku temukan jawabannya. Tiba-tiba
terdengar seseorang membuka pintu kamarku dengan perlahan, dia menghampiriku dan duduk
di tepi ranjang. Dia memegang tanganku dan berkata dengan lirih kepadaku.
"Maafkan aku, seharusnya aku percaya padamu dan membuatmu bahagia. Bukan malah
menyudutkanmu dan membuatmu semakin terluka. Maafkan aku sayang, aku terlalu dibutakan
cinta, karena aku takut kehilanganmu." Ujarnya
Kak Fahri menangis dan memegang tanganku, sebenarnya aku telah terbangun ketika Kak
Fahri memegang tanganku. Namun aku pura-pura tertidur, mendengar perkataan Kak Fahri aku
menangis. Aku tahu dia sangat mencintaiku lebih dari apapun, karena itulah aku memilihnya.
Ketika Kak Fahri hendak pergi, aku memegang tangannya, dia menoleh dan aku langsung
memeluknya erat. Aku menangis dalam pelukannya begitu pula Kak Fahri. Aku meminta maaf
lagi, syukurnya Kak Fahri tidak menyalahkan aku lagi. Setelah kami berbaikan Kak Fahri
membujukku untuk makan. Tak berselang lama Kak Fahri datang membawa sepiring makanan
dan segelas minuman, dia menyuapiku dengan penuh kasih sayang namun, aku memang sedang
tidak berselera makan. Hanya beberapa suap saja sudah membuatku merasa kenyang.
Ku korbankan cintaku untuk seseorang yang mencintaiku, ku relakan cintaku untuk
kebahagiaan dirinya yang mencintaiku.
Itulah pilihan yang telah aku yakini, sudah takdir jika aku mencintai Kak Andrean
namun aku harus bersama Kak Fahri. Memang benar kata pujangga, jika cinta tidak harus
memiliki.
Cukup aku memiliki cinta ini untuk Kak Andrean dihatiku, dan cukup cinta Kak
Andrean untukku dihatinya.
Keyakinanku bahwa jika kita ditakdirkan bersama, maka kita jua akan bersatu, entah
bagaimana caranya.
Sepulangnya kami dari liburan ini, aku tinggal menunggu wisuda yang sangat aku
impikan. Dua hari setelah kepulangan kami ke Bandung, aku dan dua sahabatku akan diwisuda.
Kami sangat bahagia, karena setelah penuh perjuangan akhirnya kami bisa lulus. Setibanya di
Bandung, aku dan dua sahabatku berbelanja kebaya dan keperluan untuk wisuda. Aku memilih
kebaya berwarna emas, sedang Intan merah, dan Rima biru muda. Ayah dan bundaku juga
sedang dalam perjalanan. Setelah dirasa cukup memilih kebaya, kami langsung menuju salon
langganan kami. Agar pada hari wisuda mereka datang ke indekosku untuk memake up kami.
Sehari sebelum wisuda, Kak Fahri datang menemuiku. Tiba-tiba saja Kak Fahri ingin
membicarakan sesuatu yang serius, aku hanya mendengarkan apa yang hendak dikatakannya.
Kak Fahri memegang tanganku, kemudian berkata bahwa ia ingin segera meresmikan hubungan
kami. Aku masih bingung, dan beralasan bahwa tidak mungkin kita menikah dalam waktu
dekat, karena semua perlu persiapan. Tetapi Kak Fahri meyakinkan aku bahwa semua telah
diurus olah kedua orang tua kami, yang perlu aku lakukan hanyalah menyetujuinya. Aku pun
mengangguk menyetujuinya, terlihat Kak Fahri sangat bahagia.
Kemudian Kak Fahri mengajakku jalan-jalan dan ingin membelikan sesuatu sebagai hadiah
wisudaku. Kak Fahri bertanya apa yang aku inginkan, tapi aku tidak tahu harus meminta
hadiah apa. Akhirnya aku memintanya mentraktirku makan bakso. Setelah berganti pakaian aku
dan Kak Fahri berangkat, Kak Fahri membukakan pintu mobil untukku. Aku masuk ke mobil
dan kami menuju tempat yang telah ditentukan. Dalam perjalanan kami berbincang-bincang
banyak hal, meski banyak menyangkut tentang pernikahan kami. Setibanya di lokasi, kami
langsung memesan bakso dan menyantapnya. Tiba-tiba Intan menelponku, Intan berkata bahwa

51
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Kak Andrean ingin bicara padaku, namun aku ragu karena sekarang aku sedang bersama Kak
Fahri. Aku tak ingin kejadian di Bandung terulang lagi. Kak Fahri bertanya kepadaku siapa yang
menelpon dan aku menjawab Intan yang menelpon. Dan karena aku terlihat bingung, Kak Fahri
mengambil Hpku dan berbicara dengan Intan. Namun, setelah mengetahui bahwa Kak Andrean
ingin berbicara padaku Kak Fahri tidak mengizinkannya dan berkata “Maaf Ndre nggak bisa,
karena Via adalah calon istriku. Jadi jangan ganggu dia lagi!” Ujar Kak Fahri lalu memutuskan
telepon.
Aku diam tidak berani bicara, Kak Fahri mengembalikan Hpku dan tidak marah kepadaku.
Aku merasa sangat menyesal kepada Kak Andrean, maafkan aku kak.
Sesampainya di indekos, ternyata ayah dan bunda sudah sampai. Aku dan Kak Fahri
bersalaman dengan kedua orang tuaku dan mempersilahkan mereka masuk. Aku membuatkan
minuman untuk mereka, sedang Kak Fahri berbincang-bincang dengan orang tuaku. Mungkin
saja membahas tentang rencana Kak Fahri ingin segera menikahiku. Aku sudah ikhlas menerima
Kak Fahri sepenuhnya meski belum bisa memberikan hatiku sepenuhnya untuk dia.
Pada akhirnya sebuah keputusan harus diambil bukan? Meski untuk mengambil
keputusan sangatlah tidak mudah.

***

52
Indah Sari

PENENTUAN HIDUP
Orang tuaku dan orang tua Kak Fahri telah menyetujui rencana pernikahan kami, yang
akan dilaksanakan kurang lebih tiga bulan lagi. Hari ini aku telah resmi mendapatkan gelar
sarjana,  ya hari ini aku diwisuda. Orang tuaku dan Kak Fahri datang memberiku selamat,
karena dengan proses yang panjang akhirnya aku lulus S1. Kak Fahri membawakan satu buket
bunga soba dan sebuah boneka yang sangat lucu. Aku sendiri sangat menyukai bunga soba
selain bunga mawar, soba berarti “kekasih”. Tak lupa kedua orang tuaku juga memberikan
bunga, dan senyuman kebahagiaan karena anak mereka satu-satunya telah diwisuda dengan
tepat waktu. Namun ada hal yang membuatku terkejut sekaligus bahagia, dimana tiba-tiba
kedua orang tua Kak Fahri datang dengan beberapa anggota keluarga lainnya untuk melamarku
tepat dihari wisudaku. Sungguh kebahagian yang berlipat, aku sama sekali tidak menduga akan
dilamar tepat dihari wisudaku.
"Sudah sekarang cepat bertukar cincin!" Suruh Mama Kak Fahri.
Kami tersenyum dan segera bertukar cincin. Orang tua kami terlihat sangat bahagia sekali,
mereka memberi kami selamat dan pelukan. Mereka berkata tidak sabar melihat kami menikah,
dan Kak Fahri juga berkata bahwa dialah yang lebih tidak sabar, sehingga semua orang tertawa.
Tiba-tiba suasana kebahagiaan kami terhenti.
"Via, benarkah kalian akan menikah?" Tanya seseorang itu
Kami semua terkejut terutama aku, karena orang itu adalah Kak Andrean yang ku cintai.
Namun, aku memilih meninggalkan dia karena rasa cinta itu. Aku tidak menjawab, Kak Fahrilah
yang menjawab pertanyaan itu.
"Kak Andrean, bisakah kita bicara sebentar?" Ujarku ragu.
Kak Fahri menatapku, dan meyakinkan aku untuk tidak bicara dengan Kak Andrean.
Namun, aku meyakinkan dia bahwa ini yang terakhir, akhirnya Kak Fahri mengizinkan. Kak
Andrean menarik tanganku dan membawaku menjauh dari semua orang, entah kemana aku
akan dibawanya. Terlihat kedua orang tua kami merasa tidak nyaman.
"Kak kita mau kemana? Kita bicara disini saja!" Ujarku.
Namun Kak Andrean tidak merespon dan tetap menarik tanganku. Setelah cukup lama
berjalan akhirnya kami sampai di sebuah ruangan diarea kampus, baru di sana kak Andrean
melepas tanganku. Kak Andrean tidak terima karena aku memilih Kak Fahri, dia terlihat sangat
marah dan kecewa. Aku menjelaskan mengapa aku memilih Kak Fahri, namun tetap saja Kak
Andrean tidak terima.
“Maaf kak, tapi bukankah aku sudah menjelaskan semuanya pada kakak? Bahwa aku tidak bisa
bersama kakak.” Ujarku
“Tapi kenapa Vi? Aku bahkan rela mengecewakan orang tuaku untuk bisa bersamamu, meski itu
terlambat.” Ujarnya
“Karena terlambat itulah, aku tidak memilih kakak. Maaf, karena disaat aku benar-benar butuh
kakak tetapi kakak tidak ada untukku. Dua tahun aku menunggu kakak, tetapi mengapa kakak
baru muncul sekarang disaat aku sudah memilih orang lain yang selalu peduli dan menjagaku
disaat tersulitku?" Ujarku menangis
"Maaf untuk itu Vi, tapi seharusnya kita tetap bisa saling mencintai dan memiliki. Bukankah
rasa cinta itu masih untukku?" Ujar Kak Andrean

53
Bagai Hujan di Musim Kemarau

"Benar rasa cinta itu masih tersimpan untukmu kak, tapi maaf aku tidak bisa memilih kakak.
Kumohon mengertilah!" Ujarku
"Beri kakak kesempatan Vi!" Ujarnya
"Kesempatan? Dua tahun aku memberi kakak kesempatan. Dua tahun bukanlah waktu yang
singkat jika digunakan untuk menunggu seseorang yang kabar pun tidak pernah aku dengar.
Memang wajahmu selalu terbayang dan sedetikpun tidak pernah hilang dalam pandanganku.
Tapi aku sudah lelah dengan penantian itu." Ujarku.
Tangisanku tidak bisa terbendung lagi, aku menangis dan Kak Andrean juga menangis.
"Maafkan aku membuatmu menunggu sangat lama, mungkin aku yang terlalu egois. Tapi apa
kamu tidak terluka karena telah memilih seseorang yang tidak kamu cintai?" Tanyanya
"Tidak kak, justru aku sangat beruntung mendapatkan seseorang yang sangat mencintaiku
melebihi dirinya sendiri. Dan aku juga akan mencintainya.” Ujarku
"Aku akan mencoba merelakanmu." Jawabnya meneteskan air mata
Ditempat lain, keluargaku merasa khawatir karena aku terlalu lama, sehingga Kak Fahri
mencariku dan beruntung dapat menemukanku. Namun aku tidak melihat Kak Fahri datang,
tiba-tiba Kak Andrean memelukku. Aku mencoba melepaskan diri tapi usahaku sia-sia. Aku tahu
Kak Fahri sangat marah, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, maafkan aku kak. Hal itu dapat
ku rasakan karena Kak Fahri menarik tanganku dengan keras. Lalu Kak Fahri membawaku
pulang, karena seluruh keluarga telah menunggu di rumah. Di dalam mobil Kak Fahri tidak
bicara, dan mendiamkan aku. Aku tahu dia sangat terluka, kenapa Kak Andrean melakukan itu
dengan sengaja. Tak lama kami sampai di rumah dan acara lamaran dilanjutkan, setelah keluar
mobil aku langsung memeluk Kak Fahri untuk meredakan amarahnya meski sedikit. "Kakak
maaf!" Ujarku sambil memeluk dia. "Sudahlah, tidak enak membuat semuanya menunggu kita"
Ujarnya lalu membawaku masuk.
Acara lamaran dilanjutkan dengan suka cita oleh seluruh keluarga, meski aku dan Kak
Fahri merasa tidak nyaman. Kejadian tadi diluar dugaan, apa aku salah memilih Kak Fahri.
Tentu saja tidak, karena keputusan yang aku ambil  adalah yang terbaik untuk semuanya.
Keluarga kami tidak mengetahui permasalahan yang kami hadapi, sehingga yang terpancar dari
mereka adalah kebahagiaan. Aku sangat takut mengecewakan mereka.
Acara baru selesai menjelang magrib, keluarga Kak Fahri pamit sedang kami menginap
dirumah ayah yang di Bandung. Setelah selesai, aku ke kamar dan memikirkan peristiwa yang
terjadi hari ini. Ku pikirkan berulang kali namun jawabannya tetap sama, yakni kebimbangan
yang ku dapatkan. Aku tidak ingin orang lain terluka, meski membiarkan diriku sendiri terluka.
Semua tidak berubah bila aku memilih Kak Andrean, tetap saja ada yang terluka apapun
keputusanku. Ini yang terbaik untuk memilih Kak Fahri sampai akhir, meski mengorbankan
cintaku dan Kak Andrean. Sebagai manusia aku hanya bisa mengikuti arus kehidupan ini, aku
percaya jika memang berjodoh pasti kami akan bersatu suatu saat nanti.
Aku masih khawatir tentang Kak Fahri, ini membuatku tidak tenang. Aku menelpon Kak
Fahri, aku bertanya apakah dia masih marah padaku. Namun Kak Fahri berkata dia tidak
marah, karena itu bukan kesalahanku. Dia hanya benar-benar takut kehilanganku. Akhirnya
aku menjelaskan semuanya agar tidak ada kesalahpahaman lagi. Akhirnya Kak Fahri bisa
mengerti bahwa aku memilih dia.
Lalu, aku menutup telepon dan mencoba untuk memejamkan mata. Tak lama Kak Andrean
menelponku tapi aku mengabaikannya dan aku mematikan teleponku. Kemudian, aku
membersihkan make up dan mandi. Bunda memanggilku untuk makan malam, segera aku
menuju ruang makan. Kami makan bersama setelah cukup lama kami tidak makan bersama
seperti ini, karena kami tinggal terpisah. Bunda menghampiriku dan memintaku untuk segera
ikut makan malam, namun aku tidak berselera. Bunda tahu bahwa aku menyembunyikan
sesuatu dan memintaku untuk bercerita. Awalnya aku ragu namun akhirnya aku membagi
bebanku pada bunda. Setelah mendengar ceritaku bunda dan ayah menyerahkan semua
keputusan padaku. Mereka tidak mencegahku bila aku memilih Kak Andrean pada akhirnya.
Karena bagi mereka kebahagiannku adalah segalanya.

54
Indah Sari

Tetapi aku masih pada pendirianku bahwa aku memilih Kak Fahri, dan mereka menghargai
keputusanku. “Biarlah aku menjadi orang jahat bagi Kak Andrean, mungkin itu cara untuk
membuatnya melupakan aku." Ujarku menangis.
Ayah dan bunda memelukku dan memberikan rasa nyaman. Ini adalah tangisku untuk
yang terakhir karena aku ingin bahagia bersama seseorang yang mencintaiku, karena cinta tidak
egois. Biarkan aku menjadi orang yang paling terluka, yang terpenting mereka tidak terluka
seperti aku. Biarkan aku yang jahat kepada Kak Andrean, ini demi kebaikan semua orang.

***

55
Bagai Hujan di Musim Kemarau

SEBUAH RAHASIA
Mencoba memahami makna kehidupan, apalah arti memiliki jika sesungguhnya bukan
milik kita. Hidup  adalah ruang waktu yang akan berlalu, bagai roda yang terus berputar, hingga
akhirnya berhenti dalam sebuah tempat bernama kematian.
Pernikahan kami tinggal sebulan lagi,  segala keperluan sudah selesai satu demi satu, dan
undangan sudah mulai disebar. Hanya menunggu hari itu terlaksana, dimana aku akan menjadi
seorang istri. Prahara rumah tangga akan menjadi babak baru dalam kehidupanku bersama Kak
Fahri. Meski semua sudah tahu jika aku sesungguhnya mencintai Kak Andrean, namun rasa
sayang mereka kepadaku tidak berubah. Semua bisa menerima hadirku dengan kekurangan itu.
Mereka berkata jika cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu, yang terpenting adalah aku
bahagia bersama Kak Fahri dan sebaliknya. Hari ini aku ke rumah sakit, karena belakangan ini
aku merasa kurang sehat, aku sering merasa pusing yang teramat sangat dan juga sangat lemas.
Sebelumnya aku menganggap itu hal yang biasa, aku berpikir itu adalah gejala anemia yang
menyerang hingga aku hanya mengkonsumsi obat penambah darah saja. Namun, hari ini aku
memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tanpa memberitahu siapapun. Aku berkonsultasi
dengan dokter dan melakukan serangkaian tes untuk memastikan penyakit yang ku derita, lalu
dokter memberiku resep yang harus ku tebus. Hasil tesnya akan keluar besok, jadi aku pulang
setelahnya.
Karena kurang sehat aku tidak membawa mobil, dan memilih naik taksi saja. Aku berjalan
ke depan rumah sakit untuk mencari taksi meski pusing masih terasa. Karena terlalu pusing aku
memutuskan untuk istirahat sebentar di sebuah kafe di halaman rumah sakit dan memesan
minuman. Setelah merasa cukup baik aku kembali menunggu taksi, tiba-tiba pandanganku
mulai kabur dan kepalaku terasa berat, aku jatuh pingsan entah dimana. Aku mendengar sayup-
sayup suara orang-orang yang datang untuk melihatku, selepas itu aku tidak tahu apa yang
terjadi. Saat sadar, aku merasa ditempat asing yang belum pernah aku kunjungi. Di sebuah
kamar yang entah siapa pemiliknya.
“Kamu sudah sadar?” Tanya seseorang. Aku mengikuti arah datangnya suara itu dan ternyata
orang itu adalah Kak Andrean.
“Kenapa aku bisa disini? Tanyaku.
“Tadi kamu pingsan, dan orang yang menemukanmu menelponku. Jadi aku ke sana!” Jawabnya
Aku baru menyadari bahwa nomor Kak Andrean tersimpan di panggilan cepat nomor satu
di Hpku. Pantas saja yang dihubungi adalah Kak Andrean. Aku mengucapkan terima kasih, lalu
aku bangun dari tempat tidur dan mengambil tasku, dan hendak keluar dari kamar Kak
Andrean. Tapi langkahku terhenti karena Kak Andrean menahannya. Kak Andrean tidak
mengizinkan aku pergi, "Baiklah tapi setidaknya sampai keadaanmu membaik, jangan keras
kepala. Tidakkah kamu liat wajahmu yang masih pucat seperti itu. Aku akan mengantarmu
pulang kalau kamu sudah lebih baik." Ujarnya
"Aku bisa pulang sendiri kak, sudahlah jangan lagi kamu khawatirkan aku, aku akan meminta
Kak Fahri menjemputku." Ujarku.
Kak Andrean melepaskan tanganku, jadi aku cepat-cepat pergi dari rumah Kak Andrean
dan menelpon Kak Fahri untuk menjemputku. Maaf aku harus terlihat jahat didepanmu,

56
Indah Sari

bencilah aku, lupakan aku, ku mohon Kak Andrean. Kak Andrean mengejarku dan memelukku
dari belakang.
"Apapun yang kamu lakukan, aku tetap mencintaimu." Ujarnya
Aku menangis dan melepas pelukannya kemudian berlari menjauh, disaat yang tepat Kak
Fahri sudah datang. Aku melihat Kak Fahri dan pingsan di pelukannya. Lalu Kak Fahri
membawaku masuk ke mobil dan pulang. Setelah sadar aku sudah berada di kamarku dan ada
ayah dan bunda juga, ya mereka memang tetap tinggal di Bandung untuk mempersiapkan
pernikahan kami. Dan aku sudah tidak ngekos lagi melainkan tinggal di rumah milik adik ayah,
karena tanteku tinggal di Sydney bersama suaminya.
“Sayang, kamu kenapa?” Tanya Bunda
“Via nggak papa Bun.” Jawabku
“Ya udah, sini Bunda suapin. Makan dulu habis itu minum obat.” Ujar Bunda
Kak Fahri membantuku bangun dan disuapin bunda. Ayah dan Kak Fahri keluar kamar.
Setelah makan aku minum obat dan berbaring lagi, lemas masih menggelayut.
“Istirahatlah, Bunda keluar dulu. Kalau butuh sesuatu panggil bunda ya!” Ujar Bunda.
Aku mengangguk. Setelah bunda keluar, Kak Fahri masuk dan duduk ditepi ranjang. Dia
mengelus rambutku.
“Sayang, kamu sudah lebih baik?” Tanyanya
“Iya kak.” Jawabku
“Kenapa kamu sampai bisa pingsan tadi? Untung saja kakak sudah sampai, kalau tidak kakak
nggak tahu gimana jadinya!” Ujar Kak Fahri
“Aku hanya lelah kak. Terima kasih sudah datang menjemputku.” Ujarku
“Tentu saja kakak datang. Kamu adalah tanggung jawab kakak. Lain kali kalau mau pergi, bilang
kakak. Kakak nggak mau kejadian seperti ini terjadi lagi!” Ujarnya
“Baik kak, maaf membuat semuanya khawatir.” Ujarku
“Nggak papa. Ya sudah kamu tidur ya! Kakak akan pulang setelah kamu tidur.” Ujarnya
Aku mengangguk dan tidur, Kak Fahri mengusap rambutku dengan lembut dan
menyelimuti aku. Setelah aku tertidur pulas Kak Fahri pulang, berpamitan kepada ayah dan
bunda karena hari sudah menjelang malam. Beberapa kali bunda ke kamarku untuk melihat
keadaanku. Begitulah kasih sayang bunda kepadaku.
Keesokan harinya aku sudah sedikit lebih sehat dari kemarin. Hari ini aku ada janji
dengan dokter untuk mengambil hasil laboratorium. Namun, aku tidak memberitahu siapapun
tentang itu. Terdengar bunda memanggilku untuk sarapan. Segera aku menuju ke ruang makan
untuk sarapan bersama ayah dan bunda. Bunda membuatkan sarapan kesukaanku yakni nasi
goreng, mereka terlihat sangat senang karena aku tidak terlihat sakit lagi. Ditengah-tengah
suasana sarapan, Kak Fahri menelponku. Dia menanyakan keadaanku, dan mengingatkan
bahwa hari ini kita akan melakukan fitting baju. Untung saja Kak Fahri mengingatkan, karena
kau benar-benar lupa. Nanti sore Kak Fahri menjemputku, setelah itu aku menutup teleponnya.
Tiba-tiba ayah bertanya padaku apakah hari ini ada acara, jika ada ayah ingin mengantarku
namun aku menolaknya. Aku pikir aku bisa memakai motor saja dan tidak usah merepotkan
ayah. Sebenarnya siang ini aku ke rumah sakit untuk mengambil hasil laboratorium, namun aku
terpaksa berbohong kepada orang tuaku karena aku tidak mau mereka khawatir. Siangnya aku
pergi ke rumah sakit, aku bertemu dengan dokter Franz untuk mendapatkan penjelasan darinya.
Dokter Franz adalah dokter muda, dia sangat tampan dan tinggi, kira-kira usianya sama
denganku. Beruntung sekali perempuan yang bisa menikah dengan dia.
Dokter Franz menjelaskan hasil labnya dengan sangat jelas dan hati-hati, jujur saja aku
cemas.
"Dari hasil lab menunjukkan bahwa nona menderita jantung lemah atau kelainan jantung,
sehingga Anda tidak boleh lelah. Anda harus menjaga pola makan Anda, selain itu Anda tidak
boleh terlalu stress dan juga hindari asap rokok." Ujar dokter Franz
Aku terdiam
"Tapi ini bisa diobati dengan obat dan tentunya dengan gaya hidup sehat. Namun, hal ini juga
bisa menjadi sangat fatal jika jantung Nona semakin lemah. Dan itu bisa menyebabkan hal-hal
yang tidak terduga, seperti serangan jantung maupun gagal jantung." Ujarnya

57
Bagai Hujan di Musim Kemarau

"Jadi itu alasannya kenapa saya sering pingsan dan lemas ketika memikirkan sesuatu yang
berat?" Tanyaku
"Itu salah satu penyebabnya, jadi saya sarankan Nona jangan terlalu stress dan juga jangan
terlalu senang, karena hal itu dapat membahayakan Nona." Ujar dokter Franz
"Terima kasih dokter." Ujarku lemah
"Ini saya tuliskan resep nanti ditebus dan jangan sampai lupa diminum." Ujarnya
Setelah itu aku meminta Dokter Franz untuk merahasiakan hal ini dari siapapun, meski
awalnya dia menolak namun pada akhirnya dia mau menjaga rahasia ini. Konsultasi telah usai,
aku dan Dokter Franz akhinya memutuskan untuk berteman karena usia kami yang tidak
terpaut jauh. Sebagai syarat permintaanku tadi Franz meminta nomoh HPku untuk bisa
mengontrol kesehatanku. Aku menuliskan nomorku di HP Franz. Terima kasih telah
membantuku. Lalu aku pergi dari rumah sakit karena sebentar lagi Kak Fahri akan datang
kerumah.
Sore harinya Kak Fahri datang dan kami pergi ke butik untuk mencoba baju pre-wedding,
karena rencananya kami akan melakukan foto sebelum pernikahan. Tiga hari lagi karena
semakin dekat dengan hari pernikahan kami. Semakin sibuk dengan rutinitas sebelum
pernikahan, sibuk dengan urusan ini dan itu. Banyak hal yang harus dipersiapkan, termasuk
memilih souvernir untuk pernikahan. Meski sebagian besar semua persiapan pernikahan kami
diurus oleh keluarga namun untuk bagian detail kami juga turun tangan sendiri.
Setelah selesai memilih baju, Kak Fahri mengajakku ke suatu tempat dia memintaku
menutup mataku. Setibanya di sana Kak Fahri memintaku untuk membuka mata. Terlihat
sebuah bangunan minimalis namun terlihat mewah, dan aku bertanya-tanya.
“Gimana sayang? Apa kamu suka rumah ini?” Tanya Kak Fahri
“Rumah siapa ini kak?” Tanyaku heran
“Ini adalah rumah kita setelah menikah, bagaimana?” Ujarnya
Aku terkejut dan tiba-tiba saja dadaku terasa sesak, namun ku coba untuk terlihat baik-
baik saja.
“Bagus kak, benarkah kita akan tinggal di sini setelah menikah?” Tanyaku sambil menahan
sakit.
“Tentu saja.” Ujarnya sambil memelukku.
Mungkin benar aku tidak boleh terkejut, jujur saja aku terkejut karena aku berpikir
setelah menikah aku akan tinggal bersama ayah dan bunda untuk waktu yang cukup lama. Aku
belum siap berpisah dengan mereka dan ini membuatku terkejut, ditambah aku belum berpikir
akan benar-benar hidup bersama Kak Fahri seperti pasangan suami-istri pada umumnya. Aku
lemas dipelukan Kak Fahri dan menahan sakit di dadaku. Kak Fahri menyadari perubahan
ekspresiku. Dia bertanya apakah aku baik-baik saja. Dia terlihat cemas, dan memutuskan untuk
membawaku pulang agar aku bisa beristirahat. Untuk meredakan sakit aku tidur dalam
perjalanan pulang. Saat sampai di rumah aku masih tertidur, hingga Kak Fahri menggendongku
ke kamar. Bunda juga ikut bersama kami ke kamar, dan menyelimuti aku. Kak Fahri hendak
pulang, namun ayah mengajaknya bicara sebentar.
Diruang tamu, ayah berbicara serius dengan Kak Fahri. Ayah memintanya untuk selalu
menjaga dan mencintaiku, karena ayah sangat menyayangiku. Bagi Ayah aku adalah putri
kecilnya yang selalu dia sayangi melebihi apapun. Bagi orang tua, melepaskan anak semata
wayangnya untuk hidup bersama laki-laki yang mencintainya itu sangatlah sulit. Karena itulah
ayah meminta Kak Fahri untuk selalu menjagaku. Ayah juga menasihati Kak Fahri agar selalu
percaya padaku, dan sabar menghadapiku. Kak Fahri mengerti dan berjanji kepada ayah untuk
selalu menjaga dan mencintaiku. Setelah selesai berbincang-bincang ayah mengantarkan Kak
Fahri sampai depan rumah, dan Kak Fahri pulang.

***

58
Indah Sari

SEMAKIN DEKAT
Hari pernikahan kami semakin dekat, tinggal seminggu lagi. Aku semakin memantapkan
diri untuk menjadi nyonya Winata, yakni istri Kak Fahri. Meski sebenarnya aku masih belum
sepenuhnya mencintainya hingga detik ini, yang aku tahu dia mencintaiku. Mungkin rasa cinta
dihatiku akan tumbuh setelah aku menjadi istrinya, hingga detik ini aku tidak menyesal memilih
Kak Fahri menjadi calon suamiku dan bukan Kak Andrean. Mungkin hal ini akan berbeda cerita
jika dari awal Kak Andrean memperjuangkan cinta kami, maka aku akan menjadi istrinya dan
memilihnya hingga akhir. 
Semakin hari jantungku semakin lemah, dengan aktivitas yang ringan saja membuat aku
sesak nafas dan lemas. Namun belum ada yang tahu mengenai penyakit ini, dokter Franzlah
yang selalu mendampingiku untuk sembuh dia juga selalu memotivasiku. Meski terkadang dia
memintaku untuk berbicara kepada keluargaku mengenai penyakit ini. Namun aku tetap
menolak, aku tidak ingin membuat mereka khawatir. Aku selalu rutin minum obat yang di
berikan dokter, dan berusaha untuk hidup sehat. Seperti hari ini, aku jogging di sekitar
perumahan dan juga untuk menikmati udara segar di pagi hari. Tiba-tiba disaat aku tengah
jogging ada sebuah mobil yang berhenti didepanku hingga aku berhenti, terlihat seseorang keluar
dari mobil dan menghampiriku. Dia semakin dekat denganku dan sesampainya di hadapanku
ternyata orang itu adalah Kak Andrean.
“Vi, bisa ikut aku sebentar?” Tanyanya
“Maaf, tapi kita sudah tidak ada urusan lagi!” Jawabku sambil berjalan menjauh. Tiba-tiba Kak
Andrean memegang tanganku dan berkata,
“Sebentar saja, aku ingin membicarakan tentang kita!” Ujarnya
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi kak! Hubungan kita sudah berakhir disaat aku
melepaskan kakak untuk bertunangan dengan wanita lain.” Ujarku dengan mata berkaca-kaca.
“Tapi aku tidak akan melepaskanmu lagi! Aku tidak rela kamu menikah dengan Fahri, jadi kita
harus bicara sekarang!” Ujarnya dengan nada yang anak tinggi.
Dadaku mulai terasa sesak, seakan aku akan berhenti bernafas.
“Lupakan aku kak! Masih banyak wanita lain di luar sana yang akan mencintaimu!” Ujarku lirih
“Masuklah ke mobil.” Ujarnya
Aku menolak dan berusaha melepaskan genggaman Kak Andrean, tapi dia sangat kuat.
Disisi lain aku semakin kehabisan nafas dan menahan sakit yang teramat sangat. Namun, tidak
ku perlihatkan sakit itu. Kak Andrean menarikku untuk masuk ke mobil, saat sampai di pintu
mobil aku telah pingsan karena sudah tidak kuat menahan sakit.
"Vi kamu kenapa?" Tanya Kak Andrean panik sambil memegangiku.
Lalu Kak Andrean membawaku ke rumahnya dan memanggilkan dokter keluarganya. Aku
terbaring di kamar Kak Andrean, infus telah memasuki tubuhku. Entah sudah berapa lama aku
pingsan, karena saat aku membuka mataku hari sudah tampak gelap. Selain itu aku sadar
bahwa ini di rumah Kak Andrean, dan yang membuatku terkejut adalah pakaianku yang telah
berganti.
“Kamu sudah sadar Vi? Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah kita perlu ke rumah sakit?”
Tanya Kak Andrean

59
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Aku tidak apa-apa, tapi kenapa kakak membawaku ke sini? Bukannya membawaku pulang?”
Tanyaku
“Karena aku ingin bersamamu.” Ujarnya
“Apa maksud kakak? Dan kenapa bajuku? Apa kakak…” Ujarku terhenti
“Tentang bajumu, jangan salah paham. Tadi suster yang menggantinya.” Ujarnya
Aku lega dan mencari Hpku, namun aku tidak bisa menemukannya. “Jangan-jangan jatuh
disaat aku pingsan.” Pikirku. Aku ingin bangun dari tempat tidur dan pulang, tetapi tubuhku
masih sangat lemah. Aku khawatir orang tuaku akan sangat khawatir padaku, namun Kak
Andrean bilang bahwa dia sudah mengabari Intan. Aku mencoba bangun dari tempat tidur, dan
melepas infus tapi semua itu terhenti oleh Kak Andrean. Aku ingin pulang, itulah keinginanku.
Tapi Kak Andrean tidak mengizinkanku untuk pulang, aku menangis. Kondisiku masih sangat
lemah, dan semakin lemah karena terlalu banyak menangis.
Di sisi lain Kak Fahri sangat cemas padaku, meski dia sudah diberi tahu orang tuaku
bahwa aku bersama Intan. Karena pernikahan kami semakin dekat, mungkin inilah cobaan
sebelum pernikahan.
"Maafkan aku Kak Fahri karena aku tidak sanggup untuk melindungi kepercayaanmu. Maaf aku
tidak kuasa melawan Kak Andrean yang ku cintai. Jadi ku mohon jika kau tidak ingin
melepaskan aku datanglah kemari dan jemput aku." Harapanku dalam hati
Kak Andrean memperlakukan aku dengan baik, dan jujur saja hatiku goyah. Sejujurnya
cinta tidak pernah hilang untuknya, tapi aku harus tetap menjaga perasaan Kak Fahri. Karena
pernikahan kami tinggal menghitung hari dan tidak mungkin dibatalkan.  Dengan penuh
perhatian, Kak Andrean menyuapiku. Dia masih sama seperti dulu dia masih saja hangat dan
perhatian meski aku sudah jahat karena tidak memilih dia. Setelah makan aku minum obat dan
tidur, sebenarnya aku tidak benar-benar tidur, aku hanya mencari waktu yang tepat untuk
melarikan diri dari Kak Andrean, aku tidak ingin membuat Kak Fahri salah paham. Keputusan
yang ku buat tetap sama yakni memilih Kak Fahri sampai akhir, meski cintaku untuk Kak
Andrean. Di saat aku merasa situasi sudah aman aku membuka mataku dan mengamati situasi
sekitar, ternyata Kak Andrean tidur di sofa kamar. Aku berjalan perlahan menuju pintu kamar
untuk keluar. Ku buka perlahan agar tidak menimbulkan bunyi.  Akhirnya, aku bisa keluar dari
kamar Kak Andrean lalu aku berlari menuju pintu utama untuk keluar. Di saat ku buka
pintunya ternyata pintunya terkunci aku bingung mencari kuncinya, tiba-tiba ada suara yang
mengejutkan aku.
“Kamu mencari ini?” Ujarnya sambil menenteng kunci.
Aku berbalik dan menatap Kak Andrean, aku bingung. Kak Andrean mendekat kepadaku.
“Kamu pikir bisa melarikan diri Vi?” Ujarnya
“Ku mohon kak, biarkan aku pulang.” Ujarku memohon.
“Nggak akan, karena aku berencana untuk menggagalkan pernikahanmu dengan Fahri.” Ujarnya
“Kenapa kakak jahat sekali? Biarkan aku memilih jalan hidupku sendiri!” Ujarku
“Cepat masuk kamar!” Ujarnya sambil menarik tanganku.
Aku menolak dan berusaha melawan tapi sia-sia. Aku berakhir dengan terjebak berhari-
hari di rumah Kak Andrean ini, aku sudah kehabisan cara untuk bisa pergi.
Hari pernikahanku tinggal tiga hari lagi dan aku masih terjebak dalam genggaman Kak
Andrean. Bukannya Kak Fahri dan keluargaku tidak mencariku namun, mereka tidak bisa
menghubungi aku. Karena merasa bersalah, akhirnya dua sahabatku memberi tahu Kak Fahri
bahwa aku sedang bersama Kak Andrean. Tapi dua sahabatku juga tidak tahu kemana Kak
Andrean membawaku, lalu Kak Fahri segera ke rumah Kak Andrean karena dia merasa bahwa
aku di sana. Sesampainya di rumah Kak Andrean, Kak Fahri mengetuk pintu dengan sangat
keras.
"Ndre, keluar kamu. Jangan kamu tahan Via dia calon istriku!" Ujarnya
Cukup lama Kak Fahri berteriak tetapi Kak Andrean tidak peduli, dari kamar aku juga
mendengar suara Kak Fahri dan aku berlari ke depan pintu. Lalu Kak Andrean mengejarku dari
belakang. Aku berteriak dan meminta Kak Fahri untuk membawaku pulang, Kak Fahri sangat
khawatir. Pertengkaran antara Kak Fahri dan Kak Andrean tidak tertahankan, mereka saling

60
Indah Sari

teriak satu sama lain. Aku menangis dan dadaku terasa sesak, ditambah mendengarkan
pertengkaran mereka.
"Kak aku mohon cukup, relakan aku!" Ujarku lirih.
Kak Andrean tidak meresponku dan melanjutkan pertengkarannya dengan Kak Fahri. Aku
semakin tidak tahan dengan teriakan mereka, aku pingsan.
“Vi, kamu kenapa?” Tanya Kak Andrean sambil memegang kepalaku.
“Ndre Via kenapa? Cepat buka pintunya!” Ujar Kak Fahri
Lalu kak Andrean membuka pintu, mereka terlihat khawatir padaku. Kak Fahri
menggendongku dan membawaku ke mobil menuju rumah sakit. Kak Andrean juga ikut serta
menjagaku dibelakang, dan Kak Fahri menyetir. Sesampainya di rumah sakit aku dibawa ke
UGD, dan dokter Franz yang menanganiku, kemudian dokter Franz menemui Kak Fahri dan Kak
Andrean untuk membicarakan kondisiku, akhirnya mereka tahu jika aku sakit. Mereka tampak
menyalahkan diri mereka sendiri karena tidak tahu jika aku sakit, terutama Kak Fahri. Dia
merasa sangat bersalah karena selama ini aku bersamanya tapi Kak Fahri tidak tahu mengenai
hal penting seperti ini.
Setelah dari UGD aku dibawa ke ruang perawatan, dan tak lama orang tuaku dan orang
tua Kak Fahri datang ke rumah sakit. Mereka kaget mengetahui bahwa aku sedang sakit cukup
parah. Terutama bunda yang tidak berhenti menangis, dokter bilang keadaanku cukup
mengkhawatirkan karena sangat tertekan. Kak Fahri dan Kak Andrean tidak dapat berkata-kata
karena terlalu terkejut, setidaknya mereka tidak bertengkar. Dokter berpesan bahwa aku tidak
boleh terlalu banyak beban pikiran maupun tekanan karena itu bisa membahayakanku. Jika itu
terjadi maka kemungkinan terburuk adalah jantungku akan berhenti berdetak.
Saat sadar aku melihat banyak orang berada di sekelilingku, mereka tampak senang
karena aku sudah sadar.
“Anak nakal, kenapa kamu tidak cerita kepada kami bahwa kamu sakit?” Ujar Bunda menangis.
“Maafkan Via Bunda, Via nggak mau kalian khawatir.” Ujarku
“Sudahlah, yang terpenting kami sudah tahu. Pasti kamu sangat kesakitan sayang.” Ujar Bunda.
Bunda memelukku dengan erat. Kak Andrean tidak terlihat, mungkin saja sudah pergi
karena merasa asing ditengah keluarga kami. Melihat kondisiku Kak Fahri meminta agar
pernikahan kami diundur, namun aku tidak menyetujuinya. Aku takut jika ditunda maka akan
ada hal-hal yang tidak diinginkan. Para orang tua hanya menyetujui permintaanku, mereka
sangat menyayangiku, bahkan aku sudah dianggap seperti putri mereka sendiri. Mereka sangat
senang dengan keputusanku karena sebenarnya mereka sudah tidak sabar untuk memiliki cucu.
“Nggak sabar ingin punya cucu ya jeng?” Ujar Mama
“Iya jeng, terlebih Via adalah putri tunggal kami.” Ujar Bunda
Para ayah hanya tertawa, dan aku baru bisa keluar rumah sakit keesokan harinya dan
mulai menjalani proses pingitan. Alasanku untuk tidak menunda pernikahan ini adalah karena
aku tidak mau memberikan kesempatan Kak Andrean untuk membatalkannya.
Hakikat mencintai tidak harus memiliki, karena cinta yang suci tidak memiliki
keegoisan didalamnya. Cinta akan membiarkan orang yang dicintai bahagia meski tanpa
kehadiran dirinya. Begitulah cinta semestinya. Bukan cinta namanya jika kita memaksa
untuk memilikinya, dan itu hanyalah obsesi semata.

***

61
Bagai Hujan di Musim Kemarau

HARI PERNIKAHAN
Pulang ke rumah, ini adalah hal yang menggembirakan. Dua hari lagi aku akan menjadi
seorang istri, yakni sebagai nyonya Winata istri Kak Fahri. Segala persiapan pernikahan sudah
selesai, bahkan sudah ada acara pengajian di rumah sebelum pernikahan. Seperti adat Jawa
pada umumnya aku juga melakukan serangkaian ritual sebelum pernikahan seperti siraman,
sungkeman kepada orang tua dan lain-lain. Ya meski kami menikah di Bandung tapi kami
menggunakan adat Jawa, karena aku orang Jawa sedang Kak Fahri adalah orang Sunda tetapi
itu tidak jadi masalah. Acara akad nikah kami memang menggunakan adat Jawa tetapi untuk
resepsi kami memakai konsep modern dengan tema "Gold and Silver" tentunya bernuansa
modern. Karena akad sudah mengusung konsep tradisional jadi kami ingin resepsinya
bernuansa modern. Resepsi akan dilangsungkan setelah akad nikah karena kami tidak ingin
menundanya agar terselesaikan semua agenda dengan jangka waktu yang tidak lama, itu adalah
permintaan orang tua kami. Untuk rencana bulan madu jujur kami belum memikirkan hal itu.
Serangkaian ritual untuk hari ini telah selesai, dan aku sangat lelah dan beristirahat di
kamar. Sekarang aku sedang dipingit dan tidak diperbolehkan keluar rumah, sedangkan rumah
ini menjadi sangat ramai karena banyak sanak keluarga yang dari Jawa tengah maupun Jawa
timur berdatangan untuk menghadiri hajat pernikahan kami, sehingga rumah tante ini menjadi
penuh. Para sepupuku juga datang, mereka ikut bahagia untukku. Sepertinya waktu cepat
berlalu hingga tak terasa esok adalah hari pernikahan kami, pasti malam ini aku tidak bisa tidur
karena terlalu khawatir dan grogi.
Terdengar Bunda memanggilku untuk makan malam bersama, segera aku turun untuk
makan malam bersama keluarga besarku, aku duduk di sebelah Bunda.
“Sayang, makan yang banyak ya! Lalu jangan lupa minum obat!” Ujar Bunda
“Iya Bun” Jawabku sambil tersenyum
“Gimana perasaan kamu Vi? Besok kan kamu akan menikah?” TanyaTtante Siska
“Pasti deg-degan deh!” Sahut Lydia
Aku hanya tersenyum, dan semua keluarga juga ikut tersenyum.
“Pasti nanti malam Via nggak bisa tidur karena terlalu deg-degan. Dulu Tante juga gitu Vi.” Ujar
Tante Lisa
“Memang seperti itu rasanya, tapi jika sudah ijab qobul rasa itu akan berubah menjadi perasaan
lega yang membahagiakan.” Ujar Ayah
Aku memang tidak banyak bicara dan hanya mendengarkan perkataan mereka, jujur
perasaan yang ku rasakan antara bahagia dan juga takut. Aku takut jika aku akan menjadi istri
yang tidak sempurna untuk Kak Fahri karena aku belum sepenuhnya mencintainya. Ketakutan
terbesarku adalah aku tidak bisa menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri. Aku tersadar
dari lamunanku ketika Bunda mengingatkan akau untuk segera tidur, karena besok pagi-pagi
buta aku harus sudah bangun. Seusainya makan malam aku pamitan untuk ke kamar, jujur
banyak hal yang kupikirkan sebelum pernikahan besok. Ketakutan-ketakutan yang ku pikirkan
membuatku meneteskan air mata, siapkah aku menjadi istri Kak Fahri. Mampukah aku
mempercayakan hidupku kepada Kak Fahri. Aku masih dilanda kerisauan. Mungkin bunda
menyadari itu, bunda menemaniku tidur malam ini, karena setelah ini aku akan menjadi seorang
istri bukan hanya seorang anak.

62
Indah Sari

"Semoga kamu bahagia anakku sayang, bunda akan sangat kehilangan kamu. Karena pasti
kamu akan tinggal bersama suamimu." Ujar bunda sambil memelukku.
"Via juga sayang sama Bunda dan ayah, Via juga pasti akan kehilangan dan merindukan kalian."
Ujarku menangis
"Patuhilah suamimu, jadilah istri yang baik, layani dan rawat suamimu dengan sepenuh hati.
Selalu bersama dalam keadaan suka maupun duka." Nasihat bunda.
"Baik Bun, Via akan selalu ingat nasihat bunda." Ujarku
Lalu aku tertidur di pelukan bunda, sungguh aku nyaman sekali didalam dekapan
bundaku dan rasanya aku tidak ingin melepaskannya. Pukul setengah empat aku sudah bangun
dan mandi selepas itu perias datang dan mulai mendandaniku, aku cukup lelah karena
dandannya sangat lama. Setelah selesai didandani aku berganti pakaian untuk akad, aku
menggunakan kebaya berwarna putih dengan hiasan payet yang terlihat sangat cantik. Pukul
enam aku sudah siap dan dilanjutkan prosesi sungkeman kepada ayah dan bunda, di prosesi itu
air mata tidak bisa dibendung. Mereka sangat berat melepaskan putri satu-satunya untuk hidup
berumah tangga, begitu pula dengan aku yang masih ingin menjadi putri mereka seutuhnya.
Setelah acara tersebut selesai bunda menyuapiku sarapan dan memberikan obat kepadaku,
bunda sangat sayang padaku. Pukul setengah tujuh pagi acara akad nikah dimulai dan pukul
tujuh keluarga Kak Fahri sudah datang. Penghulu dan saksi-saksi pun sudah datang, persiapan
akad sudah disiapkan dan Kak Fahri sudah duduk di depan penghulu. Aku masih dikamar
ditemani sepupu-sepupuku, aku sangat grogi dan cemas. Tepat pukul setengah delapan acara
akad dimulai, semakin aku deg-degan hingga aku mendengar.
"Saya terima nikahnya Silvia Karina Putri binti Rendra Pranoto dengan mas kawin tersebut
tunai"
Setelah mendengar itu, aku juga mendengar perkataan para saksi berkata sah. Namun
setelah itu aku mendengar suara yang tidak asing, dia berkata "tidak sah" yaitu Kak Andrean. Itu
semakin membuatku ingin keluar dari kamar, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Vi jangan keluar!” Ujar Reyhan menahanku.
“Rey kumohon, aku takut terjadi sesuatu. Aku harus keluar untuk mencegahnya!” Ujarku
“Baiklah, tapi aku akan ikut!” Ujarnya
Aku berlari ke tempat akad, dan melihat Kak Andrean menangis. Aku menghampiri dia dan
memeluknya, aku juga menangis. Semua orang mengarahkan pandangannya kepadaku dan Kak
Andrean. Aku memintanya untuk merelakan aku, sungguh sulit meyakinkannya. Namun, aku
tidak berhenti untuk meyakinnya, bahwa dia akan mendapatkan gadis yang lebih baik daripada
aku. Dan tentu saja dia akan mendapatkan cinta yang lain. Setelah bersusah payah akhirnya
Kak Andrean melepaskan aku dan meminta Kak Fahri untuk selalu menjagaku. Namun, aku
tetap menangis, lalu Kak Andrean pergi dengan langkah tanpa semangat, maafkan aku karena
tidak memilihmu meski hati menginginkan kamu kak. Kak Fahri sangat khawatir melihatku, dia
mengusap air mataku dan mencium keningku dengan lembut. Acara dilanjutkan sesuai rencana
meski aku masih memikirkan Kak Andrean, tapi aku harus kuat dengan keputusan yang aku
ambil. Setelah akad nikah kami melanjutkan ke resepsi di gedung yang sudah direncanakan,
semuanya telah siap karena kami di bantu WO. Kami bersiap-siap menuju lokasi resepsi, seluruh
keluarga besar dari kedua belah pihak bersiap. Kami berangkat dengan mobil masing-masing.
Sesampainya di lokasi aku dan Kak Fahri menuju ruang ganti untuk berganti busana dan make
up, tak lama setelah itu sudah terdengar suara tamu sudah berdatangan. Keluarga kami juga
bersiap untuk menyambut tamu, suasana semakin ramai terlihat teman-teman kami satu
persatu berdatangan.
Kak Fahri masih mengkhawatirkan aku karena kau masih terlihat murung. Bahkan Kak
Fahri sempat berpikir bahwa aku menyesal menikahinya. Namun aku segera meyakinkan
padanya bahwa aku tidak menyesal, dan aku merasa bahagia karena telah menikah dengannya.
Setelah selesai bersiap-siap kami keluar untuk menyalami para tamu undangan. Kak Fahri
menggandeng tanganku, kami bak raja dan ratu dalam sehari. Kami menuju tempat
persinggahan yang tampak megah, semua tamu memberi tepuk tangan untuk kami dan acara
pun dimulai. Pembawa acara membuka acara, dan serentetan acara dimulai. Kami cukup lama
berdiri dari siang hingga sore ini, banyak tamu yang harus kami salami jujur aku sudah lelah.

63
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Banyak kolega bisnis Kak Fahri, teman dan keluarga yang datang, hanya Kak Andrean yang
tidak menampakkan wajahnya. Sejujurnya aku sangat berharap dia datang dan bisa memberiku
selamat sekali lagi.
Kak Fahri meninggalkan aku sejenak untuk mengambilkan makanan. Tak lama Kak Fahri
telah kembali, dia duduk di sampingku dan menyuapiku dengan telaten. Selesai makan Kak
Fahri memberiku beberapa butir obat dan aku meminumnya. Setelah beberapa waktu tamu-
tamu juga berdatangan lagi sehingga memaksa kami berdiri untuk menyalami mereka. Aku dan
Kak Fahri sudah berganti pakaian dua kali semenjak siang sampai sore ini, dan akan berganti
pakaian satu kali lagi untuk  malam harinya. Akhirnya selesai juga acara hari ini, hari ini
sungguh hari yang melelahkan. Setelah resepsi selesai semua kembali ke rumah, dan aku pulang
ke rumah Kak Fahri karena sekarang aku adalah istrinya.
Sedih sudah pasti, namun kesedihan itu itu boleh berlarut-larut bukan? Karena ini
sudah menjadi pilihanku!

***

64
Indah Sari

TELAH BERUBAH
Malam setelah resepsi aku ikut pulang bersama Kak Fahri, karena sekarang aku adalah
istrinya. Orangtuaku kembali ke rumah tante dan orang tua Kak Fahri pulang ke rumahnya.
Kami pulang ke rumah Kak Fahri yang memang dibeli khusus untuk kami tinggali berdua.
Rumah itu bisa dikatakan sebagai rumah idaman kami berdua dan dirumah inilah kehidupan
baru kami akan terukir. Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar dan
membersihkan make up.
"Sayang, kamu sangat lelah ya hari ini?" Tanya Kak Fahri
"Iya kak, aku lelah banget." Jawabku sambil membersihkan make up.
"Vi kakak mandi dulu ya!" Ujarnya
Aku mengangguk. Aku tahu, butuh waktu lagi untuk benar-benar menerima Kak Fahri
sebagai suamiku dan mencintainya dengan segenap jiwa dan ragaku. Aku terdiam memikirkan
hal itu.
"Vi, kamu kenapa?" Tanya Kak Fahri sambil memegang bahuku. Aku terkejut dan menjatuhkan 
vas bunga di meja rias. Aku hanya diam karena masih terkejut, lalu Kak Fahri berlutut
dihadapanku dan memegang tanganku.
“Sayang, apa aku membuatmu terkejut?” Tanyanya
"Maaf Kak, aku terkejut dan vasnya jadi pecah. Biar aku bereskan." Ujarku
"Nggak usah, biar aku saja nanti tanganmu terluka." Ujar Kak Fahri
Aku langsung membereskan pecahan vas tanpa menghiraukan perkataan Kak Fahri.
"Sudah kubilang jangan, biar kakak saja." Ujarnya
"Nggak papa kak, aww.." Ujarku karena terkena pecahan vas bunga.
"Tuh kan sayang, kamu bandel banget. Bisa tidak kamu menuruti perkataan kakak?" Ujar Kak
Fahri.
Kak Fahri memegang tanganku, dan meniupnya. Aku hanya melihat perlakuan Kak Fahri
dan diam. Aku sadar bahwa suamiku sangat peduli dan mencintaiku.
"Tunggu disini, kakak ambilkan plester dulu!" Ujarnya berlalu.
Kak Fahri kembali dan mengobati lukaku. Aku menangis karena tersentuh dengan
perlakuan Kak Fahri.
"Sayang kenapa kamu menangis? Maaf kalau kamu terkejut gara-gara kakak!" Ujarnya
Aku semakin menangis, lalu Kak Fahri memelukku.
“Maafkan kakak sayang, maaf kakak tidak bermaksud... Ujarnya
Ucapannya terhenti karena aku menghentikannya.
"Ini bukan karena kakak, tapi karena aku sangat bahagia bisa menjadi jadi istri kakak." Ujarku
"Benarkah sayang? Apa aku tidak salah dengar?" Tanyanya
Aku tersenyum
"Lalu kenapa kamu menangis?" Tanyanya
"Karena aku sangat bahagia." Jawabku
Sejujurnya aku sedang berusaha menjadi istri yang baik untuk Kak Fahri dan berusaha
mencintainya sepenuh hati.
"Aku mencintaimu sayang." Ujarnya
"Aku juga mencintaimu kak." Jawabku

65
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Kemudian Kak Fahri meninggalkan aku menuju kamar mandi. Sambil menunggu Kak
Fahri aku berganti pakaian dengan handuk mandi dan merebahkan diri di tempat tidur. Karena
aku sangat lelah seharian ini, kepalaku juga sangat pusing sehingga aku mencoba memejamkan
mataku. Setelah beberapa waktu kak Fahri telah selesai mandi, namun aku tertidur. Lalu Kak
Fahri memegang pipiku, sontak aku terbangun. Aku bangun dari tempat tidur dan menuju
kamar mandi.
Aku mandi dengan air hangat, dan merendam diri di bath up, cukup lama memang karena
aku sambil merenung. Tiba-tiba Kak Fahri mengetuk pintu kamar mandi dan berteriak
memanggilku dengan panik. Ternyata aku sudah lama sekali berendam. kemudian aku berganti
pakaian dan keluar. Aku langsung merebahkan diri di samping Kak Fahri dan mencoba tidur.
Perasaan canggung tentu saja ada, bagaimana tidak ini adalah pertama kalinya aku tinggal
bersama suamiku. Tidur seranjang, tentu saja itu adalah hal baru bagi kami, rasanya sangat
canggung. Namun, bagaimana lagi kami memang sepasang suami istri. Malam ini aku
sebenarnya takut, takut jika Kak Fahri meminta haknya sebagai suami. Tetapi untung saja Kak
Fahri tidak melakukannya, dia hanya tidur di sampingku dan memelukku. "Selamat tidur
sayang." Ujar Kak Fahri lalu mengecup keningku, setelah itu aku tertidur. Aku percaya bahwa
cinta akan tumbuh seiring dengan kebersamaan yang kita habiskan. Mungkin hari ini aku belum
sepenuh hati mencintainya tapi siapa yang tahu jika besok aku sudah bisa mencintainya dengan
sepenuh hatiku.
Di pagi hari aku terbangun karena mendengar suara handphoneku berbunyi, segera ku
angkat tanpa melihat siapa yang menelponku.
“Iya halo.” Tanyaku
“Halo Vi, ini aku Andrean.” Jawabnya
Sontak aku melihat keadaan sekitar, karena aku tidak ingin Kak Fahri tahu.
"Kenapa kakak menelpon pagi-pagi seperti ini? Kalau tidak penting aku tutup." Jawabku
"Tunggu Vi, sebentar saja. Tolong dengarkan aku!" Ujarnya
"Ada apa kak?" Tanyaku
"Baiklah, aku hanya ingin bertemu dengan kamu sebelum aku pergi ke Amerika seminggu lagi."
Ujarnya
"Tapi kak, aku nggak bisa. Sekarang aku sudah tidak bisa bebas, aku harus minta izin Kak
Fahri." Ujarku
"Kumohon, anggap ini sebagai salam perpisahan untukku." Ujarnya
"Baiklah, akan ku usahakan." Jawabku
"Terima kasih Vi." Ujarnya
Lalu aku mematikan teleponnya. Aku menjadi bingung, dengan kondisi ini. Lalu aku
bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk Kak Fahri. Ternyata Kak Fahri sedang di
dapur dan memasak sarapan untuk kami. "Sayang kamu sudah bangun?" Ujarnya
"Iya kak, tapi kenapa kakak memasak? Itu kan tugasku, sini biar aku saja." Jawabku sambil
mengambil alih.
"Nggak papa, ini sudah mau selesai. Sekarang kamu duduk saja disana." Ujarnya
"Baiklah." Jawabku sambil menuju ke meja makan.
Lalu Kak Fahri membawakan nasi goreng dan jus mangga untukku, kami sarapan
bersama.
"Sayang, kamu mau kita bulan madu kemana?" Tanya Kak Fahri
"Kalau ke Lombok gimana kak? Memangnya kakak ingin cepat-cepat bulan madu?" Tanyaku
polos
"Boleh saja ke Lombok, tapi apa kamu nggak ingin ke luar negeri? Jujur saja kakak ingin segera
memiliki momongan!" Ujar Kak Fahri
Aku tersedak mendengar perkataan Kak Fahri itu.
"Sayang, kamu tidak apa-apa?" Ujar Kak Fahri sambil memberikan segelas air, kemudian aku
meminumnya.
"Nggak papa kak." Jawabku

66
Indah Sari

Kami melanjutkan sarapan hingga selesai, aku membereskan piring menaruhnya ke tempat
cucian piring. Tiba-tiba Kak Fahri dibelakangku. Saat aku membalikan badan, wajah kami
bertemu, aku yang terkejut hampir jatuh ke belakang beruntung Kak Fahri menangkapku.
“Makasih kak” Ujarku
Dia hanya tersenyum. Dia mengingatkan bahwa hari ini dia akan mengajakku jalan-jalan-
jalan. Setelah itu kami bersiap-siap dan pergi setelahnya. Kami pergi mengunjungi sebuah
restoran alam yang berada di Bandung, di sana Kak Fahri memberiku kejutan. Dua sahabatku
mereka juga datang bersama tunangan mereka. Aku sangat senang karena sudah cukup lama
kami tidak bisa ngobrol panjang. Rupanya Intan akan segera menyusul untuk menikah. Canda
tawa terselip dalam setiap perbincangan. Rencananya aku dan Kak Fahri akan bulan madu
minggu depan. Rencana bulan madu kami telah dipersiapkan dengan  matang, kami akhirnya
memilih Korea Selatan sebagai negara tujuan bulan madu kami. Alasannya sederhana karena
aku suka dengan Korea, dan suamiku pun tidak keberatan, yang terpenting baginya adalah aku
bahagia begitulah suamiku. Kami ingin mendatangi beberapa tempat yang sering digunakan
untuk shooting drama Korea, salah satunya yakni istana kerajaan Joseon. Aku ingin
menikmatinya sebagai sebuah kenikmatan dalam hidupku. Bahkan aku juga berharap bisa
tinggal di Korea Selatan lebih lama.
Kehidupan rumah tangga kami berjalan harmonis karena aku sudah bisa menerima Kak
Fahri sebagai suamiku, dan aku menjalankan peranku sebagai seorang istri. Di hari itu selepas
bertemu dengan kedua sahabatku aku mendapat telepon mungkin yang terakhir dari Kak
Andrean. Dia ingin bertemu dengan aku sebelum dia berangkat ke Amerika Serikat. Tetapi aku
tidak mau bertemu dengan dia lagi, bagiku bertemu dengan Kak Andrean akan membuka
lembaran lama kisahku bersamanya. Aku tidak mau, karena aku sudah bahagia sekarang ini.
"Jika kamu masih mencintaiku datanglah, aku akan menerimamu seutuhnya Via." Ujar Kak
Andrean di seberang telepon.
"Kakak berkata apa? Maaf aku tidak bisa bertemu dengan kakak lagi. Ku mohon kakak jangan
menghubungi aku lagi  dan berbahagialah!" Ujarku lalu menutup telepon. Aku rasa ini yang
terbaik.
"Sayang, ayo kita kerumah Bunda. Tadi Bunda minta kita kesana!" Ujar Kak Fahri
"Iya kak sebentar, aku ganti baju dulu." Jawabku
Lalu kami pergi ke rumah bunda, ternyata disana juga ada papa dan mama. Mereka
berkumpul dan sepertinya ingin membahas sesuatu yang penting.
"Nak, ke sinilah duduk!" Ujar ayah lalu kami duduk.
"Ada apa kok pada kumpul semua disini?" Tanya Kak Fahri
"Begini nak langsung saja, kami semua ingin segera memiliki cucu terutama bunda, karena Via
adalah anak tunggal jadi kami ingin segera menimang cucu." Ujar bunda
Kami terkejut.
"Iya sayang mama dan papa juga sudah ingin menimang cucu." Ujar Mama
"Kami mengerti, dan kami akan berusaha untuk segera memberikan cucu." Ujar Kak Fahri,
sedang aku hanya mengangguk.
"Baiklah, jadi sebelum kalian bulan madu sebaiknya kalian ke dokter dulu untuk konsultasi. Ini
masih ada dua hari sebelum bulan madu." Ujar Mama
"Baik Ma, setelah ini kami akan ke dokter." Ujarku ragu.
Mereka tersenyum kepada kami, jujur aku terkejut karena terlalu cepat untukku tapi
bagaimana lagi. Setelah dari rumah bunda kami mampir ke rumah sakit untuk konsultasi, lalu
kami pulang setelahnya. Saat perjalanan pulang tiba-tiba saja dadaku terasa sesak, dan aku
merasa lemas. Melihatku kesakitan Kak Fahri hendak membawaku kembali ke rumah sakit,
namun aku menolaknya. Tidak ada pilihan lain, Kak Fahri menurutiku. Tak lama kami sampai di
rumah, Kak Fahri membukakan sabuk pengamanku dan membuka pintu mobil lalu
menggendongku masuk ke kamar, kemudian menurunkanku di tempat tidur.
"Tunggu sebentar kakak ambilkan obat!" Ujarnya
Kak Fahri kembali dengan membawakan obat dan segelas air. Kak Fahri membantuku
bangun dan memberikan beberapa butir obat.
"Minumlah!" Ujarnya

67
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Aku meminum obat dan direbahkan lagi oleh Kak Fahri. Kak Fahri menyelimutiku, dan
terlihat sangat khawatir karena  ini pertama kalinya aku kambuh setelah menikah.
"Tidurlah sayangku, kakak ada di sampingmu." Ujarnya
Aku tidur, aku tidak tahu mengapa tiba-tiba seperti ini. Padahal aku selalu meminum obat,
dan seharusnya itu bisa membuatku sembuh kan.
Hari menjelang sore dan aku terbangun dari tidurku. Aku tidak melihat Kak Fahri di
kamar, tetapi terdengar suara dari dapur, apa Kak Fahri sedang memasak. Lalu aku bangun dan
berjalan menuju arah dapur, tetapi di dapur tidak terlihat Kak Fahri. Lalu dimana suamiku, aku
memeriksa masakan di dapur dan tiba-tiba seseorang  memelukku dari belakang dan aku cukup
kaget.
"Sedang apa kamu disini sayang?" Tanyanya
Suara itu terdengar sangat tidak asing, tetapi itu bukan suara suamiku. Lalu aku
melepaskan pelukannya dan melihat siapa dia. Ternyata benar dia adalah Kak Andrean, tapi
mengapa bisa dia di rumahku, dan dimana suamiku berada sekarang ini.
"Sedang apa kakak dirumah kami?" Tanyaku
"Tentu saja karena aku merindukanmu." Ujarnya tanpa beban.
"Apa kakak sudah gila? Aku sudah menikah, sebaiknya kakak pergi dari sini sebelum suamiku
datang!" Ujarku
"Tenang saja, Fahri sedang pergi untuk membeli sesuatu dan dia tahu aku disini, dia sudah
mengizinkan" Ujarnya
"Jadi suamiku tahu kakak ada disini?" Tanyaku
"Tentu saja, dia sahabatku. " Ujarnya
“Bagaimana bisa dia membiarkan Kak Andrean disini bersamaku?” Tanyaku dalam hati.
Lalu aku hendak menelpon Kak Fahri, untuk memastikan perkataan Kak Andrean. Namun
aku terhenti karena HP ku diambil oleh Kak Andrean. Kak Andrean menghalangiku, dia tidak
mengizinkan aku menelpon Kak Fahri. Hal itu membuatku semakin curiga, sebenarnya apa yang
direncanakan oleh Kak Andrean. Jujur saja aku sangat takut, karena Kak Andrean sekarang
sedikit berubah. Dia menjadi orang suka memaksa dan terkadang berlaku kasar. Aku berusaha
menyingkirkan pikiran-pikiran buruk tentang Kak Andrean.
“Kenapa kamu selalu menghindari aku Vi?” Tanyanya
“Bukankan sudah ku bilang, bahwa kita sudah tidak ada hubungan lagi. Jadi ku mohon jangan
ganggu hidupku lagi kak!” Jawabku
“Aku hanya ingin bertemu denganmu. Itu saja Vi!” Ujarnya
“Tapi kak, aku takut jika kita masih sering bertemu itu akan melukai Kak Fahri!” Ujarku
Perdebatanku dengan Kak Andrean masih berlanjut, aku semakin tertekan dan takut. Kak
Andrean bahkan berteriak padaku, aku hanya bisa menangis. Aku mencoba untuk memberi
pengertian kepada Kak Andrean bahwa aku telah menjadi istri Kak Fahri. Jadi aku memintanya
untuk merelakan aku. Semakin lama percakapan kami membuatku semakin tidak bisa bernafas,
rasanya dadaku sangat sesak. Aku benar-benar tidak bisa bernafas. Untung saja aku mendengar
Kak Fahri datang menghampiri kami. Pada saat Kak Fahri datang, Kak Andrean sedang
memelukku karena khawatir. Melihat itu Kak Fahri mengambil alih, sekarang dia yang
memelukku. Tak lama aku sudah jatuh pingsan, mereka sangat terkejut. Kak Fahri membawaku
ke kamar dan segera menelpon dokter Franz untuk segera datang. Kak Fahri sangat khawatir,
begitu juga Kak Andrean. Dia merasa bersalah telah membuatku seperti ini, andai dia dapat
menahan emosinya. Pikiran-pikiran itu berkecamuk dalam hatinya.
Tak lama dokter telah sampai, dia memeriksaku dan memasangkan infus serta oksigen.
Dokter Franz berkata, bahwa kondisiku tiba-tiba melemah, dan menyarankan agar aku di rawat
di rumah sakit. Setelah memeriksaku dokter pun pamit. Sepeninggalan dokter Franz, Kak Fahri
dan Kak Andrean meninggalkan kamar dan menuju ruang tamu. Mereka sedang berbicara empat
mata mengenai aku. Kak Fahri mencoba memahami perasaan Kak Andrean, namun Kak Fahri
lebih memilih memikirkan kondisiku. Kak Fahri meminta kepada Kak Andrean untuk tidak
menemuiku lagi, karena jika berada di dekat Kak Andrean aku selalu merasa tertekan dan
berakhir seperti hari ini. Kak Andrean akhirnya menuruti permintaan Kak Fahri demi
kebaikanku.

68
Indah Sari

Akhirnya aku sadar, aku melihat suamiku tidak terlihat baik. Raut wajahnya muram
seperti sedang memikirkan sesuatu yang rumit.
“Kamu sudah sadar sayang?” Tanyanya
Aku mengangguk. Kak Fahri menggenggam tanganku erat dan mengelus rambutku. Dia
terlihat sangat sedih.
“Kakak kenapa?” Tanyaku
“Kakak tidak apa-apa sayang, kakak hanya khawatir padamu.” Ujarnya
Aku tahu dia sangat mencintaiku, rasanya hatiku juga sedih melihatnya sedih seperti itu
karena aku. Aku belum bisa membahagikannya, hanya luka yang selalu aku berikan padanya.
Aku menangis mengingat hal itu. “Apakah ada hal yang dirahasiakan dariku?” Pikirku dalam
hati.
Orang tua kami juga datang ke rumah kami, setelah mendapat kabar bahwa aku sakit.
Mereka sangat khawatir, dan memintaku untuk beristirahat. Aku pun tertidur karena pengaruh
obat. Di luar kamar, Kak Fahri menyampaikan kepada orang tua kami tentang hal yang
disampaikan oleh dokter Franz. Hal itu membuat orang tua kami terkejut, yakni kondisiku
memburuk dan aku membutuhkan transpalasi jantung. Karena jantungku sekarang semakin
lemah, dan itu memungkinkan terjadinya serangan jantung ataupun gagal jantung. Namun
mereka menyembunyikan fakta tersebut dariku, dan seolah semua baik-baik saja di depanku.
Dokter berkata kemungkinan terlama jantungku dapat bertahan hanya satu tahun, jadi aku
harus segera mendapatkan transpalasi jantung. Orang tua kami merasa sangat terpukul dan
sedih, namun mereka tidak menampakkan kesedihan dan kekhawatirannya di depanku. Selain
itu mereka juga berusaha untuk mencarikan donor yang sesuai untukku.
Karena kejadian itu acara bulan madu kami tertunda, dan baru berangkat seminggu
setelahnya. Aku terlihat seperti biasa karena aku tidak tahu apa-apa. Seminggu kemudian kami
berangkat ke Korea Selatan, dan menikmati bulan madu kami. Di sana kami benar-benar
menikmati waktu berdua, dan ingin mewujudkan keinginan orang tua kami. Ternyata
mencintaimu itu mudah jika hati ini sudah ikhlas menerimanya, aku mencintaimu Kak Fahri. Itu
yang aku rasakan saat ini, perlahan aku benar-benar mencintainya. Ataukah memang sejak awal
aku sudah mencintainya, aku tak tahu.
Di Korea Selatan kami menyusuri setiap sudut kota Seoul, kebetulan disana sedang musim
semi sehingga banyak bunga sakura yang bermekaran. Sangat indah, pemandangan yang tidak
pernah aku lihat di Indonesia. Kami mengunjungi Namsan Tower dan menggantung gembok di
sana dan membuang kuncinya. Banyak orang percaya bahwa itu merupakan simbol ikatan
selamanya. Dan karena banyak orang percaya jika kita melakukan itu maka cinta kita akan
menjadi cinta sejati. Hal itu sering aku lihat di drama-drama Korea yang sering aku tonton, dan
tidak menyangka bahwa aku juga bisa sampai di sini.
“Aku sangat bahagia.” Ujarku
“Aku juga sayang.” Jawab Kak Fahri
Perjalanan hari ini kami tutup dengan mengunjungi Namsan Tower. Suasana di sana
sangatlah romantis, banyak pasangan kekasih yang memenuhi lokasi ini. Salah satunya adalah
kami, malam semakin dingin meski ini musim semi. Kak Fahri mengeratkan syal yang aku pakai
dan membenarkan jaket yang ku pakai. Dari Namsan Tower ini kami dapat menyaksikan
keindahan kota Seoul di malam hari. Lampu-lampu menghiasai malam, dan kami dapat melihat
seluruh kota Seoul dari sini. Ini adalah pengalaman yang tidak akan kami lupakan. Setelah puas,
kami kembali ke hotel untuk beristirahat dan melanjutkannya besok pagi.
Keesokan harinya kami berwisata kuliner, kami mencoba makanan-makanan khas yang
ada di sana. Mulai dari makanan ditenta-tenda pinggiran jalan hingga restoran yang elit. Dari
semua yang aku coba aku menyukai toppoki dan daging panggang, rasanya sungguh nikmat.
Kak Fahri dengan senang hati menemaniku jalan-jalan, dia tidak keberatan sama sekali. Baginya
yang terpenting aku merasa senang. Setelah seharian keliling aku merasa sangat lelah.
“Naiklah!” Ujar Kak Fahri sambil jongkok dihadapanku.
“Ah tidak kak, aku ini berat!” Ujarku
“Tidak apa-apa, naiklah kamu pasti lelah!” Ujarnya
“Tapi kakak juga lelah!” Ujarku

69
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Tidak! Kakak tidak lelah. Cepatlah naik, kakak hanya tidak ingin kamu terlalu lelah sayang!”
Ujarnya meyakinkanku.
Akhirnya ku pun menuruti Kak Fahri dan naik ke punggungnya. Kami berbincang-bincang
untuk memecah kesunyian. Tanpa sadar aku tertidur, Kak Fahri tersenyum mengetahui kalau
aku tertidur. Tak lama kami sampai di hotel, Kak Fahri merebahkan aku pelan-pelan kemudian
menyelimutiku. Dia memandang wajahku dengan sangat dekat.
”Kamu itu lucu sekali, tingkahmu seperti anak kecil. Tapi itu yang membuatku selalu ingin
menjaga dan mencintaimu!” Ujar Kak Fahri lirih.
Dia mengecup keningku, lalu tidur di sampingku. Aku sangat beruntung bukan memiliki
suami yang sangat-sangat mencintaiku. Ya, aku adalah wanita beruntung yang memilikinya.
Hubungan kami semakin baik karena sekarang sudah ada cinta di hatiku, dan semoga selalu
seperti ini harapku.
“Selamat pagi sayang!” Ujar Kak Fahri
“Pagi kak.” Jawabku
Pagi ini kami akan belajar tentang sejarah kerajaan-kerajaan di Korea. Aku sangat
antusias, karena biasanya aku hanya bisa melihatnya di drama saja namun kali ini aku benar-
benar bisa melihatnya. Kak Fahri tersenyum melihat tingkahku. Aku juga tidak lupa untuk
mengabadikan moment saat ini. Selain itu aku juga mencoba hanbok (pakaian tradisional Korea),
sangat cantik bukan. Aku sangat bahagia saat ini, kebahagiaanku tidak luput karena kehadiran
Kak Fahri. Meski cintaku baru tumbuh pada saat kami telah menikah, Kak Fahri sama sekali
tidak mempermasalahkannya. Baginya, aku sudah bisa mencintainya itu cukup.
“Sayang, apa kau benar-benar bahagia sekarang ini?” Tanya Suamiku
“Tentu saja aku bahagia.” Jawabku sambil tersenyum
“Jika kamu mengizinkan, aku akan membuatmu selalu bahagia.” Ujarnya sambil tersenyum
“Tentu aku akan mengizinkannya!” Jawabku kemudian memeluknya.
Kak Fahri merasa senang, karena ini pertama kalinya aku memeluknya. Biasanya Kak
Fahri lah yang pertama memelukku. Dia mengusap lembut rambutku dan membalas pelukanku.
Sepertinya aku sudah mencintai Kak Fahri jauh sebelum kami menikah, namun baru
menyadarinya setelah menikah. Mungkin itulah yang terjadi, adakalanya logika selalu
mengalahkan perasaan.
Kami di Korea Selatan selama dua minggu dan kembali ke Indonesia setelah dua Minggu.
Untuk menutup bulan madu di Korea Selatan kami isi dengan berbelanja dan membeli oleh-oleh
untuk orang tua kami. Sebenarnya kami masih ingin berlibur, namun mengingat bahwa Kak
Fahri harus kembali bekerja maka dengan berat hati kami pun mengakhirinya. Kak Fahri
berjanji akan mengajakku kembali ke sana suatu hari nanti.

***

70
Indah Sari

LEMBARAN BARU
Setelah bulan madu kehidupan kami berjalan dengan baik, dan kembali ke rutinitas
sehari-hari kami. Kak Fahri bekerja sedangkan aku di rumah. Sekarang kami memiliki asisten
rumah tangga karena Kak Fahri tidak mau aku melakukan pekerjaan rumah, sehingga aku
sedikit bosan, karena harus selalu di rumah. Hari ini aku berencana untuk membeli beberapa
novel untuk dibaca, segera aku berangkat ke toko buku. Aku naik taksi, karena aku tidak mau
menyetir. Setelah satu jam akhirnya aku sampai juga di toko buku, ya biasa karena lalu lintas
yang macet membuat perjalanan lebih lama.
Sesampainya di toko buku, aku melihat-lihat novel terbaru yang sekiranya sesuai dengan
seleraku. Lalu aku membeli beberapa novel dari pengarang yang berbeda-beda. Setelah dari toko
buku aku beranjak menuju super market untuk membeli keperluan rumah. Bisa dikatakan
bahwa aku menikah muda, aku menikah di usia 22 tahun dan hanya terpaut dua tahun dari Kak
Fahri. Di super market aku membeli semua keperluan rumah tangga, mendorong trolli dengan
belanjaan yang hampir penuh. Tidak terasa hari sudah menjelang sore, aku bergegas untuk
pulang karena sebentar lagi Kak Fahri pulang. Namun tiba-tiba saja Kak Fahri menelponku dan
menanyakan keberadaanku. Setelah aku memberitahunya dia bilang akan menjemputku, tentu
aku menunggunya. Ternyata diluar sedang hujan deras, jadi aku memutuskan untuk
menunggunya di sebuah kafe. Belanjaanku sangat banyak sehingga aku sedikit lelah karena
membawanya. Sekitar tiga puluh menit aku menunggu namun Kak Fahri belum juga datang, aku
sedikit khawatir. Lalu tiba-tiba Kak Andrean menghampiriku di kafe.
“Kamu sedang apa Vi? Kok sendirian disini?” Tanyanya
“Oh, aku sedang menunggu suamiku Kak!” Jawabku
“Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?” Ujarnya
“Tidak usah kak, Kak Fahri sudah dijalan kok. Sebentar lagi juga sampai.” Ujarku
“Baiklah, kalau begitu aku akan menemanimu sampai Fahri datang.” Ujarnya
“Baiklah.” Jawabku
Kami lebih banyak diam karena masih merasa canggung satu sama lain, bagaimana tidak
karena kita dulu pernah saling mencintai. Tiga puluh menit kemudian Kak Fahri sudah sampai,
dia langsung menuju kafe tempatku menunggunya. Dia juga melihat Kak Andrean bersamaku,
dia terlihat tidak nyaman dan mungkin dia cemburu. Kak Fahri membawakan belanjaanku lalu
mengajakku untuk segera pulang, tidak lupa dia juga mengucapkan terima kasih pada Kak
Andrean karena telah menemaniku. Aku tahu apa yang dirasakan Kak Fahri, tentu saja dia
merasa cemburu. Bagaimana tidak, jika kau melihat sahabatmu bersama istrimu yang tidak lain
adalah mantan kekasihnya. Tentu semua laki-laki akan cemburu bukan.
Setelah sampai di rumah, asisten rumah tangga kami membawakan belanjaan dan
membereskannya. Aku dan Kak Fahri menuju kamar kami. Kak Fahri segera menuju kamar
mandi untuk membersihkan diri, baru kemudian aku. Aku melihat Kak Fahri tengah asyik
bermain dengan handphonenya, mungkin dia masih kesal. Aku mendekatinya dan berbicara
padanya.
“Apa kakak marah?” Tanyaku lembut
“Tidak, kakak tidak marah. Hanya saja bagaimana kalian bisa bertemu tadi?” Ujarnya

71
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Kami tidak sengaja bertemu saat aku menunggu kakak di kafe tadi, dan kebetulan Kak Andrean
juga berada di sana!” Ujarku
“Oh begitu.” Ujarnya
“Apa kakak cemburu?” Tanyaku menggodanya
“Iya kakak cemburu! Apa kamu puas?” Ujarnya sedikit menggemaskan
Aku tersenyum melihat tingkah Kak Fahri, dia tidak biasanya menjadi pencemburu seperti
ini. Namun aku bersyukur, jika dia cemburu berarti dia sangat mencintaiku bukan.
Setelah membujuknya akhirnya Kak Fahri tidak marah lagi, kemudian kami makan malam
bersama. Setelah makan malam kami menghabiskan waktu untuk bercerita tentang kesibukan
masing-masing. Kak Fahri sangat sibuk mengingat dia akan segera diangkat menjadi CEO di
perusahaan ayahnya. Aku ingin sekali membantunya bekerja, namun dia tidak memberiku izin.
Aku kecewa tapi aku tetap menghargai keputusannya, karena aku tahu itu semua demi
kebaikanku. Hari-hari kami lalui begitu cepat, hingga tak terasa kami sudah satu tahun
menikah.
Aku masih rutin untuk chek up sampai saat ini, namun sampai saat ini aku juga belum
mengetahui kondisiku yang sebenarnya. Semua orang merahasiakannya sembari mencari
pendonor yang sesuai untukku, hal itu memang tidak mudah. Kak Fahri selalu menemaniku
untuk chek up ke rumah sakit, meski dia sibuk namun selalu menyempatkan diri untuk
mengantarku. Setahun ini aku beberapa kali telah masuk rumah sakit, entah apa alasannya.
Dokter Franz hanya bilang karena aku terlalu lelah, padahal aku sama sekali tidak melakukan
pekerjaan yang berat pikirku. Namun tetap saja aku mempercaiyainya.
Setelah satu tahun menikah, namun kami belum juga diberikan keturunan. Orang tua
kami sudah sangat menginginkan hadirnya seorang cucu di tengah keluarga. Tapi apa hendak
dikata Tuhan belum mempercayakannya kepada kami. Kami bahkan juga selalu berkonsultasi
dengan dokter kandungan, dokter bilang tidak ada masalah dengan kami jadi mungkin belum
waktunya kami untuk memilikinya.
Setelah satu tahun menikah dengan Kak Fahri, terakhir kali aku mendapatkan kabar
bahwa Kak Andrean telah pindah ke Amerika. Mungkin saja dia pergi untuk mengahapusku dari
hidupnya dan membuka lembaran baru bersama wanita lain, itulah harapanku. Menghapus
seseorang yang pernah menjadi bagian terpenting dari hidup kita memang tidak mudah. Semua
itu butuh waktu dan hanya waktu yang dapat menjawabnya. Sungguh aku mengharapkan
kebahagiann Kak Andrean, karena sekarang aku juga telah bahagia. Sudah sewajarya dia
memperoleh kebahagian.
Hari ini aku mendapat pesan dari Kak Andrean, dia memintaku untuk bertemu. Sejujurnya
aku senang, namun bagaimana dengan Kak Fahri. Aku harus meminta izin padanya bukan.
Setelah mendapat izin dari Kak Fahri aku menemui Kak Andrean. Kami bertemu di sebuah kafe,
ternyata dia telah kembali ke Indonesia beberapa waktu yang lalu. Kami bertegur sapa seperti
biasa dan menanyakan kabar masing-masing, dia bercerita bahwa saat ini dia telah memiliki
seorang kekasih. Aku senang mendengarnya, raut kesedihan diwajahnya yang dulu telah
berganti menjadi raut penuh kebahagiaan. Aku sangat bersyukur karena Kak Andrean juga bisa
bahagia tanpa aku. Ditengah perbincangan hangat kami tiba-tiba aku merasa mual dan bergegas
ke toilet. Di toilet aku mengeluarkan semua isi perutku aku merasa sangat lemas, dan kepalaku
juga terasa pusing. Aku berjalan kembali menuju tempat duduk kami tadi, aku melihat Kak
Andrean melihatku. Aku berjalan mendekatinya, namun pandanganku terlebih dahulu
menghilang, dan aku kehilangan kesadaranku.
Saat aku sadar, aku telah berada di rumah sakit. Kak Andrean di sampingku, dan disusul
Kak Fahri yang datang menghampiriku. Terlihat dari raut wajah Kak Fahri sangat khawatir.
“Dokter bagaimana keadaan istri saya?” Tanya Kak Fahri
“Nyonya baik-baik saja tuan, namun untuk lebih lengkapnya sebaiknya anda menemui dokter
kandungan.” Ujar Dokter
“Apa dokter kandungan? Maksud dokter?” Tanya Kak Fahri memastikan
“Iya tuan, Nyonya sedang hamil.” Ujar Dokter
Kak Fahri terlihat masih tidak percaya dengan pendengarannya, begitupun denganku. Dia
memelukku dan menangis, lalu dokter permisi. Kak Andrean yang berada di sini juga ikut

72
Indah Sari

bahagia mendengarnya. Aku bersyukur, sangat-sangat bersyukur. Kak Fahri segera


memberitahu kabar bahagia ini kepada orang tua kami, mereka pasti sangat senang. Dan karena
Kak Fahri sudah ada di sini, Kak Andrean pamit. Kak Fahri sangat berterima kasih karena Kak
Andrean telah membawaku ke rumah sakit. Persahabatan mereka perlahan mulai kembali
seperti dulu, semoga saja. Kabar kehamilanku ini menjadi kabar yang sangat membahagiakan
bagi keluarga besar kami. Senantiasa bersyukur.

***

73
Bagai Hujan di Musim Kemarau

SEBUAH BERKAH
Setelah mengetahui kehamilanku, Kak Fahri semakin protektif padaku. Dia tidak mau aku
melakukan apapun dan memintaku berdiam diri di rumah. Sesekali Kak Fahri meminta Rima
dan Intan untuk menemaniku agar aku tidak bosan. Saat ini Intan juga sudah menikah, tak
lama setelah aku menikah dengan Kak Fahri. Saat ini hanya Rima yang belum menikah. Dia
terlalu fokus dengan karirnya, dan semoga saja tahun ini dia menikah karena tunangannya
sudah ingin menikahinya. Mendengar tentang kabar kehamilanku mereka sangat senang,
terlebih Intan. Dia juga ingin sekali cepat diberikan momongan. Meski sekarang kami jarang
untuk bertemu namun, persahabatan kami masih langgeng sampai saat ini.
Pembicaraan kami tiba-tiba sampai membahas mengenai Kak Andrean, mereka sangat
penasaran dengan Kak Andrean sekarang ini. Mereka ingin mengetahui keadaan Kak Andrean
setelah aku menikah dengan Kak Fahri. Aku menceritakan kepada mereka bahwa Kak Andrean
sudah bisa melupakan aku, terlebih dia sekarang sudah memiliki kekasih. Mendengar hal itu
mereka tampak merasa lega. Karena masih ada kesibukan mereka akhirnya pamit. Sekarang aku
berdua lagi bersama asisten rumah tangga kami.
Usia kandunganku baru memasuki bulan pertama, aku mengalami morning sick seperti
calon ibu pada umumnya. Setiap pagi aku muntah-muntah dan membuatku semakin lemah.
Sebenarnya dibalik kebahagiaan yang menyelimuti keluarga kami, juga tersimpan ke khawatiran.
Pasalnya melihat kondisi jantungku yang tidak stabil ditambah dengan kehamilanku hal itu
sangat mengkhawatirkan. Untung saja Kak Fahri menjadi suami yang siaga, dia selalu
menjagaku. Selain itu, Bunda dan Mama juga bergantian untuk datang ke rumah untuk
menjagaku selagi Kak Fahri bekerja. Sebenarnya mereka meminta kami untuk tinggal
bersamanya, namun kami lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah kami sendiri. Mereka
benar-benar memanjakanku,
“Sayang kamu harus makan buah!” Ujar Mama
“Iya Mam.” Jawabku
“Oh iya kamu jangan lupa meminum susu yang Bunda dan Mama belikan ya!” Ujar Bunda
“Iya Bun.” Jawabku
Begitulah mereka, sangat menjagaku. Aku bersyukur memiliki dua ibu yang sangat
mengasihiku. Terdengar seseorang membuka pintu, ternyata Kak Fahri sudah pulang. Karena
siang ini kami akan mengecek kandunganku jadi Kak Fahri menyempatkan diri untuk pulang.
Sebenarnya bisa saja Mama dan Bunda yang menemaniku, namun Kak Fahri tidak mau
merepotkan mereka meski mereka sebenarnya akan sangat senang.
“Sayang ayo kita bersiap ke rumah sakit!” Ujarnya
“Oke kak, tunggu sebentar! Aku mau ambil tas dulu!” Jawabku
Mama dan Bunda tersenyum melihat kemesraan kami.
“Sebenarnya Bunda dan Mama ingin sekali menemani Via. Tapi karena Fahri sudah di sini maka
kami akan mengalah!” Ujar Mama
“ Iya Mam, lain kali Mama dan Bunda boleh menemani Via!” Jawab Kak Fahri
“Baiklah!” Ujar Bunda
“Hati-hati ya! Kami akan menunggu kalian pulang!” Ujar Mama

74
Indah Sari

Kami mengangguk, dan berlalu meninggalkan mereka di ruang tamu. Kak Fahri
membukakan pintu mobil untukku. Dia masih saja menjadi sosok yang hangat dan penuh kasih
sayang.
Dalam perjalanan kami berbincang-bincang mengenai hal-hal seputar keadaanku.
Setengah jam kemudian kami sampai di rumah sakit. Kak Fahri menggandeng tanganku menuju
ruang Dokter. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menjelaskan keadaanku dan janinku. Kak
Fahri tampak antusias mendengarkan penjelasan dokter. Dokter menyarankan agar aku tidak
stress karena kondisi kehamilanku masih rentang mengingat kehamilanku masih pada fase awal.
Kak Fahri mengerti, dan mengucapkan terima kasih kepada dokter. Kami pun kembali ke rumah
setelahnya.
Sesampainya di rumah kami makan siang bersama Mama dan juga Bunda. Bunda dan
Mama bertanya mengenai kehamilanku, namun bukannya aku yang menjawab tetapi justru Kak
Fahri yang semangat untuk menjelaskan. Aku tersenyum memerhatikan tingkah Kak Fahri, dia
sangat imut. Mama dan Bunda mengerti karena mereka juga pernah mengalaminya dulu. Setelah
selesai makan siang, Kak Fahri kembali ke kantor karena masih banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan.
Sebenarnya aku masih ingin Kak Fahri menemani aku, namun aku mencoba mengerti.
Beruntungnya Mama dan Bunda menemaniku sehingga aku tidak merasa kesepian.
Terima kasih telah menitipkan anugerah terindah pada keluarga kami. Thanks God

***

75
Bagai Hujan di Musim Kemarau

WAKTU
Karena kehamilanku ini aku selalu membuat Kak Fahri repot. Bagaimana tidak, aku
nyidam hal-hal yang aneh. Namun, dengan penuh kesabaran Kak Fahri selalu menuruti
keinginkan itu. Tak jarang Kak Fahri bangun tengah malam hanya untuk membelikan sesuatu
yang ku inginkan. Meski begitu Kak Fahri tidak mengeluh, dia hanya ingin menikmati waktunya
yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.
Bulan ketujuh, kehamilanku sudah menginjak tujuh bulan. Perutku sudah semakin
membesar, begitu pula aku yang bertambah gemuk. Setiap hari aku meminum susu untuk ibu
hamil dan buah-buahan. Namun, aku sama sekali tidak makan nasi, entah kenapa aku tidak
bisa makan nasi. Melihatnya saja membuatku ingin muntah, jadi aku hanya makan buah dan
roti sebagai pengganti nasi.
Aku semakin manja pada Kak Fahri, mungkin bawaan bayi. Aku selalu ingin diperhatikan,
dan di manjakan. Walau terkadang sifat itu membuatku merasa kasihan pada orang-orang di
sekitarku. Aku menjadi sangat sensitif dan mudah sekali merajuk seperti anak kecil. Semoga
suamiku tahan dengan sikapku ini.
Hari ini adalah jadwal untuk mengecek kandunganku, hari ini aku ditemani Bunda. Kak
Fahri sedang ada dinas ke luar kota, sehingga dengan terpaksa tidak bisa mengantarku. Bunda
dengan senang hati mengantarku ke rumah sakit. Beberapa waktu kami menunggu giliran, dan
akhirnya tiba untukku yang melakukan pemeriksaan. Dokter menjelaskan tentang kondisi
janinku, syukurnya janinku baik-baik saja. Namun dokter lebih khawatir pada kondisiku,
dimana aku semakin hari semakin lemah. Ditambah dengan aku yang tidak bisa memakan nasi.
Dokter memberiku beberapa obat untuk membantuku memulihkan kondisiku. Setelah selesai
kami keluar ruangan dan mengucapkan terima kasih kepada dokter. Karena di rumah sakit aku
ingin menemui Dokter Franz untuk sekadar menyapanya, karena dia sudah lama menjadi
dokterku. Aku meminta Bunda untuk membelikanku jus karena aku ingin berbicara berdua
dengan Franz.
“Hai, Franz. Apa kabar?” Sapaku
“Hai Vi. Seperti yang kamu lihat aku baik. Bagaimana kehamilanmu?” Tanyanya
“Baik Franz. Oh iya aku ingin bertanya sesuatu padamu bolehkan?” Tanyaku
“Boleh. Kamu mau tanya apa Vi?” Tanyanya sedikit khawatir
“Jelaskan padaku bagaimana kondisiku yang sebenarnya! Ku mohon!” Ujarku
Franz langsung terdiam setelah mendengar hal itu. Dia terlihat bingung menjawab
perkataanku.
“Jawab Franz, aku berhak tahu kondisiku yang sebenarnya. Aku mohon!” Ujarku
“Aku bingung harus bagaimana Vi, sepertinya aku tidak bisa memberitahumu. Itu semua karena
keluargamu yang memintaku merahasiakannya, terlebih untuk kebaikanmu. Maafkan aku Vi!”
Jawab Franz
“Apa seburuk itu Franz?” Tanyaku dan mataku sudah berkaca-kaca.
“Vi, kamu harus kuat. Dan juga kamu harus menjaga calon bayimu, jangan menangis!” Ujar
Franz sambil menepuk bahuku.
Aku mengusap air mataku pada saat Bunda sudah datang menghampiri kami. Aku
berusaha menahan kesedihanku dan memasang senyuman palsu di wajahku. Sebenarnya aku

76
Indah Sari

sudah curiga sejak lama karena aku merasa semakin hari kondisiku semakin lemah. Namun aku
tidak berani bertanya langsung pada keluargaku, aku takut membuat mereka bertambah sedih.
Kami pamit pada Franz sesaat setelah Bunda datang.
“Hati-hati dijalan!” Ujar Franz
Bunda menjawabnya dengan sebuah anggukan, sedangkan aku tersenyum. Kami berjalan
keluar rumah sakit. Sopir kami telah menunggu di depan rumah sakit. Pada saat di perjalanan
pulang aku masih memikirkan tentang kondisiku, aku sangat sedih namun kesedihanku tidak
bisa aku luapkan. Aku bersandar pada Bunda dan mencoba melupakan masalah itu, aku
mencoba untuk tidur. Sepanjang perjalanan aku tidur, tak terasa kami sudah sampai di rumah.
“Bun, Via tidur?” Tanya Kak Fahri
“Iya nak, biar Bunda bangunkan!” Ujar Bunda
“Tidak usah Bun, sepertinya Via lelah. Biar Fahri gendong saja ke kamar!” Ujar Kak Fahri
Bunda mengangguk. Bunda tahu bahwa menantunya sangat mencintaiku. Bunda
tersenyum melihat perhatian dari Kak Fahri. Sesampainya di kamar, Kak Fahri membaringkan
aku di ranjang kemudian menyelimutiku. Dia mengelus rambutku. Ternyata Kak Fahri pulang
lebih awal karena khawatir padaku, sehingga banyak pekerjaan yang dia serahkan pada
sekretarisnya. Dia adalah suami yang sangat baik. Terima kasih Tuhan telah mempertemukan
aku dengan suamiku.
Di ruang keluarga. Bunda sedang bersama Kak fahri.
“Nak, bagaimana dengan pendonornya? Apa sudah dapat yang cocok?” Tanya Bunda
“Belum Bun, tapi Bunda jangan khawatir Fahri masih berusaha mencari pendonor yang cocok
untuk Via.” Ujar Kak Fahri meyakinkan
“Baiklah nak, Bunda percaya padamu. Jaga Via dan calon anakmu baik-baik ya! Bunda pulang
dulu!” Ujar Bunda
“Tentu Bun, biar Fahri antar Bunda.” Ujar Kak Fahri
“Tidak usah nak, kamu jaga Via saja. Biar bunda di antar sopir!” Ujar Bunda
Kak Fahri mengangguk, dan Bunda sudah berjalan menjauh menuju pintu. Kak Fahri
memikirkan perkataan Bunda, ya dia akan menjagaku dan calon anak kami. Sebenarnya Kak
Fahri lah yang paling menderita pada kondisi seperti ini. Karena kami baru menikah belum
sampai dua tahun, namun kebahagiaan itu perlahan mulai menghilang karena kondisiku saat
ini.

***

77
Bagai Hujan di Musim Kemarau

PERTANDA
Usia kandunganku kini sudah menginjak bulan kesembilan, waktu seolah berjalan begitu
cepat. Sudah sekitar satu bulan kami tinggal bersama orang tuaku. Karena Kak Fahri selalu
merasa khawatir jika meninggalkan aku dirumah sendiri sewaktu dia bekerja. Dia selalu menjadi
suami siaga untukku, kapan pun aku membutuhkannya dia berusaha selalu ada. Perutku sudah
sangat besar, karena tinggal menunggu waktu kapan aku melahirkan. Ada rasa takut dalam
diriku, apakah aku sanggup melahirkan secara normal. Apakah rasanya akan sangat sakit.
Apakah, apakah……. Banyak pertanyaan dalam benakku.
Saat ini aku bahkan tidak bisa berjalan jauh, hari-hariku banyak terhabiskan diatas
tempat tidur. Bukannya aku sangat manja, namun kondisilah yang membuatku seperti ini. Mau
tidak mau aku harus menjalani hari yang membosankan seperti ini. Aku harus bersabar, karena
aku masih ingin melahirkan bayi dalam kandunganku. Aku harus kuat, agar bayiku juga kuat.
Meski kondisiku seperti ini tak membuat suamiku meninggalkan aku, justru dialah yang selalu
memberiku kekuatan. Aku merasa bersalah karena selalu membuat orang di sekitarku terbebani.
Aku tidak boleh lemah bukan. Meski berat aku harus tetap bertahan untuk menjadi kuat, demi
anakku, demi suamiku, dan demi keluarga yang menyayangiku.
“Sayang sudah saatnya kamu minum obat!” Ujar Kak Fahri
“Iya kak.” Jawabku
Kak Fahri memberiku beberapa butir obat. Sekarang ini hanya obat yang membantuku
bertahan. Kondisi jantungku benar-benar melemah bahkan sewaktu-waktu aku bisa saja terkena
serangan jantung mendadak. Ini bahkan lebih lama dari perkiraan Franz bahwa jantungku dapat
berfungsi selama satu tahun. Nyatanya jantungku masih berdetak hingga detik ini, syukurlah.
Aku bersyukur saat ini aku masih bisa bernafas dan bersama keluargaku. Aku sudah tahu
mengenai kondisiku yang sebenarnya. Beberapa waktu lalu Kak Fahri telah memberitahuku. Aku
sangat sedih ketika mendengarnya, bahkan aku menangis tiada henti selama beberapa hari.
Namun, setelah itu aku mencoba menjadi sosok yang lebih kuat, menjadi sosok yang lebih tegar.
Kabar baiknya adalah bahwa kemungkinan aku akan mendapat pendonor yang cocok denganku.
Tapi itu barulah kemungkinan, tapi kemungkinan itu sedikit membawa angin segar dalam
kehidupanku.
“Kak, aku ingin membeli perlengkapan bayi untuk calon anak kita.” Ujarku
“Tapi sayang, bukankah beberapa bulan lalu kamu sudah membelinya?” Ujar Kak Fahri
“Iya kak, tapi aku ingin membelinya lagi!” Ujarku
“Tapi……”
“Aku tahu kakak khawatir, tapi aku benar-benar harus pergi membelinya kak!” Ujarku
“Baiklah, tapi kamu pakai kusi roda saja ya! Dan kakak akan menemanimu!” Ujar Kak Fahri
“Oke, baiklah!” Ujarku
Kami bersiap-siap untuk pergi berbelanja, kami menggunakan sopir karena Kak Fahri ingin
duduk di sampingku dan menjagaku. Satu jam kemudian kami tiba di sebuah toko khusus
perlengkapan bayi. Kami memilih berbagi perlengkapan bayi mulai dari baju, selimut, mainan
bahkan ranjang bayi. Dengan telaten Kak Fahri mendorongkan kursi rodaku menyusuri setiap
sudut toko. Aku senang melihat pernak-pernik untuk bayi perempuan. Kata dokter setelah
melakukan USG, bayi kami adalah perempuan. Jadi aku membeli segala perlengkapan dengan

78
Indah Sari

warna merah muda. Kak Fahri juga ikut senang melihatku sebahagia ini, karena akhir-akhir ini
aku jarang sekali tersenyum.
“Sayang kita pulang ya! Semua yang kamu inginkan sudah kita beli.” Ujar Kak Fahri
“Iya kak, makasih ya. Aku hari ini sangat senang.” Ujarku
Kak Fahri mendorong kursi rodaku menuju mobil. Setelah sampai di samping mobil, Kak
Fahri menggendongku masuk ke dalam mobil. Lalu kami pulang ke rumah Bunda. Sesampainya
di rumah bunda ternyata papa dan mama juga ada di sana. Mereka menengok keadaan kami.
Malam ini kami makan malam bersama juga dengan mereka, mereka sangat sering berkunjung
mengingat bahwa sebentar lagi aku akan melahirkan. Mereka sangat tidak sabar untuk segera
menimang cucu yang mereka nanti-nantikan. Setelah makan malam papa dan pama berpamitan
untuk pulang.
Aku sangat lelah hari ini, sekarang aku dan Kak Fahri telah berada di kamar kami.
Sebelum tidur kami membahas tentang nama untuk anak kami. Kami menyiapkan beberapa
nama, namun kami belum memutuskan satu nama yang akan di pakai. Yang jelas akan tersemat
nama Winata di akhir nama calon anak kami, karena itu adalah nama keluarga. Setelah
membahas perihal nama kami terlelap menuju alam mimpi masing-masing.
Keesokan harinya, Kak Fahri telah rapi dan bersiap untuk ke kantor. Dia berpamitan
kepadaku sambil mengelus perutku.
“Sayang papa berangkat dulu ya!” Ujar Kak Fahri
Kemudian Kak Fahri berangkat ke kantor. Entah kapan terakhir kali aku menyiapkan
sarapan untuk Kak Fahri. Sudah lama sekali aku tidak melakukan itu, sebagai seorang istri aku
benar-benar tidak sempurna. Bahkan untuk keperluanku saja Bunda dan Bibi yang menyiapkan
untukku.
“Sayang ini sarapanmu, setelah itu jangan lupa obatnya diminum ya!” Ujar Bunda
“Iya Bun, terima kasih.” Ujarku
Hari ini Dokter Franz datang ke rumah untuk mengecek kondisiku. Dia menyarankan
padaku untuk melakukan operasi sesar, karena kondisiku tidak memungkinkan untuk
melahirkan secara normal. Aku sangat mengerti ke khawatiranya, namun rasanya aku belum
menjadi seorang ibu jika aku tidak melahirkan secara normal. Bunda juga menyarankan hal
yang sama padaku, tetapi keputusanku masih belum aku diskusikan dengan suamiku.
“Mungin beberapa hari lagi kamu akan melahirkan Vi! Aku memang bukan dokter spesialis
kandungan, tetapi aku juga paham mengenai segala prosedurnya Vi. Jadi pertimbangkanlah
keselamatanmu dan bayimu!” Ujar Dokter Franz
“Aku mengerti Franz, terima kasih sudah mengkhawatirkan aku!” Ujarku
“Oh iya tentang pendonor itu, sampai saat ini aku masih berusaha mendapatkannya Vi! Jadi
bersabarlah!” Ujar Franz
“Aku tahu Franz.” Ujarku mencoba semangat.
Setelah memeriksa keadaanku Franz pamit karena masih ada pasien yang menunggunya di
rumah sakit.
Di kantor, hari ini Kak Fahri bertemu dengan Kak Andrean. Sepertinya Kak Andrean telah
mendengar mengenai kondisiku saat ini, dia menemui Kak Fahri untuk mengetahui lebih lanjut
akan hal itu. Tidak ada alasan Kak Fahri untuk merahasiakannya dari Kak Andrean, karena Kak
Andrean adalah sahabatnya. Kak Fahri menceritakan semuanya pada Kak Andrean, Kak Andrean
benar-benar terkejut ketika mengetahui kondisiku semakin memburuk. Dia hanya bisa
memberikan semangat kepada Kak Fahri dan berjanji akan membantu untuk menemukan
pendonor yang sesuai untukku. Kak Fahri sangat berterima kasih karenanya.
Tidak mudah memang menemukan pendonor, bahkan sudah hamir satu tahun ini belum
ada pendonor yang sesuai. Hanya kemukjizatan yang bisa mengubahnya.
“Nak, kamu harus menjadi anak yang kuat ya! Meski mungkin saja mama tidak bisa menjagamu.
Tapi papa akan selalu menjagamu. Jadi jangan terlalu sedih karena kamu tidak bisa bertemu
dengan Mama ya! Meksipun Mama sudah tidak ada di dunia ini, Mama akan selalu menjagamu
dari atas sana!” Ujarku sambil mengelus perut

79
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Jadilah manusia yang kuat meski menjadi kuat itu tidaklah mudah. Namun ingat,
adalakanya kita tidak harus menjadi kuat yakni ketika kita sudah tidak mampu untuk
bertahan lagi menjadi kuat.

***

80
Indah Sari

AKU SEORANG IBU


Berbagai perasaan datang silih berganti di hatiku, menjelang hari dimana aku akan
menjadi seorang ibu. Ada perasaan khawatir, ada perasaan senang, dan juga ada perasaan sedih.
Semua bercampur menjadi satu. Kami sudah berdiskusi mengenai persalinanku, keputusan yang
telah dibuat yakni aku akan menjalani operasi sesar. Ini demi keselamatanku dan bayiku. Andai
aku bisa memilih aku pasti akan memilih untuk melahirkan secara normal. Dokter sudah
memprediksi bahwa dua atau tiga hari lagi aku akan melahirkan. Jadi keluarga kami sudah
bersiap-siap dan selalu menjagaku.
Pagi ini, aku menikmati cerahnya pagi taman belakang rumah. Rasanya seperti sudah lama
aku tidak melakukan kegiatan ini, padahal hampir setiap pagi aku melakukannya. Merasakan
cerahnya pagi membuatku merasa hidup kembali, begitu menyegarkan. Namun pagi ini ada yang
berbeda, jika setiap hari aku melakukan ini sendirian maka hari ini aku bersama Kak Fahri. Ya,
karena mendekati hari persalinanku dia mengambil cuti untuk selalu di sisiku. Untung saja dia
adalah CEO jadi dia bisa melakukan itu. Aku bersandar di bahu Kak Fahri sambil memejamkan
mata, menikmati hangatnya sinar matahari yang bersinar cerah hari ini. Kak Fahri mengusap
lembut rambutku, setulus hatinya.
“Aku akan selalu menjagamu dan anak kita sayang. Aku sangat mencintai kalian.” Ujar Kak
Fahri lalu mengecup keningku.
Mendengarnya mengucapkan kata-kata seperti itu membuatku meneteskan air mata dalam
tidurku. Betapa beruntungnya aku mendapatkan suami seperti dirinya batinku.
Hari sudah semakin siang dan semakin terasa panas. Kak Fahri membawaku masuk,
merebahkanku di atas tempat tidur, dan menyelimutiku. Setelah melakukan itu dia keluar dari
kamar dan melakukan beberapa aktivitas. Tanpa aku ketahui Kak Fahri telah menyiapkan
kamar untuk calon anak kami, dia menghias dan menata kamar itu sendiri. Ia ingin membuat
kejutan untukku, dan aku yakin aku akan sangat menyukainya. Suasana rumah sangat ramai,
karena mama dan papa juga ada di rumah orang tuaku. Semua orang mengkhawatirkan aku,
dan begitu menyayangiku. “Pantaskah aku mendapatkan semua itu?” Pikirku.
Aku terbangun dari tidurku dan berjalan menuju ruang keluarga. Karena semuanya sedang
berkumpul di sana, aku berjalan perlahan dan mendekati mereka.
“Wah ramai sekali disini!” Ujarku
“Oh kamu sudah bangun, sayang?” Ujar Kak Fahri lalu menghampiriku
Aku tersenyum.
“Bagaimana keadaanmu sayang?” Tanya Mama
“Baik Ma, aku baik-baik saja!” Ujarku
“Syukurlah!” Ujar Mama
Kami membahas hal-hal yang ringan, kami saling bercanda dan berbagi tawa. Semua orang
tertawa, memancarkan kebahagiaan.
“Sayang makanlah buah ini!” Ujar Bunda
“Iya Bun!” Jawabku
“Oh iya apa kalian sudah memilih nama untuk anak kalian?” Tanya Ayah
“Iya yah, kami sudah memilih beberapa nama!” Jawab Kak Fahri
“Lalu siapa namanya nak?” Tanya Papa

81
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Karena anak kami perempuan kami akan memberikannya nama. Fahrin Putri Winata.” Ujar Kak
Fahri
“Fahrin?” Tanya Bunda
“Iya Bun, itu dari namaku dan Via.” Ujar Kak Fahri
“Oh itu bagus nak.” Ujar Ayah
“Itu nama yang unik, dari Fahri dan Karina jadi Fahrin!” Ujar Mama
Aku berharap kebahagiaan ini tidak akan pernah pudar dari wajah mereka. Semoga.
Aku terbangun dari tidurku karena aku merasakan kontraksi, rasanya sungguh sakit. Aku
membangunkan Kak Fahri yang tidur disebelahku. Dia tampak panik dan segera
membangunkan orang tua kami. Setelah semuanya bangun mereka menyiapkan hal-hal yang
akan dibawa. Kak Fahri membawaku ke mobil dan segera menuju rumah sakit. Aku memegangi
tangan Kak Fahri sangat erat untuk sedikit meredakan rasa sakitku. Dia mencoba
menenangkanku dan mengingatkanku untuk tetap bernafas. Bunda juga terus mencoba
menenangkanku dan menguatkan aku.
Empat puluh lima menit kemudian kami sampai di rumah sakit, aku segera di bawa di
UGD untuk mendapatkan perawatan. Namun, sebelum sampai di rumah sakit aku sudah tidak
sadarkan diri. Hal itu membuat seluruh keluarga cemas. Setelah di UGD dokter dan perawat
memindahkanku ke ruang operasi. Melihat kondisiku saat ini maka harus segera di lakukan
operasi. Sebelum melakukan operasi dokter meminta persetujuan Kak Fahri. Dan Kak Fahri
menyetujuinya demi keselamatanku dan calon anak kami.
Mereka menunggu di depan ruang operasi sambil terus berdoa untuk keselamatan kami.
Setelah sekitar satu jam, dokter keluar dari ruang operasi. Namun, dokter memberikan kabar
baik dan juga buruk. Kabar baiknya putri kami lahir dengan selamat, dan kabar buruknya
adalah kondisiku yang melemah. Ada kebahagiaan dan juga kesedihan di saat bersamaan. Tangis
pun pecah, orang tua kami menangis dan tak terkecuali Kak Fahri. Pasca operasi aku
dipindahkan ke ruang ICU untuk mengontrol keadaanku. Detak jantungku melemah dan tidak
stabil. Kak Fahri menemui dokter Franz untuk mengetahui kondisiku saat ini. Dari penjelasan
dokter Franz aku membutuhkan transpalansi secepatnya, namun sampai saat ini belum ada
pendonor yang sesuai. Kesedihan menyelimuti keluargaku.
Setelah menemui dokter Franz, Kak Fahri melihat putri kecil kami di ruang khusus bayi.
“Kamu harus menjadi gadis yang kuat seperti mama ya nak! Kami sangat menyayangimu.
Namamu adalah Fahrin Putri Winata. Papa yakin kamu akan tumbuh menjadi gadis yang kuat.”
Ujar Kak Fahri lalu mengecup kening putri kecil kami. Air mata Kak Fahri berlinang membasahi
pipinya.
Pasca operasi hingga saat ini aku belum juga sadar, kekhawatiran keluargaku semakin
menjadi-jadi. Mereka bergantian untuk menjagaku dan juga putri kecilku. Di alam bawah sadar
aku bermimpi, aku sedang menimang seorang bayi yang sangat cantik. Dia terlihat sepertiku
pada waktu aku masih bayi, aku sangat bahagia melihat bayi cantik itu. Tak lama, aku juga
melihat Kak Fahri datang dengan senyuman mengembang di wajah tampannya. Dia duduk di
sampingku dan berkata “Anak kita sangat cantik bukan?” Aku pun tersenyum.
“Sayang kamu sudah sadar?” Tanya Kak Fahri
Aku melihat Kak Fahri sangat senang. Segera dia memencet bel agar dokter segera datang
untuk memeriksaku. Dokter datang dan segera memeriksaku, syukurlah dokter bilang kondisiku
mulai stabil. Orang tua kami juga sangat senang mendengarnya. Kak Fahri menggenggam
tanganku dan mengecup keningku, serta berkata “Terima kasih sayang.” Saat ini aku sangat
bahagia, aku harap kebahagiaan ini tidak sementara.
“Bagaimana dengan putri kita Kak?” Tanyaku lemah
“Dia sehat sayang, kamu jangan khawatir. Terima kasih telah melahirkan dia, dia sangat cantik
seperti ibunya.” Ujar Kak Fahri
Aku menangis karena terlalu bahagia, aku berhasil menjaga anak kami hingga ia bisa
dilahirkan meski dengan susah payah. Aku bangga bisa menjadi seorang ibu. Apapun akan aku
lakukan untuk menjaga putri kecil kami itu. Orang tua kami satu per satu memelukku, mereka
sangat bahagia.
“Aku ingin melihat putri kecil kita kak!” Ujarku lemah

82
Indah Sari

“Sabar sayang, sebentar lagi ia akan dipindahkan disini bersamamu” Ujar Kak Fahri
Aku mengangguk mengerti.
“Dia juga pasti ingin segera bertemu dengan mamanya.” Ujar Kak Fahri.

Kebahagiaan dan kesedihan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Didunia ini selalu
ada kebalikan, ada senang ada sedih, ada siang ada malam. Semuanya serba memiliki
kebalikan.

***

83
Bagai Hujan di Musim Kemarau

PUTRI KECILKU
Aku sangat bahagia bisa melihat malaikat kecilku, dia sangat lucu. Bahkan tangisnya
seperti tawa bagi kami, benar dia sangat mirip denganku. Wajahnya bulat, matanya sipit, namun
hidung mancungnya seperti Kak Fahri. Oh putri kecil kami, betapa bahagia hatiku bisa
melahirkan malaikat kecil sepertimu. Saat ini kami masih di rumah sakit karena kondisiku
belum sepenuhnya stabil. Namun, kami sudah bisa bersama dengan putri kecil kami. Kakek dan
neneknya sangat gemas sekali padanya, berebut untuk menggendongnya. Mereka sangat-sangat
menyayanginya, syukurlah. Setidaknya aku tidak takut jika aku pergi dia tidak akan kekurangan
kasih sayang. Aku ingin menyerah untuk tetap kuat, namun saat melihat putri kecilku aku
berdoa kepada Tuhan agar senantiasa memberiku umur yang lebih panjang. Agar aku bisa
mengasihinya, menyayanginya untuk waktu yang sangat panjang, amin.
Aku menimangnya dan menyusuinya hingga dia tertidur dalam pangkuanku. Terima kasih
Tuhan telah memberikan pada kami malaikat kecil yang sangat cantik. Kami berharap dia akan
menjadi gadis yang berbudi luhur dan juga ceria. Setelah tertidur Kak Fahri memindahkannya ke
box bayi.
“Dia sangat cantik kan sayang?” Ujar Kak Fahri
Aku mengangguk.
“Kamu harus istirahat sayang, dan makanlah!” Ujar Kak Fahri
Kak Fahri menyuapiku dengan telaten.
“Apa kakak tidak ke kantor? Ini sudah beberapa hari kakak menemaniku disini!” Ujarku
khawatir.
“Ah, tidak apa-apa sayang. Meskipun kakak di sini kakak masih bisa menghandel pekerjaan
kantor di bantu sekretaris kakak. Jadi jangan khawatir!” Ujarnya
“Setidaknya kakak pulanglah hari ini, kakak terlihat sangat lelah!” Ujarku
“Tapi aku masih ingin menemani kalian!” Ujarnya
“Aku tahu kak, tapi aku takut kakak terlalu lelah. Beberapa hari ini kakak bahkan tidak tidur.”
Ujarku
“Iya nak kamu pulanglah dulu untuk istirahat, biarlah Ayah dan Bunda yang menjaga mereka di
sini. Jangan khawatir!” Ujar Ayah
“Baiklah kalau begitu, Fahri pulang dulu ya Yah, Bun. Tolong jaga mereka!” Ujar Kak Fahri
Kak Fahri akhirnya mau menurut dan pulang untuk beristirahat, meski dengan berat hati
meninggalkan kami. Tak lama setelah kepulangan Kak Fahri Intan dan Rima datang
mengunjungiku. Aku sangat senang mereka datang, sudah cukup lama kami tidak bertemu.
Mereka bergantian menggendong Fahrin, mereka sangat gemas dengan Fahrin.
“Oh iya siapa namanya Vi?” Tanya Intan
“Namanya Fahrin Putri Winata, tante. Kamu sudah jadi tante sekarang.” Ujarku
“Iya ya aku sudah jadi tante. Oh sayang kenapa kamu cantik sekali!” Ujar Intan
“Oh iya Tan kapan kamu akan memiliki bayi cantik seperti itu juga?” Celetuk Bunda
“Ah tante, doakan saja ya tan semoga cepat mendapat momongan!” Ujar Intan
“Selalu, oh kapan Rima mau menikah?” Tanya Bunda
“Aku harap tahun depan Tan.” Jawab Rima

84
Indah Sari

Kami sangat senang dengan kedatangan Intan dan Rima. Mereka membawakan beberapa
hadiah untuk Fahrin, diantaranya baju, selimut, bedong bahkan sampai botol susu, mereka juga
sangat menyayangi Fahrin. Mereka memberikan suasana yang berbeda. Setelah berbincang-
bincang cukup lama mereka pamit karena mereka masih ada pekerjaan. Aku harap mereka akan
sering mengunjungi kami. Setelah kepergian mereka kini aku kembali di temani ayah dan bunda.
Bunda membantuku menjaga Fahrin ketika dia menangis, karena aku hanya bisa berbaring
diatas ranjang.
Malam harinya Kak Fahri kembali ke rumah sakit, dia tidak bisa lama-lama meninggalkan
kami. Setelah Kak Fahri datang ayah dan bunda pulang karena mereka juga harus beristirahat,
tetapi kepulangan mereka digantikan oleh papa dan mama. Mereka tidak keberatan bolak-balik
ke rumah sakit untuk menjaga kami, mereka melakukan ini karena mereka menyayangi kami.
Tidak ada perasaan direpotkan, itulah mereka.
Entah kenapa malam ini Fahrin sering menangis, dan dia hanya diam ketika di
pangkuanku. Aku takut dia sakit, namun dia terlihat baik-baik saja. Aku menidurkannya dalam
pangkuanku, setelah dia tertidur pulas aku memindahkannya di sampingku. Kak Fahri juga
terlihat panik ketika mendapati Fahrin menangis, maklum saja kami adalah orang tua baru.
Bahkan Kak Fahri mulai belajar untuk mengganti popok, tentu saja dia belajar dari mama.
Setelah menidurkan Fahrin aku juga bergegas tidur, takut sewaktu-waktu Fahrin bangun dan
kembali menangis.
Kak Fahri menungguiku di sofa, karena papa dan mama juga sudah pulang sekitar satu
jam yang lalu. Sekarang Kak Fahri yang menjaga kami, dia juga berusaha untuk tidur. Saat fajar
Fahrin kembali terbangun dan menangis, aku meraihnya dalam pelukanku dan menyusuinya.
Kak Fahri juga terbangun dan menghampiri kami.
“Sepertinya dia haus.” Ujar Kak Fahri
“Iya Kak!” Ujarku
Setelah selesai aku susui, Fahrin tidak mau kembali tidur. Dia masih ingin bermain
rupanya, Kak Fahri mengambil Fahrin dari pangkuanku dan menggendongnya.
“Sayang, kamu tidur lagi saja. Biar kakak yang jaga Fahrin” Ujar Kak Fahri
Aku menurutinya dan kembali memejamkan mataku hingga matahari terbit.

***

85
Bagai Hujan di Musim Kemarau

EMBUSAN ANGIN
Sudah satu minggu aku berada di rumah sakit, dan hari ini aku sudah diperbolehkan
untuk pulang, aku bersyukur karenanya. Orang tua kami, kakek dan nenek dari Fahrin datang
menjemput kami. Mereka senang karena kami bisa pulang dari rumah sakit hari ini. Sepulang
dari rumah sakit keluarga kami mengadakan syukuran dan akikah untuk Fahrin. Karena kami
belum sempat melakukan itu setelah kelahiran Fahrin. Raut bahagia menghiasi wajah seluruh
anggota keluarga, semua keluarga besar berkumpul di rumah kami untuk menyambut kelahiran
Fahrin dan kepulanganku dari rumah sakit.
“Cantiknya keponakan Om!” Ujar Reyhan
Mereka berebut untuk menggendong Fahrin. Fahrin bahkan tidak menangis, dia mudah
sekali menyesuaikan diri dengan orang-orang baru. Itu membuat tante dan omnya sangat gemas.
“Sudah dulu, biarkan Fahrin tidur! Sudah saatnya dia tidur.” Ujar Bunda
Mereka menyerahkan Fahrin padaku untuk ku susui. Setelah kenyang Fahrin tertidur, Kak
Fahri meletakkannya di box bayi. Acara keluarga masih berlanjut di ruang tamu, mereka sedang
berbincang-bincang, sedangkan aku hanya di kamar di temani Kak Fahri. Aku harus banyak
beristirahat mengingat bahwa aku baru menjalani operasi sesar, dan juga kondisiku yang kurang
stabil.
“Kak, kakak harus menjaga Fahrin dan sayangilah dia dengan sepenuh hati kakak!” Ujarku
“Tentu saja, tanpa kamu minta pun kakak akan melakukan itu sayang. Karena dia adalah anak
kita.” Ujarnya
“Kalau aku sudah tidak ada di sini, kakak akan menjaganya untukku bukan?” Ujarku
“Jangan berkata seperti itu sayang, kita akan menjaga Fahrin bersama-sama!” Ujarnya
“Tapi kak…” Ujarku
“Jangan berkata seperti itu sayang, itu membuat kakak merasa sedih!” Ujarnya
“Maafkan aku kak!” Ujarku
Aku menangis mengingat kondisiku yang seperti ini, aku ingin menjaga putri kecil kami
jika Tuhan mengizinkannya. Melihatku menangis Kak Fahri memelukku untuk memberikan
ketenangan. Aku merasa bersalah pada Kak Fahri, karena hingga saat ini aku selalu
membuatnya khawatir dan bersedih karena aku.
“Kakak tidak akan menyerah untuk mencari pendonor untukmu, jadi kamu tidak boleh putus
asa kamu harus kuat sayang!” Ujar Kak Fahri
Meskipun aku meninggal saat ini, aku tidak menyesal. Karena aku sudah melihat putri
kecil kami, setidaknya itu adalah hal terindah yang aku inginkan. Namun jika aku boleh
memilih, pasti aku akan memilih untuk selalu disisinya.
“Fahri, Via ayo kita makan siang bersama!” Panggil Mama
“Iya Ma, kami segera kesana!” Balas Kak Fahri
Kak Fahri memindahkanku ke kursi roda lalu membawaku menuju ruang makan, di sana
seluruh keluarga sudah menunggu. Mereka senang melihatku bergabung dengan mereka. Aku
menampilkan senyuman yang sudah lama tidak terpasang di wajahku. Keluarga adalah sesuatu
yang tidak dapat di tukar oleh apapun, karena keluarga lebih berharga dari apapun juga di dunia
ini.

86
Indah Sari

Setiap hari ku habiskan waktu bersama putri kecil kami. Semakin hari dia semakin
menggemaskan. Aku dan Kak Fahri merasakan berperan sebagai orang tua, ternyata beginilah
rasanya menjadi orang tua. Kami menikmati hal itu, meskipun bahkan hampir setiap malam
kami begadang, hal itu terbayar ketika melihat putri kami yang menggemaskan. Kak Fahri selalu
membantuku menjaga Fahrin, meski dia sudah sangat lelah bekerja. Kak Fahri selalu bangun
ditengah malam ketika Fahrin menangis dan berusaha menidurkannya kembali. Dia baru
membangunkan aku ketika Fahrin haus, karena aku harus menyusuinya. Selebihnya Kak Fahri
tidak membangunkanku, karena ia tahu jika seharian aku menjaga Fahrin.
Orang tua kami setiap hari juga membantu kami menjaga Fahrin, terutama Bunda. Bagi
orang tuaku Fahrin adalah satu-satunya cucu dikeluarga kami, karena aku adalah anak tunggal.
Jadi tentu saja Fahrin mendapatkan kasih sayang dari kakek dan neneknya.
Hari ini genap dua minggu setelah kepulanganku dari rumah sakit, tiba-tiba saja aku
mendapatkan kabar membahagiakan. Kak Fahri memberitahuku bahwa Kak Andrean telah
mendapatkan pendonor yang cocok untukku. Tentu kabar itu bagaikan hujan di musim kemarau
yang sangat menyegarkan. Karena terlalu bahagia aku bahkan sampai menangis. Ternyata
Tuhan sangat menyayangiku dan juga keluargaku. Setelah itu Kak Fahri segera menghubungi
Dokter Franz untuk mengambil tindakan selanjutnya.
Mendengar kabar tersebut keluarga kami juga sangat bahagia, karena harapan mereka
telah terkabulkan. Orang tua kami memelukku dengan penuh keharuan, seraya bersyukur
kepada Tuhan.
Hari ini Kak Andrean mengunjungiku dan juga Fahrin, dia datang bersama seorang gadis
yang aku yakini adalah tunangannya. Aku sangat berterima kasih pada Kak Andrean. Kak
Andrean memelukku dan memberikan selamat untukku, aku pun membalas pelukannya tanpa
ragu. Dia adalah potongan dari masa laluku dan menjadi potongan di masa sekarang. Kami
bersahabat, setelah melalui masa yang sulit di masa lalu. Suamiku bahkan sekarang tidak
cemburu melihat kebersamaanku dengan Kak Andrean. Karena dia tahu bahwa aku sangat
mencintai dirinya, dan tidak mungkin bagiku dan Kak Andrean bersama lagi. Sekarang bahkan
Kak Andrean sudah memiliki tunangan, jadi tidak mungkin bagi kami untuk kembali.
Setelah pertemuan penuh keharuan itu, kami berbincang-bincang. Kak Andrean juga
memperkenalkan tunangannya pada kami. Gadis itu sangat cantik, dengan mata coklat dan juga
postur tubuhnya bagus. Gadis itu bernama Bulan, mereka bertemu pada saat di Amerika. Kak
Fahri juga menjelaskan kepada Bulan bahwa kami telah bersahabat lama dengan Kak Andrean,
sehingga tidak ada kesalahpahaman nantinya.
“Oh iya dimana keponakanku?” Tanya Kak Andrean
“Oh dia sedang bersama neneknya!” Jawab Kak Fahri
“Apa kakak ingin melihatnya?” Tanyaku
“Tentu saja, aku bahkan ingin menggendongnya!” Ujarnya
“Sebentar ya, biar aku membawanya kesini!” Ujarku
Aku meninggalkan mereka untuk menghampiri Fahrin yang sedang bersama dengan
neneknya. Dan juga menyuruh asisten rumah tanggaku untuk mengantarkan minuman ke
ruang tamu.
Aku kembali ke ruang tamu bersama Fahrin. Kak Andrean langsung menggendong dan
menciumnya.
“Wah sangat cantik seperti ibunya! Oh iya siapa namanya?” Ujar Kak Andrean
“Tentu saja dia cantik, namanya Fahrin Putri Winata! Panggilannya Fahrin.” Ujar Kak Fahri
“Oh Fahrin!” Ujar Kak Andrean
“Cepatlah menikah dengan Bulan Ndre, supaya kamu juga bisa punya anak yang cantik seperti
Fahrin!” Celetuk Kak Fahri
Bulan tersenyum mendengar perkataan Kak Fahri, Kak Andrean hanya melirik Bulan
malu-malu. Mereka berkata akan segera menikah di tahun depan, semoga mereka segera
mendapatkan momogan setelah menikah. Kami juga mengajak mereka untuk makan malam
bersama kami, karena sudah lama kami tidak berkumpul seperti ini. Tidak lupa aku juga
mengundang Intan dan Rima yang tentu saja juga bersama pasangan mereka masing-masing.
Hari ini sungguh hari yang indah dengan segala keagungan Tuhan.

87
Bagai Hujan di Musim Kemarau

BERDOA
Setelah mengecek kondisiku, Franz menjadwalkan operasi untukku. Karena ini adalah
operasi besar maka melibatkan banyak dokter spesialis di dalamnya. Sebelum melakukan
operasi, beberapa hari aku harus menginap di rumah sakit untuk memastikan kondisiku.
Dengan terpaksa aku menitipkan Fahrin pada nenek dan kakeknya. Operasi ini tentu juga
mengandung risiko yang besar, salah satunya adalah jantung yang baru di tolak oleh tubuh.
Meskipun berbagai metode akan dilakukan untuk mencegah penolakan tubuh, namun tetap saja
ada kemungkinan risiko ini terjadi. Selain itu dari transplantasi jantung ini juga memiliki risiko
lainnya, meski risiko paling berbahayanya adalah penolakan tubuh. Harap-harap cemas
menyelimuti, kekhawatiran terlihat jelas. Pada saat seperti ini hanyalah kekuatan doa yang lebih
utama.
Besok adalah jadwal yang sudah ditetapkan untuk operasiku. Malam ini bahkan aku tidak
bisa tidur, aku sangat takut. Dan pada saat seperti ini aku ingin melihat putri kecilku, aku takut
tidak bisa melihatnya lagi. Suamiku mengetahui kekhawatiranku, dia berusaha meyakinkanku
bahwa semua akan baik-baik saja. Dia setia mendampingiku, dan menguatkanku. Dokter Franz
kembali mengecek keadaanku, dia memastikan bahwa besok aku siap menjalani operasi.
“Kamu harus yakin Vi, semua akan baik-baik saja!” Ujar Franz
Aku mengangguk, dan karena aku harus istirahat Franz menyuntikan obat tidur supaya
aku bisa beristirahat. Dia tahu saat ini aku sangat cemas, dia tahu apa yang aku khawatirkan.
Sebagai seorang dokter dia akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan pasiennya. Tak
lama aku telah terlelap, Kak Fahri memperbaiki posisi selimutku. Dia memandangiku penuh
kasih sayang, aku tahu sebenarnya dia sangat khawatir, namun di depanku dia berusaha tegar
dan kuat. Setelah aku tertidur Kak Fahri menelpon ayah untuk menanyakan keadaan putri
kami, dia cemas karena meninggalkan putri kami. Kak Fahri tidak meninggalkanku sendirian,
dia selalu di sampingku menemaniku.
Ketulusan cinta Kak Fahri sangat-sangat nyata, dia tidak berniat meninggalkan aku meski
kondisiku yang sakit seperti ini. Justru kebalikan dari itu, dia setia disisiku pada masa-masa
sulitku seperti saat ini. Mungkin dia adalah malaikat yang di kirim Tuhan untuk menjagaku. Aku
beruntung memiliki suami sepertinya, sungguh.
Tanpa beranjak jauh dariku, Kak Fahri tertidur disampingku dengan kepala yang
bersandar pada tepi ranjang dan tangannya memegang posesif tanganku. Seolah dia tidak mau
meninggalkan aku. Besok aku akan melakukan operasi pukul 10 pagi. Keluarga kami juga akan
datang untuk memberiku semangat, dan juga sahabat-sabatku. Namun Fahrin tetap di rumah
dengan Bunda, karena tidak mungkin meninggalkan Fahrin sendirian.
Doa-doa memohon yang terbaik untukku, agar operasinya berjalan dengan lancar, dan
tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, selain itu kami menyerahkan hasilnya
sepenuhnya kepada Tuhan, karena Tuhan yang Maha Kuasa atas segala hidup makhluknya.
Keesokan harinya, aku bangun dengan disambut oleh keluargaku. Mereka datang untuk
memberiku keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja. Aku bersyukur memiliki keluarga yang
peduli dan menyayangiku. Semangat dari mereka sangat berarti bagiku dan mengalahkan rasa
takutku. Hanya bunda dan Fahrin yang tidak terlihat, aku tahu bunda menjaga Fahrin saat aku

88
Indah Sari

di rumah sakit. Tiba-tiba saja aku sangat merindukan putri kecilku, aku ingin memeluk dan
menciumnya. Namun aku harus menahan itu semua, karena yang terpenting saat ini adalah
operasiku. Aku berdoa agar Tuhan menjagaku sehingga operasiku dapat berjalan dengan lancar.
Dokter Franz, dia datang untuk mengecek kondisiku sebelum operasi. Syukurlah, semua
baik-baik saja jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan.
“Semuanya baik-baik saja, jadi operasi akan di lakukan sesuai jadwal.” Ujar Dokter Franz
“Terima kasih dok.” Ujar Kak Fahri
“Baiklah saya permisi, nanti saya akan kembali ke sini sebelum operasi.” Ujar Franz lalu
meninggalkan kami.
Aku berharap semua akan baik-baik saja. Pukul 9.30, dokter Franz datang kembali ke
ruang perawatanku bersama tiga orang suster. Mereka bersiap memindahkanku ke ruang
operasi. Setelah membereskan semuanya mereka membawaku ke ruang operasi, dengan Kak
Fahri mengikutiku. Setibanya di ruang operasi Kak Fahri mengecup keningku dan memberiku
semangat. Dengan berat hati Kak Fahri meninggalkan aku, sedangkan keluargaku yang lain juga
sudah berada di depan ruang operasi.
Di depan ruang operasi telah tertera nama Silvia Karina Putri, tandanya operasi akan
segera dilakukan. Pada saat ini aku sudah dianastesi dan aku tidak ingat apa yang terjadi
setelah itu. Mereka yang berada di depan ruang operasi harap-harap cemas sambil mengamati
waktu operasi yang masih berjalan. Operasi ini merupakan operasi besar, dimana operasi ini
melibatkan beberapa dokter spesialis. Waktu serasa berjalan sangat lambat, Kak Fahri tampak
cemas menantikan selesainya operasiku. Begitu juga dengan Ayah, Papa dan Mama.
Setelah tiga jam tim dokter akhirnya keluar dari ruang operasi, mereka mengatakan bahwa
operasinya sukses. Namun, mereka harus tetap memantau kondisiku pasca operasi. Para suster
memindahkanku ke ruang perawatan khusus, karena kondisiku harus dipantau pasca operasi
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ruang perawatanku ini harus steril sehingga
tidak semua orang dizinkan untuk menjengukku. Hanya Kak Fahri yang diperbolehkan untuk
menemaniku. Pasca operasi aku tidak sadarkan diri dalam waktu yang cukup lama. Dokter
bilang itu adalah masa-masa pasca operasi, mengingat jantung yang baru harus bisa
menyesuaikan diri dengan tubuhku.
Dua hari pasca operasi aku masih tidak sadarkan diri, tim dokter masih memantau
keadaanku. Namun, sejauh ini tidak ada gejala penolakan tubuh jadi dokter meminta keluargaku
untuk tetap bersabar. Selama tidak ada gejala penolakan tubuh maka itu akan baik-baik saja.
Kak Fahri setia menunggu disampingku. Orang tua kami mengingatkan Kak Fahri untuk
pulang dan bergantian dengan mereka untuk menjagaku. Karena ada Fahrin yang
menunggunya, karena sudah beberapa hari ini Fahrin tidak melihat papa dan mamanya. Pasti
Fahrin merindukan kami, jadi Kak Fahri memilih mengalah dan pulang untuk melihat keadaan
Fahrin putri kecil kami. Sesampainya di rumah Kak Fahri segera membersihkan diri kemudian
menemui Fahrin. Kak Fahri langsung menggendong dan mencium putri kecil kami Fahrin.
“Fahrin kangen papa sama mama ya? Tapi Fahrin nggak nakal kan sama nenek?” Ujar Kak Fahri
“Dia nggak rewel kok nak, dia adalah anak yang pengertian!” Ujar Bunda
“Oh putri papa, terima kasih ya bun sudah menjaga Fahrin!” Ujar Kak Fahri
“Iya nak, lalu bagaimana keadaan Via? Apakah dia sudah sadar sekarang?” Ujar Bunda
“Sampai sekarang Via belum sadar Bun, tapi kata dokter tidak ada yang perlu di khawatirnya.
Jadi kita hanya bisa menunggu sambil berdoa.” Ujar Kak Fahri
“Syukurlah semoga Via cepat sadar nak! Oh iya kamu makan dulu sana, kamu pasti belum
makan.” Ujar Bunda
“Iya Bun, sebentar lagi Fahri makan. Tapi sekarang Fahri masih kangen sama Fahrin.” Ujar Kak
Fahri
“Ya sudah, bunda tinggal dulu ya!” Ujar Bunda
Bunda meninggalkan Kak Fahri berdua dengan Fahrin, Kak Fahri sangat merindukan putri
kecil kami ini. Beberapa hari saja tidak melihatnya membuatku sangat merindukannya, begitu
pula dengan papanya yang juga sangat merindukannya. Kak Fahri menggendong Fahrin hingga
dia tertidur, setelah tidur dia meletakkannya di box bayi. Papanya berharap dia akan menjadi
gadis yang kuat seperti mamanya.

89
Bagai Hujan di Musim Kemarau

Kak Fahri berjalan ke meja makan untuk makan, pada saat ia tengah makan tiba-tiba
bunda memanggilnya. Bunda berkata bahwa ayah baru saja memberikan kabar jika aku telah
sadar. Dengan terburu-buru Kak Fahri kembali ke rumah sakit, dia sangat senang mendengar
berita bahwa aku telah sadar. Sebenarnya Bunda juga sangat ingin ke rumah sakit untuk
melihat keadaanku tapi tidak jadi karena ia harus menjaga Fahrin. Setelah beberapa waktu Kak
Fahri telah sampai di rumah sakit, ia berlari menuju ruang perawatanku. Dia tergesa-gesa
masuk untuk melihatku, bahkan air matanya hampir saja menetes setelah melihatku. Mama,
Papa, dan Ayah sangat tahu perasaan suamiku itu dan memberikan ruang berdua pada kami.
Kak Fahri memelukku, dan menangis di pelukanku. Dia sangat bahagia melihatku telah sadar
setelah beberapa hari aku tidak sadarkan diri. Dia tidak malu menangis dihadapanku, karena
aku tahu kekhawatiran suamiku itu. Rasa cintanya padaku sangat-sangat besar melebihi
cintaku padanya.
“Terima kasih karena telah bertahan sayang.” Ujarnya
Aku mengangguk, karena kondisiku masih sangat lemah. Butuh waktu yang cukup lama
untuk memulihkan kondisiku pasca operasi, dan tentunya memerlukan pengawasan yang
khusus juga. Para dokter selalu siaga mengawasi perkembangan kondisiku untuk mengantisipasi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Ketika kita sudah berusaha semaksimal mungkin maka jangan lupakan untuk berdoa.
Tanpa kita sadari kekuatan doa akan mempermudah segalanya. Usaha tanpa doa tidak akan
ada artinya, begitu pula doa tanpa usaha. Kedua hal tersebut saling terkait dan merupakan
komponen yang sempurna.

***

90
Indah Sari

BAGAI HUJAN DI MUSIM KEMARAU KEDUA


Setelah banyak kesedihan yang terjadi dalam hidupku, aku merasa bahwa hidup ini tak
akan pernah lepas dari kesedihan. Namun kesedihan tak akan selamanya terjadi, pasti suatu
saat kesedihan itu akan bertukar dengan kebahagiaan. Karena di dunia akan selalu ada
kebalikannya, seperti baik dan buruk, sedih dan senang, dan masih banyak kebalikan lainnya.
Penderitaan dan kesusahan hidup pasti akan berakhir dan berganti dengan kebahagiaan,
begitulah hidup ini.
Sehari setelah aku sadar, bunda membawa Fahrin ke rumah sakit, karena aku sangat
merindukannya. Bahagia bisa melihat putri kecilku lagi. Puji syukur aku ucapkan kepada
Tuhan, Dialah Yang Maha Pemberi Hidup. Aku bersyukur karena aku masih diberikan
kesempatan untuk hidup bersama orang-orang yang menyayangiku. Tiada yang lebih indah dari
hal itu. Para sahabatku termasuk Kak Andrean juga datang berkunjung setelah mendapatkan
kabar bahwa aku telah sadar. Mereka juga mencemaskan keadaanku. Kabar bahagia juga datang
dari dokter, dokter bilang tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi. Namun, aku benar-benar
harus memulihkan kondisiku.
Aku belum diizinkan untuk meninggalkan rumah sakit sampai kondisiku benar-benar
pulih. Jadi mau tidak mau aku merepotkan keluargaku yang harus bolak-balik menjagaku di
rumah sakit. Awalnya suamiku tidak mau kembali bekerja untuk sementara waktu karena dia
harus menjagaku, namun setelah aku meyakinkannya akhirnya dia kembali bekerja seperti
biasanya. Karena aku tahu pekerjaannya sudah sangat menumpuk karena terlalu lama
ditinggalkan. Dari hari ke hari kondisiku semakin membaik, itu adalah kabar yang
membahagiakan.
Aku merasa bersalah pada Fahrin karena tidak bisa menjaga dia sepenuhnya. Meski
hampir setiap hari Bunda membawanya ke rumah sakit untuk melihatku, aku hanya takut kalau
Fahrin akan lelah dan jatuh sakit. Mengingat dia masih sangat kecil, bahkan usianya baru
menginjak satu bulan. Aku merasa bersalah sebagai seorang ibu, karena belum bisa menjaganya
sepenuhnya. Dia sangat membutuhkan orang tuanya. Aku berharap untuk bisa pulang dari
rumah sakit secepatnya.
Dokter Franz kembali mengecek kondisiku hari ini, dia bilang sebentar lagi aku akan boleh
pulang jika kondisiku selalu baik seperti ini. Aku sangat mengharapkan itu, agar aku bisa segera
berkumpul dengan keluarga kecilku. Setelah pulang dari kantor Kak Fahri selalu datang ke
rumah sakit untuk menemuiku, meski lelah dia selalu meluangkan waktu untuk menjagaku.
“Bagaimana keadaanmu sayang?” Ujar Kak Fahri
“Baik Kak, kata Franz aku akan diperbolehkan pulang dengan segera.” Ujarku
“Syukurlah sayang, semoga kamu cepat membaik.” Ujarnya
“Kakak pasti lelah, kenapa malah ke sini?” Tanyaku
“Ah tidak, kakak tidak lelah.” Ujarnya
“Apa kakak sudah makan? Kalau belum pulanglah kak, kakak bisa makan di rumah dan
beristirahat!” Ujarku
“Tidak apa-apa sayang, aku ingin menemanimu di sini!” Ujarnya
“Tidak usah kak, aku baik-baik saja di sini sendiri. Sebentar lagi Ayah juga ke sini! Aku tidak
ingin kakak terlalu lelah!” Ujarku

91
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Sudah kakak bilang kakak tidak lelah, jadi jangan khawatirkan kakak! Oke.” Ujarnya
Aku hanya bisa mengalah karena aku tahu suamiku sangat keras kelapa sama sepertiku.
Kak Fahri justru meminta ayah supaya tidak usah datang dan memintanya untuk beristirahat di
rumah. Karena menurutnya sudah cukup ada dia yang menjagaku, selain itu Kak Fahri juga
merasa tidak enak selalu merepotkan ayah dan yang lainnya. Suamiku pulang pada keesokan
harinya karena harus bekerja dan digantikan oleh ayah.
“Kakak pulang dulu ya! Ayah sedang dalam perjalanan ke sini!” Ujarnya
“Iya kak hati-hati dan jangan lupa sarapan!” Ujarku
Suamiku mengecup keningku lalu berjalan menuju pintu. Tak lama setelah Kak Fahri
pulang, ayah datang. Ayah adalah sosok yang sangat menyayangi keluarganya. Beliau tidak
merasa di repotkan olehku, karena baginya aku adalah hidupnya. Sudah dua minggu aku di
rumah sakit, dan akhirnya dua hari lagi aku sudah boleh pulang.
Dua hari kemudian orang tua kami dan juga Fahrin datang menjemputku, Ayah, Bunda,
Fahrin, Papa, Mama Kak Fahri. Mereka menyambut kepulanganku dengan kebahagiaan. Meski
sudah diperbolehkan pulang, dokter berpesan agar aku tidak boleh melakukan hal-hal yang
berat karena itu bisa membahayakan. Kami tidak pulang ke rumah kami melainkan ke rumah
orang tuaku, mereka tidak memperbolehkan kami tinggal di rumah kami dengan alasan untuk
menjagaku. Aku sangat mengerti, dan kami menuruti perkataan orang tua kami.
Sesampainya di rumah kami berkumpul di ruang keluarga, sedangkan Kak Fahri kembali
ke kamar kami untuk membereskan barang-barangku. Aku sangat merindukan rumah ini
terutama merindukan putri kecilku. Aku menimangnya dipangkuanku dan menyusuinya. Bagai
hujan di musim kemarau, itulah yang ku rasakan saat ini. Setelah melewati masa-masa sulit
dalam hidupku. Seluruh keluarga juga ikut merasakannya “hujan di musim kemarau” itu.
Tak lama Intan, Rima, Kak Andrean, dan Bulan juga datang ke rumah untuk menyambut
kepulanganku. Mereka ikut bahagia atas kesembuhanku, dan mereka juga sangat merindukan
keponakan mereka. Mereka bergantian menggendong Fahrin, dan menggoda Fahrin.
Bagai hujan di musim kemarau. Apa yang kalian pikirkan tentang kalimat tersebut. Kurang
lebih maknanya seperti yang kalian pikirkan, yakni ada sesuatu yang membahagiakan
ditengah kedukaan. Artinya selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian.

***

92
Indah Sari

HUJAN
Hujan akan hadir ketika awan masih ada di langit, begitu pula keajaiban akan selalu ada
jika kita yakin akan keberadaannya. Kebahagiaan yang ku rasakan ibarat hujan, hujan yang
datang di waktu yang tepat.
Dua tahun berlalu dengan sangat cepat, aku menjalani kehidupan yang sangat bahagia
bersama keluarga kecilku. Putri kecilku kini telah tumbuh dan dalam masa-masa pertumbuhan.
Dia adalah anak yang ceria dan juga baik hati. Aku bersyukur bisa melihat putri kecilku tumbuh
dan mendampinginya. Kebahagiaan ini bukanlah hal sederhana, bagiku kebahagiaan seperti ini
adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan untukku. Masa-masa sulit yang pernah kami
alami menjadikan kami semakin dewasa.
Di taman belakang rumah, terlihat seorang ayah yang sedang bermain dengan putri
kecilnya. Mereka tertawa bahagia, berlarian kesana kemari saling berkejaran. Aku hanya
tersenyum memandang kemesraan mereka, sungguh bahagia bisa melihat anak dan suamiku
bahagia seperti sekarang ini. Sesekali mereka menoleh ke arahku dan mengarahkan senyum
manisnya. Kemudian mereka melanjutkan permainan mereka tanpa lelah, sekarang mereka
bahkan berguling-guling diatas rumput. Putri kecilku mengecup pipi papanya, begitupun
sebaliknya.
“Mama juga ingin dicium.” Ujarku berpura-pura marah.
Mendengar perkataanku, mereka berlari menghampiriku kemudian memelukku. Di tengah
pelukannya mereka mencium pipiku, aku bahagia ya sangat-sangat bahagia. Aku tidak pernah
memimpikan hal indah seperti ini sebelumnya, namun tanpa bermimpi pun ini telah menjadi
kenyataan, kenyataan yang sangat indah. Kami menghabiskan senja kali ini dengan penuh
kehangatan.
Setelah bermain-main, aku bersiap untuk menyiapkan makan malam, sedangkan suamiku
Kak Fahri sedang memandikan Fahrin. Begitulah, kami selalu bekerjasama untuk melakukan
pekerjaan rumah. Terdengar suara gadis kecilku menuju dapur diikuti papanya dari belakang.
“Ma..ma Fahrin mau susu!” Ujarnya menggemaskan
“Oh gadis kecil mama mau susu? Tunggu sebentar ya sayang!” Ujarku
Fahrin mengangguk, kemudian papanya menduduknya disebuah kursi. Mereka berdua
memandangiku sambil tersenyum, sungguh aku iri dengan kekompakan ayah dan anak itu.
Wajah Fahrin memang sangat dominan dariku, namun untuk sifatnya dia menuruni sifat
papanya. Jadi tentu saja mereka sangatlah akrab. Setelah selesai membuatkan susu untuk
Fahrin, aku memberikan susu kesukaannya itu. Dia tersenyum manis ketika menerima susunya.
“Makasih mama, Fahrin sayang mama!” Ujarnya terbata-bata
Aku tersenyum dan mencium pipi mungilnya, sedangkan Kak Fahri mengelus rambut
putrinya. Keluarga kecilku sangat harmonis, dan selalu bahagia. Tak lama kami pun makan
malam bersama, dan aku menyuapi Fahrin. Kami memang tidak memakai baby sitter, dan
mengurus Fahrin sendiri. Tetapi untuk membersihkan rumah, ada seorang asisten rumah tangga
yang datang setiap pagi dan pulang pada sore harinya. Dia bertugas membersihkan rumah,
sedangkan untuk memasak tetap aku yang melakukannya.
Setelah makan malam, kami menonton TV sejenak. Lalu aku menidurkan Fahrin
setelahnya, sampai saat ini Fahrin tidur bersama kami. Karena kami tidak tega membiarkannya

93
Bagai Hujan di Musim Kemarau

tidur sendirian meski Fahrin telah memiliki kamar sendiri. Fahrin sangat menyukai buku cerita,
jadi sebelum dia tidur aku selalu membacakan sebuah dongeng untuknya. Saat ini dia telah
terlelap, kemudian aku menyelimutinya dan menyusul papanya yang masih bekerja
diruangannya. Terlihat Kak Fahri masih berkutat dengan berkas-berkas yang ada di mejanya,
aku datang membawakan secangkir kopi panas dan juga biskuit kering. Setelah melihatku Kak
Fahri menghentikan pekerjaannya sejenak dan menghampiriku.
“Fahrin sudah tidur?” Ujarnya
“Iya kak, dia sudah tidur.” Ujarku
Kemudian kami berbincang-bincang santai mengenai gadis kecil kami dan tentang kami.
Suamiku adalah orang yang sempurna untuk melengkapi hidupku, dia selalu mengutamakan
keluarga diatas apapun. Sesibuk apapun dia akan meluangkan waktu untukku dan Fahrin. Aku
sangat mencintainya begitupun sebaliknya. Meski diawal pernikahan ini hanya dia yang
mencintaiku, namun saat ini semuanya telah berubah karena kami saling mencintai. Aku baru
menyadari bahwa aku mencintainya ketika kami telah menikah, dan aku semakin mencintai
ketika dia selalu mendampingiku di saat-saat sulitku. Begitulah cinta yang aku sadari.
Terkadang tanpa kita sadari kita telah mencintai seseorang itu, hal itu dapat terjadi
karena kita menolak untuk mengakuinya. Namun tidak ada kata terlambat untuk cinta,
yang perlu kita lakukan adalah menerima dan menyadari bahwa kita telah mencintainya.
Kehidupan rumah tangga kami berjalan dengan baik-baik saja, begitu pula dengan
sahabat-sahabatku yang kini juga telah menikah. Bahkan Intan juga sudah memiliki seorang
anak laki-laki yang berusia hanya terpaut beberapa bulan dengan Fahrin. Mereka sering bermain
bersama dan bersahabat, kami sangat senang melihat keakraban putra putri kami. Rima saat ini
dia tengah mengandung, dan Kak Andrean dia telah menikah dengan Bulan setahun yang lalu.
Sepertinya bukan hanya aku yang merasakan hujan, namun mereka semua juga turut
merasakan hadirnya hujan.
Orang tua kami sering berkunjung ke rumah karena merindukan cucu mereka. Mereka
tidak bisa menahan untuk tidak menemui cucu kesayangan mereka itu. Setiap datang mereka
membawakan berbagai macam hal yang disukai Fahrin, tentu saja Fahrin menyukainya. Fahrin
juga sangat menyayangi kakek dan neneknya.
Selama dua tahun ini kehidupan kami telah berubah, aku sudah sangat sehat pasca
operasi dua tahun lalu. Meskipun aku tidak bekerja, namun aku tetap melakukan pekerjaan
yang bisa aku lakukan di rumah. Ya, sekarang aku menjadi seorang penulis, karena menjadi
penulis aku tetap bisa menjalankan peranku sebagai seorang istri sekaligus ibu. Suamiku tidak
mengizinkanku untuk bekerja di luar sehingga hanya itu yang bisa aku lakukan.
Selalu ada kedamaian setelah badai berlalu, begitulah. Aku sangat-sangat bersyukur badai
telah berlalu, kini saatnya menata masa depan bersama keluargaku.

***

94
Indah Sari

BERLALUNYA KEMARAU
Musim kemarau akan segera berlalu ketika hujan datang. Hujan membasahi tanah-tanah
yang tengah sekarat dan menghidupkan kehidupan yang hampir mati. Hujan sebagai penawar
bagi tumbuhan-tumbuhan kecil yang sedang sekarat karena kekurangan air. Kemarau pasti
berlalu, ibarat roda kehidupan yang terus berputar. Hidup tak akan selalu berjalan sesuai yang
keinginan kita, pasti ada sesuatu hal yang terkadang menyakitkan. Tetapi mau tidak mau kita
harus melewati semuanya, baik sedih, senang, suka maupun duka. Jalani hidup dengan penuh
keikhlasan, dan yakinlah setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
Kemarau dalam kehidupanku perlahan telah berlalu, dan bertukar dengan hujan yang
menggantikannya. Masa-masa sulit telah kami lalui, kini kebahagiaan yang menyelimuti
keluarga kami. Waktu berlalu begitu cepat, tahun demi tahun terlewati tanpa ada halangan yang
berarti. Putri kecil kami telah beranjak remaja, rasanya baru kemarin aku masih menimangnya
tetapi tanpa terasa kini ia telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Rambutnya panjang,
matanya yang sipit dan lesung pipinya yang menawan. Putri kecilku telah berubah menjadi gadis
yang sangat cantik, bukan hanya cantik parasnya namun juga cantik hatinya. Dia sekarang telah
berada di tahun akhir Sekolah Menengah Pertama, dimana sebentar lagi ia akan lulus dan
masuk ke Sekolah Menengah Atas. Kebetulan Fahrin berada di sekolah yang sama dengan Rizky,
Rizky adalah anaknya Intan. Mereka telah bersahabat sejak kecil, dan aku bersyukur karena
Rizky bisa selalu menjaga Fahrin.
Kedekatan Fahrin dan Rizky pernah membuat kami para orang tua untuk menjodohkan
mereka. Namun, semua itu akan kami serahkan sepenuhnya kepada anak-anak kami. Kami
tidak ingin membuat mereka merasa tertekan karena perjodohan, akan lebih baik jika mereka
yang memutuskannya sendiri. Kami sebagai orang tua tentu menginginkan yang terbaik bagi
anak-anak kami.
Dengan beranjak remajanya Fahrin, tanpa kami sadari kami semakin menua. Kami tidak
muda lagi, aku telah menginjak usia 37 tahun sedangkan Kak Fahri telah menginjak usia 39
tahun. Ya, usia yang tidak bisa dibilang muda lagi. Sebenarnya sudah sangat lama Fahrin ingin
memiliki seorang adik, namun pada kenyataannya kami tidak bisa memberikannya adik hingga
saat ini. Bukannya tidak berusaha, tetapi mungkin Tuhan belum memberikannya kepada kami.
Dan karena Fahrin adalah satu-satunya cucu di keluargaku, nenek dan kekeknya sangat
menyayangi Fahrin. Begitu pula dengan kami, kami sangat menyayanginya juga. Bahkan
papanya selalu memberikan apapun yang Fahrin inginkan. Namun dibalik itu semua papanyalah
yang paling posesif. Dia tidak membiarkan Fahrin berangkat dan pulang sekolah sendirian, dan
seringkali Kak Fahri mengantar dan menjemput Fahrin sendiri. Aku mengerti kekhawatiran
papanya itu, tetapi berungtungnya Fahrin tidak pernah merasa keberatan. Dia justru senang
diperlakukan seperti itu oleh papanya, Fahrin anak yang pengertian.
“Fahrin pulang Ma!” Ujarnya
“Oh kamu sudah pulang sayang?” Ujarku sambil mendekati gadis kecilku.
“Iya Ma. Oh iya Ma, nanti sore Rizky ngajakin Fahrin nonton boleh nggak Ma?” Tanyanya
“Boleh sayang, tapi pulangnya jangan malam-malam ya!” Ujarku

95
Bagai Hujan di Musim Kemarau

“Siap Ma, ya sudah Fahrin ke kamar dulu ya Ma!” Ujarnya


“Iya sayang, tapi setelah itu cepat makan siang ya! Mama udah nyiapin di meja makan.” Ujarku
“Iya Ma.” Ujarnya
“Oh, Mama hampir lupa. Mama mau pegi ke kantor Papa mengantar makan siang, kamu nggak
papa kan di rumah sendirian?” Tanyaku
“Iya Ma, nggak papa. Tapi kalau Mama belum pulang dan Rizky udah jemput gimana? Fahrin
langsung pergi ya?” Ujarnya
“Iya, tapi kabarin Mama kalau mau pergi!” Ujarku
Fahrin mengerti, lalu dia berjalan menuju kamarnya dilantai dua, sedangkan aku bersiap
untuk mengantarkan makan siang Kak Fahri. Aku berjalan menuju garasi dan menaiki mobilku
menuju kantor Kak Fahri. Sekitar tiga puluh menit kemudian aku sampai di kantornya, para
karyawan menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman. Aku menaiki lift menuju ruangan
Kak Fahri, sesampainya di depan ruangan sekretaris Kak Fahri menyapaku dan mempersilakan
aku untuk masuk. Kemudian aku masuk ke ruangan Kak Fahri, dia terlihat sangat sibuk.
“Hai Kak.” Ujarku
“Oh kamu disini sayang?” Ujarnya lalu berjalan menghampiriku.
“Iya kak, kakak makan dulu ya! Ini udah aku bawain makan siang!” Ujarku
“Wah makasih sayang, apa kamu sudah makan?” Ujarnya
“Belum kak, tadi aku buru-buru kesini takut telat nganterin makan siang buat kakak!” Ujarku
“Ya sudah kita makan berdua ya!” Ujarnya
Kami makan berdua, sesekali Kak Fahri menyuapiku. Disela-sela makan siang kami
membicarakan Fahrin, dan tentu saja aku cerita bahwa Fahrin akan nonton dengan Rizky. Kak
Fahri tidak marah karena yang pergi bersama gadis kecilnya adalah Rizky. Tiba-tiba aku
mendapat telpon bahwa aku harus segera ke perusahaan penerbitan, karena sebentar lagi
bukuku yang kedelapan ini akan segera diterbitkan. Aku pamit pada Kak Fahri dan segera ke
penerbitan. Kak Fahri mengerti, dan memintaku untuk berhati-hati, kemudian kau berlajan
menuju parkiran dan melajukan mobil menuju penerbitan.
Sesampainya di penerbitan kami segera rapat untuk membahas segala sesuatu yang
diperlukan. Kira-kira kami rapat selama satu setengah jam. Setelah rapat selesai aku menerima
pesan dari Fahrin bahwa ia telah pergi bersama Rizky. Aku kembali ke rumah setelah semua
urusan selesai. Aku bergegas menyiapkan makan malam karena hari sudah sore dan sebentar
lagi Kak Fahri segera pulang. Pada saat tengah memasak aku menerima telepon bahwa Fahrin
akan makan malam diluar bersama Rizky dan aku mengiyakannya. Akhirnya semua telah siap,
aku menata makanan diatas meja makan dan mandi setelahnya.
Setelah mandi, aku mendengar Kak Fahri memasuki kamar. Segera aku berpakaian dan
menyambutnya pulang, kemudian Kak Fahri membersihkan diri. Setelah beberapa waktu, kami
duduk berdua dimeja makan. Kak Fahri menyadari ketidakhadiran Fahrin dan menanyakan
keberadaanya. Aku menjelaskan padanya bahwa Fahrin makan malam diluar bersama Rizky.
Tiba-tiba saja Kak Fahri membahas mengenai menjodohkan mereka berdua, itu membuatku
terkejut. Menurut Kak Fahri dia akan tenang jika Rizky selalu menjaga Fahrin, dan mengenai
perjodohan pasti keluarga Rizky tidak akan keberatan. Namun, Kak Fahri ingin jika Fahrin dan
Rizky tidak mengetahui mengenai perjodohan ini. Agar mereka bisa fokus untuk sekolah, dan
jika mereka telah dewasa barulah mereka akan diberitahu mengenai perjodohan ini. Aku
menyetujui usulan Kak Fahri itu. Setelah itu kami memberitahu Intan dan suaminya mengenai
rencana tersebut dan tanpa berpikir panjang mereka langsung menyetujui usulan kami tersebut.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam, namun Fahrin belum juga pulang.
Akhirnya Kak Fahri menelpon Rizky dan menanyakan keberadaan mereka. Rizky bilang mereka
sudah dalam perjalanan pulang dan mereka diantar oleh supir keluarganya, itu membuat kami
tenang. Setengah jam kemudian terdengar suara mobil memasuki pekarangan, dan kami
menyambut kepulangan mereka. Setelah mengantar Fahrin pulang Rizky pamit karena Mamanya
juga sudah memintanya segera pulang. Fahrin tersenyum dan melambaikan tangannya pada
Rizky. Aku dan Kak Fahri tersenyum melihat tingkah anak kami yang beranjak remaja itu,
kemudian kami masuk dan beristirahat.

96
Indah Sari

Waktu semakin cepat berlalu, tak terasa kini Fahrin sudah lulus SMA. Sebentar lagi ia
akan masuk ke universitas. Keluargaku dan keluarga Intan mengadakan pertemuan keluarga
malam ini, kami bertemu di sebuah restorant. Menurut kami inilah saat yang tepat untuk
memberitahu anak-anak kami mengenai perjodohan mereka. Aku datang bersama Kak Fahri dan
juga Fahrin, sedangkan Intan datang bersama suaminya, dan anak mereka Rizky dan Putri. Kami
duduk berseberangan, tidak ada kecurigaan diwajah anak-anak kami mereka tampak biasa saja.
Tak lama makanan yang kami pesan datang, dan kami menikmati makanannya dengan di selingi
pembicaran-pembicaraan. Pada saat kami membicarakan perjodohan Fahrin dan Rizky tiba-tiba
saja tersedak, tentu saja karena mereka kaget akan kabar itu. Mereka saling memandang satu
sama lain dan terlihat canggung. Namun, kami para orang tua tidak memaksa anak-anak kami,
dan tidak masalah jika mereka menolak perjodohan ini.
“Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian setuju dengan perjodohan ini?” Tanya Papanya
Rizky
Mereka belum juga menjawab dan saling diam.
“Bagaimana nak?” Tanya Kak Fahri
Mereka masih saja diam, itu membuat kami para orang tua bingung dibuatnya. Akhirnya
kami memberikan waktu untuk mereka berdua bicara dan meninggalkan mereka sejenak.
Sepeninggalan kami mereka berdua masih terlihat canggung namun akhirnya mereka saling
bicara.
“Apa kamu setuju Rin?” Ujar Rizky membuka pembicaraan.
“Lalu apa kamu setuju?” Ujar Fahrin
Pertanyaan dibalas pertanyaan.
“Jika kamu setuju maka aku juga akan setuju.” Ujar Rizky
“Tapi apakah kamu menyukaiku? Kita bisa menolak jika kita tidak saling menyukai bukan?” Ujar
Fahrin
“Kamu benar Rin, tapi maafkan aku!” Ujar Rizky
“Maaf untuk apa?” Ujar Fahrin
“Maaf karena aku menyukaimu dan aku ingin kita menerima perjodohan ini!” Ujarnya
Fahrin masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Tapi bagaimana denganmu Rin, apa kamu juga menyukaiku?” Ujar Rizky
Fahrin hanya mengangguk, karena saat ini dia sangat malu. Malu mengakui bahwa ia juga
menyukai sahabat kecilnya itu.
“Apa artinya kamu juga menyukaiku Rin? Jadi kamu setuju kita dijodohkan?” Tanya Rizky
meyakinkan.
Lagi-lagi Fahrin mengangguk membenarkan ucapan Rizky. Mereka terlihat malu-malu.
Setelah mereka berdua selesai berbicara mereka menghampiri kami dan memberitahu keputusan
mereka. Setelah mendengar keputasn mereka kami para orang tua sangat senang, hal ini bisa
memperkuat hubungan keluarga yang sudah lama terjalin.
Mereka masuk diperguruan tinggi yang sama, jadi kami tidak khawatir lagi karena ada
Rizky yang menjaga Fahrin. Mereka saling menyayangi satu sama lain dan juga saling menjaga.
Meski Rizky lebih muda beberapa bulan dari Fahrin, namun dia sangat dewasa dalam bersikap.
Dia bisa menjadi sosok kakak dan juga calon suami untuk Fahrin. Tak terasa mereka sebentar
lagi akan segera lulus, oleh karena itu kami akan meresmikan hubungan mereka dan
melangsungkan pertunangan. Di hari pertunangan mereka terlihat sangat bahagia, kami tidak
menyangka bahwa anak-anak kami telah beranjak dewasa. Seluruh keluarga dan juga teman-
teman mereka hadir di pesta pertunangan mereka. Semuanya memberikan ucapan selamat atas
pertunangan mereka, sedangkan pernikahan mereka berlangsung setelah lima tahun mereka
lulus. Itu karena mereka ingin berkarir terlebih dahulu, kami sebagai orang tua mereka hanya
bisa mendukungnya. Aku dan Kak Fahri merasa lega, karena putri kami telah memiliki suami
yang sangat mencintainya. Kami berharap semuanya akan berakhir bahagia.

***

97
Bagai Hujan di Musim Kemarau

EPILOG
Kehidupan kami berakhir dengan bahagia. Meski untuk mencapai kebahagiaan itu kami
harus melalui banyak hal. Mungkin inilah garisan takdir kehidupan kami. Aku dan Kak Fahri
hidup bahagia bersama putri kami tercinta. Aku sangat tidak menyangka bahwa Kak Fahrilah
yang menjadi takdirku. Begitulah kehidupan, tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi
di masa yang akan datang. Sosok Kak Andrean yang pernah mengisi lembaran hidupku, dia yang
pernah aku cintai juga bisa menemukan kebahagiaannya.
Aku merasa lega karena semua orang berbahagia. Semua kesedihan yang pernah kami
alami sudah berganti dengan kebahagiaan. Semua tersenyum bahagia menjalani kehidupan ini.
Dalam hidup pasti akan ada masa-masa yang sulit, namun yakinlah masa-masa itu akan
berganti, karena hidup ini terus berputar.
Melihat putri kami telah menikah itu adalah kebahagiaan terbesar kami. Terlebih suaminya
adalah anak dari sahabat kami sendiri. Begitulah garis takdir mempertemukan kami. Aku
berharap kami semua diberikan umur panjang sehigga kami bisa melihat anak cucu kami. Aku
berharap kebahagiaan ini akan selalu menyelimuti kami, jagalah anak-anak kami oh Tuhan.
Aku berharap kebahagiaan ini tak pernah berakhir, amin.
TAMAT

98
Indah Sari

Tentang Penulis

Assalamu’alaikum wr.wb. Perkenalkan penulis bernama Indah Sari. Dia masih menempuh
pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis, lahir
pada tanggal 18 Maret 1997. Penulis aktif menulis di wattpad dengan akun @indahsari636. Akun
instagramnya indahsari_bsi. Alamat asli penulis yakni di Desa Sari Kecamatan Gajah Kabupaten
Demak Provinsi Jawa Tengah. Penulis memang gemar menulis khususnya novel, akhirnya,
penulis dapat kembali dengan karya terbarunya yakni novel yang berjudul “Bagai Hujan di
Musim Kemarau”. Sebelumnya, beberapa karya penulis berupa puisi dan cerpen juga telah
dimuat dalam beberapa kumpulan antologi puisi dan cerpen. Semoga penulis semakin
bersemangat untuk menulis dan dapat melahirkan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca.
Salam literasi.

99
Bagai Hujan di Musim Kemarau

SINOPSIS
Jika perhatian yang diberikan bukan cinta lalu apa? Aku bahkan kehilangan sesuatu yang
bukan milikku.
Kali pertama aku bertanya apa ini takdir? aku akan jadi milikmu. Namun kali kedua aku
menjawab aku menjadi milik yang lain. Aku percaya Tuhan memberikan jodoh yang tak mungkin
tertukar. Aku menemukan sosok imamku pada diri Kak Fahri. Sekalipun, Kak Fahri tak pernah
melukai hati ini. Dia mencintaiku melebihi cintaku padanya.
- Silvia –

Aku tak pernah ragu pada dirimu wahai istriku. Mari kita memulai pernikahan kita dengan
saling percaya. Aku akan selalu menjagamu dan mencintaimu apapun yang terjadi.
- Fahri-

Aku terlalu pengecut untuk mengatakan aku menginginkannya. Ketika aku menyadari aku
mencintainya itu sudah terlambat. Kehilangan begitu menyakitkan aku ingin merebut kembali
apa yang telah menjadi milikku. Namun, aku tidak boleh egois karena jika aku mengandalkan
keegoisan maka itu bukanlah cinta.
- Andrean-

Kehidupan ini selalu menyimpan banyak misteri. Apa yang kita pikirkan dan harapkan
belum tentu akan terwujud, begitulah. Seperti kisah hidupku ini, seseorang yang aku pikir
adalah takdirku ternyata dia tidak ditakdirkan untukku, justru yang terjadi adalah sebaliknya.
Cinta ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa, cinta yang tulus tidak mudah untuk berubah.
Hal itu aku dapatkan dari suamiku, dia mencintaiku sangat mencintaiku. Dia tidak pernah
meninggalkan aku dalam keadaan apapun. Aku sadar kehidupan kami tidak luput dari berbagai
masalah, namun pada akhirnya kami bisa melewati semua masalah itu. Dan kini kami
merasakan kebahagiaan setelah melalui badai kehidupan, “Bagai Hujan di Musim Kemarau”

100
Indah Sari

101

Anda mungkin juga menyukai