PAJAK INTERNASIONAL Tugas
PAJAK INTERNASIONAL Tugas
0
LATAR BELAKANG & TUJUAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Pajak internasional ada karena akibat dari adanya globalisasi dimana seluruh dunia bisa
saling berintergrasi satu sama lain. Indonesia adalah bagian dari dunia Internasional,
dalam era globalisasi Indonesia perlu menjalin hubungan dengan negara lain. Oleh
karena itu, muncul percepatan arus cross border dimana ada transaksi-transaksi lintas
batas yang saling menguntungkan dan mengizinkan entitas asing untuk melakukan
asing di dalam negeri dapat menjadi cumber pendapatan pajak untuk negara. Menurut
benefit theory of taxation, pemajakan ini bisa dilakukan karena terdapat hubungan
(economic attachment) antara Indonesia sebagai negara sumber (Source State) dengan
entitas asing di indonesia, dapat menjadi objek pajak bagi negara asalnya. Maka
penghasilan entitas asing di dalam negeri dan penghasilan entitas dalam negeri di luar
Pengertian umum
Nechtle dalam bukunya yang berjudul “Basic Poblems in International Fiscal Law”
(1979) membedakan pegertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara
1
Secara luas, pajak berganda meliputi setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan
lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda (double tacation) atau lebih (multiple
taxation) atas suatu fakta fiskal (subjek dan atau objek pajak). Sesuai dengan negara
Secara sempit (narrower sense), pajak berganda dianggap dapat terjada pada semua
kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu
Pajak berganda internasional diartikan sebagai pengenaan jenis pajak oleh dua negara
(atau lebih) terhadap satu objek pajak yang sama dan subjek pajak yang sama dalam
satu periode yang identik (pajak ganda international yuridis). Dapat pula diartikan
sebagai pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara (atau lebih) terhadap subjek
pajak yang berlainan atas objek pajak yang sama (pajak ganda internasional ekonomis).
Dalam pasal 23 A dan 23 B model P3B OEC membedakan pajak berganda yuridis
(juridica double taxation) dengan pajak ganda ekonomis (economical double taxation)
yaitu Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima
oleh orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara sedangkan pajak
berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum) dikenakan
Contoh :
2
Tipe Pajak Berganda Internasional
PBI timbul karena adanya benturan (over lapping) klaim pemajakan oleh beberapa
administrasi pajak sesuai dengan yurisdiksi pemajakan yang mereka miliki. Apabila
Besarnya beban pajak yang ditanggung oleh seseorang Wajib Pajak (jika
dilaksanakan oleh satu negara saja). Apabila dari kedua (atau lebih) negara
pemegang klaim pajak, hanya satu negara saja yang melaksanakan klaim pemajakan
PBI Yuridis terjadi apabila suatu penghasilan (atau modal) yang sama dikenakan
pajak di tangan orang (subjek) yang sama oleh lebih dari satu negara.
PBI ekonomis terjadi apabila dua orang yang (secara yuridis) berbeda dikenakan
pajak atas suatu penghasilan (atau modal maupun objek) yang sama (oleh lebih dari
satu negara).
PBI ekonomis terjadi jika pemajakan atas objek yang sama terhadap legal subjek
yang berbeda, namun secara ekonomis identik atau setidaknya merupakan para
PBI langsung (direct) terjadi jika aplikasi dua atau lebih ketentuan yang sama pda
3
PBI tidak langsung (indirect) tejadi dari pemajakan atas satu hal yang sama (setara
dengan PBI ekonomis). PBI tidak langsung secara teoritis lebih komprehensif dan
Princip dari masing-masing negara dalam mengenakan pajak bagi warga negaranya.
Setiap negara mempunyai sistem pajak yang berbeda. (azas personality dan azas
domisili)
Contohnya seperti konflik antara negara yang menganut world wide income basis dan
warga negara) dengan negara yang menganut prinsip domicile dalam menentukan
subjek pajaknya. Negara yang menganut azas ius sanguinis dengan ius soli (dual
residence) juga bisa menjadi konflik antar negara karena berhubungan dengan
1. Unilateral (sepihak)
Pendekatan unilateral ini merupakan kebijakan dari negara itu sendiri, dimana negara
4
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau restricted terrirorial
principle
b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan
PT A (WPDN)
Penghasilan luar negeri : 100 juta (kena pajak di luar negeri sebesar
20%)
Apabila tidak ada peraturan kredit pajak luar negeri, maka ada resiko pajak berganda
internasional dimana PT A membayar pajak luar negeri sebesar 20 juta, dan membayar
pajak dalam negeri sebesar 100 juta (perhitungan pajak terutang PT A tanpa adanya
Dalam menghitung pajak, kerugian dari luar negeri tidak dapat dikompensasi di dalam
negeri karena jika kerugian dari luar negeri dibebankan di negara domisili (tempat
Pendekatan bilateral dilakukan dengan melakukan perjanjian pajak antar negara yang
dikenal dengan istilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
5
a. Membagi hak pemajakan dan menghindarkan pengenaan pajak berganda dalam
e. Keadilan dalam hal pemajakan penduduk dari negara yang terlibat dalam perjanjian.
Contohnya adalah pelepasan hak pemajakan sebagian pada jenis peghasilan passive
income dan pelepasan hak pemajakan seluruhnya pada jenis penghasilan active income.
Pendekatan multilateral melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional (misalnya
negar-negara skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan dapat menutup P3B
P3B dapat lebih bersifat harmonisasi (atau malahan unifikasi) ketentuan perpajakan
pengaturan tax treaty secara serentak, tanpa melalui proses negosiasi bilateral untuk
meminimalisir potensi pajak berganda dan mencegah penghindaran pajak. MLI yang
yang panjang dan memakan waktu yang lama yang selama ini terjadi pada perjanjian
bilateral.
6
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL
dari Subjek dan Objek Pajak, maka dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) pandangan
yaitu:
Pemajakan atas Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) orang pribadi atau badan yang
Subjek pajak:
1. Orang Pribadi
Orang pribadi yang bertempat tinggal diindonesia, berada diindonesia lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berada diindonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal diindonesia (Pasal 2 ayat (3)a UU PPh) dimana kewajiban pajak
subjektifnya dimulai saat orang pribadi dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat
tinggal diindonesia, berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia
2. Badan
Badan yang didirikan diindonesia atau bertempat kedudukan diindonesia (Pasal 2 ayat
(2)b UU PPh) dimana kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan didirikan
atau bertempat kedudukan diindonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak
Dalam Rangka memberi kepastian atas perlakuan PPh bagi orang pribadi WNI yang
bekerja diluar negeri, diatur tentang pekerja Indonesia yaitu : orang pribadi WNI yang
7
bekerja diluar negeri >183 hari dalam jangka waktu 12 bulan adalah Subjek Pajak Luar
Negeri (SPLN)
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik
yang berasal dari indonesa maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
komsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk
apapun
Apapun jenis penghasilan (maka ekonomis, global income taxation, apapun jenis saat
(worldwide income), apapun cara memanfaatannya, dan apapun nama dan bentuknya.
Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang
8
Source rule dalam pasal 24 UU PPh, diantaranya:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta capital gainnya negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bertempat kedudukan atau
berada
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang
Subjek pajak :
1. Orang Pribadi
Tidak bertempat diindonesia atau berada diindonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan dimana kewajiban pajak subjektif dimulai pada saat orang
pribadi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut (Pasal 2A ayat (4) UU PPh
9
2. Badan
Tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan Indonesia (Pasal 2 ayat 4 UU PPh)
dimana kewajiban pajak subjektif dimulai pada saat badan menerima atai memperoleh
penghasilan dari Indonesia, berakahir pada saat badan tidak lagi menerima atau
Saat terutang: saat dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya
a. Dividen
10
Objek pajak pasal 26 ayat 2
1. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta diindonesia, kecuali yang diatur
dalam pasal 4 ayat 2, yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT diindonesia dan
25%
2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, perkiraan
penghasilan neto:
Kita mengetahui bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak terhadap
setiap penghasilan setiap individu dan terdapat “connecting factors” antara Negara
tersebut yaitu :
11
Residence Principle (Azas Residensi), Hak Negara mengenakan pajak kepada
(Worldwide Income)
Source Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang
12
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER LAIN
Catatan pribadi tim penulis
Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
13