Anda di halaman 1dari 73

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan atas kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan
Karunia-Nya yang telah melimpahkan Taufiq, Hidayah, dan Inayah-Nya Sehingga
saya dapat menyelesaikan PROPOSAL ini dengan judul “Faktor Yang
Berhubungan (Pekerjaan Ibu, Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga,
Pengatahuan Gizi Ibu ) Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas
Pembantu Talang Kecamatan Saronggi”.
Penyusunan proposal ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan serta
dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak, untuk itu ijinkan peneliti
menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Sjaifurrahman. SH.,CN.,MH. Selaku Rektor Univirsitas Wiraraja


2. Bapak Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Wiraraja
3. Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku Ketua Prodi Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja
4. Ibu Sri Sumarni, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku pembimbing utama yang
tekah memberikan arahan selama proses pembuatan proposal ini.
5. Bapak Emdat Suprayitno, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku pembimbing kedua
yang telah memberikan arahan selama proses pembuatan proposal ini.
6. Jajaran Dosen Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja
dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan
penelitian ini.
7. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam
pembuatan proposal ini.
8. Teman-teman keperawatan angkatan 2016 B yang selalu memberikan
masukan, semangat juga bantuan dalam pengerjaan proposal ini

Saya menyadari masih bayak kekurangan dalam penysusnan proposal ini.


Untuk itu saya sangat mengaharapkan masukan dan saran yang membangun dari

i
segenap pembaca. Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan tambahan
ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.

Sumenep, 23 Januri 2020


Peneliti

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
1.3.1 Tujuan umum.......................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................ 4
1.4.1 Teoritis.................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Praktis....................................................................... 5

BAB 2 TINJAWAN PUSTAKA


2.1 Konsep Pertumbuhan....................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Pertumbuhan......................................................... 6
2.1.2 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan......................... 7
2.2 Balita ............................................................................................... 9
2.2.1 Definisi Balita......................................................................... 9
2.2.2 Karakteristik balita.................................................................. 9
2.2.3 Kebutuhan Gizi Pada Balita.................................................... 10
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi balita....... 13
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Balita....................................................................................... 14
2.2.6 Malnutrisi................................................................................ 19
2.2.7 Penilaian status gizi anak........................................................ 19
2.2.8 Penilaian status gizi berdasarkan antropometri...................... 21
2.2.9 Sifat indikator status gizi........................................................ 22

iii
2.2.10 Standar tinggi badan menurut umur..................................... 23
2.3 Stunting ........................................................................................... 27
2.3.1 Definisi stunting...................................................................... 27
2.3.2 Etiologi................................................................................... 28
2.3.3 Manifestasi klinis.................................................................... 29
2.3.4 Perilaku pencegahan stunting................................................. 30
2.3.5 Dampak stunting..................................................................... 31
2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi unting............................. 34

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 41
2.1 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 42

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian ...................................................................... 43


4.2 Kerangka Kerja................................................................................ 44
4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling...................................................... 45
4.4 Identifikasi Variabel......................................................................... 49
4.5 Definisi Operasional Definisi Operasional Faktor Yang
Berhubungan (Pekerjaan Ibu, Jumlah Anggota Keluarga,
Pendapatan Keluarga, Pengatahuan Gizi Ibu) Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Di Puskesmas Pembantu Talang
Kecamatan Saronggi......................................................................
...................................................................................................49
4.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data................................................. 50
4.7 Masalah Etika .................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 58

iv
v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spektrum rentang malnutrisi ....................................................... 19


Tabel 2.2 Klasifikasi status gizi................................................................... 22
Tabel 2.3 Standar tinggi badan menurut umur 0-24 bulan........................... 23
Tabel 2.4 Standar tinggi badan menurut umur 24-60 bulan......................... 24
Tabel 2.5 Standar tinggi badan menurut umur 0-24 bulan........................... 25
Tabel 2.6 Standar tinggi badan menurut umur 24-60 bulan......................... 26
Tabel 2.7 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar ................................... 36
Tabel 4.1 Definisi Operasional Faktor Yang Berhubungan (Pekerjaan
Ibu, Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga,
Pengatahuan Gizi Ibu) Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Di Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan Saronggi.............
...............................................................................................49

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Faktor Yang Berhubungan


(Pekerjaan Ibu, Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan
Keluarga, Pengatahuan Gizi Ibu) Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Di Puskesmas Pembantu Talang
41
Kecamatan Saronggi ......................................................
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Faktor Yang Berhubungan (Pekerjaan
Ibu, Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga)
Dengan Kejadian Stunting Pada Anak 1-59 Bulan Di
Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan Saronggi
44
(Modifikasi Teori Orem) Dalam (Nursalam, 2017.........

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden Penelitian


Lampiran 2 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 3 Kuesener

viii
BAB 1

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Stunting merupakan masalah negara indonesia yang berdampak serius

bagi kualitas sumber daya manusia (SDM) dan menduduki peringkat kelima dunia

balita dengan kondisi tinggi badan berada dibawah rata-rata (MCA Indonesia

2013). Salah satu indikator kesehatan yang dinilai dalam Millennium

Development Goals (MDGS) adalah setatus gizi balita. hal ini menunjukkan

bahwa anak memerlukan asupan gizi yang sangat banyak untuk pertumbuhan dan

perkembangan kesehatan emosional dan mental pada balita serta kegagalan

pertumbuhan. Pada masa anak balita merupakan klompok yang rentang

mengalami kekurangan gizi salah satunya penyakit Stunting. (Farah okky aridiyah

dkk, 2015) Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak kurangnya pertumbuhan pada usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah

bayi lahir. kondisi ini baru terjadi setelah bayi berusia 2 tahun. (Picauly dkk,

2013)

1
2

Menurut WHO. Prevalensi kejadian Stunting menjadi masalah kesehatan

masyarakat jika prevalensinya 20% atau >20%, menurut WHO Stunting pada

tahun 2017 (22,2%) atau sekitar 150,8 juta balita di dunia terkenan Stunting.

Sedangkan di asia tenggara mengalami Stunting dan terbanyak ialah Timur leste

sebanyak 50,2%, India 38,4%, Indonesia 36,4% dan Banglades 36,1%. Di daerah

jawa timur masuk pada urutan ke-tujuh dari 18 Provinsi dengan prevalensi

tertinggi yakni berkisaran 30%-40%, sementara itu kabupaten sumenep

merupakan daerah yang menjadi salah satu fokus penanggulangan Stunting, kasus

Stunting pada tahun 2017 terdapat 8.799 anak dari 26.099 anak. Di Puskesmas

Pembantu Talang terdapat 133 balita pada tahun 2019, pada tahun 2018 terdapat

14 balita Stunting, di tahun 2019 terdapat 24 balita Stunting. Berdasarkan

pengambilan data awal yang dilakukan pada tanggal 10 Desember 2019 dari 7

responden yang mumpunyai balita tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur

balita/Stunting, 4 responden mempunyai anggota keluarga besar, 4 responden

terdapat ibu yang tidak mempunyai pekerjaan/ibu rumah tangga, 5 responden

mempunyai penghasilan 750.000-1.500.000, dan terdapat 6 responden yang

mengalami kurangnya pengatahuan tentang pemberian gizi pada balita.

Pada balita terjadi peningkatan Stunting terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan, faktor gizi pada ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan

penyebab secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin.

Pada ibu hamil yang kurang gizi menyebabkan bayi kekurangan gizi ketika lahir,

dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Balita yang

mengalami gangguan pertumbuhan disebabkan karena asupan makanan yang

kurang. (Ernawati dkk, 2013). Salah satu faktor psenyebab terjadinya Stunting
3

antara lain, kondisi ekonomi wilayah setempat, setatus pendidikan, budaya

masyarakat, kondisi air, praktek pengasuhan yang kurang baik, masih terbatasnya

layanan kesehatan.Faktor ekononi, semakin tinggi ekonomi seseorang akan

semakin berkurang resiko terjadi Stunting, jika keluarga kekurangan pangan

secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, status

ekonomi keluarga dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu pekerjaan orang tua,

jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga. pada keluarga dengan tingkan

ekonomi yang rendah akan beresiko terjadinya Stunting karena pemenuhan gizi

yang rendah dan balita dengan keluarga yang mempunyai pengatahu gizi kurang

beresiko terjadinya Stunting. (Lailatul dkk, 2015)

Penanganan Stunting yang dilakukan pemerintah yaitu pembentukan 5

pilar penanganan stunting, pilar ke 1 Komitmen dan visi pemimpin tertinggi

negara bertujuan memastikan penanganan Stunting sebagai prioritas pemerintah

dan masyarakat di semua daerah. Pilar ke 2 kampanye nasional berfokus pada

program pada penanggulangan Stunting dengan cara memberikan sosialisasi,

melaui media sosial. Pilar ke 3 konvergensi, koordinasi dan konslidasi program

nasional, daerah dan masyarakat yang bertujuan untuk digunakan dan diarahkan

ke dalam satu titik penanggulangan Stunting melalui koordinasi dan konslidasi

program dan kegiatan pusat daerah. Pilar ke 4 mendorong kebijatak “Nutritional

food security” bertujuan meningkatkan akses makanan yang bergizi agar dapat

memenuhi kebutuhan gizi sasaran keluarga yang kurang mampu dengan cara

sosialisasi. Pilar ke 5 pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi

tentang penyakit Stunting. (Windianingsih dkk, 2019)


4

Ditinjau dari uraian di atas, maka perlu untuk diteliti tentang “Faktor-

Faktor Pekerjaan ibu, Jumlah anggota keluarga, Pendapatan keluarga,

Pengatahuan gizi ibu berhubungan dengan kejadian Stunting”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah faktor pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan

keluarga, pengatahuan gizi ibu berhubungan dengan kejadian Stunting?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk menganalisis faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kejadian

Stunting.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi faktor pekerjaan ibu yang berhubungan dengan

kejadian Stunting.

2. Mengidentifikasi faktor jumlah anggota keluarga yang berhubungan

dengan kejadian Stunting.

3. Mengidentifikasi faktor pendapatan keluarga yang berhubungan

dengan kejadian Stunting.

4. Mengidentifikasi faktor pengatahuan gizi ibu yang berhubungan

dengan kejadian Stunting.


5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

1. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisa dan membuktikan teori

tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting,

seperti pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan keluarga.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumbangan ilmu tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Tenaga Medis

Sebagai acuan bagi tenaga medis dalam meningkatkan pelayanan

kesehatan pada masyarakat terutama dalam meningkatkan pencegahan

stunting.

2. Bagi Responden

Diharapkan dapat digunakan sumber informasi untuk meningkatkan

pengatahuan, menambah wawasan, kesadaran sehingga masyarakat dapat

melakukan upaya pencegahan dan meminimalisir resiko kejadian

Stunting pada balita sejak dini

3. Bagi Peniliti

Menambah pengatahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian

serta dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang

keperawatan maternitas dan keperawatan khususnya mengenai prilaku

pencegahan Stunting.
6
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Pertumbuhan

2.2.1 Pengertian Pertumbuhan

Tumbuh kembang adalah peristiwa yang saling berkaitan dan sifatnya

berbeda dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan (Andriani, M.

and Wirjatmadi, B, 2013) Pertumbuhan (growth) adalah perubahan bentuk dalam

ukuran, besar, jumlah, atau tingkat sel dalam organ tubuh, pertumbuhan dapat

diukur secara kuantitati dengan ukuran (Gram, pound, kilogram), dan untuk

panjang (CM, Meter, Inch), maupun individu yang dapat diukur secara kuantitati

dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter, inch),

umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)

(Whaley and Wong, 2000). Perkembangan (development) adalah bertambahnya

kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang sederhana menjadi lebih

kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Hal ini berkaitan dengan adanya proses diferensiasi dari sel-sel

tubuh, organ-organ, dan sitem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan

kognitif, motorik, emosi, sosial dan bahasa sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).

Secara alamiah, setiap individu akan mengalami tahap pertumbuhan dan

perkembangan, yaitu sejak embrio sampai terbentuknya badan secara utuh

mengalami perubahan ke arah peningkatan baik secara perkembangan dan ukuran

(Kozier, Erb, Berman and Snyder, 2011)

8
9

2.2.2 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian.

Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda

dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan

susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan

sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi

tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Proses tumbuh

kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling berkaitan. Ciri-ciri

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan menimbulkan perubahan.

Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap

pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan

intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan

serabut saraf.

2. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan

perkembangan selanjutnya.

Setiap Balita tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan

sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang balita


10

tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang balita tidak akan

bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait

dengan fungsi berdiri balita terhambat. Karena itu perkembangan awal ini

merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.

3. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.

Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan

yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan

fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing balita.

4. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.

Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun

demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-

lain. balita sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya

serta bertambah kepandaiannya.

5. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang

tetap, yaitu:

a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian

menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).

b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar)

lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai

kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).

6. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.


11

Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan

berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak

terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat

gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.

2.2 Balita

2.2.1 Definisi balita

Balita adalah anak yang berumur 1- <5 tahun sedangkan anak prasekolah

anak yang berumur 3-5 tahun. Saat usia balita, kegiatan anak masih bergantung

pada orang tua pada saat melakukan kegiatan sehari-hari seperti buang air kecil,

bung air besar,mandi, makan. Perkembangan berbicara mengalami peningkatan

dan kemampuan berjalan bertamabah baik akan tetapi kemampuan lainya masi

terbatas. (Sutomo B dan Anggraini D, 2010)

Anak yang berumur kurang dari 5 tahun dan anak yang berumur 1 tahun

atau dibawah 5 tahun atau dengan hitungan bulan 12- 59 bulan sering di singkat

balita (Kemenkes, 2010). Pada masa Balita merupakan dimana anak mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang sangan cepat (Kemenkes, 2013). Pada masa

ini balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Jenis-

jenis yang mengalami pertumbuhan seperti pertumbuhan linier dan pertumbuhan

masa jaringan (Supariasa, 2013).

2.2.2 Karakteristik balita

Menurut (Septiari, 2012) menyatakan karakteristik dibagi menjadi dua

yaitu sebagai berikut :


12

1. Anak usia 1 – 3 tahun

Anak usia 1-3 tahun tidak bisa mengelolah makanan hanya bisa

mengkonsumsi makanan yang dimasak oleh orang tuanya. Pertumbuhan

pada masa balita akan mengalami pertumbuhan yang sangan cepat dari pada

masa prasekolah, sehingga memerlukan asupan makanan bergizi dengan

jumlah makanan relatif besar. Anak yang mempunyai perut kecil sulit

menerima makanan bergizi dengan jumlah yang relatif besar sedangkan

anak yang usinya lebih menerima makanan dengan relatif besar oleh sebab

itu pola makan yang diberikan pada anak dengan porsi kecil dengan

frekuensi sering

2. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Anak usia 3-5 tahun sudah bisa memilih makanan dan menolak

makanan yang di sediakan orang tunya, pada usia ini anak cenderung

mengalami penurunan berat badan yang disebabkan aktifitas anak yang

berlebih.

2.2.3 Kebutuhan Gizi Pada Balita

1. Definisi gizi

gizi dan nutrisi sangat penting bagi pertumbuhan anak. Kebutuhan

gizi akan optimal jika mengandung zat gizi yang lengkap. Jumlah kebutuhan

zat gizi dan nutrisi anak dengan bayi sangat berbeda setiap umurnya

(Alimul, 2005). Jika nutrisi anak terpenuhi akan berdampak baik bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak apabilah anak kekurangan nutrisi

akan berefek buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan anak seperti


13

Perkembangan otak, perkembangan intelektuan, perkembangan fisiknya dan

fungsi lainnya (Kyle and Carman, 2014)

2. Jenis gizi

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi mahluk hidup

makanan diproleh dari bahan organik yang diklasifikasikan menjadi 3

kelompok, karbohidrat, lemak, dan protein yang ada pada hewan atau sayur-

sayuran. Zat gizi termasuk memberikan gizi bagi Tubuh seperti air, vitamin,

garam, mineral (Sodikin, 2012)

a. Karbohidrat

Karbohidra merupaka bahan organik yang banyak di temukan

pada beras, jagung, ubi, singkong dan kentang fungsi utama karbohidrat

sebagai pengahaisl energi bagi tubuh, sebagai pengatur metabolisme

lemak tubuh, dan pencadangan protein.

b. Lemak

Lemak ialah sumber energi yang di butuhkan oleh tubuh,

senyawa yang ada pada lemak seperti oksigen, karbon, hidrogen. Lemak

juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. Setiap gram lemak

akan mengalami proses oksidasi yang akan menghasilkan kurang lebih 9

kalori.

c. Protein

Protein berperan sangat penting bagi tubuh, senyawa yang ada

pada netrogen organik sangat kompleks dengan asam amino sebagai

penyusun, protein bagi tubuh berfungsi untuk perbaikan semua jaringan

dan pertumbuhan seperti tulang, kuku, gigi, rambut, kulit.


14

Air sangat berperan penting bagi tubuh air dibutuhkan tubuh

dengan jumlah besar tubuh tidak bisa memproduksi air untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Sekitar 80% kandungan dalam tubuh berisi cairan,

sehingga anak memerlukan cairan lebih banyak setiap kilogram berat

tubuhnya. Bagi tubuh air sangat berfungsi sebagai pengatur proses

pengatur suhu, pembentuk, biokimia, pelarut dan komponen sel dan

organ. Cairan dalam tubuh sebagai media transportasi zat gizi, pelumas

sendi, bantalan organ, pembuangan sisa metabolisme (Kemenkes RI,

2014)

d. Vitamin

Vitamin adalah zat organik yang banyak ditemukan pada

makanan, vitamin sangat diperlukan untuk kesehatan tubuh dan

pertumbuhan. Jumlah vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh sangat kecil

dikarnakan vitamin diperkirakan sebagai katalisator, vitamin sangat

dibutuhkan pada anak yang mengalami pertumbuhan sehingga tubuh

sangat rentang terhadap defisiensi vitamin.

e. Mineral

Mineral adalah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk

mendukung proses tubuh dan berkembang, tubuh memerlukan tujuh

komponen mineral dengan jumlah besar. Komponen yang ada pada

mineral adalah kalsium, fosfor, klorida, mangnesium, natrium dan sulfat.

Mineral terdapat tujuh komponen elemen dalam jumlah kecil seperti,

yodium, zat besi, selesium, zink, tembaga, koblot dan elemen lainnya

yang dibutuhkan tubuh adalah molibdenum, krom dan flouin. komponen


15

ini sangatat berperan penting dalam metabolisme tubuh.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi balita

Menurut (Sulistyoningsih, 2011) kebutuhan gizi dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:

1. Umur

Bertambahnya umur seseorang akan mengalami penurunan

kebutuhan gizi untuk tiap kilogram berat badan seperti kebutuhan gizi

balitan dengan orang tua sangat berbeda

2. Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam pemenuhan

kebutuhan gizi. Hal ini karena jaringan penyusun tubuh dan aktivitas yang

dilakukan laki-laki dan perempuan sangat berbeda.

3. Aktivitas

Aktivitas berlebih memerlukan energi yang sangat besar oleh karna

itu perlu juga asupan makanan dan nutrisi juga semakin tinggi, oleh karena

itu dapat terjadi karena kebutuhan oksigen semakain meningkat.

4. Tempat tinggal

Tempat tinggal sangat mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang.

Oleh karena itu tempat tinggal dikota dengan yang tinggal di pengunungan

sangatlah berbeda. Orang yang tinggal di pengunungan membutuhkan

energi yang besar

5. Kondisi khusus (ibu hamil, menyusui, dan sakit)

Pada ibu yang hamil memerlukan asupan gizi yang tinggi dan pada
16

ibu yang menyusui juga memerlukan asupan gizi yang tinggi, ibu yang

sedang hamil memerlukan asupan gizi yang tinggi untuk peningkatan

metabolisme dan untuk memproduksi ASI. Jika pemenuhan gizi baik maka

mempengaruhi tumbuh kembang janin. Jika kondisi sakit yang dialami akan

mempengaruhi kebutuhan gizi, karena pada masa pemulihan tubuh

membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi.

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan balita

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada balita

menerut. (Br Sembiring J, 2017) adalah:

1. Faktor internal

Faktor internal sangatlah berpengaruh pada tumbuh kembang anak,

yaitu :

a. Ras /etnik

Anak yang dilahirkan dari ras /bangsa Eropa memiliki genetik

yang tinggi atau besar akan tetapi anak yang dilahirkan dari keturunan

asia cenderung memiliki genetik yang pendek atau kecil

b. Keluarga

Keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi mempunyai

keturunan yang tinggi sedangkan keluarga yang mempunyai postur

pendek akan mempunyai keturunan yang pendek.

c. Umur

Kecepatan petumbuhan yang pesat pada masa prenatal, tahun

pertama keidupan, pada masa remaja dan pada masa dewasa mengalami
17

penurunan.

d. Jenis kelamin

Pada wanita mengalami reproduksi berkembang lebih cepat dari

pada laki-laki. Setelah melewati masa pubertas pertumbuhan anak laki-

laki maupun perempuan akan mengalami pertumbuhan lebih cepat

e. Genetik

Anak yang mempunyai genetik pendek akan beresiko

mengalami genetik yang sama dengan orang tuanya, sebab genetik

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, contohnya anak

kerdil.

f. Kelainan kromosom

Pada seorang mempunyai kelainan kromoson umunya disertai

dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindrom Tumer’s dan

sindrom Down’s

2. Faktor eksternal

Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

tumbuh kembanga anak.

a. Faktor prenatal

1) Mekanis

Salah satu yang mempengaruhi posisi janani adalah uterus.

Posisi fetus yang tidak normal menyebabkan kelainan kongenital

seperti club foot

2) Toksin/zat kimia

Beberapa pantangan Bagi ibu hami, dilarang merokok,


18

minuman alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan, jika ibu hamil

melakukan akan berdampak buruk bagi janain. Beberapa obat-obatan

seperti Aminopterin atau thalidomid dapat menyebabkan kelainan

kongenital seperti palatokisis.

3) Endokrin

Diabetes mellitus (DM) dapat menyebabkan kardiomegali,

hyperplasia adrenal dan makrosomia

4) Radiasi

Sinar rontgen dapat berdampak buruk bagi sijanin

mengakibatkan kelainan pada janin seperti retardasi mental,

mikrosefali, spina bifida dan deformitas anggota gerak, kelainan

jantung serta kelainan kongenital mata.

5) Infeksi

Infeksi pada ibu yang menginjak trimester pertama dan kedua

oleh Rubella, Citomegali virus, Tokosoplasma, Herpes simpleks dapat

menyebabkan kelainan pada janin seperti tuli, mikrosefalus, retradasi

mental, katarak, dan kelainan jantung kongenital.

6) Kelainan imunologi

Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan

darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap

sel darah merah janin. Melalui plasenta masuk ke dalam darah janin

dan menyebabkan janin mengalami hiperbilirubinemia dan karniktus

yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

7) Anoksia embrio
19

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi

plasentan, sehingga janin mengalami pertumbuhan terganggu.

8) Psikologi ibu

Bagi ibu yang tidak mengengenkan kehamilan dan perlakuan

yang salah pada janin atau kekerasan mental pada ibu hamil

mengakibatkan janin kekurangan nutrisi/ meninggal dunia.

b. Faktor persalinan

Beberapa faktor persalinan pada bayi yang menyebabkan

kerusakan jaringan otak seperti asfiksia, terauma kepala

c. Faktor pasca persalinan

1) Nutrisi

Nutrisi merupakan salah satu komponen sangat penting bagi

masa pertumbuhan janin. Pertumbuhan janin akan terhambat bila apa

bila kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi

2) Penyakit kronis atau kelainan kongenital

Penyakit kronis yang bisa mengakibatkan retardasi

pertumbuhan seperti Anemia, Tuberculosis, Kelainan Jantung.

3) Psikologis

Hubungan anak dengan orang tua yang tidak dikhendaki oleh

orang tuanya anak selalu merasa tertekan dan akan mengalami

hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangan.

4) Lingkungan fisik dan kimia

Lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan


20

perkembangan anak. Anak dengan lingkungan yang kurang baik,

terpapar sinar radioaktif, kurang sinar matahari dan zat tertentu seperti

merkuri, rokok dan lain-lain mempunyai dampak negatif terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak.

5) Sosioekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan

serta kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, hal tesebut

menghambat pertumbuhan anak.

6) Lingkungan pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat

memengaruhi tumbuh kembang anak. Tercangkup tugas pengasuhan

secara umum dan pola asuh makan anak.

7) Budaya Lingkungan

Budaya lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.

Persepsi masyarakat tentang pola hidup sehat. Dalam masa

pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan makanan yang

bergizi, namun karena terdapat budaya setempat anak dengan umur >6

bulan sudah diberikan MP-ASI shingga mengakibatkan anak

berpengaruh terhadap masa tumbuh kembang anak.

8) Stimulasi

Perkembangan dan pertumbuhan anak memerlukan

rangsangan atau stimulus seperti orang tua menyediakan mainan,

mengajak anak bermaian dengan tetangga sekitar, olah raga

9) Obat-obatan
21

Pemberian obat-obatan kortikosteroid terus menerus

mengakibatkan dampak yang buruk pada pertumbuhan, demikian

halnya dengan pemberian obat perangsang terhadap susunan saraf

yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan

2.2.6 Malnutrisi

Spektrum dari rentang malnutrisi menurut (WHO, 2010)

Tabel 2.1 Spektrum rentang malnutrisi


Kategori Keterangan
Underweight Berat badan ≤ 2 SD dengan umur
Stunting Tinggi badan ≤ 2 SD dengan umur
Wasting Berat badan ≤ 2 SD dengan tinggi badan dan umur
Defisiensi mikronutrien Umumnya defisiensi Vitamin A, iron, zinc, iodine
dan asam folat
Sumber : WHO (2010)

2.2.7 Penilaian status gizi anak

Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan secara

tidak langsung. (Dalgleish et al., 2007) Penilaian status gizi langsung dapat dibagi

menjadi 4 (empat) yaitu:

1. Antropometri

Antropometri adalah pengukuran tubuh dan koposisi tubuh dari

berbagai tingkat gizi sampai ke umur. Pengukuran tubuh antara lain berat

badan, tinggi bada, lingkar kepala, Lingkar lengan (LILA).

a. Berat badan

Dalam antropometri pengukuran berat badan paling sering

digunakan. Berat badat menggambarkan jumlah protein, air, mineral

dalam tulang dan lemak, berat badan seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti jenis kelamin, umur, aktifitas fisik, keturunan


22

(Supariasa, 2013)

b. Tinggi badan atau panjang badan

Pengukuran tinggi badan seorang sangat penting untuk

mengatahui keadaan gizi seseorang. Dalam keadan normal tinggi badan

tumbuh bersama dengan petumbuhan umur seseorang (Supariasa, 2013).

c. Lingkar kepala

Pengukuran lingkar kepala seseorang dapat mengatahui

pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak seseorang, walaupun

tidak sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkat

kepala merupakan prediktor terbaik dalam melihat perkembangan syaraf

dan pertumbuhan global otak seseorang serta struktur internalnya

(Dalgleish et al, 2007).

d. Lingkar lengan atas (LILA)

Lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan sebagai gambaran

keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas

(LILA) untuk mengatahui tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang

tidak berpengaruh oleh cairan tubuh seseorang (Dalgleish et al, 2007)

2. Metode laboratorium

Dalam metode laboratorium pengukuran dibagi menjadi 2 yaitu uji

biokimia dan uji fungsi fisik. Uji biokimia untuk mengukur setatus gizi

seseorang dengan menggunakan peralatan laboratorium. Tes fungsi fisik

merupakan kelanjutan dari uji biokimia (Dalgleish et al, 2007)

3. Klinis
23

Pemeriksaan secara klinis dilakukan dengan cara Inspeksi, Palpasi,

Perkusi, Auskultasi (IPPA). Pemeriksaan klinis untuk mengatahui seseorang

mempunya gangguang kesehatan seperti gangguan gizi yang dialami

seseorang (Dalgleish et al, 2007).

4. Metode pengukuran konsumsi pangan

Metode ini merupakan penentuan zat gizi dengan melihat jumlah

dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Asupan makan yang kurang akan

mengakibatkan status gizi kurang. Sebaliknya, asupan makan yang lebih

akan mengakibatkan status gizi lebih (Supariasa, 2013).

Untuk pengukuran status gizi secara tidak langsung menurut

(Dalgleish et al., 2007) dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Data vital statistik

Data vital statistik secara tidak langsung dapat digunakan untuk

menilai satus gizi, terutama pada kelompok penduduk tertentu. Angka-angka

statistik kesehatan mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan gizi

masyarakat.

b. Faktor ekologi

Faktor ekologi yang mempengaruhi status gizi diantaranya adalah

beberapa informasi ekologi yang berkaitan dengan penyebab gizi kurang.

Informasi tersebut adalah data sosial ekonomi, data kependudukan, keadaan

lingkungan fisik dan data vital statistik.

2.2.8 Penilaian status gizi berdasarkan antropometri

Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan
24

digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur

menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. variabel BB dan

TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri yaitu BB/U,

TB/U, dan BB/TB (Riskesdas, 2013).

Menilai status gizi balita maka angka berat badan dan tinggi badan setiap

balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku

antropometri balita. (Riskesdas, 2013) Selanjutnya berdasarkan Zscore dari

masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi status gizi


Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score)
Berat badan menurut Gizi buruk < -3 SD
umur (BB/U) Gizi kurang ≥-3 SD sampai dengan < -2 SD
Gizi baik ≥ -2,0 SD
Berat badan menurut Sangat kurus < -3 SD
tinggi badan (BB/TB) Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk > 2 SD
Panjang badan Sangat pendek < -3 SD
menurut umur (PB/U) atau Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD
tinggi badan menurut umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U)
Tinggi > 2 SD
Sumber : Riskesdes (2013)
2.2.9 Sifat indikator status gizi

Menurut (Riskesdas, 2013), sifat indikator status gizi dibagi menjadi 3

yaitu sebagai berikut :

1. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks ini memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis

sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya : kemiskinan,

perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan kurang dalam waktu yang

lama sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.


25

2. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Indeks ini memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena

berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Berat badan

menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis)

atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut)

3. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Indeks ini memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut

sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama

(singkat). Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan

(kelaparan) yang menyebabkan anak menjadi kurus. Indikator BB/TB dapat

digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk.

2.2.10 Standar tinggi badan menurut umur

Standar panjang badan atau tinggi badan menurut umur (Kemenkes, 2010)

adalah sebagai berikut :

1. Anak laki-laki umur 0-24 bulan

Tabel 2.3 Standar tinggi badan menurut umur 0-24 bulan


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
0 44,2 46,1 48,0 49,9 51,8 53,7 55,6
1 48,9 50,8 52,8 54,7 56,7 58,6 60,6
2 52,4 54,4 56,4 58,4 60,4 62,4 64,4
3 55,3 57,3 59,4 61.4 63,5 65,5 67,7
4 57,6 59,7 61,8 63,9 66,0 68,0 70,1
5 59,6 61,7 63,8 65,9 68,0 70,1 72,2
6 61,2 63,3 65,5 67,6 69,8 71,9 74,0
7 62,7 64,8 67,0 69,2 71,3 73,5 75,7
8 64,0 66,2 68,4 70,6 72,8 75,0 77,2
9 65,2 67,5 69,7 72,0 74,2 76,5 78,7
10 66,4 68,7 71,0 73,3 75,6 77,9 80,1
11 67,6 69,9 72,2 74,5 76,9 79,2 81,5
12 68,6 71,0 73,4 75,7 78,1 80,5 82,9
13 69,6 72,1 74,5 76,9 79,3 81,8 84,2
14 70,6 73,1 75,6 78,0 80,5 83,0 85,5
26

15 71,6 74,1 76,6 79,1 81,7 84,2 86,7


16 72,5 75,0 77,6 80,2 82,8 85,4 88,0

Tabel 2.3 Lanjutan


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
17 73,3 76,0 78,6 81,2 83,9 86,5 89,2
18 74,2 76,9 79,6 82,3 85,0 87,7 90,4
19 75,0 77,7 80,5 83,2 86,0 88,8 91,5
20 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0 89,9 92,6
21 76,5 79,4 82,3 85,1 88,0 90,8 93,8
22 77,2 80,2 83,1 86,0 89,0 91,9 94,9
23 78,0 81,0 83,9 86,9 89,9 92,9 95,9
24 78,7 81,7 84,8 87,8 90,9 93,9 97,0
Sumber : Kemenkes (2010)
2. Anak laki-laki umur 24-60 bulan
Tabel 2.4 Standar tinggi badan menurut umur 24-60 bulan
Umur Panjang Badan (cm)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
24 78,0 81,0 84,1 87,1 90,2 93,2 96,3
25 78,6 81,7 84,9 88,0 91,1 94,2 97,3
26 79,3 82,5 85,6 88,8 92,0 95,2 98,3
27 79,9 83,1 86,4 89,6 92,9 96,1 99,3
28 80,5 83,8 87,1 90,4 93,7 97,0 100,3
29 81,1 84,5 87,8 91,2 94,5 97,9 101,2
30 81,7 85,1 88,5 91,9 95,3 98,7 102,1
31 82,3 85,7 89,2 92,7 96,1 99,6 103,0
32 82,8 86,4 89,9 93,4 96,9 100,4 103,9
33 86,9 90,5 90,5 94,1 97,6 101,2 104,8
34 83,9 87,5 91,1 94,8 98,4 102,0 105,6
35 84,4 88,1 91,8 95,4 99,1 102,7 106,4
36 85,0 88,7 92,4 96,1 99,8 103,5 107,2
37 85,5 89,2 93,0 100,5 100,5 104,2 108,0
38 86,0 93,6 96,7 100,5 101,2 105,0 108,8
39 86,5 94,2 98,0 101,8 101,8 105,7 109,5
40 87,0 90,9 94,7 98,6 102,5 106,4 110,3
41 87,5 91,4 95,3 99,2 103,2 107,1 111,0
42 88,0 91,9 95,9 99,9 103,8 107,8 111,7
43 88,4 92,4 96,4 100,4 104,5 108,5 112,5
44 88,9 93,0 97,0 101,0 105,1 109,1 113,2
45 89,4 93,5 97,5 101,6 105,7 109,8 113,9
46 89,9 94,0 98,1 102,2 106,3 110,4 114,6
47 90,3 94,4 98,6 102,8 106,9 111,1 115,2
48 90,7 94,9 99,1 103,3 107,5 111,7 115,9
49 91,2 95,4 99,7 103,9 108,1 112,4 116,6
50 91,6 95,9 100,2 104,4 108,7 113,0 117,3
27

51 92,1 96,4 100,7 105,0 109,3 113,6 117,9


52 92,5 96,9 101,2 105,6 109,9 114,2 118,6
Tabel 2.4 Lanjutan
53 93,0 97,4 101,7 106,1 110,5 114,9 119,2
54 93,4 97,8 102,3 106,7 111,1 115,5 119,9
55 93,9 98,3 102,8 107,2 111,7 116,1 120,6
56 94,3 98,8 103,3 107,8 112,3 116,7 121,2
57 94,7 99,3 103,8 108,3 112,8 117,4 121,9
58 95,2 99,7 104,3 108,9 113,4 118,0 122,6
59 95,6 100,2 104,8 109,4 114,0 118,6 123,2
60 96,1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 123,9
Sumber : Kemenkes (2010)

3. Anak perempuan umur 0-24 bulan


Tabel 2.5 Standar tinggi badan menurut umur 0-24 bulan
Umur Panjang Badan (cm)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
0 43,6 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7
1 43,6 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7
2 51,0 53,0 55,0 57,1 59,1 61,1 63,2
3 53,5 55,6 57,7 59,8 61,9 64,0 66,1
4 55,6 57,8 59,9 62,1 64,3 66,4 68,6
5 57,4 59,6 61,8 64,0 66,2 68,5 20,7
6 58,9 61,2 63,5 65,7 68,0 70,3 72,5
7 60,3 62,7 65,0 67,3 69,6 71,9 74,2
8 61,7 64,0 66,4 68,7 71,1 73,5 75,8
9 62,9 65,3 67,7 70,1 72,6 75,0 77,4
10 64,1 66,5 69,0 71,5 73,9 76,4 78,9
11 65,2 67,7 70,3 72,8 75,3 77,8 80,3
12 66,3 68,9 71,4 74,0 76,7 79,2 81,7
13 67,3 70,0 72,6 75,2 77,8 80,5 83,1
14 68,3 71,0 73,7 76,4 79,1 81,7 84,4
15 69,3 72,0 74,8 77,5 80,2 83,0 85,7
16 70,2 73,0 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0
17 71,1 74,0 76,8 79,7 82,5 85,4 88,2
18 72,0 74,9 77,8 80,7 83,6 86,5 89,4
19 72,8 75,8 78,8 81,7 84,7 87,6 90,6
20 73,7 76,7 79,7 82,7 85,7 88,7 91,7
21 74,5 77,5 80,6 83,7 86,7 89,8 92,9
22 75,2 78,4 81,5 84,6 87,7 90,8 94,0
23 76,0 79,2 82,3 85,5 88,7 91.9 95,0
24 76,7 80,0 83,2 86,4 89,6 92,9 96,1
Sumber : Kemenkes (2010)
28

4. Anak perempuan umur 24-60 bulan


Tabel 2.6 Standar tinggi badan menurut umur 24-60 bulan
Umur Panjang Badan (cm)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
24 76,0 79,3 82,5 85,7 88,9 92,2 95,4
25 76,8 80,0 83,3 86,8 89,9 93,1 96,4
26 77,5 80,8 84,1 87,4 90,8 94,1 97,4
27 78,1 81,5 84,9 88,3 91,7 95,0 98,4
28 78,8 82,2 85,7 89,1 92,5 96,0 99,4
29 79,5 82,9 86,4 89,9 93,4 96,9 100,3
30 83,6 83,6 87,1 90,7 94,2 97,7 101,3
31 80,7 84,3 87,9 91,4 95,0 98,6 102,2
32 81,3 84,9 88,6 92,2 95,8 99,4 103,1
33 81,9 85,6 89,3 92,9 96,6 100,3 103,9
34 82,5 86,2 89,9 93,6 97,4 101,1 104,8
35 83,1 86,8 90,6 94,4 98,1 101,9 105,6
36 83,6 87,4 91,2 95,1 98,9 102,7 106,5
37 84,2 88,0 91,9 95,7 99,6 103,4 107,3
38 84,7 88,6 92,5 96,4 100,3 104,2 108,1
39 85,3 89,2 93,1 97,1 101,0 105,0 108,9
40 85,8 89,8 93,8 97,7 101,7 105,7 109,7
41 86,3 90,4 94,4 98,4 102,4 106,4 110,5
42 86,8 90,9 95,0 99,0 103,1 107,2 111,2
43 87,4 91,5 95,6 99,7 103,8 107,9 112,0
44 87,9 92,0 96,2 100,3 104,5 108,6 112,7
45 88,4 92,5 96,7 100,9 105,1 109,3 113,5
46 88,9 93,1 97,3 101,5 105,8 110,0 114,2
47 89,3 93,6 97,9 102,1 106,4 110,7 114,9
48 89,8 94,1 98,4 102,7 107,0 111,3 115,7
49 90,3 94,6 99,0 103,3 107,7 112,0 116,4
50 90,7 95,1 99,5 103,9 108,3 112,7 117,1
51 91,2 95,6 100,1 104,5 108,9 113,3 117,7
52 91,7 96,1 100,6 105,0 109,5 114,0 118,4
53 92,1 96,6 101,1 105,6 110,1 114,6 119,1
54 92,6 97,1 101,6 106,2 110,7 115,2 119,8
55 93,0 97,6 102,2 106,7 111,3 115,9 120,4
56 93,4 98,1 102,7 107,3 111,9 116,5 121,1
57 93,9 98,5 103,2 107,8 112,5 117,1 121,8
58 94,3 99,0 103,7 108,4 113,0 117,7 122,4
59 94,7 99,5 104,2 108,9 113,6 118,3 123,1
60 95,2 99,9 104,7 109,4 114,2 118,9 123,7
Sumber : Kemenkes (2010)

2.3 Stunting
29

2.3.1 Definisi stunting

Stunting adalah salah satu kegagalan mencapai perkembangan fisik yang

diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur. Batasan stunting yaitu tinggi

badan menurut umur berdasarkan Z-score sama dengan atau kurang dari -2 SD di

bawah rata-rata standar (Child, Standards and W H O, 2008).

Stunting atau bayi pendek adalah suatu kondisi dimana seseorang

mempunyai tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan tinggi badan orang

seumuran pada umumnya (Yuliana W, Hakim NB, 2019).

Stunting adalah keadaan dimana asupan gizi yang kurang dalam waktu

yang cukup lama karena pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

dapat mengakibatkan kurang gizi kronis. Kondisi ini menyebabkan tinggi badan

anak cenderung lebih pendek dengan anak lain seusianya. Selain itu, dampak

lainnya perkembangan anak menjadi terganggu, penurunan fungsi kognitif,

penurunan fungsi kekebalan tubuh, serta timbul risiko penyakit degenarif

misalnya diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner pada saat anak beranjak

dewasa. Stunting terjadi pada saat janin masih dalam kandungan namun dapat

terlihat saat anak sudah berusia 2 tahun (DINKES, 2015). Stunting terjadi mulai

dari masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia 2 tahun (MCA

Indonesia, 2013).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa stunting

adalah suatu keadaan dimana asupan gizi anak tidak tercukupi dalam waktu yang

cukup lama yang dapat menyebabkan suatu kegagalan pertumbuhan fisik yaitu

tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan dengan tinggi badan anak seumuran

pada umumnya.
30

2.3.2 Etiologi

Penyebab dari stunting diantaranya dapat berupa varian yang diturunkan

(familial), kelainan patologis, defisiensi hormon, kelainan kromosom (Kusuma

K.E, dan Nuryanto. 2013).

1. Stunting familial

Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari

orang tua dan keluarga. Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik

dikenal sebagai familial short stature (perawakan pendek familial). Tinggi

badan orang tua maupun pola pertumbuhan orang tua merupakan kunci

untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Faktor genetik tidak tampak saat

bayi lahir namun akan tampak setelah usia 2-3 tahun.

2. Kelainan patologis

Stunting patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak

proporsional. Stunting proporsional meliputi malnutrisi, penyakit

infeksi/kronik dan kelainan endokrin seperti defisiensi hormon

pertumbuhan, hipotiroid, sindrom cushing, dan resistensi hormon

pertumbuhan. Stunting tidak proporsional disebabkan oleh kelainan tulang

seperti kondrodisrofi, displasia tulang, sindrom Turner, sindrom Prader-

Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom Marfan dan sindrom

Klinefelter.

3. Defisiensi hormon

Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan

hormon esensial untuk pertumbuhan anak dan remaja. Growth hormon

memiliki efek metabolik seperti merangsang remodeling tulang dengan


31

merangsang aktivitas osteoklas dan osteoblas, merangsang lipolisi dan

pemakaian lemak untuk menghasilkan energi, berperan dalam pertumbuhan

dan membentuk jaringan serta fungsi otot serta memfasilitasi metabolisme

lemak.

4. Kelainan kromosom

Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas

diketahui penyebabnya berhubungan dengan stunting. Beberapa gangguan

kromosom, displasia tulang dan suatu sindrom tertentu ditandai dengan

perawakan pendek. Sindrom tersebut diantaranya sindrom Turner, sindrom

Prader-Willi, sindrom Down dan displasia tulang seperti

Osteochondrodystrophies, achondroplasia, hipochondroplasia.

2.3.3 Manifestasi klinis

Ciri-ciri stunting menurut (Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi 2017) adalah :

1. Tanda pubertas terlambat

Balita yang mengalami stunting akan memengaruhi perkembangan

reproduksinya atau masa pubertas. Salah satu tanda pubertas pada remaja

perempuan adalah adanya menstruasi pertama kali yang disebut menarche.

Menarche yang merupakan salah satu perkembangan reproduksi

dipengaruhi status gizi. Status tinggi badan yang pendek akan memengaruhi

perkembangan reproduksinya (Amaliah N, Sari K and Rosha, 2012).

2. Perfoma buruk pada tes perhatian dan memori belajar

3. Pertumbuhan gigi terlambat

Menurut (Rahman T, Adhani R and Triawanti 2016) terdapat


32

hubungan antara status gizi pendek dengan tingkat pertumbuhan gigi dan

tingkat karies gigi karena stunting meningkatkan risiko berkurangnya fungsi

saliva sebagai buffer, pembersih, anti pelarut, dan antibakteri rongga mulut.

4. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan

eye contact

5. Pertumbuhan melambat

6. Wajah tampak lebih muda dari usianya

2.3.4 Perilaku pencegahan stunting

Menurut Kemenkes (2017), terdapat 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan

dalam pencegahan stunting yaitu sebagai berikut :

1. Perbaikan pola makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap

makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan

dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah

piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber

protein (baik protein nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak

daripada karboohidrat.

2. Pola asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh

yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja

sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya

memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta
33

memeriksa kandungan empat kali selama masa kehamilan. Bersalin di

fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berperilakulah

agar bayi mendapat kolostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja

sampai bayi berusia 6 bulan. Selain itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2

tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau

tumbuh kembangnya dengan membawa bayi ke posyandu setiap bulan. Hal

lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan

kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi di posyandu atau

puskesmas.

3. Perbaikan sanitasi dan akses air bersih

Rendahnya askes terhadap pelayanan kesehatan termasuk di

dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih mendekatkan anak pada risiko

ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan

menggunakan sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar

sembarangan.

2.3.5 Dampak stunting

Menurut WHO (2014), dampak dari stunting terdiri dari dampak jangka

pendek dan dampak jangka panjang:

1. Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka

pendek Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat.

a) Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motorik, dan

perkembangan bahasa.

b) Sisi ekonomi: peningkatan health expenditure, peningkatan

pembiayaan perawatan anak sakit.


34

2. Long-term consequences atau dampak jangka panjang

a) Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas

dan komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi.

b) Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan learning

capacity unachieved potencial.

c) Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja.

2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stunting

Menurut (Bappenas R.I 2013) beberana faktor penyebab stunting ini dapat

disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Faktor Langsung

a. Asupan Gizi balita

Saat ini Indonesia mengahadapi masalah gizi ganda,

permasalahan gizi ganda tersebut adalah adanya masalah kurang gizi

dilain pihak masalah kegemukan atau gizi lebih telah meningkat.

Keadaan gizi dibagi menjadi 3 berdasarkan pemenuhan asupannya,

Kelebihan gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan

asupan zat gizi yang lebih banyak dari kebutuhan seperti gizi lebih,

obesitas atau kegemukan

1) Gizi baik adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan

asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan.

2) Kurang gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan

asupan zat gizi yang lebih sedikit dari kebutuhan seperti gizi kurang
35

dan buruk, pendek, kurus dan sangat kurus (Depkes R.I, 2009).

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat

balita akan mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang

mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan

asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan

perkembangannya. Apabila intervensinya terlambat balita tidak akan

dapat mengejar keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan

gagal tumbuh. Penelitian yang menganalisis hasil Riskesdas menyatakan

bahwa konsumsi energi balita berpengaruh terhadap kejadian balita

pendek, selain itu pada level rumah tangga konsumsi energi rumah

tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya anak balita

pendek (Sihadi dan Djaiman SPH, 2011).

b. Umur

Beberapa penelitian menunjukkan faktor usia merupakan salah

satu faktor yang turut menentukan kebutuhan gizi seseorang, (Rengma,

2016; Vonaesch, 2017; Khara 2017; Rabaoarisoa, 2017; Kismul, 2018).

Kelompok usia balita mudah mengalami perubahan keadaan gizi, karena

anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif dimana segala sesuatu

yang dikonsumsinya masih tergantung dari apa yang diberikan dan

disediakan oleh orang tuanya. Berdasarkan penelitian Ramli (2009)

dalam Aditianti (2010) di Maluku Utara menunjukkan bahwa, prevalensi

stunting dan severe stunting lebih tinggi pada anak usia 24-59 bulan,

yaitu sebesar 50% dan 24%, dibandingkan anak-anak berusia 0-23 bulan.
36

c. Jenis Kelamin

Prevalensi wasting dan stunting secara konkuren tertinggi pada

kelompok usia 12-24 bulan dan secara signifikan lebih tinggi anak laki-

laki dibandingkan dengan anak perempuan (Keino, 2014; Rengma, 2016;

Vonaesch, 2017; Khara, 2017; Kismul, 2018). Namun berdasarkan

penelitian Nasikhah (2012), pola asuh orang tua dalam memberikan

makanan pada anak dimana dalam kondisi lingkungan dan gizi yang

baik, pola pertumbuhan anak laki-laki lebih baik daripada perempuan.

d. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan,

Infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat

erat hubungannya dengan status mutu pelayanan kesehatan dasar

khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat

(Bappenas R.I, 2013). Beberapa penelitian tentang hubungan penyakit

infeksi dengan stunting yang menyatakan bahwa diare merupakan salah

satu faktor risiko kejadian stunting pada anak usia dibawah 5 tahun

(Taguri, 2007; Paudel, 2012).

2. Faktor Tidak Langsung

a. ASI Eksklusif

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33

tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah pemberian

Air Susu Ibu (ASI) tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan

makanan atau minuman lain yang diberikan kepada bayi sejak baru

dilahirkan selama 6 bulan.


37

Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan telah dapat terpenuhi

dengan pemberian ASI saja. Menyusui eksklusif juga penting karena

pada usia ini, makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh enzim-

enzim yang ada di dalam usus selain itu pengeluaran sisa pembakaran

makanan belum bisa dilakukan dengan baik karena ginjal belum

sempurna (Kemenkes R.I, 2012).

Manfaat dari ASI Eksklusif ini sendiri sangat banyak mulai dari

peningkatan kekebalan tubuh, pemenuhan kebutuhan gizi, murah, mudah,

bersih, higienis serta dapat meningkatkan jalinan atau ikatan batin antara

ibu dan anak. Penelitian yang dilakukan oleh Batiro B, Demissie T,

Halala Y, Anjulo AA (2017) menunjukkan bahwa anak yang tidak

mendapatkan kolostrum atau Inisiasi Menyusu Dini satu jam setelah

kelahiran lebih berisiko tinggi terhadap stunting. Hal ini mungkin

disebabkan karena kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi

baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum mungkin memiliki

insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare

yang berkontribusi terhadap stunting. Selain itu, durasi pemberian ASI

yang berkepanjangan merupakan faktor risiko untuk stunting (Batiro B,

Demissie T, Halala Y, Anjulo AA, 2017).

b. MP-ASI

Kebutuhan anak balita akan pemenuhan nutrisi bertambah

seiring pertambahan umurnya. ASI eksklusif hanya dapat memenuhi

kebutuhan nutrisi balita sampai usia 6 bulan, selanjutnya ASI hanya

mampu memenuhi kebutuhan energi sekitar 60-70% dan sangat sedikit


38

mengandung mikronutrien sehingga memerlukan tambahan makanan lain

yang biasa disebut makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Penelitian yang dilakukan oleh Ni’mah & Nadhiroh (2015),

Rachmi (2016), Cruz, Azpeitia, Rodriguez, Ferrer, Serra-Majem (2017)

menunjukan bahwa umur pertama pemberian MP-ASI berhubungan

signifikan dengan indeks status gizi PB/U pada anak.

c. Status Imunisasi

Imunisasi merupakan proses menginduksi imunitas secara

buatan dengan vaksinasi (imunisasi aktif) maupun dengan pemberian

antibodi (imunisasi pasif) (Peter, 2003 dalam Permata, 2009). Pemberian

imunisasi pada anak memiliki tujuan penting yaitu utuk mengurangi

risiko mordibitas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) anak akibat

penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Status imunisasi

pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan pelayanan

kesehatan. Karena diharapkan bahwa kontak dengan pelayanan

kesehatan akan membantu memperbaiki masalah gizi baru jadi, status

imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status

gizi jangka panjang (Yimer, 2000).

Tabel 2.7 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar


Jenis Imunisasi Umur Bayi
Hepatitis B (HB) 0 ≤ 7 hari
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
DPT/ HB 2, Polio 3 3 bulan
DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan
Sumber : Depkes (2009)

Penelitian yang dilakukan (Batiro et al, 2017) menunjukkan


39

bahwa status imunisasi yang tidak lengkap memiliki hubungan yang

signifikan dalam kejadian stunting pada anak usia < 5 tahun.

d. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan merupakan jenjang terakhir yang ditempuh

seseorang dimana tingkat pendidikan merupakan suatu wahana untuk

mendasari seseorang berperilaku secara ilmiah. Pendidikan merupakan

salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena

berhubungan dengan kemampuan seseorang menerima dan memahami

sesuatu, karena tingkat pendidikan seorang ibu dapat mempengaruhi pola

konsumsi makan melalui cara pemilihan makanan pada balita. Menurut

(Suhardjo, 2005), tingkat pendidikan dapat menentukan seseorang dalam

menyerap, memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh sehingga

pendidikan diperlukan agar seorang lebih tanggap terhadap adanya

masalah gizi dalam keluarga.

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi

rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat

pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, pemberian makanan,

hygiene, serta kesadaran terhadap kesehatan anak-anaknya (Ebrahi, 1996

dalam Ramadhan, 2011). Semakin tinggi pendidikan ibu semakin

cenderung memiliki anak dengan keadaan gizi baik dan sebaliknya.

Menurut Aditianti (2010), Ni’mah&Nadhiroh (2015), dan Cruz, Azpeitia,

Rodriguez, Ferrer, Serra-Majem (2017) bahwa, tingkat pendidikan

terakhir ibu merupakan contoh salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap stunting. Oleh karena itu, mendidik wanita akan menjadi


40

langkah yang berguna dalam pengurangan prevalensi malnutrition,

terutama stunting (Senbanjo et al., 2011 dalam Anisa, 2012).

e. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas

dan kuantitas pangan, karena pekerjaan berhubungan dengan pendapatan.

Dengan demikian, terdapat asosiasi antara pendapatan dengan gizi,

apabila pendapatan meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan

masalah keluarga yang berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan.

Faktor ibu yang bekerja nampaknya belum berperan sebagai penyebab

utama masalah gizi pada anak, namun pekerjaan ini lebih disebut sebagai

faktor yang mempengaruhi dalam pemberian makanan, zat gizi, dan

pengasuhan atau perawatan anak. Beberapa penelitian menujukkan

adanya pengaruh pekerjaan ibu terhadap kejadian stunting (Keino, 2014)

f. Pengetahuan Gizi Ibu

Menurut Khomsan (2007) dalam Syukriawati (2011),

pengetahuan gizi adalah segala sesuatu yang diketahui seseorang ibu

tentang sikap dan perilaku seseorang dalam memilih makanan, serta

pengetahuan dalam mengolah makanan dan menyiapkan makanan.

Pengetahuan yang ada pada manusia tergantung pada tingkat pendidikan

yang diperoleh baik secara formal maupun informal, dimana tingkat

pengetahuan akan memberikan pengaruh pada cara-cara seseorang

memahami pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

Pengetahuan yang dimiliki ibu dapat menentukan jumlah dan

jenis pangan yang dikonsumsi, mengolah dan menjadikan, menyajikan


41

makanan kepada seluruh anggota keluarga. Semakin tinggi pengetahuan

gizi seseorang diharapkan akan semakin baik pula keadaan gizinya

(Khomsan, 2007 dalam Syukriawati 2011).

g. Jumlah Anggota Keluarga

Menurut Adeladza (2009) dalam Aditianti (2010) besarnya

keluarga dapat menjadi faktor resiko terjadinya malnutrisi pada anak di

negara berkembang. Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota

keluarga sangat penting untuk mencapai gizi yang baik. Pangan harus

dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota orang dalam

keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh (Lestari et al. 2018) jumlah

anggota keluarga yang >4 orang menjadi faktor yang mempengaruhi

terjadinya Stunting

h. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang

diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga tergantung

pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya.

Semakain baik pendapatan, maka semakin besar peluang untuk memilih

pangan yang baik sebab dengan meningkatnya pendapatan perorangan,

maka terjadilah perubahan- perubahan dalam susunan makanan. Akan

tetapi pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin

lebih beragamnya konsumsi pangan. (Ni’mah & Nadhiroh, 2015).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Ngaisyah 2015)

pendapatan keluarga yang di atas UMR dapat meningkatkan peluang

untuk membeli pangan yang dengan kuntitas dan kualitas yang baik dan
42

sebaliknya pendapatan dibawah UMR akan menyebabkan penurunan

daya beli pangan yang baik secara kuantitas dan kualitas.


43
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

FAKTOR Pekerjaan
LANGSUNG
FAKTOR
IbuJumlah
Pendek
TIDAK
AnggotaLANGSUNG
Keluarga
Asupan gizi yang balita
Asi -3SD Sampai -2SD
Umur Mp-Asi
Jenis Kelamin Setatus Imunisasi
Penyakit Infeksi Pendidikan Ibu

Pengatahuan Gizi Ibu

Stunting

Pendapatan Keluarga

Sangat Pendek
< -3SD
FAKTOR PENDUKUNG
Sosial
Ekonomi
Lingkungan
Pelayanan kesehatan

Keterangan :
: Diteliti : Diteliti

: Tidak Diteliti : Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Faktor Yang Berhubungan (Pekerjaan Ibu, Jumlah
Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga, Pengatahuan Gizi Ibu) Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Di Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan Saronggi

44
45

Berdasarkan gambar 3.1 dapat dijadikan bahwa prilaku pencegahan

Stunting pada balita di bepangaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor langsung meliputi

asupan gizi balita, umur, jenis kelamin, penyakit infeksi. Faktor tidak langsung

meliputi Asi, Mp-Asi, Setatus Imunisasi, Pendidikan ibu, Pekerjaan ibu,

pengatahuan Gizi ibu, Jumlah Anggota keluarga, pendapatan keluarga. Faktor

pendukung Sosial, ekonomi, Lingkungan, pelayanan masyarakat. Semua faktor

diatas dapat mempengaruh pencegaha Stunting dalam membuat komitmen

tindakan prilaku pencegahan Stunting. (Kusuma, Kukuh Eka, and Nuryanto.

2013)

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan faktor pekerjaan ibu yang berhubungan dengan kejadian

Stunting.

2. Ada hubunga faktor jumlah anggota keluarga yang berhubungan dengan

kejadian Stunting.

3. Ada hubungan faktor pendapatan keluarga yang berhubungan dengan

kejadian Stunting.

4. Ada hubungan faktor pengatahuan gizi ibu yang berhubungan dengan

kejadian Stunting.
46
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

kuantitatif. Penilitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan analisi

data dalam bentuk numerik/angka.sebagai alat untuk memperjelas keterangan -

keterangan yang berhubungan dengan objek penelitian yang dilakukan seperti

kemiskinan, prestasi tingkat pengangguran, data rasio keuangan dan lain-lainya.

Metode ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan

4.1.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Analitik yaitu penilitian serve untuk

mengatahui bagaimanan dan mengapa fenomena dapat terjadi. Rancangan

peneitian yang digunakan yaitu Case Control, yaitu suatu rancangan penelitian

yang mengunakan perbanding dua kelompok yang berbeda yaitu kelompok

kasusu dan klopok kontrol. (Nursalam, 2017)

4.2

47
48

4.2 Kerangka Kerja

Populasi Teknik Sampling


Populasi Kelompok
Simple Radom
Kasus Samping
: Ibu yang mempunyai Balita Stunting dan tercatat diPustu Talang yang berjumlah
Populasi Kelompok Kontrol : Ibu yang mempunyai balita tidak Stunting dan tercatat di posyandu Desa Talan
Desain Penelitian
Analitik Case control

Variabel
Faktor-faktor yang mempengaruhi Stunting ( Pekerjaan Ibu, Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarg, Pengatahuan gi

Sampel Pengolahan Data


Populasi Kelompok kasus : Sebagian balitaEditing,
Stuntingcoding,
yang melakukan kunjungan
scoring, entry dan tercatat di posyandu desa talang, yang
dan tabulating
Populasi Kelompok Kontrol : Sebagian balita tidak Stunting Yang melakukan kunjungan dan tercatat di posyandu desa tala

Analisa Data
Hasil dan Pembahasan
Uji chi square dengan a < 0, 05

Kesimpula dan Saran

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Faktor Yang Berhubungan (Pekerjaan Ibu, Jumlah
Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga) Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak 1-59 Bulan Di Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan Saronggi
(Modifikasi Teori Orem) Dalam (Nursalam, 2017)
4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling
49

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini merupakan subjek yang memenuhi

karateristik yang telah ditetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2017).

1. Populasi Kelompok kasus

Semua balita Stunting yang melakukan kunjungan dan tercatat di Pustu

Talang yang berjumlah 24 balita beserta ibunya

2. Populasi Kelompok Kasus

Semua balita tidak Stunting yang melakukan kunjungan dan tercatat di

Pustu Talang yang berjumlah 109 anak beserta ibunya.

4.3.2 Sampel

Sempel merupakan jumlah terkecil dari populasi yang mempunyai

karakteristik sama. Penggunaan sempel untuk mempermudah peneliti memillih

populasi jika populasi cukup besar dan tidak memungkinkan peniliti untuk

meneliti semua populasi. Dalam penelitian ini sampel yang di ambil oleh peneliti

mewakili populasi yang ada (Representative) yang menggambarkan sifat dan

karakteristik dari populasi (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini peneliti

membuat 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan klompok kasus yang memenuhi

karakteristik inklusi, sempel pada penelitian ini yaitu berjumlah 34 orang.

Dalam penelitain ini untuk memproleh informasi yang lebih akurat, maka

sampel dalam penelitian ini harus memenuhi karateristik sebagai berikut :

1. Karakteristik Inklusi

a) Ibu yang mempunyai balita Stunting

b) Ibu yang mempunyai balita tidak Stunting.

c) Ibu yang dapat membaca dan menulis


50

d) Ibu yang melakukan kunjungan dan tercatat di Pustu Talang

2. Karakteristik Eksklusi

a) Subjek tidak hadir selama penelitian berlangsung.

b) Subjek menolak untuk berpartisipasi.

c) Subjek yang mengundurkan diri

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel murupakan sampel yang akan diambil dalam penelitian. (Ketut

Swarjana, 2015) Dalam menentukan responden peneliti menentukan dengan cara

penghitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rumus

n1 =n2=¿ ¿

Keterangan:
n1 =Besar sampel kelompok 1 (kasus)
n2=Besar sampel kelompok 2 (kontrol)
Zα= Kesalahan tipe I (α), α = 5% (z-score = 1,96)
Zᵝ = Kesalahan tupe II (β), β = 10% (z-score = 1,28)
P= Proporsi, yaitu =(P, + P.)/2
Q= 1-P
P1= Proporsi stunting pada pajanan (+)
P2= Proporsi stunting pada pajanan (-)
Q1= 1-P1
Q2= 1-P2

Penentuan jumlah sampel berdasarkan penelitian (Ni'mah & Nadhiro, 2015):


Zα = 1,96
Zβ= 1,28
51

P = Proporsi, yaitu =(P, +P1)/2


=(0,18+0,82)/2
= 1/2
=0,5
Q= 1-P
= 1-0.5
=0,5
P1= Proporsi stunting pada pajanan (+)
= 24/133
= 0,18
P2= Proporsi stunting pada pajanan (-)
= 109/133
= 0,82
Q1= 1- P1
= 1-0,18
= 0,82
Q2= 1- P2
= 1-0,82
= 0,18
n1 =n2=¿ ¿
1.96 √2 X 0.5+1.28 √ (0.18 X 0.82+0.82 X 0.18)¿2
¿ ¿¿
¿¿¿

¿¿¿
1.96+1.28 X 0.5433¿ 2
¿
0.4096
¿¿¿
¿¿¿
7.05
¿
0.4096
= 17 Orang
Jadi, jumlah sampel klompok kasus 17 Responden dan klompok kontrol

17 Responden
52

4.3.4 Sampling

Sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan menyeleksi

populasi yang bisa mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sampel random Sampling yaitu

pengambilan sampel yang di butuhkan oleh peneliti sehingga sampel yang di

ambil dapat mewakili karakteristik dari populasi (Nursalam, 2017)

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel merupakan konsep dari beberapa tingkatan abastrak yang dapat

digunakan sebagai fasilitas untuk melakukan pengukura atau memanipulasi suatu

penelitian (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu

variabel independen dan variabel dependen.

4.4.1 Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi varibel

lainnya. Sehingga dapat diketahui hubungan atau pengaruh yang dapat

ditumbulkan oleh varibel tersebut (Nursalam, 2017). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah mengatahui prilaku sebelumnya, pendapatan keluarga,

pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga.

4.4.2 Variabel Dependen

Varibael dependen merupakan varibel yang terikat, karena varibel yang

dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lainnya. (Nursalam, 2017). Dalam

penelitian ini yang menjadi varibel dependen adalan kejadian Stunting pada balita.
53

4.5 Definisi Operasional Definisi Operasional Faktor Yang Berhubungan


(Pekerjaan Ibu, Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga,
Pengatahuan Gizi Ibu) Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di
Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan Saronggi

Tabel 4.1 Definisi Operasional Faktor Yang Berhubungan (Pekerjaan Ibu,


Jumlah Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga, Pengatahuan
Gizi Ibu) Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas
Pembantu Talang Kecamatan Saronggi
Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor
Operasional
Pekerjaan Ibu sesuatu yang 1. Ibu Rumah Kuesener Nominal 1. Ibu yang tidak
dilakukan Tangga berkerja
seseorang untuk 2. PNS 2. Ibu yang
tujuan 3. Swasta bekerja
menambah 4. Wiraswasta
kualitas dan 5. Petani
kuantitas pangan 6. Lainnya

Jumlah Anggota Jumlah angota 1. Pengasilan Kuesener Interval/Ra Jumlah anggota


Keluarga keluarga perbulan sio Keluarga
mencangkupi yang 1. Kecil < 5
seluruh anggota didapatkan Orang
keluarga yang keluarga 2. Besar >5 Orang
tinggal dalam
satu rumah
Pendapatan pengahasilan 2. Pengasilan Kuesener Interval/Ra Pendapatan
keluarga keluarga yang perbulan sio keluarga
dapat digunakan rendah, 1. Rendah <
sehari-hari untuk sedan 1.500.000
Keluarga tinggi 2. Sedang
1.500.000-
2.500.000
1. Tinggi >
2.500.000

Tabel 4.6 Lanjutan


Pengatahuan sesuatu yang 1. Pengolahan Kuesener Nominal Penilayan
gizi ibu diketahui oleh makanan pengatahuan gizi
ibu tentang gizi bergizi ibu
2. Pemilihan 1. Baik dapat
makanan menjawab
untuk balita pertanyaan
3. Penyajian dengan benar
makanan 76% 100%
2. Cukup jika
menjawab
pertanyaan
dengan benar
56%-75%
3. Sedang jika
menjawab
54

pertanyaan
yang benar <
55%

4.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.6.1 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan data instrumen penelitian menggunakan lembar kuesener. Dalam

pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara subjektif dalam menjawab

pertanyaan yang sudah disiapkan oleh peneliti. pengukuran kuesener

menggunakan sekala pengukuran. (Kristanto, 2018)

Pada penelitian ini menggunakan instrumen wawancara dan lembar

kuesener untuk mengumpulkan data yang mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian Stunting seperti Pekerjaan ibu, Pendapatan

keluarga, jumlah anggota keluarga.

4.6.2 Lokasi

Penelitian ini akan dilakasanakan pada tanggal 13 maret 2020 yang

berlokasi di Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan Saronggi Kabupaten

Sumenep, karena Puskesmas tersebut termasuk ke dalam Daerah Lokus.

4.6.3 Prosedur pengumpulan data

1. Jenis data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini untuk pengumpulan data

ada dua pengumpulan data yang dibutuhkan oleh peneliti yaitu data primer
55

(Primer data sources) dan data sekunder (Secondary Data Sources) sebagai

berikut :

a. Data primer

Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dan

dikumpulkan secara langsung peneliti dengan menggunakan metode

serve dan observasi. Data primer didapatkan dari subyek peneliti melaui

observasi yang telah dilakukan. Pada penelitian ini data primer

didapatkan menggunakan wawancara pada ibu yang mempunyai balita

Stunting setelah dikumpulkan data wawancara bisa ditarik kesimpulan.

(Asep Hermawan, 2005)

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang historinya mengenai

variabel-variabel tidak didapatkan secara langsung oleh peneliti tetapi

dikumpulkan oleh pihak lain. Penelitian ini data sekunder berupah

jumlah balita Stuntung Di Puskesmas Pembantu Talang kecamatan

Saronggi Kabupaten Sumenep

2. Tahap pengumpulan data

a. Tahap orientasi

Peneliti ini dalam mengumpulkan data menggunakan prosedur

sebagai berikut :

1) Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat

permintaan data awal pada fakultas Ilmu Kesehatan untuk


56

ditujukan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dan tembusan ke

Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep untuk mengatahui daerah

lokus di Kabupaten Sumenep. Setelah mengatahui daerah lokus

peneliti mengajukan surat ke daerah lokus yaitu Puskesmas

Pembantu Talang Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep. Tahap

selanjutnya, diantaranya sebagai berikut :

a) Peneliti mempersiapkan Kuesener yang berhubungan dengan

tema peneliti yang akan dilakukan. Dalam hal ini tentang

Faktor-Faktor Pekerjaan Ibu, Pendapatan Keluarga, Jumlah

anggota keluarga dengan kejadian Stunting. Konsep dan

Kuesener didapat dari beberapa referensi, salah satunya jurnal.

b) Peneliti melakukan studi pendahuluan pada 10 orang Talang

yang dipilih secara acak untuk mengetahui tentang Pekerjaan

Ibu, Pendapatan keluarga, Jumlah anggota keluarga.

c) Peneliti melakukan penyusunan proposal.Setelah mendapatkan

persetujuan proposal, peneliti mengajukan surat izin melakukan

penelitian pada Puskesmas Pembantu Talang Kecamatan

Saronggi Kabupaten Sumenep.

b. Tahap pelaksanaan

1) Peneliti menetapkan subjek yang akan dijadikan responden sesuai

dengan karakter inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan oleh

peneliti.
57

2) Peneliti menjelaskan secara rinci tentang maksud dan tujuan

dilakukannya penelitian ini pada responden.

3) Peneliti meminta persetujuan pada terhadap responden dengan

memberikan informed consent sebagai bukti untuk menjadi

responden pada penelitian ini.

4) Setelah mendapat persetujuan, peneliti mengajukan kuesener pada

responden.

5) Peneliti melakukan pengumpulan data kuesener pada responde

6) Peneliti membuat laporan hasil akhir.

3. Tahap pengolahan data

Menurut (Supranto J. 2000) Tahap pengolahan data setelah

Pengumpulan data dari responden yaitu mengolah data, sebelum pengolahan

data dilakukan peneliti melakukan analisa data agar data tidak terjadi

kesalahan dan mendapatkan data yang valid, Agar peneliti mempermuda

saat melakukan analisa data. Dalam melakukan pengolahan data terdapat

beberapa tahap yaitu sebagai berikut :

a. Editing

Editing merupakan salah satu pengolahan data. Peneliti akan

mengumpulkan dan memeriksa hasil dari penelitian yang ada dalam

lembar kuesenr yang dilakukan oleh responden

b. Coding
58

Coding merupakan salah satu mengkode kegiatan yang

dilakukan setelah editing selesai. Peneliti akan memberikan kode pada

hasil penelitian untuk mempermudah melakukan analisa data

c. Entry

Entry merupakan proses memasukkan data yang telah di coding

ke dalam computer untuk dilakukan uji statistic.

d. Tabulasi

Tabulasi merupakan kegiatan pengolahan data dengan cara

mengelompokkan atau mengklasifikasikan data yang telah diproses untuk

dijadikan satu berdasarkan kriteria masing-masing. Dalam penelitian ini,

peneliti mengelompokkan Pekerjaan Ibu, Pendapatan keluarga, Jumlah

anggota keluarga.

4.6.4 Analisa data

Dalam penelitian ini, terdapat dua analisa yang dilakukan oleh peneliti,

diantaranya sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan kegiatan menganalisa setiap variabel

dari penelitian ynag telah dilakukan, dan diinterpretasikan ke dalam bentuk

narasi (Notoatmodjo, 2010 dalam Hasanah, 2015). Dalam penelitian ini,

analisa univariat yang dilakukan adalah mengatahui faktor-faktor pekerjaan

ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, dan untuk mengatahui

distribusi frekuensi.
59

2. Analisa Bivariat

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara variabel

Variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, analisa bivariate dilakukan

untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor pekerjaan ibu, jumlah anggota

keluarga, pendapatan keluarga.

Dalam menganalisa data, uji signifikan yang digunakan oleh

peneliti adalah uji Chi Square dengan sempel bebas. Uji Chi Square

merupakan Salah satu jenis uji komperatif non parametris yang dilakukan

pada dua variabel, dimanan skala data kedua variabel adalah nominal.

Syarat-syarat uji Chi Square dapat digunakan yaitu :

1. Tidak ada Cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual

Count (F0) sebesar )(Nol)

2. Apabila bentuk tabel kontingensi 2X2 maka tidak boleh 1 cell saja yang

memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (FH)

Kurang dari 5.

3. Apabila bentuk tabel lebih dari 2X3 maka jumlah cell dengan frekuensi

harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

4.7 Masalah Etika

Menurut Nursalam (2017), terdapat tiga masalah etik yang harus

diperhatikan oleh peneliti, diantaranya sebagai berikut:

1. Surat persetujuan (Informed Consent)


60

Informed consent merupakan salah satu bentuk lembar persetujuan

antara peneliti dengan responden. Lembar ini diberikan sebelum dilakukan

penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kesediaan dari responden untuk

dijadikan subjek dalam penelitian. Sebelum memberikan informed consent,

peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian,

serta dampak yang dapat terjadi ketika penelitian berlangsung. Jika subjek

bersedia untuk menjadi responden, maka mereka dapat menanda tangani

lembar persetujuan sebagai bentuk pengesahan persetujuan menjadi

responden. Namun, apabila subjek menolak untuk menjadi responden

penelitian, maka peneliti tidak dapat memaksa karena hal tersebut

merupakan hak asasi mereka. Dalam lembar persetujuan atau informed

consent terdapat beberapa poin yang harus dicantumkan dengan jelas,

diantaranya tujuan dilakukannya penelitian, jenis data yang dibutuhkan,

komitmen, prosedur pelaksanaan, kontrak waktu selama penelitian,

potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, contact person

ynag dapat dihubungi, dan lain sebagainya.

2. Tanpa nama (anonymity)

Masalah etika yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian

yaitu dengan tidak mencantumkan nama responden pada lembar observasi

(dalam penelitian ini adalah kuesener). Peneliti hanya dapat memberikan

kode pada lembar tersebut.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Pada masalah etika ini, peneliti memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik yang berupa informasi atau lainnya. Peneliti


61

merahasiakan setiap hasil dari penelitian, kecuali data tertentu yang akan

dilaprkan pada hasil riset (Hidayat AA, 2007 dalam Hasanah, 2015).
62

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M. and Wirjatmadi, B. (2013) Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Alimul, A. (2005) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Pertama. Edited by D.


Sjabana. Jakarta: Salemba Medika.

Amaliah, N., K. Sari., dan B.Ch. Rosha. 2012. Status Tinggi Badan Pendek
Berisiko Terhadap Keterlambatan Usia Menarche pada Perempuan Remaja
Usia 10-15 Tahun. Panel Gizi Makan 2012, 35(2): 150-158.

Asep Hermawan (2005). Penelitian bisnis paradigma kuantitatif. Jakarta

Br Sembiring, J. (2017). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Prasekolah (Pertama).


Sleman: CV Budi Utama.

Bappenas. 2013. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan


Perbaikan Gizi Dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan
1000 HPK).

Child, W. H. O., Standards, G. and W H O (2008) ‘Training Course on Child


Growth Assessment’, World Health Organization. Training Course on Child
Growth Assessment. Geneva, WS 103, pp. 1–116. doi:
http://www.who.int/childgrowth/training/module_b_measuring_growth.pdf.

Dalgleish, T. et al. (2007) ‘[ No Title ]’, Journal of Experimental Psychology:


General, 136(1), pp. 23–42.

Ernawati, Fitrah, Yuniar Rosmalina, and Yurista Permanasari. 2013. “Pengaruh


Asupan Protein Ibu Hamil Dan Panjang Badan Bayi Lahir Terhadap
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12 Bulan Di Kabupaten Bogor (Effect of
the Pregnant Women’S Protein Intake and Their Baby Length At Birth To
the Incidence of Stunting Among Children.” Penelitian Gizi dan Makanan
Vol. 36 (1(1): 1-11 PENDAHULUAN.

DINKES (2015) ‘Kenali Stunting dan Dampaknya Terhadap Anak | Dinas


Kesehatan Indragiri Hulu’. Available at:
http://dinkes.inhukab.go.id/?p=3348.

Farah Okky Aridiyah, Ninna Rohmawati, Mury Ririanty. 2015. “Faktor-Faktor


Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di Wilayah
Pesedaan Dan Perkotaan.” 3(1): 164–70.
https://scholar.google.com/citations? user=v1Wv8LEAAAAJ&hl=en.

Hidayat, A.A. 2007, Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data,.
Penerbit Salemba medika
63

Kozier, B. Erb, A T. Berman, S. Snyder. (2011) Buku Ajar Fundamental


Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. 7th edn. Jakarta: EGC.

Kusuma, Kukuh Eka, and Nuryanto. 2013. “Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 2-3 Tahun.” Journal of Nutrition College 2(4): 523–30.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (2017)


‘Buku saku desa dalam penanganan stunting’, pp. 2–13.

Kemenkes (2013) ‘Kementerian Kesehatan Republik Indonesia’, August.


Available at: http://www.depkes.go.id/article/print/16031000001/hari-ginjal-
sedunia- 2016-cegah-nefropati-sejak-dini.html

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Direktorat Bina Gizi
dan KIA. Jakarta.

Kyle, T. and Carman, S. (2014) Buku Ajar Keperawatan Pediatri. 2nd edn.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kemenkes (2014) ‘Pedoman Gizi Seimbang’, pp. 19–20.

Kemenkes. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.Jakarta : 4.

Ketut Swarjana, 2015. Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Andi Offset

Lestari, Wanda, Sri Hartati Indah Rezeki, Dian Mayasari Siregar, and Saskiyanto
Manggabarani. 2018. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Sekolah Dasar Negeri 014610 Sei Renggas Kecamatan Kisaran
Barat Kabupaten Asahan.” Jurnal Dunia Gizi 1(1): 59.

Lailatul, Muniroh, and C. Ni’mah. 2015. “Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat


Pengetahuan Dan Pola Asuh Ibu Dengan Wasting Dan Stunting Pada Balita
Keluarga Miskin.” Media Gizi Indonesia 10(2015): 84–90.

MCA Indonesia (2013) ‘Stunting dan Masa Depan Indonesia’, Millennium


Challenge Account - Indonesia, 2010, pp. 2–5. Available at: www.mca-
indonesia.go.id

Ngaisyah, Rr. Dewi. 2015. “Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Di Desa Kanigoro, Saptosari Gunung Kidul.” Jurnal Medika
Respati X: 65–70.

Nursalam, (2017). Metodelogi penelitian ilmu keperawatan pendekatan praktis.


Jakarta : Salemba medika
64

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Ni'mah K, Nadhiroh SR. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting


balita. Media Gizi Indonesia. 2015;Vol. 10, No. 1 Januari–Juni.

Picauly, Intje, and Sarci Magdalena Toy. 2013. “Analisis Determinan Dan
Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah Di Kupang Dan
Sumba Timur, Ntt.” Jurnal Gizi dan Pangan 8(1): 55.

RISKESDAS (2013) ‘Penyakit yang ditularkan melalui udara’, Jakarta: Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, (Penyakit Menular), p. 103. doi: 10.1007/s13398-014-0173-7.2

Rahman T., Adhani, R., & Triawanti. 2016. Laporan Penelitian Hubungan antara
Status Gizi Pendek (Stunting) dengan Tingkat Karies Gigi. Jurnal
Kedokteran Gigi, I(1), 88–93.

Sutomo, B. and Anggraini, D. (2010) Makanan Sehat Pendamping ASI. Jakarta:


Demedia

Supranto J. (2000). Statistik Teori dan aplikasi. Jakarta. Erlangga

Soetjiningsih (1995. Tumbuh kembang anak. Edited by IG.N Gde Ranuh. Jakarta :
EGC.

Supariasa (2013) Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Septiari, B. (2012) Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Sodikin (2012) Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Sulistyoningsih, H. (2011) Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Supariasa (2013) Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Sihadi, Djaiman SPH (2011). Faktor risiko untuk mencegah stunted berdasarkan
perubahan status panjang/tinggi badan anak usia 6-11 bulan ke usia 3-4
tahun. Buletin Penelitian Kesehatan.

Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi I. Jilid I. Jakarta: Erlangga
Whaley and Wong (2000) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. 2nd edn. Jakarta:
EGC.
65

Widianingsih, Ida, Budhi Gunawan, and Binahayati Rusyidi. 2019. “Peningkatan


Kepedulian Stakeholder Pembangunan Dalam Mencegah Stunting Di Desa
Cangkuang Wetan Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.”
Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 1(2): 120.

Yuliana W, Hakim NB, 2019. Darurat Stunting Dengan Melibatkan Keluarga.


Sulawesi Selatan, Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai