Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

Proliferative Diabetic Retinopathy ODS

Disusun Oleh:
Tjhia Theonardy Gilroy

Pembimbing:
Dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
PERIODE 17 JUNI 2019 - 20 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
JAKARTA
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI – BOGOR

Nama : Tjhia Theonardy Gilroy Tanda Tangan


NIM : 11 2017 057 ........................................
Dr Pembimbing / Penguji : Dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M
.........................................

I. IDENTITAS
Nama : Ny YS
Umur : 50 Thn
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Tanggal pemeriksaan : 01/07/2019
Pemeriksa : Tjhia Theonardy Gilroy

II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 01/07/2019

Keluhan utama:
Mata kanan sangat nyeri dan merah sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

3
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Ciawi Bogor dengan keluhan mata kanan dan kiri
buram secara perlahan sejak 5 bulan SMRS. Pasien mengatakan pengelihatannya seperti
ditutupi bayangan hitam dan semakin lama semakin memberat. Pasien mengatakan
bayangan hitam berbetuk garis - garis di bagian bawah penglihatan pasien. Bayangan hitam
ini diawali dengan muncul titik hitam pada penglihatan pasien.Pasien mengatakan pertama
kali muncul di mata sebelah kanan, namun 3 bulan yang lalu pasien merasakan keluhan
yang sama pada mata kiri. Semakin lama semakin memberat dan saat ini berbentuk garis –
garis. Pasien menyangkal riwayat nyeri pada mata, mata merah ataupun mata berair.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien baru didiagnosa
diabetes melitus sekitar 1 tahun SMRS. Saat ini rtin mengkonsumsi metformin 3x500mg.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa maupun penyakit sistemik
lain..

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, HR 82x/menit, Suhu 36,8 C, RR 18x/menit

Status Ophtalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus CFFC(Close Face 1/60
Finger Counting)
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva/kemosis
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
5
- Kejernihan Jernih jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis - (-)
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. COA
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Flare - -
- Materi Lensa - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Kolobama - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung - +
- Refleks Cahaya Tidak Langsung - +
- Posisi Mid-Dilatasi Mid-Dilatasi
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow (-) -
13. BADAN KACA
- Kekeruhan +, Hemorrhage + Jernih
14. FUNDUS OCCULI
- Refleks Fundus + Terang + Terang
- Warna Kuning Kuning

- Ekskavasio (Cekungan) Sulit Dinilai +

6
- Rasio arteri : vena 1:3 1:3

- C/D rasio 0,7 0,7

- Eksudat + +

- Perdarahan + +

- Sikatriks - -

- Ablasio - -

- NVD + +

15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli 18,6 mmHg 17,4 mmHg
- Tonometry Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Foto mata kanan Foto mata kiri

IV. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Ciawi Bogor dengan keluhan mata kanan dan kiri
buram secara perlahan sejak 5 bulan SMRS. Pasien mengatakan pengelihatannya seperti
ditutupi bayangan hitam dan semakin lama semakin memberat. Pasien mengatakan
bayangan hitam berbetuk garis - garis di bagian bawah penglihatan pasien. Bayangan hitam

7
ini diawali dengan muncul titik hitam pada penglihatan pasien.Pasien mengatakan pertama
kali muncul di mata sebelah kanan, namun 3 bulan yang lalu pasien merasakan keluhan
yang sama pada mata kiri. Semakin lama semakin memberat dan saat ini berbentuk garis –
garis. Pasien didiagnosa diabetes melitus sekitar 1 tahun SMRS. Saat ini rutin
mengkonsumsi metformin 3x500mg.

Pada pemeriksaan status ophtalmologi:


OD OS

Visus CFFC 1/60

B.Kaca Keruh, Hemorrhage + Jernih

R.Fundus Kuning Kuning

Ratio A:V 1:3 1:3

C/D Ratio 0,7 0,7

Eksudat + +

Pendarahan + +

NVD + +

V. DIAGNOSIS KERJA
Vitreus Hemorrahge + Proliferative Diabetic Retinopathy OD
Proliferative Diabetic Retinopathy OS
VI. DIAGNOSIS BANDING
Retinal Vein Occlusion
Hipertensive Retinopathy
Retinal Artery Macroaneurysm
8
VII. PENATALAKSANAAN
- Saran Panretinal Photocoagulation OS
- Saran Vitrektomi Pars Plana OD
- Sodium Iodida 5 mg ED 4x1 OD

VIII. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Fungsionam Malam Bonam
Ad Sanationam Malam Bonam

Tinjauan Pustaka
RETINOPATI DIABETIKUM

DEFINISI

9
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan
vena-vena. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena,
perdarahan, dan eksudat lemak. Gambaran retinopati disebabkan perubahan mikrovaskular
retina. Hiperglikemia mengakibatkan kematian perisit intra mural dan penebalan membran
basalis mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah. Penimbunan glukosa dan fruktosa
merusak pembuluh darah halus pada retina.

Gambar 1. Normal Retina dibandingkan Retinopati Diabetik

EPIDEMIOLOGI

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di jumpai, terutama
di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes dan kira-kira 1
dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes. Retinopati diabetik jarang
ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes.
Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas. Dalam urutan penyebab kebutaan
secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi
makula (AMD=age-related macular degeneration).
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus dan durasi penyakit.
Pada DM tipe I (insulin dependent atau juvenile DM), yang disebabkan oleh kerusakan sel beta
pada pankreas, umumnya pasien berusia muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik

10
ditemukan pada 13 persen kasus yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang
meningkat hingga 90 persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh resistennya berbagai
organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih), retinopati diabetik
ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga
53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20 tahun.

PATOGENESIS

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya
terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia
yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil
pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit
3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi
pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
 Perubahan anatomis
o Capilaropathy
 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
 Proliferasi sel endotel
 Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuler
 Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan pembuluh
darah baru pada retina dan discus opticus (pada retinopati diabetik
proliferatif) atau pada iris (rubeosis iridis)
 Perubahan hematologi:

11
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit yang
meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
 Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak
dapat melewati membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan
menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama hiperglikemi
dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang
teroglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi
sel.
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap pemeabilitas
vascular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan proliferasi sel vaskular.
Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat
akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang
berasal dari glukosa.

Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat mempengaruhi prognosis
dari retinopati diabetik seperti;
 Arteriosklerosis dan hipertensi
 Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak

12
 Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis sehingga mempercapat perjalanan
penyakit
 Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin dapat
menimbulkan perdarahan dan proliferasi.

Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme patogenesis


retinopati diabetik:
Tabel 1: Hipotesis mengenai mekanisme patogenesis retinopati diabetik
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran, edema
macula
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh DAG Inhibitor terhadap PKC
pada hiperglikemia β-isoform
Reactive oxygen Menyebabkan kerusakan enzim dan Antioksidan
species komponen sel yang penting untuk survival
Advanced Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin
glycation end-
product
Nitric oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Aminoguanidin
syntase menghambat ekspresi gen, menyebabkan
hambatan dalam metabolisme sel
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, menimbulkan Fotokoagulasi pan
kebocoran, edema macula, neovaskularisasi retinal
PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun pada
hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide

13
Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetik retinopathy.
Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan perdarahan post partum
akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai
tindakan pencegahan dan pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan
tersebut sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.

Platelets dan blood viscosity


Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi eritrosit, penurunan
deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan adhesi memicu gangguan sirkulasi,
defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang menyebabkan iskemia retina yang pada akhirnya
berkembang menjadi retinopathy DM.

Aldose reductase dan vasoproliferative factors


DM menyebabkan abnormalitas dari metabolisme glukosa akibat aktivitas atau produksi
insulin yang menurun. Meningkatnya kadar glukosa darah mempunyai dampak pada perubahan
anatomis dan fungsional dari kapiler retina. Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah
yang tinggi menyebabkan glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di
jaringan, yang mengubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, galaktosa menjadi
dulcitol). Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari peningkatan kadar gula
darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi memicu hilangnya fungsi utama dari
perisit dalam hal autoregulasi kapiler retina. Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan
kelemahan dinding kapiler sehingga terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular
outpouching of capillary walls) yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma
merupakan tanda paling awal untuk deteksi retinopathy DM.

14
Gambar 2. Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran multipel mikroaneurisma
(Bhavsar, 2009)

Ruptur mikroaneurisma menyebabkan perdarahan retina yang dapat terjadi superfisial


(flame-shaped hemorrhages) atau pada lapisan retina yang lebih dalam (blot and dot
hemorrhages).

Gambar 3. Background diabetik retinopathy: blot hemorrhages (kepala panah), mikroaneurisma


(panah pendek) dan hard exudates (panah panjang) (Bhavsar, 2009)

Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran cairan dan material


protein yang secara klinis tampak sebagai penebalan retina dan eksudat. Apabila pembengkakan
dan eksudasi mencakup makula maka terjadi penurunan visus. Edema makula adalah penyebab
tersering penurunan visus pada pasien dengan nonproliferative diabetik retinopathy (NPDR).
Gejala tersebut tidak hanya ditemukan pada pasien denan NPDR namun juga dapat terjadi pada
pasien proliferative diabetik retinopathy (PDR).
Seiring dengan progesifitas penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler retina yang dapat
menyebabkan hipoksia. Infark pada nerve fiber layer dapat menyebabkan terbentukanya cotton-
wool spots (CWS) yang berhubungan dengan stasis pada axoplasmic flow. Keadaan hipoksia
retina lebih lanjut menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga

15
suplai oksigen yang cukup ke jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops,
dandilation menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak pada perbatasan
dengan area non perfusi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya proses
pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah sebelumnya melalui
proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai pintas (shunt) melalui daerah non
perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah
baru.Matriks ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh
darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal limiting membrane
dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan bagian posterior hyaloid (the
posterior hyaloid face).

Gambar 4. Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)

Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non perfusi dan juga pada
papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus permukaan retina dan ke dalam
hyaloid posterior (the scaffold of the posterior hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut
jarang menimbulkan gangguan visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat
permeabel sehingga gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus dan ruang pre retina.Neovaskularisasi ini berhubungan dengan pembentukan jaringan
fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula dengan jaringan fibrotik namun pada
tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan
fibrotik avaskuler yang melekat pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi

16
vitreus makan terjadi traksi pada retina melalui jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan
edema retina, heterotropia retina dan tractional retinal detachments serta retinal tear formation.

PATOFISIOLOGI

Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari bola mata.
Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang. Menurut fungsinya retina
dibagi menjadi:
 Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus penerima
rangsang cahaya
 Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai sel khusus.
Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina yang menerima,
mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai impuls, yaitu sel fotoreseptor
(sel kerucut dan batang), selbipolar, dan sel ganglion.
 Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
 Stratum coni at bacilli
 Membrana limitans externa
 Stratum granularis externa
 Stratum plexiformis externa
 Stratum granularis interna
 Stratum plexiformis interna
 Stratum ganglionaris
 Stratum N.optic
 Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar keseluruh permukaan retina kecuali

17
pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk diabetik retinopati (DR) terletak pada kapiler
retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler
perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai barier dengan mempertahankan
permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama
lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan membrane
basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara
sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
 Pembentukan microaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
 Edema macula atau nonperfusi kapiler
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi jaringan fibrosis
yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
 Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma

18
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya menebal dan
mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein.Keadaan ini menebal, untuk waktu yang lama
tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah
terbentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar
macula, yang tampak sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma tersebut
menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat, perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada daerah
macula.Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama dapat menimbulkan
degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula (cystoid macular edema).
Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan bocornya lipoprotein,
yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates), menyerupai lilin putih kekuning-kuningan
berkelompok seperti lingkaran atau cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan peyumbatan
yang dimulai di kapiler ke arteriol dan pembuluh darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat
timbul hipoksia di ikuti dengan adanya iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia
mempercepat timbulnya kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat
hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan bercak
necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Disini juga
terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan perdarahan disepanjang
pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah
baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah,
tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete
mirabile. Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous shunts yang
abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi arteriol.

19
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian diikuti dengan
jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan
dan juga tarikan pada retina sehingga dapat menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau
tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma hemoragikum
yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan. Neovaskularisasi dapat timbul pada iris
yang disebut dengan rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat
tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR menurut Early Treatment Diabetik Retinopathy
Study dibagi menjadi:

Gambar 5. Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background Diabetik
Retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan
kelainan vena

20
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan
intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan,
eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran
retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada
discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup >
¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang
paling seing ditemukan pada retinopati proliferative resiko tinggi.

Airlie House Convention membagi DR menjadi 3:


1. Stadium nonproliferatif
2. Stadium preproliferatif
3. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:


 Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil
didaerah papil dan macula

21
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena didaerah nuclear
luar
 Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul seperti bunga
(rosette) yang secara histologis terletak didaerah lapisan plexiform luar
 Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol terminal.
Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai retinopati hipertensif atau
arteriosklerose.
 Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan sheathing pembuluh
darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga
preretina.
 Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang kemudian
diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan fibrotic yang disebtai
dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada retina yang bila
mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina dan dapat mengakibatkan terjadinya
kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa
fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak, neovaskularisasi,
proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong pada derajat
berat.

22
GEJALA KLINIS

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak superficial,
searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end artery,
dilapisan tengah dan compact.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina. Gamabarannya kekuning-
kuningan, pada permulaan eksudat pungtata, membesar kemudian bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat becak
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang
berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada jaringan
retina, kemudian berkembang kearah preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat

23
menimbulkan perdarahan retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula sehingga
sangat mengganggu tajam pengelihatan.

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap lanjut dari
perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam penglihatan serta pandangan
yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut Diabetik
Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
 Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang mempunyai
karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi. Kelainan patologis yang
tampak pada awalnya berupa penebalan membran basement endotel kapiler dan reduksi
dari jumlah perisit. Kapiler berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang
disebut mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas.
o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya minimal 1
mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative retinopathy terdapat
mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau
cotton wool spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild nonproliferative
retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya adanya mikroaneurisma dan
moderate nonproliferative retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara
mild dansevereretinopathy DM.

24
o Severe nonproliferative retinopathyditandai dengan ditemukannya cotton-
wool spots, venous beading, and intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada
4 kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1 kuadran.
Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik retinopathy dikategorikan
jika terdapat 1 atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau
di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus.
 Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetik
retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan pembuluh darah
baru yang menyebabkan kebocoran serum protein yang banyak. Early proliferative
diabetik retinopathy memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila
nervi optikus (new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina.
Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang meluas
melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan
perdarahan vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas melebihi
setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus dan
tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan maka
perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak.
Resiko berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika terjadinya
complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan proliferative diabetik
retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten dapat berkembang proses fibrotik dan
membentuk ikatan fibrovaskular yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut
dapat menyebabkan progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan
retina maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi:
iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular glaucoma. Proliferative
diabetik retinopathy berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15
tahun sejak timbulnya penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita
diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih

25
banyak pasien dengan proliferative diabetik retinopathy memiliki tipe II dari tipe I
diabetes.

Gambar 6.Moderate nonproliferative diabetik retinopathy dengan mikroaneurisma dan cotton-


wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 7.Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi dan scattered


microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 8. Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi pada diskus optikus


(Ehlers, Shah, 2008)

26
 Diabetik maculopathy dan Diabetik macular edema (DME)
Diabetik maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau difus yang
diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada endotel kapiler retina yang
memicu terjadinya kebocoran plasma ke sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering
ditemukan pada DM tipe II dan memerlukan terapi. Diabetik maculopathy dapat
diakibatkan iskemia yang ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan
eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah luasnya daerah
avaskular pada fovea. Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM.
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant macular edema
(CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila berhubungan dengan
penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari penebalan itu mencakup
area disc pada fovea centralis.

Gambar 9. Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema macula signifikan (Ehlers,


Shah, 2008)

27
Gambar 10. Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

 Branch Retinal Vein Occlusion


 Central Retinal Vein Occlusion
 Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah artikan sebagai
hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut tidak membentuk sebagai
rosette.
 Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal bilateral,
terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat bersamaan dengan
adanya BDR (background diabetik retinopathy). Namun hard exudates membentuk
macular star dan tidak membentuk cincin.
 Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan haemorrhages,
namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
 Ocular Ischemic Syndrome.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

28
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium yang sangat
penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes. Kadar HbA1c juga penting
pada follow-up jangka panjang perawatan pasien dengan diabetes dan retinopati diabetik.
Mengontrol diabetes dan mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran
pada manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan,
maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA)) merupakan
pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis dan manajemen
retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma karena
mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen yang
dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai pembuluh
darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar retina yang tidak
mendapat perfusi.

Gambar 11. Gambaran FFA pada Retinopathy DM

Tes lainnya

29
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang menggunakan cahaya
untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari retina. Uji ini digunakan untuk menentukan
ketebalan retina dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan
vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular
diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.

Gambar 13. Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas Ketebalan Retina

PENATALAKSANAAN

Perawatan Medis
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan DM
tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy DM.  Walaupun tidak
ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat
logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya semua diabetes
(NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7%
untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM termasuk
retinopathy DM.

30
Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an menyediakan
modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang relatif rendah dan derajat
kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan mengarahkan energi cahaya dengan fokus
tinggi untuk menghasilkan respon koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetik
retinopathy (NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
 Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik, pembuluh darah yang
bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi laser fokal.
 Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser diterapkan.
 Terapi lainnya yang potensial untuk diabetik macular edema (DME) meliputi intravitreal
triamcinolone acetonide dan bevacizumab. Kedua medikasi ini bisa menyebabkan
penurunan atau resolusi macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa edema makula
adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya. Terapi laser argon
fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis menunjukkan edema
bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi
penglihatan. Sedangkan mata dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna
maka biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan dengan
fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan
perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan
sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut. Kemungkinan
fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari
retina yang mengalami iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam
jumlah sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian
sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy DM masih tetap
berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang baik.

31
Gambar 14. Laser Fotokoagulasi

Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati diabetik. Obat-
obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus. Intravitreal triamcinolone
digunakan dalam terapi edema makular diabetik. 
Uji klinis dari Diabetik Retinopathy Clinical Research Network menunjukkan bahwa,
walaupun terjadi penurunan pada edema makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini
tidak secepat yang dicapai dengan terapi laser fokal.Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal
bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan tekanan
intraocular dan katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis meliputi bevacizumab
intravitreal dan ranibizuma. Obat-obatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF.
Mereka bisa membantu mengurangi edema makular diabetik dan juga neovaskularisasi diskus
atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal sedang
diinvestigasi dalam uji klinis.

32
PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS

 Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang memiliki
prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
 Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat progresif.
 Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula yang secara
klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 4-6 bulan karena dapat
berkembang menjadi clinically significant macular edema (CSME).
 Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi. Dengan terapi
fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat berkurang 50%.
 Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien DRNP berat
akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya
tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan
pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.
 Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi. Teknik yang
dilakukan adalah scatter photocoagulation
 Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula menggunakan metode
focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode fotokoagulasi metode panretina dapat
menimbulkan eksaserbasi dari edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus
dibagi menjadi 2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:


 Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
 Faktor prognostik yang tidak menguntungkan

33
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi.

VITREUS HEMORRAGIC

Anatomi vitreus

Gambar 1. Anatomi vitreus1 (vitreus anatomi)

34
Vitreus mempunyai sifat gelatin, jernih, avaskuler dan terdiri dari 99% air san
selebihnya campuran kolagen dan asam hialuronik yang member sifat fisika normal
lainnya. Sesungguhnya fungsi vitreus sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mmpertahankan bola mata agar tetap bulat. Pernanannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina.3

Vitreus memenuhi ruang antara lensa mata, retina dan papil saraf optic. Bagian
luar (korteks) bersentuhan dengan kapsul posterior lensa mata, epitel pars plana, retina
dan papiil saraf optic. Vitreus melekat sangat erat dengan epitelnpars plana dan retina
dekat ora serata. Kebeningan vitreus disebebkan oleh tidak terdapatnya pembulu darah
dan sel. Vitreus tidak melekat begitu erat dengan kapsul lensa mata dan papil saraf optic
pada orang dewasa.3

Vitreus yang normal tampak sangat jernih sehingga tidak tampak apabila
diperiksa dengan ofthalmoskopi direk maupun ophtalmoskopi indirek. Apabila terjadi
perubahan struktur vitreus seperti misalnya pencairan sel, kondensasi, pngerutan, barulah
keadaan ini dapat dilihat dan inipun hanya dengan slit lamp dan bantuan lensa kontak.3

A. Defenisi

35
Perdarahan vitreus adalah ektravasasi darah ke salah satu dari beberapa ruang
potensial yang terbentuk didalam dan di sekitar korpus vitreus. Kondisi ini dapat ini dapat
diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau dapat
berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya.4
Perdarahan vitreus dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans, oklusi vena
sentral, oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut tanpa harus ada
robekan.4

B. Etiologi
Etiologi dari perdarahan vitreus adalah :

Table 1. Etiologi perdarahan vitreus4

1. pembuluh darah abnormal


a. Diabetic retinopati yang 31-54%
disebabkan oleh diabetes
b. Neovaskularisasi dari
cabang atau pusat oklusi 4-6%
vena retina
c. Retinopaty sickle sel 0,2-6%
2. Ruptur atau pembulu darah
normal
a. Robekan retina 11-44%
b. Trauma 12-19%
c. Posterior vitreous dengan 4-12%
robekan pembuluh darah
retina
d. Ablasio retina 7-10%
e. Sindrom Terson 0,5-1%
3. Darah dari sumber yang
berdekatan
a. Macroaneurysm 0,6-7%
b. Age Related Macular 0,6 - 4%

36
Degeneration

C. Epidemologi

Prevalensi perdarahan vitreus adalah 7 per 100.000 kasus. Prevalensi penyebab


perdarahan vitreus tergantung pada populasi penelitian. Rata-rata usia pasien, dan
wilayah geografis dimana penelitian ini dilakukan. Pada orang dewasa retinopati diabetic
proliferates merupakan penyebab paling sering pada perdarahan vitreus, 31,5-54% di
Amerika Serikat, 6% di London, dan 19,1% di swedia.5,6
Penyebab langka prdarahan vitreus sekitar 6,4-18%. Dalam beberapa penelitian, 2-
7,6% dari perdarahan tidak bisa dikaitkan dengan penyebab spesifik. Retinoskisis bawaan
dan pars planitis juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus pada anak-anak dan orang
dewasa. Penyebab utama perdarahan vitreus pada orang muda adalah trauma.6
Pada kulit hitam, diabetes merupakan penyebab paling umum pada perdarahan vitreus.
Pada orang tua berkulit putih dengan perdarahan vitreus, Robekan vascular retina, dan
neovaskularisasi yang disebabkan oleh retinopati diabetic proliferative dan cabang oklusi
vena retina yang lebih umum terjadi. Populasi yang sama, degenerasi macula dan
perdarahan vitreus jarang terjadi.5,6

D. Patofisiologi
Retina dan koroid memiliki struktur pembuluh darah yang banyak. ada banyak
gangguan yang mungkin mengakibatkan perdarahan ke dalam rongga vitreous. Berbagai
gangguan dapat ditempatkan di dalam beberapa kategori patomekanisme perdarahan
vitreus yaitu :7
1. Neovaskularisasi dari Retina
Iskemia pada Retinopati diabetic, oklusi vena sentral retina, dan sindrom
iskemik ocular mengakibatan retina mengalami pasokan oksigen yang kurang
memadai , Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor kemotatik lainnya
menginduksi neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini terbentuk karena kurangnya
Endotel tight junction yang merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan
spontan, selain itu komponen berserat yang sering memberikan tekanan tambahan

37
pada pembuluh darah yang sudah rapuh serta traksi vitreus normal dengan gerakan
mata dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah tersebut.
2. Pecahnya Pembuluh darah normal
Meskipun tidak mungkin berdarah seperti pembuluh darah yang dihasilkan
oleh neovaskularisasi, pembuluh darah retina normal dicurigai dapat mengalami
rupture oleh karena tekanan internal maupun eksternal, tarikan kuat pada retina dan
pembuluh darah ,baik dari spontaneous posterior vitreus detachment (PVD) atau dari
trauma tumpul pada mata, dapat mengakibatkan pendarahan vitreous. Perdarahan ini
terjadi dengan atau tanpa kebocoran pada retina.7

Tekanan dan sentakan yang kuat dan tiba-tiba pada vena retina terlihat pada
perdarahan subarachnoid atau subdural, kondisi tersebut dapat mengakibatkan
perdarahan pada retina dan vitreous. Kondisi ini disebut sindrom Terson, terjadi
kurang lebih pada 20% pasien dengan perdarahan subarakhnoid. Sindrom
Hiprviskositas dan oklusi vena sentral retina juga dapat pecah pada pembuluh darah
normal retina, dan mengakibatkan pendarahan vitreous.7
Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan oleh karena kekuatan
mekanik yang tinggi. Pada Posterior Vitreus Detachment, Traksi vitreus pada
pembuluh darah retina dapat membahayakan pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi
dengan robekan retina atau ablasio retina. Namun, perdarahan vitreus dalam bentuk
sebuah Posterior Vitreus Detachment (PVD) akut harus diwaspadai dokter karena
risiko robeknya retina cukup tinggi (70-95%). Trauma tumpul atau perforasi bisa
melukai pembuluh darah utuh secara langsung dan merupakan penyebab utama
perdarahan vitreus pada orang dewasa terutama umur kurang dari 40 tahun.
Penyebab yang jarang dari perdarahan vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal
dari ekstravasasi darah ke dalam vitreus karena perdarahan subarachnoid. Sebaliknya
peningkatan tekanan intracranial dapat menyebabkan venula retina pecah.7

3. Penyakit pada pembuluh darah Retina


Makroaneurisma dari arteriol retina, yang paling sering dihubungkan dengan
hipertensi sistemik, sebagai contoh vaskular abnormal yang mungkin menyebabkann
perdarahan vitreus.7

38
4. Ektensi melalui Retina
Sebuah lesi pada subretina dan choroid mungkin menyebabkan pendarahan
pada vitreus seperti darah yang memotong melalui retina menuju rongga vitreus tanpa
dihubungkan dengan ablasi retina. Neovaskularisasi terkait dengan usia degenarasi
macular yang biasanya bertanggung jawab pada fenomena ini, tetapi dapat juga
terlihat dengan khoroid melanoma. Pada kasus trauma, pendarahan subretina
mungkin menembus retina dan menyebabkan perdarahan vitreus. 7,8

E. Gejala klinis

Gejala dari perdarahan vitreus sangat bervariasi, namun paling sering disertai
dengan nyeri yang bersifat unilateral, floaters dengan atau tanpa penurunan
penglihatan. 7,8

Pasien dengan perdarahan vitreus sering dengan keluhan mata kabur atau
berasap. Ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan
jarring laba-laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopia, floaters. Fotopsia
ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita sperti kedipan lampu neon
di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali
dalam waktu beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup
atau dalam suasana gelap. Fotopsia disuga oleh karena rangsangan abnormal vitreus
terhadap retina.7

Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat oenderita sebagai
bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan.
Bayangan kecil tersebut dapat berupa titik hitam, bnang halus, cincin, lalat kecil dan
sebagainya. Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila
floaters ini dating secara tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat
perhatian yang serius, karena keluhan floaters ini dapat menggambarkan latar
belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio retina atau perdarahan di
vitreus.7

39
Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru,
perdarahan vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada
perdarahan vitreus cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan
perspsi cahaya. Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus
Pengecualian mungkin terjadi apabila termasuk kasus glaucoma neovaskular,
hipertensi ocular akut sekunder yang parah atau trauma.7

Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma operasi mata, diabetes,


anemia sickle sel, leukemia dan myopia tinggi.2,7

Pemeriksaan lengkap terdiri dari ofthalmoskopi langsung dengan depresi


skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi neovaskularsasi. TIO, dan B-Scan
ultrasonografi jika tampilan lengkap segmen posterior tertutup oleh darah.
Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat mmbantu memberikan petunjuk etiologi
dari perdarahan vitreus, seperti retinopati diabetic proliferative.2

Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentu kecil dan


semakin banyak terlihat semakin tebal diartikan banyak perdarahan didalamnya dapat
pula dibedakan perdarahan yang masih baru ”Ifresh hemorrhage” atau sudah lama
“clotted hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan oleh Posterior Vitreus
Detachment akan terlihat gambaran membrane yang sejajar di B-Scan
ultrasonografi.5,6,7

Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahn
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam
ruang potensial antara hialoid posterior dan basal membrane, dan mengendap keluar
seperti hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak
memiliki batas dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi
kesluruhan dari segmen posterior.2

F. Diagnosis

40
Pemeriksaan dengan menggunakan Slit lamp untuk menentukan apakah terdapat sel
darah dalam vitreous dan jika pendarahan berasal dekat makula (Pusat retina). Untuk
memeriksa perdarahan retina bagian luar, menggunakan indirect ophthalmoscope Ketika
tampilan ke retina terhalang oleh sejumlah besar darah ini menandakan bahwa reflex
fundus (-), maka perlu dilakukan pemeriksaan B-scan ultrasonografi untuk menentukan
sejauh mana perdarahan tersebut.2
1. B-Scan ultrasound
Ultrasonografi dengan B-scan mungkin merupakan studi paling penting yang
dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan perdarahan vitreus (Lihat gambar 2 ).
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mencari penyebab perdarahan tersebut, termasuk
Posterior Vitreus Detachment, ablasi retina, robekan retina yang besar, tumor choroidal,
dan perdarahan choroid.
Pemeriksaan echography sering menolong dalam identifikasi dan lokalisasi
robekan retina yang berkaitan dengan pendarahan vitreous. Selain itu, banyaknya
pendarahan dapat diketahui yang dapat memungkinkan seseorang untuk memperkirakan
tingkat penymbuhan/penyerapan secara spontan.
Gambaran ultrasonic pada patologi Vitreoretinal :8
a. Pantulan cahaya tertentu berada didalam ruang vitreous
b. Perdarahan sobhyaloid akan memperlihatkan elevasi posterior dari vitreous
disertai perlambatan perpindahan motalitas ocular
c. Pemeriksaan yang lebih detail dapat juga menandakan terjadinya penyebab
penyakit seperti : RRD, CNV, PDR atau C/BRVO

Gambar 1. B-Scan ultrasound

41
2. Studi diagnostic lainnya
Sebagai tambahan diagnosis. Elektroforesis hemoglobin diindikasikan jika
suspek suatu sickle sel retinopati. Pada pasien dengan kemungkinan menderita
sindrom iskemik okular, sebuah studi non-invasif carotid Doppler harus
diperhatikan. Pada perdarahan vitreous yang ringan, fluorescein angiografi atau
angioscopy mungkin dapat menemukan abnormalitas vaskularisasi didalam
retina.7,8

Gambar 2. Gambaran vitreus hemoragic

42
G. Penatalaksanaan
Adanya ablasio retina dapat ditentukan dengan menggunakan ultrasonografi jika
tidak dapat diperiksa secara ophtalmoskopi. Virektommi dilakukan segera apabila
teridentifikasi. Jika pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dilakukan, maka dapat
dilakukan pembatasan kegiatan dan saat tidur kepala dapat ditinggikan 30-450 sehingga
memungkinkan darah turun ke inferior agar dapat terlihat peripheral fundus posterior.
Robekan retina dapat dilihat dengan krioterapi atau laser fotokoagulasi. 9
Jika ablasio retina telah dikesampingkan pasin dapat kembali ke aktifitas normal
serta menghindari penggunaan anticlotting seperti aspirin dan sebagainya.2,7,9
Setelah retina dapat divisualisasikan, pengobatan ditujukan untuk etiologi yang
mendasari sesegera mungkin. Jika neovaskularisasi dari retinopati proliferative maka
dilakukan laser fotokoagulasi panretinal untuk meregresi neovaskularisasi, akan lebih
baik hasilnya apabila melalui perdarahan residual.7,8
Injeksi intraocular dengan menggunakan Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF) yang disebabkan oleh abnormalitas mikrovaskuler dan iskemia pada retina. Pan
retinal Photokoagulation (PRP) merupakan pengobatan terbaik pada penyakit
proliferative diabetes, Namun terapi dengan menggunakan Laser terhalang oleh
perdarahan vitreus atau katarak yang telah matur. Perdarahan vitreus dapat dijumpai pada
mata yang mendapatkan terapi laser maksimum.8,11
Intravitreus dengan bevacizumab (Avastin), merupakan monoclonal; antibody
dengan cara kerja menghambat reseptor VEGF , yaitu VEGF-1 dan VEGF-2 yang baru-
baru ini memperlihatkan pembersihan perdarahan vitreus dan menginduksi berkurangnya
neovaskularisasi retina tanpa adanya komplikasi. Hal tersebut juga telah dicoba pada
terapi macular edema karena oklusi vena retina sentral.11
Intravitreus Bevacizumab telah ditambahkan dalam terapi dengan tujuan
mengabsorbsi perdarahan vitreus dengan penangguhan vitrectomi dan memungkinkan
tambahan terapi laser dengan tujuan menginduksi regresi dari neovaskularisasi retina
yang bersifat persisten setelah mendapatkan terapi Pan Retinal Photokoagulation (PRP)
dengan tujuan menurunkan angka morbiditas Proliferative Diabetes Retinopati (PDR).
Laporan ini dapat menggambarkan hasil jangka pendek PDR dengan terapi Intravitreus
Bevacizumab memberikan hasil yang memuaskan.

43
Virektomi diindikasikan untuk perdarahan vitreus, neovaskularisasi dari iris atau
glaucoma, waktu virektomi tergantung pada etiologi yang mendasari :

Table 2. Timing of Virektomi4


Retinal detachment Urgent
Iris or angle neovascularization Urgent
Type 1 diabetes One month
Subhyaloid vitreus hemorrhage One month
Type 2 diabetes Two or three months
Other causes Three months or more

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan vitreus diantaranya adalah
hemosiderosis bulbi, vitreoretinopati proliferative dan glaucoma hemolitik.
Hemoosiderosis bulbi merupakan komplikasi serius yang diduga disebabkan oleh
keracunan zat besi ketika hemoglobin dipecah. Ketika hemolisis terjadi perlahan.9,10
Vitreoretinopati proliferative dapat terjadi setelah perdarahan vitreus.
Diperkirakan bahwa makrofag dan faktor kemotatik menginduksi proliferative
fibrovaskuler yang dapat menyebabkan jaringan parut dan ablasi retina berikutnya.
Sedangkan pada glaucoma hemolitik, hemoglobin yang bebas, hemoglobin dengan
makrofag dan debris sel darah merah dapat menghalangi trabekular meshwork.9,10
I. Prognosis
Pasien dengan perdarahn vitreus harus diikuti secara berkala untuk memonitoring
banyaknya perdarahan vitreus. Jika pasien memiliki penyakit sistemik seperti diabetes,
tindak lanjut dengan penyedia perawatan primer juga harus diajurkan. Jika pemeriksaan
segmen posterior tidak memungkinkan pasien harus dievaluasi setiap dua atau tiga
minggu dengan B-Scan ultrasonografi untuk menyingkirkan adanya ablasio retina atau
PVD. Pada perdarahan vitreus berulang dianjurkan untuk melakukan rujukan ke spesialis
retina untuk dilakukan vitrektomi, baik bila ditangani secara cepat.10

44
Daftar Pustaka Retinopati Diabetikum

1. Ilyas S, Yulianti SR, Ilmu penyakit mata. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi keempat. Tahun 2012.
2. Drive H, R. Patient information Vitreous hemorrhage. Retinal eye specialist. Patient centre
Retina Care. Bever hills 2013
3. Sebag J, Vitreous anatomy and pathology. Retinal detachment/vitreous. Diakses tanggal 19
Januari 2016
4. John P, Berdahl MD et al. Vitreous Hemorrhage: Diagnosis and Treatment.
http://www.aao.org/eyenet/article/vitreous-hemorrhage-diagnosis-treatment-2?march-2017.
Diakses tanggal 2 Juli 2019
5. Hammpton R, et al, Vitreous hemorrhage, http://emedicine.medscape.com/article/1230216-
overview#a6 diakses tanggal 2 Juli 2019
6. Andrew A Dahl et al, vitreous hemorrahage in emergency medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/799242-overview#a6. Diakses tanggal 2 Juli 2019

45
Daftar Pustaka Vitreus Hemorrhage

7. Ilyas S, Yulianti SR, Ilmu penyakit mata. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi keempat. Tahun 2012.
8. Drive H, R. Patient information Vitreous hemorrhage. Retinal eye specialist. Patient centre
Retina Care. Bever hills 2013
9. Sebag J, Vitreous anatomy and pathology. Retinal detachment/vitreous. Diakses tanggal 19
Januari 2016
10. John P, Berdahl MD et al. Vitreous Hemorrhage: Diagnosis and Treatment.
http://www.aao.org/eyenet/article/vitreous-hemorrhage-diagnosis-treatment-2?march-2017.
Diakses tanggal 2 Juli 2019
11. Hammpton R, et al, Vitreous hemorrhage, http://emedicine.medscape.com/article/1230216-
overview#a6 diakses tanggal 2 Juli 2019
12. Andrew A Dahl et al, vitreous hemorrahage in emergency medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/799242-overview#a6. Diakses tanggal 2 Juli 2019
13. W eller Andrew MD. Diagnosis and treatmen vitreus hemorrhagic. American pathology of
ophthalmology. Desember 2010
14. Denniston K.O Alstair. Murray I P. Oxford handbook of ophthalmology.Third edition. Tahun
2013 hal. 476
15. Kanski Jack j. clinical ophthalmology. A systematic approach. 7th edition. Tahun 2012, hal
730-731
16. Berdahl JP. Mruthyunjaya P. Scott et al. Vitreous Hemorrhage : Diagnosis and treatmen.
Diakses dari www.americanacademyofophtalmology.com tanggal 2 Juli 2019.

46
17. El-Batarny M A, Intravitreal bevacizumab treatmen for retinal neovascularization and vitreus
hemorrhage in proliferative diabetic retinopaty. Tahun 2007.

47

Anda mungkin juga menyukai