Atopic Keratonjunctivitis
Oleh
Pembimbing
2019
i
HALAMAN PENGESAHAN
Atopic Keratonjunctivitis
Oleh:
Kemas M. Alwan Dwiputra
04084821921087
Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 20 Mei – 24 Juni 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Atopic Keratonjunctivitis”
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada DR. dr. Anang
Tribowo, Sp.M (K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih
baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan telaah ilmiah
ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................2
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................10
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Limbus...........................................................................................................2
2. Limbal Stem Cell............................................................................................2
3. Mekanisme Eptiel Kornea. ..............................................................................3
4. Slit lamp limbal stem cell deficiency. ...............................................................5
5. Manifestasi Klinis. ..........................................................................................5
6. Mekanisme Eptiel Kornea. ..............................................................................3
7. Proses kegagalan osmotik pengaruh kortikosteroid..........................................18
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1a 1b
2
penghalang sel epitel konjungtiva bermigrasi ke atas permukaan kornea. Epitel
kornea memiliki siklus pembaharuan sel secara konstan kira-kira setiap 9-12
bulan.4
3
faktor eksternal yang dapat merusak sel stem limbus baik akut ataupun kronis,
antara lain terbakar cairan kimia atau termal, operasi mata yang melibatkan regio
limbus, chronic cicatrical conjunctivitis, pterygium, penyakit inflamasi
permukaan bola mata, Steven Johnson Syndrome, penggunaan obat-obatan topikal
dan radioterapi. Defisiensi sel stem limbus juga dapat terjadi secara
idiopatik.4,5,6,11
C. Patogenesis
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Limbus
memainkan peran penting dalam mencegah vaskularisasi kornea dari
konjungtiva; sehingga dengan hilangnya integritas limbus, sel konjungtiva
bermigrasi ke kornea menghasilkan neovaskularisasi kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea.
Ketika limbal stem cell habis atau hancur, penghalang ini hilang dan LSCD
berkembang. Di LSCD, epitel konjungtiva bermigrasi ke kornea (proses disebut
konjungtivalisasi). Epitel konjungtiva tidak dapat bertransdiferensiasi menjadi
epitel kornea normal fenotip, sehingga lapisan sel mempertahankan sel goblet,
protein, dan keratinnya yang khas. Pertumbuhan epitel konjungtiva menghasilkan
permukaan kornea yang menebal, tidak beraturan, tidak stabil yang rentan
terhadap defek, ulserasi, jaringan parut, vaskularisasi, dan opasitas.6,7
D. Manifestasi Klinis
Tanda utama yang terdapat pada defisiensi stem sel limbus adalah
konjungtivalisasi kornea dan manifestasi klinis berupa defek epitel menetap yang
berhubungan dengan berkurangnya fungsi dari permukaan kornea. Gejala klinis
defisiensi stem sel limbus diantaranya fotofobia, berair, nyeri, penurunan visus
bahkan sampai hilangnya penglihatan, permukaan kornea yang iregular, juga mata
merah akibat inflamasi kronis. Penglihatan akan menurun sesuai tingkat
keparahan penyakit.4,10
4
Gambar 4. Slit lamp limbal stem cell deficiency. (a) Aniridia; (b) Alkali.7
5a 5b
5c
Gambar 5. Manifestasi Klinis (a) Gambaran Inflamasi kronis pada kornea, neovaskularisasi pada
kornea. Pembentukan jaringan seperti konjungtiva yang menutupi sebagian kornea (b) dan seluruh
bagian kornea (c).3,11
5
E. Klasifikasi
Tergantung dari keterlibatan limbus, LSCD dapat dibagi menjadi 2 yaitu
parsial dan total. Pada LSCD parsial hanya satu segmen limbus yang terkena,
sementara LSCD total dikarakteristikan dengan hilangnya total persediaan stem
sel limbus dengan konjungtivalisasi di seluruh permukaan kornea. Manifestasi
klinis LSCD bervariasi berdasarkan tingkat keparahan dan luas area limbus yang
terkena.2,8,10
F. Diagnosis
Diagnosis defisiensi sel punca limbal pada prinsipnya berdasarkan gejala
klinis. Pada pemeriksaan slit lamp terdapat konjungtivalisasi kornea. Sel epitel
memiliki variasi ketebalan dan transparansi. Sel epitel konjungtiva pada kornea
muncul lebih perrneabel dibandingkan epitel kornea, dan menyerap pewarnaan
fluoresein. Pada kasus konjungtivalisasi kornea, pewarna fluorescein cenderung
mengumpul sepanjang perbatasan lapisan sel epitel kornea dan konjungtiva.
Kehilangan susunan jaringan ikat limbus Vogt dan vaskularisasi merupakan gejala
yang umum. Ketika kerusakan meluas, vaskularisasi terjadi dalam bentuk
fibrovaskular, yang ketebalannya meningkat pada area kornea yang terkena.4
Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan memonitor keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu analisis sitologi sel permukaan kornea untuk mendeteksi
adanya sel goblet pada kornea dengan menggunakan corneal impression cytology,
Laser Scanning Confocal Microscopy (LSCM), atau pemeriksaan lain melalui
pemeriksaan biopsi sitologi.4,8,11
G. Diagnosis Banding
- Limbal Stem Cell Deficiency
- Pterygium dapat menyerupai defisiensi sel induk limbal dan biasanya
berupa nasal atau temporal.
- Keratitis infeksi perifer dapat menyerupai defisiensi sel
induk limbal.
6
H. Tatalaksana
Penanganan LSCD yang paling ideal adalah dengan LSCT. LSCD total
merupakan indikasi untuk dilakukan LSCT. Sel stem limbus dapat diperoleh dari
mata sebelahnya yang sehat (autograft), kadaver (allograft) atau dari keluarga
yang masih hidup (allograft). Pada LSCD unilateral dengan atau tanpa disertai
hilangnya konjungtiva, dapat dilakukan conjunctival limbal autograft (CLAU)
dari mata sebelahnya yang sehat. Prosedur ini memberikan keuntungan pada
pasien bila pada mata terdapat konjungtiva dan limbus yang sehat, sedangkan
LSCD bilateral ditatalaksana menggunakan transplantasi allograft. 2,11,12
Namun transplantasi fragmen limbus dengan metode graft stem sel limbus
tidak berlaku pada kasus defisiensi total bilateral stem sel limbus. Sehingga
diperlukan alternatif lain untuk memperbaiki fungsi penglihatan misalnya dengan
melakukan keratoprostesis. Keratoprostesis merupakan suatu prosedur bedah
dimana kelainan pada kornea diperbaiki dan diganti dengan kornea buatan.
Prosedur ini umumnya dilakukan pada mata yang mengalami kegagalan
transplantasi kornea atau apabila prognosis dari transplantasi kornea buruk.
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk mengembalikan fungsi penglihatan, pada
pasien dengan kerusakan kornea yang parah akibat defek kongenital, infeksi,
trauma atau luka bakar, atau pada pasien dengan LSCD.13
I. Pencegahan
Pencegahan Utama untuk LCSD bervariasi sesuai dengan penyebab yang
mendasarinya. Overwear lensa kontak dapat dirawat dengan penghentian lensa dan
seringnya dilumasi. Penyebab traumatis dapat dihindari dengan penggunaan pelindung
mata, misalnya. Pengobatan penyakit radang sistemik diperlukan untuk mencegah
komplikasi okular. Demikian pula, pengobatan infeksi parah sebelum mereka
mempengaruhi sel-sel induk limbal sangat penting untuk menghindari kerusakan di
daerah ini.3,4
7
J. Komplikasi
Defisiensi sel induk limbal yang tidak diobati menyebabkan nyeri,
penurunan penglihatan, dan erosi epitel berulang yang merupakan predisposisi
infeksi dan hilangnya penglihatan. Keratitis menular sering terjadi pada penyakit
ini, dan pasien yang memakai lensa kontak untuk waktu yang lama, memiliki
cacat epitel persisten, dan menggunakan obat topikal imunosupresif berada pada
risiko yang meningkat. Setelah perawatan bedah, ada risiko penolakan dari
transplantasi alogenik. Kornea mungkin tidak akan tetap bersih dan operasi lebih
lanjut seperti transplantasi sel induk berulang atau penetrasi keratoplasti mungkin
diperlukan.2,3
K. Prognosis
Prognosis penyakit ini tergantung dari tingkat keparahannya, pada kasus
unilateral kekurangan sel induk limbal berhasil diobati selama bertahun-tahun
dengan cara mencangkok sebagian jaringan limbal sehat yang diambil dari mata
kontralateral. Pada kasus total bilateral maka dapat digunakan jaringan limbus
sehat dari pendonor untuk ekspansi ex vivo.5,6
8
BAB III
KESIMPULAN
Defisiensi sel punca limbal (Limbal Stem Cell Deficiency/LSCD) disfungsi
atau kerusakan dari populasi sel punca sehingga menyebabkan kerusakan
progresif epitel kornea, disebabkan oleh berbagai penyebab, yang melibatkan
mata unilateral maupun bilateral. Hal ini akan mempengaruhi regenerasi sel
kornea sehingga memiliki progonosis yang kurang baik. Terdapat berbagai
macam pilihan untuk memberikan terapi pada penyakit ini dan pertimbangan
untuk memilih terapi yang akan digunakan sangat penting keberhasilan terapi.
9
DAFTAR PUSTAKA
10