Anda di halaman 1dari 19

Penerapan Manajemen Risiko Pada PT. Bank Central Asia, Tbk.

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah tugas mata kuliah Tata Kelola Perusahaan dan Manajemen
Risiko yang diampu oleh Purwatiningsih S.E., Ak., MBA., DEA

disusun oleh:
Anita Kusuma P (1606952616)
Asa Belani C (1606952660)
Audila Dwiayu P
Chintya Pramasanti (1606952742)

PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2018
Statement of Authorship

Saya/kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan
tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan
menggunakannya. Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata ajaran : Tata Kelola Perusahaan dan Manajemen Risiko

Judul makalah/tugas : Penerapan Manajemen Risiko Pada PT. Bank Central Asia, Tbk.

Tanggal : Juni 2018

Dosen : Purwatiningsih S.E., Ak., MBA., DEA

Tanda Tangan Anggota Kelompok:

1. Anita Kusuma Putri

2. Asa Belani Cesarima B

3. Audila Dwiayu Patty

4. Chintya Pramasanti
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan juga menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau juga bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank berperan
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai perantara menghimpun dana dan
menyalurkannya ke sektor riil. Bank juga menjadi penyelenggara penyedia layanan keuangan
dan sistem pembayaran. Dengan peran-perannya tersebut, Bank menjadi sangat penting dalam
perekonomian suatu negara sekaligus berisiko karena memiliki banyaknya stakeholders yaitu
nasabah, pemegang saham, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut POJK Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum, risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu. Risiko
yang dimiliki oleh bank antara lain risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, dan risiko kepatuhan. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) telah mewajibkan Bank untuk menerapkan manajemen risiko atas risiko-
risiko yang dimilikinya.
PT Bank Central Asia Tbk. atau Bank BCA merupakan salah satu bank swasta terbesar
di Indonesia. Bank BCA merupakan Indonesia’s Best Bank 2017 versi Euromoney Magazine.
Bank yang dirintis sejak tahun 1955, telah memiliki 17 juta rekening akun nasabah simpanan
di tahun 2017, angka tersebut berasal dari strategi Bank BCA menjadi bank transaksional di
Indonesia. Di tahun yang sama, Bank BCA mencatatkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar
581.1 triliun Rupiah. Dengan demikian Bank BCA memiliki tanggung jawab yang besar
sebagai lembaga keuangan dengan banyaknya jumlah nasabah dan DPK yang diperoleh, Bank
BCA harus menjaga kredibilitasnya agar tidak kehilangan kepercayaan nasabah.
Bank BCA wajib melakukan manajemen risiko. Manajemen risiko yang dilakukan
harus diiringi dengan pengendalian internal yang andal mencakup pengawasan, kebijakan,
sistem pengendalian risiko, dan sistem pengendalian internal. Berdasarkan penjelasan tersebut,
maka perlu dilakukan analisis atas manajemen risiko yang dilakukan Bank BCA.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana manajemen risiko pada PT Bank Central Asia Tbk.?

C. Tujuan
Menjelaskan manajemen risiko yang diterapkan pada PT Bank Central Asia Tbk.
BAB 2
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN MANAJEMEN RISIKO


Seperti yang banyak diketahui bahwa perusahaan tidak akan pernah terhindar dari risiko
dalam mengoperasikan usahanya. Baik perusahaan berskala kecil, menengah maupun besar.
Dan risiko inilah yang menjadi ancaman perusahaan dalam mencapai tujuannya. Namun bukan
berarti risiko-risiko yang mungkin muncul tersebut tidak dapat dihindari.

Dalam jurnal A Structured approach to Enterprise Risk Managemen (ERM) and the
requirement of ISO 31000 (Airmic, 2010) menyebutkan bahwa manajemen risiko merupakan
proses dimana organisasi mengatasi dan mengelola risiko yang melekat pada aktivitasnya. Dan
prinsip-prinsip manajemen risiko yang sukses jika :

1. Prosorsional atau lebih mengacu pada “tergantung situasi dan kondisi” terhadap
tingkat risiko dalam organisasi. Dengan kata lain, suatu risiko A pada waktu X bisa
menjadi risiko yang membutuhkan penanganan atau penyelesaian lebih. Sedangkan
dalam waktu Y, bisa jadi risiko A hanya membutuhkan penanganan sederhana.
2. Selaras dengan aktivitas organisasinya
3. Komprehensif dalam ruang lingkupnya
4. Tertanam atau mendarah daging menjadi suatu aktivitas rutin
5. Dinamis dengan menjadi responsive menghadapi perubahan

Proses Pengendalian Risiko (Risk Management Process)

Proses pengendalian resiko dapat disajikan sebagai suatu daftar kegiatan yang
terkoordinir. Berikut adalah penjelasan alternatif yang sering digunakan yaitu 7Rs dan 4Ts dari
(bahaya) pengendalian resiko yang diintegrasikan dengan Risk Architecture ynag menjelaskan
bentuk struktur proses manajemen risiko, Risk Strategy yang menjelaskan langkah apa yang
akan dilakukan dalam melakuka proses manajemen risiko, dan Risk Protocols yang merupakan
panduan (SOP) bagaimana menjalanakan proses manajemen risiko seperti gambar berikut ini .

Lebih lanjut lagi, Woods dan Dowd pada jurnal Management Accounting Guideline:
Financial Risk Management for Management Accountants (2008), dijelaskan bahwa meskipun
organisasi menghadapi bermacam jenis risiko, tetapi risiko-risiko tersebut dapat dikelola
dengan siklus kerangka kerja yang sama, seperti yang dirangkum dalam diagram Siklus
Manajemen Risiko CIMA berikut ini: Pada suatu perusahaan terbuka, RUPS memberikan
mandate and commitment yang menjadi titik permulaan dari kerangka manajemen risiko yang
kemudian disusun menjadi kebijakan manajemen risiko terstruktu. Kebijakan manajemen
risiko ini menjelaskan jenis-jenis risiko yang ingin diambil oleh manajemen dan mana yang
akan dihindari. Kebijakan manajemen risiko ini juga memuat respon atau tindakan pencegahan
yang akan dilakukan terhadap jenis-jenis risiko yang tersebut. Langkah selanjutnya adalah
implementasi manajemen risiko berupa risk protocols dalam risk management process,
beberapa diantaranya adalah alokasi tanggung jawab untuk mpengelolaan risiko tertentu dan
menciptakan budaya risk-aware yang tertanam di dalam kegiatan sehari-hari organisasi.
Selanjutnya adalah kegiatan pengawasan dan peninjauan atas kerangka kerja manajemen risiko
(monitor and review framework) yang akan menghasilkan kebijakan untuk dan bila diperlukan
meningkatkan kerangka kerja (improve framework).

B. TIPE RISIKO
- Risiko market place: Risiko market place meliputi aktifitas penelitian dan
pengembangan aset intelektual dan kontrak.
- Risiko reputasional: Brand Extension komposisi dewan lingkungan control
- Risiko keuangan: Standar akuntansi, tingkat suku bunga, foreign exchange, pendanaan
dan kredit
- Risiko infrastruktur: Komunikasi, transport links, rantai pasokan, terorisme, bencana
alam, pandemic
- Risiko market place: Lingkungan pasar, pengembangan teknologi, kompetisi,
permintaan pelanggan, dan kebutuhan regulator

C. POTENSI RISIKO

Sebelum melakukan manajemen risiko, tentunya perusahaan telah mendeteksi potensi


atau peluang risiko yang mungkin akan dihadapi hingga kemudian perusahaan menempuh
langkah manajemen risiko. Menurut Bekefi, Epstein, dan Yuthas dalam Management
Accounting Guideline: Managing Opportunities and Risks (2008), untuk menciptakan
perusahaan yang tangkas dalam mengelola risiko negatif dan fokus dalam value creation
dengan mengkapitalisasi kesempatan,dibutuhkan sebuah sistem yang mengidentifikasi,
mengelola, mengukur, dan mengawasi baik itu risiko dan kesempatan di dalam sruktur
manajemen yang ada. Namun dalam kesempatan kali ini lebih berfokus pada pengidenfikasian
risiko melalui sumber risiko. Pada umumnya risiko ditempatkan pada 4 kategori, yaitu:
strategic, operational, reporting, dan compliance. Dan berdasarkan Structured approach to
Enterprise Risk Management (Airmic, 2010), manajemen risiko harus terintergrasi dengan
budaya perusahaan dan terdiri dari perintah, kepemimpinan, dan komitmen dari dewan. Oleh
karena itu, perusahaan harus menetapkan daftar risiko sesuai atau relevan terhadap bisnis dan
lingkungan perusahaan yang telah sesuai dengan dewan.

D. MITIGASI RISIKO

Mitigasi risiko berarti meminimalisir risiko agar tidak terjadi. Demi meminimalisir
risiko tersebut, The Institute of Internal Auditor (IIA) memberikan panduan pendekatan
Enterprise Risk Management yang dikenal dengan istilah Three Lines of Defence Model.
Model ini membagi peran dan tanggung jawab manajemen risiko dan pengendalian menjadi
tiga lini atau lapisan di dalam suatu organisasi dan dengan melibatkan audit eksternal dan
regulator. Three Lines of Defence Model memiliki fungsi-fungsi disetiap lini guna mencapai
efektivitas manajemen risiko yaitu sebagai berikut :

- Fungsi kepemilikan dan mengelola risiko

- Fungsi yang mengawasi risiko

- Fungsi yang memberikan jaminan independensi


BAB 3

PEMBAHASAN

A. Penerapan Manajemen Risiko BCA

Manajemen risiko merupakan hal yang penting dalam pengelolaan


perusahaan yang wajib dilaksanakan secara menyeluruh. Perusahaan menyadari
pentingnya pengawasan dan pengelolaan risiko mulai dari aspek strategis sampai
dengan aspek operasional.

Implementasi manajamen risiko dan pengendalian internal dilakukan secara


efektif yang disesuaikan dengan tujuan dan kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas
kegiatan usaha BCA dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan,
serta mengacu kepada international best practice, melalui tindakan-tindakan antara lain
sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi dan pengendalian seluruh risiko termasuk yang berasal dari
produk baru dan aktivitas baru.
2. Memiliki Komite Pemantau Risiko (KPR) yang bertujuan untuk memastikan
bahwa kerangka kerja manajemen risiko yang ada telah memberikan perlindungan
yang memadai terhadap seluruh risiko BCA dan mempunyai tugas pokok untuk
memberikan rekomendasi serta pendapat secara profesional yang independen
mengenai kesesuaian antara kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan manajemen
risiko kepada Dewan Komisaris, serta memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
tugas Komite Manajemen Risiko (KMR) dan Satuan Kerja Manajemen Risiko
(SKMR).
3. Memiliki (KMR) yang mempunyai tugas pokok menyusun kebijakan, strategi dan
pedoman penerapan manajemen risiko, menyempurnakan pelaksanaan manajemen
risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan proses dan sistem manajemen risiko
yang efektif, serta menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang
menyimpang dari prosedur normal (irregularities).
Dalam rangka pengendalian risiko, BCA telah mengimplementasikan kerangka
Dasar Manajemen Risiko (Risk Management Framework) secara terpadu yang
dituangkan dalam Kebijakan Dasar Manajemen Risiko (KDMR). Kerangka tersebut
digunakan sebagai sarana dalam penetapan strategi, organisasi, kebijakan dan
pedoman, serta infrastruktur BCA sehingga dapat dipastikan bahwa semua risiko yang
dihadapi BCA dapat diidentifikasi, diukur, dipantau, dikendalikan dan dilaporkan
dengan baik.

Untuk mencapai tujuan imlemetasi manajemen risiko berjalan dengan efektif


dan optimal, BCA telah memiliki KMR yang mempunyai wewenang untuk mengkaji
dan memberikan rekomendasi mengenai hal yang berkaitan dengan manajemen risiko
untuk dimintakan keputusan dari Direksi.

• Komite Manajemen Risiko

Komite Manajemen Risiko (KMR) dibentuk untuk memastikan bahwa kerangka


kerja manajemen risiko telah memberikan perlindungan yang memadai terhadap
seluruh risiko Perseroan. KMR Perseroan disahkan melalui Surat Keputusan
Direksi No. 167/SK/DIR/2017 tertanggal 28 November 2017 tentang Struktur
Komite Manajemen Risiko (KMR). Selain itu, KMR berpedoman pada:
1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK/03/2016 tanggal 16 Maret
2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
2. Surat Keputusan Dewan Komisaris No. 180/SK/KOM/2017 tanggal 12 Juli
2017 tentang Pembidangan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi serta
Kerangka Induk Organisasi PT Bank Central Asia Tbk.

Fungsi Pokok KMR

➢ Menyusun kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan manajemen risiko.


➢ Menyempurnakan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan hasil evaluasi
pelaksanaan proses dan sistem manajemen risiko yang efektif.
➢ Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang
dari prosedur normal (irregularities).

Wewenang KMR

Komite mempunyai wewenang untuk mengkaji dan memberikan rekomendasi


mengenai hal yang berkaitan dengan manajemen risiko untuk dimintakan
keputusan dari Direksi.

Rapat KMR

Rapat KMR dilaksanakan sesuai kebutuhan dan sedikitnya sekali dalam 3 (tiga)
bulan atau 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun. Hingga akhir periode 31 Desember
2017, KMR telah mengadakan rapat sebanyak 4 (empat) kali rapat.
Pertanggungjawaban dan realisasi kerja KMR dilaporkan melalui:

➢ Laporan tertulis secara berkala sedikitnya sekali dalam 1 (satu) tahun kepada
Direksi, mengenai hasil pertemuan rutin dalam rapat KMR.
➢ Laporan tertulis kepada Direksi, mengenai hasil pertemuan khusus yang
diadakan untuk membahas hal tertentu.
➢ Laporan khusus atau laporan kegiatan (jika diperlukan).

B. Fokus Manajemen Risiko BCA Tahun 2017

Selama tahun 2017, manajemen risiko BCA difokuskan untuk menjaga kualitas
kredit, posisi likuiditas dan kecukupan permodalan, serta sebagai bank transaksi tetap
memperhatikan pengelolaan risiko operasional.

• Kualitas Kredit

Dalam fase proses pemulihan ekonomi Indonesia, omset penjualan perusahaan-


perusahaan maupun konsumsi masyarakat terlihat stagnan. Hal tersebut mempengaruhi
permintaan kredit perbankan dan berpotensi meningkatkan risiko kredit industri
perbankan. Dibandingkan tiga tahun sebelumnya, rasio NPL industri perbankan
meningkat menjadi 2,6% di tahun 2017 dibandingkan 2,2% di tahun 2014. Selanjutnya
kami melihat tekanan peningkatan rasio NPL industri perbankan telah mereda pada
tahun 2017, namun faktor kualitas kredit tetap perlu mendapat perhatian, khususnya
daya tahan perusahaan terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih lama
dari perkiraan semula.

Menutup tahun 2017, BCA berhasil membukukan portofolio kredit sebesar Rp


467,5 triliun, meningkat 12,4%. Rasio NPL BCA tercatat sebesar 1,5% pada akhir tahun
2017, dibandingkan 1,3% pada akhir 2016 dan 0,7% pada akhir 2015. Rasio NPL
tersebut masih dalam batasan risk appetite BCA. Adapun sebagian besar NPL berasal
dari sektor jasa angkutan laut; kredit konsumer; distribusi peralatan telekomunikasi;
bahan bangunan dan besi konstruksi lainnya; properti dan konstruksi. Formasi
pembentukan NPL tersebut sebagian besar terjadi pada tahun 2016. Pada tahun 2017,
BCA membentuk tambahan biaya cadangan atas kredit bermasalah sebesar Rp 1,8
triliun, lebih rendah dibandingkan Rp 4,5 triliun di tahun 2016. Meskipun demikian,
rasio cadangan terhadap total kredit bermasalah tetap berada pada tingkat yang
memadai, mencapai 190,7% pada akhir tahun 2017.
Dalam rangka menjaga kualitas portfolio kredit, BCA menerapkan manajemen
risiko secara hati-hati. BCA secara cermat mewaspadai risiko penurunan kualitas aset
dan menerapkan early warning system untuk memantau perubahan kemampuan bayar
debitur dan mengambil langkah-langkah preventif dalam mencegah terjadinya kredit
bermasalah.
Pemantauan kinerja usaha maupun kenerja keuangan para debitur dilakukan
secara periodik dan responsif terhadap segala ancaman (misal debitur mengalami
kesulitan usaha maupun kesulitan keuangan). Salah satu langkah yang diambil adalah
melakukan proses restrukturisasi kredit secara prudent bagi para debitur yang memiliki
prospek bisnis positif dalam jangka panjang. Di tahun 2017, aktivitas restrukturisasi
kredit mereda yang tercermin pada pergerakan saldo kredit yang direstrukturisasi.
Secara konsisten, BCA terus menganalisis dan mengkaji sektor-sektor yang
berpotensi mengalami tekanan pada lingkungan usahanya. Dengan semakin
berjalannya proyek infrastruktur, BCA juga meningkatkan manajemen risiko terkait
penyaluran kredit tersebut dan difokuskan pada proyek-proyek dengan tingkat
kelayakan yang baik.
• Posisi Likuiditas

Pada tahun 2017 posisi likuiditas industri perbankan Indonesia relatif memadai
diantaranya didukung oleh dana dari program tax amnesty dan rendahnya penggunaa n
likuiditas perbankan. Namun demikian, sebagai bagian dari manajemen risiko
likuiditas, BCA tetap memonitor keseimbangan antara kewajiban jangka pendek yang
harus dipenuhi dengan ketersediaan dana jangka pendek yang dimiliki oleh BCA.
BCA memiliki posisi likuiditas yang solid bersumber dari penghimpunan dana
giro dan tabungan (Current Accounts and Savings Accounts - CASA) berbunga rendah,
ditopang oleh keunggulan di bidang perbankan transaksi. Komposisi dana CASA
mencapai 76,3% dari total dana pihak ketiga Bank pada tahun 2017. BCA tetap menjaga
kecukupan jumlah penempatan jangka pendek pada instrumen-instrumen bebas risiko
dimana rasio secondary reserves BCA terhadap total dana pihak ketiga sebesar 10,9%.
Adapun rasio kredit terhadap pendanaan (Loan to Funding Ratio) BCA pada akhir
tahun 2017 berada pada level 78,2% dan rasio Liquidity Coverage Ratio berada pada
353,0%. Rasio-rasio tersebut menunjukan kondisi likuiditas BCA berada pada tingkat
yang solid. Guna menjaga posisi dana pihak ketiga secara keseluruhan, BCA secara
proaktif melakukan kajian tingkat suku bunga dana yang tepat sesuai dengan kondisi
likuiditas.
• Posisi Permodalan

BCA memiliki tingkat permodalan yang memadai dengan rasio kecukupan


modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) sebesar 23,1% dan di atas persyaratan
minimum sesuai profil risiko yang ditetapkan oleh regulator, sehingga sangat memadai
untuk mendukung rencana ekspansi usaha Bank yang diimbangi dengan kemampua n
dalam mengantisipasi risiko yang dihadapi. Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 26/POJK.03/2015, pada level konglomerasi, BCA dan entitas anak
memiliki modal minimum terintegrasi (rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
– KPMM Terintegrasi) yang memadai sebesar 236,7%, diatas

persyaratan minimum yang ditentukan sebesar 100%. BCA memiliki komitmen dalam
mendukung permodalan entitas anak sejalan dengan perkembangan bisnisnya.

BCA berupaya untuk terus memperkokoh permodalan sebagai salah satu


langkah persiapan diterapkannya Basel III. Pada tahun 2017, seluruh kebutuhan
permodalan BCA dapat terpenuhi dari pertumbuhan modal secara organik dengan
didukung oleh profitabilitas Ban ykang sehat
• Risiko-risiko Lainnya

a. Risiko Nilai Tukar

Dalam memitigasi risiko nilai tukar, BCA melakukan pemantauan transaksi-


transaksi valuta asing agar sesuai dengan ketentuan dan kebijakan internal
Bank maupun Peraturan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan terutama
mengenai Posisi Devisa Neto (PDN). Pengelolaan transaksi valuta asing
dipusatkan pada Divisi Tresuri dimana transaksi-transaksi yang diproses
melalui cabang dipantau, dicatat dan dilaporkan kepada Divisi Tresuri. Setiap
cabang diharuskan untuk menutup risiko nilai tukar valuta asingnya pada setiap
akhir hari kerja, dengan diberikan batas toleransi PDN pada jaringan cabang.
b. Risiko Operasional

BCA memiliki Operational Risk Management Information System (ORMIS)


yaitu aplikasi berbasis web yang meliputi Risk Control Self-Assessment, Loss
Event Database, dan Key Risk Indicator yang dirancang untuk meningka tkan
risk awareness dan memberikan informasi berguna untuk meminimalkan dan
memitigasi risiko operasional.
C. Manajemen Risiko Terintegrasi BCA

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan terkait Konglomerasi


Keuangan, BCA telah menerapkan suatu protokol manajemen risiko terintegrasi yang
dirancang untuk memitigasi risiko-risiko yang dihadapi oleh BCA maupun entitas
anaknya. BCA sebagai entitas utama Konglomerasi Keuangan melakukan pemantauan
dan mengelola 10 (sepuluh) jenis risik yang didefinisikan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Risiko-risiko ini terdiri dari 8 (delapan) risiko yang sudah dikelola sebelumnya pada
penerapan manajemen risiko Bank yaitu risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional,
hukum, reputasi, stratejik dan kepatuhan, ditambah dengan 2 (dua) risiko lain yaitu
risiko transaksi intra-grup dan risiko asuransi.

D. Pengendalian Internal
Penerapan manajemen risiko dan sistem pengendalian internal menjadi
tanggung jawab bersama seluruh manajemen dan karyawan BCA. Kesadaran akan
risiko (risk awareness) terus ditanamkan di setiap jenjang organisasi dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Bank. BCA menerapkan konsep three lines
of defenses dalam pengelolaan risiko, dimana pengelolaan risiko dilakukan oleh semua
lini organisasi, dan dilakukan pengawasan (oversight) oleh Dewan Komisaris dan
Direksi.
Sebagai risk owner, seluruh unit bisnis dan unit pendukung berfungsi sebagai
First Line of Defense yang mengelola risiko terkait unit kerjanya. Sementara itu, Satuan
Kerja Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Kepatuhan berfungsi sebagai Second Line
of Defence yang memantau penerapan kebijakan dan panduan manajemen risiko secara
korporasi. Sedangkan Divisi Audit Internal sebagai Third Line of Defense bertugas
memberikan independent assurance terhadap penerapan manajemen risiko di BCA.

Hasil Penilaian Profil Risiko BCA dan Anak-Anak Usaha

Berdasarkan hasil penilaian sendiri (self-asessment), pada tahun 2016 peringkat profil
risiko BCA sebagai Entitas Utama secara individu maupun secara terintegrasi dengan
anakanak usaha adalah “low to moderate”. Peringkat profil risiko tersebut merupakan
hasil penilaian dari peringkat risiko inheren “low to moderate” dan peringkat kualitas
penerapan manajemen risiko “satisfactory”

E. Efektivitas Sistem Manajemen Risiko


Dalam melakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem manajemen risiko, Dewan
Komisaris dan Direksi dibantu oleh komite-komite di bawah Dewan Komisaris maupun
Direksi. Secara berkala, komite-komite tersebut mengadakan pertemuan untuk
membahas dan memberikan masukan dan rekomendasi kepada Dewan Komisaris dan
Direksi. Bank juga melakukan evaluasi berkala terhadap:
• Kebijakan serta metodologi yang digunakan dalam penilaian berbagai jenis
risiko
• Perkembangan risiko
• Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit
• Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko
• Efektivitas sistem pengendalian internal yang menyeluruh

Evaluasi dan pengkinian kebijakan, prosedur dan metodologi dilakukan secara berkala
untuk menjaga kesesuaiannya dengan regulasi dan kondisi operasional. Evaluasi
terhadap efektivitas manajemen risiko juga dilakukan melalui laporan berkala yang
dikirimkan kepada Dewan Komisaris dan Direksi, antara lain Laporan Pelaksanaan
Kebijakan Manajemen Risiko, Laporan Profil Risiko, Risk Update dan laporan terkait
lainnya.

Penerapan Basel
Bank terus mempersiapkan diri dalam melaksanakan penerapan Basel di Indonesia.
Terkait penerapan Basel III di Indonesia, baik dari segi permodalan dan likuiditas, BCA
turut berpartisipasi mendukung persiapan penerapan Basel III tersebut antara lain
melalui Quantitative Impact Study (QIS). Dalam QIS tersebut BCA melakukan
perhitungan Liquidity Coverage Ratio dan Leverage Ratio. Rasio-rasio tersebut telah
dipublikasikan pada website Bank sejak tahun 2015

Risk Appetite
Bank mendefinisikan risk appetite sebagai tingkat dan jenis risiko yang bersedia
diambil oleh Bank dalam rangka mencapai sasaran bisnis Bank. Risk appetite yang
ditetapkan oleh Bank tercermin dalam strategi dan sasaran bisnis Bank.

Stress Test BCA


Secara berkala dan berkelanjutan melakukan stress test dengan berbagai skenario serta
melakukan pendalaman terhadap faktor-faktor dan parameter dalam stress test. Secara
umum, skenario dalam pelaksanaan stress test mempertimbangkan beberapa variabel
makroekonomi seperti suku bunga, tingkat inflasi, PDB, nilai tukar, harga BBM dan
lainnya. Metode yang digunakan dalam melakukan stress test selain mengguna ka n
model statistik yang berdasarkan data historis, juga memperhitungkan metode
judgement. Semua itu dilakukan untuk melihat dampak perubahan faktor
makroekonomi di atas terhadap berbagai indikator utama, termasuk tingkat NPL,
profitabilitas, likuiditas dan permodalan.

Kesimpulan

Bank BCA telah memiliki pedoman sebagai code of conduct dalam proses
menerapakan manajemen risikonya. Bank BCA berpedoman pada persyaratan dan tata
cara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan, serta mengacu kepada international best practice serta telah
mengimplementasikan kerangka Dasar Manajemen Risiko (Risk Management
Framework) secara terpadu. Hal ini dinilai jika SOP dan pedoman teknis yang dimiliki
Bank BCA sudah baku dan rinci. Untuk mencapai tujuan imlemetasi manajemen risiko
berjalan dengan efektif dan optimal, BCA telah memiliki KMR yang mempunyai
wewenang untuk mengkaji dan memberikan rekomendasi mengenai hal yang berkaitan
dengan manajemen risiko untuk dimintakan keputusan dari Direksi. Bank BCA telah
memiliki unit yang secara keseluruhan berfokus pada proses manajemen risiko, jika
dinilai bank memiliki risiko yang tinggi sehingga unit yang bertanggung jawab pada
proses manajemen risiko sangat dibutuhkan. Penilaian dalam proses manajemen risiko
juga telah di assess secara keseluruhan oleh Bank BCA seperti menilai risiko Kualitas
Kredit, Posisi Likuiditas, Posisi Permodalan, Risiko Nilai Tukar, Risiko Operasional.
Hal itu bertujuan untuk menjaga kualitas kredit, posisi likuiditas dan kecukupan
permodalan, serta sebagai bank transaksi tetap memperhatikan pengelolaan risiko
operasional.

BCA telah menerapkan suatu protokol manajemen risiko terintegrasi yang


dirancang untuk memitigasi risiko-risiko yang dihadapi oleh BCA maupun entitas
anaknya. BCA sebagai entitas utama Konglomerasi Keuangan melakukan pemantauan
dan mengelola 10 (sepuluh) jenis risik yang didefinisikan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam pengendalian internal Bank BCA menerapkan konsep three lines of


defenses dalam pengelolaan risiko, dimana pengelolaan risiko dilakukan oleh semua
lini organisasi, dan dilakukan pengawasan (oversight) oleh Dewan Komisaris dan
Direksi. Lalu Bank BCA juga melakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem
manajemen risiko.

Dapat disimpulkan jika proses manajemen risiko Bank BCA sudah efektif dan
efisien, dikarenakan telah menerapkan proses dari awal melakukan penilaian hingga
evaluasi atas manajemen risiko Bank B
BAB 4
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:


- Untuk mencapai tujuan imlemetasi manajemen risiko berjalan dengan efektif dan
optimal, BCA telah memiliki KMR yang mempunyai wewenang untuk mengkaji dan
memberikan rekomendasi mengenai hal yang berkaitan dengan manajemen risiko
untuk dimintakan keputusan dari Direksi.
- Selama tahun 2017, manajemen risiko BCA difokuskan untuk menjaga kualitas kredit,
posisi likuiditas dan kecukupan permodalan, serta sebagai bank transaksi tetap
memperhatikan pengelolaan risiko operasional.
- BCA berupaya untuk terus memperkokoh permodalan sebagai salah satu langkah
persiapan diterapkannya Basel III. Pada tahun 2017, seluruh kebutuhan permodalan
BCA dapat terpenuhi dari pertumbuhan modal secara organik dengan didukung oleh
profitabilitas Bank yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.bca.co.id/en/Tentang-BCA/Hubungan-Investor/Laporan-Tahunan

Anda mungkin juga menyukai