Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MANAJEMEN RISIKO

“PROSES MANAJEMEN RISIKO SPESIFIK”

Disusun Oleh :

Nabella Eka Arianty (19053010)

Layyinatus Sariroh (19053012)

Dosen Pengampu:

Faridatuz Zakiyah, M.E.I

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan
salam juga kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menuntun
kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang.

Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “MANAJEMEN RISIKO”


dengan ini penulis mengangkat judul “Proses Manajemen Risiko Spesifik”.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Penulis mengakui bahwa
manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Dalam pembuatan makalah
ini penulis banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon agar pembimbing
materi dan pembaca dapat memakluminya. Penulis mengharapkan kritik dan saran
dari makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada
kita semua.

Lamongan, 01 April 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

C. Tujuan .......................................................................................................... 4

BAB II ..................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6

A. Proses Manajemen Risiko ............................................................................ 6

B. Kerangka Manajemen Risiko ....................................................................... 9

C. Pengukuran Risiko ..................................................................................... 12

D. Sifat dan Risiko Bank Syariah ................................................................... 14

E. Pengelolaan Risiko ..................................................................................... 16

F. Studi Kasus Penelitian ............................................................................... 18

BAB III .............................................................................................................. 24

PENUTUP ......................................................................................................... 24

A. Kesimpulan ................................................................................................ 24

B. Saran ........................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan
sistematis dari suatu rangkaian kegiatan penetapan konteks, identifikasi,
analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Dengan tujuan untuk
meminimalisir kemungkinan risiko yang akan terjadi atau menanggulangi risiko
yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan. Proses ini dapat diterapkan di
semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen
risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan.
Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap
pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.
Proses manajemen risiko sering dikaitkan dengan proses pengambilan
keputusan dalam sebuah organisasi. Pelaksanaan manajemen risiko sendiri
haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen
perusahaan atau organisasi, dimana proses manajemen risiko ini merupakan
salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses manajemen risiko?
2. Apa saja kerangka kerja manajemen risiko?
3. Bagaimana pengukuran risiko?
4. Apa saja sifat dan risiko bank syariah?
5. Bagaimana pengelolaan risiko?
6. Bagaimana studi kasus penelitian proses manajemen risiko?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana proses manajemen risiko.
2. Untuk mengetahui apa saja kerangka manajemen risiko.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran risiko.
4. Untuk mengetahui sifat dan risiko bank syariah.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan risiko.

4
6. Untuk mengetahui studi kasus penelitian proses manajemen risiko.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Proses Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko merupakan serangkaian langkah sistematis
untuk membantu para pemilik sasaran mengelola peluang dan ancaman bagi
ketercapaian sasaran secara sistematis, terukur, dan terkendali.1 Secara ringkas
proses manajemen risiko sebagai bagian internal dari penyusunan manajemen
risiko dapat digambarkan sebagai berikut.

Penetapan Suatu Konteks

Penetapan Suatu Konteks


Komunikasi dan Konsultasi

Pemantauan dan Tinjauan


Identifikasi Risiko

Analisis Risiko

Evaluasi Risiko

Perlakuan Risiko

PROSES MANAJEMEN RISIKO

Dari gambar proses penyusunan manajemen sebagaimana tergambar


pada gambar di atas, terdapat tiga proses utama dalam manajemen risiko, yaitu:

1
Leo J. Susilo dan Victor Riwu Kaho, Manajemen Risiko, (Jakarta: PT Grasindo, 2018), hal: 144

6
1. Penetapan Konteks
Penetapan konteks manajemen risiko sebagai langkah pertama
proses manajemen risiko, bertujuan untuk mengidentifikasi serta
mengungkapkan sasaran organisasi, lingkungan atas sasaran yang hendak
dicapai, stakeholders yang berkepentingan, dan berbagai kategori dan
kriteria risiko pada suatu organisasi. Keseluruhan hal tersebut akan
membantu dalam menguraikan, menjelaskan serta menilai sifat dan
kompleksitas dari risiko.
Proses penetapan konteks manajemen risiko terkait erat dengan
penetapan tujuan, strategi, ruang lingkup, dan parameter-parameter lain
yang berhubungan dengan proses pengelolaan risiko suatu organisasi.
Proses ini menunjukkan kaitan atau hubungan antara permasalahan hal yang
akan dikelola risikonya dengan lingkungan organisasi (eksternal dan
internal), proses manajemen risiko, dan ukuran atau kriteria risiko yang
hendak dijadikan standar.
2. Penilaian Risiko
Proses kedua adalah penilaian risiko yang meliputi tahapan
identifikasi risiko, analisis risiko, dan evaluasi risiko.
a. Identifikasi risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mencari risiko-risiko apa saja yang
akan dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi oleh
suatu organisasi. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko,
misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa
yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, kompor ditaruh dekat
penyimpanan minyak tanah. Api merupakan sumber risiko, kompor
yang ditaruh dekat minyak tanah merupakan kondisi yang
meningkatkan terjadinya kecelakaan, bangunan yang bisa terbakar
merupakan eksposur yang dihadapi perusahaan. Misalkan terjadi
kebakaran, kebakaran merupakan peristiwa yang merugikan (peril).
Identifikasi semacam dilakukan dengan melihat sekuen dari sumber
risiko sampai ke terjadinya peristiwa yang merugikan. Pada beberapa
situasi, risiko yang dihadapi oleh perusahaan cukup standar. Sebagai

7
contoh, bank menghadapi risiko terutama adalah risiko pembiayaan atau
kredit (kemungkinan debitur tidak melunasi hutangnya). Untuk bank
yang juga aktif melakukan perdagangan sekuritas, maka bank tersebut
akan menghadapi risiko pasar. Setiap bisnis akan menghadapi risiko
yang berbeda-beda karakteristiknya.
b. Analisis risiko
Proses penilaian risiko tahapan selanjutnya, yakni pengukuran risiko
berupa analisis risiko yang bertujuan untuk menganalisis kemungkinan
dan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi. Hasil pengukuran
dirumuskan dalam format status risiko yang menunjukkan ukuran
tingkatan risiko dan peta risiko yang merupakan gambaran sebaran
risiko dalam suatu peta risiko.
c. Evaluasi risiko
Tahapan berikutnya dalam penilaian risiko adalah evaluasi risiko yang
ditujukan untuk membandingkan hasil analisis risiko dengan kriteria
risiko yang telah ditentukan sebelumnya untuk dijadikan dasar
penerapan penanganan risiko.

Hal yang tidak boleh diabaikan dalam penerapan proses manajemen


risiko ini adalah bahwa proses manajemen risiko harus diintegrasikan
menjadi bagian dari setiap proses bisnis dan proses kerja yang dijalankan
organisasi sehingga tidak boleh ada proses kerja atau bisnis yang tidak
mempertimbangkan risiko, baik yang berdampak negatif dalam arti menjadi
ancaman maupun berdampak positif dalam arti memberi peluang yang
bermanfaat bagi ketercapaian sasaran. Implikasi dari hal ini adalah
diberlakukannya berbagai varian proses manajemen risiko dalam organisasi
yang dikenal juga sebagai proses bisnis atau kerja berbasis risiko, dari
proses perencanaan (risk-based business planning), operasional (risk-based
standard operating procedure), hingga pengawasan (risk-based internal
audit).

3. Penanganan Risiko
Proses ketiga dalam proses manajemen risiko adalah penanganan
risiko yang disusun dalam bentuk perencanaan mitigasi atas risiko-risiko

8
yang merinci alternatif solusinya agar penanganan risiko dapat diterapkan
secara efektif dan efisien.
Beberapa alternatif penangangan risiko yang dapat diambil antara
lain yang bertujuan untuk menghindari risiko, memitigasi risiko untuk
mengurangi kemungkinan atau dampak, mentransfer risiko kepada pihak
ketiga (risk sharing) dan menerima risiko (risk acceptance).

Akhir dari ketiga tahapan proses tersebut dilengkapi dengan dua proses
pendukung penting lainnya yaitu komunikasi dan konsultasi, untuk memastikan
tersedianya dukungan yang memadai dari setiap kegiatan manajamen risiko,
dan menjadikan setiap kegiatan mencapai sasarannya dengan tepat.

Proses selanjutnya adalah monitoring dan review yang bertujuan untuk


memastikan bahwa implementasi manajemen risiko telah berjalan sesuai
dengan perencanaan serta sebagai dasar untuk melakukan perbaikan secara
berkala terhadap proses manajemen risiko. Proses monitoring dan review
dilaksanakan melalui evaluasi dan pemeriksaan terhadap proses bisnis yang
berjalan, serta melaui pelaksanaan audit manajemen risiko.

B. Kerangka Manajemen Risiko


Kerangka kerja manajemen risiko atau struktur pendukung dimana
sesuatu dapat dibangun dalam hal organisasi bisa diartikan sebagai seperangkat
komponen yang menyediakan landasan atau fondasi pengaturan organisasi
untuk mendesain, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan melakukan
perbaikan yang semuanya dilakukan secara terintegrasi dengan dasar
kepemimpinan dan komitmen yang kuat. Ringkasnya, kerangka kerja
manajemen risiko merupakan gambaran dari bagaimana tata kelola manajemen
risiko (risk governance) suatu organisasi yang akan dilaksanakan.
Peran dan tujuan dari kerangka kerja manajemen risiko adalah
membantu organisasi dalam mengintegrasikan manajemen risiko ke seluruh
fungsi dan kegiatan organisasi. Efektivitas manajemen risiko akan tergantung
dari seberapa jauh manajemen risiko berhasil diintegrasikan ke dalam tata
kelola organisasi, kegiatan organisasi, dan proses pengambilan keputusan pada
setiap tingkatan organisasi. Untuk itu, dukungan dari para pemangku

9
kepentingan internal organisasi, khususnya pimpinan puncak, sangat
diperlukan.2

Melihat gambar kerangka kerja manajemen risiko di atas, pada posisi


tengah terdapat kepemimpinan dan komitmen, sedangkan dalam lingkaran
seperti sebuah siklus terdapat integrasi, desain, implementasi, evaluasi, dan
perbaikan. Kepemimpinan dan komitmen yang berada di tengah berarti menjadi
pusat atau fokus sebagai landasan utama yang mampu menggerakkan siklus
atau putaran di sekelilingnya yang terdiri dari integrasi, desain, implementasi,
evaluasi, dan perbaikan. Sebagai suatu siklus seperti lingkaran, komponen-
komponen integrasi, desain, implementasi, evaluasi dan perbaikan akan selalu
berhubungan untuk mencapai tujuan organisasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan organisasi. Masing-masing komponen kerangka kerja manajemen
risiko akan dijabarkan secara singkat sebagai berikut.
1. Kepemimpinan dan komitmen
Kepemimpinan dan komitmen merupakan komponen fokus penting
dalam kerangka kerja manajemen risiko. Kepemimpinan adalah sebuah
kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang
lain sesuai dengan tujuan organisasi. Komitmen adalah suatu bentuk
kewajiban yang mengikat seseorang dengan sesuatu, baik itu diri sendiri

2
Ibid., hal: 76

10
maupun orang lain, tindakan tertentu atau hal tertentu. Kepemimpinan
digambarkan dengan pemimpin organisasi atau manajemen puncak yang
memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas untuk berkomitmen atau terikat
dalam menjalankan manajemen risiko. Dengan kata lain, pemimpin
organisasi memberikan teladan dan komitmen dalam mengelola risiko
melalui kebijakan, wewenang, tugas, tanggung jawab dan akuntabilitas pada
tingkat organisasi yang disesuaikan dengan tujuan organisasi.
2. Integrasi
Integrasi dalam manajemen risiko, berarti manajemen risiko
menyatu sebagai satu kesatuan dalam suatu organisasi. Sehingga integrasi
pada kerangka kerja bermakna bahwa manajemen risiko menjadi bagian dan
tidak bisa terpisahkan atau menyatu dalam tujuan, tata kelola,
kepemimpinan dan komitmen, strategi, sasaran, dan operasi organisasi.
3. Desain
Desain adalah suatu perencanaan atau perancangan yang dilakukan
sebelum pembuatan suatu objek, sistem, komponen atau struktur. Desain
dalam kerangka kerja manajemen risiko mencakup beberapa hal, yaitu:
a. Pemahaman organisasi dan konteksnya.
b. Penegasan komitmen manajemen risiko.
c. Penetapan peran, kewenangan, tanggung jawab dan akuntabilitas.
d. Alokasi sumber daya.
e. Penyiapan komunikasi dan konsultasi.
4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan dalam kerangka kerja manajemen
risiko dilaksanakan setelah desain manajemen risiko dibuat dan ditetapkan.
Jika desain manajemen risiko diimplementasikan dengan baik, maka
kerangka kerja manajemen risiko dapat memastikan proses manajemen
risiko menjadi bagian dari semua kegiatan dalam organisasi atau
perusahaan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur atau menilai apakah
suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan

11
atau tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi dalam kerangka manajemen risiko
dilakukan untuk mengukur kerangka kerja manajemen risiko secara berkala
terhadap tujuan, rencana implementasi, indikator dan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan tujuan organisasi atau perusahaan.
6. Perbaikan
Perbaikan dalam kerangka kerja manajemen risiko terdiri dari
adaptasi dan perbaikan sinambung. Adaptasi adalah menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Suatu organisasi dapat beradaptasi dengan melihat
perubahan baik lingkungan internal dan eksternal pada organisasi tersebut
lalu membuat perbaikan sesuai dengan perubahan lingkungan yang ada
untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan perbaikan sinambung adalah
perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus dan akan senantiasa
dilakukan manakala terjadi kesenjangan atau ketidaksesuaikan untuk
meningkatkan pengelolaan risiko pada organisasi atau perusahaan.
C. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko adalah usaha untuk mengetahui besar atau kecilnya
risiko yang akan terjadi. Hal ini dilakukan untuk melihat tinggi rendahnya risiko
yang dihadapi perusahaan, kemudian bisa melihat dampak dari risiko terhadap
kinerja perusahaan sekaligus bisa melakukan prioritisasi risiko, risiko yang
mana yang paling relevan.
Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko
tersebut. Sebagai contoh, kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan)
risiko atau suatu kejadian jelek terjadi. Melalui probabilitas tersebut kita
berusaha mengukur risiko. Contohnya, ada risiko perusahaan terkena jatuhan
meteor atau komet, tetapi probabilitas risiko semacam itu sangat kecil
(0,000000001). Karena itu, risiko tersebut tidak perlu diperhatikan. Contoh lain
adalah risiko kebakaran dengan probabilitas (misal) 0,6. Karena probabilitas
yang tinggi, maka risiko kebakaran perlu diberi perhatian ekstra. Contoh
tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik probabilitas kita bisa
melakukan prioritisasi risiko, sehingga kita bisa lebih memfokuskan pada risiko
yang mempunyai kemungkinan yang besar untuk terjadi.

12
Dalam makalah ini kita hanya akan membahas 2 cara pengukuran risiko
dengan singkat, yakni:3
1. Pengukuran risiko dengan cara sederhana
Apabila data tidak lengkap atau biaya untuk melakukan perkiraan
yang tepat terlalu tinggi, maka ada metode pengukuran lain yang dapat
dipakai. Manajer risiko sering membagi kerugian potensial ke dalam
berbagai kategori pentingnya adab perusahaan. Misalnya, kerugian yang
penting sekali, penting, dan kurang penting. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka ukuran kerugian terburuk yang bisa terjadi (maximum
possible loss) dan ukuran kerugian terburuk yang mungkin terjadi
(maximum probable loss) dianjurkan untuk dipakai.
Hal yang paling berguna bagi manajer risiko adalah konsep
maximum probable loss. Mempergunakan baik data kerugian yang aktual,
maupun data kerugian yang hipotetik sehingga kerugian parah yang
mungkin terjadi dapat diamati. Beberapa probabilitas yang ekstrim dapat
diabaikan. Misalnya, manajer risiko mungkin menemukan bahwa hanya 2%
probabilitas yang kerugiannya melebihi 1 miliar rupiah . Jika ada alasan
mengabaikan probabilitas ekstrim yang 2% itu, maximum probable loss
yang mungkin terjadi menjadi 1 miliar rupiah. Kemudian, manajer risiko
tersebut berkonsentrasi pada probabilitas 98% bahwa kerugian bisa
mencapai jumlah itu.
Dalam rangka menetapkan pengaruh kerugian pada perusahaan,
sebaiknya tidak hanya memperkirakan maximum probable loss untuk satu
exposure kerugian tunggal (seperti satu gedung saja, tetapi juga untuk
kerugian ganda yang bisa terjadi serentak).
2. Pengukuran risiko dengan distribusi probabilitas
Distribusi probabilitas menunjukkan probabilitas kejadian bagi
masing-masing outcome (kejadian) yang mungkin. Karena outcome
merupakan mutually exclusive (saling pilah), semua probabilitas itu jika
dijumlahkan maka jumlahnya sama dengan satu. Tiga macam distribusi
probabilitas memperlihatkan outcome yang mungkin untuk:

3
Herman Darmawi, Manajemen Risiko Edisi 2, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), hal: 51 - 52

13
a. Total kerugian per tahun (atas per periode budget).
b. Banyaknya (frekuensi) kejadian per tahun.
c. Jumlah kerugian per kejadian.

Dalam menentukan kerugian yang mungkin harus dimasukkan


dalam distribusi probabilitas adalah total kerugian per kejadian. Manajer
risiko seharusnya memasukkan semua jenis kerugian yang bisa terjadi
sebagai akibat event tertentu dengan mempertimbangkan dampak keuangan
terakhir daripada setiap kerugian. Perlu diingat, bahwa lebih dari satu unit
bisa terkena satu kejadian tunggal dan gunakan nilai yang didiskontokan
untuk kerugian-kerugian yang disebarkan atas periode yang diperpanjang.

D. Sifat dan Risiko Bank Syariah


Sifat dari bank syariah dapat kita lihat dari proses manajemen risiko
yang dilakukan. Meliputi penilaian, antisipasi, dan monitoring. Penilaian risiko
yang ada dalam Bank Syariah dapat dilihat secara nyata dari hubungan antara
kemungkinan dan juga efek yang mungkin terjadi atau impact. Hal ini disebut
juga sebagai qualitative approach. Dalam Bank Syariah, manajemen risiko
Bank Syariah akan menggunakan juga sistem antisipasi risiko. Antisipasi risiko
di dalam manajemen Bank Syariah memiliki tujuan antara lain:
 Preventive, dimana terdapat persetujuan dan opini dari Bank Indonesia.
 Detective, yaitu adanya pengawasan di dalam Bank Syariah yang meliputi
aspek aspek, antara lain aspek perbankan yang diawasi dari Bank Indonesia
dan juga aspek syariah yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
 Recovery, hal ini berhubungan apabila terdapat kesalahan, maka koreksi
yang dilakukan akan melibatkan Bank Indonesia dalam aspek perbankan
dan juga akan mempertimbangkan aspek syariah oleh Dewan Pengawas
Syariah.

Dalam memonitor aktivitas manajemen risiko Bank Syariah, maka tidak


hanya melibatkan manajemen dari Bank Syariah tersebut tetapi juga melibatkan
peran dari Dewan Pengawas Syariah untuk mengoptimalkan manajemen risiko
Bank Syariah.

14
Terdapat beberapa jenis risiko yang ditangani dalam manajemen risiko
Bank Syariah. Adapun risiko-risiko dalam Bank Syariah tersebut sebagai
berikut.

1. Risiko pembiayaan
Risiko jenis ini terjadi akibat adanya kegagalan dari counter party
untuk melengkapi kewajibannya sendiri. Di dalam sistem Bank Syariah,
maka risiko pembiayaan akan meliputi hal-hal seperti:
a. Risiko terkait pembiayaan yang memiliki basis pada natural certainty
contracts
Jenis risiko ini berfungsi untuk mengidentifikasi serta menganalisis
adanya dampak yang terjadi dari keseluruhan risiko pada nasabah
sehingga segala keputusan dari pembiayaan yang dapat diambil telah
memperhitungkan risiko-risiko tersebut. Untuk menilai jenis risiko ini,
maka terdapat 2 aspek yang harus diperhatikan, antara lain adalah
default risk atau risiko kebankrutan dimana risiko ini terjadi di first way
out. Selain itu, aspek lainnya adalah recovery risk atau risiko jaminan
yang merupakan risiko yang akan terjadi pada tahap second way out.
b. Risiko yang terkait pada pembiayaan untuk korporasi.
Risiko ini berkaitan dengan analisis sales cost, profit, assets, dan
liabilities. Kemudian, diperlukan juga analisis cash flow. Pada jenis ini,
ada beberapa risiko tambahan yang perlu dipikirkan antara lain adalah
risiko yang akan timbul akibat dari perubahan yang ada di kondisi bisnis
dari nasabah ketika pembiayaan telah dicairkan, risiko yang akan timbul
dari komitmen pihak kapital yang terlalu berlebihan dan juga risiko yang
akan timbul karena akibat dari analisis bank yang lemah.
2. Risiko pasar
Risiko pasar merupakan risiko kerugian yang terjadi pada portofolio
akibat adanya pergerakan suku bunga dan nilai tukar. Risiko-risiko yang
termasuk dalam risiko pasar, yakni: risiko tingkat suku bunga, risiko
pertukaran mata uang, dan risiko likuiditas atau ketidakmampuan dalam
memenuhi kewajiban jatuh tempo.
3. Risiko operasional

15
Risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak optimalnya
fungsi internal, human error, atau kegagalan lain yang mempengaruhi
proses operasional. Risiko operasional ini terdiri dari:
a. Risiko reputasi
Risiko reputasi merupakan segala risiko yang timbul akibat adanya
publikasi negatif atau adanya persepsi negatif terhadap kegiatan
operasional bank.
b. Risiko kepatuhan
Risiko yang timbul akibat tidak dipenuhinya ketentuan yang ada, baik
internal maupun eksternal. Misalnya, ketentuan Bank Indonesia,
ketentuan perpajakan, ketentuan Fatwa DSN, dan lain sebagainya.
c. Risiko strategi
Risiko yang timbul akibat pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat,
pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat dan kurang responsifnya
bank terhadap perubahan eksternal.
d. Risiko transaksi
Risiko yang timbul akibat permasalahan dalam pelayanan atau produk
yang disediakan. Penyebabnya adalah kesalahan, kecurangan, atau tidak
sempurnanya akad, dan lain-lain.
e. Risiko hukum
Risiko yang timbul akibat kelemahan aspek yuridis, seperti tuntutan
hukum, tidak adanya peraturan yang mendukung perjanjian, agunan
yang tidak sempurna, dan lain-lain. Hal tersebut berdampak pada
penarikan besar-besaran, kendala likuiditas, penutupan oleh BI (Bank
Indonesia), dan kebangkrutan.
E. Pengelolaan Risiko
Sebuah perusahaan atau organisasi harus memiliki pengelolaan risiko di
dalamnya. Risiko harus dikelola dengan efektif dan efisien. Jika perusahaan
atau organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa
cukup serius, misal kerugian yang besar. Dalam hal ini, manajemen dapat

16
menerapkan strategi pengelolaan risiko. Kebijakan manajemen dapat memilih
salah satu atau kombinasi dari alternatif strategis berikut ini.4
1. Risk avoidance
Manajemen memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang
mengandung risiko sama sekali. Bilamana harus melakukannya, maka harus
dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang
dihasilkan oleh suatu aktivitas.
2. Risk reduction
Risk reduction dikenal juga sebagai risk mitigation, merupakan metode
yang mengurangi kemungkinan terjadinya risiko ataupun mengurangi
dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
3. Risk transfer
Risk transfer atau memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya
diakukan melalui suatu kontrak. Hal ini tampak nyata pada bisnis asuransi
atau hedging. Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa
mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi
risiko tersebut. Sebagai contoh, kita bisa membeli asuransi kecelakaan. Jika
terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dari
kecelakaan tersebut.
4. Risk deferral
Risk deferral bisa diartikan sebagai dampak suatu risiko yang tidak selalu
konstan. Risk deferral meliputi penundaan aspek suatu proyek hingga saat
dimana probabilitas terjadinya risiko tersebut kecil bahkan tidak timbul.

Bertahan terhadap risiko yang terjadi (risk retention) mungkin tidak


dapat dihindari lagi meskipun bukan pilihan manakala tidak ada strategi lain
yang sesuai untuk menghadapi suatu risiko tertentu, dan itu sudah menjadi
bagian penting dari aktivitas organisasi atau perusahaan. Dengan kata lain,
bilamana risiko-risiko yang terjadi masih dalam batas yang masih bisa ditolerir,
maka risiko yang terjadi dapat diterima. Pilihan rencana tindakan yang optimal
terhadap risiko akan didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut.

4
Bayu Wijayantini, Model Pendekatan Manajemen Risiko, Vol. 11, No. 2 (2012), 62

17
a. Tingkat risk-exposure yang terjadi.
b. Benefit yang ditimbulkan dari tindakan atau pengendalian atas risiko.
c. Waktu yang diperlukan untuk implementasi tindakan.
d. Anggaran yang diperlukan dan yang tersedia.
F. Studi Kasus Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap persiapan,
tahap pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap analisa dan kesimpulan.
Dari tahap tersebut di dalamnya terdapat proses manajemen risiko dan dapat
dilihat pada skema berikut.5

STEP 1 RISK IDENTIFICATION


Analyze the project to identify sources of risk.

Known Risks

STEP 2 RISK ASSESSMENT


Assess risks in terms of:
 Severity of impact
 Likelihood of occuring
 Controllability

Risk Assessment

STEP 3 RISK RESPONSE


DEVELOPMENT
Develop a strategy to reduce possible damage
Develop contingency plans

Risk Manajement Plan

STEP 4 RISK RESPONSE CONTROL


Implement risk strategy
Monitor dan adjust plan for new risks
Change management

5
Ratih Ardia Sarih, dkk., Analisa Manajemen Risiko Pada Industri Kecil Rotan di Kota Malang,
Journal of Industrial Engineering Management, Vol. 2, No. 2 (2017), 42 - 46

18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sentra usaha kecil rotan di Kota Malang berada di Balearjosari. Secara
geografis, Kelurahan Balearjosari merupakan kelurahan yang berada di posisi
paling utara sekaligus sebagai pintu gerbang masuk Kota Malang. Industri kecil
kerajinan rotan ini bersifat padat karya, yang lebih banyak menggunakan jasa
manusia dalam proses produksinya.
Pada Industri kecil rotan ini, terdapat beberapa jenis produk yang
dihasilkan dengan bahan baku rotan secara keseluruhan maupun dengan
campuran bahan lain. Produk yang dihasilkan oleh sentra industri ini meliputi:
1. Rak dan keranjang parsel.
2. Kerajinan furniture berupa meja, kursi.
3. Mainan yang berupa hantaran.
4. Keranjang, toples, tempat tisu.
5. Hiasan bambu.

Proses pembuatan produk kerajinan rotan sangat tergantung pada kreasi,


imajinasi, dan keterampilan pembuatnya, yang merupakan gabungan dari
proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan pengerjaan seni
tradisional (pembentukan produk jadi secara manual).

SKEMA METODE PENELITIAN


Studi Literatur

Mulai Studi Perumusan Identifikasi


Lapangan Masalah Tujuan

Pengolahan Data
Analisa Pengumpulan
Identifikasi Risiko SWOT
Pembahasan Data
Penilaian Risiko (Risk Matrix)
Pengembangan Strategi Untuk
Menangani Risiko (Contingency
Kesimpulan Plan)
dan Saran

SELESAI

19
Identifikasi risiko dalam UKM Kerajinan Rotan dapat dilakukan dengan
melakukan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat).
Analisa ini juga didasarkan pada pengamatan langsung ke UKM di Balearjosari,
Malang. Selain itu, risiko juga didapatkan dari studi literatur mengenai kendala
yang dihadapi oleh UKM Rotan. Dari hasil pengamatan langsung dan juga studi
literatur mengenai kondisi UKM Rotan, maka dapat dibuat analisa Strength,
Weakness, Opportunity, dan Threat (SWOT). Analisa SWOT yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Strength
Industri kerajinan rotan memiliki beberapa strength, antara lain:
1. Produk merupakan produk handmade yang disukai konsumen, terutama
konsumen luar negeri seperti Eropa, Timur Tengah, dan lain-lain.
2. Adanya pelarangan ekspor rotan mentah yang belum diolah.
b. Weakness
Weakness yang dimiliki industri kerajinan rotan antara lain:
1. Kurangnya Inovasi.
2. Sulitnya bahan baku rotan alami.
3. Supplier bahan baku terbatas hanya dari Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
4. Harga bahan baku (rotan) yang semakin mahal.
5. Pendanaan yang terbatas karena tidak mendapat bantuan dari
pemerintah setempat.
6. Keterlambatan pengiriman bahan baku rotan.
c. Opportunity
Ada beberapa opportunity dari industri kerajinan rotan, yaitu:
1. Munculnya bahan subtitusi seperti rotan sintetis, eceng gondok, dan
lain-lain.
2. Pemerintah yang terus menggalakkan untuk meningkatkan kinerja
UMKM di Indonesia dengan berbagai program untuk membantu
kegiatan UKM.
d. Threat
Threat yang ada pada industri kerajinan rotan ini ada 2, yaitu:
1. Barang sejenis dari bahan lain yang lebih kuat dan tahan lama.

20
2. Barang sejenis dengan bahan baku sama produk negara lain dengan
rotan Indonesia
Dari hasil analisa SWOT dapat diidentifikasi risiko yang ada pada UKM
Rotan ini:
1. Risiko Supply yang terdiri dari:
a. Sulitnya bahan baku rotan alami.
b. Supplier bahan baku terbatas hanya dari Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
c. Harga bahan baku (rotan) yang semakin mahal.
d. Keterlambatan pengiriman bahan baku rotan.
2. Risiko Operasional
a. Manajemen sumber daya manusia.
b. Belum ada Pelatihan SDM.
3. Risiko Pemasaran
a. Kurangnya Inovasi.
b. Adanya barang sejenis dari bahan lain yang lebih kuat dan tahan lama.
c. Adanya Barang sejenis dengan bahan baku sama produk negara lain.
Penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan matriks penilaian
dengan menilai dari likelihood dan consequence dari masing-masing risiko.
Pada matriks penilaian dari likelihood dibagi menjadi almost never, unlikely,
possible, likely, dan almost certain. Sedangkan pada consequence dibagi
menjadi minor, moderate, severe, mayor, catastrophic. Hasil penilaian risiko
dengan risk matrix dapat dilihat pada gambar berikut.
Risiko Risiko
Pemasara Supply
5
n
(Likelihood)

3
Risiko
Operasio
2 nal

1
1 2 3 4 5 Consequence

21
Pada matriks penilaian risiko dapat dilihat bahwa risiko supply dan
risiko pemasaran berada di zona merah (high), sehingga risiko supply dan risiko
pemasaran menjadi fokus utama pada industri kerajinan rotan karena risiko
tersebut berdampak besar pada industri rotan. Sedangkan risiko operasional
menjadi fokus berikutnya karena risiko operasional berada di zona kuning
(minor) yang berarti tidak terlalu berdampak pada industri rotan.
Pasokan rotan di tingkat industri menurun karena menurunnya minat
petani untuk mencari rotan. Hal ini disebabkan karena daya beli terhadap rotan
rendah. Selain itu, menurunnya minat petani untu mncari rotan di hutan dipicu
dengan adaya pelarangan ekspor rotan pada awal 2012.
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jawa Timur
menelusuri kendala utama terhambatnya pasokan dan menemukan bahwa
terdapat kesenjangan harga jual di petani dengan industri. Selisih harga ini
terjadi karena ada perantara yang mengambil keuntungan berlebih. Sehingga
untuk mengatasi hal tersebut, pelaku industri dengan petani mendirikan Aliansi
Bangkit Rotan Industri (ABRI) sebagai jembatan kepentingan petani dengan
pengusaha, termasuk membuka akses penjualan langsung tanpa perantara.
Untuk memperbaiki kondisi UKM Rotan secara umum dapat dilakukan
dengan:
a. Kerjasama dari berbagai unsur dan instansi.
b. Pembinaan terpadu bagi pengusaha rotan.
c. Terbukanya akses terhadap pengembangan pasar baru di skala regional,
nasional, maupun internasional.
d. Pengembangan jaringan pasar melalui multimedia.
e. Proteksi impor juga diperlukan agar industri rotan Malang tidak semakin
terpuruk.
Pada risiko supply di industri rotan, respon yang dilakukan adalah
dengan cara mitigating atau mengurangi risiko yang ada atau akan muncul.
Perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko supply dapat dilakukan
dengan beberapa cara sesuai dengan SWOT sebagai berikut:
a. Melakukan kerjasama berkelanjutan terhadap supplier.

22
b. Mencari banyak relasi atau alternatif supplier lain untuk mengantisipasi
ketidaktersediaan bahan baku ataupun harga bahan baku yang tinggi.
c. Melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah, terutama dalam hal
antisipasi harga rotan yang tinggi.
d. Mencoba bahan baku lain selain rotan sebagai tambahan ataupun bahan
utama.
Pada risiko pemasaran di industri rotan, respon yang dilakukan adalah
dengan cara mitigasi atau mengurangi risiko yang ada atau akan muncul.
Perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko pemasaran yaitu dengan
cara sebagai berikut:
a. Melakukan kerjasama berkelanjutan terhadap distributor dan konsumen.
b. Mengadakan perjanjian kerjasama dengan distributor atau pihak ketiga
dalam pemasaran mengenai pembayaran dan jaminan terhadap barang yang
dibawa atau dijual ke luar kota.
c. Mengadakan iklan atau promosi melalui media sosial agar pemasaran dapat
dilakukan lebih jauh dan berkembang dan mengajak pemerintah untuk
terlibat dalam pemasaran.
d. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah terutama dalam hal kemudahan
ekspor produk dan pengembangan pemasaran.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses manajemen risiko merupakan serangkaian langkah sistematis
untuk membantu para pemilik sasaran mengelola peluang dan ancaman bagi
ketercapaian sasaran secara sistematis, terukur, dan terkendali. Yang terdiri dari
3 proses utama, yaitu: penetapan konteks, penilaian risiko (identifikasi, analisia,
dan evaluasi), dan penanganan risiko. Sedangkan kerangka kerja terdiri atas:
kepemimpinan dan komitmen, integrasi, desain, implementasi, evaluasi, dan
perbaikan.
Pengukuran resiko adalah usaha untuk mengetahui besar atau kecilnya
risiko yang akan terjadi. Hal ini dilakukan untuk melihat tinggi rendahnya risiko
yang dihadapi perusahaan, kemudian bisa melihat dampak dari risiko terhadap
kinerja perusahaan sekaligus bisa melakukan prioritisasi risiko, risiko yang
mana yang paling relevan.
Sifat dari Bank Syariah dapat kita lihat dari proses manajemen risiko
yang dilakukan. Meliputi penilaian, antisipasi, dan monitoring. Terdapat
beberapa jenis risiko yang ditangani dalam manajemen risiko Bank Syariah.
Adapun risiko-risiko dalam Bank Syariah adalah risiko pembiayaan, risiko
pasar, dan risiko operasional.
Manajemen dapat menerapkan strategi pengelolaan risiko. Kebijakan
manajemen dapat memilih salah satu atau kombinasi dari alternatif strategis,
yakni: risk avoidance, risk reduction, risk transfer, dan risk deferral.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman harap
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-

24
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

25
DAFTAR PUSTAKA
Darmawi, Herman. 2016. Manajemen Risiko (Edisi 2). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sarih, Ardia Ratih. 2017. Analisa Manajemen Risiko Pada Industri Kecil Rotan di
Kota Malang. Journal of Industrial Engineering Management. 2 (2): 42 –
46.
Susilo, Leo J. dan Victor Riwu Kaho. 2018. Manajemen Risiko. Jakarta: PT
Grasindo.
Wijayanti, Bayu. 2012. Model Pendekatan Manajemen Risiko. 11 (2): 62.

26

Anda mungkin juga menyukai