TINJAUAN PUSTAKA
1. Terapi bermain
Definisi Bermain
Bermain merupakan bagian penting dari masa balita dan punya nilai
pendidikan yang tinggi (June, 2003). “Bermain” (play) merupakan istilah yang
digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling
tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan,
tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan
tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978).
adalah kegiatan yang “tidak mempuyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan
pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realita luar”.
Bermain secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif
(“hiburan”). Pada semua usia, anak melakukan permainan aktif dan pasif.
bergantung pada usia, tetapi pada kesehatan dan kesenangan yang diperoleh dari
pada awal usia prasekolah dan permainan hiburan ketika anak mendekati masa
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan. Yaitu sebagai
berikut:
1. Teori rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Lazarus, dua orang
sarjana Jerman di antara tahun 1841 dan 1884. mereka menyatakan permainan
itu sebagai kesibukan rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup.
yang belum dipakai dan menumpuk pada diri anak yang menuntut
4.Teori biologis. Karl groos, sarjana Jerman (di kemudian hari Maria Montessori
dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada
dua dorongan yang paling penting pada diri manusia. Menurut Adler ialah:
dorongan berkuasa; dan menurut Freud ialah: dorongan seksual atau libido
6.Teori Fenomenologis.
menghayati suasana bermain itu. Dalam suasana permainan itu terdapat faktor
kebebasan, harapan dan kegembiraan, unsur ikhtiar dan siasat untuk mengatasi
permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak sebagai sarana penting untuk
juga belajar memahami sifat-sifat benda dan peristiwa yang berlangsung dalam
yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa. Permainan itu
norma-norma dan larangan, dan bertindak secara jujur serta loyal. Semua ini
kejiwaan dan fungsi jasmaniah. Hal ini penting guna memupuk sikap serius
sehari-harinya.
Macam-macam Bermain
Bermain aktif
Bermain aktif adalah bermain dengan kegembiraan yang timbul dari apa
adalah :
dari jenis bermain ini terutama timbul dari eksplorasi, ketika rasa ingin tahu
mereka telah terpenuhi dengan apa yang tersedia. Ketiga, karena cepatnya
prilaku dan bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi
sebenarnya. Jenis bermain ini dapat bersifat reproduktif atau produktif yang
bentuknya sering disebut kreatif. Dalam permainan drama reproduktif dan
yang dikaguminya dalam kehidupan nyata atau dalam media massa, atau
ingin menyerupainya.
menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan yang
konstruksinya, misalnya kue dari tanah liat untuk mewakili kue yang
dilihatnya di rumah atau kemah Indian seperti dilihatnya dalam buku atau
anak memproduksi kata-kata dan nada yang dihasilkan orang lain atau jika
lagu atau menghasilkan nada untuk kata-kata yang ditulis orang lain, atau
anak dari semua latar belakang semua ras, agama dan sosioekonomis.
perhatiannya pada saat itu atau yang serupa dengan benda yang
dan mereka sering terlibat dalam musim tukar-menukar atau barter yang
panjang.
dari mengeksplorasi apa saja yang baru atau berbeda, demikian pula halnya
dengan anak yang lebih besar. Akan tetapi, permaianan eksplorasi anak
yang lebih besar berbeda dari kegiatan eksplorasi bayi yang sifatnya bebas
dan spontan.
diinginkan, dan tidak untuk kesenangan yang diperolehnya. Istilah olah raga
biasanya dikaitkan dengan pertandingan antar tim yang sangat terorganisasi,
Hiburan
kegembiraan dengan usaha yang minimum dari kegiatan orang lain. Bentuk
Membaca sebagai kesenangan tidak merupakan bentuk hiburan yang populer, dan
Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu mengerti arti
setiap kata kecuali yang sederhana, mereka ingin dibacakan. Sampai mereka dapat
membaca dengan usaha minimum dan bagi kebanyakan anak hal ini tidak terjadi
Membaca Komik merupakan cerita kartun yang unsur ceritanya kurang penting
dengan petualangan ketimbang komedi dan daya tariknya timbul dari aspek
emosional.
2. Bercerita
Definisi Bercerita
lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain
bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Dengan kata lain
bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang
hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya; usia 4 tahun, anak
menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak
ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di
hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan
sebagainya. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh
Jenis cerita
Dongeng Cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar terjadi
dan bersifat fantasis atau khayal. Dongeng terdiri dari mite yang berarti,
dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib, Fabel Adalah dongeng
yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal. Cerita berbingkai
Cerita panji adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti
kata lain jenis cerita yang tepat untuk anak TK adalah jenis cerita fabel
hari.
Cerita baru
dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat
dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan
Manfaat bercerita
yang bisa jadi merupakan hal baru baginya. Manfaat bercerita dengan kata
bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng
menyimpulkan sebagai berikut; usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit dan
usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit serta Usia 8-12 tahun, waktu
menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak
akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang
program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik
dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan
suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan
tidur dan waktu santai. Menurut Hurlock, membaca paling sering dilakukan
pada malam hari, pada waktu anak merasa lelah, cuaca buruk menghalangi
utuk bermain di luar, atau pada hari minggu dan liburan bila teman bermain
tidak ada. Anak diantara umur 3-5 tahun cenderung akan mengulang kembali
apa yang ia dengar, baca untuk mengungkapkan perasaan cintanya dan apa
yang ia tahu. Anjurkan anak untuk membaca dan berilah pujian agar ia
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain /
toodler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga
remaja (11-18 tahun). Namun, topik yang ingin kita bahas tentang anak usia
idenpenden. Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas
jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang didefenisikan
secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk menirukan
memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua. (Potter, Perry,
2005)
akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem tubuh sudah mencapai
dan harapan orang dewasa yang serupa, biasanya di antara semua anak dalam
menggunakan 15.000 kata setiap hari atau dalam setahunnya menggunakan kira-
kira 5 setengah juta kata. Setiap tahun, sejalan dengan bertambah besar mereka,
berbeda. Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu
mengerti arti setiap kata kecuali yang sederhana, mereka ingin dibacakan.
3. Kecemasan
Defenisi
tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal
dari dalam dirinya. Menurut Stuart & Sundeens (1998), kecemasan adalah suatu
kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal.
sistem syaraf otonom. Kusuma mengatakan bahwa kecemasan adalah gejala yang
tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang
normal. Sedangkan menurut Kaplan & Sadock (1997), kecemasan adalah respon
atau konfliktual.
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan
cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang
lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan
persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi
pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
Gejala Kecemasan
Fase 1. Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh
cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan
dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan
menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada
Fase 2. Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah,
Ketegangan otot gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai
tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie,
cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan
kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat
kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang
Fase 3. Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi
kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase
satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala
kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku
dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga
tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu
tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau
merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi
mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi.
Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup
manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam
pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka
terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan
tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak
terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan.
(Prawirohusodo, 1988).
Teori Perilaku. Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon
menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat
stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan
faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang
akan dijalani.
tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain. Pada pernapasan terjadi napas cepat
dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik. Pada kulit terjadi perasaan
panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar
mengalami anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,
gerakan lambat.
Respon Psikologis terhadap Kecemasan
Respon perilaku akan terjadi perasaan gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan
lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri
Respon afektif akan mengalami perasaan tidak sabar, tegang, neurosis, tremor,
khawatir dengan efek dari tindakan medis yang akan dilakukan pada anaknya.
sulit orangtua dan anak mampu menerima hospitalisasi. Perawat dan dokter yang
menangani anak yang dihospitalisasi harus mampu membina rasa saling percaya
akan terapi yang akan diberikan. Reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan
ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam bentuk
kecemasan, stress dan perubahan perilaku. Bentuk dari kecemasan, dapat berupa
kecemasan berpisah, kehilangan kontrol, cedera tubuh dan nyeri. Tiga fase dari
kecemasan berpisah adalah fase protes, despair dan detachment/denial, yang
mendapatkan kontrol yang dapat diterima, membantu untuk rencana dan jadwal
pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan keluarga dan dengan
Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan
seorang anak, dan merupakan salah satu dari aspek yang paling penting dalam
kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah pekerjaan anak, dan dalam
ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan
anak untuk menambah wawasan dalam berfikir dan sangat therapeutic sebagai
bercerita, berarti memberikan pada anak suatu cara untuk mendidik dan
Penyuluhan kesehatan dalam kondisi dan situasi rumah sakit untuk anak sakit,
tentunya berbeda dengan orang dewasa. Pada keadaan kecemasan dan stress serta
4. Hospitalisasi
karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman, seperti :
bentuk kecemasan semakin kecil atau sebaliknya, perilaku petugas rumah sakit.
Perubahan konsep diri ; akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti
Dependensi ; klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.
Takut dan Ansietas ; perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah
terhadap penyakitnya.
Kehilangan dan Perpisahan ; selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang
mengancam dan stressor. Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi
Dampak Hospitalisasi
Anak akan cenderung lebih manja, minta perhatian lebih pada orang tua serta
bersikap cuek pada perawat yang akan merawatnya karena anak belum dapat
rumah sakit yang menakutkan, rutinitas rumah sakit, prosedur yang menyakitkan,
dan takut akan kematian. Reaksi emosional pada anak sering ditunjukkan dengan
menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi stress
perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang
mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mengapa mereka
terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus
bersifat pasif, kooperatif, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang
tua, anak menjadi marah. Dampak hospitalisasi membuat anak takut dan cemas
berpisah dengan orang tua dan anak sering mimpi buruk. Sehingga anak
perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak
menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.
pada anak sehingga anak merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi pada
dirinya
Perkembangan usia
anak (Supartini, 2000). Pada anak usia prasekolah reaksi perpisahan adalah
Pasien anak usia prasekolah umumnya takut pada dokter dan perawat
(Ngastiyah, 2005)
Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak juga
dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit.
Keluarga yang terlalu khawatir atau stress anaknya yang dirawat di rumah
yang baik dan menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan
Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan
treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat
merasa kesakitan.
yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak
Penolakan (avoidence)
tidak mau suntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap
Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat
orang dekat dengannya, missal orang tua atau saudaranya. Perilaku ini
repository.usu.ac.id
http://etheses.uin-malang.ac.id/1787/5/09410033_Bab_2.pdf