Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus Divisi Neonatologi

Neonatus dengan Atresia Pulmonal, dan Patent Ductus


Arteriosus

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung
atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. Insidens PJB berkisar 8-10 bayi per 1000
kelahiran hidup dan 30% diantaranya memberikan gejala pada minggu pertama kehidupan. 50%
kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan bilatidak terdeteksi secara dini dan tidak
ditangani dengan baik. Di Indonesia, setiap tahun diperkirakan akan lahir 40.000 bayi dengan
PJB. Tindakan bedah dan non bedah sebagai bentuk upaya kuratif dan rehabilitatif mengalami
kemajuan dari tahun ke tahun. Jumlah tindakan bedah dan intervensi non bedah yang dilakukan
pada anak dengan PJB di Indonesia menunjukkan kelainan, namun angka kematian tetap tinggi.
Kurangnya perhatian terhadap penyakit jantung bawaan menjadi salah satu persoalan dalam
penanganan anak dengan PJB di Indonesia, selain biaya perawatan yang mahal, kurangnya
fasilitas, dan dukungan finansial yang terbatas. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
pengetahuan orangtua, pendidikan rendah, dan lingkungan yang tidak mendukung.
Penelitian Sastroasmoro, di poliklinik Kardiologi Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM
Jakarta dari 3602 pasien baru yang diperiksa selama 10 tahun (1983 s/d 1992) dijumpai 2901
penderita PJB. Tipe PJB, PJB asianotik merupakan jenis yang terbanyak yaitu 1602 kasus
(76,7%). Di Poliklinik Kardiologi Anak RSDK Semarang, pada periode Januari 2003 –
Desember 2004 dijumpai 98 pasien baru PJB, penyakit jantung asianotik merupakan terbanyak
yaitu sebanyak 86,23 %, dengan terbanyak adalah VSD (ventricular septal defect) yaitu sebanyak
68,3%. Penyakit jantung bawaan jauh lebih umum di kalangan bayi dengan berat badan lahir
rendah dalam populasi neonatal keseluruhan. Beberapa penelitian Universitas Sumatera Utara
telah membuktikan bahwa penyakit jantung bawaan pada bayi berat badan lahir rendah
mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Tingginya insiden penyakit jantung bawaa npada bayi
berat badan lahir rendah juga mungkin berhubungan dengan faktor intrauterin yang
menyebabkan keterbatasan pertumbuhan atau kelahiran prematur.

BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PENDERITA


Nama pasien  : By. Ny. RSA
Umur : 6 hari
Jenis kelamin  : Laki-laki
Agama  : Islam
Suku  : Jawa
Alamat  : Pekalongan
No RM  : C721567
Nama ayah  : Tn. T
Umur  : 19 tahun
Pekerjaan  : Buruh
Nama ibu  : Ny. RSA
Umur  : 19 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

II.2 ANAMNESIS
Dilakukan pemeriksaan di IGD RSDK pada hari Kamis 8 November 2018 pukul 14.00
WIB melalui alloanamnesis dengan ibu dan bapak kandung pasien.

2
a. Keluhan Utama
Kebiruan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak usia bayi 1hari, bayi tampak kebiruan. Bayi tampak sesak nafas. Tampak
kebiruan di bibir, tangan, dan kaki. Bayi tidak demam. Anak lahir dari ibu usia 19 tahun,
hamil cukup bulan, berat badan lahir 3000 gram. Anak lahir secara operasi sesar di RS
Khotijah Pekalongan karena ketuban pecah dini. Warna air ketuban jernih. Saat ini pasien di
ruang IGD RSUP Dr Kariadi, terpasang intubasi, tidak ada nafas spontan.
c. Riwayat Antenatal
Ibu rutin melakukan perawatan kehamilan di bidan setiap bulan selama kehamilan.
Ibu menyangkal menderita penyakit tertentu selama kehamilan. Riwayat minum jamu dan
obat obatan diluar resep dokter disangkal. Riwayat perdarahan saat kehamilan disangkal. Ibu
pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol.

d. Riwayat Natal
Pasien lahir dari ibu G1P0A0, usia ibu saat hamil dan melahirkan 19 tahun, lahir
secara sesar atas indikasi ketuban pecah dini, warna ketuban jernih, dengan usia kehamilan
38 minggu. Berat lahir 3000 gram, panjang badan saat lahir 46 cm. Saat lahir bayi langsung
menangis, kebiruan (+). Bayi dilakukan pertolongan awal dengan Oksigen nasal kanul,
kemudian saturasi oksigen menjadi 69-70%. Skor APGAR tidak diketahui. Bayi kemudian
segera dirujuk ke RSUP Dr Kariadi Semarang.

e. Riwayat Postnatal
Riwayat dirawat di ruang perawatan intensif di RSUD Khotijah Pekalongan selama 4
hari. Karena suspek penyakit jantung bawaan, bayi dirujuk ke RS Kariadi Semarang.

f. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat ibu menderita demam tinggi disangkal.
b. Riwayat ibu menderita penyakit menular seksual selama kehamilan atau pada saat proses
persalinan seperti gonorea, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis, vaginalis disangkal.

3
c. Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya hamil
disangkal.
d. Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat pengobatan paru
selama 6 bulan dan membuat kencing bewarna merah selama kehamilan disangkal.
e. Riwayat ibu merokok dan konsumsi alkohol disangkal
f. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung bawaan.

g. Riwayat imunisasi

BCG : belum dilakukan


DPT : belum dilakukan
Hepatitis B : belum dilakukan
Polio : belum dilakukan
Campak : belum dilakukan
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

h. Riwayat kebutuhan dasar anak


Asuh
– Anak mendapatkan ASI perah yang diberikan melalui OGT
– Sejak dirawat di RSDK anak juga mendapatkan asupan nutrisi parenteral

Asih
– Anak merupakan anak yang diinginkan oleh keluarga.
– Pasien diasuh dengan penuh kasih sayang.
Asah
 Stimulasi belum pernah dilakukan

i. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


- Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 46 cm
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan tidak dievaluasi
j. Riwayat Sosial Ekonomi

4
Pasien merupakan anak pertama. Ayah pasien berkerja sebagai buruh dengan
penghasilan rata-rata Rp 2.000.000 perbulan. Ibu adalah ibu rumah tangga. Biaya
pengobatan pasien ditanggung BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK (8/11/2018)


Kesadaran : somnolen, tampak tidak aktif
Tanda vital :TD -, HR: 203 x/mnt, RR on VTP, suhu: 36.60C, BBS: 3300gr
SaO2 74% 73%
74% 74%
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : oedema palpebral (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : low set ear (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (+)
Leher : simetris, pembesaran KGB (-)
Paru
I : simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Pa : tidak dievaluasi
Pe : tidak dievaluasi
A : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)
Jantung
I : iktus kordis terlihat di SIC V linea midclavicular sinistra
Pa : iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, kuat angkat (-),
melebar, thrill (-), gallop (-), RV heave (-)
Pe : tidak dievaluasi
A : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
I : datar, venektasi (–)
A : bising usus menurun
Pe : timpani (+), pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

5
Pa : supel, nyeri tekan (-), hepar -lien tidak teraba
Ekstremitas : Sianosis + +
+ +
Cutis normorata + +
+ +
Clubbing (-/-), edema (-/-)

II.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan X- Foto Rontgen Babygram (5/11/2018)

 Cor: CTR= 60 %, bentuk dan letak cor dalam batas normal


 Pulmo tenang
 Udara cavum pelvis (-)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Nilai Rujukan
3/11/18

6
Hemoglobin (g/dL) 19 14,9-23,7
Hematokrit (%) 56 47- 75
Eritrosit (juta/mmk) 4,97 3,7-6,5
MCH (pg) 38,2 27-31
MCV (fL) 112,9 79-99
MCHC (g/dL) 33,9 33 -37
Lekosit (ribu/mmk) 13,42 4,8-10,8
Trombosit (ribu/mmk) 243 150-400
GDS 104 70-140
CRP kuntitatif/HSCRP 2,02 0-0.3

Nilai Rujukan
7/11/18
Ureum 75 15-39
Kreatinin 0,54 0,6-1,3
Natrium 136 136-145
Kalium 3,1 3,5-5,1
Chlorida 93 98-107
Calcium 1,5 2.12-2.52
GDS 175 80-160
CRP 0,79

BGA Nilai Rujukan


7/11/18
Temp © 37.2
FiO2 % 24.0
pH 7.271 7.37-7.45
pCO2 20.1 35-45
pO2 46.5 83-108
HCO3 9.4 22-26
BE -15.1 -2-3
A-aDO2 98.5 150-400

7
4. Pemeriksaan Echocardiography (7/11/2018)

Interpretasi:
 Situs solitus, AV-VA concordance
 Muara vena pulmonalis normal
 ASD II/PFO nonrestricted R to L shunt
 IVS intak
 RV hypertrophy

8
 Tidak tampak forward flow dari RV  PA
 Tampak katup pulmonal tidak membuka. MPA cukup RPA dan LPA konfluen, mendapat
aliran dari PDA 2.17 mm L R shunt (dari Ao  PA) continuous
 RV chamber cukup besar, katup tricuspid  13,2 mm
 TR ringan
 Sinusoid-sinusoid belum dapat disingkirkan
 Arcus aorta kiri
 CoA(-)

Kesimpulan: Atresia pulmonal (valvar) dengan intak ventricular septum, tripartide PDA, ASD
nonrestriktif

II.5 ASSESMENT (8/11/2018)


Diagnosis
 DE : Penyakit jantung bawaan sianotik
DA : Atresia pulmonal (valvar) dengan intak ventricular septum, tripartide PDA, ASD
nonrestriktif
DF : Tanpa gagal jantung
 Observasi Syok DD/ syok kardiogenik, syok septik
 Neonatal infeksi
 Neonatus Aterm, Berat Bayi Lahir Normal, Cukup Masa Kehamilan
 Imbalans elektrolit (Hipokalemia, Hipocalcemia)
 Asidosis metabolik tak terkompensasi

II.6. RENCANA PENGELOLAAN


- O2 CPAP PeeP 6 FiO2 100% flow 6 lpm
 Infus D10% 312/13 ml/jam
(Nacl 3% 2 mEq 20 ml+ KCl 3 mEq 15ml)
 Inj. Cefotaxime 165mg/12 jam iv
 Inj. Gentamycin 13mg/24jam iv

9
 Inj. Calcium Gluconas 1,6ml/12jam iv pelan
 Inj. Dopamin 7,5mcg/kgbb/menit ivsp
 Inj. prostaglandin 40ng/kgbb/menit ivsp

Program:
 Cek kultur darah
 Rawat bersama Kardiologi
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
- Melakukan edukasi kepada orang tua terkait dengan penyakit jantung bawaan
yang diderita dan berbagai kondisi komorbid lainnya.
- Melakukan edukasi kepada orang tua terhadap rencana tatalaksana dan prognosis
pasien.
- Dukungan kepada pasien dan orang tua atas kondisi pasien agar dapat
memberikan dukungan lingkungan dan psikologis.

II.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

ATRESIA PULMONAL
Atresia pulmonal merupakan suatu penyakit jantung kongenital yang jarang terjadi. Pada
atresia pulmonal tidak terdapatnya hubungan langsung antara ventrikel kanan dengan arteri
pulmonalis karena terjadinya gangguan pembentukan dari katup pulmonal. Jika katup sama
sekali tertutup, maka tidak akan terjadi aliran darah dari jantung kedalam paru-paru. Katup
pulmonal terdapat disebelah kanan jantung, antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal.1

11
ETIOLOGI
Etiologi dari atresia pulmonal belum diketahui secara jelas. Mungkin berhubungan dengan
kondisi-kondisi seperti:
 Riwayat orang tua atau saudara kandung yang mempunyai kelainan jantung kongenital
 Ibu dengan Diabetes mellitus
 Ibu perokok
 Ibu mengkonsumsi alkohol
 Terjadi infeksi berat selama dalam kandungan.
Selain itu, kondisi ini terkait dengan jenis cacat jantung kongenital yang disebut ductus arteriosus
paten (PDA). Orang dengan atresia pulmonal mungkin juga memiliki katup trikuspid kurang
berkembang dan pembuluh darah jantung yang abnormal. Atresia pulmonal dapat terjadi dengan
atau tanpa cacat septum ventrikel (VSD) Jika orang tersebut tidak memiliki suatu VSD, kondisi
ini disebut atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh (PA / IVS). Jika orang tersebut
memiliki kedua masalah, kondisi ini disebut atresia pulmonal dengan VSD.

PATOFISIOLOGI
Tidak terdapat hubungan langsung antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Patent
Ductus Arteriosus (PDA) dan atau arteri kolateral menjadi sumber utama aliran darah ke paru-
paru. Aliran darah sistemik yang masuk kedalam atrium kanan harus masuk kedalam atrium kiri
12
melalui defek septum atrium sehingga atrium kanan menjadi melebar dan hipertrofi untuk
mempertahankan shunt dari kanan ke kiri.
Ventrikel kanan biasanya mengalami hipoplasia dengan dinding yang tipis tetapi dapat juga
normal, pada keadaan yang lanjut dapat terjadi regurgitasi dari katup trikuspid. Aliran darah
yang berasal dari sistemik akan bercampur dengan darah yang berasal dari vena pumonalis di
atrium kiri lalu masuk ke ventrikel kiri dan mensuplai darah ke sistemik dan ke paru-paru.
Karena PDA merupakan sumber aliran darah ke paru-paru, maka pada saat lahir dan terjadi
penutupan dari PDA, maka akan terjadi penurunan aliran darah pulmonal sehingga aliran darah
pulmonal sangat tergantung pada aliran darah kolateral yang tidak adekuat.

ATRESIA PULMONAL DENGAN DEFEK SEPTUM VENTRIKEL


1. Insidens
Kelainan ini merupakan 20% dari pasien dengan gejala menyerupai Tetralogi Fallot, dan
merupakan penyebab penting sianosis pada neonates.
2. Patologi
Walaupun letak defek septum ventrikel sama dengan pada Tetralogi Fallot, kelainan ini
berbeda dengan Tetralogi Fallot. Darah dari ventrikel tidak dapat menuju ke a.pulmonalis
dan semua darah dari ventrikel kanan akan masuk ke aorta. Atresia dapat mengenai katup
pulmonal, a.pulmonalis, atau infundibulum. Suplai darah ke paru harus melalui duktus
arteriosus atau melalui kolateral aorta-pulmonal (pembuluh darah berasal dari arkus aorta
atau aorta desendens bagian atas). Pada umumnya vaskularisasi paru berkurang, kecuali bila
terdapat duktus arteriosus atau kolateral yang cukup besar.
3. Gambaran Klinis
Sianosis terlihat lebih dini dibandingkan dengan Tetralogi Fallot, yaitu dalam hari-hari
pertama pasca lahir. Pada pemeriksaan fisis tidak terdengar bising di daerah jalan keluar
ventrikel kanan, namun mungkin terdengar bising di daerah anterior atau posterior, yang
menunjukan terdapatnya aliran kolateral. Apabila kolateral banyak, maka pasien mungkin
tidak terlihat sianotik. Jantung dapat membesar dan hiperaktif dan terjadi gagal jantung pada
usia bayi. Terdapatnya hipertrofi ventrikel kanan pada elektrokardiogram serta adanya
sianosis dapat menyingkirkan diagnosis duktus arteriosus persisten.
4. Pemeriksaan Penunjang

13
Foto polos thoraks menunjukan gambaran mirip Tetralogi Fallot, dengan oligemia paru
lebih hebat. Elektrokardiogram memperlihatkan karakteristik seperti pada Tetralogi Fallot,
yaitu deviasi sumbu QRS ke kanan, dilatasi atrium kanan, serta hipertrofi ventrikel kanan.
Dengan ekokardiografi tampak over-riding aorta, aorta besar, sedang katup pulmonal tidak
tampak. Perlu dipastikan apakah terdapat a.pulmonalis utama (main pulmonary artery) dan
berapa besarnya, serta danya kolateral. Pada anak besar, kolateral ini dengan kateterisasi
jantung dapat diukur tekanannya, yang sering mempunyai tekanan sistemik. Kolateral ini
masuk ke hilus atau langsung ke paru tanpa melalui a.pulmonalis. untuk memperlihatkan
a.pulmonalis utama tidak selalu mudah, sebab ia dapat terisi retrogard dari kolateral; injeksi
kontras di v.pulmonalis menunjukan pengisian retrogard ini.
5. Penatalaksanaan
Kelainan ini merupakan salah satu jenis duct-dependent lesion; neonatus dapat bertahan
hidup selama duktus terbuka dan bila duktus menutup pasien akan meninggal. Karena itu
harus dilakukan usaha untuk tetap membuka duktus, baik dengan obat (pemberian
prostaglandin) atau dengan operasi paliatif (Blalock-Taussig atau Waterston). Prostaglandin
E1 atau E2 diberikan intravena dengan dosis 0,1 µg/kg berat badan/menit. Tindakan ini
sangat bermanfaat dan menjadi prosedur standar di negara maju. Tersedia pula
prostaglandin E2 oral dengan dosis 62,5 – 250 µg/kg tiap 1 – 3 jam.
6. Perjalanan Penyakit
Tanpa operasi sebagian besar pasien meninggal dalam tahun pertama. Sebagian kecil pasien
dengan kolateral yang cukup dapat hidup sampai dekade III.

ATRESIA PULMONAL TANPA DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

14
1. Insidens
Atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel (disebut pula dengan nama atresia pulmonal
dengan septum utuh) merupakan kelainan yang jarang ditemukan, yakni kira-kira 1% dari
seluruh penyakit jantung bawaan dan sekitar 2,5% dari bayi yang sakit kritis dengan cacat
jantung bawaan.
2. Patologi
Karena terdapat atresia pulmonal dan tidak terdapat defek septum ventrikel, maka darah dari
ventrikel kanan tidak dapat keluar. Dari atrium kanan darah menuju ke atrium kiri melalui
defek septum atrium dan foramen ovale. Satu-satunya jalan darah ke paru adalah melalui
duktus arteriosus atau sirkulasi bronkial. Biasanya terdapat insufiseinsi trikuspid.
3. Manifestasi Klinis
Sianosis telah jelas tampak pada waktu bayi lahir, yang terus bertambah pada hari-hari
pertama. Bayi sesak dengan gejala gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak
terdengar bising, atau terdengar bising pansistolik insufisiensi trikuspid atau terdengar
bising duktus arteriosus.
4. Radiologi
Setelah bayi berumur 2-3 hari, pemeriksaan radiologik menunjukkan terdapatnya
kardiomegali dengan atrium kanan prominen. Corakan vaskular paru berkurang. Ventrikel
kiri juga prominen, arkus aorta sering tampak di kiri. Kombinasi antara sianosis hebat, paru
oligemik, serta ventrikel kiri yang dominan mencurigakan adanya atresia pulmonal dengan
septum ventrikel yang utuh.
5. Elektrokardiografi

15
Terdapat gelombang P tinggi yang menunjukan pembesaran atrium kanan. Sumbu QRS
normal. Bila ventrikel kanan hipoplastik, nampak ventrikel kiri dominan. LVH biasanya
ada. Terkadang RVH terlihat pada bayi dengan rongga RV yang relatif besar. RAH adalah
umum, terjadi pada 70% kasus.
6. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi 2 dimensi akan memastikan diagnosi kelainan ini. Tampak
rongga ventrikel kanan kecil dengan dinding yang tebal, ventrikel kiri dan aorta relatif besar.
Pemeriksaan Doppler memperlihatkan arus darah dari atrium kanan ke kiri melalui defek
septum atrium atau foramen ovale persisten
7. Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung diperlukan pada kelainan ini. Tekanan pada atrium kanan meningkat,
dan tekanan ventrikel kanan biasanya melebihi tekanan sistemik akibat tidak adanya jalan
keluar. Kateter dari ventrikel kanan tidak dapat masuk ke dalam a.pulmonalis, akan tetapi
mudah masuk dari atrium kiri ke kanan. Terdapat desaturasi di dalam jantung kiri yang
bergantung pada besarnya aliran darah melalui duktus arteriosus. Injeksi di ventrikel kanan
menunjukan adanya obstruksi ke paru serta regurgitasi trikuspid. Dimensi rongga ventrikel
kanan dpat diukur, dan dapat dilihat adanya duktus arteriosus.
8. Penatalaksanaan
Tanpa tindakan operasi prognosis jangka panjang pasien dengan kelainan ini adalah buruk.
Yang sulit adalah memutuskan apakah operasi memang benar dibutuhkan. Tindakan paliatif
yang bermanfaat pada neonatus adalah septostomi atrium dengan balon untuk menjamin
aliran darah yang bebas dari atrium kanan ke jantung kiri. Agar duktus tetap terbuka sampai
saat dapat dilakukan operasi, diberikan prostaglandin. Operasi yang dilakukan adalah
pembuatan pintasan sistemik-paru. Bila ventrikel kanan hipoplastik dan terdapat kelainan
pada katup trikuspid, maka koreksi di kemudian hari adalah sulit.

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS


Definisi

16
Ductus arteriosus adalah saluran yang menghubungkan aorta descendent dengan arteri
pulmonalis. Patent ductus arteriosus (PDA) terjadi bila ductus arteriosus gagal untuk menutup
dan mengalami regresi setelah kelahiran untuk membentuk ligamentum arteriosum. PDA terjadi
pada sekitar 1 dari 2000 kelahiran hidup, tapi kondisi ini sangat jarang ditemukan pada populasi
dewasa. Pada anak-anak, PDA bertanggung jawab atas 10%-12% dari semua kejadian penyakit
jantung kongenital.1

Anatomi dan Fisiologi


Ductus arteriosus adalah komponen penting dalam perkembangan sistem kardiovaskular,
yang berasal dari distal arcus aorta. Ductus arteriosus umumnya berbentuk seperti corong dengan
bagian ujung yang terletak pada arcus aorta, distal dari pangkal arteri subclavia, sinistra
berukuran lebih besar (ampulla) dan ukuran lumen semakin menyempit ketika mendekati insersi
(tempat berhubungnya) dengan arteri pulmonalis utama atau arteri pulmonalis sinistra.

Pada kondisi arcus aorta yang terletak di sisi kanan (right sided aortic arch), anatomi
ductus arteriosus bisa bervariasi secara signifikan. Ductus arteriosus bisa muncul dari truncus
brachiocephalicus sinistra dan terhubung ke proximal arteri pulmonalis sinistra atau dapat juga
muncul pada daerah distal dari pangkal arteri subclavia dextra dan terhubung ke proximal arteri
pulmonalis dextra. Ductus arteriosus bilateral juga dapat terjadi.

Keberadaan ductus arteriosus pada sirkulasi fetus sangat penting sebagai jalan pintas
(bypass) aliran darah kaya oksigen dan nutrisi yang berasal dari plasenta ibu menuju sirkulasi
sistemik tanpa harus melalui sirkulasi pulmonal fetus. Pada sirkulasi normal fetus, darah kaya
oksigen mengalir dari sirkulasi ibu menuju plasenta, terus melewati vena cava inferior fetus
menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis utama. Arteri pulmonalis fetus
berada dalam keadaan konstriksi dan memiliki tahanan vaskular yang tinggi. Hal ini
menyebabkan darah kaya oksigen tersebut akan masuk ke ductus arteriosus dan mengalir ke
sirkulasi sistemik yang memiliki tahanan vaskular yang lebih rendah. Pada fetus, ductus
arteriosus tetap terbuka disebabkan oleh kadar oksigen arteri yang rendah dan prostaglandin E2
(PGE2) yang berasal dari plasenta ibu.
Saat kelahiran terjadi beberapa perubahan yang mengawali penutupan fungsional dari
ductus arteriosus dalam 15-18 jam pertama kehidupan. Respirasi spontan yang terjadi pada bayi
baru lahir menyebabkan peningkatan kadar oksigen arteri. Kadar prostaglandin pun menurun

17
dengan terlepasnya/terpisahnya plasenta dan peningkatan metabolism prostaglandin di dalam
sirkulasi pulmonal bayi. Kombinasi peningkatan kadar oksigen dalam darah dan menurunnya
kadar prostaglandin yang bersirkulasi biasanya akan mengakibatkan penutupan dari ductus
arteriosus.

Gambar 1. Perbandingan sirkulasi fetus dan neonatus pasca penutupan ductus arteriosus.
Umumnya, ductus arteriosus tidak memiliki dampak hemodinamik dalam 15 jam pertama
sejak bayi lahir dan menutup sepenuhnya pada minggu ke 2 sampai ke 3 kehidupan. Sisa
obliterasi dari struktur ini bertahan sampai dewasa dan disebut ligamentum arteriosum.
Penutupan spontan ductus arteriosus sangat jarang terjadi pada bayi cukup bulan yang telah
berusia lebih dari 3 bulan dan sangat jarang terjadi pada bayi belum cukup bulan (preterm) yang
telah berusia lebih dari 12 bulan.

Patofisiologi
Dampak hemodinamik dari PDA pada sistem kardiovaskular ditentukan oleh seberapa
besar aliran pirau, yang sebagian besar tergantung kepada tahanan terhadap aliran di dalam
ductus arteriosus. Panjang, diameter terkecil dan bentuk serta konfigurasi dari ductus arteriosus
menentukan tahanan terhadap aliran ini. Sebagai tambahan, karena aliran di dalam ductus
arteriosus bersifat dinamik dan pulsatil, elastisitas dari dinding ductus juga dapat mempengaruhi
tahanan terhadap aliran darah.

18
Ukuran dari PDA dikategorikan berdasarkan derajat pirau kiri ke kanan yang ditentukan melalui
flow ratio aliran paru terhadap aliran sistemik (Qp:Qs)
Besarnya aliran pirau tidak hanya tergantung pada resistensi ductus tetapi juga pada
gradien tekanan antara aorta dan arteri pulmonalis. Gradien tekanan ini bersifat dinamis, dengan
komponen sistolik dan diastolic, dan sebagian besar tergantung pada tahanan vaskular sistemik
dan pulmonal, serta cardiac output. Dampak perubahan pada tahanan vaskular sistemik dan
pulmonal lebih dirasakan pada ductus yang besar dengan tahanan yang kecil.

Pirau dari kiri ke kanan melalui ductus arteriosus menimbulkan aliran darah berlebih ke
sirkulasi paru dan menyebabkan kelebihan volume pada jantung kiri. Peningkatan aliran darah
paru menimbulkan peningkatan volume cairan paru, dan pada pasien dengan pirau moderate atau
besar, hal ini dapat menyebabkan compliance paru yang menurun, yang dapat menimbulkan
peningkatan usaha untuk bernafas. Edema paru jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien
dengan usia tua dengan gagal jantung kongestif yang berat. Peningkatan aliran darah yang
kembali ke jantung kiri menimbulkan peningkatan tekanan atrium kiri dan peningkatan tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian akan mengkompensasi dengan
meningkatkan volume sekuncup dan pada akhirnya melalui hipertrofi untuk menormalkan wall
stress.

Gambar 2. Pirau kiri ke kanan pada PDA

19
Adaptasi neuroendokrin juga terjadi, dengan meningkatnya aktivitas simpatis dan
katekolamin yang bersirkulasi yang menghasilkan peningkatan kontraktilitas dan denyut jantung.
Tekanan darah diastolic pada aorta menurun karena terdapat aliran darah yang mengalir
melewati ductus arteriosus saat diastolic, dan jika digabungkan dengan efek diastolic yang
memendek karena takikardia, peningkatan regangan intramiokard karena dilatasi ventrikel kiri,
dan peningkatan permintaan oksigen miokard, dapat berakhir pada iskemia subendokardial.
Dengan pirau dari kiri ke kanan yang terus berlanjut, paparan aliran yang meningkat dan
tekanan yang tinggi pada sistem arteri pulmonalis akan membawa perubahan morfologis yang
progresif pada pembuluh darah paru. Perubahan- perubahan ini meliputi hipertrofi tunika media
arteri, proliferasi intima dan fibrosis dan pada akhirnya obliterasi arteriol-arteriol dan kapiler-
kapiler paru yang berujung pada peningkatan progresif tahanan vaskular pulmonal. Ketika
tahanan vaskular pulmonal mendekati dan melebihi tahanan vaskular sistemik, aliran pirau akan
berubah arah menjadi dari kanan ke kiri.

Perjalanan Penyakit Patent Ductus Arteriosus


Perjalanan penyakit penderita patent ductus arteriosus sangatlah bergantung kepada
ukuran PDA, arah aliran pirau, dan perkembangan komplikasi- komplikasi yang terkait. Saat
kelahiran, 95% pasien dengan PDA terisolasi memiliki pirau dari kiri ke kanan dan tekanan
pulmonal yang normal atau mendekati normal. Pasien dengan tekanan arteri pulmonal yang
normal dan tidak terdapat bukti kelebihan volume ventrikel kiri yang kronis memiliki prognosis
yang lebih baik. Jika dibiarkan tanpa penanganan, harapan hidup pasien dengan PDA jadi
memendek. 1/3 pasien dengan PDA diperkirakan akan meninggal pada usia 40 tahun dan hampir
2/3 nya akan meninggal pada usia 60 tahun.
Pada PDA dapat terjadi gagal jantung kongestif karena terjadi peningkatan volume
jantung kiri secara kronis. Pada pasien dengan kematian yang berkaitan dengan PDA, gagal
jantung kongestif merupakan penyebab utama kematiannya. Terjadinya pirau dari kanan ke kiri
juga merupakan pertanda buruk karena kondisi ini menunjukkan terjadinya perkembangan
penyakit vaskular paru yang berat dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan jantung
kanan.
Perjalanan penyakit pasien dewasa yang menderita PDA meliputi:
1. PDA kecil tanpa kelebihan volume ventrikel kiri (ventrikel kiri normal) dan

20
tekanan arteri pulmonal yang normal. Umumnya pasien asimtomatik.
2. PDA moderat disertai kelebihan volume ventrikel kiri. Dapat dijumpai pembesaran
ventrikel kiri dengan fungsi ventrikel kiri yang normal atau menurun. Pada pasien
dapat ditemui manifestasi klinis gagal jantung kiri.
3.  PDA moderat dengan hipertensi arteri pulmonal. Terdapat peningkatan tekanan
ventrikel kanan. Pada pasien dapat ditemui manifestasi klinis gagal jantung kanan.
4.  PDA besar. Dapat dijumpai fisiologi Eisenmenger dengan hipoksemia diferensial
dan sianosis diferensial (sianosis yang terjadi hanya pada ekstremitas bawah, terkadang
juga terjadi pada tangan kanan).
Faktor Risiko Patent Ductus Arteriosus
Faktor- faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya PDA antara lain adalah:
1. Infeksi Rubella maternal
2. Kelahiran pada daerah dataran tinggi
3. Kelahiran prematur
4. Perempuan
5. Faktor genetik

Pada bayi yang lahir pada usia kehamilan <28 minggu, terdapat 60% insidensi PDA.
Kejadian PDA 2 kali lebih banyak terjadi pada bayi perempuan daripada bayi laki-laki. Pada
keluarga yang salah satu anak nya menderita PDA, terdapat risiko sekitar 3% untuk terjadinya
PDA pada anak yang selanjutnya.

Manifestasi Klinis
Tingkat keparahan gejala yang muncul bergantung kepada derajat pirau dari kiri ke
kanan, ukuran PDA, resistensi ductus, cardiac output, tahanan vaskular sistemik dan tahanan
vaskular pulmonal. Sekitar 25% -40% pasien dengan PDA tidak memiliki gejala, khusus nya
pada mereka yang memiliki PDA yang kecil. Pada kondisi ini, PDA biasanya didiagnosis dengan
adanya penemuan auskultasi berupa murmur kontinu pada pemeriksaan fisik atau ditemukan
secara insidental pada pemeriksaan diagnostik. Dengan PDA yang lebih besar, gejala- gejala
dapat muncul. Walaupun sebagian besar pasien dengan PDA dapat mengkompensasi dengan
baik bahkan dengan pirau kiri ke kanan yang moderat dan tetap tanpa gejala selama masa kanak-
kanak, kelebihan volume cairan yang kronik selama bertahun-tahun dapat menimbulkan gejala-

21
gejala gagal jantung kongestif pada saat dewasa. Gejala yang paling sering muncul adalah
kemampuan beraktivitas fisik (kapasitas latihan) yang menurun, dyspnea, edema perifer dan
palpitasi. Sebagaimana kasus penyakit jantung kongenital pada dewasa lainnya, PDA yang awal
dapat ditoleransi dengan baik dapat bermanifestasi jika dipresipitasi oleh kondisi seperti iskemia,
hipertensi dan penyakit katup jantung. PDA yang besar juga dapat menyebabkan infeksi saluran
nafas bawah berulang.
Pasien-pasien dengan PDA dapat memiliki beragam penemuan-penemuan pada pemeriksaan
fisik. Dapat ditemukan pulse pressure yang melebar yang disebabkan oleh aliran darah menuju
PDA saat diastolik, dan pulsus di perifer dengan amplitudo yang kuat (bounding). Tekanan vena
jugular biasanya normal dengan PDA yang kecil, sedangkan dengan PDA yang besar, bisa
ditemukan gelombang a dan v yang prominen. Pada palpasi precordial sering ditemukan impuls
precordial yang normal pada PDA yang kecil dan ditemukan impuls ventrikel kiri yang prominen
pada PDA yang besar. Thrill sistolik dapat dipalpasi pada upper left sternal border.
Murmur kontinu, dengan kualitas kasar dapat didengarkan pada spasium intercostal
pertama atau kedua linea parasternal kiri. Murmur melingkupi suara jantung kedua (S2) dan
menurun intensitasnya selama diastole. PDA yang kecil menghasilkan murmur kontinu yang
lembut/halus, dengan frekuensi tinggi, sedangkan PDA yang besar menghasilkan suara murmur
yang keras dan seperti mesin. Dengan PDA yang besar dapat ditemukan murmur middiastolik
pada daerah apex karena terjadi peningkatan aliran diastolic melalui katup mitral.

Komplikasi
Komplikasi PDA yang paling sering ditemukan pada PDA yaitu gagal jantung kongestif,
endokarditis infektif dan hipertensi pulmonal. Gagal jantung kongestif terjadi melalui kelebihan
cairan pada sisi kiri jantung dan dapat juga memicu terjadinya atrial fibrilasi. Vegetasi biasanya
timbul pada sisi pulmonal dari PDA dan dapat menyebabkan emboli septik ke paru. PDA dengan
murmur kontinu yang dibiarkan tanpa penanganan memiliki risiko endokarditis infektif sebesar
0,45% per tahun setelah dekade kedua kehidupan.
Aneurisme ductus arteriosus yang terjadi secara spontan telah terdokumentasi, dan
umumnya terjadi pada pasien yang mengalami endarteritis atau pada pasien dengan umur sangat
muda atau sangat tua.

22
Hipertensi pulmonal timbul sebagai hasil dari peningkatan aliran darah ke pembuluh
darah paru melalui PDA yang besar dengan pirau dari kiri ke kanan yang signifikan. Peningkatan
tekanan jantung kanan pada akhirnya dapat memunculkan fisiologi Eisenmenger, pirau dari
kanan ke kiri dan cyanosis serta jari tabuh yang terlokalisasi pada ekstremitas bagian bawah
DAFTAR PUSTAKA

1. Griffin, B. P., Eric J. T. Manual of Cardiovascular Medicine. 3rd edition.2009. Philadelphia:


Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
2. Dice, J.E., Bhatia, J. Patent Ductus Arteriosus: An Overview. J Pediatr Pharmacol Ther
2007 Vol. 12 No. 3.
3. Schneider, D.J., Moore, J.W. Patent Ductus Arteriosus. Circulation. 2006;114:1873-1882

4. Lilly, L. S. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical


Students and Faculty. 5th edition. 2011. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins.
5. Baumgartner, H., Bonhoeffer, P., et al. ESC Guidelines for the management of grown up
congenital heart disease (new version 2010). European Heart Journal (2010) 31, 2915–
2957. doi:10.1093/eurheartj/ehq249
6. Park, M.K. Pediatric Cardiology for Practitioners. 5th ed. 2008. Philadelphia: Mosby
Elsevier.

23
24

Anda mungkin juga menyukai