Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FILSAFAT KESEHATAN

Yang meliputi :

PENERAPAN FILSAFAT DI FASILITAS


LAYANAN KESEHATAN

Disusun oleh :
ALISYA PUTRI KARIM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Bahasa


Indonesia

STIKES BAKTI NUSANTARA GORONTALO


Tahun Akademik 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah


melimpahkan, rahmat, taufik, dan hidayah Nya sehingga saya bias menyusun
Tugas Filsafat Kesehatan ini dengan baik. Seperti yang sudah kita tau bahwa
“Penerapan filsafat di fasilitas layanan kesehatan” itu sangat penting bagi kita
semua. Semuanya perlu dibahas pada makalah ini kenapa kita harus tau penerapan
filsafat di fasilitas layanan kesehatan serta layak dijadikan bagaikan modul
pelajaran.

Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang penerapan


filsafat pada fasilitas layanan kesehatan. Mudah-mudahan makalah yang saya buat
ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Saya
menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat saya
harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih
kepada bapak pengajar mata kuliah Filsafat Kesehatan. Atas perhatian serta
waktunya, saya sampaikan terima kasih.

Gorontalo, 15 November 2020

Penyusun
Daftar isi

Kata pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1

Bab II Pembahasan 2

2.1 Sejarah lahirnya bahasa Indonesia 2

2.2 Sumber bahasa Indonesia 4

2.3 Peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa

Bahasa Indonesia 6

2.4 Fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia 11

Bab III Penutup 13

3.1 Kesimpulan 13

3.2 Saran 13

Daftar Pustaka 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bahasa adalah sarana untuk berkomunikasi yang disampaikan oleh seseorang


agar orang lain dapat mengerti apa yang ingin disampaikan. Dalam kehidupan
sehari-hari, bahasa mengambil peran penting untuk hubungan sosial. Dengan
bahasa, manusia dapat saling mengerti satu sama lain. Bahasa mengalami
perkembangan yang cepat. Namun, seiring dengan kemajuan zaman banyak orang
yang lebih mementingkan Bahasa Internasional. Belajar Bahasa Internasional
sangatlah baik untuk menambah wawasan kita. Tetapi akan lebih baik jika kita
sebagai warga negara lebih mencintai dan mengetahui akan sejarah dan
perkembangan dari Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas , maka dalam penulisan makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana lahirnya Bahasa Indonesia?
2. Peristiwa-peristiwa apa saja yang mempengaruhi perkembangan
Bahasa Indonesia ?
3. Apa saja tahapan penyempurnaan Bahasa Melayu?
4. Bagaimana proses peresmian Bahasa Indonesia di Indonesia?
5. Apa fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia di Negara Kesatuan
Republik Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Bisa mengerti bagaimana lahirnya Bahasa Indonesia.
2. Mengetahui fungsi Bahasa Indonesia.
3. Mengetahui tahapan-tahapan penyempurnaan Bahasa Melayu.
4. Bisa mengetahui proses peresmian Bahasa Indonesia.
5. Paham akan fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat
itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam
kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan
nama Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda
merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia
dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia
dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus
1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-
Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan,
antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu
yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan
(lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu mulai dipakai di
kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah
dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota
Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka
tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa
Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman
Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun
942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna. Pada zaman
Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai
bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa
perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai
bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar
Nusantara. Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar
agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya
ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-
Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana,
1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19),
yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah
bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa
Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin
jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis,
seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun
1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair
Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin,
dan Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara
bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara.
Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa
perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan
antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta
makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu
yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata
dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia,
bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam
perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara
mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan
persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit
pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang
tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan
untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia
dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan
majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai
bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan
masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

2.2 Sumber Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang
sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca),
bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh
Asia Tenggara.

Bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai


sebagai alat komunikasi zaman Sriwijaya. Di Jawa Tengah dan Bogor
terdapat prasasti-prasasti yang tertulis dalam bahasa Melayu Kuno. Kedua
prasasti itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada
waktu itu bukan saja dipakai di Pulau Sumatera, melainkan juga di pakai
di Pulau Jawa.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk lainnya, dapatlah kita kemukakan
bahwa pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:

- Sebagai bahasa kebudayaan


- Sebagai bahasa perhubungan antar suku
- Sebagai bahasa perdagangan
- Sebagai bahasa resmi kerajaan

 Peresmian Nama Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang


dan tumbuh terus. Perkembangannya itu menjadi pesat sehingga bahasa ini
telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan
mantap dalam struktur.

Pada tanggal 28 oktober 1928, para pemuda mengikrarkan Sumpah


Pemuda, sehingga resmilah bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak
pertengahan Abad VII itu menjadi bahasa Indonesia.

Ada 4 faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi


bahasa Indonesia, yaitu:

- Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia.


- Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari.
- Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional.
- Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.
2.3 Peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa
Indonesia

Berikut ini adalah peristiwa peristiwa penting tentang bagaiman


perkembangan Bahasa Indonesia serta penyempurnaan EYD.

 Pada tahun 1908, pemerintah kolonial mendirikan buku penerbit


bernama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat),
yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Perpustakaan Pusat.
Badan penerbit menerbitkan novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah satu
perawatan, buku panduan penanaman, pemeliharaan buku kesehatan,
yang tidak sedikit untuk membantu penyebaran Melayu di masyarakat
luas.
 Tanggal 16 Juni 1927 John Datuk Kajo menggunakan bahasa
Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertama kalinya di sesi
Volksraad, seseorang berpidato dalam bahasa Indonesia.
 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan
agar bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia.
 1933 mendirikan generasi penulis muda yang menamakan diri
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Alisyahbana.
 1936 Sutan Alisyahbana mempersiapkan Indonesia Grammar Baru.
 Diadakan 25-28 Juni 1938 Indonesia pertama Kongres di Solo.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan bisnis kongres
dan pengembangan Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
 18 Agustus 1945 menandatangani Undang-Undang Dasar 1945, yang
merupakan salah satu artikel (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara.
 Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik
bukannya ejaan Van Ophuijsen sebelumnya berlaku.
 28 Oktober sampai 2 November 1954 Kongres II Indonesia di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan dari tekad Indonesia untuk
terus meningkatkan Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional
dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
 Tanggal 16 Agustus 1972 Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan Indonesia Peningkatan Ejaan (EYD) melalui pidato
kenegaraan sebelum sesi Parlemen didorong juga dengan Keputusan
Presiden Nomor 57 1972.
 Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan Pedoman Umum Pembentukan dan istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Nusantara).
 28 Oktober sampai 2 November 1978 Indonesia Kongres III yang
diselenggarakan di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda ke-50 di samping menunjukkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha untuk memperkuat posisi dan fungsi bahasa
Indonesia.
 Tanggal 21-26 November 1983 Indonesia Kongres IV yang
diselenggarakan di Jakarta. Kongres ini digelar dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda ke-55. Dalam putusannya menyatakan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
ditingkatkan sehingga amanat yang terkandung dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mengharuskan semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, bisa
mencapai sedekat mungkin.
 28 Oktober hingga 3 November 1988 Indonesia Kongres  V yang
diadakan di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh sekitar tujuh ratus pakar
dari seluruh Indonesia peserta Indonesia dan tamu dari negara-negara
tetangga seperti Brunei, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan
Australia. Kongres ditandatangani oleh pekerjaan besar yang disajikan
Pembangunan dan Pengembangan Bahasa Pusat pecinta bahasa di
Nusantara, Kamus Indonesia dan Tata Bahasa Baku Indonesia.
 28 Oktober sampai 2 November 1993 Indonesia Kongres  VI yang
diadakan di Jakarta. Sebanyak 770 peserta dari para ahli bahasa
Indonesia dan 53 tamu dari peserta asing termasuk Australia, Brunei
Darussalam, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres menyarankan
bahwa Pembangunan dan Pengembangan Bahasa Pusat upgrade ke
Institute Indonesia, serta mengusulkan perumusan hukum Indonesia.
 Diadakan pada 26-30 Oktober 1998 di Kongres VII Indonesia Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres yang mengusulkan pembentukan Dewan
Penasehat Bahasa.

Penyempurnaan Ejaan

Ejaan Melayu / Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :

 Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim menulis ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata
bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan secara resmi diakui
pemerintah kolonial van Ophuijsen pada tahun 1901. Karakteristik ejaan
ini ya itu :

 Huruf Ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran, dan


karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti awal
dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis surat y seperti di
Soerabaia.
 Huruf J untuk menulis kata-kata Jang, pajah, dan  sajang, dll
 Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb
 Tanda diakritik, seperti koma ain dan menandatangani Trema, untuk
menulis kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa ‘, dll
 Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada 19 Maret 1947 menggantikan ejaan


sebelumnya. Ejaan juga dikenal dengan nama Soewandy ejaan.
Karakteristik ejaan ini adalah:

 Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, yang, usia, dan lain-
lain
 Bunyi Hamzah dan bunyi sentak yang di ganti oleh k pada kata-kata
tidak, Pak, dan sebagainya.
 Kata-kata dapat ditulis ulang dengan angka 2 sebagai kanak2, berjalan-
jalan2, semua barat2 itu.
 Awalan di dan kata depan di keduanya ditulis dengan kata-kata yang
menyertainya.

 Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena


perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah
peresmian ejaan ini.

 Peningkatan Ejaan Bahasa Indonesia (EYD)

Ejaan ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 16 Agustus


1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian ini didasarkan pada
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua
bahasa serumpun, yakni Indonesia dan Malaysia, semakin standar.
 Kedudukan Resmi Bahasa Indonesia

Indonesia memiliki posisi yang sangat penting seperti yang tercantum


dalam :

1. 1928 Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami putra dan putri


Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV
(Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara dan Lagu
Kebangsaan). Pasal 36 menyatakan bahwa “bahasa negara adalah
Bahasa Indonesia”.

Dari kedua itu, maka posisi Indonesia sebagai :

1. Bahasa nasional, posisinya berada di atas bahasa daerah.


2. Bahasa negara (bahasa resmi Republik Indonesia)

 Peresmian Nama Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu
sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin,
seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.

Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin


mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang
ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi
dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi
di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai
dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  Namun
secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau
setelah Kemerdekaan Indonesia.

2.4 Fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia


Pemahaman masyarakat terhadap kedudukan dan fungsi Bahasa
Indonesia dapat menjadi dasar dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme
kaum muda dan pelajar. Dalam hal ini, bahasa Indonesia diketahui
mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai bahasa Nasional dan bahasa
Negara.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa


Indonesia adalah sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, indentitas
nasional, alat perhubungan antar warga, antar daerah dan antar budaya,
serta alat pemersatu suku, budaya dan bahasa di Nusantara.

Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, fungsi


bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa
pengantar pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional dan alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kedudukan Bahasa Indonesia.Bahasa Indonesia mempunyai dua


kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia di antaranya
adalah untuk mempererat hubungan antar suku di Indonesia. Fungsi ini
sebelumnya sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda
1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’,
‘menghargai’, dan ‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar
ketiga dalam Sumpah Pemuda tersebut menegaskan bahwa para pemuda
bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”,


tetapi merupakan pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa
kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa
Indonesia. Ini berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
nasional yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan


sehari setelah kemerdekaan RI atau seiring dengan diberlakukannya
Undang-Undang Dasar 1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945
menegaskan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa
negara, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa dalam
penyelenggaraan administrasi negara, seperti dalam penyelenggaraan
pendidikan dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

Penutup

3.1 Kesimpulan

Dapat di simpulkan dari makalah ini, bahwa Bahasa Indonesia berasal


dari Bahasa Melayu, Bahasa Melayu dipilih sebagai pemersatu ( Bahasa
Indonesia ) karena :

- Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia.


- Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari.
- Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional.
- Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.

Awal pencipta Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkan penggunaan
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk Negara
Indonesia pasca kemerdekaan. Secara yurdis, baru tanggal 18 Agustus
1945 bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia secara resmi diakui
keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.

3.2 Saran

Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan


terdahulu memiliki banyak kekurangan dan masalah untuk mewujudkan
menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga
kita sebagai generasi penerus yang mampu untuk membina,
mempertahankan bahasa Indonesia, agar tidak mengalami kemerosotan
dan diperguna dengan baik oleh pihak luar.
Daftar pustaka

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiKkpuN5pfsAhWOWX0KHSLuAGMQFjABegQIBhA
E&url=http%3A%2F%2Fbadanbahasa.kemdikbud.go.id%2Flamanbahasa
%2Fpetunjuk_praktis%2F627%2FSekilas%2520Tentang%2520Sejarah%2520Bahasa
%2520Indonesia&usg=AOvVaw0F_4nM0zjcTVUEx0VduZHc

https://kpoplikemyoxygen.wordpress.com/2010/10/14/sumber-bahasa-indonesia/amp/

https://www.dosenpendidikan.co.id/sejarah-bahasa-indonesia/

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjG2ZeA5JfsAhVVOSsKHQC6ABsQFjABegQIBRAE&
url=https%3A%2F%2Fm.merdeka.com%2Fjatim%2Ffungsi-bahasa-indonesia-sebagai-
bahasa-pemersatu-bangsa-ketahui-sejarahnya-
kln.html&usg=AOvVaw136ELtSmelQjW5StiNXNdU

Anda mungkin juga menyukai