Anda di halaman 1dari 59

MODUL

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DAN VIROLOGI

Oleh :

apt. I Putu Gede Adi Purwa Hita, S.Farm., M.Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2021
DAFTAR ISI

Hal.
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................1
TATA TERTIB..........................................................................................................................2
Standart Operating Procedure (SOP) PRAKTIKUM..............................................................4
PADUAN PENYUSUNAN LAPORAN PRAKTIKUM.........................................................6
PADUAN PENILAIAN PRAKTIKUM...................................................................................8
PRAKTIKUM I. Pengenalan Alat Dan Metode Sterilisasi........................................................11
PRAKTIKUM II. Teknik-Teknik Dasar Mikrobiologi.............................................................15
A. Media Dan Cara Pembuatan Media........................................................................................15
B. Teknik Pemindahan Kultur Mikroba.......................................................................................17
C. Teknik Isolasi Dan Inokulasi Kultur Mikroba........................................................................19
PRAKTIKUM III. Identifikasi dan Determinasi Bakteri............................................................30
A. Identifikasi Bakteri Dengan Pewarnaan Gram.......................................................................30
B. Determinasi Bakteri Dengan Uji Biokimiawi.........................................................................34
PRAKTIKUM IV. Uji Potensi Senyawa Antibakteri/mikroba..................................................40
A. Metode Difusi Sumuran..........................................................................................................41
B. Metode Difusi Paper Disk (Cakram Disk)..............................................................................43
PRAKTIKUM V. Uji Cemaran Mikrobia..................................................................................46
A. Uji Angka Lempeng Total (ALT)...........................................................................................47
B. Uji Angka Kapang Khamir (AKK).........................................................................................48
PRAKTIKUM VI. Uji Kepekaan Antibiotik : Penentuan KHM Dilusi.....................................55
LAMPIRAN 1. Prosedur Perhitungan ALT................................................................................55
LAMPIRAN 2. Prosedur Perhitungan AKK...............................................................................58

1
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan (mahasiswa peserta praktikum) wajib hadir 5 menit sebelum praktikum


berlangsung. Keterlambatan lebih dari dari 15 menit tidak diperkenankan mengikuti pretest
dan tidak diperkenankan ikut praktikum.
2. Setiap praktikan harus mempelajari dan memahami teori dan prosedur kerja sebelum
praktikum berlangsung. Sebelum praktikum dimulai, praktikan wajib mengumpulkan jurnal
awal yang merupakan syarat mengikuti praktikum. Praktikan yang tidak mengumpulkan
jurnal awal, tidak diperbolehkan mengikuti praktikum.
3. Praktikan bekerja secara berkelompok sesuai pengelompokan yang telah ditentukan dan
diharapkan proaktif untuk belajar.
4. Setiap kelas praktikum dibagi menjadi 4 kelompok kecil berjumlah 8-10 orang
berdasarkan urutan absen. Tiap-tiap kelompok kecil bekerja bersama-sama dalam satu meja
untuk tiap praktikum.
5. Praktikan diharuskan bekerja secara terencana, hati-hati dan teliti.
6. Praktikan yang memecahkan, merusakkan, mencemari bahan dan atau menghilangkan
alat diharuskan melapor ke laboran/asisten dan mengganti alat tersebut sebelum praktikum
selanjutnya. Praktikan yang diwajibkan menuliskan pada blangko kerusakan alat yang telah
disediakan di lab. Pencatatan dilakukan di bawah pengawasan laboran/asisten.
7. Praktikan diharuskan menjaga kemurnian bahan-bahan yang dipakai dan menjauhkan
segala macam kontaminan yang dapat mengganggu kesahihan hasil praktikum.
8. Bagi praktikan yang berhalangan hadir karena alasan sakit atau tugas prodi/institut diberi
kesempatan untuk mengikuti praktikum pada kelas lain.
9. Praktikan yang tidak hadir tanpa keterangan dinyatakan tidak mengikuti praktikum.
Praktikan yang tidak mengikuti seluruh kegiatan praktikum tidak diperkenankan mengikuti
responsi dan dinyatakan tidak lulus dengan nilai E.
10. Setelah selesai pelaksanaan dan pengamatan praktikum, praktikan wajib membuat data
pengamatan yang akan dikoreksi oleh asisten pendamping kelompok yang bersangkutan.
Data pengamatan yang sudah disetujui asisten bisa langsung dibawa pulang untuk
pembuatan laporan akhir.
11. Setelah selesai praktikum, alat-alat maupun bahan yang digunakan harus dikembalikan
dalam kondisi bersih dan utuh. Semua praktikan bertanggung jawab terhadap kebersihan dan
keamanan ruang praktikum. Pengamatan praktikum yang dilakukan di luar jam praktikum
harus didampingi oleh laboran/assisten yang bersangkutan. Praktikan bisa membuat
kesepakatan dengan assisten pendamping sesuai kebutuhan dan waktu yang diperlukan.
12. Untuk mengikuti praktikum minggu berikutnya diharuskan sudah menyerahkan
laporan akhir dari praktikum minggu sebelumnya. Bila pada saat itu tidak menyerahkan
laporan, nilai laporan sama dengan nol (0).
13. Praktikum akan dilaksanakan selama 200 menit dari pukul 08.00-11.20 (Kelas Pagi)
atau pukul 13.00-16.20 (Kelas Sore) dengan rincian pelaksanaan sebagai berikut :
No Kegiatan Waktu Alokasi (menit)
Persiapan praktikum/pemeriksaan
1 08.00-08.15 15
jurnal awal
2 Pretest 08.15-08.20 5
Pemeriksaan pretest/persiapan
3 08.20-08.30 10
diskusi mahasiswa
Pengumuman hasil pretest dan
4. 08.30-08.40 10
rekap mahasiswa peserta praktikum.
Diskusi (dipandu oleh
5 08.40-09.00 20
asisten/dosen)
6 Praktikum 09.00-11.00 120
7 Pembuatan data pengamatan 11.00-11.10 10
8 Pengecekan alat dan kebersihan 11.10-11.20 10
TOTAL 200
*Waktu pengamatan (dikerjakana
sesuai dengan hari yang telah 30
ditentukan)
SOP PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

Setiap praktikan akan selalu berhubungan dengan mikroba patogen selama menjalankan
Praktikum Mikrobiologi. Untuk mencegah hal- hal yang tidak diinginkan dan menjaga
keselamatan praktikan maka setiap praktikan diharuskan mentaati peraturan yang telah
ditetapkan dan menjalankan petunjuk yang diberikan dosen/laboran/assisten :
1. Tas dan benda-benda lain yang tidak diperlukan seperti tas, laptop, HP, tablet diletakkan di
ruangan atau tempat yang disediakan oleh asisten. Jangan meletakkannya di atas meja
laboratorium
2. Benda yang dibawa ke laboratorium meliputi : buku praktikum, alkohol 70%, masker, jas lab,
sarung tangan, jas lab, tissue.
3. Praktikan diharuskan memakai jas praktikum berwarna putih yang bersih (sebelum
memasuki laboratorium), alat pelindung berupa sarung tangan dan masker. Pemakaian jas
praktikum dan masker juga diwajibkan saat melakukan pengamatan hasil di luar jam
praktikum.
4. Bersihkanlah meja laboratorium dengan desinfektan (alkohol 70%) sebelum dan sesudah
kegiatan laboratorium.
5. Jauhkan tangan dari mulut, hidung, mata dan telinga selama bekerja di laboratorium.
6. Perlakukan semua organisme yang ditangani sebagai patogen atau mampu menimbulkan
penyakit.
7. Praktikan tidak diperkenankan membawa keluar biakan mikroba apa pun dari ruangan
mikroba/ruangan laboratorium.
8. Usahakan supaya mikroba yang tidak tercecer dan tidak tercampur dengan mikroba lain.
Bila biakan yang sedang dipindahkan tercecer ke lantai atau di meja praktikum, tuangkan
desinfektan di atasnya, seka dengan kertas tissue/kapas dan buang di tempat yang disediakan
untuk bahan-bahan bukan kaca yang terkontaminasi.
9. Jarum inokulasi dan ose harus disterilkan dengan cara memijarkan seluruh panjang
kawatnya sebelum dan sesudah setiap penggunaan.
10. Apabila mikropipet yang sama perlu digunakan lebih dari 1 kali, jangan
meletakkannya langsung di atas meja di antara penggunaan.
11. Api pada pembakar bunsen harus dimatikan pada waktu tidak digunakan.
12. Kurangi bercakap-cakap selama praktikum, untuk mencegah kontaminasi yang dapat
merugikan hasil praktikum. Asisten berhak mengeluarkan praktikan yang terlalu banyak
bercakap-cakap dan diangap mengangu kegiatan praktikan lainnya.
13. Cucilah jas laboratorium anda sehingga selalu bersih pada waktu anda datang kembali ke
laboratorium pada waktu berikutnya. Gunakanlah sarung tangan dan masker yang selalu baru
di setiap praktikum mikrobiologi.
PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN PRAKTIKUM

1. Jurnal awal dikerjakan perkelompok diketik pada kertas A4 dengan batas tepi 2 cm (atas,
bawah, kanan, dan kiri) yang mencakup :
1. Halaman judul,
2. Topik praktikum,
3. Tujuan praktikum,
4. Tinjauan pustaka,
5. Skema kerja.
6. Lembar Data pengamatan
2. Setelah praktikum dan pengamatan, hasil pengamatan praktikum ditulis dan/atau digambar
dalam lembar Data Pengamatan yang telah disetujui dan ditandatangani oleh asisten
pendamping praktikum. Data pengamatan dicantumkan dalam pembuatan laporan akhir.
3. Laporan akhir diketik pada kertas A4 dengan batas tepi 2 cm (atas, bawah, kanan, dan
kiri) dan dijilid dengan halaman depan berwarna biru yang mencakup:
A. Halaman judul, yang nama praktikum, logo IIK, identitas praktikan (nama dan NIM),
nama IIK dan tahun.
B. Isi yang berisi :
I. Bab I : Topik, tujuan praktikum dan tinjauan pustaka (tinjauan pustaka harus
relevan, berisi teori- teori terbaru terkait praktikum dan tidak mengambil dari modul
atau sumber sumber tidak terpercaya)
II. Bab II : Metode (alat dan bahan dibuat dalam satu paragraph, cara kerja
mengunakan kalimat pasif, skema kerja berupa bagan alir)
III. Bab III : Hasil pengamatan (berupa data yang telah diolah dan foto dalam kondisi
yang baik dan jelas serta data pengamatan yang telah ditanda tangani) dan
pembahasan (pembahasan yang relevan dengan hasi, tidak membahas cara kerja,
berisi uraian teoritis yang terkait hasil dan memuat logika yang mampu menjelaskan
hasil praktikum)
IV. Bab IV : Kesimpulan (berupa satu paragraph yang menjelaskan hasil praktikum)
V. Daftar pustaka (metode Vancouver dan jangan mengunakan literatur di abad ke 20.
Gunakan literatur dari abad ke 21)
C. Lampiran (rincian metode, spesifikasi alat atau bahan, fotokopi jurnal terkait
percobaan).
PANDUAN PENILAIAN PRAKTIKUM

Penilaian terdiri dari dua tipe penilaian utama yaitu penilaian harian yang bernilai 70% dan
response 30%. Kemudian nilai harian dibagi menjadi nilai jurnal awal, pretest, diskusi, kerja dan
laporan akhir. Bobot dan kriteria penilaian disampaikan sebagai berikut :
1. NILAI JURNAL AWAL (bobot nilai : 10 poin)
Praktikan mengerjakan jurnal awal dengan benar, dasar teori telah mencakup topik yang
relevan, skema kerja jelas dan benar serta mengumpulkan tepat waktu.
2. NILAI PRETEST,DISKUSI DAN KERJA (Bobot nilai : 35).
a. Nilai Pretest (Bobot Nilai : 20 poin).
Praktikan mampu menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan yang meliputi
10 pertanyaan isian singkat terkait dengan materi praktikum pada hari tersebut. Nilai pretest di
bawah 50 tidak diperkenankan mengikuti praktikum. Peserta yang tidak lolos pretest maka nilai
jurnal awal dan pretest dimasukan ke daftar penilaian namun nilai diskusi, kerja dan laporan
akhir sama dengan NOL. Praktikan diharapkan sangat mempersiapkan diri untuk
menghadapi pretest.
b. Diskusi (bobot nilai : 10 poin)
Berdiskusi dengan assisten/dosen yang meliputi menjawab pertanyaan. Pertanyaan
meliputi pertanyaan wajib (2 poin/symbol +) dimana satu mahasiswa mendapat 1
pertanyaan dan pertanyaan rebutan (5 poin/symbol ++) dimana satu kelompok
mendapat 10 pertanyaan.
Untuk memperoleh nilai maksimal diskusi maka peserta perlu meraih 10 poin. Contoh :
- Mahasiswa A menjawab pertanyaan diskusi wajib (2 poin) dan mampu menjawab dua
pertanyaan rebutan (10 poin) maka mahasiswa tersebut mendapat nilai max 10 poin.
- Mahasiswa B mampu menjawab dua pertanyaan rebutan maka mendapat 10 poin.
- Mahasiswa C hanya mampu menjawab 1 pertanyaan wajib dan 1 pertanyaan rebutan
maka mendapat 7 poin.
- Dst
c. Kerja (bobot nilai : 5 poin)
Praktikan mengerjakan semua percobaan dan dinilai apakah aktivitasnya seimbang
dengan praktikan lain dalam kelompok. Praktikan mengerjakan praktikum secara
lengkap (persiapan alat dan bahan; pengerjaan percobaan; merapikan, membersihkan
dan membereskan alat dan bahan setelah praktikum berakhir, menjaga kebersihan
laboratorium).
Pengurangan nilai dapat dilakukan oleh asisten/dosen secara objektif dan diberikan dalam
kondisi kondisi sebagai berikut :
i. Tidak menggunakan sarung tangan, masker, dan jas lab selama praktikum, masing-
masing (dikurangi 5 poin pada nilai kerja)
ii. Tidak mampu memanagemen waktu dan membagi pekerjaan dengan baik antar
sesama angota kelompok sehingga bekerja melebihi waktu praktikum yang telah
ditetapkan (dikurangi 5 poin)
iii. Membuat keributan atau bermain ponsel selama praktikum (dikurangi 5 poin pada
nilai kerja)
iv. Melakukan tindakan tindakan yang dapat membahayakan keselamatan praktikan lainnya
(bermain main dengan lampu Bunsen, memasang alat autoklaf dengan tidak hati hati,
memainkan alat percobaan untuk kegiatan diluar praktikum sehinga merusakan alat,
sengaja menyiramkan atau memainkan kultur bakteri patogen) maka nilai kerja untuk
praktikan tersebut adalah nol. Tim kelompok memiliki kewajiban untuk mengigatkan
angotanya untuk tidak melakukan tindakan berbahaya tersebut dan menjaga keselamatan
masing masing angota praktikan.
3. NILAI LAPORAN AKHIR (Bobot Nilai : 25 poin)
a. Tinjauan pustaka memuat materi yang relevan dengan topik praktikum (5 poin)
b. Data pengamatan dan gambar, margin, tata tulis, pustaka dan lampiran ditampilkan
dengan rapi (5 poin)
c. Pembahasan disusun dengan lengkap dan sistematis, dengan diperkuat literatur/teori,
jurnal atau penelitian yang berkaitan. Pembahasan mampu menjelaskan hasil percobaan
(10 poin).
4. NILAI RESPONSI (Bobot nilai : 30 poin)
Responsi diakdakan sebanyak satu kali. Responsi dilaksanakan dengan sistem ketok. Dengan
soal berjumlah 20 soal terkait dengan semua materi praktikum. Peraturan lebih lanjut
disampaikan sebelum responsi. Tidak ada remedial untuk responsi.
5. NILAI LAIN LAIN
A. SIKAP : Mahasiswa yang menunjukan sikap yang baik dan simpatik kepada
praktikan/asisten/laboran/dosen dapat mendapatkan tambahan nilai sikap yang jika tidak
dinyatakan lain, jumlah dan nilainya ditentukan oleh dosen dengan tetap berpegangan
pada peraturan nilai yang wajar.
B. Seluruh nilai lain lain bertujuan untuk membantu nilai mahasiswa.
PRAKTIKUM I
PENGENALAN ALAT DAN METODE STERILISASI

I. TUJUAN
Mengenal bermacam-macam alat dan cara penggunaannya secara benar pada praktikum
mikrobiologi serta metode sterilisasi alat dan bahan

II. PROSEDUR KERJA


1. Simulasi/demo alat dan penjelasan mengenai cara kerja dan fungsi alat.
2. Praktek penggunaan alat dengan benar sesuai dengan fungsinya.

III. ALAT DAN FUNGSINYA


Beberapa alat yang perlu diketahui fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Jarum ose digunakan untuk menanam mikroba dengan cara goresan/streak. Ketika tidak
digunkan maka jarum ose harus ditempatkan dalam wadah yang mengandung alkohol
70% atau ditempatkan dalam tempat yang kering
2. Batang bengkok/spreader digunakan untuk menanam mikroba dengan
carasebar/pulasan/spread.
3. Jarum enten digunakan untuk mengambil mikroba berupa biakan jamur/fungi
4. Jarum inokulasi/needle digunakan untuk menanam mikroba dengan cara tusukan
5. Microbiological Safety Cabinet (MSC) adalah ruang/lemari tempat menanam mikroba
6. Autoklaf digunakan untuk sterilisasi alat/bahan/media tertentu dengan menggunakan uap
panas bertekanan (moist heat).
7. Colony counter untuk menghitung jumlah koloni mikroba dan mungkin ukurannya.
8. Mikroskop digunakan untuk pemeriksaan suatu sediaan secara mikroskopis.
9. Inkubator digunakan untuk inkubasi media yang telah ditanami mikroba dan
untuk menyimpan bahan pemeriksaan di mana mikroba yang terkandung akan mati bila
disimpan dalam lemari es.
10. Lemari pendingin/refrigerator digunakan untuk menyimpan media steril yang siap pakai
agar isi dan mutu media tersebut tidak berubah, menyimpan untuk sementara waktu
bahan/spesimen yang belum sempat diperiksa agar tidak mengalami perubahan dan
menyimpan cakram antibiotik/antibiotic disk yang belum dipakai agar tidak mengalami
perubahan.
11. Alat-alat lain yang perlu diketahui di laboratorium mikrobiologi :
mikropipet, pelobang sumuran, haemositometer, cawan petri, lampu bunsen, kaca
obyek, kaca obyek cekung, oven, shaker incubator, vortex, glass pin, kaca penutup,
pinset, gelas arloji, disk blank, disk antibiotik, filter bakteri, tabung Durham.

IV. STERILISASI DENGAN AUTOKLAF


Sterilisasi adalah suatu proses pembebasan suatu bahan atau alat dari semua bentuk
organism hidup. Sterilasi dapat dilakukan baik secara mekanik, fisik maupun kimiawi. Sterilisasi
secara mekanik adalah dengan menggunakan saringan berpori sangat kecil antara 0.22 mikron
sampai 0.45 mikron sehingga mikroba tertahan pada saringan. Cara ini biasanya dilakukan untuk
sterilisasi bahan yang tidak tahan atau peka terhadap panas seperti antibiotik ataupun senyawa
enzim. Sterilisasi secara fisik adalah sterilisasi yang dilakukan dengan pemanasan dan
penyinaran. Seperti pembakaran alat pada api secara langsung contoh pemanasan jarum ose atau
pinset, pemanasan kering dengan menggunkan oven atau penyinaran UV. Biasanya untuk
sterilisasi alat-alat seperti tabung reaksi, cawan petri dll. Penggunaan uap air panas juga
merupakan bentuk sterilisasi yang ditujukan untuk sterilisasi bahan-bahan yang banyak
mengandung air. Sterilisasi secara kimia adalah sterilisasi dengan menggunakan bahan
deinfektan seperti alcohol, lisol, klorin.
Autoclaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan seperti media
yang akan digunakan dalam praktikum mikrobiologi. Alat ini menggunakan uap air panas
bertekanan kira 15 Psi dengan lama strerilisasi umumnya 15 menit. Cara Pengunaan Autoklaf
adalah sebagai berikut
1. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Air harus
sampai ke batas yang telah ditentukan, dan gunakan air steril agar tidak terbentuk karat
pada lat tersebut.
2. masukkan semua peralatan yang akan disterilkan demikian juga bahan ataupun media
yang akan digunakan.
3. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang
keluar dari bibir autoklaf.
4. Nyalakan autoklaf, atur waktu (minimal 15 menit).
5. Tunggu samapai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan
terdesak keluar dari klep pengaman. Tutup klep pengaman sampai kencang.
6. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun
hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisuregauge menunjuk
ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka

V. PENGAMATAN MIKROBA DENGAN MIKROSKOP


Mikroskop merupakan alat yang sangat erat hubungannya dengan mikrobiologi, hal ini
dikarenakan kita harus bekerja dengan mikrobia yang ukurannya sangat kecil. Kebersihan dari
alat ini juga harus dijaga. Setiap praktikan harus membersihkan mikroskopnya apabila telah
selesai menggunakan alat tersebut. Dalam kegiata ini para praktikan harus membersihkannya
dengan menggunakan kertas lensa yang telah tersedia dan juga minyak emersi. Mikroskop
berguna untuk melihat sel-sel mikroorganisme seperti sel bakteri.. Gambar komponen komponen
mikroskop ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Mikroskop cahaya dan bagian bagiannya


Adapun bagian-bagian dari mikroskop cahaya antara lain adalah: 1. lensa okuler untuk
memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa objektif, 2. lensa objektif untuk memperbesar
specimen, 3. Lensa objektif, 4. Pengatur focus kasar yaitu skrup untuk menaikkan dan
menurunkan meja benda, 5. Pengatur focus halus yaitu skrup untuk menaikkan dan menurunkan
meja benda secara halus, 6. Meja benda tempat meletakan specimen, 7. Sumber cahaya, 8.
Kondesor cahaya dan penjepit specimen

Cara kerja:
Lensa objektif berfungsi untuk pembentukan bayangan pertama dan menentukan struktur
serta bagian renik yang akan terlihat bayangan akhir serta kemampuan untuk memperbesar objek
sehingga dapat memiliki suatu ukuran daya pisah suatu lensa objektif yang akan menentukan
daya pisah spesimen sehingga mampu menunjukkan struktur renik yang berdekatan sebagai
suatu dua benda terpisah. Lensa adalah lensa yang terdapat dibagian ujung atas tabung
berdekatan dengn mata pengamat dan berfungsi untuk memperbesar bayangan yang dihasilkan
oleh lensa objektif sampai 4 hingga 25 kali. Lensa kondensor merupakan lensa yang berfungsi
mendukung terciptanya pencahayaan pada objek yang akan dilihat sehingga dengan pengaturan
yang tepat maka akan diperoleh daya pisah maksimal.
PRAKTIKUM II
TEKNIK TEKNIK DASAR MIKROBIOLOGI

A. MEDIA DAN CARA PEMBUATAN MEDIA


I. TUJUAN
Mempelajari cara pembuatan media dan syarat-syarat yang dibutuhkan oleh suatu media
untuk pertumbuhan mikroba.

II. DASAR TEORI


Pembiakan mikroba di laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta
lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroba. Media adalah suatu bahan yang digunakan
untuk menumbuhkan mikroba yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat- zat makanan. Selain
untuk menumbuhkan mikroba, media dapat juga digunakan untuk isolasi, memperbanyak,
pengujian sifat-sifat fisiologis dan perhitungan jumlah mikroba.
Suatu media pertumbuhan umumnya terdiri dari bahan dasar seperti air sebagai pelarut,
agar atau gelatin ataupun silica gel yang berfungsi memadatkan media. Disamping itu media
pertumbuhan harus mengandung unsur atau senyawa yang diperlukan oleh mikrobia. Unsur-
unsur tersebut dapat berupa C,H,O, N dan P (unsure makro) dan Fe, Mg (unsure mikro) serta
vitamin serta bahan tambahan lainnya seperti phenol red yang berguna sebagai indicator tingkat
kemasaman media dan antibiotik.
Media pertumbuhan mikrobia dapat dibedakan berdasarkan sifat fisiknya, komposisi
media dan tujuan kegunaannya sebagai berikut :
a. Berdasarkan sifat fisiknya media pertumbuhan dapat dibedakan atas 3 yaitu:
1. Medium padat adalah medium yang dalam suhu ruangan berbentuk padat dengan
komposisi agarnya mencapai 15%. Contoh : Nutrien Agar (NA), Luria Bertani (LB)
Padat
2. Medium setengah padat adalah medium yang dalam suhu ruangan berbentuk:
semipadat dengan komposisi agarnya 0.4%
3. Medium cair adalah medium yang dalam suhu ruangan berbentuk cair dimana
medium ini tidak mengandung agar. Contoh : nutrient broth (NB), lactose broth (LC)
b. Berdasarkan komposisnya medium pertumbuhan dikelompokkan dalam :

15
1. Medium sintetis yaitu medium yang komposisi zat kimianya diketahui secara jelas
dan pasti. Contohnya glukosa agar
2. Medium semi sintetis yaitu medium yang sebagian komposisinya diketahui secara
pasti. Contoh Potato Dekstrose Agar yang terdiri dari agar, deskstrosa dan ekstrak
kentang (ekstrak kentang tdk dikethui apa komposisi senyawanya)
3. Medium non sintesis yaitu medium yang dibuat langsung dari bahan dasarnya.
Contoh tomato juice agar.
c. Berdasarkan tujuan penggunaannya:
1. Media untuk isolasi yaitu media yang mengandung semua unsur essensial untuk
pertumbuhan mikroba. Contoh NA
2. Medium selektif: medium yang selain mengandung nutrisi juga mengandung senyawa
tertentu yang berfungsi untuk menghambat atau menekan pertumbuhan mikrobia
bukan sasaran. Contoh medium Luria Bertani yang ditambah dengan ampisilin untuk
menekan mikrobia lainnya.
3. Medium diperkaya: medium yang mengandung bahan dasar untuk pertumbuhan
mikroba tetapi ditambah komponen komplek lainnya seperti serum, kuning telur, dll.
4. Medium untuk peremajaan kultur.
5. Medium untuk karakterisasi bakteri

II. ALAT DAN BAHAN


1. Media Nutrien Agar (NA) (Oxoid)
2. Media Nutrien Broth (NB) (Oxoid)
3. Aquades
4. Alat alat gelas meliputi :cawan petri Tabung reaksi Batang pengaduk, pipet volume,
Erlenmeyer.
5. Autoklaf
6. Penangas air

III.LANGKAH KERJA
1. Timbang media NA (Oxoid) dan NB (Oxoid) sesuai prosedur di kemasan. (Catatan :
Buatlah 50 ml media NA untuk setiap kelompok kecil praktikum dan 50 ml media NB
untuk satu golongan praktikum). Penimbangan media dilakukan secara teliti, kemudian
serbuk media dimasukkan secara hati-hati ke dalam Erlenmeyer.
2. Tambahkan aquades dan aduk sampai merata dengan batang pengaduk
3. Panaskan dengan hati-hati menggunakan penangas/elemen pemanas sampai media
tercampur homogen (ditunjukkan dengan warna yang kuning jernih). Perhatian :pada saat
pemanasan jangan sampai terbentuk buih berlebihan sampai meluap!)
4. Sebelum diautoklaf, tuangkan media NA dengan volume tertentu menggunakan pipet
volume : 5 ml ke dalam tabung reaksi untuk NA miring, 10 ml ke dalam tabung reaksi
untuk NA tegak, dan sisanya diamkan dalam erlemeyer yang nantinya akan digunakan
untuk NA dalam cawan petri. Tutup tabung reaksi dan erlemeyer dengan penutup tabung
atau kapas.
5. Sebelum diautoklaf,tuangkan NB ke dalam tabung reaksi. Tutup tabung reaksi
penutup tabung atau kapas
6. Sterilkan seluruh media dalam tabung reaksi tersebut dengan menggunakan autoklaf
selama 15 menit, tekanan 1 atm suhu 1210C.
7. Setelah diautoklaf : media NA 10 ml dalam tabung reaksi diletakkan tegak pada rak
tabung dan biarkan memadat, media NA 5 ml inkubasikan miring dan biarkan memadat.
Media sisa NA tuangkan dalam cawan petri secara aspetis dan biarkan memadat.
8. Media NB dibiarkan mendingin. Seluruh media akan digunakan pada praktikum
selanjutnya.

B. TEKNIK PEMINDAHAN KULTUR MIKROBA


I. TUJUAN
Mempelajari teknik teknik pemindahan mikroba secara aseptis.

II. DASAR TEORI


Untuk mencegah tercemarnya biakan murni, perlu diadakan teknik aseptik pada waktu
memindahkan mikroba. Dalam percobaan-percobaan ini akan dipelajari cara-cara memindahkan
biakan murni dengan cara aseptic.
III.ALAT DAN BAHAN
1. Media NA miring dalam tabung reaksi
2. Media NA tegak dalam tabung reaksi
3. Media NB dalam tabung reaksi
4. Jarum ose
5. Jarum inokulasi
6. Kultur murni bakteri Streptococus pyogenes, Staphylococus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli dan Bacillus subtilis
7. Vortex mixer
8. Alkohol 70%/Lysol
9. Lampu Bunsen
10. Microbial Safety Cabinet

IV. LANGKAH KERJA


Langkah kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Siapkan media NA dan NB (media NA miring, media NA tegak dan media NB)
Pemindahan kultur mikroba dilakukan satu persatu untuk masing-masing media.
2. Longgarkankan tutup tabung/kapas dari masing-masing tabung reaksi yang berisi
media (jangan di lepaskan!).
3. Pegang tabung reaksi yang mengandung kultur murni bakteri di tangan kiri.
4. Pegang jarum ose pada tangan kanan dan bakar di atas nyala lampu bunsen hingga
kawat memijar. Perhatian : pemanasan jarum ose dilakukan dari pangkal ke ujung
sampai memijar, sebelum digunakan kawat didinginkan beberapa saat kira kira sekitar 30
detik!
5. Pegang ose menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, gunakan jari kelingking untuk
membuka tutup tabung reaksi (tutup tabung reaksi tetap dipegang seperti posisi semula).
6. Bakar mulut tabung reaksi, masukkan jarum ose dan ambil 1 ose biakan bakteri.
7. Bakar kembali mulut tabung reaksi dan tutup tabung reaksi kembali.
8. Ambillah tabung reaksi yang akan diinokulasi dengan tangan kiri, dengan cara
yang sama buka tutup tabung reaksi, dan bakar mulut tabung reaksi
9. Inokulasikan biakan bakteri pada tabung reaksi inokulasi dengan cara goresan zigzag
pada permukaan NA miring.
10. Bakar mulut tabung reaksi dan tutup tabung reaksi kembali, kemudian bakar ose.
11. Beri label : tanggal percobaan, nama bakteri, teknik pemindahan dan nama kelompok.
12. Lakukan dengan cara yang sama untuk media nutrien cair/NB menggunakan jarum
ose dan media agar tegak secara tusukan tegak lurus menggunakan jarum inokulasi.
13. Inkubasikan selama 24 jam pada suhu kamar dan amati pertumbuhannya.

C. TEKNIK ISOLASI DAN INOKULASI KULTUR MIKROBA


I. TUJUAN
Mempelajari teknik-teknik isolasi dan inokulasi (penanaman) mikroba.

II. DASAR TEORI


Untuk menanam suatu mikroba perlu diperhatikan faktor- faktor nutrisi serta kebutuhan
akan oksigen (gas, O2 atau udara). Cara menumbuhkan mikroba yang anaerob sangat
berbeda dengan yang aerob. Mengisolasi suatu mikroba ialah memisahkan mikroba
tersebut dari lingkungannya dan inokulasi adalah proses menanam dan menumbuhkan
mikroba sebagai biakan murni dalam medium buatan. Untuk inokulasi harus diketahui cara-
cara menanam dan menumbuhkan mikroba pada medium biakan serta syarat-syarat lain
untuk pertumbuhannya. Biasanya proses isolasi melibatkan pengambilan mikroba dari alam
dan menginokulasikannya ke dalam media pertumbuhan yang sesuai untuk mendapatkan
kultur murni yang berisi satu spesies bakteri. Hasil proses isolasi ditunjukan pada gambar
2.1.

Gambar 2.1 Hasil isolasi bakteri tanah


Lalu selanjutnya mikroba disubkultur untuk mendapatkan biakan murni Setelah kulltur
bakteri murni berhasil didapatkan maka proses isolasi dan inokulasi ini sesederhana
memindahkan kultur bakteri dari media cair/padat ke media cair/padat lainnya.
Isolasi dan inokulasi mikroba harus dilakukan secara aseptis. Teknik aseptis adalah
teknik pemindahan mikroba yang bertujuan untuk menurunkan kontaminasi mikroba ke
lingkungan atau mencegah kontaminasi lingkungan ke kultur mikroba. Teknik aseptis yang
paling sederhana hanya melibatkan pengunaan cairan disenfektan dan lampu Bunsen.
Langkah langkah teknik asepetis ditunjukan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Teknik isolasi mikroba secara aseptis dari kultur


Pada akhir tahap isolasi mikroba biasanya berada dipermukaan jarum ose. Pada tahap ini
kontaminasi kultur mikroba sangat rawan terjadi karena mikroba melakukan kontak secara
langsung dengan udara. Sedangkan dalam udara banyak terdapat jamur dan kontaminan
lainnya yang mampu mengkontaminasi kultur mikroba. Tetap dekatkan jarum ose ke arah
lampu Bunsen untuk mencegah kontaminasi tersebut. Setelah isolasi mikroba dilakukan
maka mikroba ini harus segera diinokulasikan ke media yang baru. Tahap tahap inokulasi
secara aseptis ditunjukkan pada gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.3. Teknik inokulasi mikroba secara aseptis


Teknik teknik di atas melibatkan inokulasi mikroba dari ke media cair. Sedangkan untuk
menginokulasi media ke dalam media padat. Macam-macam cara menginokulasi dan
menanam mmikrobia ke dalam media padat adalah :
1). Metode Spread Plate (cara tebar/sebar).
Teknik spread plate merupakan teknik isolasi mikroba dengan cara menginokulasi
kultur mikroba secara pulasan/sebaran di permukaan media agar yang telah memadat.
Metode ini dilakukan dengan mengencerkan biakan kultur mikroba. Karena
konsentrasi sel-sel mikroba pada umumnya tidak diketahui, maka pengenceran perlu
dilakukan beberapa tahap, sehingga sekurang-kurangnya ada satu dari pengenceran
itu yang mengandung koloni terpisah (30-300 koloni). Tujuan dari pengenceran
bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi
dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung
kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk
sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya
mengandung 1/10 sel mikroorganisma dari pengenceran sebelumnya. Koloni
mikrobia yang terpisah memungkinkan koloni tersebut dapat dihitung. Tahap
penegneceran ini ditunjukan pada gambar 2.4 sebagai berikut :

Gambar 2.4 Skema pengenceran bertingkat


Setelah kultur mikroba diencerkan maka selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri
yang telah berisi media padat. Cawan petri kemudian diputar secara horizontal
dengan gerakan membentuk lingkaran sesuai dengan gambar 2.5 sebagai berikut :

Gambar 2.5 Skema inokulasi bakteri dengan metode spread plate


2). Metode Streak Plate (cara gores).
Cara gores umumnya digunakan untuk mengisolasi koloni mikroba pada cawan
agar sehingga didapatkan koloni terpisah dan merupakan biakan murni. Cara ini
dasarnya ialah menggoreskan suspensi bahan yang mengandung mikroba pada
permukaan medium agar yang sesuai pada cawan petri. Setelah inkubasi maka pada
bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah yang mungkin berasal dari 1 sel
mikroba, sehingga dapat diisolasi lebih lanjut. Penggoresan yang sempurna akan
menghasilkan koloni yang terpisah. Bakteri yang memiliki flagella seringkali
membentuk koloni yang menyebar terutama bila digunakan lempengan basah. Untuk
mencegah hal itu harus digunakan lempengan agar yang kering permukaannya.
Terdapat tiga teknik untuk menanam mikroba dengan cara streak plate yaitu
sebagai berikut :
i. Goresan sinambung
Goresan sinambung umumnya digunakan bukan untuk mendapatkan koloni
tunggal, melainkan untuk peremajaan ke cawan atau medium baru. Teknik ini
dilakukan dengan cara menyentuhkan ose yanf telah berisi suspense bakteri ke
dalam media padat lalu digoreskan secara kontinyu sampai setengah permukaan
agar. Putar cawan 180o lalu lanjutkan goresan sampai habis. Gambar skematis
teknik sinambung ini dapat dilihat pada gambar 2.6 sebagi berikut :

Gambar 2.6. Goresan sinambung


ii. Goresan T
Teknik ini biasanya bertujuan untuk meremajakan koloni sekaligus untuk
mendapatkan koloni tungal. Teknik ini dilakukan dengan membagi cawan
menjadi 3 bagian menggunakan spidol marker, inokulasi daerah 1 dengan streak
zig-zag. Panaskan jarum ose dan tunggu dingin, kemudian lanjutkan streak zig-
zag pada daerah 2. Cawan diputar untuk memperoleh goresan yang sempurna.
Lakukan hal yang sama pada daerah 3. . Gambar skematis teknik T dapat dilihat
pada gambar 2.7 sebagi berikut :

Gambar 2.7. Goresan T


iii. Goresan Kuadran
Tujuan goresan kuadran adalah untuk mendapatkan koloni tungal. Hampir
sama dengan goresan T, namun berpola goresan yang berbeda yaitu dibagi empat.
Daerah 1 merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel
mikroorganisme. Goresan kedua selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dengan
goresan pertama. Goresan ketiga dipotongkan dan disilangkan dengan goresan
kedua. Lalu goresan keempat dipotongkan lagi dengan goresan ketiga sehingga
jumlah semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal.
Metode kuadran ini ditampikan pada gambar 2.8 sebagai berikut :

Gambar 2.8. Goresan Kuadran


iv. Metode Pour Plate (cara tabur).
Prinsip metode ini adalah menginokulasi medium agar yang sedang mencair
pada temperatur 45-500C dengan suspensi bahan yang mengandung mikroba, dan
menuangkannya ke dalam cawan petri steril yang telah berisi media. Proses ini
biasanyan melibatkan pengenceran kultur menjadi beberapa seri pengenceran
seperti terlihat pada gambar 2.9 sebagai berikut :

Gambar 2.9 Pengenceran untuk pour plate method


Setelah kultur mikroba diencerkan maka selanjutnya dituangkan ke dalam
cawan petri yang telah berisi media padat. Cawan petri kemudian diputar secara
horizontal dengan gerakan membentuk lingkaran seperti terlihat pada gambar
2.10 sebagai berikut :

Gambar 2.10. Metode pour plate


Setelah inkubasi akan terlihat koloni-koloni yang tersebar di permukaan agar
yang mungkin berasal dari 1 sel bakteri, sehingga dapat diisolasi lebih lanjut.
Kelebihan metode ini adalah tidak perlu banyak skill seperti pada metode streak
plate. Kelemahannya adalah membutuhkan lebih banyak media dibandingkan cara
streak plate.

III.ALAT DAN BAHAN


1. Spreader/batang bengkok
2. Lampu Bunsen
3. Media NA dalam cawan petri
4. Kultur murni bakteri
5. Larutan pengencer (BPW atau NaCl fisiologis 0,9%)
6. Alkohol 70%
7. Jarum ose
8. Mikropipet
9. Tabung reaksi

IV. PROSEDUR KERJA


1. Metode Spread Plate
1. Buatlah pengenceran 10-1 – 10-2 dari kultur murni bakteri dengan larutan pengencer
2. Ambil tabung reaksi yang mengandung kultur murni bakteri, buka dan bakar
leher tabung.
3. Pindahkan 0,1 ml kultur bakteri secara aseptis ke permukaan media NA dalam cawan
petri.
4. Bakar spreader yang sebelumnya telah dicelupkan dalam alkohol, biarkan dingin
5. Tebarkan/sebarkan kultur bakteri dengan spreader secara merata dan biarkan sampai
permukaan agar mongering selama 10 menit
6. Setelah permukaan agar mengering, selanjutnya inkubasikan secara terbalik pada
suhu 370 C selama 24 jam pada suhu kamar dan amati pertumbuhannya.
2. Metode Streak Plate
1. Panaskan jarum ose hingga memijar di atas bunsen, kemudian dinginkan.
Gunakan ose yang telah dingin untuk menggores pada permukaan media agar dalam
cawan petri. Ose yang terlalu panas dapat menyebabkan kultur bakteri mati.
2. Sebelum pengoresan pastikan bahwa media NA telah mongering secara sempurna.
3. Ambil 1 ose kultur murni bakteri dan goreskan pada permukaan media agar
dimulai pada satu ujung. Lakukan teknik pengoresan dengan teknik kuadran.
4. Ose disentuhkan pada permukaan media agar dalam cawan petri, sewaktu menggores
ose dibiarkan meluncur di atas permukaan agar. Jangan mengores terlalu keras
sehingga dapat mengores agar.
5. Setiap kali menggoreskan ose untuk kuadran berikutnya, pijarkan ose terlebih
dahulu dan biarkan dingin.
6. Inkubasikan secara terbalik pada suhu 370 C selama 24 jam dan amati
pertumbuhannya
3. Metode Pour Plate
1. Dinginkan media NA dalam tabung reaksi sampai suhu ± 45 - 500C (cirinya : terasa
hangat di kulit).
2. Buka tutup tabung yang mengandung kultur murni bakteri, dan bakar leher botol.
3. Pindahkan 1 ml kultur murni bakteri ke dalam tabung reaksi yang mengandung NA
secara aseptis
4. Bakar leher tabung di atas bunsen, dan tuangkan media NA yang telah mengandung
kultur murni bakteri ke dalam cawan petri.
5. Goyangkan perlahan-lahan untuk mencampur kultur bakteri dengan NA sampai
homogen. Penggoyangan petri jangan terlalu kuat. Pada saat penuangan media,
petri bisa diletakkan dalam radius maksimal 20 cm dari sumber api (zona steril)
6. Setelah agar memadat diinkubasi terbalik pada suhu 370 C selama 24 jam. Inkubasi
terbalik dilakukan setelah agar memadat. Amati pertumbuhannya.
E. LEMBAR PENGAMATAN

I. Lembar pengamatan pembuatan media dan teknik aseptis


Media PENGAMATAN KETERANGAN
Sebelum Inokulasi Setealah inokulasi
NA tegak

NA miring

NA cawan petri

NB
II. Lembar Pengamatan Metode Inokulasi
Metode Gambar Hasil Keterangan
inokulasi
Spread plate

Streak plate
(kuadran)

Pour Plate
PRAKTIKUM III
IDENTIFIKASI DAN DETERMINASI BAKTERI

A. IDENTIFIKASI BAKTERI DENGAN PEWARNAAN GRAM


I. TUJUAN
Melihat bentuk sel bakteri dan identifikasi bakteri gram negatif dan gram positif

II. DASAR TEORI


Bakteri atau mikroba lainnya dapat dilihat dengan mikroskop cahaya tanpa pewarnaan
/pengecatan atau dengan pewarnaan /pengecatan. Pengamatan tanpa pengecatan lebih sukar dan
tidak dapat dipakai untuk melihat bagian-bagian sel dengan teliti karena sel bakteri atau mikroba
lainnya transparan atau semi transparan. Dengan pengecatan, dapat dilihat struktur sel mikroba
lebih seksama. Fungsi pengecatan adalah :
a. Memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehingga memberi kontras dan tampak lebih
jelas,
b. Dapat untuk menunjukkan bagian-bagian struktur sel,
c. Membedakan mikroba satu dengan yang lain,
d. Menentukan pH dan potensial oksidasi reduksi ekstraseluler dan intraseluler
Pengecatan bakteri umumnya menggunakan lebih dari satu tingkat pengecatan. Hasil
pengecatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : fiksasi, substrat, dekolorisator dan
sebagainya. Dalam pembuatan pulasan bakteri yang siap diwarnai, perlu dilakukan fiksasi
terlebih dahulu yang bertujuan antara lain : a). mencegah mengkerutnya globula-globula protein
sel, b). merubah afnitas cat, c). mencegah terjadinya otolisis sel, d). dapat membunuh mikroba
secara cepat dengan tidak menyebabkan perubahan-perubahan bentuk atau strukturnya, e).
melekatkan bakteri di atas gelas benda dan f). membuat sel-sel lebih kuat/keras.
Cara fiksasi yang paling banyak digunakan dalam pengecatan bakteri adalah
dengan membuat lapisan suspensi/pulasan bakteri di atas gelas benda, kemudian
dikeringanginkan dan dilalukan beberapa kali di atas nyala lampu spiritus. Terdapat berbagai
macam metode pewarnaan sederhana seperti pewarnaan dengan Methylen blue, pewarnaan
dengan Fuchsin atau pewarnaan dengan Kristal violet. Teknik pewarnaan ini mengunakan fakta
bahwa dinding dan membrane sel bakteri bersifat negative sehingga kemungkinan dapat
berikatan dengan senyawa bermuatan positif yang memiliki sifat sebagai kromofor (zat
pewarna). Pengecatan sederhana ini tidak dilakukan pada praktikum ini.
Selain pengecatan sederhana tersebut terdapat juga pengecatan diferensial yaitu
pengecatan Gram. Pengecatan ini dikembangkan pertama kali oleh Christian Gram (1884) dan
termasuk pengecatan differensial, karena dapat membedakan bakteri yang bersifat gram positif
dan gram negatif. Dari segi pewarnaan perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram
negative. Bakteri Gram positif mengikat cat utama (crystal violet) dengan kuat sehingga tidak
dapat dilunturkan oleh bahan peluntur (alcohol) dan tidak diwarnai lagi oleh cat lawan (safranin).
Penambahan iodin akan menyebabkan pembentukan kompleks kristal violet-iodin yang tidak
luntur pada bakteri gram positif. Bakteri Gram negatif tidak mengikat kompleks Kristal violet-
iodin secara kuat, sehingga dapat dilunturkan oleh peluntur dan dapat diwarnai oleh safranin.

Gambar 3.1 Skema pewarnaan gram.


Perbedaan sifat bakteri gram positif dan gram negatif tidak mutlak tegas dan spesifik,
tetapi masih tergantung pada beberapa faktor yang dapat menyebabkan variasi dalam pengecatan
Gram. Sel bakteri gram positif yang berasal dari kultur yang cukup tua bias menunjukan warna
pink atau menyerupai gram negatif sehingga disarankan tidak mengunakan kultur bakteri yang
berusia di atas rentang 16-30 jam. Selain itu beberapa kultur bakteri Bacillus kadang berubah
ubah sehingga kadang bias berupa gram negative dan terkadang berupa gram positif. Metode
kerja pewarnaan gram ditunjukan pada gambar 3.1.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Mikroskop cahaya
2. Crystal violet (Gram A)
3. Larutan iodine (Gram B)
4. Alkohol 96% (Gram C)
5. Safranin (Gram D)
6. Minyak immersI
7. Isolat murni bakteri
8. Gelas benda
9. Jarum ose

IV. PROSEDUR KERJA


1. Buatlah pulasan bakteri di atas objek gelas, keringkan dan fiksasi dengan api.
2. Teteskan cat crystal violet (Gram A) dan diamkan 30 - 60 detik.
3. Buanglah sisa cat dan cuci sisanya dengan air mengalir.
4. Teteskan larutan iodine (Gram B) dan diamkan selama 1-2 menit.
5. Cuci dengan air mengalir, kemudian di decolorisasi (di beri larutan peluntur) dengan
alkohol (Gram C) (kira- kira 20 detik, hati-hati jangan sampai berlebihan yang
mengakibatkan kesalahan hasil).
6. Cuci dengan air mengalir, tambahkan larutan safranin (Gram D) selama 10-20 detik.
7. Cuci kembali dengan air mengalir, angin-anginkan dan amati di bawah mikroskop
dengan perbesaran kuat (1000x) menggunakan minyak immersi.
8. Gambar hasil-hasil pengecatan bakteri dengan diberi keterangan mengenai warna
sel bakteri yang menunjukkan sifat gram dan bentuk sel.

V. LEMBAR PENGAMATAN PEWARNAAN GRAM

BAKTERI HASIL (Gambar) Keterangan


GRAM NEGATIF GRAM POSITIF
Bacillus subtilis

Escherichia coli

Staphylococu
s aureus
B. DETERMINASI BAKTERI DENGAN UJI BIOKIMIAWI
I. TUJUAN
Mengidentifikasi dan mendeterminasi bakteri berdasarka sifat-sifat biokimiawinya.

II. DASAR TEORI


Mikroba tumbuh dan berkembang biak dengan menggunakan berbagai bahan yang
terdapat di lingkungannya melalui proses metabolisme. Nutrien yang terdapat di lingkungan
sekelilingnya terdiri dari molekul sederhana seperti H2S dan NH 4+ atau molekul organik yang
kompleks seperti protein dan polisakarida dimetabolisme untuk memperoleh energi dan
prekursor untuk sintesis dinding sel, membran dan flagella. Selain energi juga dihasilkan zat zat
buangan yang kadang bersifat toksik. Untuk menjalankan proses metabolism maka mikroba
mengunakan berbagai enzim yang aktifitasnya dapat diamati dan terkadang menjadi ciri khas
dari mikroorganisme tersebut seperti bakteri aerob yang menghasilkan enzim katalase. Skema
metabolisme ini dapat diamati pada gambar 3.2 sebagai berikut ;

Gambar 3.2 Proses metabolisme


Pada identifikasi bakteri mula-mula diamati morfologi sel individual secara mikroskopik
dan pertumbuhannya pada bermacam- macam medium. Karena suatu bakteri tidak dapat
dideterminasi hanya berdasarkan sifat-sifat morfologinya saja, maka perlu diteliti pula sifat-sifat
biokimiawi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Percobaan-percobaan dalam
uji biokimiawi mencakup berbagai uji untuk mengetahui aktivitas metabolisme mikroba.
Pengamatan aktivitas metabolisme diketahui dari kemampuan mikroba untuk menggunakan dan
menguraikan molekul kompleks, seperti zat pati, lemak, protein dan asam nukleat. Selain itu
pengamatan juga dilakukan pada molekul yang sederhana seperti asam amino dan sakarida.
Hasil dari berbagai uji ini digunakan untuk pencirian dan identifikasi mikroba. Bebarapa uji
metode biokimia yang penting adalah sebagai berikut :
1. Uji Katalase
Sebagian besar bakteri aerob dan bakteri anaerob fakultatif mengunakan oksigen
dalam proses metabolismenya. Sebagian besar proses metabolisme ini akan menghasilkan
senyawa hidrogen peroksida (H2O2). Senyawa ini merupakan senyawa radikal bebas yang
bersifat toksik bagi pertumbuhan sel. Bakteri aerob dan bakteri anaerob fakultatif mampu
bertahan hidup karena memiliki enzim catalase yang mampu memecah hydrogen
peroksida menjadi senyawa air dan oksigen. Kedua senyawa ini tidak berbahaya bagi
proses metabolisme sel. Diduga bahwa bakteri yang bersifat anaerob tidak dapat tumbuh
dalam lingkungan yang mengandung oksigen karena bakteri anaerob ini tidak memiliki
enzim katalase. Reaksi pengubahan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen
ditunjukan pada gambar 3.3 sebagai berikut :

Gambar 3.3 Aktifitas katalase


2. Tes Pengunaan Sitrat
Beberapa bakteri usus mampu mengunakan asam sitrat sebagai sumber utama
karbon. Metode ini berguna untuk mengelompokan bakteri gram negative berdasarkan
kemampuannya mengunakan asam sitrat sebagai sumber karbon. Media yang sering
digunakan untuk menganalisis adalah media Simmons Citrate Agar yang mengandung
indicator pH Brom Thymol Blue (BTB), asam sitrat dan garam amonium. Bakteri yang
tumbuh pada media ini akan mengunakan asam sitrat sebagai sumber karbon dan
mengubah garam ammonium menjadi ammonia. Perubahan ini menyebabkan perubahan
komposisi media. Perubahan ini dapat dideteksi dengan indikator BTB yang akan bewana
hijau pada pH di bawah 6,9 dan akan berwarna biru pada pH di atas 7,6. Hasil positif
dengan metode ini ditunjukan dengan media yang berubah warna menjadi biru. Hasil tes
ditunjukan pada gambar 3.4 sebagai berikut :
Gambar 3.4 Hasil Tes Pengunaan Sitrat
3. Tes Dekarboksilase Lisin
Tes ini bertujuan untuk melihat organisme yang mengunakan asam amino lysin
sebagai sumber karbon. Mikroba yang mampu mengunakan lysin sebagai sumber karbon
biasanya memiliki enzim lysin dekarboksilase di dalam selnya. Ketika lysin dikonsumsi
maka akan menghasilnkan senyawa yang dapat meningkatkan pH dari medium.
Perubahan pH ini selanjutya diamati dengan indikator. Indikator yang sering digunakan
adalah Brom Cresol Purple (BCP). Indikator ini akan ungu pada pH netral atau basa dan
akan berubah warna menjadi kuning pada pH di bawah 5,2. Pada percobaan dengan
mikroba dengan mengunakan agar Lysin Iron Agar maka mikroba harus mengunakan
glukosa terlebih dahulu sehingga menyebabkan pH medium menjadi turun di bawah 5,2
sehingga akan diamati perubahan media dari unggu menjadi kuning setelah 24 jam
inkubasi. Setelah pH medium turun maka enzim lysin dekarboksilase diaktifkan oleh sel
mikroba. Kultur selanjutnya diinkubasi lagi selama 24 jam sehingga mikroba sekarang
mengunakan lysin sebagai sumber karbon dan merubah pH medium menjadi basa
kembali. Setelah 48 akan diamati perubahan warna dari kuning menjadi unggu lagi.
Kegagalan terjadi jika medium tidak berubah menjadi kuning dalam waktu 24 jam atau
tidak berubah menjadi unggu dalam waktu 48 jam. Hasil tes dekarboksilase lysin
ditunjukan pada gambar 3.5 sebagai berikut :
Gambar 3.5 Tes dekarboksilase lysin (kuning 24 jam, unggu 48 jam)

4. Produksi Hidrogen Sulfida (H2S)


Beberapa jenis bakteri seperti Proteus vulgaris mampu merubah asam amino
sistein.dan menghasilkan produk berupa hidrogen sulfide. Jika bakteri ini ditumbuhkan
dalam media yang mengandung garam besi maka akan terjadi reaksi antara H 2S dengan
ion besi membentuk endapan iron sulfide yang berwarna gelap. Proses produksi H 2S
ditunjukan pada gambar 3.6 sebagai berikut :

Gambar 3.6 Produksi Hidrogen Sulfida


.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Isolat murni bakteri dalam NA miring dan NB (nutrien cair)
2. Reagen untuk test katalase : 10% atau 30% H2O2
3. Bahan untuk test sitrat : Simmons Citrate Agar yang mengandung indikator Brom
Thymol Blue (BTB)
4. Bahan untuk test dekarboksilase lisin : media Lysin Iron Agar (LIA) yang mengandung
Lisin dan indikator Brom Cresol Purple (BCP)
5. Media Nutrien Agar (NA)
6. Media McConkey
7. Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
8. Jarum ose
9. Mikropipet

IV. PROSEDUR KERJA


1. Test Katalase
Letakkan 1-2 tetes 10 % atau 30% H2O2 pada gelas benda dan tambahkan 1 ose atau 2-3
tetes suspensi isolat murni bakteri Staphylococus aureus. Amati, katalase positif ditandai
oleh pembentukan buih seketika. Bandingkan dengan kontrol (tanpa inokulasi bakteri).
2. Test Penggunaan Sitrat
Isolat murni bakteri diinokulasikan secara goresan zig zag menggunakan ose dan secara
tusukan menggunakan jarum inokulasi pada media Simmons Citrat Agar miring, kemudian
diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Perhatikan perubahan warna dengan melihat
perubahan warna dari hijau menjadi biru. Bandingkan dengan kontrol (tanpa inokulasi
bakteri)
3. Test Dekarboksilase Lisin
Pada medium yang mengandung lisin (Lysin iron Agar) dan kontrol (media tanpa lisin)
diinokulasi secara tusukan dengan isolat murni bakteri, inkubasikan pada suhu 370C selama
24 jam diamati lalu dilanjutkan lagi dengan inkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Positif
jika terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning (24 jam) dan kembali ke ungu (48
jam). Sementara pada kontrol (media tanpa lisin) tidak terjadi perubahan warna.
4. Test H2S dan Fermentasi Gula
Dengan menggunakan media TSIA, inokulasikan isolat murni bakteri secara goresan
menggunakan jarum ose dan secara tusukan menggunakan jarum inokulasi. Inkubasikan
selama 24 jam Pembentukan H2S ditunjukkan dengan terbentuknya endapan warna hitam.
Perubahan warna TSIA dari merah menjadi kuning menunjukkan adanya fermentasi gula
(glukosa, sukrosa, laktosa). Amati juga apakah terbentuk gas yang ditandai dengan
pecahnya media atau terangkatnya media ke atas. Bandingkan dengan kontrol (media tanpa
inokulasi bakteri).

V. HASIL PENGAMATAN UJI BIOKIMIAWI


JENIS UJI HASIL PENGAMATAN KETERANGAN
UJI KONTROL
UJI KATALASE

TES PENGUNAAN
SITRAT

TES
DEKARBOKSILASE
LYSIN

TEST H2S DAN


FERMENTASI
GULA-GULA
PRAKTIKUM IV
UJI POTENSI SENYAWA ANTIBAKTERI/MIKROBA

I. TUJUAN
Mengetahui ada tidaknya potensi antibakteri dari suatu senyawa antimikroba, misalnya
antibiotik, secara difusi sumuran dan difusi paper disk.

II. DASAR TEORI


Senyawa antimikroba adalah senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba
tau membunuh mikroba. Interaksi antara mikroba dan zat antimikroba selalu menghasilkan tiga
hal yaitu penghambatan pertumbuhan mikroba, mikroba terbunuh atau mikroba resisten.
Berbagai interaksi ini muncul tergantung dari potensi senyawa antimikroba, kemampuan evolusi
mikroba atau cara pengunaan antimikroba tersebut. Potensi antimikroba merupakan salah satu
factor yang penting. Potensi antimikroba ini dapat diteliti dengan berbagai metode. Cara
pengujian potensi (daya atau kekuatan) senyawa antimikroba ada bermacam- macam, tergantung
pada sifat dan bentuk sediaan senyawa antimikroba. Namun secara umum uji potensi
antimikroba dapat dilakukan dengan 2 macam metode, yaitu metode difusi dan metode dilusi.
Pada umumnya digunakan cara pengenceran, paper disk diffusion method dan agar dillution
plate method.
Prinsip kerja metode difusi adalah terdifusinya senyawa antimikroba (misalnya
antibiotik) ke dalam media padat di mana mikroba uji (misalnya bakteri patogen) telah
diinokulasikan. Metode difusi dapat dilakukan secara paper disk dan secara sumuran. Pada
metode difusi secara paper disk, kertas disk yang mengandung antibiotik diletakkan di atas
permukaan media agar yang telah ditanam mikroba uji, setelah itu hasilnya dibaca.
Penghambatan pertumbuhan mikroba oleh antibiotik terlihat sebagai zona jernih di sekitar
pertumbuhan mikroba. Metode difusi secara sumuran dilakukan dengan membuat sumuran
dengan diameter tertentu pada media agar yang telah ditanami mikroba uji. Sumuran dibuat
tegak lurus terhadap permukaan media. Antibiotik diinokulasikan ke dalam sumuran ini dan
diinkubasikan, setelah itu hasilnya dibaca seperti pada difusi secara paper disk. Luasnya zona
jernih merupakan petunjuk kepekaan mikroba terhadap antibiotic. Selain itu, luasnya zona
jernih juga berkaitan dengan kecepatan berdifusi antibiotik dalam media (Lay, 1994; Jawetz
dkk, 1986).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat gelas : petridish steril, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet ukur, pipet tetes, gelas
ukur
2. Mikropipet, pelobang gabus no. 4, jangka sorong/penggaris, jarum ose,
spidol, kertas label, vortex mixer, spreader
3. Senyawa uji berupa antibiotik (misalnya Amoxycilllin sirup kering) dengan variasi
konsentrasi : 25; 12,5; 6,25 dan 3,125 mg/ml
4. Kultur murni bakteri uji dalam media NB umur 24 jam
5. Media nutrien agar (NA)
6. Deret larutan standar Mac Farland
7. Nutrient Broth (NB) untuk pembuatan suspensi bakteri uji
8. Aquadest steril sebagai pelarut senyawa uji
9. Alkohol 70 %
10. Disk antibiotik (paper disk yang mengandung antibiotik penisilin/ampisilin) sebagai
kontrol positif.
11. Disk blank
12. Buffered Pepton Water (BPW) untuk pembuatan suspensi bakteri uji

IV. PROSEDUR KERJA


A. Metode Difusi Sumuran
a. Preparasi Senyawa Uji
Preparasi senyawa uji dilakukan sesuai petunjuk dalam kemasan, kemudian buatlah
berbagai variasi konsentrasi senyawa uji. Pada praktikum ini dibuat 4 variasi konsentrasi
senyawa uji (konsentrasi 25; 12,5; 6,25 dan 3,125 mg/ml (Perhatikan cara pembuatan
konsentrasi senyawa uji!)
b. Preparasi Mikroba Uji
Siapkan kultur murni bakteri uji. Siapkan deret larutan standard Mac Farland. Buat
sebanyak 2 tabung @10 ml suspensi bakteri uji menggunakan media BPW dan
setarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mac Farland II (konsentrasi mikroba
6. 108 CFU/ml).
c. Pengujian potensi antibiotik secara difusi sumuran
1. Siapkan beberapa petri berisi 20 ml media nutrient agar (NA), 15 ml NA steril dan 5
ml NA steril
2. Pembuatan kontrol kontaminasi media
a. Buka petri berisi 20 Ml media NA, secara aseptis buatlah sumuran pada petri
dengan pelobang gabus no. 4. Ambil bulatan NA pada sumur yang dibuat dengan
jarum ose secara hati-hati sehingga NA di sekelilingnya tidak tergores/rusak.
Masukkan bulatan NA tersebut dalam beker glass berisi alkohol.
b. Beri label pada dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan
3. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji secara double layer
a. Tuang 5 ml NA steril ke dalam cawan petri steril, biarkan memadat sebagai base
layer agar.
b. Ambil 1 ml suspensi bakteri uji, inokulasikan ke dalam 15 ml media NA
secara pour plate, kemudian tuangkan secara merata sebagai seed layer agar di
atas base layer agar, biarkan memadat.
c. Buat 1 sumuran dengan menggunakan pelubang gabus No. 4. Pembuatan
sumuran dilakukan sampai dasar seed layer agar dan tidak menembus base layer
agar yang berfungsi sebagai dasar sumuran.
d. Beri label pada dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan/nama bakteri
uji.
4. Uji dengan metode difusi sumuran
a. Tuang 5 ml NA steril ke dalam cawan petri steril, biarkan memadat sebagai base
layer agar.
b. Ambil 1 ml suspensi bakteri uji, inokulasikan ke dalam 15 ml media NA
secara pour plate, kemudian tuangkan secara merata sebagai seed layer agar di
atas base layer agar, biarkan memadat.
c. Buat 1 sumuran dengan menggunakan pelubang gabus No. 4. Pembuatan
sumuran dilakukan sampai dasar seed layer agar dan tidak menembus base layer
agar yang berfungsi sebagai dasar sumuran. Lalu tuangkan dengan mikropipet
larutan antibiotic dengan konsentrasi yang berbeda ke dalam sumuran.
d. Beri label pada dasar petri :kel. prakt/tgl/perlakuan/nama bakteri uji.

B. Metode Difusi Paper Disk (Cakram Disk)


a. Preparasi Mikroba Uji
1. Siapkan kultur murni bakteri uji.
2. Siapkan deret larutan standard Mac Farland
3. Buat 10 ml suspensi bakteri uji menggunakan media BPW dan setarakan
kekeruhannya dengan larutan standar Mac Farland II (konsentrasi mikroba 6. 108
CFU/ml).
b. Pengujian potensi antibiotik secara difusi paper disk
1. Pembuatan kontrol kontaminasi media
a. Siapkan 20 ml media NA dan tuang secara aseptis ke dalam petri steril, biarkan
memadat
b. Beri label pada dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan.
2. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji
a. Ambil 0,2 ml suspensi bakteri uji, inokulasikan ke dalam petri berisi media NA
secara spread plate (harus merata di seluruh permukaan media) dan biarkan
permukaan agar mengering.
b. Beri label pada dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan/bakteri uji
3. Pengujian potensi antibiotik secara difusi paper disk
a. Siapkan petri berisi 20 ml media nutrien agar (NA)
b. Ambil 0,2 ml suspensi bakteri uji, inokulasikan ke media NA secara merata
dengan cara spread plate dan biarkan permukaan agar mengering.
c. Secara aseptik,letakkan 1 disk antibiotik (disk yang mengandung
penisilin/ampisilin) dan 1 disk blank (yang mengandung berbagai konsentrasi
senyawa uji antibiotik sebanyak 20 µL), serta 1 disk blank kontrol negatif (disk
yang mengandung pelarut) pada permukaan media NA.
d. Setiap paper disk diinokulasikan dengan jarak tertentu secara teratur, agar
supaya tidak terjadi overlapping zona hambat yang terbentuk.
e. Beri label pada dasar petri secara benar
f. Inkubasikan selama 24 jam. Amati zona keruh dan jernih di setiap petri
g. Amati, gambar pertumbuhannya dan ukur diameter zona jernih yang terbentuk di
sekitar paper disk dengan jangka sorong

V. LEMBAR PENGAMATAN
PERCOBAAN HASIL PENGAMATAN KETERANGAN
DIFUSI SUMURAN
1. Kontrol
kontaminasi
media

2. Kontrol
Pertumbuhan
Bakteri

3. Uji Difusi
Sumuran
PERCOBAAN HASIL PENGAMATAN KETERANGAN
DIFUSI PAPER
DISK
1. Kontrol
kontaminasi
media

2. Kontrol
Pertumbuhan
Bakteri

3. Uji Difusi Paper


Disk
PRAKTIKUM V
UJI CEMARAN MIKROBIA

I. TUJUAN
1. Menghitung jumlah mikroba aerob yang terdapat dalam sampel
2. Menguji bahwa sampel yang diuji tidak boleh mengandung mikroba melebihi batas yang
ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan manusia

II. DASAR TEORI


Angka Lempeng Total (ALT) atau Aerobic Plate Count (APC) adalah metode
pertumbuhan aerob yang bertujuan untuk melihat level cemaran mikroba pada produk obat,
kosmetika, bahan makanan dan minuman serta produk produk lainnya. Uji ALT (Angka
Lempeng Total) mengandung prinsip yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah
cuplikan diinokulasikan pada lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 370C. Pengujian dilakukan secara duplo. Setelah inkubasi, dipilih cawan petri
dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 30-300 koloni. Jumlah koloni
rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil
dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total (ALT) dalam tiap gram contoh bahan.
Angka kapang/khamir (AKK) adalah jumlah koloni kapang dan khamir yang
ditumbuhkan dalam media yang sesuai selama 5 hari pada suhu 20-25 0 C dan dinyatakan dalam
satuan koloni /mL (Soekarto, 2008). Pengujian dilakukan secara duplo. Setelah inkubasi, dipilih
cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-150 koloni.
Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Media Plate Count Agar (PCA) untuk uji ALT
2. Media Potato Dextrrose Agar (PDA) untuk uji AKK
3. Larutan pengencer Pepton Dilution Fluid (PDF)
4. Buffered Pepton Water (BPW)
5. Kloramfenikol 100 mg/liter media
6. Sampel uji (dalam bentuk cair)
7. Aquades
8. Mikropipet
9. Alat alat gelas dan cawan petri
10. Vortex mixer
11. Colony counter

IV. PROSEDUR KERJA


A. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
1. Sampel disiapkan dan dibuka secara aseptis di dekat lampu bunsen yang menyala.
2. Pembuatan Buffered Pepton Water (hitung dan lihat cara pembuatan ada kemasan)
3. Secara aseptis diambil sebanyak 1 ml sampel lalu dilarutkan ke dalam labu ukur 10 ml,
lalu ditambahkan 9 ml BPW dan dihomogenkan hingga diperoleh pengenceran 10-1
4. Pembuatan media Plate Count agar (hitung dan lihat cara pembuatan media pada
kemasan)
5. Pengenceran sampel untuk uji ALT mengikuti cara berikut. Sebanyak 4 buah tabung
reaksi disiapkan, masing-masing telah diisi dengan 9 ml pengencer BPW secara aseptis.
Sebanyak 1 ml pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel diambil
dan dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah diisi 9 ml BPW hingga diperoleh
pengenceran 10-2 (homogenisasi dengan vortex). Selanjutnya dengan cara yang sama
dibuat hingga pengenceran 10-4.
6. Disiapkan cawan petri sebanyak 10 buah dituangkan sebanyak 15 ml media PCA ke
masing masing cawan petri.. Dari tiap pengenceran dipipet 1 ml suspensi ke dalam cawan
petri steril secara duplo.. Cawan petri digoyang dengan hati-hati agar sampel tersebar
merata.
7. Kontrol sterilitas media dilakukan dengan cara menuangkan 15 mL media PCA dalam
cawan petri dan biarkan memadat.
8. Kontrol sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan 1 ml pengencer BPW
lalu ke dalam 15 mL media PCA lalu dibiarkan memadat.
9. Seluruh cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 350C selama 24 - 48 jam. Jumlah
koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
10. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 30-
300 koloni
11. Perhitungan Angka Lempeng total dalam 1 ml contoh dengan mengkalikan jumlah rata-
rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan (Lampiran)

B. Uji Angka Kapang Khamir (AKK)


1. Sampel disiapkan dan dibuka secara aseptis di dekat lampu bunsen yang menyala
2. Pembuatan Pepton Dilution Fluid (hitung dan lihat cara pembuatan ada kemasan)
3. Secara aseptis diambil sebanyak 1 ml sampel lalu dilarutkan ke dalam labu ukur 10 ml,
lalu ditambahkan 9 ml PDF dan dihomogenkan hingga diperoleh pengenceran 10-1
4. Pengenceran sampel untuk uji ALT mengikuti cara berikut. Sebanyak 4 buah tabung
reaksi disiapkan, masing-masing telah diisi dengan 9 ml pengencer PDF secara aseptis.
Sebanyak 1 ml pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel diambil
dan dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah diisi 9 ml PDF hingga diperoleh
pengenceran 10-2 (homogenisasi dengan vortex). Selanjutnya dengan cara yang sama
dibuat hingga pengenceran 10-4.
5. Pembuatan media Potato Dextrose Agar (hitung dan lihat cara pembuatan media pada
kemasan)
6. Disiapkan cawan petri sebanyak 10 buah dituangkan sebanyak 15 ml media PDA ke
masing masing cawan petri yang sebelumnya telah ditambahkan 1 mL kloramfenikol.
Dari masing-masing pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri steril secara
duplo dengan metode pour plate lalu digoyangkan hingga campuran tersebut tercamour
secara merata.
7. Setelah agar membeku, cawan petri dibalik dan diinkubasikan pada suhu 25 0C atau pada
suhu kamar selama 5 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari ke-5. Koloni
kapang dan khamir dihitung setelah 5 hari.
8. Kontrol sterilitas media dilakukan dengan menuangkan media 15 mL PDA dalam cawan
petri dan dibiarkan memadat.
9. Kontrol sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan 15 mL media PDA dan 1
ml pengencer (PDF) lalu dibiarkan memadat.
10. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-
150 koloni.
11. Perhitungan Angka Kapang dan Khamir total dalam 1 ml contoh dengan mengkalikan
jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan
(Lampiran)

V. LEMBAR PENGAMATAN
I. UJI ANGKA LEMPENG TOTAL
PETRI UJI Gambar Hasil Pembahasan Hasil
Kontrol Sterilitas
Media

Kontrol Sterilisitas
Pengencer

*Pengenceran 10-1

*Pengenceran 10-2

*Pengenceran 10-3

*Pengenceran 10-4
*Pengenceran 10-5

*Dipilih cawan petri dengan jumlah koloni 30-300 untuk perhitungan ALT

II. UJI ANGKA KAPANG KHAMIR


PETRI UJI Gambar Hasil hari ke-1** Pembahasan Hasil
Kontrol Sterilitas
Media

Kontrol Sterilisitas
Pengencer

*Pengenceran 10-1

*Pengenceran 10-2

*Pengenceran 10-3

*Pengenceran 10-4

*Pengenceran 10-5

* Dipilih cawan petri dengan jumlah koloni 30-300 untuk perhitungan ALT
** Tabel hasil diamati selama 5 hari
PRAKTIKUM VI
UJI KEPEKAAN ANTIBIOTIK : PENENTUAN KADAR HAMBAT MINIMAL (KHM)
ANTIBIOTIK SECARA DILUSI PADAT

I. TUJUAN
Menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) dari suatu antibiotik secara dilusi padat.

II. DASAR TEORI


Antibiotika ialah zat-zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama golongan fungi
(jamur), yang dapat menghambat atau membasmi pertumbuhan bakteri. Suatu obat antibiotika
yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif. Istilah ini berarti bahwa obat tersebut haruslah
bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis (dalam konsentrasi yang dapat
ditoleransi) terhadap host. Contoh antibiotika ampisilin dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis peptidoglikan. Ampisilin dikatakan memiliki toksisitas selektif terhadap sel bakteri yang
memiliki dinding sel yang terdiri dari peptidoglikan namun bersifat tidak toksik pada manusia
karena manusia tidak memiliki peptidoglikan.
Berdasarkan toksisitas selektif ini maka sifat antibiotika dapat digolongkan menjadi dua
macam yaitu sebagai bakteriostatik atau bakteriosida. Antibiotika yang bersifat bakteriostatik
menyebabkan pertumbuhan mikroba terhambat sedangkan antibiotika yang bersifat bakteriosida
bekerja dengan cara mematikan sel bakteri. Sebagian besar antibiotika yang menghambat sistesis
protein hanya bersifat bakteriostatik sedangkan sebagian besar antibiotika yang bekerja dengan
menghambat sintesis dinding sel bersifat bakteriosida. Namun antibiotika bakteriostatik ini bisa
menjadi antibiotika bakteriosida jika kadar antibiotika tersebut terus ditingkatkan melebihi Kadar
Hambat Minimal (KHM) sehingga mencapai kadar Kadar Bunuh Minimal (KBM)
Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimum Inhibition Concentration (MIC) suatu antibiotik
adalah konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri
tertentu. Sedangkan Kadar Bunuh Minimal (KBM) atau Minimum Killing Concentration
(MKC) adalah konsentrasi antibiotik terendah yang dapat membunuh 99,9% kultur bakteri
tertentu.
KHM dapat ditentukan dengan metode dilusi. Prosedur ini digunakan untuk menentukan
konsentrasi antibiotik yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan patogen dan
mengindikasikan dosis antibiotik yang efektif dalam mengontrol infeksi pada pasien. Prinsip
metode dilusi (dilution method) menggunakan senyawa antibiotik dengan kadar yang menurun
secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Pada media yang diinokulasi mikroba uji,
dilarutkan senyawa antibiotik dengan menggunakan beberapa tingkatan konsentrasi senyawa
antibiotik, dan kemudian diamati pada konsentrasi berapakah senyawa antibiotik tersebut bersifat
menghambat atau mematikan. Hasil yang dibaca adalah pengurangan kekeruhan kultur.
Pengurangan kekeruhan menandakan adanya potensi hambat obat pada konsentrasi tersebut
berupa KHM. Sedangkan kultur yang jernih menandakan tidak adanya pertumbuhan kultur
bakteri. Diagram pengukuran metode KHM ditunjukan pada gambar 6.1 sebagai berikut :

Gambar 6.1 Skema penentuan kadar KHM


Terdapat 3 macam cara dalam metode dilusi yaitu metode Macro Broth Dilution, metode
Micro Broth Dilution dan Metode Dilusi Agar (dilusi padat). Pada praktikum ini akan dilakukan
percobaan penentuan KHM dengan Metode Dilusi Agar.
.
III.ALAT DAN BAHAN
1. Kultur murni bakteri uji dalam media NB umur 24 jam
2. Senyawa uji berupa antibiotik (misalnya Amoxycilllin sirup kering). Variasi konsentrasi
ditentukan berdasarkan hasil percobaan
3. Alat-alat gelas : petridish steril, pipet volume steril, erlemeyer
4. Media nutrien agar (NA)
5. Deret larutan standar Mac Farland
6. NB steril untuk pembuatan suspensi bakteri uji
7. Alkohol 70 %
8. Aquades steril
9. Bunsen
10. Mikropipet

IV. PROSEDUR KERJA


1. Buatlah seri pengenceran/variasi konsentrasi larutan antibiotik ampisilin dalam
aquades steril. Seri pengenceran yang dibuat adalah 400, 200, 100 ug/mL media
2. Siapkan media NA (siap dituang ke petri secara pour plate). Bila media dalam keadaan
memadat, cairkan terlebih dahulu dengan pemanas sampai menjadi cair dan buat hingga
suhunya sekitar 45 – 50oC sehingga siap untuk dicampur dengan bakteri uji.
3. Buatlah suspensi bakteri uji dengan kepadatan setara larutan standar Mac Farland II.
4. Pembuatan kontrol negative (kontaminasi media)
a. Ambil 15 ml media NA, tuang ke dalam petri streril secara pour plate. Biarkan
memadat.
b. Beri label pada dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan lalu inkubasi terbalik selama 24
jam pada suhu 370C
5. Pembuatan kontrol positif pertumbuhan bakteri uji (per meja)
a. Ambil 15 ml media NA dalam tabung. Masukkan 1 ml suspensi bakteri uji ke dalam
tabung tersebut.
b. Tuang dalam petri steril secara pour plate. Biarkan memadat. Beri label pada
dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan/nama bakteri uji lalu inkubasi terbalik selama 24
jam pada suhu 370C
6. Pengujian potensi antibiotik secara dilusi padat
a. Ambil 4 tabung yang masing-masing berisi 15 ml media NA suhu 45 – 50 oC,
tambahkan 1 ml suspensi bakteri uji pada masing-masing tabung tersebut.
Tambahkan pula larutan antibiotik dengan konsentrasi yang telah ditetapkan pada
langkah 1.
b. Siapkan 4 petri steril untuk menuang ketiga preparat di atas secara pour plate.
Biarkan memadat. Beri label pada dasar petri. Inkubasi selama 24 jam. Amati
dan bandingkan kekeruhan dari masing-masing petri. Bandingkan antara kontrol dan
perlakuan.
7. Pembacaan Hasil
a. Setelah masa inkubasi, kekeruhan media yang menunjukkan kepadatan
pertumbuhan bakteri uji diamati dan diberi penilaian menggunakan notasi (+)
untuk media yang tampak keruh dan (-) jika tidak ada kekeruhan yang berarti tidak
ada pertumbuhan bakteri uji dalam media agar tersebut.
b. Hasil pengamatan dianalisis untuk mendapatkan konsentrasi atau kadar hambat
minimal senyawa antibiotik. Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah konsentrasi
minimal senyawa antibiotik yang menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan
bakteri uji.

V. LEMBAR PENGAMATAN
PLAT UJI GAMBAR KETERANGAN
Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Uji (400 ug/mL media)

Uji (200 ug/mL media)

Uji (100 ug/mL media)

Uji (50 ug/mL media)


LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Perhitungan ALT


Cara menganalisis hasil pengujian sesuai Prosedur baku pengujian mikrobiologi, Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan DepKes RI (1992)
1. Cawan petri dipilih dari satu pengeceran yang menunjukkan Jumlah koloni antara 25-250
setiap cawan petri. Hitung rata-rata Jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pengencer.
Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per ml atau gram.
2. Jika cawan duplo dari pengeceran terendah terdapat jumlah koloninya lebih kecil dari 25,
hitung jumlah koloni yang ada pada cawan dari setiap pengenceran, rerata jumlah koloni per
cawan dan kalikan dengan faktor pengencerannya untuk menetukan nilai Total Plate Count
(TPC). Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per ml atau gram (Tabel 1 nomor 3).
3. Jika hasil dari cawan duplo, cawan yang satu dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni
dan cawan yang lain lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan dalam penghitungan TPC
(Tabel 1 nomor 7).
4. Jika hasil dari cawan duplo, cawan yang satu dengan koloni 25-250 dan cawan yang lain
kurang dari 25 atau menghasilkan lebih dari 250 koloni, hitung keempat cawan dalam
penghitungan TPC (tabel 1 nomor 8).
5. Jika kedua cawan dari satu pengeceran menghasilkan 25-250 koloni hitung keempat cawan
termasuk cawan yang kurang dari 25 atau yang lebih dari 250 koloni dalam penghitungan
TPC (tabel 1 nomor 9).
6. Jika jumlah koloni dari semua lebih dari 250 koloni :
A) Maka setiap dua cawan petri dengan pengenceran tertinggidibagi ke dalam 2,4, atau 8
sektor. Hitung jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih, untuk mendapatkan jumlah
koloni dalam satu cawan petri, hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor
pembagi dan pengencera
B) Jika 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni maka jumlah koloni yang
didapat 8x200 = 1600, kemudian dikalikan dengan faktor pengencer dan nyatakan
hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan per ml atau gram lebih besar dari jumlah yang
didapat (lebih besar dari 1600xfaktor pengencer)
7. Jika tidak koloni yang tumbuh dalam cawan petri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih
kecil dari satu dikalikan dengan faktor pengencer terendah (<10) (Tabel 1 nomor 6)
8. Menghitung koloni merambat (spreader). Ada tiga macam perambat pada koloni, yaitu :
A) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah,
B) Perambat yang terjadi di antara dasar cawan petri dan perbenihan, dan
C) Perambat yang terjadi pada pinggir atau permukaan
perbenihan Maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut:
i. Apabila cawan yang disiapkan untuk contoh lebih banyak yang ditumbuhi oleh spreader
seperti pada butir pertama dan total area yang melebihi 25% dan 50% pertumbuhannya
dilaporkan sebagai cawan spreader .
ii. Apabila terjadi hanya satu perambatan seperti rantai, maka koloni dianggap satu. Tetapi
apabila satu atau lebih rantai yang terbentuk dan berasal dari sumber yang terpisah-pisah,
maka tiap sumber dihitung sebagai satu koloni.
iii. Rerata jumlah koloni dari setiap pengenceran, dilaporkan jumlahnya sebagai TPC (Tabel
1 nomor 5)
iv. Gabungkan perhitungan koloni dan perhitungan spreader untuk menghitung TPC
v. Apabila butir kedua dan ketiga yang terjadi, sebaiknya pemeriksaan diulang, karena
koloni dalan keadaan sulit
9. Cara menghitung dan membulatkan angka
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting
yang digunakan, yaitu angka yang pertama dan kedua (di mulai dari kiri), sedangkan
angka ketiga diganti dengan 0, apabila kurang dari 5 dan apabila 5 atau lebih dijadikan 1
yang ditambah pada angka yang ke dua. Contoh: 523.000 dilaporkan sebagai 520.000 (5.2 x
105), 85.700 dilaporkan sebagai 86.000 (8.6 x 104).
Lampiran 2. Prosedur Perhitungan AKK
Cara menghitung dan menyatakan hasil AKK sesuai dengan MA PPOMN nomor 96/mik/00.
Cawan petri dipilih dari suatu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-150
koloni. Jumlah koloni dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya.
Bila pada cawan petri dari 2 tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah
antara 10-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil
angka rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang/khamir dalam tiap ml atau gram
contoh. Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan diatas, maka diikuti
petunjuk sebagai berikut :
a. Bila hanya salah satu diantara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama
menunjukkan jumlah koloni antara 10-150 koloni, dihitung jumlah koloni dari kedua
cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.
b. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih besar dari
dua kali jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dipilih tingkat pengenceran
terendah (misal pada pengenceran 10-2 diperoleh 60 koloni dan pada pengenceran 10-3
diperoleh 20 koloni, makadipilih jumlah koloni pada tingkat pengenceran 10-2 yaitu
20 koloni).
c. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkan jumlah antara 10-150
koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung
sebagai angka kapang/khamir perkiraan
d. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor
inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan
faktor pengenceran terendah.
(MA PPOMN, 2006)

Anda mungkin juga menyukai